Anda di halaman 1dari 16

Laporan Praktikum Tanggal Praktikum : 16 Agustus 2021

Ilmu Bedah Umum Veteriner Dosen Pembimbing : Dr. drh. Gunanti, MS


Minggu ke-1 Kelompok :6

KONSEP ASEPTIS, STERILISASI, DESINFEKSI, DAN ANTISEPSIS SERTA


PENERAPANNYA DALAM LINGKUP BEDAH

Oleh :

Andre Rymma Tampubolon B04190005


Anisya Saeila Putri B04190010
Elena Adjani Jusuf B04190026
Indhira Pratiwi B04190041
M. Dwi Pradnya Dananjaya B04190050
Nabila Martha Ludi M B04190056
Salma Safitri Bachmid B04190074
Septiyan Andi Gunawan B04190078
Wanda Hamida B04190086

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SEMESTER GENAP 2020-2021
DAFTAR ISI
I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
I.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
I.2 Tujuan ....................................................................................................... 1
II ISI ........................................................................................................................ 2
II.1 Asepsis...................................................................................................... 2
II.2 Sterilisasi .................................................................................................. 4
II.3 Desinfeksi ................................................................................................. 5
II.4 Antisepsis ................................................................................................. 7
II.5 Evaluasi Peran Perawat Hewan dan Dokter Hewan dalam Menjaga
Lingkungan Operasi yang Aseptis .................................................................... 10
III SIMPULAN ..................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 13
1

I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Rumah sakit hewan tidak hanya berfungsi sebagai tempat pelayanan medis,
namun juga sebagai tempat yang paling mungkin menularkan infeksi bagi petugas,
pasien, dan pengunjung. Sumber mikroorganisme di rumah sakit hewan dapat berasal
dari petugas rumah sakit, alat-alat yang terkontaminasi, dan lingkungan. Udara
mengandung banyak sekali partikel yang dapat berupa mikroorganisme.
Mikroorganisme dari udara 80-90% dapat menyebabkan kontaminasi mikroba pada
luka operasi. Risiko infeksi di rumah sakit merupakan masalah kesehatan global
(Budiana dan Nggarang 2019). Kesehatan yang baik tergantung pada lingkungan yang
sehat, sehingga teknik aseptis perlu selalu diterapkan.
Prinsip aseptis adalah segala upaya yang dilakukan untuk mencegah
masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan
mengakibatkan infeksi. Tindakan aseptis ini bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan mikroorganisme yang terdapat pada permukaan benda hidup atau
benda mati. Tindakan ini meliputi aseptis, desinfektan dan sterilisasi. Prinsip aseptis
digunakan untuk seluruh rumah sakit sedangkan sterilisasi digunakan untuk ruang
bedah. Teknik sterilisasi merupakan cara untuk mewujudkan seluruh prosedur operasi
yang dilakukan selalu dalam kondisi steril. Sterilisasi dapat dilakukan secara kimia
atau fisik. Sterilitas dipengaruhi oleh aliran udara, suhu yang tidak melebihi 24 °C,
kelembaban tidak melebihi 70%, terhindar dari sinar matahari langsung, bebas debu,
dan alat bedah steril yang lebih baik disimpan di kabinet tertutup. Desinfeksi adalah
proses untuk menghancurkan mikroorganisme patogen menggunakan zat-zat
desinfektan yang dapat dikelompokkan menjadi desinfektan tingkat tinggi, sedang dan
rendah. Tingkatan sterilitas dan desinfeksi juga dapat dibagi menjadi tiga, yaitu kritis,
semi kritis, dan tidak kritis.
Dampak yang ditimbulkan dari tindakan aseptis yang tidak sesuai dengan
prosedur adalah akan terjadi infeksi pada area luka operasi dan penyembuhan luka
operasi yang lama. Tim bedah mampu menularkan patogen penyebab infeksi ke pasien
dan tim bedah mampu terinfeksi oleh pasien. Untuk mencegah terjadinya kasus
tersebut, maka diperlukannya kepatuhan dari setiap individu tim bedah dalam
melaksanakan prinsip aseptis sesuai dengan standar prosedur (Apriani 2019).

I.2 Tujuan

Menjelaskan dan memahami konsep aseptis, sterilisasi, desinfeksi, dan


antisepsis dalam lingkup bedah.
2

II ISI

II.1 Asepsis

Asepsis didefinisikan sebagai tidak adanya mikroorganisme penyebab penyakit


atau keadaan bebas dari mikroorganisme penyebab penyakit. Proses asepsis adalah
proses pembuatan produk steril tanpa sterilisasi akhir, maka untuk menghilangkan
kontaminasi selain bahan dan peralatan juga ruangan (clean room) proses harus bebas
kontaminasi mikroorganisme di samping persyaratan lainnya seperti bebas partikel,
aliran udara, suhu, dan kelembaban (Hendarto et al 2014). Aseptik adalah metode
untuk mencegah kontaminasi dengan mikroorganisme. Prinsip dari teknik ini adalah
dengan meminimalkan infeksi dalam praktik pembedahan. Prinsip teknik aseptis
penting dilakukan untuk menghindari tindakan aseptis yang tidak sesuai prosedur yang
dapat menimbulkan infeksi pada area luka operasi, penyembuhan luka operasi yang
lama, tim bedah yang mampu menularkan patogen penyebab infeksi kepada pasien,
dan tim bedah yang mampu terinfeksi oleh penderita (Apriani 2019). Prinsip aseptik
harus diterapkan di seluruh rumah sakit. Di luar ruang operasi, teknik ini telah disebut
sebagai asepsis medis dan dirancang untuk melindungi pasien dan staf rumah sakit.
Tujuan dari teknik aseptik adalah untuk meminimalkan sumber kontaminasi
dan untuk menghambat transmisi mikroorganisme. Penggunaan teknik aseptik secara
substansial dapat membantu dalam pengendalian patogen dan mengurangi risiko
infeksi untuk pasien dan staf.
Cara perwujudan atau perlakuan pada teknik bedah aseptik dapat dilakukan
sesuai dengan beberapa peraturan umum untuk menghindari kontaminasi silang antar
pasien, maupun antar pasien dan objek lainnya di dalam ruang operasi. Berikut adalah
aturan umum dalam melaksanakan teknik aseptis di dalam ruang operasi (Fossum
2018).

Aturan Alasan

1. Anggota tim bedah berada di Pergerakan dapat menyebabkan


dalam area steril. kontaminasi silang pada area steril.

2. Berbicara seminimal mungkin Berbicara mengeluarkan ludah


yang mengandung bakteri.

3. Hanya anggota yang Pergerakan dapat menyebabkan


berkepentingan saja yang boleh kontaminasi silang pada area steril.
memasuki ruang operasi untuk
meminimalisasi pergerakan.
3

4. Anggota yang tidak steril Debu dan bakteri dapat


tidak diperkenankan masuk ke mengkontaminasi area steril.
dalam ruang operasi.

5. Semua peralatan di dalam Peralatan yang tidak steril dapat


ruang operasi harus disterilisasi. menjadi sarang kontaminasi silang.

6. Anggota yang sudah Anggota yang tidak melakukan


melakukan scrub hanya boleh scrub dan peralatan yang tidak steril
menghandle peralatan steril, dapat menjadi sumber kontaminasi
berlaku sebaliknya untuk silang.
personil yang tidak
melaksanakan scrub.

7. Apabila kesterilan suatu alat Alat yang tidak steril dapat menjadi
dipertanyakan, maka alat sumber kontaminasi silang.
tersebut tidak steril.

8. Meja yang steril hanya steril Item yang bergantungan di tepi


pada permukaan meja. meja dianggap tidak steril karena
jauh dari jangkauan operator.

9. Baju operasi dianggap steril Bagian belakang baju operasi


dari dada tengah hingga dianggap tidak steril.
pinggang dan dari sarung tangan
hingga 5 cm diatas siku.

10. Drapes/kain yang menutupi Kelembaban dapat membawa


meja peralatan atau pasien harus bakteri dari permukaan yang tidak
tahan kelembaban. steril ke permukaan yang steril
(kontaminasi langsung).

11. Apabila objek steril Setelah dibuka, penutup pouch


menyentuh tepi penutup pouch, tidak dianggap steril.
maka dianggap tidak steril.
4

12. Item steril yang berada di Kontaminasi dapat berlaku melalui


antara wrapper basah atau rusak perforasi wrapper atau melalui
dianggap terkontaminasi. kontaminasi langsung dari
transport kelembaban.

13. Tangan tidak boleh dilipat Bagian axillary baju operasi tidak
ke arah regio axillary, dianggap steril
melainkan di tekuk di atas
pinggang di depan tubuh.

14. Apabila operator memulai Pergerakan dari duduk menjadi


operasi dalam keadaan duduk, berdiri selama operasi dapat
maka operasi harus terus menyebabkan kontaminasi silang.
dilaksanakan dengan posisi
duduk hingga operasi selesai.
Tabel 1 Aturan umum dalam melaksanakan teknik aseptis di dalam ruang operasi
(Fossum 2018)

Baik teknisi dan asisten veteriner harus mempraktikkan kebijakan dan


prosedur rumah sakit, yang melibatkan pendekatan terpadu untuk teknik aseptik.

II.2 Sterilisasi

Sterilisasi dalam pengertian medis merupakan proses dengan metode


tertentu yang dapat memberikan hasil akhir yaitu suatu bentuk keadaan yang tidak
dapat ditunjukkan lagi adanya mikroorganisme (Darmadi 2008). Pada umumnya
sterilisasi dilakukan kepada benda yang berkontak langsung dengan jaringan atau
masuk ke dalam sistem peredaran darah. Semua alat kesehatan yang kontak
langsung dengan pasien dapat menjadi sumber infeksi, oleh karena itu persediaan
dari barang steril cukup memainkan peran penting dalam mengurangi penyebaran
penyakit pada pelayanan kesehatan (Hartono 1995).

Metode sterilisasi cukup banyak, namun alternatif yang dipilih sangat


bergantung pada keadaan serta kebutuhan setempat. Apapun pilihan metodenya,
hendaknya tetap menjaga kualitas hasil sterilisasi. Metode sterilisasi dapat dibagi
menjadi dua kelompok umum, yaitu fisik dan kimia. Meskipun sterilisasi dapat
dicapai dengan bahan kimia tertentu, umumnya metode fisik lebih handal
(Brawijaya 2012). Salah satu metode paling efektif untuk mematikan
mikroorganisme yaitu menggunakan suhu tinggi. Sterilisasi dengan menggunakan
suhu tinggi di bawah tekanan sangat praktis dan hanya untuk alat medis yang
memiliki sifat tahan panas. Suhu tinggi akan dengan cepat membunuh semua
mikroorganisme karena menyebabkan koagulasi dan denaturasi protein sel. Salah
satu alat sterilisator yang menggunakan metode panas uap bertekanan adalah
autoklaf. Autoklaf adalah alat untuk mensterilkan berbagai macam peralatan dan
5

perlengkapan yang digunakan dalam mikrobiologi. Autoklaf menggunakan uap


air panas yang pada umumnya 15 Psi dan dengan suhu 121℃. Lama sterilisasi
yang dilakukan selama 15 menit (Ghupta dan Shuksith 2016). Untuk memastikan
mikroorganisme mati, keterkaitan antara suhu, tekanan, dan lamanya waktu
pemanasan sangat penting untuk diperhatikan (Fossum 2018).

Alat atau bahan yang tidak tahan panas dapat disterilisasi menggunakan
teknik sterilisasi plasma dengan suhu rendah. Teknik ini menggunakan hidrogen
peroxida dan radikal bebas (hidroksil dan hidroperoksil) untuk membunuh
mikroorganisme. Teknik sterilisasi plasma berbeda dengan teknik sterilisasi
konvensional, karena pada pelaksanaannya menggunakan sinar UV dan radikal
bebas. Keuunggulan teknik ini memungkinkan sterilisasi dengan suhu yang relatif
rendah yaitu 500 C. Selain itu teknik sterilisasi plasma ini aman untuk operator
maupun pasien (Fossum 2018).

II.3 Desinfeksi

Desinfeksi dapat diartikan menghilangkan sebagian atau seluruh


mikroorganisme kecuali spora bakteri pada benda atau lapangan operasi. Tidak
semua disinfektan dapat berperan sebagai sterilian. Sebelum melakukan operasi,
perlu dilakukan disinfeksi lapangan operasi terlebih dahulu. Tujuan dari disinfeksi
adalah mengahapus lemak dan kotoran kulit, membasmi kuman kuman yang
melekat di kulit, serta membilas kulit dari obat yang dapat merusak kulit tersebut
(Okta 2020). Desinfeksi merupakan proses untuk menghancurkan
mikroorganisme patogen. Desinfeksi dilakukan menggunakan zat-zat desinfektan
yang beragam dan dikelompokkan menjadi tiga tingkatan (Fossum 2013).

Upaya desinfeksi merupakan suatu proses untuk mengurangi jumlah


mikroorganisme seperti virus, jamur, dan bakteri, sehingga dapat ditoleransi oleh
sistem imun dan tidak membahayakan kesehatan. Selama proses desinfeksi, spora
bakteri dapat bertahan. Desinfeksi dapat dilakukan dengan cara kimia dan
pasteurisasi. Beberapa cairan kimia dapat digunakan untuk membunuh spora
dengan memperlama paparannya (3-12 jam), sehingga dapat berfungsi sebagai
sterilian (Daniel 2020).

Desinfektan terbagi menjadi 3 macam menurut Fossum (2013), yaitu :

1. Desinfektan tingkat tinggi, yang dapat membunuh semua mikroorganisme


kecuali spora bakteri dalam jumlah banyak.
2. Desinfektan tingkat sedang, yang tidak akan membunuh spora bakteri.
3. Desinfektan tingkat rendah, akan membunuh sebagian besar bakteri vegetatif,
dan beberapa fungi serta virus.

Tingkatan desinfektan memberikan kualitas desinfeksi yang digunakan.


Desinfektan tingkat tinggi biasanya menggunakan cairan kimia dan pasteurisasi.
Sementara untuk desinfektan tingkat rendah/sedang menggunakan berbagai
macam seperti etil/isopropil 70-90% dengan lama paparan sekitar 1 menit, sodium
hypochlorite 5,25-6,15 % yang diencerkan 1 : 500, fenolic germinal detergent
6

solution (sesuai dengan aturan pakai), iodofor germicidal detergent solution


(Daniel 2020).

Menurut Okta (2020), teknik yang dapat dilakukan untuk disinfeksi adalah
sebagai berikut :

1. Desinfeksi menggunakan klem disinfeksi untuk mengambil bola kasa steril dan
dibasahi dengan larutan disinfektan.
2. Bola kasa tersebut dioleskan pada kulit lapangan pembedahan dari tengah
berputar melebar ke arah luar (sentrifugal) dan berhenti sampai seluas yang
dibutuhkan.
3. Kemudian bola kasa diganti yang baru dan langkah berikutnya tersebut
diulangi lagi. Jadi minimal diperlukan dua kali pengolesan.
4. Lapangan operasi kemudian dipersempit dengan duk steril. Untuk bedah minor
dapat menggunakan duk lubang.

Menurut Okta (2020), bahan yang sering digunakan untuk desinfeksi atau
disebut juga disinfektan adalah sebagai berikut :

1. Alkohol, yaitu etil alkohol 70%. Efek bakterisida dalam 1-2 menit. Alkohol
hanya membunuh bentuk vegetatif dan tidak dalam bentuk spora. Kemampuan
bakterisidal alkohol akan menurun jika diencerkan sampai di bawah 50%.
2. Aldehid, yaitu formaldehid atau formalin. Desinfektan ini hanya digunakan
untuk alat-alat namun tidak boleh digunakan untuk tubuh karena toksik.
Larutan formalin dapat membunuh vegetatif dan spora dalam 1-6 jam. Tablet
paraformalin uapnya dapat membunuh bakteri dalam 24 jam.
3. Halogen
a. Tinctura iodii 3% (iodium dalam alcohol). Larutan ini dapat membunuh
vegetatif dan spora dalam 2 menit. Larutan ini bila disimpan terlalu lama
akan menguap sehingga larutan akan menjadi lebih pekat dan menimbulkan
iritasi pada kulit, oleh karena itu perlu dibilas dengan alcohol 70%.
b. Larutan Betadine (povidone-iodine 10%). Larutan ini dapat membunuh
bentuk vegetatif dan spora.
4. Oxydizing agent
a. Larutan hydrogen peroxide 3% (perhydrol) untuk mencuci luka karena
membunuh bakteri dan berbuih sehingga kotoran dapat keluar.
b. Larutan Kalium permanganat (1 : 10.000) dapat membunuh bakteri dalam 1
jam. Larutan ini digunakan untuk rendam duduk pasca operasi abses
perianal dan hemoroid serta mencuci luka bakar.
5. Sabun
a. Sabun anion, yang merupakan sabun sehari-hari untuk membersihkan
kotoran dan melarutkan lemak. Sabun anion bukan merupakan desinfektan.
b. Sabun kation, yang mempunyai efek bakterisida.
1) Cetrimiide 0,5% (Cetyl peridin chloride). Savlon merupakan
kombinasi Cetrimide dan Chlorhexidine (1:30).
2) Zephiran (Benzolkonium chloride)
6. Phenol
a. Larutan chlorhexidine 4 % (Hibisrub, Hibitan)
b. Larutan Hexachlorophene 3%
7

Glutaraldehid merupakan desinfektan tingkat tinggi yang sangat umum


digunakan. Zat ini memiliki efisiensi yang cukup terhadap spora bakteri, tetapi
harus dalam paparan waktu lama. Zat ini bersifat asam di larutan aqueous,
sehingga harus dibuat menjadi lebih basa agar efisiensinya meningkat.
Glutaraldehid bersifat iritan terhadap saluran pernapasan dan menurunkan fungsi
paru. Formulasi glutaraldehid dapat berupa glutaraldehydephenol-sodium,
potentiated acid glutaraldehyde, dan stabilized alkaline glutaraldehyde. Zat ini
memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sehingga tidak terlalu efektif apabila
digunakan pada alat-alat yang tidak kritis (Fossum 2013). Penggunaan
glutaraldehid memberikan keuntungan dan juga kerugian. Keuntungan dari
penggunaan glutaraldehid yaitu membunuh bakteri vegetatif dalam waktu 2 menit,
tidak korosif terhadap logam, serta dapat digunakan pada material karet dan
plastik. Sedangkan kerugian yang dapat dialami yaitu memiliki bau yang
menyengat, dapat menyebabkan mual dan muntah akibat bau yang tidak enak, dan
juga mudah menguap (Daniel 2020).

Zat ortho-phthalaldehyde (OPA) tidak terlalu iritan dan lebih efisien tanpa
harus menyesuaikan pH. Zat ini dapat mewarnai kulit dan jaringan. Zat
formaldehid (formalin) ini tersedia dalam larutan aqueous 37%. Formalin
memiliki efisiensi yang lebih rendah daripada glutaraldehid. Formalin juga berupa
zat karsinogenik, sehingga jarang digunakan untuk tujuan bedah. Hidrogen
peroksida merupakan desinfektan yang efektif terhadap sebagian besar
mikroorganisme. Mekanisme kerja zat ini adalah menghasilkan radikal bebas
hidroksil untuk mengganggu membran dan asam nukleat. Konsentrasi hidrogen
peroksida yang tersedia di dalam pasaran tidak cukup untuk menghasilkan
aktivitas antimikrobial. Konsentrasi yang cukup efisien sebagai desinfektan
adalah 7.5%. Zat ini merupakan zat yang toksik terhadap membran mukosa dan
dapat melunturkan warna beberapa metal (Fossum 2013).

II.4 Antisepsis

Definisi sepsis berdasarkan Third International Consensus Definition for


Sepsis atau dikenal dengan sepsis-3 adalah gangguan fungsi organ akibat respons
tubuh terhadap infeksi yang mengancam jiwa (Ferianto et al. 2021). Antisepsis
didefinisikan sebagai tindakan mencegah sepsis dengan cara eksklusi,
penghancuran, atau menghambat pertumbuhan dan multiplikasi mikroorganisme
dari jaringan dan cairan tubuh. Bahan yang digunakan untuk melakukan antisepsis
adalah antiseptik. Antiseptik merupakan suatu zat kimia anorganik yang memiliki
kerja melawan sepsis dengan cara menghambat kerja mikroorganisme tanpa harus
membunuhnya (Fossum 2018). Antiseptik dapat dibedakan dengan desinfektan
dari tempat kerjanya, dimana antiseptik digunakan pada sesuatu yang hidup dan
desinfektan digunakan untuk benda yang mati. Antiseptik juga dapat dibedakan
dengan antibiotik, dimana kerja dari antibiotik adalah spesifik untuk
mikroorganisme tertentu, sedangkan kerja antiseptik lebih umum (Al-Adham et
al. 2013).
Karakteristik antiseptik pre operasi yang ideal, yaitu membunuh semua
bakteri, fungi, virus, protozoa, tubercle bacilli, dan spora, hipoalergenik, tidak
toksik dan bisa digunakan berulang kali secara aman, mempunyai aktivitas
8

residual, tidak terserap, dan aman digunakan pada semua bagian tubuh dan di
dalam semua sistem tubuh. Antiseptik digunakan terutama pada kulit untuk
menghentikan pertumbuhan mikroba vegetatif. Aplikasi antiseptik pada bedah
medis meliputi preparasi kulit pasien pada saat pre operasi, surgical hand
antisepsis atau cuci tangan bedah, dan pencucian atau pembersihan luka (Fossum
2018).

Antiseptik Modus Aksi Aktivitas Contoh

Iodin/iodop Penetrasi dinding Spektrum bakteri 10% PVI: Betadine


hor (PVI) sel dan oksidasi yang luas, tubercle
serta mengganti bacilli, dan spora;
molekul aktivitasnya sangat
intraseluler berkurang jika
dengan iodin terdapat material
bebas. Iodofor organik (nanah dan
adalah larutan eksudat)
iodin dengan
surfaktan atau
agen penstabil
yang
membebaskan
iodin bebas.
Alkohol Secara cepat Spektrum bakteri 70% isopropil
(IPA) mendenaturasi yang luas, tubercle alkohol
protein dinding bacilli, dan banyak
sel bakteri dan fungi dan virus.
biomolekul
(DNA, RNA, dan
lipid).

CHG Menghancurkan Spektrum bakteri 4% CHG:


membran sel dan yang luas, lebih Hibiclens, Betasept
mengendapkan efektif melawan 2% CHG: Nolvasan
konten seluler bakteri gram positif
dibandingkan bakteri
gram negatif,
aktivitas minimal
dalam melawan
tubercle bacteria,
Mycobacterium spp,
dan fungi.
9

Larutan Kombinasi dari Aktivitas dengan 2% CHG + 70%


berbasis semua modus aksi spektrum yang luas IPA: ChloraPrep
alkohol sebelumnya. karena kombinasi 83% ethanol + zinc
dari beberapa pyrithione:
antiseptik dengan ActiPrep
modus aksi yang PVI (0.7% iodin) +
berbeda. 74% IPA:
DuraPrep

Tabel 2 Sifat dan contoh antiseptik untuk preparasi kulit pre operasi (Fossum 2018)

Berdasarkan Tabel 1, antiseptik yang spektrum atau target


mikroorganisme paling besar adalah larutan berbasis alkohol, contohnya seperti
ChloraPrep. Kelebihan lain dari larutan ini adalah waktu preparasi yang lebih
singkat dibandingkan dengan PVI dan CHG. Maka dari itu, kegunaan larutan
berbasis alkohol sebagai antiseptik biasa digunakan di kedokteran manusia dan
kegunaannya di kedokteran hewan juga semakin meningkat (Fossum 2018).

Gambar 1 ChloraPrep dan aplikator steril (Fossum 2018)

Teknik pengaplikasian antiseptik larutan berbasis alkohol seperti


contohnya ChloraPrep pada preparasi kulit pre operasi dilakukan dengan
menggunakan aplikator steril. Kemudian, mengoleskannya ke kulit pasien dengan
gerakan melingkar dari tengah ke luar. Setelah itu, kulit yang sudah dioles
antiseptik dibiarkan kering selama 2-3 menit sebelum dilakukan pemasangan tirai
bedah (draping) atau penggunaan electrosurgical unit. Tidak diperlukan lagi
untuk membilas dan mengulang pemakaian antiseptik (Fossum 2018).
Teknik melakukan surgical hand antisepsis atau cuci tangan bedah
mengalami perkembangan di dunia kedokteran. Hal ini meliputi tidak lagi
menggunakan sikat operasi, introduksi rubbing alcohol, dan pengurangan durasi
dilakukannya cuci tangan bedah. Menggunakan sikat operasi tidak lagi
diaplikasikan karena dapat merusak lapisan kulit yang dapat mengakibatkan
peningkatan jumlah mikroba (Fossum 2018).
Menurut WHO 2009, surgical hand antisepsis atau mencuci tangan bedah
dengan menggunakan hand rub berbasis alkohol dilakukan selama 20 – 30 detik.
Teknik melakukannya meliputi 6 langkah. Langkah-langkah tersebut adalah:
1. Menuangkan cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok
kedua telapak tangan secara lembut dengan arah memutar.
2. Mengusap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian.
3. Menggosok sela-sela jari tangan hingga bersih.
10

4. Membersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci.


5. Menggosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian.
6. Meletakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan.
WHO (2009) merekomendasikan penggunaan handrub berbasis alkohol
60-80% untuk menghilangkan bakteri gram positif, gram negatif, virus,
mycobacterium, dan fungi. Alkohol bekerja cepat dan tidak meninggalkan residu
setelah perawat mencuci tangan. Meskipun terdapat antiseptik yang dapat
digunakan, yaitu chloroxylenol, chlorhexidine, hexachlorophene, iodophors,
triclosan, dan quaternary ammonium compounds. Akan tetapi, daya kerja paling
efektif untuk hand rub adalah alkohol. Hal ini didukung oleh Shen et al. (2015)
yang mengatakan bahwa handrub berbasis alkohol lebih efektif untuk
menghilangkan mikroorganisme di ruang operasi.
Antiseptik pembersih luka biasa digunakan pada fase inisial penanganan
luka untuk mengurangi bakteri dan membersihkan luka dari jaringan nekrotik
serta debris-debrisnya (Fossum 2018). Contoh antiseptik pembersih luka, yaitu
pembersih luka komersial seperti Vetericyn Plus, chlorohexidine diacetate 0.5%,
povidone-iodine 1% atau 0.1%, tris-EDTA, dan larutan lain seperti asam asetat
0.25% atau 0.5%. Povidone-iodine paling sering digunakan untuk pembersihan
luka karena spektrum aktivitas antimikobanya yang luas (Fossum 2018). Teknik
pembersihan luka diawali dengan irigasi dengan normal saline atau air mengalir,
kemudian menghilangkan jaringan nekrotik atau nonvital dan jaringan yang
sangat terkontaminasi (debridement), dan memberikan antiseptik (Wintoko dan
Yadika 2020).

II.5 Evaluasi Peran Perawat Hewan dan Dokter Hewan dalam Menjaga

Lingkungan Operasi yang Aseptis

Menurut Fossum (2013), prinsip aseptis wajib diterapkan dalam kegiatan


bedah untuk mencegah timbulnya infeksi sekunder dari operasi. Keadaan aseptis
dijaga selama prosedur operasi yang mencakup sebelum operasi, saat operasi, dan
setelah operasi. Praktek dokter hewan pada kegiatan bedah dapat dibantu oleh
paramedik veteriner/perawat hewan yang disebutkan dalam Peraturan Bersama
Menteri Pertanian (Permentan) nomor 18 tahun 2013 dan Reformasi Birokrasi
nomor 53 tahun 2012 bab IV pasal 8 poin 11b, 9c, dan 7d. Syarat dilakukannya
rangkaian operasi:
1. Alat dan lingkungan steril
2. Tim bedah (dokter hewan dan perawat hewan) steril dilindungi dengan
baju operasi dan sarung tangan yang steril
3. Kain alas/duk operasi steril menutupi tubuh pasien kecuali pada daerah
yang dilakukan operasi
4. Alat yang sudah disterilisasi yang berada pada area steril dapat dibuka dan
dipindahkan dengan prosedur sterilitas
5. Tim bedah sudah terlatih untuk menjaga suasana aseptis dan mengatasi
jika keadaan aseptis bedah rusak.
11

Peraturan umum prosedur bedah aseptis:


1. Tim bedah dalam area steril untuk menghindari kontaminasi silang
2. Meminimalisir bicara untuk menghindari kontaminasi/droplet air liur pada
area steril
3. Meminimalisir pergerakan dan hanya anggota tim yang bersangkutan saja
yang berhak masuk ke ruang operasi untuk menjaga suasana kondusif dan
mencegah kontaminasi silang
4. Anggota tim yang tidak steril tidak boleh memasuki area steril untuk
mencegah benda asing menempel pada duk atau area yang dibedah
5. Alat wajib disterilisasi untuk mencegah kontaminasi
6. Status steril alat dan benda jika diragukan (benda steril menyentuh ujung
segel saat dibuka, kemasan rusak/basah) maka dianggap tidak steril
7. Baju operasi steril terutama dibagian pertengahan dada sampai pinggang
dan dari ujung jari sarung tangan 5 cm di atas siku karena bagian inilah
yang kontak langsung dengan area steril
8. Kain penutup alat di atas meja atau pasien tahan dari kelembaban untuk
mencegah adanya bakteri
9. Tangan diposisikan di depan tubuh dan di atas pinggang untuk
menghindari sentuhan pada area yang tidak steril
10. Apabila tim bedah dalam keadaan duduk maka selama prosedur operasi
tetap dilakukan dengan sikap duduk dan berhadapan untuk menghindari
kegiatan berdiri-duduk yang dapat menimbulkan kontaminasi silang

Penjelasan dan praktik bedah pada video yang diunggah ke aplikasi


Youtube oleh seorang dokter hewan:

Gambar 2 Dokter hewan dan tim bedah mencuci tangan sebelum dan sesudah operasi
bedah
Sumber : https://youtu.be/PB7bVqMje1M

Gambar 3 Dokter hewan dibantu oleh perawat hewan atau asisten bedah untuk
menggunakan pakaian bedah
Sumber : https://youtu.be/RcmHl_P0xc0
12

Gambar 4 Tim bedah dalam posisi berdiri, berhadapan selama operasi berjalan, alat bedah
tersusun rapi untuk mempermudah pengambilan alat
Sumber : https://youtu.be/PB7bVqMje1M

Gambar 5 Ruang operasi bedah veteriner Program Pendidikan Dokter Hewan (PPDH)
IPB University
Sumber : https://rshpfkh.ipb.ac.id/fasilitas-utama/ruang-bedah/

III SIMPULAN

Aseptis merupakan suatu metode untuk mencegah kontaminasi dengan


mikroorganisme. Sterilisasi merupakan proses dengan metode tertentu yang dapat
memberikan hasil akhir yaitu suatu bentuk keadaan yang tidak dapat ditunjukkan
lagi adanya mikroorganisme. Desinfeksi merupakan suatu upaya menghilangkan
sebagian atau seluruh mikroorganisme kecuali spora bakteri pada benda atau
lapangan operasi. Antisepsis merupakan tindakan mencegah sepsis dengan cara
eksklusi, penghancuran, atau menghambat pertumbuhan dan multiplikasi
mikroorganisme dari jaringan dan cairan tubuh.
13

DAFTAR PUSTAKA

Al-Adham I, Haddadin R, Collier P. 2013. Types of microbicidal and


microbistatic agents. Di dalam: Fraise AP, Maillard J-Y, Sattar SA, editor.
Russell, Hugo & Ayliffe’s Principles and Practice of Disinfection,
Preservation and Sterilization 5th ed. Birmingham (UK): Blackwell
Publishing. hlm 5–70.

Apriani DGY. 2019. Tingkat kepatuhan tim bedah terhadap prinsip aseptis di
ruang OK IGD RSUP Sanglah Denpasar. Jurnal Media Usada. 2 (1): 13-
17.

Brawijaya U. 2016. Instruksi kerja pemakaian autoklaf laboratorium mikrobiologi


dan imunologi instruksi kerja pemakaian autoclave program kedokteran
hewan. J. Kesehatan. 3 (1): 1–3.

Budiana I, Nggarang KF. 2019. Penerapan teknik aseptik pada asuhan


keperawatan di ruang bedah RSUD Kabupaten Ende. Jurnal Keperawatan
Terpadu. 1 (2): 56-64.

Daniel A. 2020. Keterampilan Bedah Sederhana di Fasilitas Layanan Primer.


Yogyakarta (ID): Gramedia.

Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial Problematika, dan Pengendaliannya. Jakarta


(ID): Salemba Medika.

Ferianto, Oktaliansyah E, Indriasari. 2021. Pemberian dini vasopresor pada syok


sepsis. Jurnal Ilmiah WIDYA Kesehatan dan Lingkungan. 3 (1): 8-17.

Fossum TW. 2013. Small Animal Surgery 4th Edition. Missouri (US): Elsevier.

Fossum TW. 2018. Small Animal Surgery 5th Edition. Missouri (US): Elsevier.

Ghupta NV, Shukshith KS. 2016. Qualification of autoclave. Int. J. PharmTech


Res. 9 (4): 220–226.

Hartono. 1995. Mengenal Alat-alat Kesehatan dan Kedokteran. Jakarta (ID):


Depot Informasi Obat.

Hendarto RD, Lestari E, Sudarsih, Suharmadi. 2014. Sterilisasi udara dan clean
room menggunakan peralatan fooging aerosept 8000. Di dalam: Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains IX; 2014 Juni 21; Salatiga.
Salatiga (ID): UKSW. hlm. K1-K5.

Okta AA. 2020. Kompetensi Bedah untuk Dokter Umum. Semarang (ID):
Gramedia.
14

Peraturan Bersama Menteri Pertanian dan Kepala Badan Kepegawaian Negara


Nomor 18/Permentan/OT.140/3/2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 53 tahun 2012 tentang Jabatan Fungsional Paramedik
Veteriner dan Angka Kreditnya.

Shen JN, Pan SC, Sheng WH, Tien K, Chen ML, Chang SC, Chen YC. 2015.
Comparative antimicrobial efficacy of alcohol-based hand rub and
conventional surgical scrub in a medical center. Journal of Microbiology,
Immunology, and Infection. 48 (3): 322- 328.

Wintoko R, Yadika ADN. 2020. Manajemen terkini perawatan luka. Jurnal


Kedokteran Universitas Lampung. 4 (2): 183-189.

Anda mungkin juga menyukai