Anda di halaman 1dari 16

PENENTUAN AWAL WAKTU SHALAT SUBUH

MENURUT KEMENTERIAN AGAMA


DAN ALIRAN SALAFI

Moh. Afif Amrulloh


UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Email: syariah@uin-malang.ac.id

Abstrak
This research studied obout the way of determining time of subuh praying. The method used is
qualitative approach, that are editing, clasification, and verification. The result of this research, the is
difference perspective between the BHR Department of Religious early and Salafi stream. BHR Religion
Department considers this problem is the problem Ijtihadiyah. Department of Religious BHR depart
from the perspective of astronomy, while the Salafi depart from the perspective of syar’i. This different
is natural thing, because it departed from the different standpoint. Interpretation of Qur’an verses and
Prophetic traditions, particularly related to the true dawn. There is also the different understanding
of astronomical twilight; BHR Department of Religious regard astronomical twilight as fajar shadiq,
while the Salafis regard as the fajar kadzib.
Penelitian ini mengkaji tentang penentuan awal waktu shalat subuh. Dengan menggunakan pendekatan
kualitatif, penelitian menempuh beberapa langkah, yaitu; pengeditan, klasifikasi dan verifikasi. Ke-
simpulan yang diperoleh penelitian ini adalah; terdapat perbedaan perspektif dalam penentuan awal
subuh antara BHR Depag dan Aliran Salafi. BHR Departemen Agama menganggap masalah ini
adalah masalah ijtihadiyah. BHR Depag berangkat dari sudut pandang astronomi, sedangkan Salafi
berangkat dari sudut pandang syar’i. Perbedaan ini menjadi hal yang wajar karena berangkat dari
sudut pandang yang berbeda. Interpretasi terhadap ayat al-Qur’an dan hadis Nabi saw khususnya
yang berkaitan dengan fajar shadiq. Begitu juga berkaitan dengan pengertian astronomical twilight
yang berbeda; BHR Depag menganggap astronomical twilight sebagai fajar shadiq, sedangkan Salafi
menganggapnya sebagai fajar kadzib.
Kata kunci : Shadiq, Astronomical Twilight, Badan Hisab Rukyat, Aliran Salafi

Waktu sholat subuh di Indonesia didasarkan pernyataan yang sangat krusial bagi masyarakat
paradigma fajar sadik terjadi apabila matahari berada muslim Indonesia. Menurut Ketua Majlis Tarjih dan
pada ketinggian -20º. Paradigma ini dikembangkan Tajdid Muhammadiyah (MTT) Syamsul Anwar, awal
dan dipelopori oleh pemerintah, dalam hal ini waktu shalat subuh di Indonesia terlalu pagi 10 – 15
Departemen Agama RI (sekarang diganti dengan menit. Azan subuh dianggap terlalu dini (pagi) untuk
nama Kementeriaan Agama RI). dikumandangkan. Parameternya adalah azan subuh
Akhir-akhir ini, perbedaan pendapat seputar di Indonesia dikumandangkan saat matahari berada
penentuan awal waktu subuh ini lebih terasa 20º di bawah ufuk (titik matahari mulai terlihat).
dan mencuat ke permukaan, setelah kaum salafi Beliau lantas membandingkan waktu azan subuh di
menyampaikan pernyataan bahwa waktu subuh di Maroko dan Mesir. Dua negara di Benua Afrika yang
Indonesia lebih awal 15 – 23 menit. Bahkan dalam mayoritas berwarga muslim itu menetapkan waktu
salah satu artikel yang dimuat dalam sebuah majalah subuh itu pada saat matahari berada di titik masing-
Qiblati menilai bahwa penetapan awal waktu subuh masing 18º dan 19,5º di bawah ufuk.
di Indonesia sebagai amalan bid’ah yang tersesat.1 Sesuai hukum Islam, waktu subuh adalah di
Perbedaan pendapat ini juga mengilhami Majlis antara 20º sebelum ufuk hingga 0º ufuk.2 Fenomena
Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah untuk membuat yang dipaparkan di atas dapat dilihat dari beberapa

1 Majalah Qiblati,( Edisi 9 Tahun VI), h. 33-36. 2 Jawa Pos, (24 Maret 2010), h. 16.

120
Moh. Afif Amrulloh, Penentuan Awal Waktu Shalat Subuh Menurut ... ~ 121
perspektif. Dari perspektif sosial keagamaan, hal tujuan apakah data-data tersebut sudah mencukupi
ini sungguh sangat meresahkan masyarakat muslim untuk memecahkan permasalahan yang diteliti, dan
Indonesia yang selama ini melaksanakan shalat subuh untuk mengurangi kesalahan dan kekurangan data
pada awal waktu. Akibatnya, shalat subuh yang selama dalam penelitian serta untuk meningkatkan kualitas
ini mereka kerjakan tidak sah dan mereka harus meng- data. (b) Tahapan kedua adalah klasifikasi, klasifikasi
qadha’ shalat subuh seumur hidup mereka. adalah mereduksi data yang ada dengan cara me-
Dari sisi lain, hal itu merupakan “berkah” nyusun dan mengelompokkan data yang diperoleh
bagi masyarakat muslim Indonesia yang sering atau ke dalam pola tertentu atau permasalahan tertentu
bahkan selalu bangun kesiangan. Namun dari pers- untuk mempermudah pembacaan dan pembahasan
pektif ilmiah, khususnya kajian falakiyah, fenomena sesuai dengan kebutuhan penelitian. (c) Tahap ketiga
ini menarik untuk diteliti dan dikaji ulang. Mengingat adalah verifikasi, verifikasi data adalah pembuktian
pentingnya mengetahui masuknya waktu shalat kebenaran data untuk menjamin validitas data yang
itu merupakan salah satu dari syarat sah shalat, telah terkumpul. Verifikasi ini dilakukan dengan cara
maka peneliti mencoba untuk mencari kebenaran mengecek kembali data-data yang sudah terkumpul
ilmiah tentang fajar shadiq sebagai pedoman awal dari beberapa literatur kitab klasik, literatur dari Badan
waktu shalat subuh dalam penelitian ini. Oleh Hisab dan Rukyat Departemen Agama, literatur dari
karena itu, untuk mempermudah arah pembahasan, aliran Salafi dan artikel-artikel koran dan internet
maka penelitian ini diberi judul “Penentuan Awal yang sudah terkumpul yang berhubungan dengan ba-
Waktu Shalat Subuh menurut Badan Hisab Rukyat hasan.
Kementerian Agama dan Aliran Salafi”. Setelah semua data terkumpul, maka data di-
analisa untuk mendapatkan konklusi. Analisa data
Metode ialah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Pe- yang muda dibaca dan diinterpretasikan. Metode
nelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud analisa data yang digunakan adalah deskriptif. Ana-
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami lisis dengan menggunakan deskriptif adalah meng-
oleh subyek penelitian secara holistik, dan dengan gambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fe-
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, nomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan manusia.5
memanfaatkan berbagai metode ilmiah3.
Dalam penelitian ini, fenomena yang penting Hasil Dan Pembahasan
untuk diteliti adalah fenomena tentang shalat subuh Hasil
yang dianggap “terlalu pagi” untuk mayoritas negara- Sepanjang penelusuran terhadap “kitab-kitab
negara muslim, tak terkecuali Indonesia. Berdasarkan kuning” yang berkaitan dengan waktu-waktu shalat
tempat penelitiannya, maka penelitian ini termasuk ditemukan bahwa teks-teks yang dijadikan landasan
penelitian kepustakaan (library research); yaitu pe- dalam menetapkan awal waktu shalat bersifat inter-
nelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan li- pretatif. Sebagai implikasinya muncul perbedaan
teratur (kepustakaan), baik berupa buku, catatan, mau- dalam menetapkan awal waktu shalat. Kelompok
pun laporan hasil penelitian dari peneliti terdahulu. pertama berpandangan bahwa awal waktu shalat ada
Untuk mempermudah memahami data yang tiga. Sementara itu, kelompok kedua menyebutkan
diperoleh secara baik, rapi, dan sistematis, maka bahwa awal waktu shalat ada lima6.
pengolahan data dengan beberapa tahapan menjadi Waktu-waktu shalat fardlu dijelaskan oleh Nabi
sangat penting dan signifikan. Tahapan-tahapan pe- Muhammad dalam hadis-hadis beliau secara detail,
ngolahan data dalam penelitian ini adalah:4 (a) Peng- penjelasannya sebagai berikut: (1) Waktu dzuhur
editan, tahap pertama dilakukan untuk meneliti kem- Imam Taqiyuddin Abi Bakar Muhammad Al Husaini
bali data-data yang telah diperoleh terutama dari dalam kitab Kifayatul Akhyar fi Halli Gayatil Ikhtisar,
kelengkapannya, kejelasan makna, kesesuaian serta yang diterjemahkan oleh KH. Syarifuddin Anwar dan
relevansinya dengan kelompok data yang lain, dengan KH. Misbah Musthafa, menyatakan:
5 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta, PT
3 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Remaja Rosda Karya, 2006), h. 72.
Rosdakarya, 2007), h. 6. 6 Susiknan Azhari, artikel Awal Waktu Shalat Perspektif Syar’i dan Sains,
4 M. Amin Abdullah, dkk., Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Diposting oleh : admin Pada 23 Maret 2009 diakses pada tanggal 18 April
Multidisipliner, (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2006), h. 223. 2010.
122 ~ Jurisdictie, Jurnal Hukum dan Syariah, Volume 2, Nomor 2, Desember 2011, hlm 120-134
waktu yang tidak sempat lagi menyelesaikan shalat
‫ﺍﻟﻈ ﻬ ﺮ ﻭﺃﻭﻝ ﻭﻗ ﺘ ﻬ ﺎ ﺯﻭﺍﻝ ﺍﻟﺸ ﻤ ﺲ ﻭﺁﺧﺮﻩ ﺇﺫﺍ ﺻﺎﺭ ﻅ ﻞ ﻛ ﻞ‬
seluruhnya dalam waktunya; dinamakan waktu itu
‫ﺷ ﻲ ء ﻣ ﺜ ﻠ ﻪ ﺑ ﻌ ﺪ ﻅ ﻞ ﺍ ﻟﺰﻭﺍﻝ‬ waktu hurmah karena haram melambatkan/meng-
“Permulaan waktu Dhuhur adalah sejak terge- akhirkan shalat sampai waktu tidak dapat menye-
lincirnya matahari. Dan akhir waktu Dzuhur adalah lesaikan shalat dalam waktunya. Keempat, waktu
jika bayang-bayang suatu benda telah sepadan dharurah yaitu hilang mani’ (penghalang) dari segala
dengan benda itu selain bayang-bayang yang telah penghalang yang akan dalam waktu hanya tinggal
ada sejak matahari tergelincir (istiwak).7 sekedar mengangkat takbiratul ihram. Kelima, waktu
udzur yaitu waktu ashar bagi orang musafir yang
Yang dimaksud zawal al-syamsi (tergelincirnya mengerjakan jamak ta’khir. Keenam, waktu ikhtiar
matahari) ialah apa yang tampak oleh kita, dan bukan yaitu waktu jawaz. Inilah yang disebutkan dalam kitab
yang berlaku dalam kenyataan. Sebab yang biasa ter- “Tuhfah” seperti tercantum dalam kitab “Majmu’”
jadi di banyak negara, kalau matahari tepat berada di yang dinukil dari pendapat mayoritas ulama’.
tengah-tengah langit, yakni pada waktu istiwak, orang Berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Qadhi
masih melihat sisa-sisa bayangan suatu benda. Pan- bahwa waktu fadhilah seperempat dari panjang ben-
jangnya bayangan itu berbeda-beda menurut derajat danya, sesudah itu waktu ikhtiar sampai dengan ba-
tempat dan pembagian musim. Jika matahari telah yangan sesuatu setengah dari panjang bendanya dan
tergelincir ke arah barat, maka akan timbul bayang- sesudah itu waktu jawaz hingga akhir waktu. Syekh
bayang baru di sisi Timur. Ibnu hajar berkata di dalam kitabnya “Syarh Ubab”
Timbulnya bayang-bayang ini, di daerah yang yang dipegangi yaitu pendapat yang disebutkan di
tiang-tiangnya tidak memiliki bayangan seperti di dalam kitab “Majmu’”. 10
Mekah dan Shan’a (Yaman), pertanda tergelincirnya Menurut al-Husaini memberikan batasan waktu
matahari yang berarti waktu dzuhur telah masuk. shalat ashar sebagai berikut:
Tambahan bayang-bayang, bagi daerah yang tiang-
tiangnya memiliki bayangan, itulah yang dikatakan ‫ﻭﺍ ﻟ ﻌ ﺼ ﺮ ﻭﺃﻭﻝ ﻭﻗ ﺘ ﻬ ﺎ ﺍﻟﺰﻳﺎﺩﺓ ﻋ ﻠ ﻰ ﻅ ﻞ ﺍﻟ ﻤ ﺜ ﻞ ﻭﺁﺧﺮﻩ ﻓ ﻰ‬
zawal (tergelincirnya matahari) yang menjadi tanda ‫ ﻭﻓﻰ ﺍﻟﺠﻮﺍﺯ ﺇ ﻟ ﻰ ﻏ ﺮﻭﺏ ﺍﻟﺸ ﻤ ﺲ‬، ‫ﺍ ﻹ ﺧ ﺘﻴﺎﺭ ﺇ ﻟ ﻰ ﻅ ﻞ ﺍﻟ ﻤ ﺜ ﻠ ﻴ ﻦ‬
masuknya waktu shalat dzuhur. Kemudian apabila
bayang-bayang itu telah menjadi sama dengan “Awal waktu ashar adalah bertambahnya
panjang benda, selain bayang-bayang zawal pada bayang-bayang suatu benda sama dengan panjang
waktu istiwak, maka itu dinamakan akhir waktu benda tersebut. Dan akhir waktu ashar adalah teng-
dzuhur.8 gelamnya matahari”.11
Imam Nawawi mengatakan: “Para sahabat kami Jika bayang-bayang suatu benda telah sepadan
mengatakan, tergelincirnya matahari adalah con- dengan panjang benda, maka hal tersebut yang di-
dongnya matahari dari pertengahan langit di waktu katakan akhir waktu dzuhur dan permulaan waktu
siang. Adapun tandanya adalah dengan bertambahnya ashar (menurut hadis Nabi). Namun begitu pastilah
bayangan setelah sebelumnya sempat berkurang. Hal ada tambahan bayang-bayang walaupun sedikit.
itu dikarenakan bayangan seseorang di waktu pagi Karena boleh dikatakan bahwa keluarnya waktu
memanjang dan semakin pendek setiap kali matahari dzuhur itu tidak mungkin dapat diketahui jika tidak
naik. Pada pertengahan bayangan itu berhenti, dan ada tambahannya. Apabila bayang-bayang itu telah
ketika matahari mulai tergelincir bayangan itu kem- menjadi dua kali lipat, maka keluarlah waktu ikhtiar.
bali bertambah panjang.9 Dikatakan waktu ikhtiar karena sesuatu yang
Shalat dzuhur mempunyai enam waktu, yaitu: dipilih itu tentulah qaul yang rajih. Ada yang menga-
pertama, waktu fadhilah yaitu awalnya; kedua, waktu takan, karena Malaikat Jibril memilih waktu ikhtiar
jawaz yaitu hingga tinggal sekedar dapat menye- itu. Akhir waktu ashar dalam waktu ikhtiar (pilihan),
lesaikan shalat; Ketiga, waktu hurmah, yaitu akhir yaitu hingga bayang-bayang benda itu dua kali lipat.
Akhir waktunya di dalam waktu jawaz (harus) ialah
7 Imam Taqiyuddin Abi Bakar Bin Muhammad Al-Husaini, Kifayatul Akhyar
fi Halli Gayatul Ikhtisar diterjemahkan oleh KH. Syarifuddin Anwar dan
K.H. Mishbah Musthafa dengan judul Kifayatul Akhyar (Kelengkapan Orang
Saleh). (Surabaya : CV Bina Iman, 2007), h. 182. 10 Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, “Sabilul Muhtadin”, diterjemahkan
8 Imam Taqiyuddin Abi Bakar Bin Muhammad Al-Husaini, Kifayatul., h. 182. Drs. H.M. Asywadie Syukur Lc, Sabilul Muhtadin Jilid 1, (Surabaya: PT
9 Imam Abu Zakariya bin Yahya bin Syaraf al-Nawawi al-Dimasyqi, “Raudhah Bina Ilmu, 2005), h. 312-313.
al Thalibin”, diterjemahkan H. Muhyiddin Mas Rida dkk, Raudhah al 11 Imam Taqiyuddin Abi Bakar Bin Muhammad Al-Husaini, Kifayatul., h.
Thalibin, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2007), h. 414. 82.
Moh. Afif Amrulloh, Penentuan Awal Waktu Shalat Subuh Menurut ... ~ 123
hingga terbenamnya matahari.12 Perlu diketahui
‫ﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ‬ ‫ﺻﻠ ﻰ‬ ‫ﷲ ﻋ ﻨ ﻪ ﺃﻥ ﺍﻟ ﻨ ﺒ ﻲ‬ ‫ﷲ ﺑ ﻦ ﻋ ﻤ ﺮﺭ ﺿ ﻲ‬ ‫ﻋ ﻦ ﻋﺒ ﺪ‬
bahwa shalat ashar itu mempunyai empat waktu.13
Pertama, waktu fadhilah (waktu afdhal), atau utama, ‫ﻭﻭ ﻗ ﺖ ﺍﻟ ﻤ ﻐﺮﺏ ﺇﺫﺍ ﻏ ﺎ ﺑ ﺖ ﺍﻟﺸ ﻤ ﺲ ﻣ ﺎ ﻟ ﻢ ﻳ ﺴ ﻘ ﻂ‬: ... ‫ﻭﺳ ﻠ ﻢ ﻗ ﺎﻝ‬
yaitu ketika bayang-bayang menyamai bendanya.
Kedua, waktu jawaz bila karahah (harus tidak
٣ ٦ (‫ﺍﻟﺸ ﻔ ﻖ) ﺭﻭﺍﻩ ﻣ ﺴ ﻠ ﻢ‬
makruh), yaitu sejak bayang-bayang dua kali lipat “Waktu maghrib ialah ketika matahari terbenam
dari bendanya hingga matahari tampak kekuning- selama mega merah belum lenyap” (Riwayat
kuningan. Ketiga, waktu jawaz makruh (harus yang Muslim).
makruh), yakni makruh mengakhirkan shalat sampai
Imam Rafi’i berkata: sekelompok ashhab al-
waktu jawaz karahah ini. Yaitu sejak matahari tam-
Syafi’i (Para sahabat Imam Syafi’i) masih memilih
pak kekuning-kuningan hingga sesaat sebelum ma-
qaul qadim ini dan mentarjihkannya. Imam Nawa-
tahari terbenam. Keempat, waktu tahrim (haram),
wi berkata: Banyak hadis-hadis shahih yang me-
yaitu mengakhirkan shalat hingga tidak cukup waktu
nerangkan seperti apa yang dikatakan oleh Imam
untuk menyelesaikan shalat. Walaupun kita katakan
Syafi’i di dalam qaul qadimnya, dan menta’wili seba-
shalatnya termasuk shalat ada’ (tunai). Sedangkan
gian hadis-hadis yang lain itu sulit. Oleh karena itu,
Imam Nawawi dalam Raudhatut Thalibin membagi
qaul qadim inilah yang benar. Di antara para ulama’
waktu ashar empat waktu.14Pertama, waktu yang pe-
madzab yang memilih qaul qadim ialah Ibnu Khu-
nuh keutamaan (awalnya). Kedua, waktu memilih
zaimah, al-Khaththabi, al-Baihaqi, Imam Ghazali di
hingga bayangan sesuatu sama dengannya. Ketiga,
dalam Ihya’ Ulumuddin, dan al-Baghawi di dalam
waktu setelahnya adalah waktu jawaz (boleh) tidak
kitab al-Tadzhib.16
makruh hingga matahari mulai memerah. Keempat,
Waktu maghrib terbagi kepada enam waktu,
dari mulai memerahnya matahari hingga waktu
yaitu:17 Pertama, waktu fadhilah yaitu awal waktunya.
tenggelamnya, yaitu waktu yang makruh, sehingga
Kedua, waktu ikhtiar yaitu waktu fadhilah itu sendiri.
makruh hukumnya menunda shalat hingga waktu ini.
Ketiga, waktu jawaz dengan karahah yaitu sesudah
Untuk waktu maghrib, para fuqaha’ memberikan
waktu fadhilah sampai kadar waktu menyelesaikan
batasan yang sangat mudah. Misalnya Imam Nawawi
shalat. Dan disebutkan dalam di dalam kitab “Tuhfah”
memberikan batasan “awal waktu maghrib adalah ter-
bahwa makruh melambatkan atau mengakhirkan
benamnya matahari dan akhir waktu maghrib adalah
shalat maghrib dari waktu fadhilah menurut qaul
hilangnya mega (cahaya) merah.” Adapun yang di-
qadim dan jadid. Maka berdasarkan dua qaul ini
anggap sah adalah sejak tenggelamnya lingkaran ma-
bahwa waktu maghrib tidak tergambar waktu jawaz
tahari dan ini bisa terlihat di padang pasir. Sedangkan
dengan tiada karahah. Maka dipahami dari perkataan
di tengah pemukiman, atau di tempat yang terhalang
ini sesudah waktu fadhilah. Keempat, waktu hurmah.
oleh gunung, maka waktunya dapat diketahui dengan
Kelima, waktu darurat. Keenam, waktu udzur yaitu
tidak tampak sinarnya di dinding, dan disambut kege-
waktu isya’ bagi orang musafir yang mengerjakan
lapan dari arah timur.15
jamak ta’khir. Waktu isya’ batasan waktu shalat ashar,
Waktu maghrib berakhir ketika mega merah ter-
menurut Imam Taqiyuddin Abi Bakar Muhammad Al
benam. Dalam hal ini, Imam Syafi’i mempunyai dua
Husaini :
pendapat (qaul). Menurut qaul jadid yang adzhar,
waktu maghrib keluar dengan perkiraan waktu yang ‫ﻭﺍ ﻟ ﻌ ﺸ ﺎ ء ﻭﺃﻭﻝ ﻭﻗ ﺘ ﻬ ﺎ ﺇﺫﺍ ﻏ ﺎ ﺑ ﺖ ﺍﻟﺸ ﻔ ﻖ ﺍ ﻷ ﺣ ﻤ ﺮ ﻭﺁﺧﺮﻩ ﻓ ﻰ‬
cukup untuk bersuci, menutup aurat, azan, iqamat
‫ ﻭﻓﻰ ﺍﻟﺠﻮﺍﺯ ﺇ ﻟ ﻰ ﻁﻠﻮﻉ ﺍﻟﻔﺠﺮ ﺍﻟ ﺜ ﺎ ﻧ ﻰ‬، ‫ﺍ ﻻ ﺧ ﺘﻴﺎﺭ ﺇ ﻟ ﻰ ﺛ ﻠ ﺚ ﺍ ﻟ ﻠ ﻴ ﻞ‬
dan shalat dua rakaat. Dalam perkara ini yang diper-
hitungkan adalah yang sedang dan sederhana. Qaul Permulaan waktu isya’ ialah ketika mega merah
qadim mengatakan: waktu maghrib tidak keluar hingga telah lenyap. Dan akhir waktunya di dalam waktu
terbenamnya mega merah. Sebab sabda Nabi saw : ikhtiar, hingga sepertiga malam. Dan akhir waktunya
di dalam waktu jawaz hingga munculnya fajar yang
kedua.18

12 Imam Taqiyuddin Abi Bakar Bin Muhammad Al-Husaini, Kifayatul., h.


182-183. 16 Imam Taqiyuddin Abi Bakar Bin Muhammad Al-Husaini, Kifayatul., h.
13 Imam Taqiyuddin Abi Bakar Bin Muhammad Al-Husaini, Kifayatul., h. 185.
182-183. 17 Al-Banjari, h. 315-316.
14 Al-Nawawi al-Dimasyqi, Raudhah al Thalibin, h. 415. 18 Imam Taqiyuddin Abi Bakar Bin Muhammad Al-Husaini, Kifayatul., h.
15 Al-Nawawi al-Dimasyqi, Raudhah al Thalibin, h. 415. 185,
124 ~ Jurisdictie, Jurnal Hukum dan Syariah, Volume 2, Nomor 2, Desember 2011, hlm 120-134
Masuknya waktu isya’ bersama dengan hilang- 187, puasa dimulai sejak terbit fajar sebagaimana di-
nya mega merah menurut beberapa hadis. Ibnu Rif’ah mulainya waktu shalat subuh. Karena itu, puasa yang
mengatakan ketetapan tersebut berdasarkan ijmak dimulai sejak imsak adalah merupakan ihtiyati, sesuai
ulama’. Waktu ikhtiar untuk shalat isya’ yaitu sebelum dengan hadis Nabi yang diriwayatkan Bukhari dan
lewat sepertiga malam, karena hadisnya Jibril a.s. Di Muslim dari Anas. Namun demikian ada juga yang
dalam satu qaul dikatakan bahwa waktu ikhtiar untuk menganggap kewajiban puasa dimulai sejak imsak
shalat isya’ itu hingga lewat separuh malam. Karena seperti pendapat Imam Malik22. Hadis Nabi saw yang
sabda Nabi Muhammad saw. diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas ten-
tang Imsak adalah sebagai berikut:
‫ﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ‬ ‫ﺻﻠ ﻰ‬ ‫ﷲ ﻋ ﻨ ﻪ ﺃﻥ ﺍﻟ ﻨ ﺒ ﻲ‬ ‫ﷲ ﺑ ﻦ ﻋ ﻤ ﺮﺭ ﺿ ﻲ‬ ‫ﻋ ﻦ ﻋﺒ ﺪ‬
‫ﷲ ﺛ ﻢ ﻗ ﻤ ﻨ ﺎ ﺇ ﻟ ﻰ ﺍﻟ ﺼ ﻼﺓ ﻗ ﻠ ﺖ ﻛ ﻢ ﻛ ﺎﻥ ﻣ ﻘ ﺪﺍﺭ‬ ‫ﺗ ﺴ ﺤ ﺮ ﻧ ﺎ ﻣ ﻊ ﺭ ﺳ ﻮﻝ‬
‫ﺻ ﻼﺓ ﺍﻟ ﻌ ﺸ ﺎ ء ﺇ ﻟ ﻰ ﻧ ﺼ ﻒ ﺍ ﻟ ﻠ ﻴ ﻞ ﺍ ﻷﻭ ﺳ ﻂ‬ ‫ﻭﻭ ﻗ ﺖ‬: ... ‫ﻭﺳ ﻠ ﻢ ﻗ ﺎﻝ‬
٤ ٥ ‫ ﻣ ﻘ ﺪﺍﺭ ﺧ ﻤ ﺴ ﻴ ﻦ ﺁ ﻳ ﺔ‬: ‫ﻣ ﺎ ﺑ ﻴ ﻨ ﻬ ﻤ ﺎ ؟ ﻗ ﺎﻝ‬
٤ ٠ ‫ﺭﻭﺍﻩ ﻣ ﺴ ﻠ ﻢ‬...
“Kami sahur bersama Nabi Muhammad saw,
“Dari Abdullah ibn Umar r.a. bahwa Nabi saw kemudian kami melakukan shalat (subuh)” “Saya
bersabda: waktu shalat isya’ itu hingga separuh berkata: “Berapa lama ukuran antara sahur dan
malam”. H.R. Muslim. subuh?” Nabi bersabda : “seukuran membaca 50
Imam Nawawi berkata di dalam Syarah al- ayat al-Qur’an!”
Muhadzdzab: apa yang dikatakan oleh sebagian
ulama’ cenderung untuk mentarjihkan qaul ini. Imam Para ulama’ berbeda pendapat tentang lama
Nawawi menerangkan di dalam Syarah Muslim membaca 50 ayat tersebut. Dalam kitab Nailul Authar
dalam mentarjihkan qaul ini, beliau berkata: Qaul ini disebutkan seukuran melakukan wudhu’. Dalam
adalah qaul yang ashah. Adapun waktu jawaz untuk kitab al-Mukhtashar al-Muhadzab disebutkan bahwa
shalat isya’ hingga munculnya fajar kedua, menurut waktu imsak itu sekitar 12 menit sebelum waktu ter-
keterangan dari beberapa hadis Rasulullah. Syaikh bitnya fajar. Dalam al-Mukhtashar juga disebutkan
Abu Hamid menerangkan bahwa shalat isya’ mem- ihtiyathi-ihtiyathi untuk shalat-shalat wajib, yaitu 2
punyai waktu karahah (makruh), yaitu antara dua menit untuk ashar dan isya’, 3 menit untuk maghrib, 4
fajar, fajar shadiq dan fajar kadzib.19 menit untuk dzuhur dan 5 menit untuk subuh. Dalam
Imam Syafi’i mengatakan bahwa al-syafaq kitab Khulashah al-Wafiyah (Syekh Zubair Umar al
adalah warna merah di langit. Kemudian terbenamnya Jilani) disebutkan bahwa imsak seukuran 50 ayat
warna merah itu jelas di kebanyakan tempat. Se- yang pertengahan secara murattal adalah sekitar 7
dangkan orang-orang yang bertempat tinggal di suatu atau 8 menit. Sedangkan H. Saadoedin Jambek biasa
tempat yang malamnya pendek dan tidak melihat mempergunakan 10 menit sebelum subuh. Dalam
terbenamnya warna merah, maka hendaknya dia me- praktek ada yang menentukan lebih 10 menit bahkan
laksanakan shalat isya’ apabila diperkirakan telah 20 menit.23
berlalu waktu hilangnya warna merah di langit di Pendapat terakhir ini yang sering digunakan
negeri terdekat.20 Sedangkan waktu pilihan untuk Kementerian Agama atau di berbagai program
shalat isya’, maka waktunya membentang hingga jadwal waktu shalat. Jika kita perhatikan antara
sepertiga malam menurut pendapat yang azhar dan imsak dengan data ihtiyath yang biasa dipergunakan
hingga separuhnya menurut pendapat yang kedua. untuk menentukan waktu-waktu shalat, walaupun
Akan tetapi waktu pelaksanaan shalat isya’ masih di- kedua masalah itu pada hakekatnya sama yaitu untuk
perbolehkan hingga terbit fajar kedua (fajar shadiq) “hati-hati/pengaman”, namun ada sedikit perbedaan.
menurut pendapat yang sahih. Ukuran imsak jelas dasarnya yaitu ukuran membaca
Al-Ashthakhri mengatakan, “Waktu isya’ keluar 50 ayat seperti pada hadis di atas (walaupun berapa
dengan keluarnya waktu pilihan”.21 Waktu imsak menit lamanya tidak ada ketentuan pasti). Imsak
Imsak adalah waktu tertentu sebelum subuh, saat di juga semata-mata hanya alasan syara’ bukan alasan
mana biasanya kaum muslimin mulai berpuasa. Se- teknis hisab. Sedangkan ihtiyath lebih banyak dise-
betulnya, sesuai dengan al-Qur’an Surat al-Baqarah babkan karena keperluan teknis hisab, seperti adanya

19 Imam Taqiyuddin Abi Bakar Bin Muhammad Al-Husaini, Kifayatul., h. 22 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya: Juz 1 – Juz 30
185. (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, 1989), h. 49.
20 Imam Nawawi al-Dimasyqiy, Raudhah al Thalibin, h. 418. 23 Departemen Agama RI, Pedoman Penentuan Waktu Shalat Sepanjang
21 Imam Nawawi al-Dimasyqiy, Raudhah., h. 418. Masa, (Jakarta, 1994), h. 50.
Moh. Afif Amrulloh, Penentuan Awal Waktu Shalat Subuh Menurut ... ~ 125
pembulatan, adanya pemindahan markaz dan lain- naik setinggi tombak sampai waktu istiwak. Pendapat
lain.24 Permulaan waktu subuh ialah munculnya fajar. tersebut diikuti oleh al-Nawawi al-Dimasyqi sebagai-
Akhir waktunya di dalam waktu ikhtiar ialah hingga mana tercantum dalam Syarh al-Muhadzab. Ibnu
remang-remang pagi. Akhir waktunya di dalam waktu Rif’ah Imam al Mawardi berkata; “waktu yang tepat
jawaz ialah hingga munculnya matahari.25 untuk melaksanakan shalat dhuha adalah ketika lewat
¼ waktu siang. Hal ini menurut Imam al-Ghazali di-
‫ﻭﺍ ﻟ ﺼ ﺒ ﺢ ﻭﺃﻭﻝ ﻭﻗ ﺘ ﻬ ﺎ ﻁﻠﻮﻉ ﺍﻟﻔﺠﺮ ﻭﺁﺧﺮﻩ ﻓ ﻰ ﺍ ﻻ ﺧ ﺘﻴﺎﺭ ﺇ ﻟ ﻰ‬ maksudkan agar seorang hamba itu selama ¼ dari
‫ﺍ ﻹﺳﻔﺎﺭ ﻭﻓﻰ ﺍﻟﺠﻮﺍﺯ ﺇ ﻟ ﻰ ﻁﻠﻮﻉ ﺍﻟﺸ ﻤ ﺲ‬ waktu siang itu tidak kosong/sepi untuk beribadah
kepada Allah swt.29
Yang dimaksud dengan permulaan waktu subuh Dalam wacana fiqh, awal waktu dhuha dimulai
ialah munculnya fajar. Fajar di sini dimaksudkan sejak matahari naik “setinggi tombak” (bi qadr al-
adalah fajar shadiq. Fajar shadiq ialah fajar yang te- ramh). Pengertian “setinggi tombak” tersebut diapli-
rangnya menyebar dan melintang di ufuk timur. Fajar kasikan dalam ukuran falakiyah apabila matahari
ini ialah fajar yang kedua. Adapun fajar pertama tidak naik setinggi 4 derajat 30 derajat, yaitu kurang lebih
merupakan permulaan masuknya waktu subuh. Fajar 18 menit setelah terbit matahari.30
itu warnanya abu-abu, bentuknya memanjang ke atas. Dalam tata surya, matahari merupakan pusat dan
Fajar ini juga dikatakan sebagai fajar kadzib, karena penggerak anggota-anggotanya, yaitu planet-planet.
dia bersinar lalu menghitam lagi. Waktu ihtiyar untuk Karena adanya gaya tarik menarik dari matahari
shalat subuh yaitu hingga remang-remang pagi, (gaya gravitasi), planet-planet beredar mengelilingi
karena hadis Jibril. Waktu jawaz berlangsung hingga matahari. Komet-komet juga datang mendekati ma-
munculnya matahari, karena sabda Rasulullah saw : tahari berulang kali. Jadi kehidupan ini sangat dipe-
‫ﻣ ﻦ ﺃﺩﺭﻙ ﻣ ﻦ ﺍﻟ ﺼ ﺒ ﺢ ﺭ ﻛ ﻌ ﺔ ﻗ ﺒ ﻞ ﺃﻥ ﺗ ﻄ ﻠ ﻊ ﺍﻟﺸ ﻤ ﺲ ﻓ ﻘ ﺪ ﺃﺩﺭﻙ‬ ngaruhi oleh matahari. Hal ini sesuai dengan teori
Heliosentris yang diperkenalkan oleh Copernicus,
(‫ﺍﻟ ﺼ ﺒ ﺢ) ﺭﻭﺍﻩ ﻣ ﺴ ﻠ ﻢ‬ yaitu matahari sebagai pusat dari peredaran planet-
planet.31
“Barang siapa menemukan satu rakaat dari
Matahari mempunyai gerakan rotasi, yaitu ge-
shalat subuhnya sebelum terbit matahari, orang ter-
rakan berputar pada porosnya. Arah rotasinya sesuai
sebut berarti telah menemukan shalat subuh” (HR
dengan arah rotasi sebagian besar planet dan satelit,
Muslim).26
yaitu arah negatif atau berlawanan dengan arah jarum
Perlu diketahui bahwa waktu jawaz yang tidak jam atau disebut juga ricktograad (yakni apabila dilihat
makruh berlangsung hingga muncul kemerah-me- dari utara, maka matahari berputar pada porosnya dari
rahan. Maka apabila kemerah-merahan itu telah barat ke timur. Periode rotasi bagian equator matahari
muncul, datanglah waktu yang makruh hingga terbit adalah 34 hari. Semakin matahari itu mendekati kutub,
matahari. Demikian itu apabila tidak ada udzur.27 rotasi itu makin lambat. Rotasi matahari di sekitar
Waktu terbit (Thulu’) merupakan waktu berakhirnya kutub memakan waktu selama 27 hari.
waktu shalat subuh yang ditandai dengan posisi ma- Adanya perbedaan ini karena matahari itu ber-
tahari berada pada ketinggian matahari -1 derajat di bentuk gas. Fenomena rotasi ini dapat dilihat dari ada-
sebelah timur.28 nya gerakan bintik-bintik matahari (sunspot). Bintik
Allah swt berfirman : matahari adalah bagian permukaan matahari yang
suhunya lebih rendah daripada suhu di sekitarnya,
‫ﻳ ﺴ ﺒ ﺤ ﻦ ﺑ ﺎ ﻟ ﻌ ﺸ ﻲ ﻭﺍ ﻹﺷﺮﺍﻕ‬ karena lebih dingin maka kelihatan lebih gelap me-
Abdullah bin Abbas menafsirkan kata al-isyraq nyerupai bintik-bintik. Dari keterangan tersebut, ma-
dengan shalat dhuha. Waktu pelaksanaan shalat tahari sebagai sumber kehidupan memiliki manfaat
dhuha menurut Imam Rafi’i adalah ketika matahari dan fungsi yang besar bagi umat manusia. Salah satu
manfaat dan fungsi matahari adalah sebagai pedoman
atau pijakan dalam penentuan awal dan akhir waktu
24 Departemen Agama RI, Pedoman., h. 50.
25 Imam Taqiyuddin Abi Bakar Bin Muhammad Al-Husaini, Kifayatul., h.
shalat bagi umat Islam.
186.
26 Al-Hafidh bin Hajar al-‘Asqalaniy, Bulughul al-Maram min Adillah al-
Ahkam, (Syirkah Al-Nur Asia, tt), h. 43. 29 Imam Taqiyuddin Abi Bakar Bin Muhammad Al-Husaini, Kifayatul., h.
27 Imam Taqiyuddin Abi Bakar Bin Muhammad Al-Husaini, Kifayatul., h. 195.
186. 30 Murtadho, Ilmu., h. 187.
28 Murtadho, Ilmu Falak Praktis (Malang: UIN Press, 2008), h. 187. 31 Maskufa, Ilmu Falak, (Jakarta : Gaung Persada Press, 2009), h. 42.
126 ~ Jurisdictie, Jurnal Hukum dan Syariah, Volume 2, Nomor 2, Desember 2011, hlm 120-134
Waktu shalat berkaitan dengan peristiwa per- bagai bentuk respon terhadap permasalahan ini sesuai
edaran semu matahari relatif terhadap bumi. Dika- teks aslinya. Berikut paparan beliau:
takan gerak semu, karena matahari sebenarnya tidak Waktu subuh ditinjau dari dalil Syar’I dan
bergerak, melainkan bumilah yang berputar pada Astronomi.33 Penentuan waktu subuh diperlukan
sumbunya dari barat ke timur sehingga terlihat mata- untuk awal shaum (puasa) dan shalat. Tentang waktu
hari bergerak dari timur ke barat. Imam Nawawi al- awal shaum disebutkan dalam al-Qur’an:
Jawi memberikan catatan bahwa waktu-waktu shalat
itu pada setiap daerah itu berbeda-beda menurut posisi               
dan ketinggian matahari di daerah-daerah tersebut.             
  
Ada kalanya posisi matahari di suatu daerah sedang      
     
tergelincir, padahal di daerah lain justru matahari se-
”…Makan dan minumlah hingga terang bagimu
dang terbit (thulu’).
benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” (QS al
Hal ini mengindikasikan bahwa bagaimanapun
Baqarah 187).
juga posisi dan ketinggian matahari sangat mem-
pengaruhi penentuan awal dan akhir waktu shalat. Sedangkan tentang awal waktu subuh disebutkan
Adapun posisi dan ketinggian matahari untuk setiap di dalam hadis dari Abdullah bin Umar.
waktu shalat subuh secara terperinci adalah sebagai be-
rikut: waktu subuh awal subuh ditandai dengan mulai ‫ﺻ ﻼﺓ ﺍﻟ ﺼ ﺒ ﺢ ﻣ ﻦ ﻁﻠﻮﻉ ﺍﻟﻔﺠﺮ ﻣ ﺎ ﻟ ﻢ ﺗ ﻄ ﻠ ﻊ‬ ‫"ﻭﻭ ﻗ ﺖ‬...
surutnya cahaya bintang-bintang di langit disebabkan (‫ﺍﻟﺸ ﻤ ﺲ ) ﺭﻭﺍﻩ ﻣ ﺴ ﻠ ﻢ‬
oleh pengaruh sinar matahari yang datang di langit
sebelah timur yang menandakan adanya perubahan “… dan waktu shalat subuh sejak terbit fajar se-
dari gelap ke terang. Pada saat itu jarak zenit matahari lama sebelum terbit matahari” (HR. Muslim).
adalah 90º + 20º atau tinggi matahari pada saat itu = Fajar yang bagaimana yang dimaksudkan ter-
-20º. Untuk menentukan awal waktu subuh dapat dicari sebut? Hadis dari Jabir merincinya,
dengan rumus cos t = - tan γ tan δ + sin -20º : cos γ : cos
δ, selanjutnya dilakukan koreksi waktu dan ihtiyath.32 ‫ ﻓ ﺠ ﺮ ﻳ ﺤﺮﻡ ﻓ ﻴ ﻪ ﺍﻟ ﻄﻌﺎﻡ ﻭ ﺗ ﺤ ﻞ ﻓ ﻴ ﻪ ﺍﻟ ﺼ ﻼﺓ‬: ‫ﺍﻟﻔﺠﺮ ﻓ ﺠ ﺮﺍﻥ‬
Berdasarkan surat Departemen Agama RI Di-
rektorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, no .‫ﻭﻓﺠﺮ ﻳ ﺤ ﻞ ﻓ ﻴ ﻪ ﺍﻟ ﻄﻌﺎﻡ ﻭ ﺗﺤﺮﻡ ﻓ ﻴ ﻪ ﺍﻟ ﺼ ﻼﺓ‬
Dj.11.2/5/HK.03.2/1832/2009 tentang Pengkajian “Fajar ada dua macam, pertama yang melarang
Ulang Penetapan Waktu Shalat Subuh bahwasanya makan, tetapi membolehkan shalat, yaitu yang terbit
Departemen Agama melalui Badan Hisab Rukyat se- melintang di ufuk. Lainnya, fajar yang melarang
bagai wadah kajian terhadap hal-hal yang berkaitan shalat (subuh), tetapi membolehkan makan, yaitu
dengan waktu shalat, arah kiblat, awal bulan qama- fajar seperti ekor serigala” (HR Hakim).
riyah, gerhana matahari dan bulan serta hal-hal yang
Dalam fikih dikenalnya sebagai fajar shadiq
berhubungan dengan falak/astronomi telah melakukan
(benar) dan fajar kidzib (palsu). Lalu fajar shadiq se-
pembahasan dan kajian yaitu pertemuan dan Sidang
perti apakah yang dimaksud Rasulullah saw.
Anggota Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama
tahun 2009 M, tanggal 3-4 Agustus 2009 M/ 12-13 ‫ﷲ‬ ‫ﺻﻠ ﻰ‬ ‫ﷲ‬ ‫ ﺃﻥ ﺭ ﺳ ﻮﻝ‬: ‫ﻟ ﺤ ﺪ ﻳ ﺚ ﺃﺑﻰ ﻣ ﺴ ﻌﻮﺩ ﺍ ﻷ ﻧ ﺼﺎﺭﻯ‬
Sya’ban 1430 H, yang diselenggarakan oleh Ditjen
Bimas Islam Kementerian Agama. ‫ﺻ ﻠ ﻰ ﻣﺮﺓ‬ ‫ﺻ ﻼﺓ ﺍﻟ ﺼ ﺒ ﺢ ﻣﺮﺓ ﺑ ﻐ ﻠ ﺲ ﺛ ﻢ‬ ‫ﺻﻠ ﻰ‬ ‫ﻋ ﻠ ﻴ ﻪ ﻭﺳ ﻠ ﻢ‬
Pembahasan dan pengkajian yang berkaitan
‫ﺻ ﻼ ﺗ ﻪ ﺑ ﻌ ﺪ ﺫﻟﻚ ﺍﻟ ﺘ ﻐ ﻠ ﻴ ﺲ ﺣ ﺘ ﻰ‬ ‫ﺃﺧﺮﻯ ﺑﺄﺳﻔﺎﺭ ﺑ ﻬ ﺎ ﺛ ﻢ ﻛ ﺎ ﻧ ﺖ‬
dengan fajar kidzib dan fajar shadiq dihadiri
oleh Departemen Agama, Mahkaman Agung RI, ‫ﻣﺎﺕ ﻭ ﻟ ﻢ ﻳ ﻌ ﺪ ﺃﻥ ﻳ ﺴ ﻔ ﺮ )ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺑ ﻮ ﺩﺍﺩﻭ ﻭﺍ ﻟ ﺒ ﻴ ﻬ ﻘ ﻰ ﻭﺳ ﻨﺪﻩ‬
Pengadilan Agama, Pakar Astronomi ITB, UIN/
(‫ﺻ ﺤ ﻴ ﺢ‬
IAIN, LAPAN, Planetarium, Ormas Islam dan ulama’
ulama’ ahli falak perorangan. Agar tidak merubah Dalam hadis dari Abu Mas’ud al-Anshari dise-
substansi dari pandangan Badan Hisab Rukyat Depag butkan, “Rasulullah saw shalat subuh saat kelam pada
yang diwakili oleh Djamaluddin, maka peneliti me- akhir malam, kemudian pada kesempatan lain ketika
maparkan makalah yang ditujukan kepada Qiblati se-
33 Majalah Qiblati edisi 2 tahun V, 28-30; Syekh Mamduh Farhan al Buhairi
dkk, Koreksi Awal Waktu Subuh, (Malang, Pustaka Qiblati: 2010), h. 41-44
32 Maskufa, Ilmu., h. 101-102. dan 287-288.
Moh. Afif Amrulloh, Penentuan Awal Waktu Shalat Subuh Menurut ... ~ 127
hari mulai terang. Setelah itu shalat tetap dilakukan ufuk. Secara astronomi, fajar (morning twilight) di-
pada waktu gelap sampai beliau wafat, tidak pernah bagi menjadi tiga: fajar astronomi, fajar nautika, dan
lagi pada waktu mulai terang.” (HR Abu Dawud dan fajar sipil. Fajar astronomi didefinisikan sebagai akhir
Baihaqi dengan sanad yang sahih). malam, ketika cahaya bintang mulai meredup karena
mulai munculnya hamburan cahaya matahari. Biasa-
‫ ﻛ ﻦ ﻧ ﺴ ﺎ ء ﺍﻟ ﻤ ﺆ ﻣ ﻨﺎﺕ ﻳ ﺸ ﻬ ﺪﻥ ﻣ ﻊ ﺍﻟ ﻨ ﺒ ﻲ‬: ‫ﻭﻋﻦ ﻋ ﺎ ﺋ ﺸ ﺔ ﻗ ﺎ ﻟ ﺖ‬ nya didefinisikan berdasharkan kurva cahaya, fajar
‫ﺻ ﻼﺓ ﺍﻟﻔﺠﺮ ﻣ ﺘ ﻠ ﻔ ﻌﺎﺕ ﺑ ﻤ ﺮﻭﻁ ﻬ ﻦ‬ ‫ﺻﻠ ﻰ‬ ‫ﷲ ﻋ ﻠ ﻴ ﻪ ﻭﺳ ﻠ ﻢ‬ ‫ﺻﻠ ﻰ‬ astronomi ketika matahari berada sekitar 18º di bawah
ufuk. Fajar nautika adalah fajar yang menampakkan
‫ﻳ ﻨ ﻘ ﻠ ﺒ ﻦ ﺇ ﻟ ﻰ ﺑ ﻴ ﻮ ﺗ ﻬ ﻦ ﺣ ﻴ ﻦ ﻳ ﻘ ﻀ ﻴ ﻦ ﺍﻟ ﺼ ﻼﺓ ﻻ ﻳ ﻌ ﺮ ﻓ ﻬ ﻦ ﺃﺣﺪ ﻣ ﻦ‬ ufuk bagi para pelaut, pada saat matahari berada di
(‫ﺍﻟﻐﻠﺲ ) ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺠ ﻤ ﺎ ﻋ ﺔ‬ sekitar 12º di bawah ufuk. Fajar sipil adalah fajar
yang mulai menampakkan benda benda di sekitar
Lebih lanjut hadis dari Aisyah,”Perempuan- kita, pada saat matahari berada sekitar 6º.
perempuan mukmin ikut melakukan shalat fajar Fajar apakah sebagai pembatas awal shaum dan
(subuh) bersama Nabi saw dengan menyelubungi shalat subuh? Dari hadis Aisyah disebutkan bahwa
badan mereka dengan kain. Setelah shalat mereka saat para perempuan mukmin pulang dari shalat subuh
kembali ke rumah tanpa dikenal siapapun karena berjamaah bersama Nabi saw, mereka tidak dikenali
masih gelap.” (HR Jama’ah). karena masih gelap. Jadi, fajar shadiq bukanlah fajar
Karena saat ini waktu-waktu shalat lebih banyak sipil karena saat fajar sipil sudah cukup terang dan
ditentukan berdasarkan jam, perlu diketahui kriteria juga bukan fajar nautika karena seusai shalatpun
astronomisnya yang menjelaskan fenomena fajar masih gelap. Kalau demikian, fajar shadiq adalah
dalam dalil syar’i tersebut. Perlu penjelasan fenomena fajar astronomi, saat akhir malam. Apakah posisi
sesungguhnya fajar kidzib dan fajar shadiq. matahari 18º mutlak untuk fajar astronomi? Definisi
Kemudian perlu batasan kuantitatif yang dapat posisi matahari ditentukan berdasarkan kurva cahaya
digunakan dalam formulasi perhitungan untuk di- langit yang tentunya berdasharkan kondisi rata-rata
terjemahkan dalam rumus atau algoritma program atmosfer.
komputer. Fajar kidzib memang bukan fajar dalam Dalam kondisi tertentu sangat mungkin fajar
pemahaman umum, yang secara astronomi disebut sudah muncul sebelum posisi matahari 18 di bawah
cahaya zodiak. Cahaya zodiak disebabkan oleh ham- ufuk, misalnya saat tebal atmosfer bertambah ketika
buran cahaya matahari oleh debu-debu antar planet aktifitas matahari meningkat atau saat kondisi kom-
yang tersebar di bidang ekliptika yang tampak di posisi udara tertentu antara lain kandungan debu yang
langit melintasi rangkaian zodiak (rangkaian rasi tinggi sehingga cahaya matahari mampu dihambur-
bintang yang tampaknya dilalui matahari). kan oleh lapisan atmosfer yang lebih tinggi. Akibat-
Oleh karenanya fajar kidzib tampak menjulur nya, walau posisi matahari masih kurang dari 18º di
ke atas seperti ekor serigala, yang arahnya sesuai bawah ufuk, cahaya fajar sudah tampak. Para ulama’
dengan arah ekliptika. Fajar kidzib muncul sebelum ahli hisab dahulu sudah merumuskan definisi fajar
fajar shadiq ketika malam masih gelap. Fajar shadiq shadiq dengan kriteria beragam, berdasharkan peng-
adalah hamburan cahaya matahari oleh partikel-par- amatan dahulu, berkisar 17º-20º. Karena penentuan
tikel di udara yang melingkupi bumi. Dalam bahasa kriteria fajar tersebut merupakan produk ijtihadiyyah,
al-Qur’an fenomena itu diibaratkan dengan ungkapan perbedaan seperti itu dianggap wajar saja. Di Indo-
“terang bagimu benang putih dari benang hitam”, nesia, ijtihad yang digunakan adalah posisi matahari
yaitu peralihan dari gelap malam (hitam) menuju 20 di bawah ufuk, dengan landasan dalil syar’i dan
munculnya cahaya (putih). astronomis yang dianggap kuat.
Dalam bahasa fisika hitam bermakna tidak ada Kriteria tersebut yang kini digunakan Kemen-
cahaya yang dipancarkan, dan putih bermakna ada terian Agama RI untuk jadwal shalat yang beredar
cahaya yang dipancarkan. Karena sumber cahaya di masyarakat. Kalau saat ini ada yang berpendapat
itu dari matahari dan penghamburnya adalah udara, bahwa waktu subuh yang tercantum di dalam jadwal
maka cahaya fajar melintang di sepanjang ufuk shalat dianggap terlalu cepat. Hal ini disebabkan oleh
(horison, kaki langit). Hal itu pertanda akhir malam, dua hal: pertama, ada yang berpendapat fajar shadiq
menjelang matahari terbit. Semakin matahari mende- ditentukan dengan kriteria fajar astronomis pada
kati ufuk, semakin terang fajar shadiq. Jadi batasan posisi matahari 18º di bawah ufuk, karena beberapa
yang bisa digunakan adalah jarak matahari di bawah program jadwal shalat di internet menggunakan
128 ~ Jurisdictie, Jurnal Hukum dan Syariah, Volume 2, Nomor 2, Desember 2011, hlm 120-134
kriteria tersebut, dengan perbedaan sekitar 8 menit. Al-Hakim dan al-Baihaqi meriwayatkan hadits
Kedua, ada yang berpendapat fajar shadiq bukanlah dari Ibn Abbas bahwa Nabi saw bersabda, yang
fajar astronomis, karena seharusnya fajarnya lebih artinya :
terang, dengan perbedaan sekitar 24 menit. Pendapat
“Fajar itu ada dua; fajar yang di dalamnya
seperti itu wajar saja dalam interpretasi ijtihadiyyah.
haram makanan serta dihalalkan shalat, kedua fajar
Untuk mengetahui dan memahami pemikiran
yang di dalamnya halal makanan dan haram shalat-
aliran salafi tentang penentuan awal waktu, ada be-
subuh.”
berapa buku, majalah, dan artikel dari website yang
dapat dijadikan rujukan34. Makna fajar menurut Dalam sebuah riwayat disebutkan,
bahasa menurut Ibn Mandzur adalah cahaya subuh,
yaitu semburat merah di gelapnya malam karena sinar ‫ﺍﻟﻔﺠﺮ ﻓ ﺠ ﺮﺍﻥ ﻓ ﺠ ﺮ ﻳ ﻘ ﺎﻝ ﻟ ﻪ ﺫ ﻧ ﺐ ﺍ ﻟ ﺴ ﺮ ﺣ ﺎﻥ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻜﺎﺫﺏ ﻳ ﺬ ﻫ ﺐ‬
matahari. Ada dua fajar, yang pertama adalah me- ‫ﻁﻮ ﻻ ﻭ ﻻ ﻳ ﺬ ﻫ ﺐ ﻋ ﺮ ﺿ ﺎ ﻭﺍﻟﻔﺠ ﺮﺍ ﻵ ﺧ ﺮ ﻳ ﺬ ﻫ ﺐ ﻋ ﺮ ﺿ ﺎ ﻭ ﻻ ﻳ ﺬ ﻫ ﺐ‬
ninggi (mustathil) seperti ekor serigala hitam (sirhan),
dan yang kedua adalah yang melebar (memanjang, .‫ﻁﻮ ﻻ‬
mustathir) disebut fajar shadiq, yaitu menyebar di
“Fajar ada dua, fajar yang disebut seperti ekor
ufuk, yang mengharamkan makan dan minum bagi
serigala adalah fajar kadzib yang memanjang ver-
orang yang berpuasa.
tikal dan tidak menyebar secara horizontal, yang ke-
Subuh tidak masuk kecuali pada fajar shadiq
dua fajar yang melebar (horizontal) dan bukan ver-
ini. Dalam kitab Mukhtarus Sihah disebutkan, al-
tikal.”
fajr di akhir malam seperti syafaq (semburat mega
merah) di awal malam.”35 Dalam al-Qamus al-Muhith Ibn Abbas mengatakan:
disebutkan, fajar adalah cahaya subuh, yaitu sem-
‫ ﻓ ﺄ ﻣ ﺎ ﺍﻟ ﺬﻱ ﻳ ﺴ ﻄ ﻊ ﻓ ﻰ ﺍﻟﺴ ﻤ ﺎ ء ﻓ ﻠ ﻴ ﺲ ﻳ ﺤ ﻞ ﻭ ﻻ ﻳﺤﺮﻡ‬، ‫ﻫ ﻤ ﺎ ﻓ ﺠ ﺮﺍﻥ‬
buran sinar matahari yang merah”36
Fajar dalam al-Qur`an dan Sunnah Allah ber- ‫ﺷ ﻴ ﺌ ﺎ ﻭﻟ ﻜ ﻦ ﺍ ﻟ ﻔ ﺠ ﺮ ﺍﻟ ﺬﻱ ﻳ ﺴ ﺘ ﺒ ﻴ ﻦ ﻋ ﻠ ﻰ ﺭﺅﻭﺱ ﺍﻟ ﺠ ﺒ ﺎﻝ ﻫ ﻮ ﺍﻟ ﺬﻱ‬
firman :
.‫ﻳﺤﺮﻡ ﺍﻟﺸﺮﺍﺏ‬
          
“Fajar ada dua, fajar yang mencuat ke langit
               
  tidak menghalalkan dan tidak pula mengharamkan
     apapun, akan tetapi fajar yang jelas terlihat di pun-
 cak-puncak gunung, itulah yang mengharamkan
   
minum.”

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu Ibn Qudama mengatakan, ringkasnya bahwa
benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. Kemudian waktu subuh masuk dengan terbitnya fajar kedua,
sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” berdasarkan ijma’ ulama’. Hadits-hadits tentang pe-
(QS. Al-Baqarah: 187) nentuan waktu shalat menunjukkan hal ini, yaitu sinar
putih yang melebar di ufuk. Disebut fajar shadiq,
Dari Salim bin Abdillah dari ayahnya, bahwa
karena ia benar memberitakan tentang subuh dan
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Bilal mengu-
menjelaskannya kepada anda. Subuh itu adalah waktu
mandangkan adzan di waktu malam, makan dan mi-
yang menggabungkan sinar putih (terang) dengan
numlah hingga Ibn Ummi Maktum adzan.” Kemudian
semburat merah. Dari sini orang yang berkulit putih
berkata, “Ia adalah laki-laki buta, ia tidak adzan
bercampur merah disebut ashbah. Sedangkan fajar
hingga dikatakan kepadanya: Sudah subuh, sudah
pertama yaitu sinar terang yang memanjang ke atas
subuh.” (HR. al-Bukhari: 610).
dan tidak melebar (vertical), maka tidak ada sangkut
pautnya dengan hukum syar’i, disebut fajar kadzib.
Ibn Hazm mengatakan, fajar pertama adalah me-
ninggi ke atas seperti ekor serigala, setelah itu gelap
34 Antara lain: Syekh Mamduh Farhan al-Buhairi dkk, Koreksi Awal Waktu
Subuh, Malang, Pustaka Qiblati, 2010. Al-Daruri, Abu Abdurrahman Jalal, lagi menyelimuti ufuk, tidak mengharamkan makan
”Aushaful Fajran fil Kitab was Sunnah; wa fihi Tanbihun ’ala Adzanil Fajr dan minum bagi orang yang puasa, belum masuk
al-Yaum”, diterjemahkan oleh Abu Hudzaifah dengan judul Salah Kaprah
Waktu Subuh. Solo : Qiblatuna. 2010. Majalah Qiblati edisi 8-11 tahun IV waktu shalat subuh. Ini tidak diperselisihkan oleh
“Salah KaprahWaktu Shalat Subuh” bagian 1-4, edisi 2 tahun V “Dialog seorangpun dari umat ini. Yang kedua, adalah sinar
Qiblati dan Depag”, Website www.qiblati.com, www.zamzamilmu.com,
www.pakarfisika.com, dan situs-situs yang terkait dengan aliran salafi.
35 Qiblati edisi 8 Tahun IV, 34; al Buhairi, Koreks., h. 34.
36 Qiblati edisi 8 Tahun IV, 34; al Buhairi, Koreks., h. 34.
Moh. Afif Amrulloh, Penentuan Awal Waktu Shalat Subuh Menurut ... ~ 129
terang yang melebar di langit di ufuk timur di tempat Jadi benang putih adalah putihnya siang bukan
terbitnya matahari pada setiap masa. Ia berpindah sekedar cahaya siang. Sifat dari putihnya cahaya
dengan perpindahannya (matahari), ia merupakan per- siang tersebut adalah menyebar memenuhi langit,
mulaan cahaya subuh, dan semakin terang, barangkali putihnya dan cahayanya memenuhi jalan-jalan.
dicampuri dengan semburat merah yang indah. Inilah Syaikh Muhammad al-Amin mengatakan, maksudnya
yang menjelaskan masuknya waktu puasa, dan adzan engkau merasakan pengaruh cahaya itu mulai ada di
shalat subuh. Adapun masuknya waktu shalat terjadi jalan-jalan, bukan maksudnya hari menjadi siang.
dengan semakin terangnya, maka ini tidak diperselisih- Adapun cahaya putih yang menjulang atau meninggi
kan oleh seorangpun. di langit, maka bukan yang dimaksudkan oleh Allah
Dari dalil-dalil tersebut, aliran salafi menyim- dalam firman-Nya tadi (fajar kadzib). (2) merah mem-
pulkan bahwa fajar shadiq dapat diketahui dari sinar bentang (putih kekuningan atau kemerah-merahan
terang yang menyebar di langit. Sifat fajar shadiq dan membentang)38. Rasulullah saw bersabda:
fajar kadzib Ibn Jarir al-Thabari menjelaskan sifat atau
karakter sinar terang dari fajar shadiq. Kesimpulan ‫ﻟ ﻴ ﺲ ﺍﻟﻔﺠﺮ ﺍﻟ ﻤ ﺴ ﺘ ﻄ ﻴ ﻞ ﻓ ﻰ ﺍ ﻷ ﻓ ﻖ ﻭﻟ ﻜ ﻨ ﻪ ﺍﻟ ﻤ ﻌ ﺘﺮﺽ ﺍ ﻷ ﺣ ﻤ ﺮ‬
dari dalil tersebut memiliki arti : “Bukanlah fajar itu yang meninggi di ufuk,
“Sifat sinar subuh yang terang itu, ia menyebar akan tetapi yang membentang berwarna merah (fajar
dan meluas di langit, sinarnya (terangnya) dan putih kemerah-merahan).” (HR. Ahmad, dari Qais
cahayanya memenuhi dunia hingga memperlihatkan ibn Thalq dari ayahnya. Hadis Hasan).
jalan-jalan menjadi jelas.” Menurut salafi, warna biru pada awal fajar shadiq
Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan, para ulama’ disebutkan oleh penyair kondang zaman Abbasi (205-
menyebutkan bahwa antara fajar kadzib dan fajar 284 H./821-898 M.) dalam bait syairnya:
shadiq ada tiga perbedaan: (1) fajar kadzib mumtad
(memanjang) tidak mu’taridh (menghadang); Mumtad ‫ﻭﺃﺭﺯﻕ ﺍﻟﻔﺠﺮ ﻳ ﺄ ﺗ ﻰ ﻗ ﺒ ﻞ ﺃ ﺑ ﻴ ﻀ ﻪ ﻭﺃﻭﻝ ﺍﻟ ﻐ ﻴ ﺚ ﻗ ﻄ ﺮ ﺛ ﻢ ﻳ ﻨ ﻜ ﺴ ﺐ‬
maksudnya memanjang dari timur ke barat. Sedang- Birunya fajar datang sebelum putihnya,
kan fajar shadiq melebar dari utara ke selatan. (2) pertamanya hujan adalah tetesan kemudian di-
Fajar kadzib masih gelap, artinya cahaya fajar ini se- curahkan”.
bentar kemudian gelap lagi. Sedangkan fajar shadiq
Penyair itu melihat sebelum terbitnya cahaya
tidak dalam keadaan gelap, bahkan semakin lama
putih, ada cahaya biru di langit di timur di musim
semakin terang cahayanya (karena merupakan awal
hujan. Hal itu terjadi di gurun pasir di negeri Syinqth.
siang). (3) Fajar shadiq bersambung dengan ufuk,
Cahaya biru itu membentang ke kanan dan kiri, tidak
tidak ada kegelapan antara fajar ini dengan ufuk. Se-
ada gelap setelahnya. Hal ini sebagaimana dijelaskan
dangkan fajar pertama, terputus dari ufuk, ada kege-
oleh Syaikh al-Darudi. Cahaya biru dari awal fajar
lapan antara fajar kadzib dan ufuk. Fajar pertama ini
shadiq ini juga dijelaskan oleh Syaikh Abdul Malik
(kadzib) tidak berkaitan dengan hukum syariat apa-
al-Kulaib bahwa dalam pengamatannya terhadap
pun, tidak menjadi awal menahan diri dari makan
fajar di al-Hawiyyah, dia melihat pertama kali sesuatu
minum ketika puasa, tidak pula awal masuknya waktu
yang menyerupai warna biru kemudian merah. Hal
subuh. Hukum-hukum yang disebutkan ini berkaitan
itu terjadi di musim hujan. Warna biru itu memanjang
dengan fajar kedua, yakni fajar shadiq.”
membentang ke utara dan selatan. Dia menjadikan
Warna fajar shadiq menurut al-Qur’an, Sunnah,
sudut derajat matahari untuk awal fajar dari situ. Pada
pemahaman salaf halih dan data empiris: (1) putih
kesimpulannya tidak ada pertentangan antara putih
membentang37 Nabi saw menafsiri Q.S. al-Baqarah
dan merah dalam sifat awal fajar shadiq.
ayat 187 dengan bersabda:
Awal fajar shadiq yang tampak terang terkadang
.‫ﺇﻧﻤ ﺎ ﻫ ﻮ ﺳ ﻮﺍﺩ ﺍ ﻟ ﻠ ﻴ ﻞ ﻭ ﺑ ﻴﺎﺽ ﺍﻟ ﻨﻬﺎﺭ‬ berwarna putih, merah, putih kemerahan, atau bahkan
ada warna birunya. Hal ini dapat dibenarkan oleh
“Sesungguhnya ia adalah gelapnya malam dan
pengamatan dan foto-foto fajar. Yang bertanggung
putihnya (cahaya) siang” (HR. Bukhari dan Muslim
jawab menentukan waktu fajar menurut Salafi adalah
dari Adiy ibn Hatim).
ulama’. Sedangkan penentuan jadwal itu peran
ahli falak. Ulama’ syariat yang menentukan waktu

37 Qiblati edisi 8 Tahun IV, 34; al Buhairi, Koreks., h. 173-175. 38 Qiblati edisi 8 Tahun IV, 34; al Buhairi, Koreks., h. 175-189.
130 ~ Jurisdictie, Jurnal Hukum dan Syariah, Volume 2, Nomor 2, Desember 2011, hlm 120-134
fajar, kemudian atas ketetapan ini bertolaklah peran karena sudut pandang yang digunakan pertama kali
ahli falak. Mereka yang menentukan sudut elevasi dalam masalah ini adalah penentuan awal waktu
matahari, waktu syuruq, melakukan perhitungan shalat menurut al-Qur’an, Sunnah, dan salaf shalih.
detil.39 Untuk memudahkan dan memfokuskan analisis
Namun, semenjak masa pembentukan penang- terhadap permasalahan ini, peneliti menemukan poin-
galanIslam, ahlifalaklebih mengutamakanuntukdirinya poin permasalahan sebagai berikut: (1) pengertian fajar
dalam penetapan waktu-waktu shalat. Mereka tidak dan pembagiannya menurut syar’i dan astronomi me-
memberikan kesempatan kepada ulama’ syariat untuk nurut BHR Depag, fajar (morning twilight) menurut
melakukan tugas apapun berkenaan dengan penentuan syara’ itu ada dua, yaitu fajar shadiq dan fajar kadzib.
waktu shalat ini. Padahal sebenarnya ulama’lah yang Fajar shadiq adalah hamburan cahaya matahari oleh
lebih berhak dari pada mereka untuk menentukan waktu partikel-partikel di udara yang melingkupi bumi.
shalat ini, karena shalat itu berhubungan dengan agama. Dalam bahasa al-Qur’an fenomena itu diibaratkan
Dan umat Islam diperintahkan untuk mengambil dengan ungkapan “terang bagimu benang putih dari
agama mereka dari para ulama’, bukan dari ahli falak. benang hitam”, yaitu peralihan dari gelap malam
Ulama’ syariat telah melalaikan tugas ini karena dua (hitam) menuju munculnya cahaya (putih). Dalam
alasan.40 Pertama; rasa penerimaan terhadap detil bahasa fisika hitam bermakna tidak ada cahaya yang
penanggalan, di mana mereka melihat dalam waktu- dipancarkan, dan putih bermakna ada cahaya yang di-
waktu shalat yang indrawi (seperti dzuhur dan ashar) pancarkan. Karena sumber cahaya itu dari matahari
sudah benar, sehingga mereka mengira bahwa untuk dan penghamburnya adalah udara, maka cahaya fajar
shalat-shalat yang lain penanggalan tersebut juga melintang di sepanjang ufuk (horison, kaki langit).
benar. Mereka percaya terhadap ilmu para ahli falak. Itu pertanda akhir malam, menjelang matahari terbit.
Padahal sebenarnya ahli falak di dunia Islam telah Semakin matahari mendekati ufuk, semakin terang
gagal total dalam menentukan bukan hanya waktu fajar shadiq.
fajar tetapi juga maghrib dan isya’. Kedua, kesibukan Jadi batasan yang bisa digunakan adalah jarak
ulama’ dalam bidang ilmu dan dakwah, pengajaran matahari di bawah ufuk. Fajar kidzib memang bukan
dan ceramah, mereka meninggalkan sisi penentuan fajar dalam pemahaman umum, yang secara astronomi
waktu shalat dan memberikannya kepada ahli falak. disebut cahaya zodiak. Cahaya zodiak disebabkan
Karena itulah, aliran Salafi hendak mengembalikan oleh hamburan cahaya matahari oleh debu-debu antar
kehormatan ilmu dan ulama’. planet yang tersebar di bidang ekliptika yang tampak
di langit melintasi rangkaian zodiak (rangkaian rasi
Pembahasan bintang yang tampaknya dilalui matahari). Oleh ka-
Akar permasalahan dari penentuan awal waktu renanya fajar kidzib tampak menjulur ke atas seperti
shalat subuh adalah berangkat dari sudut pandang ekor serigala, yang arahnya sesuai dengan arah eklip-
yang berbeda, yaitu versi astronomi (sains) dan versi tika. Fajar kidzib muncul sebelum fajar shadiq ketika
syar’i. BHR Depag menggunakan landasan astronomi malam masih gelap.
dalam penentuan awal waktu subuh. Sedangkan Salafi Sedangkan menurut pembagian astronomis, fajar
menggunakan landasan syar’i. Dilihat dari komposisi dibagi tiga, yaitu fajar astronomi, fajar nautika, dan
susunan pengurus BHR Depag, tidak sedikit latar be- fajar sipil. Fajar astronomi didefinisikan sebagai akhir
lakang ahli/pakar falak yang mendalami ilmu syar’i. malam, ketika cahaya bintang mulai meredup karena
Karena mayoritas ahli falak yang berkecimpung di mulai munculnya hamburan cahaya matahari. Bias-
BHR Depag itu berasal dari latar belakang astronomi, anya didefinisikan berdasharkan kurva cahaya, fajar
maka bisa dikatakan BHR Depag mewakili astronomi astronomi ketika matahari berada sekitar 18º di bawah
dalam penentuan awal waktu shalat ini. Selain itu, ufuk. Fajar nautika adalah fajar yang menampakkan
dalil-dalil yang digunakan dalam penentuan awal ufuk bagi para pelaut, pada saat matahari berada di
waktu shalat ini tidak hanya berdasarkan dalil-dalil sekitar 12º di bawah ufuk. Fajar sipil adalah fajar yang
astronomi saja, tetapi ada dalil-dalil syar’inya (al- mulai menampakkan benda benda disekitar kita, pada
Qur’an, Sunnah, ahli falak, dan pakar astronomi). saat matahari berada sekitar 6º. Sedangkan menurut
Sedangkan kalangan Salafi menganggap diri Salafi, fajar itu ada dua, baik secara syar’i maupun
mereka sebagai kalangan syar’i dalam masalah ini, astronomi, yaitu fajar shadiq dan fajar kadzib.
Mengenai pembagian fajar secara syar’i, kedua-
39 Qiblati edisi 8 Tahun IV, 34; al Buhairi, Koreks., h. 67. nya bersepakat dan tidak mempermasalahkan. Namun,
40 Qiblati edisi 8 Tahun IV, 34; al Buhairi, Koreks., h. 68.
Moh. Afif Amrulloh, Penentuan Awal Waktu Shalat Subuh Menurut ... ~ 131
pembagian fajar secara astronomi, Salafi berpendapat Maka al-ghalas artinya kegelapan di waktu
bahwa hal itu merupakan perkara bid’ah. Bahkan subuh. Mereka kemudian membedakan pengertian
fajar astronomi yang menurut BHR Depag dianggap ghalas dengan ‘atamah, yaitu kegelapan di waktu
sebagai fajar shadiq, Salafi menganggapnya sebagai malam. Posisi matahari awal waktu subuh (kemun-
fajar kadzib. Lebih lanjut, Salafi mendefinisikan fajar culan fajar shadiq) menurut BHR Depag, posisi ma-
shadiq sebagai semburat merah di gelapnya malam tahari pada awal waktu shalat subuh di mana fajar
karena sinar matahari, menyebar di ufuk secara hori- shadiq itu muncul adalah -20º di bawah ufuk atau
zontal yang mengharamkan makan dan minum bagi 110º dari jarak zenith matahari. Hal ini didasarkan
orang yang berpuasa. Sedangkan fajar kadzib adalah pada pendapat H. Saadoeddin Jambek dan Drs. Abd.
yang menyebar di ufuk secara vertikal. Rachim. Beliau berijtihad dengan menambahkan 2º
Interpretasi Dalil Al-Qur’an dan Sunnah Hadis karena kemampuan mata pada pagi hari berbeda ke-
Abu Mas’ud al Anshari dan Aisyah. pekaannya.
Sedangkan Salafi berpendapat bahwa posisi
‫ﷲ‬ ‫ﺻﻠ ﻰ‬ ‫ﷲ‬ ‫ ﺃﻥ ﺭ ﺳ ﻮﻝ‬: ‫ﻟ ﺤ ﺪ ﻳ ﺚ ﺃﺑﻰ ﻣ ﺴ ﻌﻮﺩ ﺍ ﻷ ﻧ ﺼﺎﺭﻯ‬ matahari saat munculnya fajar shadiq adalah -15º di
‫ﺻ ﻠ ﻰ ﻣﺮﺓ‬ ‫ﺻ ﻼﺓ ﺍﻟ ﺼ ﺒ ﺢ ﻣﺮﺓ ﺑ ﻐ ﻠ ﺲ ﺛ ﻢ‬ ‫ﺻﻠ ﻰ‬ ‫ﻋ ﻠ ﻴ ﻪ ﻭﺳ ﻠ ﻢ‬ bawah ufuk. Hal ini didasarkan pada penanggalan
ISNA (Islamic Society of North America). Mereka
‫ﺻ ﻼ ﺗ ﻪ ﺑ ﻌ ﺪ ﺫﻟﻚ ﺍﻟ ﺘ ﻐ ﻠ ﻴ ﺲ ﺣ ﺘ ﻰ‬ ‫ﺃﺧﺮﻯ ﺑﺄﺳﻔﺎﺭ ﺑ ﻬ ﺎ ﺛ ﻢ ﻛ ﺎ ﻧ ﺖ‬ berargumen bahwa sebelumnya ketua panitia pe-
‫ﻣﺎﺕ ﻭ ﻟ ﻢ ﻳ ﻌ ﺪ ﺃﻥ ﻳ ﺴ ﻔ ﺮ ) ﺭﻭﺍﻩ ﺃ ﺑ ﻮ ﺩﺍﺩﻭ ﻭﺍ ﻟ ﺒ ﻴ ﻬ ﻘ ﻰ ﻭﺳ ﻨﺪﻩ‬ nanggalan ISNA, yaitu Dr. Syaukat, menekankan
bahwa sudut yang benar untuk waktu fajar adalah
(.‫ﺻ ﺤ ﻴ ﺢ‬ 13,5º – 14, akan tetapi ia memilih sudut 15º untuk
kehati-hatian.
“Rasulullah saw shalat subuh saat kelam pada
akhir malam, kemudian pada kesempatan lain ketika Kesimpulan ini dicapai setelah penelitian yang
hari mulai terang. Setelah itu shalat tetap dilakukan lama dengan mengamati mega dan fajar shadiq di
pada waktu gelap sampai beliau wafat, tidak pernah tempat-tempat yang berbeda; Amerika, Pakistan,
lagi pada waktu mulai terang.” (HR Abu Dawud dan Inggris, Karibia, Australia, dan New Zeland. Setelah
Baihaqi dengan sanad yang sahih). itu Dr. Syaukat menghitung setiap observasi dan
menemukan hasil yang hampir sama dengan sudut
‫ ﻛ ﻦ ﻧ ﺴ ﺎ ء ﺍﻟ ﻤ ﺆ ﻣ ﻨﺎﺕ ﻳ ﺸ ﻬ ﺪﻥ ﻣ ﻊ ﺍﻟ ﻨ ﺒ ﻲ‬: ‫ﻭﻋﻦ ﻋ ﺎ ﺋ ﺸ ﺔ ﻗ ﺎ ﻟ ﺖ‬ 13,5º hingga 14º. Setelah itu ia menambahkan kehati-
hatian (little factor safety), yaitu 1 hingga 1,5º, agar
‫ﺻ ﻼﺓ ﺍﻟﻔ ﺠ ﺮ ﻣ ﺘ ﻠ ﻔ ﻌﺎﺕ ﺑ ﻤ ﺮﻭﻁ ﻬ ﻦ‬ ‫ﺻﻠ ﻰ‬ ‫ﷲ ﻋ ﻠ ﻴ ﻪ ﻭﺳ ﻠ ﻢ‬ ‫ﺻﻠ ﻰ‬ menghasilkan sudut 15º sebagai solusi yang diandal-
‫ﻳ ﻨ ﻘ ﻠ ﺒ ﻦ ﺇ ﻟ ﻰ ﺑ ﻴ ﻮ ﺗ ﻬ ﻦ ﺣ ﻴ ﻦ ﻳ ﻘ ﻀ ﻴ ﻦ ﺍﻟ ﺼ ﻼﺓ ﻻ ﻳ ﻌ ﺮ ﻓ ﻬ ﻦ ﺃﺣﺪ ﻣ ﻦ‬ kan untuk penanggalan di setiap tempat. ISNA ke-
mudian menggunakan sudut 15º ini untuk shalat fajar
(‫ﺍﻟ ﻐ ﻠ ﺲ) ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺠ ﻤ ﺎ ﻋ ﺔ‬ dan isya’.42
Dari Aisyah,”Perempuan-perempuan mukmin Dari ketiga poin permasalahan yang dipaparkan,
ikut melakukan shalat fajar (subuh) bersama Nabi analisis yang disampaikan sebagai berikut: (1) pe-
saw dengan menyelubungi badan mereka dengan ngertian fajar dan pembagiannya menurut syar’i dan
kain. Setelah shalat mereka kembali ke rumah tan- astronom. Sebuah definisi akan lebih bermakna apa-
pa dikenal siapapun karena masih gelap.” (H.R. bila digambarkan secara jami’ dan mani’. Definisi
Jama’ah). yang jami’ yaitu sebuah kata tersebut yang mencakup
gambaran dari kata tersebut secara komprehensif
Dari dua hadis di tersebut, yang menjadi per- dan universal. Sedangkan mani’ adalah kata tersebut
soalan adalah pengertian ‫ ﺍﻟﻐﻠﺲ‬. Menurut BHR Depag, membatasi ambiguitas kata itu. (2) interpretasi dalil
kata al-ghalas artinya kelam pada akhir malam, masih al-Qur’an dan Sunnah. Dalam memahami teks agama
gelap. Jadi Nabi Muhammad saw melaksanakan shalat (al-Qur’an dan Sunnah), seseorang harus memahami
subuh pada waktu akhir malam di mana kondisinya terdahulu asbab al-nuzul dan asbab al-wurud dari teks
masih gelap. Sedangkan menurut Salafi, pengertian teks tersebut.
yang benar dari kata al-ghalas adalah percampuran Asbab al-nuzul dan asbab al-wurud adalah alasan
kegelapan malam dengan cahaya subuh. Disebutkan teks-teks tersebut diturunkan/diwahyukan. Artinya
dalam Lisanul Arab, al-ghalas adalah awal subuh Allah tidak akan menurunkan wahyu ayat dari al-
hingga menyebar di ufuk.41

41 Qiblati edisi 8 Tahun IV, 34; al Buhairi, Koreks., h. 47. 42 Qiblati edisi 8 Tahun IV, 34; al Buhairi, Koreks., h. 20.
132 ~ Jurisdictie, Jurnal Hukum dan Syariah, Volume 2, Nomor 2, Desember 2011, hlm 120-134
Qur’an dan Sunnah tanpa adanya sebab. Selanjutnya dengan dalil syar’i dan astronomi. Jenis BHR Aliran
melalui kedua sebab di tersebut, seorang penafsir Salafi (Tabel I)
menafsirkan atau memberikan interpretasi pada teks-
teks itu. Dengan memperhatikan siapa yang dihadapi Kesimpulan Dan Saran
oleh Nabi Muhammad, di mana dan dalam kondisi Kesimpulan
seperti apa, pada waktu teks ayat dan hadis tersebut Setelah melakukan analisis terhadap data, dapat
diturunkan. Maksudnya, dengan memperhatikan disimpulkan bahwa pandangan BHR Depag dan
apa, siapa, kapan, di mana, dan bagaimana situasi aliran Salafi tentang penentuan awal waktu shalat
dan kondisi teks-teks agama itu diturunkan. (3) po- subuh adalah sebagai berikut: (1) Penentuan awal
sisi matahari awal waktu subuh (kemunculan fajar waktu shalat subuh; (a) Menurut BHR Kementerian
shadiq) Penentuan awal shalat itu sangat dipengaruhi Agama, penentuan awal waktu subuh ini merupakan
oleh peredaran matahari. Pengamatan fajar shadiq masalah ijtihadiyah; (b) Menurut Aliran Salafi, pe-
sebagai tanda awal waktu subuh sangat dipengaruhi nentuan awal waktu subuh ini merupakan masalah
oleh refraksi/pembiasan matahari, kelembaban udara ibadah yang penting dan sakral, sehingga harus ada
dan kerendahan ufuk. perhatian yang lebih serius. (2) Perbedaan penentuan
Dari semua yang telah dipaparkan, dapat diambil awal waktu subuh menurut kedua organisasi; (a) In-
beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) Perbedaan terpretasi terhadap ayat al-Qur’an dan hadis Nabi saw
pendapat di antara umat merupakan sebuah rahmat khususnya yang berkaitan dengan fajar shadiq; (b)
yang telah diberikan Allah kepada hamba-hamba- Perspektif yang digunakan juga oleh kedua organisasi
Nya. (2) Ijtihad seseorang tidak dapat digugurkan itu, BHR Depag berangkat dari perspektif astronomi
dengan ijtihad orang lain. (3) Perkara bid’ah itu boleh sedangkan aliran Salafi menggunakan perspektif
diakses selama tidak bertentangan dengan syara’. (4) Syar’i. (c) Pengertian astronomical twilight yang
Menjaga tradisi kuno yang masih relevan dan meng- berbeda; BHR Depag menganggap astronomical
adopsi tradisi baru yang patut. twilight sebagai fajar shadiq, sedangkan Salafi
Perbandingan penentuan awal shalat subuh me- menganggapnya sebagai fajar kadzib.
nurut Badan Hisab Rukyat Departemen Agama dan
Aliran Salafi berdasarkan paparan dan analisis data Saran
yang telah digambarkan di atas, maka pada bagian ini Diharapkan kepada semua pihak yang terkait
dipaparkan juga beberapa perbedaan secara ringkas dalam penentuan waktu-waktu shalat seperti aliran
sebagai berikut: Perbedaan perbedaan yang berkaitan Salafi, Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama,

Tabel I

BHR
JENIS SALAFI
KEMENTERIAN AGAMA

Makna al-Ghalas Kelam pada Akhir malam Kegelapan malam di waktu subuh

Ketetapan al-Qur’an dan


Penentuan awal waktu shalat Masalah ijtihadiyyah
Sunnah

Fajar shadiq dengan tambahan 2º Fajar kadzib


Astronomical twilight
sebagai kehatian-hatian Posisi

Posisi matahari awal waktu subuh -20º di bawah ufuk 15º di bawah ufuk

ISNA; (PerhimpunanMasyarakat
Sistem penanggalan The British Royal
Muslim Amerika Utara)
fajar astronomi
Fajar shadiq
Pembagian fajar fajar nautika
fajar kadzib
fajar sipil
Moh. Afif Amrulloh, Penentuan Awal Waktu Shalat Subuh Menurut ... ~ 133
para ahli falak dan astronomi, dan penuntut ilmu di tentang fajar shadiq. Hal ini dibutuhkan dalam rangka
Fakultas Syari’ah untuk melanjutkan penelitian dan mencari validitas dan keakuratan sebuah penelitian.
observasi tentang waktu-waktu shalat, khususnya

Daftar Pustaka
Buku dengan judul Kifayatul Akhyar (Kelengkapan
Al-Qur’an al-Karim. Orang Saleh). Surabaya : CV Bina Iman. Jamhari dan
Abdullah, M. Amin, dkk. 2006. Metodologi Jajang Jahroni. 2004. Gerakan Salafi
Penelitian Agama: Pendekatan Multidisipliner. Radikal di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo
Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta. Persada
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian : Maskufa. 2009. Ilmu Falak. Jakarta: Gaung Persada
Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta : PT Rineka Press.
Cipta. Moleong, Lexy, J. 1999. Metode Penelitian Kualitatif.
Al-‘Asqalaniy, Al-Hafidh bin Hajar. t.t. Bulughul al- Yogyakarta: Liberty.
Maram min Adillah al-Ahkam. Syirkah Al-Nur Moleong, Lexy, J. 2007. Metodologi Penelitian
Asia Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahhab Murtadho, Moh. 2008. Ilmu Falak Praktis. Malang :
Sayyed Hawwas. 2009. Fiqih Ibadah. Jakarta: UIN-Malang Press.
Amzah Murodi. 1999 Melacak Asal Usul Gerakan Paderi
Al-Banjari, Syekh Muhammad Arsyad. 2005. Di Sumatra Barat. Ciputat: PT Logos Wacana
“Sabilul Muhtadin”. Terjemahan oleh Drs. Ilmu
H.M. Asywadie Syukur, Lc., Sabilul Muhtadin. Al-Nawawi, Imam Abu Zakariya bin Yahya bin
Surabaya: PT Bina Ilmu. Syaraf al Dimasyqi. 2007.
Bisri, Cik Hasan. 2004. Pilar-pilar Hukum Islam Raudhah alThalibin diterjemahkanolehH.Muhyiddin
dan Pranata Sosial. Jakarta: PT. RajaGrafindo Mas Rida dkk.. Jakarta : Pustaka Azzam.
Persada. Raudhah al Thalibin .tt. Riyadlush al-Shalihin,
Al-Buhairi, Syekh Mamduh Farhan dkk. 2010. Surabaya: Dar al-Nasyr al-Mishriyyah
Koreksi Awal Waktu Subuh, Malang: Pustaka Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia
Qiblati. Indonesia.
Al-Daruri, Abu Abdurrahman Jalal. 2010. ”Aushaful Oliver, Haneef James. 2009. “The Wahhaby Myth”,
Fajran fil Kitab was Sunnah; wa fihi Tanbihun diterjemahkan oleh UmmuAbdillah al Butoniyah
’ala Adzanil Fajr al-Yaum”. Terjemahan oleh dengan judul Menyikap Mitos Wahhabi: Menepis
Abu Hudzaifah dengan judul Salah Kaprah pemahaman keliru dan hubungan fiktif dengan
Waktu Subuh. Solo : Qiblatuna. bin laden, Maktabah
Departemen Agama RI. 1994. Pedoman Penentuan Raudhah al-Muhibbin-e-book online.
Waktu Shalat Sepanjang Masa, Jakarta. Rahman, Afzalur & Murtadha Muthahhari.
Departemen Agama RI. 1989. al-Qur’an dan 2006. Energi salat : Gali Makna, Genggam
Terjemahnya: Juz 1 – Juz 30. Jakarta: Yayasan Ketenangan Jiwa.
Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an. Saifullah (2006) Metodologi Penelitian. Malang :
Fakultas Syari’ah UIN Malang, Buku Pedoman Penulisan Fakultas Syari’ah UIN Malang.
Karya Ilmiah, Malang: Fakultas Syari’ah Universitas Soekanto, Soejono dan Sri Mahmudji. 2003.
Islam Negeri (UIN) Malang, t.th. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Khusus. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta : Ghalia Al-Suhaimi, Fawwaz bin Hulayil bin Rabah. 2003.
Indonesia. Manhaj Dakwah Salafiyah, Yogyakarta: Pustaka
Al-Husaini, Imam Taqiyuddin Abi Bakar Bin al Haura’.
Muhammad. 2007. Kifayatul Akhyar fi Halli Al-Syekh al-Imam al-Alim al-Fadhil Abu Abdul
Gayatul Ikhtisar. Terjemahan oleh KH. Mu’thi Muhammad al-Nawawi al-Jawi. tt. Syarh
Syarifuddin Anwar dan K.H. Mishbah Musthafa Kasyifah al-Saja ala Safinah al-Naja fi Ushul
134 ~ Jurisdictie, Jurnal Hukum dan Syariah, Volume 2, Nomor 2, Desember 2011, hlm 120-134
al-Din wa al-Fiqh. Surabaya: al-Hidayah. Qiblati edisi 10 tahun IV
Surat Kabar Qiblati edisi 11 tahun IV
Jawa Pos, (24 Maret 2010). Azan Subuh di Indonesia Qiblati edisi 2 tahun V
Terlalu Pagi.
Jawa Pos, (26 Maret 2010). Mahmudi Asyari. Salat Website
Subuh “Terlalu” Pagi. Arkanuddin, Mutoha, Menentukan Waktu Shalat,
(Lembaga Pengkajian Dan Pengembangn Ilmu
Majalah Falak (LP2IF) Rukzatul Hilal Indonesi (RHI))
Qiblati edisi 8 tahun IV diakses tanggal 18 April 2010
Qiblati edisi 9 tahun IV

Anda mungkin juga menyukai