Referat Lesi Prakanker H S Ked
Referat Lesi Prakanker H S Ked
Oleh:
PEMBIMBING:
Referat ini telah disusun dan dilaporkan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
Kepaniteraan Klinik di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang.
PEMBIMBING KLINIK
Ditetapkan di : Kupang
Tanggal : 2015
DAFTAR ISI Hal
Gambar 2.6.2.1 Epitel squamous dan epitel kolumnar pada serviks …………………… 8
Gambar 2.6.4.2 Lesi NIS 1 dengan batas yang tidak tegas ……………………………. 14
Di Indonesia, kanker serviks merupakan keganasan yang paling banyak ditemukan dan
merupakan penyebab kematian utama pada perempuan.(1,2) Sekitar 50-80% wanita terinfeksi
oleh human papillomavirus (HPV) sepanjang masa hidupnya.(1) Berdasarkan data World
Health Organization (WHO) pada tahun 2008 diperkirakan setiap harinya ada 38 kasus baru
kanker serviks dan 21 orang perempuan yang meninggal karena kanker serviks di Indonesia.(2)
Kanker serviks di Indonesia, 60-70% ditemukan dalam stadium lanjut.(1) Hasil
penelitian di pusat pelayanan primer di lima wilayah DKI Jakarta didapatkan korelasi lemah
antara pengetahuan dan perilaku mengenai deteksi dini kanker serviks.(3) Penemuan dan terapi
pada fase lesi prakanker ternyata dapat mencegah kejadian kanker serviks dengan keberhasilan
mendekati 100%.(2) Namun setelah kanker terbentuk, prognosis tergantung pada stadium
sebagai berikut: stadium 0 (prainvasif), 100% ; stadium 1, 90%; stadium 2, 82% stadium 3,
35% ; dan stadium 4, 10%.(4)
Lesi pra kanker yang dikenal dengan neoplasia intraepitelial serviks (NIS) merupakan
perubahan diplastik epitel serviks secara dini yang mendahului sebelum terjadinya kanker
invasif.(4) Infeksi oleh HPV terutama HPV risiko tinggi (HR-HPV) tipe 16 atau tipe 18, adalah
penyebab utama dari NIS.(4) Berdasarkan gambaran histologi, NIS dapat dibagi menjadi 3
kategori: displasia ringan (NIS 1), displasia sedang (NIS 2) dan displasia berat/karsinoma in
situ (NIS 3).(4,5) Perkembangan dari derajat yang lebih rendah ke yang lebih tinggi tidak selalu
terjadi. Semakin berat derajat NIS semakin besar peluang berkembang menjadi kanker.(4)
Kematian akibat penyakit ini dapat dicegah bila program skrining dan pelayanan
kesehatan diperbaiki. Sejak tahun 2001 kanker serviks ini masih merupakan penyebab utama
kematian perempuan dan kasusnya turun secara drastis sebaliknya insidensi NIS meningkat
oleh perbaikan penemuan kasus semenjak diperkenalkan teknik skrining Papsmear oleh
George N. Papaniculou.(4)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Neoplasma intraepitel serviks (NIS) merupakan lesi premaligna yang terbentuk dari
transformasi sel skuamosa pada permukaan serviks.(2,4) NIS biasanya dapat disembuhkan pada
sebagian kasus NIS yang stabil atau dieliminasi oleh sistem kekebalan tubuh. Namun, sebagian
kecil kasus NIS, jika tidak diobati, dapat berkembang menjadi kanker serviks.(6)
2.2 INSIDENSI
Kanker serviks adalah salah satu dari empat kanker terbanyak pada wanita. Ada sekitar
266.000 kematian akibat kanker serviks di seluruh dunia pada tahun 2012 dan sembilan dari
sepuluh (87%) kematian akibat kanker serviks terjadi di daerah-daerah tertinggal.(7) Di
Amerika Serikat 7% hasil tes Paps Smear ditemukan epitel yang abnormal dengan berbagai
derajat histologi NIS.(8)
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 diperkirakan
setiap harinya ada 38 kasus baru kanker serviks dan 21 orang perempuan yang meninggal
karena kanker serviks di Indonesia. Pada tahun 2025 diperkirakan kasus baru kanker serviks di
Indonesia akan meningkat sebesar 74%.(2)
2.3 ETIOLOGI
Human papillomavirus (HPV) merupakan penyebab utama neoplasia intraepitelial
serviks (NIS).(2-6) Lesi prakanker dapat dengan spontan kembali ke normal, menjadi stabil
dalam waktu yang lama atau berlanjut menjadi displasia dengan derajat lebih tinggi yang
kemudian dapat berkembang menjadi kanker invasif.(4,8) Observasi dari Hall dan Walton
mengenai progresivitas NIS yang 6% dengan displasia ringan, 13% dengan displasia sedang
dan 29% dengan displasia berat didapati bahwa displasia ringan 62% menurun bahkan
menghilang namun 19% menjadi displasia berat. Penelitian Castle juga menunjukkan bahwa
40% NIS 2 menurun secara spontan selama 2 tahun.(8)
Tabel 2.3.1 Perjalanan Alamiah Lesi Prakanker Serviks(8)
Progres ke NIS Progres ke
Regresi (%) Persisten (%)
III (%) Karsinoma (%)
NIS 1 57 32 11 1
NIS 2 43 35 22 5
Penyebab terbanyak NIS adalah infeksi kronis serviks oleh HPV melalui hubungan
seksual.(6) HPV tipe resiko tinggi untuk menjadi kanker adalah tipe 16 dan 18 yang memiliki
gen yang setelah terintegrasi ke genom sel pejamu, mengkode protein yang menghambat atau
menginaktifkan gen penekan tumor TP53 dan RB1 di sel epitel sasaran serta mengaktifkan gen
terkait siklus sel, seperti siklin E sehingga terjadi proliferasi sel yang tidak terkendali.(4)
HPV diketahui sebagai penyebab utama keganasan serviks melalui dua protein virus, yaitu
E6 dan E7, yang bekerja menginaktivasi tumor supresor utama p53 dan protein retinoblastoma
(pRb).(9) E6 mempunyai kemampuan yang khas mampu berikatan dengan p53 yaitu protein
yang termasuk supresor tumor yang meregulasi siklus sel baik pada G1/S maupun G2/M. Pada
saat terjadi kerusakan DNA, p53 teraktifasi dan meningkatkan ekspresi p21, menghasilkan cell
arrest atau apoptosis. Proses apoptosis ini juga merupakan cara pertahanan sel untuk mencegah
penularan virus pada sel-sel didekatnya. Kebanyakan virus tumor menghalangi induksi
apoptosis. E6 membentuk susunan kompleks dengan regulator p53 seluler ubiquitin ligase /
E6AP yang meningkatkan degradasi p53. E6 juga menurunkan aktifitas p53 melalui CBP/p300,
koaktifator p53. Inaktifasi p53 menghilangkan kontrol siklus sel, arrest dan apoptosis.
Penurunan p53 menghalangi proses proapoptotik, sehingga terjadi peningkatan proliferasi. E7
berbeda dengan E6 yang tidak hanya dapat menyebabkan lesi displasia yang low-grade tetapi juga high-
grade. Protein E7 mampu berikatan dengan famili Rb yang lebih kuat pada high-risk yang disebabkan
oleh perbedaan susunan asam amino pada domain CR2 yang memediasi ikatan terhadap Rb. Protein Rb
berfungsi untuk mencegah perkembangan siklus sel yang berlebihan sampai sel siap membelah diri
dengan baik. pRb yang tidak berfungsi menyebabkan proliferasi sel. pRb terikat dengan faktor
transkripsi E2F-DP. Protein Rb terdiri dari 3 protein Rb, p107 dan p120, dimana Rb diekspresikan
sepanjang siklus sel, p107 disintesis terutama selama fase S, sedangkan p130 terutama saat G0. pRb
yang tidak difosforilasi membentuk kompleks dengan faktor transkripsi E2F/DP yang terikat dengan
promoter gen yang terlibat dalam proses fase S yang mengakibatkan represi transkripsi. pRb yang
berikatan dengan E7 melepaskan ikatannya dengan E2F-DP dan menyebabkan replikasi pada sel
suprabasal.(10)
Ket: CIN/NIS: cervical intraepithelial neoplasia / neoplasia intraepitelial serviks; LISDR: Lesi Intraepitel
Skuamosa Derajat Rendah; LISDT: Lesi Intraepitel Skuamosa Derajat Tinggi; ASC-US: atypical squamous cells
of undetermined significance; ASC-H: atypical squamous cells: cannot exclude a high-grade squamous epithelial
lesion.
Keterangan
1. Negatif (Kelas I): hasil apusan negatif tanpa adanya sel abnormal atau tidak dapat
terlihat. Hasil apusan bersih dan tidak terdapat sel inflamasi dan tidak memiliki bukti
keganasan (kanker).(14)
2. Atipikal (Kelas II): Hal ini lebih lanjut dibagi menjadi dua istilah: sel Atypical
squamous cells, cannot exclude high grade lesions (ASC-H) dan atypical squamous
cells of uncertain significance (ASC-US).
Kriteria sitologi untuk diagnosis ASC-US termasuk pembesaran inti ukuran 2,5-3 kali
lipat dari sel intermediate dengan sedikit peningkatan rasio inti / sitoplasma, terdapat
variasi ringan dalam ukuran inti dan kontur, dan sedikit hiperkromasia dengan
kromatin. Kriteria sitologi untuk ASC-H yaitu sel skuamosa dengan inti membesar dan
kurang sitoplasma dengan kontur inti tidak teratur. Mungkin ada bukti regenerasi sel-
sel pada serviks atau perubahan sel yang berhubungan dengan infeksi atau trauma
persalinan. Tergantung pada deskripsi lain ahli patologi mungkin diperlukan
pengobatan untuk infeksi, pengecekan ulang PAP smear, tes DNA, observasi, atau tes
diagnostik dengan kolposkopi. (14,15)
3. Low-grade squamous intraepithelial lesion (Kelas III, displasia ringan): Klasifikasi ini
untuk sel-sel abnormal, yang dapat dianggap sebagai displasia ringan atau dengan
ringan potensial "premaligna". Jika dibiarkan saja, perubahan ini mungkin kembali ke
normal, mungkin tetap sama, atau bisa berkembang menjadi keganasan selama periode
tahunan. Interval untuk pengembangan keganasan dari displasia adalah dari 3 sampai
10 tahun. (14)
4. High-grade squamous intraepithelial lesion (Kelas III, IV): Klasifikasi ini merupakan
indikasi dari perubahan tingkat tinggi prakanker. Evaluasi dilakukan dengan
menggunakan kolposkopi. Pengobatan dengan pembekuan atau eksisi biasanya
diperlukan. (14)
5. Kanker (Kelas V): Klasifikasi ini menunjukkan probabilitas tinggi kanker dan
diperlukan evaluasi lengkap untuk menentukan sejauh mana lesi kanker. Sebuah
rencana perawatan untuk hasil terbaik dapat ditentukan. (14)
2.6 DIAGNOSIS
2.6.1 Pemeriksaan Sitologi
WHO merekomendasikan usia wanita untuk diskrining antara usia 30 tahun atau lebih,
dan termasuk wanita muda dengan mempunyai faktor resiko tinggi karena hanya
sebagian kecil dari infeksi HPV yang menetap selama bertahun-tahun dapat
menyebabkan kanker invasif. Kanker serviks biasanya berkembang 10-20 tahun dari
awal prakanker menjadi kanker invasif. Namun skrining kanker serviks dapat pada
wanita usia muda yang mempunyai bukti risiko tinggi untuk terjadi NIS 2. Bila skrining
dengan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) atau sitologi hasilnya negatif dapat
diperiksa kembali 3-5 tahun.(16)
Pada pemeriksaan sitologi, spesimen yang diambil yaitu dari dari sel serviks bagian luar
(ektoserviks) dan kanalis servikalis (endoserviks) yang menggunakan prosedur
pewarnaan sel vagina dan servikal untuk memberikan gambaran yang jelas dari
kromatin inti sehingga dapat ditentukan perubahan sel-sel serviks yang mengarah pada
infeksi, radang, atau sel-sel abnormal dalam serviks.(16)
2.6.2 Kolposkopi
Pada perempuan dengan ASC-US dan skrining HPV negatif, maka pemeriksaan dengan
kolposkopi perlu dilakukan.(17) Kolposkopi adalah pemeriksaan serviks, vagina dan
vulva dengan melihat serviks pada pembesaran 10-20 kali maka dapat terlihat ukuran
dan batas dari lesi abnormal pada permukaan serviks. Pada kolposkopi, serviks dioles
dengan larutan asam asetat 3-5% atau lugol untuk membersihkan lendir yang meliputi
permukaan serviks. Perubahan yang dapat terjadi yaitu adanya bercak putih dan
vaskuler yang atipik yang menandakan adanya aktivitas selular yang hebat. Kolposkopi
digunakan sebagai alat diagnostik yang memiliki sensitivitas tinggi (sekitar 85%) dan
spesifiktas sekitar 70% untuk deteksi prakanker dan kanker. Kolposkopi digunakan
untuk mengevaluasi prakanker dan lesi kanker, membantu mengidentifikasi luasnya
lesi, memandu biopsi dan membantu pengobatan dengan krioterapi atau LEEP.(16)
Tes Negatif Epitel skuamosa berwarna coklat dan epitel kolumnar tidak
menunjukkan perubahan warna; atau tidak beraturan, sebagian
atau tidak ada area yang menyerap iodium.
Tes Positif Berbatas jelas, area yang tidak menyerap iodium yang
berwarna kuning terang bersentuhan dengan squamocolumnar
junction (SCJ) atau menutupi jika SCJ tidak kelihatan.
Inspekulo
2 SSK
Biopsi
Tidak tampak SSK Tampak SSK
Negatif Positif
4 Krioterapi
Terapi untuk hasil IVIL positif yang dilakukan sedini mungkin (tanpa menggunakan
kolposkopi atau biopsi) dikenal dengan test-and-treat atau single-visit approach.
2.7.3 Konisasi
Konisasi adalah eksisi pada daerah berbentuk kerucut dari serviks dengan
menggunakan cold knife conization termasuk ektoserviks dan endoserviks. Tingkat
konisasi akan tergantung pada ukuran lesi dan kemungkinan ditemukan kanker
invasif.(13) Konisasi direkomendasikan untuk pengobatan NIS 2 dan NIS 3.(22)
BAB III
PENUTUP
Lesi prakanker atau neoplasia intraepitelial serviks (NIS) adalah lesi premaligna yang
terbentuk dari transformasi sel skuamosa pada permukaan serviks yang disebabkan karena
infeksi Human papillomavirus. Terminologi NIS dibagi menjadi 3 kategori yaitu NIS 1 sesuai
dengan displasia ringan, NIS 2 sesuai dengan displasia sedang, dan NIS 3 meliputi displasia
berat serta karsinoma insitu. Terminologi ini juga dikonfirmasikan dengan sistem Bethesda,
yaitu NIS 1 dan infeksi HPV sebagai lesi intraepitelial skuamosa derajat rendah (LISDR) serta
NIS 2 dan NIS 3 sebagai lesi intraepitelial skuamosa derajat tinggi (LISDT). Berdasarkan
perjalanan alamiah dari NIS, disimpulkan bahwa makin rendah derajat kelainan maka makin
besar kemungkinan regresi menjadi normal. Sebaliknya, makin berat derajat kelainan maka
makin besar kemungkinan menjadi lesi yang lebih berat.
DAFTAR PUSTAKA