Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

ETIKA PROFESI

“Hakikat Kerja”

Disusun oleh :

1. Anggilia Herawati 190221070024

2. Hanida Tri Jayanti 190221070034

3. Ni Putu Duanti Ayu Sekar 190221070039

KOMPUTERISASI AKUNTANSI

POLITEKNIK LP31 JAKARTA KAMPUS DEPOK

TAHUN AJARAN 2021


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat

dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tak

lupa shalawat serta salam kami junjung kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para

sahabat, kerabat, tabiin dan tabiatnya. Semoga kita mendapatkan syafaat beliau di akhirat kelak.

Penulisan makalah ini guna memenuhi tugas yang diberikan dosen pengajar mata kuliah

Etika Profesi. Makalah ini terdapat pembahasan terkait Hakikat Kerja, pada kelompok 1. Dalam

penyusunan makalah ini, penulis tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang sangat membantu

dan memberikan makna penting demi terciptanya makalah ini. Oleh karena itu pada kesempatan

ini, penulis berterimakasih yang sebesar-besarnya kepada

1. Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis

dapat membuat dan menyelesaikan makalah ini.

2. Ibu Mega Puspita Sari Sip, M.Si.M selaku dosen mata kuliah Etika Profesi .yang terus

membantu kami dalam kesulitan sehingga tercapainya makalan ini.

3. Teman sekelompok dalam penyusunan makalah ini yang senantiasa saling mengingatkan

dan menyemangati satu sama lain.

4. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan makalah ini

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca dan

yang membutuhkannya walaupun kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna.

Dengan demikian saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca

guna memperbaiki dan menyempurnakan penulisan paper ini.

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2

DAFTAR ISI...................................................................................................................................3

PEMBAHASAN..............................................................................................................................3

1.1 Pengertian Kerja................................................................................................................3

1.1.1 Analisi Pekerjaan.......................................................................................................5

2.1 Pengertian Etos Kerja........................................................................................................6

2.1.1 Dimensi Etos Kerja....................................................................................................8

2.1.2 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Etos Kerja........................................................8

2.1.3 Aspek-aspek Etos Kerja...........................................................................................10

2.1.4 Etos Kerja Profesional.............................................................................................11

3.1 Pengertian Mitos Kerja...................................................................................................12

3.1.1 Definis Glass Ceiling...............................................................................................13

3.1.2 Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya Glass Ceiling di perusahaan..........14

3.1.3 Cara menghindari timbulnya Glass Ceiling.............................................................16

3.1.4 Perjuangan kesetaraan ( Habis Gelap Timbulah Terang)........................................16

3.1.5 Apakah Glass Ceiling termasuk Mitos ?.................................................................18

4.1 Pengertian Motivasi Kerja..............................................................................................19

3
4.1.1 Aspek – aspek Motivasi Kerja.................................................................................19

4.1.2 Faktor – faktor Motivasi Kerja................................................................................20

4.1.3 Kesimpulan Motivasi Kerja.....................................................................................22

5.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja................................................................23

5.1.1 Tujuan Keselamatan Kerja......................................................................................23

5.1.2 Aspek – aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja..................................................24

5.1.3 Faktor – faktor Keselamtan dan Kesehatan Kerja...................................................24

5.1.4 Prinsip – prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja...............................................25

5.1.5 Ketentuan Tempat Kerja Yang Harus Dilakukan Pelaksanaan Prosedur

Keselamatan dan Kesehatan Kerja......................................................................................26

6.1 Studi Kasus “Glass Ceiling pada Perempuan dan Kaum Minoritas”..............................26

6.1.1 Studi Kasus mengenai Glass Ceiling atau Diskriminasi Bagi Wanita....................26

6.1.2 Efek dari Glass Ceiling.........................................................................................28

Daftar Pustaka................................................................................................................................28

4
BAB I PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Kerja

Pekerjaan merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhannya bisa

bermacam-macam, berkembang dan berubah, dan seringkali tidak disadari oleh pelakunya.

Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang ingin dicapai, dan seseorang berharap aktivitas

kerja yang dilakukan akan membawa dirinya pada keadaan yang lebih memuaskan dari

pada keadaan sebelumnya. Dengan demikian, dapat dikatakan, bahwa dalam diri manusia

terdapat kebutuhan yang pada gilirannya menyusun tujuan yang ingin dicapai dan

dipenuhi.

Untuk mencapai tujuan tersebut, orang didorong ke suatu aktivitas yang disebut

bekerja. Namun tidak semua kegiatan dapat dikatakan sebagai suatu karya, karena

menurut Dr. Franz Magnis V, dalam bukunya "Tentang Manusia, Sekilas Tentang Filsafat

Manusia", pekerjaan itu adalah kegiatan yang terencana. Jadi pekerjaan tersebut

membutuhkan pemikiran khusus dan tidak dapat dijalankan oleh hewan. Itu dilakukan

bukan hanya karena pelaksanaan kegiatan itu sendiri tidak menyenangkan, tetapi karena

kita ingin benar-benar mencapai suatu hasil yang kemudian berdiri sendiri atau sebagai

objek, karya, kekuasaan dan lain sebagainya, atau sebagai pengorbanan kepada

masyarakat. , termasuk himself. Aktifitas tersebut dapat berupa penggunaan tenaga fisik

dan spiritual Menurut Hegel (1770-1831), inti pekerjaannya adalah kesadaran manusia.

Karya tersebut memungkinkan orang untuk menyatakan dirinya secara obyektif ke dunia

ini, sehingga mereka dan orang lain dapat melihat dan memahami keberadaan mereka.

Tampaknya sulit untuk merumuskan definisi yang jelas, tepat dan ringkas tentang apa yang

dimaksud dengan istilah "bekerja".

5
1.1.1 Analisis Pekerjaan

Analisis pekerjaan adalah informasi tertulis mengenai pekerjaan apa saja yang harus

dikerjakan dalam suatu perusahaan agar tujuan tercapai. Manfaat analisis pekerjaan akan

memberikan informasi tentang aktivitas pekerjaan, standar pekerjaan, konteks pekerjaan,

persyaratan personalia, perilaku manuasia dan alat-alat yang dipergunakan (Hasibuan,

2003:29)

Proses dalam menganalisis pekerjaan melalui langkah-langkah sebagai berikut

(Hasibuan, 2003:29):

a. Menentukan penggunaan hasil informasi analisis pekerjaan.

b. Mengumpulkan informasi tentang latar belakang

c. Menyeleksi wuwakal (orang yang akan diserahi) jabatan yang akan dianalisis.

d. Mengumpulkan informasi analisis pekerjaan.

e. Meninjau informasi dengan pihak yang berkepentingan .

f. Menyusun uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan

g. Meramalkan atau memperhitungkan perkembangan perusahaan

1.2 Pengertian Etos Kerja

Secara etimologis istilah etos berasal dari bahasa Yunani yang berart ’tempat hidup’.

Mula mula tempat hidup dimaknai sebagai adat istiadat atau kebiasaan. Sejalan dengan

waktu, kata etos berevolusi dan berubah makna menjadi semakin kompleks. Dari kata yang

sama muncul pula istilah Ethikos yang berarti ’teori kehidupan’, yang kemudian menjadi

’etika’. Dalam bahasa Inggris Etos dapat diterjemahkan menjadi beberapa pengertian

antara lain ‘starting point', 'to appear', 'disposition' hingga disimpulkan sebagai 'character'.

6
Dalam bahasa Indonesia kita dapat menterjemahkannya sebagai ’sifat dasar’, ’pemunculan’

atau ’disposisi/watak’.

Aristoteles menggambarkan etos sebagai salah satu dari tiga mode persuasi selain

logos dan pathos dan mengartikannya sebagai ’kompetensi moral’. Tetapi Aristoteles

berusaha memperluas makna istilah ini hingga ’keahlian’ dan ’pengetahuan’ tercakup

didalamnya. Ia menyatakan bahwa etos hanya dapat dicapai hanya dengan apa yang

dikatakan seorang pembicara, tidak dengan apa yang dipikirkan orang tentang sifatnya

sebelum ia mulai berbicara. Disini terlihat bahwa etos dikenali berdasarkan sifat-sifat yang

dapat terdeteksi oleh indera. Menurut Usman Pelly etos kerja adalah sikap yang muncul

atas kehendak dan kesadaran sendiri yang didasari oleh sistem orientasi nilai budaya

terhadap kerja. Sedangkan etos kerja profesional adalah seperangkat perilaku kerja positif

yang berakar pada kesadaran yang kental, keyakinan yang fundamental, disertai komitmen

yang total pada paradigma kerja yang integral. Setiap organisasi yang selalu ingin maju

akan melibatkan anggota untuk meningkatkan mutu kerjanya, di antaranya setiap

organisasi harus memiliki etos kerja. Anaroga menyatakan bahwa etos kerja adalah suatu

pandangan dan sikap suatu bangsa atau suatu umat terhadap kerja. Anoraga juga

memaparkan secara eksplisit beberapa sikap yang seharusnya mendasar bagi seseorang

dalam memberi nilai pada kerja yang disimpulkan sebagai berikut: a. Bekerja adalah

hakikat kehidupan manusia. b. Pekerjaan adalah suatu berkat Tuhan. c. Pekerjaan

merupakan sumber penghasilan yang halal dan tidak amoral. d. Pekerjaan merupakan suatu

kesempatan untuk mengembangkan diri dan berbakti e. Pekerjaan merupakan sarana

pelayanan dan perwujudan kasih

7
Etos kerja tinggi tercermin dalam perilakunya, seperti suka bekerja keras, bersikap

adil, tidak membuang-buang waktu selama jam kerja, keinginan memberikan lebih dari

sekedar yang disyaratkan, mau bekerjasama dan hormat terhadap rekan kerja. Menurut

Ishak dan Tanjung (2003) Etos kerja orang yang termotivasi biasanya dapat dilihat dari

sikapnya terhadap pekerjaan diantaranya :

a. Merencanakan, mengupayakan dan mengusahakan.

b. Kuat daya nalar dan daya piker

c. Optimis bukan pesimis.

d. Cukup percaya diri.

e. Cepat, tepat dan proaktif

f. Konsisten dan sabar.

g. Kesungguhan dan ketelitian.

h. Kerja keras dan kerja cerdas.

i. Pasrah dan tawaqal.

j. Mandiri, tidak tergantung pada orang lain.

1.2.1 Dimensi Etos Kerja

Dimensi Etos Kerja menurut Gomes(2001) memperluas dimensi prestasi kerja

karyawan yang berdasarkan:

a. Quantity work (Jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu

yang ditentukan)

b. Quality of work (Kualitas kerja berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan

kesiapannya.)

c. Job Knowledge ( Luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan

8
ketrampilannya.)

d. Creativenes (Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-

tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul)

1.2.2 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Etos Kerja

Etos Kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: internal dan eksternal

dimana menurut (Slate,2000) faktor internal meliputi sebagai berikut :

e. Usia

f. Menurut hasil penelitian Buchholz’s dan Gooding’s, pekerja yang berusia di

bawah 30 tahun memiliki etos kerja lebih tinggi dari pada pekerja yang

berusia diatas 30 tahun (dalam Boatwright & Slate, 2000).

g. Jenis Kelamin

h. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Boatwright dan Slate (2000),

wanita memiliki etos kerja yang lebih tinggi dari pada pria.

i. Latar belakang pendidikan

j. Hasil penelitian Boatwright dan Slate (2000) menyatakan bahwa etos kerja

tertinggi dimiliki oleh pekerja dengan latar belakang pendidikan S1 dan

terendah dimiliki oleh pekerja dengan latar belakang pendidikan SMU.

k. Lama bekerja

l. Menurut penelitian Boatwright dan Slate (2000) mengungkapkan bahwa

pekerja yang sudah bekerja selama 1-2 tahun memiliki etos kerja yang lebih

tinggi daripada yang bekerja dibawah 1 tahun.

9
Sedangkan faktor external meliputi sebagai berikut :

a. Agama

Dasar pengkajian kembali makna Etos Kerja di Eropa diawali oleh buah

pikiran Max Weber. Salah satu unsur dasar dari kebudayaan modern, yaitu

rasionalitas (rationality) menurut Weber (1958) lahir dari etika Protestan.

Pada dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai. Sistem nilai ini

tentunya akan mempengaruhi atau menentukan pola hidup para

penganutnya.

b. Budaya

Selain temuan Rosmiani (1996) diatas, Usman Pelly (dalam Rahimah,1995)

mengatakan bahwa sikap mental, tekad, disiplin dan semangat kerja

masyarakat juga disebut sebagai etos budaya dan secara operasional, etos

budaya ini juga disebut sebagai Etos Kerja.

c. Sosial Politik

Soewarso, Rahardjo, Subagyo, dan Utomo (1995) menemukan bahwa tinggi

rendahnya Etos Kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya

struktur politik yang mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan dapat

menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh. KH. Abdurrahman

Wahid (2002) mengatakan bahwa Etos Kerja harus dimulai dengan

kesadaran akan pentingnya arti tanggung jawab kepada masa depan bangsa

dan negara.

d. Pendidikan

Etos Kerja tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber daya manusia.

10
Peningkatan sumber daya manusia akan membuat seseorang mempunyai

Etos Kerja keras. Meningkatnya kualitas penduduk dapat tercapai apabila

ada pendidikan yang merata dan bermutu, disertai dengan peningkatan dan

perluasan pendidikan, keahlian dan keterampilan, sehingga semakin

meningkat pula aktivitas dan produktivitas masyarakat sebagai pelaku

ekonomi (Rahimah, Fauziah, Suri dan Nasution, 1995).

1.2.3 Aspek-aspek Etos Kerja

Menurut Anoraga aspek etos kerja meliputi Sikap mental seseorang atau

kelompok orang dalam melakukan aktivitas atau pekerjaan yang diwujudkan

sebagai perilaku kerja antara lain tepat waktu, tanggung jawab, kerja keras,

rasional dan jujur.

a. Kedisiplinan/tepat waktu

Disiplin merupakan sikap mental yang tercermin dalam perbuatan tingkah

laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan

terhadap peraturan, ketentuan, etika, norma dan kaidah yang berlaku.

b. Tanggung jawab

Semua masalah diperbuat dan dipikirkan, harus dihadapi dengan tanggung

jawab, baik kebahagiaan maupun kegagalan.

c. Kerja keras

Mengerahkan segenap daya dan kemampuan yang ada dalam merealisasikan

setiap pekerjaan yang baik.

d. Rasional

Mengerjakan sesuatu secara teratur, sesuai target dan sempurna merupakan

11
sesuatu yang dicintai oleh Allah. Prinsip-prinsip ini sejalan dengan prinsip-

prinsip manajemen secara umum yaitu merencanakan, mengorganisir,

melaksanakan, mengontrol dan mengevaluasi dalam rangka untuk mencapai

suatu tujuan organisasi.

e. Jujur

Setiap orang atau kelompok pasti ingin maju dan berkembang namun

kemajuan itu harus di capai secara wajar tanpa merugikan orang lain.

Menurut Petty (1993), etos kerja memiliki tiga aspek atau karakteristik,

yaitu keahlian interpersonal, inisiatif, dan dapat diandalkan

1.2.4 Etos Kerja Profesional

Etos kerja propesional dirumuskan pada delapan aspek Etos Kerja sebagai berikut:

a. Kerja adalah rahmat; karena kerja merupakan pemberian dari Yang Maha

Kuasa, maka individu harus dapat bekerja dengan tulus dan penuh syukur.

b. Kerja adalah amanah; kerja merupakan titipan berharga yang

dipercayakanpada kita sehingga secara moral kita harus bekerja dengan

benar dan penuh tanggung jawab.

c. Kerja adalah panggilan; kerja merupakan suatu dharma yang sesuai dengan

panggilan jiwa kita sehingga kita mampu bekerja dengan penuh integritas.

d. Kerja adalah aktualisasi; pekerjaan adalah sarana bagi kita untuk mencapai

hakikat manusia yang tertinggi sehingga kita akan bekerja keras dengan

penuh semangat

e. Kerja adalah ibadah; bekerja merupakan bentuk bakti dan ketaqwaan

kepada Sang Khalik, sehingga melalui pekerjaan individu mengarahkan

12
dirinya pada tujuan agung Sang Pencipta dalam pengabdian.

f. Kerja adalah seni; kerja dapat mendatangkan kesenangan dan kegairahan

kerja sehingga lahirlah daya cipta, kreasi baru, dan gagasan inovatif.

g. Kerja adalah kehormatan; pekerjaan dapat membangkitkan harga diri

sehingga harus dilakukan dengan tekun dan penuh keunggulan.

h. Kerja adalah Pelayanan; manusia bekerja bukan hanya untuk memenuhi

kebutuhannya sendiri saja tetapi untuk melayani sehingga harus bekerja

dengan sempurna dan penuh kerendahan hati.

1.3 Pengertian Mitos Kerja

Mitos atau disebut juga Mite adalah cerita prosa rakyat yang menceritakan sebuah

cerita yang berlatar belakang masa lalu, berisi tafsir tentang alam semesta dan keberadaan

makhluk di dalamnya, dan diyakini terjadi oleh mereka yang menganutnya atau

pemiliknya.

Dalam berkarir, tentunya ada beberapa Mitos (nasihat dan kepercayaan) banyak orang.

Salah satu mitos yang beredar di masyarakat yaitu tentang mitos Perempuan pekerja,

meskipun pemberdayaan perempuan di dalam lingkungan pekerjaan mulai ditegakan

namun streotip ini masih terus ada. Menurut data world bank di dunia ada 38,784% yang

mengambil bagian tenaga kerja, dan di indonesia sendiri tidak jauh berbeda yaitu 39,393%

dan pekerjaan yang dilakukan itu tidak jauh dari sifat sifat yang di asosiasikan dengan

femininity seperti, perawat, guru, serta pekerjaan sosial lainnya Mitos dan stereotip ini

tentu bisa memengaruhi jalan dan perkembangan karir seseorang perempuan untuk di

dunia kerja. Dalam pembahasan kali ini kita akan mengangkat materi tentang Mitos

fenomena Glass Ceiling yang mungkin sebagaian orang masih belum memahami apa itu

13
fenomena Glass Ceiling, dengan begitu mari kita membahas tentang fenomena Glass

Ceiling.

1.3.1 Definisi Glass Ceiling

Definisi Glass ceiling sendiri menurut artikel Buitin.com yaitu metafora untuk

rintangan hierarkis yang jelas tetapi tidak berwujud yang mencegah kaum

minoritas dan wanita mencapai kesuksesan profesional yang lebih tinggi. Istilah

ini pertama kali dipopulerkan pada tahun 80-an untuk menggambarkan tantangan

yang dihadapi wanita ketika karier mereka mandek di peran manajemen

menengah, mencegah mereka mencapai peran kepemimpinan atau eksekutif yang

lebih tinggi. Meskipun langit-langit kaca adalah frasa yang lebih banyak

digunakan, ada sejumlah istilah terkait lainnya yang perlu diketahui.sedangkan

Istilah glass ceiling ini pertama kali dikalamkan oleh Gay Bryant pada suatu

artikel di Adweek pada tahun 1984. Istilah ini kemudian menjadi leksikon

Amerika setelah ada tulisan di Wall Street Journal pada tahun 1986 tentang

barikade tak nampak yang menghalang-halangi peningkatan karier wanita di

jajaran angkatan kerja Amerika (invisible barriers that impede the career

advancement of women in the American workforce). Istilah ini bahkan ditanggapi

secara serius oleh Kementerian Tenaga Kerja AS dengan membentuk suatu badan

kajian pada tahun 1991. Temuan dari komisi ini mengonfirmasikan adanya glass

ceiling barrier (hambatan langit-langit gelas) pada pekerja wanita bahkan sudah

dimulai pada awal-awal kariernya. Istilahnya, sesama pekerja laki-laki sudah jauh

melejit kariernya, sementara pekerja wanita itu masih tetap berada di posisi

terendah. Menurut komisi ini, glass ceiling ini utamanya disebabkan karena

14
sikap stereotyping, prejudice, dan bias jender (memandang kedudukan wanita

yang lebih rendah daripada pria secara sadar ataupun tidak sadar).

1.3.2 Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya Glass Ceiling di perusahaan

Mitos tentang fenomena glass ceiling mulai dipertanyakan lagi keberadaanya.

Apakah masih relevan atau tidak dengan kondisi saat ini? Karena ada banyaknya

fakta – fakta yang membuktikan bahwa, saat ini wanita menjadi pertimbangan

penting untuk mengisi jabatan level atas perusahaan. Oleh sebebab itu faktor –

faktor yang mempengaruhi glass ceiling diperusahaan dikelompokan kedalam

enam faktor yaitu :

a. Faktor manusia

 Ketidakmampuan mengaktualisasikan diri

 Kurang percaya diri

 Sifat Individu

 Emosi dan sensitivitas

 Ambisi

 Motivasi untuk memimpin

b. Faktor interaksi

 Kurangnya peluang membangun jaringan

 Pengaruh peran wanita di posisi puncak

c. Faktor modal manusia

 Kurangnya kualifikasi pendidikan

 Kurang pengalaman

 Kurang memiliki skil

15
d. Faktor perefensi

 Work Family Conflict

 Dukungan Keluarga

 Family Work Conflict

 Work Family Balance

 Faktor peran sosial

 Prasangka sosial

 Budaya lelaki

 Gambaran stereotip dari peran gender

e. Faktor organisasi

 Praktik Organisasi

 Gaya Manajemen

 Kebijakan Organisasi

 Hubungan kerjayang sulit

 Dukungan mentor

 Stereotip gender

 Jaringan

 Old Boy

 Praktik dan Kebijakan SDM

1.3.3 Cara menghindari timbulnya Glass Ceiling

Berdasarkan riset yang sudah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya

terkait glass ceiling,ada suatu cara yang ditawarkan oleh (Nozawa, 2010) untuk

menghindaritimbulnya glass ceiling di perusahaan, yakni dengan cara dengan

16
meningkatkan kesadaran dan pemahaman karyawan wanita yang berafiliasi pada

tindakan yang mampu mengurangi hambatan bagi wanita untuk

dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi.

1.3.4 Apakah Glass Ceiling termasuk Mitos ?

Dari beberapa teori yang sudah dijelaskan diatas maka kesimpulan materi

pembahasan Glass Ceiling yaitu sebagai berikut :

a. Karier dan keluarga dapat berjalan seimbang, tidak adanya kecenderungan

diantara keduanya sehingga kehidupan wanita dalam berkarier dan

berkelurga tidak terganggu.

b. Tidak adanya diskriminasi gneder dalam bekerja.

c. Pengalaman perempuan dalam bekerja dan tingkat pendidikan perempuan

sudah tidak menjadi masalah bagi perempuan dalam bekerja .

d. Sifat perempuan cendurung postif dalam bekerja , yang dapat diartikan

bahwa perempuan sangat teliti dalam profesional dalam mengerjakan

pekerjaannya sesuai dengan job desc nya.

e. Tidak adanya budaya maskulin dalam bekerja.

Dengan begitu berdasarkan beberapa kesimpulan tersebut , maka dapat

disimpulkan bahwa tidak dijumpai adanya glass ceiling pada kondisi kerja saat

ini.

1.4 Pengertian Motivasi Kerja

Dalam pengertian umum, Motivasi dikatakan sebagai kebutuhan yang mendorong

perbuatan kearah suatu tujuan tertentu Motivasi kerja adalah suatu yang menimbulkan

semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja dalam psikologi kerya biasa

17
disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seorang tenaga kerja

ikut menentukan besar kecilnya prestasinya. (Anoraga, 2009). Motivasi adalah salah satu

faktor paling penting yang mempengaruhi perilaku manusia dan kinerja.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli dapat disimpulkan

bahwa motivasi kerja adalah suatu proses dimana kebutuhan mendorong seseorang untuk

melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu dan tujuan

organisasi dan untuk memenuhi beberapa kebutuhan. Kuat lemahnya motivasi kerja

seorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasi.

1.4.1 Aspek – aspek Motivasi Kerja

Menurut Winardi (2001) menggungkapkan ada tiga aspek motivasi yang

mengarah tercapainya tujuan tertentu, yaitu :

a. Keinginan

ketika seseorang memiliki kainginan maka motivasinya terpacu untuk

melakukan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai yang diinginkannya

b. Kebutuhan

seseorang memiliki motivasi yang tinggi bila seseorang butuh. Ketika

seseorang membutuhkan sesuatu misalnya gaji, kompensasi maka pekerjaan

akan terpacu untuk melakukan pekerjaannya dengan baik

c. Rasa aman

seseorang akan berusaha melakukan sesuatu juga disebabkan ketakutan saat

orang tersebut tidak melakukan sesuatu sehingga alas an motivasi muncul

karena ketika seseorang melakukan sesuatu dirinya merasa aman

18
1.4.2 Faktor – Faktor Motivasi Kerja

Salah satu model pendekatan praktis mengenai faktor motivasi seseorang

bekerja yaitu dengan Model Pohon Motivasi, menurut Model Pohon Motivasi ini,

terbagi menjadi dua bagian utama yaitu :

a. Akar Pohon

Akar pohon ini diumpamakan sebagai pondasi dasar motivasi seseorang

karyawan suatu perusahaan.bagian akar pohon ini terdiri dari 3C yaitu :

 Clarity , Kejelasan akan tugas dang tanggung jawab ( Job-Desc).

 Capability , Kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang ditugaskan,

baik alat maupun skill yanng dibutuhkan.

 Comfort , Kenyamanan fisik ditemoat kerja

b. Batang

Bagian batang ini terdiri dari faktor pembentuk motivasi lanjutan yang

disebut MAGIC. Magic adalah faktor pembentuk motivasi yang harus

diusahakan orang seorang pemimpin dan manajmen dengan meningkatkan

motivasi anggota team ke level yang lebih baik. Magic sendiri terdiri dari

sebagai berikut :

 Meaning, kesadaran diri bahwa pekerjaan yang dilakukan itu

bermakna.

 Appreciation, pujian atas sesuatu hasil kerja yang bagus.

 Growth, kesempatan untuk tumbuh berkembang baik secara pribadi

maupun profesional.

 Independence, kebebasan untuk berkreasi memiliki ide.

19
 Connection, ikatan batin yang kuat antara rekan kerja, bawahan dan

atsan .

Dengan memiliki 8 faktor pembentuk motivasi ini , kita dapat dengan

efektif dapat menciptakan team work yang baik dan sehat dikarenakan

memiliki Motivasi yang sangat tinggi dalam melakuka pekerjaan di setiap

waktunya.

1.4.3 Kesimpulan Motivasi Kerja

Seseorang yang memiliki motivasi kerja yang rendah berdampak pada kinerja

sesorang di instansti mereka bekerja , sehingga tingkat produktifitasnya semakin

memburuk dan akhirnya dapat menghambat seseorang tersebut untuk mencapi

tujuannya. Sedangakan , Motivasi bekerja yang bagus dapat berdampak terhadapa

kualitas bekerja seorang di suatu instansi tempat seseorang bekerja, dan juga tidak

dapat dipungkiri dengan motivasi yang bagus dapat membuat seseorang itu

memiliki tingkat produktifitas di tempat kerja yang baik sehingga dapat

menjadikan sesorang itu mencapi tujuannya.

1.5 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan Kerja adalah kondisi yang aman dan kondusif dalam lingkungan

kerja. Aspek keselamatan kerja mencakup perlindungan akan risiko terjadinya

penderitaan, kerusakan, hingga kerugian di tempat kerja. Keselamatan kerja dapat

diwujudkan dengan bekerja dan menggunakan alat kerja sesuai standar operasional

prosedur(SOP) yang berlaku, serta menjaga tempat kerja agar memiliki potensi

bahaya yang minim. Kesehatan kerja adalah segala hal yang berkaitan dengan

program Kesehatan untuk para karyawan atau pekerja.

20
Pengertian Keselamatan Kesehatan Kerja(K3) adalah upaya perlindungan

yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lainnya ditempat kerja/perusahaan selalu

dalam keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap setiap sumber produksi dapat

digunakan secara aman dan efisien. (Kepmenaker Nomor 463/MEN/1993).

1.5.1 Tujuan Keselamatan Kerja

Berdasarkan undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan

Kerja, bahwa tujuan keselamatan dan kesehatan kerja(K3) yang berkaitan

dengan mesin, peralatan, landasan tempat kerja dan lingkungan tempat kerja

adalah mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja, memberikan

perlindungan pada sumber-sumber produksi sehingga dapat meningkatkan

efisiensi dan produktivitas.

1.5.2 Aspek – aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Aspek-aspek keselamatan dan kesehatan kerja(K3) yang harus

diperhatikan oleh perusahaan menurut “Anoraga, 2005” antara lain ialah

sebagai berikut :

a. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja merupakan tempat dimana seseorang atau karyawan

dalam beraktifitas bekerja. Lingkungan kerja dalam hal ini menyangkut

kondisi kerja, seperti ventilasi, suhu, penerapan dan situasinya.

b. Alat Kerja dan Bahan

Alat kerja dan bahan merupakan suatu hal yang pokok dibutuhkan

oleh perusahaan untuk memproduksi barang.

c. Cara Melakukan Pekerjaan

21
Cara-cara yang biasanya dilakukan oleh karyawan dalam melakukan

semua aktivitas pekerjaan, misalnya menggunakan peralatan yang

sudah tersedia dan pelindung diri secara tepat dan mematuhi peraturan

penggunaan peralatan tersebut dan memahami cara mengoperasikan

mesin.

1.5.3 Faktor – faktor Keselamtan dan Kesehatan Kerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja(K3)

adalah sebagai berikut :

a. Beban Kerja

Beban Kerja berupa beban fisik, mental, dan social sehingga upaya

penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu

diperhatikan.

b. Kapasitas Kerja

Kapasitas kerja yang banyak tergantung pada keterampilan, kesegaran

jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi, dan sebagainya.

c. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik,

maupun psikososial.

1.5.4 Prinsip – prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Prinsip-prinsip yang harus dijalankan perusahaan dalam menerapkan

keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut :

a. Menyediakan APD “Alat Pelindung Diri” di tempat kerja

b. Menyediakan buku petunjuk penggunaan alat dan atau isyarat bahaya

22
c. Menyediakan peraturan pembagian tugas dan tanggung jawab

d. Menyediakan tempat kerja yang aman sesuai standar syarat-syarat

lingkungan kerja(SSLK). Contohnya : tempat kerja steril dari debu

kotoran, asap rokok, uap gas, radiasi, getaran mesin dan peralatan,

kebisingan, aman dari arus listrik, memiliki penerangan yang memadai,

memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang seimbang, dan memiliki

peraturan kerja atau aturan perilaku di tempat kerja.

e. Menyediakan penunjang Kesehatan jasmani dan rohani di tempat kerja

f. Menyediakan sarana dan prasarana yang lengkap di tempat kerja

g. Memiliki kesdaran dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerja

1.5.5 Ketentuan Tempat Kerja Yang Harus Dilakukan Pelaksanaan Prosedur

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Ketentuan-ketentuan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja(K3)

dijelaskan dalam UU No. 1 tahun 1970 adalah sebagai berikut :

a. Tempat kerja yang menggunakan mesin, pesawat, perkakas

b. Tempat kerja pembangunan perbaikan, perawatan, pembersihan atau

pembongkaran gedung

c. Tempat usaha pertanian, perkebunan, pekerjaan hutan

d. Pekerjaan usaha pertambangan dan pengelolaan emas, perak, logam,

serta biji logam lainnya

e. Tempat pengangkutan barang, binatang, dan manusia baik di daratan,

melalui terowongan, permukaan air, dalam air dan di udara

23
1.6 Studi Kasus “Glass Ceiling atau Diskriminasi Bagi Wanita”

Didalam menapak tangga karier, semua orang(laki-laki maupun wanita) tentu

bercita-cita akan mencapai posisi puncak dalam suatu organisasi perusahaan.

Setingkat demi setingkat anak tangga jabatan akan ditempuhnya dengan perhitungan

setelah sekian tahun akan berada pada jenjang karier tertentu. Secara tersurat

memang tiak ada ketentuan yang mengatakan karyawan wanita tidak dimungkinkan

untuk meraih posisi puncak, namun realitanya yang ada menunjukkan hal yang

sebaliknya. Dan inilah metafora yang melukiskan kendala bagi wanita dalam

berkarier. Seorang wanita yang sedang menapaki anak tangga sambil memandang

setinggi-tingginya, tetapi baru sampai di plafon(ceiling) sudah terhambat oleh

dinding kaca. Padahal nyatanya seorang wanita mampu menembus langit-langit kaca

itu, tapi nyatanya mungkin tidak bisa mencapai tempat yang tinggi itu.

Istilah glass ceiling ini pertama kali dikalamkan oleh Gay Bryant pada

suatu artikel di Adweek pada tahun 1984. Istilah ini bahkan ditanggapi secara serius

oeh Kementrian Tenaga Kerja AS dengan membentuk suatu badan kajian pada

tahun 1991. Temuan dari komisi ini mengkonfirmasikan adanya glass ceiling

barrier(hambatan) pada pekerja wanita sudah dimulai pada awal-awal kariernya.

Karena pekerja laki-laki sudah jauh lebih tinggi kariernya, sementara pekerja wanita

itu masih diposisi terendah.

Glass Ceiling ini utamanya disebabkan karena sikap stereotyping, prejudice,

dan bias jender(memandang kedudukan wanita yang lebih rendah daripada pria

secara sacar ataupun tidak sadar). Hanya karena pada nyatanya banyak yang masih

beranggapan bahwa laki-laki masih menjadi dominan atau pemimpin dalam suatu

24
posisi penting. Karena seorang laki-laki dianggap lebih tegas, lebih berpikir secara

rasional, lebih bisa mengambil dan membuat keputusan yang tepat. Seorang wanita

lebih bisa mengasuh, lebih bisa berkomunikasi, berempati, dan ramah makanya

karena itu wanita lebih cocok bekerja sebagai perawat, guru, sekretaris, atau yang

lainnya yang hanya termasuk dalam kelompok kerja paling bawah. Karena hal ini,

maka dapat berpengaruh pada mental seorang wanita didalam lingkup pekerjaan dan

performa mereka dalam bekerja akan berkurang, sehingga dijadikan anggapan

banyak orang bahwa seorang wanita memang tidak bisa bekerja. Sehingga laki-laki

lebih banyak menapaki jenjang karier yang lebih tinggi dibandingkan seorang

wanita.

1.6.1 Perjuangan kesetaraan (Habis Gelap Timbulah Terang)

Perjuangan kesetraan ini merupakan salah satu teori yang dicetuskan oleh R.A

Kartini yang biasa dikenal dengan Habis Gelap Timbulah Terang yang sudah

dibukukan . Perjuangan untuk memajukan dan mengangkat status, posisi dan

peran perempuan berawal dari sebuah gerakan yang disebut suffrage pada abad

ke-19. Tema gerakan ini,

bersumber dari pemikiran kaum sosialis yang menyadari bahwa dalam

masyarakat pada umumnya masih ada suatu golongan manusia yang

belum terpikirkan nasibnya, yaitu, perempuan. Tujuan gerakan ini adalah

menyadarkan perempuan bahwa mereka mengalami subordinasi dan marginalisasi

posisi, peran dan fungsi dalam kehidupan sosial, budaya dan politik. Akhir abad

ke-20, lebih dari 95% negara-negara di dunia menerima dua hak

25
demokratik perempuan yang paling mendasar yaitu, hak memilih (right to vote)

dan hak untuk mencalonkan diri dalam pemilihan (right to stand for election).

Perjuangan Ibu R.A. Kartini dan tokoh-tokoh perempuan Indonesia lainnya

dalam

perjuangan revolusi, mendorong bangkitnya semangat emansipasi, di mana

wanita diber

Perjuangan untuk memajukan dan mengangkat status, posisi dan peran

perempuanberawal dari sebuah gerakan yang disebut suffrage pada abad ke-19.

Tema gerakan ini,bersumber dari pemikiran kaum sosialis yang menyadari

bahwa dalam masyarakat padaumumnya masih ada suatu golongan manusia

yang belum terpikirkan nasibnya, yaituperempuan. Tujuan gerakan ini adalah

menyadarkan perempuan bahwa mereka mengalami subordinasi dan marginalisasi

posisi, peran dan fungsi dalam kehidupan sosial, budaya danpolitik. Akhir abad

ke-20, lebih dari 95% negara-negara di dunia menerima dua hak

demokratik perempuan yang paling mendasar yaitu, hak memilih (right to vote)

dan hakuntuk mencalonkan diri dalam pemilihan (right to stand for election)

Perjuangan Ibu R.A. Kartini dan tokoh-tokoh perempuan Indonesia lainnya

dalam perjuangan revolusi, mendorong bangkitnya semangat emansipasi, di mana

wanita diberi posisi dan kesempatan yang sama dengan laki-laki. UUD 45 pasal

27:1, 2, menjelask anadanya pengakuan secara konstitusional bahwa semua

warga negara baik laki-laki maupun perempuan, memiliki hak yang sama

tanpa kecuali dalam berbagai segi kehidupan.Landasan hukum ini

menjadi dasar perjuangan bagi kelompok minoritas termasuk perempuan

26
untuk mendapatkan haknya. Perjuangan ini pada akhirnya melahirkan

emansipasi wanita. Terbukalah seluas-luasnya kesempatan kepada

perempuan dalam segala bidang.

1.6.2 Efek dari Glass Ceiling

Efek yang biasanya dirasakan oleh perempuan dan minoritas dari glass

ceiling adalah sebagai berikut :

1. Stres

2. Ragu pada diri sendiri

3. Gangguan mood

4. Putus asa

BAB II KESIMPULAN

2.1 Kesimpulan Hakekat Kerja

Kerja merupakan kegiatan dalam melakukan sesuatu dan orang yang kerja ada

kaitannya dengan mencarai nafkah atau bertujuan untuk mendapatkan imbalan atas prestasi

yang telah diberikan atas kepentingan organisasi.

Pada diri manusia terdapat kebutuhan kebutuhan yang pada saatnya membentuk tujuan

– tujuan yang hendak dicapai dan dipenuhinya. Demi mencapai tujuan – tujuan itu,

sesorang terdorong untuk melakukan aktivitas yang kita sebut sebagai kerja.

27
BAB III PENUTUP

2.1 Penutupan

Demikian makalah ini penulis buat. Apabila dalam makalah ini ada kesalahan dan

kekurangan mohon dimaafkan, karena penulis manusia biasa yang bisa salah dan lupa.

Penulis meminta kritik dan saran untuk perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini

bermanfaat bagi yang membacanya.

Daftar Pustaka

- http://e-journal.uajy.ac.id/1721/3/2EM14719.pdf

- Buku building work psikologi and professional ethis applications

- http://repository.uma.ac.id:8081/bitstream/123456789/7968/1/Siti%20M.L.pdf

- https://builtin.com/diversity-inclusion/glass-ceiling

- http://eprints.undip.ac.id/75655/1/4_-_full_paper.pdf

- https://www.researchgate.net/publication/330873037_Glass_Ceilings_Tantangan_Tersem

bunyi_Emansipasi_Wanita

- http://eprints.ums.ac.id/53970/13/BAB%20II.pdf

- https://www.pfimegalife.co.id/literasi-keuangan/proteksi/read/pengertian-dan-tujuan-

keselamatan-kerja

- https://www.dosenpendidikan.co.id/keselamatan-kerja/

- https://glints.com/id/lowongan/glass-ceiling-adalah/#.YE-II50zY2w

- https://www.kompasiana.com/gustaafkusno/550ab17ba3331169102e3964/glass-ceiling-

diskriminasi-bagi-wanita

- https://youtu.be/UWl313z5eGU

28
29

Anda mungkin juga menyukai