Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KEDOKTERAN ISLAM

“BERBAIK SANGKA KEPADA ALLAH DAN MANUSIA”

OLEH

HAFIDA DEWI AUDINAH I 105421103816

RINA MUTMAINNAH RUSLI 105421104816

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2019
I. Definisi

Secara Bahasa, husnudzon berasal dari dua kata, yaitu “husnu” dan “dzan” yang artinya
berbaik sangka. Secara istilah, husnudzan diartikan berbaik sangka terhadap segala ketentuan
dan ketepatan Allah yang diberikan kepada manusia

II. LandasanDasar

Dasar kewajiban

Sagir menegaskan bahwa setiap manusia perlu untuk berhusnudzan kepada Allah, rasul, orang-
orang saleh, dan sekalian orang mukmin, dikarenakan Allah masih menyembunyikan 4 hal dari
makhluk hidupnya, yakni sebagai berikut:

a. Allah menyembunyikan keridhohannya dalam ketaatan yang kecil sekalipun.


b. Allah menyembunyikan kemurkaannya dalam kemaksiatan yang kecil sekalipun.
c. Allah menyembunyikan rahasia-rahasianya pada ciptaannya.
d. Allah menyembunyikan terkabulnya suatu doa, agar senantiasa bertaqarrup dan berdoa
kepadanya.

Dalam al-quran surah Al-Hujurat ayat 12, kewajiban berhusnudzan ditunjukkan dalam bentuk
perintah untuk menghindari sikap suudzon yakni sebagai berikut:

‫ض ُك ْم بَ ْعضًا ۚ أَي ُِحبُّ أَ َح ُد ُك ْم أَ ْن يَأْ ُك َل لَحْ َم‬ُ ‫ْض الظَّنِّ إِ ْث ٌم ۖ َواَل ت ََج َّسسُوا َواَل يَ ْغتَبْ بَ ْع‬
َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اجْ تَنِبُوا َكثِيرًا ِمنَ الظَّنِّ إِ َّن بَع‬
‫أَ ِخي ِه َم ْيتًا فَ َك ِر ْهتُ ُموهُ ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ ۚ إِ َّن هَّللا َ تَوَّابٌ َر ِحي ٌم‬

artinya : Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena
sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk menjauhi dari
sifat berburuk sangka, mencari-cari aib dan menggunjing sesama manusia khususnya orang yang
beriman. Sudah selayaknya kita mengembangkan perilaku husnudzan, dan bukan sebaliknya .

Ahmad Mustafa Al- Maragi mengutip sebuah riwayat Umar Bin Hattab R.A, berkata:

“Janganlah sekali-kali kalian menyangka sesuatu perkataan yang keluar dari mulut saudara
kalian yang beriman, kecuali sebagai sesuatu yang baik, karena kalian mendapatkan tempat yang
baik untuk kata-kata itu”

Uraian di atas menjelaskan bahwa Umar bin Khattab melarang umat muslim
berprasangka buruk terhadap ucapan sesama muslim, sebab dengan berprasangka baik maka kita
akan memperoleh tempat yang baik pula.

Dalam sebuah hadits Rasulullah Muhammad SAW berkata:

“Demi Allah, tidak ada tuhan selain-Nya. Tidak ada orang beriman yang pernah dapat mencapai
manfaat-manfaat dunia ini dan dunia yang akan datang kecuali dengan berprasangaka baik
terhadap Allah, berhasrat baik, berakhlak mulia dan menjauhkan diri dari menggunjingi orang
beriman. Demi Allah dan tiada tuhan selain-Nya, tiada diterima tobat seorang beriman selama
masih ada kecurigaan terhadap Allah, berputus asa, berperangai buruk dan menggunjingi orang
beriman. Demi Allah dan tiada tuhan selain-Nya, tidak ada seorang hamba beriman yang
memiliki pandangan baik tentang Allah kecuali Dia akan memperlakukannya sebagaimana
mestinya. Dan Allah Maha Pengasih dan Penayang. Ketika hamba-Nya yang beriman memiliki
prasangka baik kepada-Nya, Dia tidak pernah lalai untuk memperlakukannya sesuai dengan
prasangkanya. Maka, berprasangka baiklah kepada Allah dan berharaplah kepada-Nya”

Hadits di atas menjelaskan bahwa ketika orang-orang beriman berprasangka baik kepada
Allah, menerapkan akhlak mulia, dan menghindari menggunjing orang lain, maka ia akan
mencapai kemanfaatan dan kemanfaatan di dunia ini maupun dunia yang akan datang.
Kecurigaan-kecurigaan kepada Allah justru akan berakibat pada tidak diterimanya taubat
seseorang.
Cara dan Ciri Berḥusnuẓẓan

Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa salah satu tanda orang yang ḥusnuẓẓan adalah taat kepada
Allah. Hasan al-Bashri menambahkan bahwa orang yang ḥusnuẓẓan kepada Tuhannya harus
senantiasa memperbaiki amalnya.

Ḥusnuẓẓan dilihat dari objeknya terbagi menjadi 4, yaitu:

a. Ḥusnuẓẓan terhadap Allah


Ḥusnuẓẓan kepada Allah memiliki 2 tingkat pemahaman, yaitu:
1) Mempercayai Allah, mengadukan segala persoalan kepada-Nya, ridha akan qadha
dan qadar-Nya, senantiasa bersikap dingin dalam menghadapi kehendak-Nya.
2) Bersyukur atas segala nikmat dari Allah dan tidak pernah mengeluh ketika menerima
cobaan
b. Ḥusnuẓẓan terhadap Rasulullah
Ḥusnuẓẓan terhadap Rasulullah memiliki 2 tingkatan, yaitu:
1) Melaksanakan segala sesuatu yang dibawa Rasulullah, mengikuti akhlak Rasulullah,
meyakini bahwa syariat yang dibawa Rasul bersumber dari hakikat kemanusiaan,
kecintaan kepada Rasul melebihi cinta kepada keluarga maupun diri sendiri, bersedia
korban jiwa dan harta demi menolong syariat, menghidupkan sunnah dan
mengimaninya sebagai petunjuk jalan.
2) Mengimaninya dengan minimal seperti iman orang awam kebanyakan.
c. Ḥusnuẓẓan terhadap Aulia (Orang-orang shaleh)
Ḥusnuẓẓan terhadap aulia terbagi menjadi 2, yaitu:
1) Memelihara tali kasih sayang, memelihara rasa cinta, memuliakan dan senantiasa
mengikuti mereka (orang shaleh).
2) Meninggalkan i’tiradh atau menyangkal terhadap mereka dan tidak menisbahkan
kejahatan kepada mereka.
d. Ḥusnuẓẓan terhadap semua orang islam
Ḥusnuẓẓan terhadap orang islam juga terbagi menjadi 2, yaitu:
1) Mengembangkan rasa kasih sayang, mencurahkan segenap perhatian, memandang
mereka dengan kerelaan, selalu menerima permintaan maaf mereka.
2) Selalu menahan diri untuk menyakiti mereka

Manfaat Berḥusnuẓẓan

Ḥusnuẓẓan merupakan bagian dari mahabbah yang akan mengantarkan seseorang menuju
kebahagiaan dan derajat yang tinggi. Sagir mengungkapkan bahwa Allah akan memuliakan
hambanya dengan husnul khatimah, memberi keringanan dalam menghadapi sakaratul maut,
memberi kemudahan kuburnya, menetapkan pendirian di dunia dan akhirat ketika menghadapi
pertanyaan munkar dan nakir, serta memasukkan ke dalam surga tanpa hisab. Sagir juga
menambahkan bahwa orang yang selalu ḥusnuẓẓan , maka hidupnya akan tenang, tentram, dan
disukai banyak orang.

Menurut Rohman, terdapat beberapa hikmah dari perilaku huznuzzan antara lain:

a. Menyadarkan manusia bahwa segala sesuatu yang ada dimuka bumi berjalan sebagaimana
aturan dan ketetapan Allah
b. Mendorong manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah yang memiliki kekuasaan dan
kehendak yang mutlak dan memiliki kebijaksanaan, keadilan, dan kasih sayang kepada
makhluk-Nya.
c. Menanamkan sikap tawakal dalam diri manusia karena menyadari bahwa manusia hanya
bisa berusaha dan berdoa, sedangkan hasilnya diserahkan kepada Allah sebagai zat yang
menciptakan dan mengatur
d. Mendatangkan ketenangan jiwa dan ketentraman hidup karena meyakini apa pun yang
terjadi adalah kehendak Allah

Adapun manfaat berprasangka baik kepada orang lain:

Pertama, hubungan persahabatan dan persaudaraan akan menjadi lebih baik. Hal ini karena
berbaik sangka dalam berhubungan antara sesama mulsim akan menghindari terjadinya
keretakan hubungan. Bahkan keharmonisan hubungan akan semakin terasa karena tidak ada
kendala-kendala psikologis yang mengahambat hubungan itu.

Kedua, terhindar dari rasa penyesalan dalam berhubungan dengan sesama. Karena buruk sangka
terhadap orang lain akan membuat seseorang menimpakan keburukan kepada orang lain tanpa
bukti yang benar, sebagaimana yang difirmankan Allah dalam Q.S Al-Hujurat Ayat 6

Ketiga, selalu merasa bahagia atas kemajuan yang dicapai oleh orang lain, walaupun kita sendiri
belum bisa mencapainya. Hal ini memiliki arti yang sangat penting, dengan demikian jiwa kita
akan menjadi tenang dan terhindar dari iri hati yang bisa berkembang pada dosa-dosa bari
sebagai kelanjutannya.

Alloh menciptakan langit dan bumi beserta isinya, semuanya tentu mengandung hikmah
yang agung dan tidak dalam rangka kesia-siaan. Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan
Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah (hanya
sia-sia saja). Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang
kafir itu karena mereka akan masuk neraka…” (Ash-Shood: 27). Termasuk tatkala Alloh
memberikan manfaat (kebaikan) atau suatu mudhorot (musibah) pada seseorang, tentunya hal ini
juga mengandung hikmah yang agung di dalamnya. Untuk itu kita harus selalu berhusnuzhon
(berprasangka baik) terhadap segala sesuatu yang telah Alloh tetapkan kepada para hamba-Nya
agar kita termasuk orang-orang yang beruntung.

Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang kita merasa senang dengan karunia Allah.
Namun terkadang pula sebaliknya, kita terkadang merasa kesal kepada Allah atas beberapa hal
atau peristiwa yang tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, sehingga terkadang persoalan-
persoalan tersebut mengakibatkan hilangnya kesabaran kita dalam menjalani hidup. Dan
akhirnya muncul kekecewaan, rasa frustasi dan muncullah kata-kata yang seharusnya tidak
pantas diucapkan dari mulut kita, seperti: Ini tidak adil !, Kenapa harus begini ?, Seharusnya
tidak begini ?, dan sebagainya. Dan kemudian timbullah rasa kurang bersyukur dan berburuk
sangka dengan takdir yang telah Allah Swt berikan. Padahal berprasangka buruk kepada Allah
Swt merupakan perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh seorang hamba.

Sebagai hamba Allah tentunya harus menyadari bahwa ketika Allah swt memerintahkan
sesuatu, itu berarti Allah ingin mewujudkan kemaslahatan atau kebaikan-kebaikan dan ketika
Allah melarang suatu perbuatan, itu berarti Allah juga ingin mencegah terjadinya mafsadat atau
kerusakan-kerusakan yang akan menimpa kehidupan manusia. Karena itu, sebagai hamba Allah
kita di wajibkan untuk selalu berbaik sangka kepada Allah dan janganlah sekali-kali mati dalam
keadaan berburuk sangka dan berputus asa dari rahmat Allah. Hal ini sebagaimana hadits
Rasulullah Saw, yang artinya:”Janganlah salah seorang dari kaliam mati, kecuali dalam
keadaan berbaik sangka kepada Allah”. (HR. Abu Daud dan Muslim).

Dalam menjalani kehidupan di dunia ini sikap baik sangka terhadap Allah harus ada pada
diri seorang muslim, sebab dengan berbaik sangka kepada Allah akan muncul ketenangan dalam
jiwa dan hatinya dan orang yang berbaik sangka kepada Allah juga akan memiliki prinsip bahwa
segala yang ditakdirkan oleh Allah merupakan hal yang terbaik bagi dirinya. 

Barang siapa mau mencermati masalah ini dengan benar, ia akan tahu bahwa
berprasangka baik pada Allah Swt. itu berwujud amal yang baik. Sesungguhnya, yang membawa
hamba untuk berbuat baik adalah prasangka baiknya terhadap Allah Swt. bahwa Dia akan
membalas segala perbuatannya, memberinya pahala serta menerimanya. Jadi, prasangka baiklah
yang membawanya kepada amal baik. Ketika ia berbaik sangka terhadap Tuhannya maka baik
juga amalnya. Jika tidak, maka prasangka baiknya yang disertai dengan menuruti hawa nafsu
adalah kelemahan. Sebagaimana dalam riwayat at-Tirmidzi dan al-Musnid, dari Syaddad bin
Aus, Nabi Saw. bersabda, "Orang yang cerdas adalah orang yang menundukkan nafsunya dan
beramal untuk kehidupan sesudah matinya. Orang yang lemah adalah orang yang menuruti hawa
nafsunya dan berangan-angan kosong terhadap Allah Swt." 

Sederhananya, prasangka baik itu benar hanya jika diiringi dengan sebab-sebab
keselamatan. Adapun jika disertai sebab- sebab kehancuran, hal demikian bukanlah prasangka
baik karena mungkin saja dikatakan sebagai bentuk prasangka baik dengan bersandar pada
luasnya ampunan Allah Swt., rahmat, maaf, dan kemurahan-Nya serta bahwa rahmat-Nya
mendahului murka- Nya, memberi hukuman tiada bermanfaat bagi-Nya, dan maaf tidaklah
membawa mudharat terhadap-Nya. 

Allah Swt. memang begitu, bahkan Dia lebih Agung, lebih Mulia, lebih Pemurah, dan
juga lebih Pengasih. Akan tetapi, semua itu harus diletakkan sesuai dengan posisinya, sebab
Allah Swt. memiliki sifat Maha Bijaksana, Maha Agung, Maha Membalas, Maha Mempunyai
Siksa yang keras, dan Maha Memberikan hukuman bagi siapa saja yang berhak mendapat
hukuman. 

Jika landasan prasangka baik hanya cukup pada sifat-sifat dan asma' Allah, tentu tidak
ada bedanya antara orang baik dan orang buruk, orang mukmin dan orang kafir, juga kekasih dan
musuh-Nya. Asma' dan sifat-sifat Allah tidaklah bermanfaat bagi pendosa, sementara ia selalu
mendatangkan murka, kemarahan, dan laknat-Nya, jatuh ke dalam hal-hal yang diharamkan-Nya
serta melanggar apa-apa yang menjadi larangan-Nya. Prasangka baik bermanfaat bagi orang
yang bertaubat, disertai penyesalan dengan meninggalkan perbuatan maksiat, mengganti
perbuatan buruk dengan perbuatan baik, dan menyambut sisa umurnya dengan hal yang lebih
baik dan ketaatan, kemudian ia berbaik sangka. Inilah yang dinamakan prasangka baik,
sedangkan yang pertama tadi adalah tipu daya. Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan. 

Apabila ia bersangka kepada Allah bahwa Allah akan meringakan bebannya, mengampuninya
ketergelincirannya, menerima tabatnya, mengangkat derajatnya, dan memuliakannya, hal itulah
yang akan ia dapatkan. Siapa yang memiliki persangkaan yang kebalikan dari itu, hal itu pula
yang akan ia dapatkan. Seorang hamba akan mendapatkan apa yang ia sangkakan. Kalau ia
bersangka baik, ia mendapat kebaikan. Kalau ia bersangka.buruk, ia mendapat kebukuran -
Ayyuhal mukminun

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dari Jabir radhiallahu ‘anhu, ia berkata,

“Tiga hari sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, aku mendengar beliau
,bersabda
”.Janganlah salah seorang dari kalian wafat melainkan ia bersangka baik kepada Allah“

Ada tambahan dalam riwayat Imam Ahmad

“Sesunguhnya ada suatu kaum yang binasa karena persangkaan buruk mereka kepada
Allah“ - Azza wa Jalla

Hendaknya kita menghadapkan diri kepada Allah Jalla wa ‘Ala dengan bertaubat kepada-
Nya. Menyesali perbuatan kita yang telah melampaui batas karena menjauh dari taat pada-Nya.
Sekarang kita beralih. Kita menaati-Nya. Bertawakkal dan memohon rahmat-Nya. Mengharap
ampunan dan takut akan adzab-Nya. Dan di dalam hal inilah terdapat kebahagiaan dunia dan
akhirat

Orang yang cerdas adalah mereka yang mampu menundukkan jiwanya untuk beramal
mempersiapkan bekal hidup setelah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah mereka yang
mengikuti hawa nafsunya dan berharap kepada Allah sebuah angan-angan semata

Maka, semoga kita mampu menjadi mukmin sejati, yang bisa selalu berprasangka baik
pada Allah dan manusia, bahkan dalam kondisi yang terlihat buruk sekalipun.
DAFTAR PUSTAKA

Mahmud, Akilah.Akhlak terhadap Allah dan Manusia. 2017

Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi. Optimisme dan Berbaik Sangka kepada Allah
Shubhanahu wa ta’alla. 2013

Mubaraq bakri. Prasangka Dalam Alquran.

Ahmad Rusydi, Husn Al-Zhann:Konsep Berpikir Positif dalam Perspektif Psikologi Islam dan
Manfaatnya bagi Kesehatan Mental

Ahmad Bastari. Prasangka Baik Kepada Allah Dalam Perspektif Hadist

Yulian Purnama. Prasangka Buruk yang Dibolehkan

Irila’s Logo. Memohon Tawakkal dan Berprasangka Baik pada Allah.2012

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc. Janganlah Berburuk Sangka Pada Allah.2008

Maktabah Abi Yahya. Bila Harus Berprasangka. 2012

KhotbahJumatcom . Berprasangka Baik Pada Allah

Syaikh Muhammad Saalih Al-Munajjid. Maksud Husnuudzan Kepada Allah Dan Kondisi yang
Menuntut Untuk itu.

Dompet Dhuafa Republik. Berbaik sangka kepada Allah adalah menyadari akan hikmah dibalik
sebuah kejadian

Hidayatullah.Biasakan Berbaik Sangka Kepada Allah. 2011

https://islamiwiki.blogspot.com/2012/11/berprasangka-baik-terhadap-allah-swt.html

https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2011/08/11/3805/biasakan-
berbaik-sangka-kepada-alloh-pasti-bahagia.html

Anda mungkin juga menyukai