Anda di halaman 1dari 115

MODUL BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MATAKULIAH

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

DISESUAIKAN DARI
BUKU
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
ISBN 979-8418-00-X

PENULIS
Sugihartono
Kartika Nur Setiawati
Farida Harahap
Siti Rohmah Nurhayati

PENULIS MODUL AJAR


Thobias Sarbunan, M.Pd
NIDN. 2006078803

FAKULTAS SENI KEAGAMAAN


INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI/IAKN AMBON
SEMESTER GENAP/2020/2021
Kata Pengantar

Modul ini ditulis dengan inisiatif mandiri,dengan dilandaskan pada tugas


pokok pendidik pada perguruan tinggi yang meliputi pengajaran, penelitian dan
pengabdian masyarakat. Maka itu dengan konstruksi modul belajar dan pembelajaran,
pada matakuliah psikologi pendidikan, mahasiswa/wi dapat difasilitasi di dalam
pengembangan nalar berpikir yang berkesinambungan, lewat mengejawantah nilai-
nilai dan hakekat psikologi pendidikan. Matakuliah psikologi pendidikan membantu
setiap calon pendidik maupun pengajar, praktisi, dan peneliti, dalam menginvestigasi
maupun mengembangkan dunia keilmuan terkait psikologi pendidikan yang lebih
mendalam, di lain sisi sebagai jembatan dalam membimbing pembelajar dari segi
psikologi, agar lebih termotivasi dan mencapai tujuan pendidikan seperti yang
diharapkan, serta selaras dengan terwujudnya tujuan pendidikan nasional.
Daftar Isi
I Pendahuluan……………………………………………………………………1-2

II Kerangka Filsafat Dasar……………………………………………………...2-10

III Hubungan Filsafat dan Pendidikan…………………………………………10-13

IV Psikologi Pendidikan………………………………………………………..13-21

V Penjabaran Jiwa Manusia…………………………………………………….21-35

VI Perbedaan Individual………………………………………………………..35-40

VII Belajar dan Pembelajaran………………………………………………….40-53

VIII Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar………………………………….53-82

IX Diagnostik Kesulitan Belajar………………………………………………..82-98

X Isu Kontemporer Pendidikan…………………………………………………98-99

Lampiran
I. Panduan Mini Review Observasi
II. Referensi Video Tambahan
I. Pendahuluan
Pendidikan itu di dalam perspektif bangsa dan Negara Indonesia secara utuh, pastinya
didasari oleh Pancasila. Landasan tersebut membentuk karakter tiap individu sebagai
makhluk yang berkarakter yang utuh secara normatif di dalam pandangan agama, sosial,
budaya, maupun berbangsa dan bernegara (Semadi, 2019: 82). Saling berkaitan erat dengan
landasan berpikir salah satu tokoh pendidikan Indonesia yaitu Bapak Dewantara; seperti
ditekankan dalam penelitian ini bahwa pendidikan merupakan proses untuk [memanusiakan]
manusia, dengan segala bakat alami yang telah ter-patri (Sugiarta dkk., 2019: 124).
Sedangkan pada aliran progresivisme, ahli ini menyimpulkan bahwa pendidikan berdasarkan
kerangka berpikir aliran tersebut, yaitu sebagai acuan kemajuan dalam mendidik individu
yang selaras dengan tuntutan zaman (Fadlillah, 2018: 17). Lebih spesifik lagi, jika berbicara
soal moral dan degradasi pola pikir manusia, ahli ini menegaskan bahwa pendidikan
merupakan jalan bagi pembangunan moral dengan pengembangan konstruksi pola pikir yang
ideal selaras dengan kehidupan normatif di dalam satu bangsa (Habibah, 2018: 40).

Pada konsep berpikir ini, ahli berpikir bahwa pembangunan individu sudah
sepantasnya mendasari pada budaya di tiap tempat, sehingga ketika mengikuti perkembangan
zaman identitas budaya tiap bangsa tidak terkikis dengan perkembangan global (Mudana,
2019: 81). Selanjutnya, ahli ini menekankan bahwa penerapan pemikiran yang radikal sangat
berpotensi dalam membangun pendidikan (Fathorrahman, 2019: 108). Sekali lagi, luaran
pendidikan pastinya memperhatikan segala aspek, salah satunya yaitu revolusi industri atau
era globalisasi, sehingga sehingga pembaruan konsep serta luaran pendidikan dapat
berkembang dan bersinergi dengan perkembangan zaman (Adicita dkk., 2019: 413). Pada
konsep berpikir ini, lebih menekankan kepada sistematika berpikir tiap individu, yang
tertuang dalam kerangka berpikir berkelanjutan pada tingkatan perguruan tinggi (PUTRA &
PUTRA, 2020: 20). Pada sisi lain yang sistematis dan masih terkait dalam sistem pendidikan;
ahli ini menekankan pada pola punishment dan reward yang didukung dengan kajian
antropologi untuk menguatkan landasan pendidikan (Irsad, 2018: 51).

Pada proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang terukur maka ahli ini
menekankan tentang pentingnya menerapkan demokrasi di dalam pendidikan yang
berimplikasi salah satunya yaitu penanganan isu tentang kesenjangan pendidikan (Rahman,
2017: 23). Terkait dengan argumen ilmiah sebelumnya, ahli ini menguatkan untuk
pentingnya melandasi tiap individu pendidik pemula, dengan pemikiran yang sistematis
sehingga secara praktis dan kritis dalam proses pendidikan (Rasilim, 2019: 56). Di lain sisi,
nilai dari pendidikan harus diwujudkan secara sistematis sehingga sesuai dengan luaran
pendidikan yang mencakup rohani dan jasmani (Ilham, 2020: 179). Maka jika terwujudnya
nilai pendidikan yang sistematis dan terukur, dapat mewujudkan pribadi yang berbekal
kognitif, afektif, dan psikomotor yang teruji (Fadli, 2017: 276). Terkait dengan pemikiran
ahli ini, pendidikan merupakan lentera bagi setiap insan semasa hidupnya; dengan kata lain
setiap individu terbentuk dalam dimensi pribadi, sosial, agama, berbangsa, dan bernegara
(Israwan, 2020: 48). Maka itu, dengan lentera ilmu yang didasari oleh proses pendidikan
yang berkelanjutan akan diperoleh bangsa yang mapan di segala bidang (Mustaghfiroh, 2020:
141).

Lebih lanjut ahli ini menekankan dengan jelas bahwa dimensi perubahan membawa
pendidikan lebih berkembang dari zaman ke zaman dan pastinya berpengaruh pada sistem
kurikulum (Komaruzaman, 2017: 100). Pada sisi dasar pendidikan yaitu filsafat, sudah
sewajarnya keterkaitan kerangka berpikir dengan perubahan zaman, haruslah saling

1
bersinergi (Faturrahman, 2018: 29). Lebih mendalam, pendidikan yang berkorelasi dengan
filsafat sebagai landasan berpikir empiris: maka penerapan alat pendidikan yaitu buku, harus
memenuhi tiga elemen pandangan empiris yaitu esensial, progresif, dan eksistensi.
Ditambahkan lagi oleh ahli ini untuk pentingya mengimplementasikan kerangka berpikir
rekonstruktif (Ekowati & Zuchdi, 2020: 11; Mubin, 2018: 69).

Pendidikan bukan hanya dilihat dari dimensi formal yaitu rutinitas pendidikan semata,
tetapi ahli ini menekankan pada pentingnya pendidikan berbasis multikultural yang
mencakup semua sendi kehidupan yang berwarna (Zakiah, 2018: 64). Untuk mendukung
argumen ilmiah sebelumnya tentang pentingnya pendidikan berbasis multikultural, ahli ini
menegaskan bahwa penerapan reformasi yang berdasarkan ideologi dan praktis akan
menjembatani berbagai macam model pendidikan (Pratama & Zulhijra, 2019: 117). Untuk
mendukung alur berpikir sebelumnya, maka pentingya untuk mempertimbangkan dan
mengintegrasi elemen-elemen yang terkait dengan teori, konsep, kajian empiris, dan sejarah
(Hatim, 2019: 168). Disambungkan oleh ahli ini yaitu pada elemen-elemen tersebut jika
diharmoniskan dalam kerangka berpikir yang runtut, maka seluruh penggiat pendidikan dapat
mencapai keselarasan dalam hal berpikir dan bertindak (Wardhana dkk., 2020: 232).

II. Kerangka Filsafat Dasar


Pertama-tama karakteristik dari filsafat itu dapat dilihat dari beberapa segi seperti
bercirikan keseluruhan atau holistik, sangat mendalam, terstruktur. Selain itu landasan
berpikir ini, bercirikan dimensi penggambaran, menyadari akan hal di sekitar, analitik yang
tercakup pada; berefleksi, dan mengobservasi; lain sisi bercirikan spekulatif (LUBIS, 2015,
pp. 1–52). Bertolak dari karakteristik tersebut, maka penulis ini menjelaskan tentang akar
kata dari filsafat berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari philos dan sophia: philos yang
berarti cinta, dan sophia artinya kebijaksanaan. Secara singkat bisa diartikan, filsafat itu
merupakan ilmu yang mendasari akan kebijaksanaan, kebijaksanaan ini bermuara dan
berhulu pada pengetahuan (SEPTIANTO, 2008). Bertolak dari dasar definisi tentang filsafat,
maka jika dirangkumkan inti dari filsafat yaitu filsafat mengkaji dan mengembangkan esensi
dari alam dan diproduksi lewat ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, filsafat
mengkonstruksikan hubungan sebab-akibat berdasar pada landasan berpikir yang ilmiah
(SEPTIANTO, 2008b).

Di dalam implementasinya filsafat dapat dilihat dengan kata kunci yang dapat
memudahkan untuk memahami ilmu pengetahuan ini, yang telah menjadi dasar berpikir bagi
seluruh cabang ilmu pengetahuan sampai ke sub-sub ranah masing-masing. Maka itu kata
kunci yang dapat mendeskripsikan batang tubuh filsafat yaitu adanya rasa keingintahuan
yang mendalam untuk menggali dan mengembangkan lebih jauh; berikutnya yaitu berpikir
menurut akal sehat yang terukur dan sistematis; serta kritis atau tanggap akan perubahan
dan/segala fenomena yang terjadi (SEPTIANTO, 2008c). Kegunaan filsafat yaitu memberi
ruang pikir yang luas; jika sudah luas dalam berpikir, maka keteraturan berpikir akan terukur;
setelah terukur maka ide-ide yang disampaikan akan dibangun menurut landasan yang kuat;
dan akumulasi dari semuanya itu dengan berlandas pada fondasi yang kuat, maka pola pikir
akan memengaruhi jasmani dan rohani yang sesuai dengan nilai normatif atau sesuai hal-hal
positif kehidupan maupun ilmu pengetahuan yang bermanfaat (SEPTIANTO, 2008d).

Manusia pada dasarnya, selalu mencari kebenaran; kebenaran non-ilmiah maupun


ilmiah (Utama, 2013: 1–99). Menurut ahli, kebenaran terjadi melalui beberapa proses,
diantaranya yaitu secara tidak sengaja, mencoba dan gagal, melalui penguasa, membangun

2
pemikiran kritis atau sadar akan keadaan sekitar, melalui tahapan ilmiah (Utama, 2013: 5-6).
Ahli ini juga mengutip salah satu istilah yang terkenal dengan istilah DE OMNIBUS
DUBITANDUM yang artinya yaitu segala sesuatu melalui proses yang disebut (keraguan
akan….). Jadi, ketika satu keraguan timbul pada alam berpikir tiap individu, terhadap hal
yang terjadi di sekitarnya, maka hal yang dinamakan kebenaran, akan digali sedalam-
dalamnya dan permainan akan pembuktian akan terjadi (Utama, 2013: 6).

Pada tahapan menyangkut kebenaran, pastinya tiap individu mempunyai alasan untuk
mengejar serta menggali kebenaran tersebut. Tiap kebenaran memiliki perspektif masing-
masing; ketika perspektif terbangun maka secara otomatis akan dipilih dan dipilah menurut
tujuan pembenaran tersebut. Tujuan pembenaran tersebut, dapat diistilahkan sebagai kriteria
pembenaran. Kriteria pembenaran dapat dikategorikan menjadi: teori koherensi, teori
korespondensi, dan teori pragmatis (Utama, 2013: 7).
1) Teori koherensi: teori ini biasa disebut juga sebagai teori konsistensi, teori
didasari dengan kebenaran awal yang dipertahankan lewat pembuktian atau
pembenaran. Misalnya, jika anda mengatakan, angka yang tertera di not balok
adalah seperempat, maka coba anda buktikan dengan bunyi yang mewakili
seperempat. Atau jika anda berbicara, dan mengatakan bahwa tadi anda
mengilustrasikan bentuk waktu sekarang dalam bahasa Inggris, maka coba anda
buktikan dengan menulis ulang kalimat tadi, dengan dijelaskan sesuai rumusan
yang baku. Atau di lain sisi ketika anda mempresentasikan hasil penelitian anda,
di saat ujian skripsi, coba anda jelaskan hubungannya dengan bab kajian pustaka
yang anda tulis sebelumnya.
2) Teori korespondensi: teori ini bisa dikatakan dengan istilah sehari-hari yaitu teori
kenyataan atau teori yang berdasarkan kenyataan. Kenyataan pastinya berdasarkan
indra penglihatan yang tertuju pada objek. Misalnya, seorang pemain gitar bas
dikatakan piawai dalam memainkan suling bambu. Maka pernyataan tersebut
tidak sesuai dengan teori korespondensi. Karena oknum pemain gitar bas akan
piawai jika memainkan alat musik sesuai dengan kompetensinya selama ini.
3) Teori pragmatis: teori lebih mudahnya dipahami dengan istilah, kesesuaian.
Karena kesesuaian menyangkut pada kriteria, atau hal tertentu. Tetapi di lain sisi
teori ini akan terbantahkan jika, situasi di sekitar pemakaian teori ini, berubah
pada suatu saat, artinya tergantung dengan perubahan. Pada akhirnya biasa disebut
juga bahwa teori ini berkarakteristik dengan dua istilah yaitu praktis dan
fungsional. Misalnya sosial media pada awalnya muncul, alat ini hanya untuk
bersosialisasi lewat daring, walaupun kita mengenal atau tidak mengenal orang
yang memakai sosial media. Tetapi seiring perkembangan zaman, sosial media
sudah bukan hanya dipakai untuk ajang sosialisasi daring, tetapi dapat dipakai
untuk sarana penyampaian informasi entah dari lembaga pemerintah atau bukan
pemerintah; dipakai untuk proses belajar mengajar oleh lembaga pendidikan;
sebagai tempat promosi; bahkan pada zaman sekarang menjadi tempat mencari
nafkah bagi penggiat sosial media-dengan memuat konten-konten kreatif dan
mendapatkan penghasilan dari pengguna sosial media dengan sistem yang diatur
oleh, pendiri atau pengelola sosial media.

Pada paragraf sebelumnya, tiga teori kebenaran telah dijelaskan, maka untuk ahli-ahli
ini mereka menambahkan dua teori kebenaran di dalam kajian ini. Kedua teori ini terdiri dari
pertama, yaitu teori performatif yang berdefinisi pernyataan tentang kebenaran tetapi bukan
kebenaran yang sebenarnya-atau bisa sebaliknya untuk menanggapi realitas yang dihadapi.
Misalnya [selamat anda dinyatakan lulus ujian skripsi] pernyataan tersebut akan terbukti jika,

3
yang bersangkutan menyelesaikan beberapa persyaratan setelah ujian skripsi, seperti
perbaikan sesuai koreksi dari penguji skripsi dan persyaratan tambahan lainnya. Sedangkan
pada teori kedua ini yaitu teori kebenaran berdasarkan agama: teori ini didasari oleh ajaran
dan keyakinan tiap individu. Maka itu kebenaran akan dijalankan jika sesuai dengan agama
serta keyakinan setiap pemeluknya (Atabik, 2014, hal. 264-265). Di sisi lain ahli ini
berargumen dengan dua teori tambahan, yang salah satunya berbeda jenis teorinya. Maka,
kedua teori ini adalah performatif [seperti yang telah dijelaskan sebelumnya] dan teori kedua
yaitu konsensus. Secara singkat pada ahli ini menekankan bahwa teori konsensus berdasarkan
pada kesepakatan bersama dalam menanggapi suatu kebenaran. Kesepakatan ini, biasanya
dapat berubah seiring berkembangnya situasi di sekitar konsensus. Misalnya dalam pendirian
satu organisasi masyarakat pastinya berlandaskan pada kesepakatan bersama yang dipicu oleh
kesamaan persepsi, kebiasaan dan contoh yang lainnya (Faradi, 2019: 110-111).

Dari penjelasan tentang alur kebenaran yang terstruktur di atas, maka jika
disambungkan dengan tiga pilar utama filsafat yaitu epistemologi, ontologi, dan aksiologi,
tiap individu dapat mampu bernalar dan berlogika secara sistematis. Selanjutnya, jika
dijabarkan menurut definisi dari ketiga pilar di atas, maka (Utama, 2013: 7–8 & 11):
1) Epistemologi mencakup cara untuk menggali, mempertanyakan, mengembangkan.
Misalnya: bagaimana menjelaskan karakteristik kelompok alat musik tiup dan
pukul. Contoh lain yaitu, pada proses akademik-perguruan tinggi, seorang
mahasiswa tahap akhir, ketika mengajukan proposal penelitian, maka akan
ditanyakan, bagaimana proses penelitian ini akan dijalankan, cara mendapatkan
hasil, cara menganalisa hasil penelitian dan seterusnya.
2) Sedangkan pada pilar kedua yaitu ontologi: yaitu menyangkut pertanyaan [apa]
yang merujuk ke bentuk. Misalnya: jika bilangan dasar merupakan representatif
dari istilah tangga nada di dalam kajian musik; maka seperti apa bentuknya.
Sedangkan pada bidang akademik, jika satu mahasiswa pada tingkatan
penyelesaian skripsi, maju ke tahapan ujian skripsi, pada saat proses ujian, penguji
bisa bertanya seperti apa saja yang diteliti di dalam penelitian anda? Dan hasilnya
seperti apa?
3) Dan ketiga yaitu aksiologi: pada pilar ketiga ini, menyangkut tentang nilai dari
objek yang dikaji. Misalnya: mengapa jurusan musik dan pendidikan musik
didirikan pada satu lembaga pendidikan? Pada contoh lain yaitu, mengapa seorang
pemain terompet diharuskan melakukan latihan pernafasan [dan merupakan hal
yang mutlak dilakukan] dan melakukan pantangan terhadap beberapa aktivitas
harian misalnya merokok dan sebagainya. Atau di kasus lain dapat digali seperti,
mengapa tabung resonansi pada gitar konvensional atau handmade harus dibuat?
Fungsinya untuk apa sebenarnya?

Pada bagian ini, tertera beberapa istilah yang mencakup kerangka berpikir dan
biasanya secara luas, praktis, teoretis, teraplikasikan pada bentuk diskusi tertulis atau bisa
disebut penulisan ilmiah, maupun diskusi lisan. Istilah-istilah tersebut seperti (Utama, 2013:
8-10):
1) Konsep: merupakan gambaran awal yang bersifat abstrak, belum terbangun secara
sistematis.
2) Konstruksi: susunan yang terjalin satu sama lain, dengan struktur yang lengkap
dan saling melengkapi dan pastinya mempunyai tujuan khusus.
3) Proporsi: istilah ini terbentuk dari keselarasan dua konsep. Artinya, kedua konsep
tersebut saling berkaitan.

4
4) Teori: pada tahapan ini sudah terbangun dengan matang buah pikir yang
sistematis dan terukur. Dengan kata lain, pada tahapan teori, telah terkandung tiga
unsur istilah di atas.

Menanggapi kerangka buah pikir yang diistilahkan sebagai teori, maka menurut
kajian ini, teori dapat dibagi menjadi empat jenis dalam pandangan umum (Utama, 2013: 9 &
10).
1) Model based theory: jenis teori ini dikembangkan berdasarkan jaringan konsep
yang dites, menyangkut hal yang ilmiah, hal ini sangat substansial atau penting,
seperti contoh pada tahapan awal penelitian, akan diuji untuk kebutuhan peneliti.
2) Teori deduktif: gampangnya untuk memahami teori ini, yaitu pada pola penerapan,
yang dibangun dari hal umum menuju hal khusus atau ditarik kesimpulan [dari
generalisasi ke kesimpulan]. Biasanya teori ini merupakan landasan pembangunan
konsep yang nantinya diuji secara ilmiah.
3) Teori induktif: berlawanan dengan deduktif, teori ini dikembangkan dari hal yang
khusus ke umum atau generalisasi.
4) Teori fungsional: teori ini dikonstruksikan melalui interaksi yang berkepanjangan
antara proses konseptualisasi serta pengujian empiris yang mengikutinya.
Perbedaan teori ini dengan deduktif, yaitu fungsional konsep-konsepnya dibentuk
saat awal proses teori dibangun.

Hubungan antara filsafat dan penerapannya di dalam ilmu pengetahuan, ada beberapa
istilah lainnya yang sangat melekat di dalam konstruksi berpikir maupun implementasinya.
Maka itu, istilah-istilah lainnya seperti (Utama, 2013: 10):
1) Logika ilmiah: yang merujuk ke formulasi berpikir deduktif dan induktif yang
diaplikasikan lewat rasionalitas dan faktor empiris atau ilmiah, dan dipoles dengan
pendekatan korektif.
2) Hipotesis: pada bagian istilah ini, merefleksikan beberapa hal yang sebagai
pencerminan dari definisinya yaitu jawaban sementara, instrumen kerja, bersifat
spesifik, yang nantinya diuji secara ilmiah. Hipotesis ini, berdasarkan pada
hubungan variabel-variabel. Hipotesis secara ilmiah dibedakan menjadi hipotesis
deskriptif dan hipotesis nol. Pada hipotesis nol, hal tersebut akan diuji dengan
berdasarkan perbandingan; sedangkan pada hipotesis deskriptif hanya berupa
rasionalitas.
3) Variabel: untuk istilah ini lebih mudahnya untuk mengenal dengan sebutan
karakter, sifat, dan atau konstruksi.

Untuk lebih memahami tentang kedua jenis hipotesis di atas, maka dilansir dari
website ilmiah ini (Penerbit Depublish, 2021), pertama-tama hipotesis dikonstruksikan
dengan tujuan: pertama, membangun gambaran berupa explanatori tentang gejala ilmiah yang
terjadi. Kedua, membangun kemajuan ilmiah lewat perubahan yang diinvestigasi dari gejala
tersebut; ketiga, menjelaskan korelasi setiap variabel yang berbentuk gejala lewat pengujian
ilmiah; keempat, membangun arah penelitian; kelima, setelah arah penelitian diperjelas, maka
kerangka penelitian dapat dibangun.

Sedangkan pada manfaatnya, hipotesis memberikan ruang bagi hal-hal apa saja yang
harus diteliti atau sebagai kompas untuk batasan pembahasan dari penelitian. Jika sudah
terarah fokus penelitian maka menghindari penelitian serta hasil yang kabur atau bias. Jika
fokus penelitian tetap terarah, maka fakta dan hubungan antara variabel dapat diteliti dengan

5
terukur. Sehingga pengujian dan kesesuaian antara fakta dan variabel dapat dilihat sesuai
tujuan penelitian (Penerbit Depublish, 2021b).

Dengan demikian untuk melihat jenis-jenis hipotesis lebih mendalam, maka lewat
literasi ini, lebih dibagi lagi menjadi beberapa konsep hipotesis. Maka dapat dilihat lebih
mendetail pada gambar di bawah ini dengan beberapa gambaran lanjutan mengenai, cara
mengkonstruksikan dan menguji hipotesis (Penerbit Depublish, 2021c).

Gambar 1
Hipotesa Deskriptif

Gambar 2
Hipotesis Komparatif

6
Gambar 3
Hipotesis Asosiatif

Gambar 4
Hipotesa Statistik

7
Gambar 5
Hipotesa Penelitian

Gambar 6
Ciri Hipotesis

Gambar 7
Pengujian Hipotesis

Untuk menambahkan literasi tentang variabel, maka saya memaparkan dari salah satu
literasi yang menjabarkan secara terperinci tentang variabel. Dari sumber ilmiah ini, penulis

8
menggambarkan variabel sebagai fenomena, objek, nilai yang dipelajari. Lebih lanjut, fungsi
dari variabel yaitu meliputi tiga hal yang intinya yaitu mempersiapkan: alat dan metode
pengumpulan data, analisis data, dan pengujian atau tes terhadap hipotesis. Maka itu unsur
dari variabel itu mencakup relevansi dan terukur. Jadi jenis variabel dapat dilihat pada
gambar di bawah ini (Aditya, 2008: 3-8).

Gambar 8
Variabel Bebas

Gambar 9
Variabel Terikat

Gambar 10
Variabel Moderat

9
Gambar 11
Variabel Intervening

Gambar 12
Variabel Kontrol
III. Hubungan Filsafat dan Pendidikan

Secara komprehensif, filsafat memengaruhi kehidupan manusia; walaupun


konteksnya non-ilmiah. Demikian juga filsafat membawa pengaruh di dalam pendidikan.

10
Bertolak dari pernyataan-pernyataan tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa filsafat
dikembangkan oleh, dari, dan untuk kemaslahatan manusia; hal tersebut bertujuan bagi
kemajuan seluruh aspek kehidupan tanpa terkecuali dengan pendidikan. Maka dari itu, secara
garis besar, filasafat dibagi menjadi sub kajian yang terdiri dari empat bagian: metafisikan,
epistemologi (seperti yang dibahas pada halaman sebelumnya, lihat, hal. 4), logika, dan etika.
Pada metafisika, ilmu ini menggali tentang semua hal yang terdapat di bumi atau alam
semesta; selanjutnya dapat dibagi menjadi dua tinjauan jika dilihat dalam perspektif manusia.
Pertama sebagai perspektif organisme: hal yang menyangkut kehidupan, pendidikan
merupakan subjek yang hidup; maka itu pendidikan pastinya membangun manusia yang
beradab. Sedangkan tinjauan ini, umumnya dilihat dari pola pikir naturalis, materialis,
eksprementalis, pragmatis, dan termasuk realis (Denovoidea, 2009).

Sedangkan pada tinjauan yang kedua yaitu spiritual: manusia lebih dilihat sebagai
subjek yang semua atau ruh-jiwa. Jadi, jika memosisikan pendidikan di dalam alur berpikir
ini, maka pendidikan sepantasnya memproduksi manusia yang cakap akan spiritualitas. Jika
di dalam perbincangan, maka buah pikir yang terekonstruksi untuk menganalisa tinjauan ini,
biasanya terbentuk dari pemikiran seperti idealis, scholastik, dan beberapa dari pola pikir
yang realis (Denovoidea, 2009b). Berlandaskan pada penjelasan ilmiah sebelumnya, maka
bisa dsimpulkan bahwa pendidikan merupakan dimensi yang mencakup segala aspek
kehidupan (Widodo, 2015: pp. 1–205). Lebih praktis, manusia secara natural, memiliki rasa
ingin tahu terhadap objek di sekitarnya; dengan kata lain, rasa ingin tahu tersebut dapat
diterjemahkan ke dalam bentuk yang spekulasi, tetapi dilandasi oleh perspektif, dan analitis
(Widodo, 2015: 16-17). Ditekankan lagi, bahwa dengan adanya filsafat pendidikan, maka
sebagai dorongan dalam perkembangan pendidikan yang berkesinambungan (Widodo, 2015:
18-19).

Jadi jika menarik benang merah antara hubungan filsafat dengan pendidikan, maka
sejumlah jabaran fungsi dari filasaf pendidikan dapat dilihat sebagai berikut (Widodo, 2015:
19-20), yaitu:
1) Fungsi spekulatif: segala usaha, daya, dan upaya dalam menggali sesuatu yang di
sekitarnya.
2) Fungsi normatif: sebagai landasan dalam membangun nilai-nilai postif yang
membawa araah dan tujuan hidup serta menjadi kebudayaan setiap kelompok.
3) Fungsi kritik: sebagai landasan dalam membangun alur berpikir kritis dan pastinya
rasional, yang bertumpu pada refleksi yang bisa berupa pencapaian dan interaksi
serta perilaku tiap individu.
4) Fungsi teori bagi praktik: hasil pemikiran yang diabstraksikan ke dalam konsep,
kemudian dibentuklah satu teori yang akan melandasi segala implementasi pada
setiap sendi kehidupan.
5) Funngsi intergratif: lebih rincinya dapat dilihat sebagai satu kesatuan utuh yang
mencakup lintas keilmuan, seperti pada konteks pendidikan.

Korelasi filsafat dengan konstruksi pendidikan yang terbangun lewat filsafat


pendidikan, pastinya menghasilkan tujuan serta berdasarkan rasio; hal tersebut mencakup
pada pendidikan sebagai gerbang pembangunan bangsa, menumbuhkan kehidupan yang
normatif, radikal (mendalam), serta aspek rohani dan jasmani (Jaino, 2010: 58-60).
Selanjutnya, pendidikan itu bukan hanya sebatas proses untuk menganalisa, mensintesa,
maupun merekonstruksi ilmu pengetahuan, ataupun merancang; tetapi pendidikan mencakup
pemetaan fenomena di sekeliling manusia yang tidak terbatas, sehingga bukan hanya

11
berbicara soal cakupan pedagogik dan andargogik (pendidikan bagi level dewasa) tetapi juga
mencakup nilai dan fakta yang terjadi (Jaino, 2010: 61-62).

Pada kajian yang lebih mendalam, pendidikan itu jika disintesa maka inti pendidikan
secara mikro, meliputi hubungan anatar sesama; mempertimbangkan cakupan terhadap
fenomena yang terjadi; pembangunan karakter manusia dewasa yang juga difokuskan
terhadap bagaimana menjadi seorang yang mampu mendidik; kesadaran akan pembangunan
manusia yang merupakan mahkluk terdidik; luaran atau tujuan pendidikan; implementasi
pendidikan yang memperkuat prosesnya; serta ekosistem dan lembaga pendidikan. Jadi
istilah yang dipakai pada penjelasan tentang mikro pendidikan merupakan gambaran dari
jiwa atau wujud empiris pedidikan. Bertolak dari mikroskopik pendidikan, maka secara luas
atau bisa disebut dengan makroskopik, pendidikan meliputi: cakupan budaya-sosial;
perspektif (filsafat pendidikan) dan deskriptif (sisi historis dan/perkembangan perjalanan
pendidikan); kecabangan keilmuan pendidikan yang berisifat sudut pandang seperti teori,
pengembangan, pengayaan kurikulum, dan cabang lainnya; pengembangan dan pembangunan
ilmu terapan atau aplikatif pada pendidikan seperti pengembangan isi dari pedagogic tersebut
(Jaino, 2010: 62).

Lebih mendalam, pada cakupan makro dan meso pendidikan, cakupan ini bertujuan
untuk menggali, mengembangkan, dan meningkatkan pengembangan ilmu pedagogik lainnya
serta objek formal; hal ini bermaksud bahwa kajian yang dilakukan dalam pedagogik tidaklah
secara langsung mensintesa alur berpikir pada kajian non-formal maupun informal
pendidikan; karena cakupan yang lebih mendalam untuk mensintesa dan mengembangkan
kajian non-formal maupun informal yaitu dari segi kajian andargogi serta cabang-cabang
keilmuan pendidikan yang lain. Maka itu, beberapa faktor yang terkait dengan makro dan
meso pendidkan dapat dilihat seperti: apa akan yang dicapai di dalam kehidupan; dasar
falsafah dan hukum di dalam pendidikan; manajemen pendidikan; pengembangan serta teori
yang mendasari di dalamkerangka kurikulum; serta pelaksanaa pendidikan yang mencakup
(curiculum instruction) yang tercakup sangat luas meliputi non-formal dan informal (Jiano,
2010: 62-63).

Menanggapi penjelasan sebelumnya tetang makro dan meso pendidikan; maka literasi
ini menjelaskan secara singkat tentang makro pendidikan mencakup pada cakupan
manajemen pendidikan bertaraf nasional, sedangkan meso berbicara tentang pendidikan secar
regional atau wilayah setempat, dan mikro pendidikan mengkonstruksikan pendidikan pada
cakupan lokal serta kelembagaan pendidikan (Astiti, 2012). Sedangkan pada prosesnya
untuk ketiga variabel di atas, maka literasi ini mensintesa beberapa kendala dalam pendidikan
yang berputar pada ketiga level tersebut (Astiti, 2012b), kendala-kendala yang dihadapi
seperti:
1) Mutu pendidikan: hal ini dihapadapi pada level makro seperti kendala dalam
peningkatan mutu, buruknya sistem perencanaan, pelaksaan pendidikan yang tidak
sesuai saat dimplementasikan, kerangka kurikulum yang tidak sesuai dangn luaran
atau tujuan pendidikan, ekosistem lingkungan kerja yang tidak mendukung,
manajemen jam pelajaran, terhambatanya proses belajar dan mengajar
dikarenakan oleh kurangnya sumber daya manusia atau tidak meratanya
penyebaran sumber daya manusia, dan di lain sisi tenaga kependidikan yang tidak
berimbang dengan tenaga pendidik.
2) Pada cakupan meso pendidikan, ditemukan kendala seperti hal klasik yang terjadi
pada sistem pengupahan yang berakibat pada kesejahteraan guru.

12
3) Pada tingkat mikro pendidikan, cakupan ini sama halnya dengan kedua level
sebelumnya, klasik terjadi, tetapi berlangsung di tiap masa atau sejarah pendidikan;
yaitu tingkat korupsi pada dunia pendidikan yang merajalela.

Ketiga variabel pendidikan yaitu makro, meso, dan mikro elah dijabarkan pada literasi
sebelumnya; dan pada proses pelaksanaanya saling terkait dan tidak bisa dipisahkan. Oleh
karaena itu, dalam cakupan tingkatan dari ketiga variabel ini dapat dijabarkan menjadi
strategik, koordinatif, dan operasional; hal tersebut bisa dicontohkan pada proses perencanaan
suatu program pada level mikro yang harus melihat sisi meso, serta kedua hal itu selalu
berpatokan pada level makro agar bisa selaras, sesuai dengan tujuan pendidikan secara
nasional (Eka, 2016).

IV. Psikologi Pendidikan

Untuk mengawali point duskusi ini, maka bisa disimpulkan pendidikan seperti yang
dijelaskan pada literasi-literasi pembuka di atas, pendidikan itu mencakup kajian yang luas
dan dapat diartikan sebagai satu proses terstruktur dan sistematis yang mencakup ketrampilan
yang dicapai dari proses pembelajaran, yang bersumber pada pengetahuan. Ketrampilan
tersebut dapat diperoleh dari program pembelajran maupun pengalaman individu serta
lingkugan yang menjaditempat sosialisasi dengan maisng-masing komunitas yang beragam.
Pengalaman yang didapatkan bersumber pada sifat yang formatif, yaitu terbentuk dari respon
terhadap tindakan yang berwal dari pemikiran dan rasa ingin tahu (Dodi, 2016: 59).

Betumpu dengan penjelasan oleh ahli yang di atas, maka pendidikan merupakan
media bagi setiap individu untuk lebih terarah dalam mengembangkan kehidupan menuju
arah yang lebih cerah, arah ini merupakan tujuan hidup masing-masing individu. Proses
kearah yang lebih cerah tersebut, didukung oleh berbagai temuan dari ranah psikologi yang
membuktikan bahwa penddidikan merupakan alat untuk menopang kehidupan manusia
secara utuh. Sedangkan di dalam proses pertumbuhan setiap individu, banyak faktor yang
mendasari atau menjadi pemantik pada satu proses, yang bisa diistilahkan sebagai faktor
internal dan eksternal. Lebih lanjut, manusia yang dibedakan menjadi individu-individu yang
unik, pastinya memiliki tujuan dalam menggapai cita-cita lewat tubuh pendidikan. Maka
sudah sepatutnya pendidkan itu menjawb kebutuhan setiap individu dalam menopang setiap
proses pembelajaran. Efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran secara otomatis terkait
dengan proses interkasi yang mencakup semua hal, maka psikologi hadir sebagai cabang ilmu
yang mendukung di dalam pendidikan. (Sakerebau, 2018: 96-99).

Lebih mendalaman, dengan keterkaitan psikologi dengan berbagai ranah ilmu


termasuk pendidikan, maka ahli ini mensitesa beberapa hal mengenai jiwa manusia. Jiwa
yang dimaksudkan dibagi menjadi: pertama, anima vegetative, yaitu jiwa yang terdapat
dalam tumbuhan yang dapat berposes untuk kelangsungan pertembuhan; kedua, anima
sensitive, yaitu jiwa yang terdapat pada hewan yang pastinya mempunya unsur keinginan
untuk bertahan hidup, lewat berpindah-pindah tempat. Jiwa yang terakhir, yaitu anima
intelectiva, jenis jiwa yang terakhir ini, terdapat pada manuisa, yang sangat lengkap dan
didasari dengan logika dan motivasi yang sejalan (Sakerebau, 2018: 99).

Secara singkat, ahli ini juga menambahkan bahawa psikologi pendidikan merupakan
cabang ilmu pendidikan yang mengembangkan kerangka investigasi terhadap proses interaksi
individu di dalam pembelajaran. Proses interaksi individu terbentuk di dalam tiga variabel
yang tidak bisa dipisah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Maka di dalam urgensi

13
proses pendidikan, pendidik memegang peranan penting di dalam setiap proses pembelajaran
entah di saat atau selesai pembelajaran; hal ini sangat penting untuk medukung guru dalam
proses penilaian dan pembimbingan (Dodi, 2016: 59-60).

Psikologi berasal dari dua kata yaitu ilmu dan jiwa (psyche dan logos); psikologi
secara harafiah dapat diterjemahkan sebagai ilmu pengetahuan yang menginvestigas,
mensintesa, menganalisa, sert mengkosntruksi hal-hal apa saja yang terkait dengan perilaku
dan proses mental tiap individu. Jadi jika diintegrasikan dengan pendidikan, maka psikologi
pendidikan adalah cabang ilmu pedagogik yang mensintesa, menganalisa, membangun ulang,
serta mengembangan hasil investigasi terhadap proses belajar-mengajar yang terkait dengan
faktor-faktor di sekeliling proses pendidikan. Dengan kata lain, psikologi pendidikan sebagai
kompas dalam memabantu untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses pendidikan
sesuai tujuan pendidikan (Dodi, 2016: 60-61).

Sedangkan jika ditelisik lebih spesifik pengaruh psikologi pendidikan pada sisi
pendidik, maka ada sepuluh kegiatan pendidikan yang betumpu pada prinsip-prinsip
psikologi, kegiatan kependidikan ini meliputi: seleksi penerimaan peserta didik, perencanaan
pendidikan, penyusunan kurikulm, penelitian, administrasi kependidikan, pemetaan materi
ajar, interkasi pada proses pembelajaran, pelayanan bimbingan dan penyuluhan, metedologi
pengajaran, penilian dan evaluasi (Dodi, 2016: 61-62). Lebih lanjut psikologi pendidikan
membantu guru untuk memeakan kebuthan di dalam proses pembelajaran agar sesuai dengan
tujuan pendidikan, dengan kata lain pemahaman guru haruslah yang holistik bukan secara
tradisional hanya melihat bahwa pendidik itu merupakan subjek pendidikan dan peserta didik
dilihat sebagai objek pendidikan. Maka jika hanya dipahami sebagai subjek dan objek
pendidikan, akan terjadi jurang pemisah antara guru dan peserta didik; serta mempengaruhi
suasana belajar, serta hasil dari pendidikan secara keseluruhan (Dodi, 2016: 62).

Untuk membantu pendidik dalam mengambangan kompetensi pedagogik yang terkait


dengan psikologi pendidikan, maka beberapa car sederhana yang bisa membantu dalam
mengembangkan dunia keilmuaan psikologi pendidikan, seperti membangun motivasi belajar,
mensintesa berbagai literasi tentang psikologi pendidikan yang berkelanjutan, melibatkan diri
dalam berbagai diskusi serta pelatihan yang terkait dengan psikologi pendidikan.ditambahkan
lagi oleh ahli ini, bahwa manfaat dari psikologi pendidikan bagi pendidik, meliputi dua hal
yang utama yaitu cakap dalam memetakan kebutuhan peserta didik; serta membangun daya
nalar yang responsif terhadap respon di sekitar lingkungan pendidikan yang pastinya terkait
dengan peserta didik (Dodi, 2016: 63).

Pada pemaparan yang lebih luas maka, kajian-kajian yang dapat ditinjau dalam
psikologi pendidikan yaitu (Skerebau, 2018: 100-102), seperti terlihat pada bagian di bawah
ini.
1) Kajian bilogis, kajian ini berfokus bagaiaman cara berpikir manusia leat
konstruksi otak dan saraf, yang diterjemhakan pada proses interaksi dan
perkembangan masing-masing individu. Lebih lanjut terkait juga dengan proses
perilaku terhadap mental, yan bisa dikaitkan dengan ilmu neurobilogis.
2) Kajian perilaku, kajian ini mengimplementasikan investigasi terhadap perilaku
manusia yang dikenal sebagai behaviourisme dan menekankan bagaimana
stimulus dapat mempengaruhi respon di sekitar individu berada.
3) Kajian kognitif, kajian ini berfokus pada: 1. Mental setiap individu terhadap
proses pemahaman; 2. Bagaimana proses input terjadi lewat penyeleksian,
pembandingan, dan mengombinasikan informasi yang diterima dengan informasi

14
lainnya, dengan kata lain bagaiaman seseorang dapat menganalisa serta
mensintesa dan membangun ulang inti dari informasi yang telah diterima.
4) Kajian psikolanalitik: kajian ini menyakini bahwa manusia berperilaku,
berinteraksi, serta membangun satu informasi tidak hanya karena alam kesadaran
manusia yang memicu hal-hal tersebut terjadi. Di lain sisi, alam bawah sadar
manuisa mempunyai potensi untuk memicu manusia bereaksi. Dengan kata lain,
kajian ini dapat menjadi penghubung terhadap kajian-kajian psikologi pendidikan
yang lain, terhadap fenomena perilaku individu yang terjadi karena tida sadar,
atau jenis kondisi kejiwaan yang lain.

Setelah memahami tentang cakupan kajian-kajian psikologi pendidikan, maka pada


ruang lingkup psikologi pendidikan, mencakup dua isu utama, yaitu pertumbuhan dan
perkembangan individu, serta motivasi. Maka gambaran ruang lingkup psikologi pendidikan,
dapat dilihat pada paparan di bawah ini dengan sub-sub cakupan yang lebih spesifik
(Sakerebau, 2018: 102-107).
1) Pertumbuhan dan perkembangan individu: pada isu ini, berfokus pada potensi dan
kemampuan tiap individu, dan mencakup sifat-kualitas-dan ciri tiap individu;
secara singkat dapat dikatakan, fase ini mencakup jasmani, rohani, metal, yang
pastinya mengalami perubahan. Fase ini terbagi menajdi: yang pertama kejiwaan
anak, fase ini merefleksikan aspek dan fungsi pada diri individu pada tahapan
awal pertumbuhan, yang sangat mendasari proses pertumbuhan pada level-level
berikutnya dan sangat krusial karena masa-masa awal merupakan masa sulit bagi
sis kejiwaan tiap individu. Sedangkan pada sub ruang lingkup yang kedua yaitu
kecerdasan, mencakup faktor gen, mental, dan budaya. Hal mendasar lainnya yang
terdapat di dalam intelegensia yaitu motivasi, sifat, kesehatan fisik-mental,
kepribadian, dan ketekuaan. Dari faktor-faktor tersebut yang mempengaruhi
pencapaian dalam presetasi.
2) Pada ruang lingkup kedua yaitu motivasi: pada cakupan ini singkatnya dapat
dipahami sebagai dorongan yang dilandasi akan keinginan dan kebutuhan. Ruang
lingkup ini, dilandasi oleh dua fondasi, yaitu:
● Teori insentif: arti dari teori ini berpusat pada ketertarikan dan hal
menyenangkan dari pribadi manusia terhadap objek di sekelilingnya. Biasanya
teori ini sangat terlihat jelas pada level awal pertumbuhan manusia, yaitu usi
anak.
● Teori hedonistik: simpelnya teori ini menjelaskan tentang respon seseorang
terhadap hal yang menyenangkan, dan akan menghindari hal yang tidak
menyenangkan. Respon yang dilakukan pastinya dilandasi dengan dorongan,
maka secara totomatis melekat dengan istilah motivasi. Maka motivasi yang
diterjemahkan melalui teori ini yaitu:
✔ Motif motivasi internal: merupakan dorongan dari dalam diri setiap
individu.
✔ Motif motivasi eksternal: dorongan dari luar diri individu.
✔ Motif motivasi intrisik: berkaitan dengan perbuatam individu yang sedang
dilakukan; kesadaran akan eksistensi yang mengakibatkan pada
terealisasinya kemampuan. Tiga faktor yang melandasi dalam motiv ini
yaitu motif keberhasilan, kemungkinan keberhasilan, dan nilai
keberhasilan.

15
✔ Motif motivasi ekstrinsik: perbuatan yang terjadi di luar dorongan dari
pribadi masing-masing, tetapi mnejadi penyerta. Conthnya yaitu guru
berusaha untuk keberhasilan anak didiknya pada akhir proses
pembelajaran dengan cara menyiapkan kerangka materi yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran dan pembelajar.

Maka itu motivasi dapat ditinjau ke dalam bentuk aspek-aspek yang mencakup
dorongan: untuk bertanggunjawab; rasa ingin tahu terhadap hal yang baru; terpacu dalam
prestasi; kritis dalam mengahdapi persoalan; bersifat terbuka terhadap kritikan; kompetitif;
kritis terhadap problematika di sekitar; objektif, terukur, dan sistematis dalam melakukan
tanggungjawab (Sakerebau, 2018: 107). Mendasari pada implementasi psikologi pendidikan,
peran kajian ini meliputi tiga hal utama yaitu pertama sebagai media dalam
mengkonstruksikan pribadi dan prestasi belajar tiap individu; kedua, kritis terhadap situasi;
ketiga, manajemen emosi; sebagai pemicu yang berkesinambungan dalam membangkitkan
motivsi belajar (Sakerebau, 2018: 109). Sedangkan untuk cabang keilmuan psikologi dapa
ditinjau ke dalam dua puluh dealapan jenis yang dapat dilihat pada lampiran modul (Retno,
2018). Untuk menambahkan literasi terhadap kajian psikologi, penulisa ini memparkan
beberapa literasi menyangkut psikologi pendidikan, di antaranya ruang lingkup psikologi
pendidikan; objek kajian psikologi pendidikan; dan peran psikologi pendidikan terhadap
pendidikan (Savitra, 2017). Lebih lanjut untuk ruang lingkup psikologi pendidikan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1
Jenis Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan
1) Pertumbuhan dan perkembangan
2) Hereditas dan lingkungan
3) Potensial serta karakteristik tingkah laku
4) Hasil proses pendidikan serta pengaruhnya di dalam individu yang memiliki sifat
personal dan sosial
5) Higiene mental dan pendidikan
6) Evaluasi hasil pendidikan
7) Pengetahuan mengenai psikologi pendidikan, mulai dari pengertian ruang lingkup,
sejarah psikologi pendidikan, dan tujuan untuk mempelajari ilmu tersebut.
8) Pembawaan
9) Lingkungan fisik dan psikologis
10) Proses-pross tingkah laku
11) Perkembangan siswa
12) Hakikat dan ruang lingkup belajar
13) Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar
14) Pengukuran pendidikan
15) Hukum dan teori belajar
16) Transfer belajar
17) Aspek praktis pengukuran pendidikan
18) Kesehatan mental
19) Ilmu statistik dasar
20) Pendidikan pembentukan watak atau kepribadian
21) Kurikulukum pendidikan sekolah dasar

16
22) Kurikulum pendidikan sekolah menengah

Sedangkan pada sumber literasi ini, tergambarkan bahwa, ruang lingkup psikologi
pendidikan meliputi: literasi psikologi pendidikan; guna psikologi pendidikan; literasi genetik;
literasi fisiologis; literasi pertumbuhan manusia; tujuan pelaksanaan literasi psikologi
terhadap pendidikan; kajian perilaku masing- masing orang; karakteristik dan ruang lingkup
pembelajaran; variabel yang mempengaruhi pembelajaran. literasi tentang prinsip serta teori;
trasnformasi serta integrasi teknologi dalam penilian serta pengukuran pada ranah psikologi
pembelajaran; dasar- dasar statistik; literasi tentang kajian mental; peran di dalam kajian
psikologi pembelajaran; literasi kontemporer serta pada psikologi pembelajaran (ePsikologi,
2019).
Secara keseluruhan, psikologi pendidikan mencakup tiga hal utama yang menjadi
dasar dari proses psikologi pendidikan, pertama belajar, proses, dan situasi belajar.
Ditambahkan lagi, topik seputar psikologi pendidikan dari awalnya sampai sekarang, berputar
pada proses investigasi tentang pendidikan yang sesuai pada tiap level peserta didik;
psikomotorik; karakterk; fenomena pendidikan moral; efek eksternal terhadap perkembangan
individu; peran dan hunugan guru dengan peserta didik; perangkat belajara dan mengajar;
metode mengajar; jenis aktivitas belajar; prinsip belajar; afeksi dan belajar; independent dan
atau discovery learning (ePsikologi, 2019b).
Selanjutnya proses pendidikan, dipandang dari psikologi pendidikan, sudah
seharusnya memperhatikan dasar arah di dalam proses belajar mengajar, seperti tiap level
pembelajar atau siswa memiliki ciri dan sifat di dalam belajar, yang terakhir yaitu proses
belajar dan mengajar lebih efisien dan efektif, jika mempertimbangkan kenyamanan peserta
didik serta lingkungan belajar; dan didukung dengan alat peraga yang mudah untuk dipahami.
Selanjutnya, pendidikan diperspektifkan sebagai proses natural yang sudah menjadi satu
dengan tiap pribadi sebagai mahkluk ciptaan Tuhan; maka aspek natural harus
dipertimbangkan dan dikolaborasikan di dalam proses pendidikan yang terarah. Orang tua,
merupakan varibael yang penting di dalam mendukung pendidikan, tetapi dilakukan dengan
terarah dan berkesinambungan. Yang terakhir yaitu, pentingnya pendidik mengembangkan
literasi dalam manajemen pendidikan termasuk konsep jiwa di dalam tiap individu
(ePsikologi, 2019c). lebih lanjut tentang pentingnya kajian psikologi pendidikan terhadap
pendidik dan peserta didik, dapat dilihat pada tabel di halaman berikutnya.
Tabel 2
Urgensi Pengetahuan Psikologi Pendidikan untuk Pendidik dan Peserta Didik
Untuk Pendidik Untuk Peserta Didik
1) Peka terhadap perilaku manusia dan 1) Meningkatkan kemauan dengan
membutuhkan pembelajaran. mengimplementasikan lewat
2) Mampu mengatasi masalah yang muncul mencari-menggali-mensintesa-serta
dikalangan siswa. membangun ulang ilmu
3) Pahami gejala yang ditimbulkan oleh pengetahuan.
siswa dalam proses mengajar. 2) Termotivatis untuk membangun
4) Latih diri untuk menjadi pembelajar yang kemampuan dengan dasar intuisi
manusiawi dan mampu berbagi dan potensi belajar.
pengetahuan dengan orang lain secara 3) Berkembang menjadi pembelajar
profesional. manusia, selalu menggali dan
5) Memahami teknik yang tepat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
memaksimalkan potensi belajar siswa. 4) Termotivasi untuk lebih

17
6) Mampu menganalisis kekuatan dan berkembang lewat pendekatan yang
kelemahan diri dan metode belajar kompetitif.
mengajar.
7) Serta berusaha untuk terus berkembang.

Pada sisi tujuan pendidikan yang ditinjau dari perspektif psikologi pendidikan dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut: memahami gejala psikologis siswa; memahami
kemampuan dan potensi siswa; memahami secara efektif tujuan pembelajaran terbaik;
memahami proses bimbingan siswa sesuai dengan potensi dan kemampuan masing-masing
individu; memahami prinsip dan teori pendidikan dalam rencana pendidikan sesuai dengan
kebutuhan konseptual siswa dan proses aplikasi ilmu yang berkesinambungan (ePsikologi,
2019d).
Pada paparan tentang objek kajian dari psikologi pendidikan, seacara deskriptif dapat
digambarkan sebagai berikut, tujuan penelitian psikologi pendidikan bukan untuk
mengabaikan masalah psikologis guru, tetapi juga menginvestigasi lebih mendalam tentang
masalah psikologis siswa. Di lain sisi, mensisntesa dan membangun layanan khusus yang
diberikan kepada siswa. Namun hal ini cenderung lebih memperhatikan aspek psikologis
peserta didik, terutama yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Hal tersebut dapat
dilihat pada topik-topik berikut ini: pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, perbedaan
antara peserta didik individu, keturunan dan lingkungan, pengukuran proses dan hasil
pembelajaran pendidikan, karakteristik perilaku siswa, motivasi dan minat, kesehatan mental
dan topik terkait lainnya. Secara singkat, psikologi pendidikan menyikapi tentang interaksi
antara pendidik (guru) dan siswa bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa yang
didukung oleh fasilitas dan fasilitas di lingkungan tertentu (Savitra, 2017b).
Dari tahapan objek kajian, maka dapat melihat lebih mendalam perihal peran
psikologi terhadap pendidikan yang mencakup; kurikulum, sistem pembelajaran, dan
implikasi piskologi pada proses penilian. Pada sisi peran psikologi pada dunia pendidikan,
dapat dijabarkan secara terperinci tentang tujuan belajar; eksistensi kehadiran manusia di
muka bumi berdasarkan tujuan; perilaku berpengaruh pada proses belajar; belajar
membutuhkan motivasi agar lebih komprehensif; adanya proses pembimbingan peserta didik;
proses dalam memotivasi-menggali-membimbing-dan mengembangkan kemampuan lewat
motivasi belajar, menjadi dorongan dalam meraih tujuan pembelajaran lewat proses penilaian
dan pengukuran (Savitra, 2017c).

Sebelum memasuki topik inti dalam impelmentasi psikologi pendidikan pada setiap
level pendidikan, maka perlu diketahui untuk para pembelajar, penggiat literasi, peneliti, dan
pendidik, tentang pentingnya pengetahuan tentang bentuk gejala jiwa di dalam pendidikan.
Maka itu seperti yang dikonsturksikan oleh ahli ini bahwa gejala-gejala jiwa atau bisa juga
disebut dengan fungsi psikis (Firosad, 2017), secara umum dibagi menjadi:
1) Persepsi: kemampuan manusia secara individual untuk memproyeksikan atau
menggambarkan objek yang ditangkap oleh indera manusia ke dalam satu sintesa
utuh.
2) Struktur dan proses penglihatan: setiap gambaran yang ditangkap dan diproses
oleh gejala kedua ini selalu berbeda-beda pada tiap individu, tergantung pada
kemampuan penglihatan. Kemampuan penglihatan sangat berdampak pada
intensitas pencahayaan.
3) Persepsi: merupakan terjemahan dari proses penginderaan, artinya jika melihat
nyala api itu semakin menyala, maka suhu pada api tersebut akan terasa panas.
Maka dapat dikatakan, panas tersebut diproses dari penginderaan dan

18
diterjemahkan melalui persepsi. Di lain sisi, buah durian, akan dikatakan enak,
atau dirasa enak dan tidak enak tergantung penerjemahan pada indera masing-
masing individu.
4) Persepsi visual: untuk gejala keempat ini, dibagi menjadi dua bagian yaitu wujud
dan latar, serta pola pengelompokan. Pada wujud dan latar; hal ini bisa
disederhanakan dengan contoh seseorang yang berdiri di bawah sinar rembulan
tepat di bawah sinarnya, maka orang lain akan melihat dia yang sedang berdiri
tadi, dengan bayangan dan kilauan rembulan yang melatari posisi berdirinya.
Sedangkan pada pola pengelompokan; hal ini dapat dicontohkan dengan
gambaran yang sederhana seperti ketika ingin melihat urutan tinggi dalam satu
barisan, maka sang pemimpin barisan bisa saja menginstruksikan untuk tiap orang
beridiri mengikuti porsi badan yang paling tinggi sampai yang paling pendek, atau
sebaliknya. Maka dapat dilihat dengan mudah ukuran tinggi badan yang tepat
dalam satu barisan. Untuk mendasari golongan jiwa keempat ini, ahli ini
melandasi dengan istilah (hukum pengelompokan) yang pada ranah psikologi
dikenal sebagai Gesalt atau hukum Pragnanz (bahasa Jerman, artinya kesadaran,
atau consciousness). Termasuk didalamnya adalah Hukum Kesamaan (Law of
Similarity), Hukum Kedekatan (Law of Proximity), ditambah dengan Hukum
Keutuhan (Law of Contiguity).

Untuk ketiga teori dari Gesalt, penulis ini meringkas inti dari implikasi teori di dalam
pendidikan, yaitu ketiga teori itu berarguemn tentang suatu gejala yang diinvestigasi dari
refleski terhadap keseluruhan atau totalitas; gejala yang dimaksudkan ialah fenomena
(Dariyanto, 2011). Maka jika ditekankan untuk lebih jelasnya di dalam hal praktis pada
pendidikan yaitu belajar, insight, dan memori. Dari ketiga variabel ini, dapat dijabarkan
menjadi:
1) Pada variabel belajar: dipaparkan bahwa, pada proses belajar, sangat bertumpu
pada kemampuan kognitif. Proses belajar mengubah nalar manusia menjadi kritis.
Oleh karena itu, proses belajar ini, terackup dalam beberapa tahapan yang krusial,
tahapan tersebut yaitu;
● Pengalaman: proses untuk merunutkan satu peristiwa di dalam pembelajaran
sangat dipertimbangkan dalam membangun keteraturan di dalam berlogika.
● Pembelajaran yang efektif dan efisien.
● Membentuk pribadi yang berkepribadian, sederhananya, ketika stimulus
dibangun berbanding lurus dengan respon di dalam kerangka pembelajaran
yang efektif dan efesien maka, pribadi yang dibentuk akan sesuai atau hasil
akan bersinkron dengan tujuan pembelajaran.
● Selalu berefleksi pada prinsip, maksud dari tahapan ini yaitu kesinkronan
materi ajar, metode, dan proses ajar, selaras dengan keadaan yang berlangsung
sehingga dapat menjawab tantangan setelah menempuh bangku pendidikan.
● Transfer, di dalam mensisntesa, membangun ulang dan menghubungkan
materi ke peserta didik, jika ingin mencapai tujuan dan hasil yang objektif,
maka, authentisitas (keaslian dan kebenaran) serta otentik (ciri dari) materi
ajar yang berlandaskan pada konsep, prinsip, serta teori akan menghasilkan
spesifikasi lulusan yang bermutu, serta pastinya sesuai dengan perkembangan
jaman.
2) Isight, pada level ini, setiap individu akan mensintesa dan memilah berdasarkan
pengalaman masing-masing, untuk merekonstruksi solusi terkait hubungan
pengalaman dengan tujuan pembelajaran. Sedangkan faktor yang membangun

19
pada level insight seperti kesanggupan, pengalaman, taraf kompleksitas, latihan,
dan mencoba dan gagal.
3) Memori, persepsi terhadap satu obyek akan diingat pada otak manusia; ingatan
akan berasosiasi dengan perspesi dan sebaliknya. Biasanya, memori akan
menampung hal-hal yang menyangkut gossip atau rumor serta fakta; rumor dan
fakta merupakan dua hal yang sangat berbeda, secara ilmiah mapun berdasarkan
indera manusia.

Dilengkapi oleh penulis ini bahwa hubungan-pola-kemiripan merupakan representasi


terjemahan teori Gesalt; oleh karena itu, untuk membandingkan literasi-literasi sebelumnya
dengan literasi ini, maka penjelasan tentang teori Gesalt dideskripsikan seperti: proximity,
Similarity (Askaria, 2019).
1) Untuk proximity, dalam aplikasinya terlihat bahwa manusia dapat merealisasikan
sesuatu dengan mudah.
2) Similarity, tentu saja dengan dinamakan seperti ini, maka segala latar dan bentuk
yang sama antara objek yang divisualisasikan oleh masing-masing orang, akan
terlihat sama; kesaamaan yaitu bentuk, ruang, warna, dan sebagainnya.

Gambar 13
Proximity

20
Gambar 14
Similarity

V. Penjabaran Jiwa Manusia


Di dalam poin ini akan dijabarkan jeni-jenis jiwa manusia di dalam cakupan psikologi
pendidikan. Hal ini sangat penting bagi pendidik, peneliti, praktisi, pemerhati, maupun
seluruh pemangku kebijakan di dalam pendidikan, maka jenis jiwa manusia di damalm
psikologi pendidikan, dapat dibagi menjadi delapan poin. Secara umum gejala kejiwaan
manusia meliputi aspek kognitif yaitu penginderaan, persepsi, memori, berpikir, inteligensia.
Pada aspek afektif mencakup emosi dan perasaan. Sedangkan pada aspek psikomotor
mencakup sugesti, kelelahan, kepribadian (TIM Psikologi Pendidikan UNY, n.d.).
1) Pengindraaan atau dikenal sebagai sensasi, di lain sisi diterjemahkan sebagai
kemampuan otak dalam memproses informasi: pada aspek kejiwaan ini, terjadinya
proses dorongan melaui panca indera manusia, selanjutnya, pada sikon manakah
yang dikategorikan sebagai proses penginderaan, secara ilmiah faktor yang
menyebabkan proses penginderaan yaitu adanya kekuatan objek, kesehatan indera,
adanya daya perhatian manusia terhadap objek yang dihadapi. Berikutnya
berkaitan dengan aspek jiwa ini, ada beberapa hal mencakup sudut pandang
penginderaan, yaitu mecakup empat pengaturan di dalam sudut pandang. Pertama,
pengaturan tentang persepsi ruang, seperti jarak (jauh-dekat, tinggi-rendah, berat-
ringan, kecil-besar dan sebagainnya). Kedua perspepsi waktu, misalnya (pada 5
menit pertama, 5 menit berikutnya, sejam kemudian, sedetik yang lalu, dan
sebagainya). Ketiga, penginderaan dengan teori gestalt, misalnya (sebuah rumah
dikatakan bagus, rumah yang dimaksudkan yaitu bangunan secara fisik, dan tidak
menjabarkan atau menjelaskan sisi mana pada bangunan tersebut yang terlihat

21
bagus). Keempat yaitu, perspesi menurut arti, misalnya (pada persepsi A, terlihat
sebagai lapangan; dan pada perspesi B, terlihat lapangan bola kaki. Berarti
lapangan A merupakan lapangan yang bersifat atau diartikan lapangan untuk
kegunaan umum, sedangkan lapangan B diartikan sebagai lapangan bola kaki).
2) Persepsi: sedangkan bagaimana jika persepsi dihadapkan dengan perbedaan sudut
pandang, maka itu dapat dikategorikan ke dalam dua pengaruh perbedaan,
pertama: pada sisi negatif dan positif, perbedaan itu akan sama pengaruhnya
terhadap persepsi. Sedangkan yang kedua yaitu sisi positif dan negatif di dalam
sudut pandang, tergantung pada persepsi masing-masing manusia.

Gambar 15
Contoh A

Gambar 16
Contoh B
3) Memori: jenis jiwa ini mencakup tiga hal besar yaitu (memasukan-menyimpan-
dan memunculkan). Dari tiga hal tersebut dikonstruksikan menjadi: pesan di
dalam ingatan yang telah dimasukan; berikutnya pesan yang sudah masuk dengan
cara disimpan; dan informasi yang dimunculkan kembali. Lebih lanjut, memori
pada tingkatan kemampuan untuk digunakan, dibagi menjadi, jangka pendek;
panjang; dan memori kerja. Untuk mengetahui penjelasan lebih lanjut tentang
jenis memori, maka dapat dilihat pada bagian berikut.

22
Gambar 17
MJPk

Gambar 18
MK

Gambar 19
MJP
● Lebih mendalam pada cakupan memori atau daya ingat-kemampuan otak
berproses untuk menyimpan dan mengolah informasi, seringkali manusia
mengalami kesulitan di dalam manajemen daya ingat; maka pada faktor ini
yang terkait dengan melupakan hal yang tersimpan di dalam memori, yaitu
lupa karena waktu (jarang untuk mencoba meningat tentang satu hal) hal ini
berdasarkan teori Decay.

23
● Berikutnya yaitu sebab fisik seperti kecelakaan, sedangkan memori juga
dipengaruhi oleh kondisi psikis-yang contoh paling fatalnya seperti menjadi
psikopat.
● Teori Decay tersebut, diterjemahkan oleh ahli ini pada penelitiannya, dengan
berargumen bahwa pertama-tama proses belajar itu sudah permanen melekat
pada setiap orang, dan terjadi berdasarkan pengalaman. Berkaitan dengan
pendidikan, maka belajar adalah kuncinya; tetapi di tengah proses belajar,
pasti terjadi penurunan daya ingat semisal lupa; lupa dapat menyebabkan
degradasi kemampuan terhadap belajar. Maka itu perlunya skema kognitif
yang selalu diasah (Arlotas & Mustika, 2019: 45).
● Untuk menguatkan semua komunitas pendidikan terhadap literasi lupa terkait
dengan pengembangan materi psikologi pendidikan, maka faktor lupa dapat
disebabkan oleh beberpa faktor (Arlotas & Mustika, 2019: 47-48), seperti:
✔ Tingkat penggunaan daya ingat yang jarang digunakan atau diasah, maka
terkait dengan Decay theory.
✔ Berlandaskan pada interfance theory, pada teori sebelumnya menegaskan
bahwa, kemampuan daya ingat akan awet jika selalu digunakan, lain hal
berdasarkan teori interfance, faktor lupa diakibatkan oleh beralihnya fokus
daya ingat manusia pada informasi lain, sehingga informasi yang lainnya
akan terlupakan jika tidak diusahakan untuk mengingat kembali. Atau bisa
juga terjadi jika, pada saat bersamaan, informasi lain berusaha diingat oleh
individu, dan individu tersebut mengesampingkan informasi lainnya.
✔ Reconstruction or schema theory, teori ini simpelnya menggambarkan
faktor yang menyebabkan daya ingat manusia menurun karena lebih
didominasi oleh pengalaman yang disimpan pada ingatan cenderung
terkotak-kotak. Misalnya, manusia lebih senang mengingat hal yang
gembira, daripada hal yang menyedihkan; contoh lain yaitu stigma tentang
teman yang jahat tertanam lebih mendalam ketimbang sisi baik dari teman
tersebut. Kedua contoh tersebut bisa terjadi pada sisi berlawanan
tergantung kecenderungan perspektif dari tiap proses ingatan manusia,
intinya bisa lebih menonjol daya ingat terhadap sisi negatif daripada positif,
atau sebaliknya.
✔ Motivated forgetting, untuk proses ini, lebih sepenuhnya berposes pada
daya ingatan yang menghilangkan sisi ingatan yang bertolak dengan alam
sadar tiap pribadi, menurut perspektif. Misalnya, jika seseorang trauma,
takut, cemas, khawatir, maka individu tersebut akan mencoba untuk tidak
mengingat hal yang menggangu psikis dan proses kehidupan.
Untuk membantu dalam mensiasati setiap kondisi memori pada manusia,
maka ada beberapa langkah yang ditawarkan lewat literasi ini, lewat
strategi mnemonic yang terdiri dari beberapa jenis (Arlotas & Mustika,
2019: 48-49). Sedangkan ditambahkan oleh literasi ini, bahwa mnemonic
merupakan, alat bantu dalam merekonstruksi ulang memori, dan salah satu
teknik untuk menjembatani strategi ini bernama make a match yang
dipakai oleh kajian matematika dalam penguatan proses pembelajaran (Z,
2019: 174) seperti:
● Rhyme, yaitu rima di dalam bahasa Indonesia, yang berimplikasi pada
permainan kata-kata, serta dikomposisikan lewat nada yang harmonis,
misalnya lagu, untuk menarik minat pembelajar. Pada jenis stragi ini,

24
umumnya menjadi sasaran implementasi pada tingkatan pendidikan
dasar, atau spesifiknya pada tingkatan pendidikan awal-taman kanak-
kanak.
● Sistem kata pasak (peg word system), untuk strategi ini digunakan
lewat pendekatan persamaan atau berasosiasi antara objek yang satu
dan objek yang lain; serta sudah menjadi hal yang umum dipakai,
misalnya langit dan bumi, hitam dan putih, nada (DO) = angka (1).
● Losai (method of loci), kata loci merupakan bentuk jamak yang berasal
dari kata locus; lebih lanjut, strategi ini bertujuan untuk menjembatani
daya ingat tiap individu lewat proses asosiasi atau menggunakan nama-
nama benda yang sudah diketahui; serta melekat di dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya jika ingin menguatkan tentang dimensi bangun
ruang seperti kubus-maka bisa diasosiasikan atau dilambangkan
dengan dadu. Jika dicontohkan pada bidang musik, maka bisa
mengandaikan sebidang tangga untuk menggambarkan tangga nada
dasar pada kajian musik.
● Sistem kata kunci (keyword system), pada teknik ini sangatlah
membantu karena pembelajar hanya memeperhatikan, mengingat,
menghafal, serta mengkonstruksikan setiap kata kunci pada materi
yang diajarkan. Misalnya dalam merunutkan Pancasila, jika ingin tidak
melupakan urutannya maka hanya dibutuhkan untuk melihat inti
kalimat setiap butirnya, yaitu Ketuhanan…, dan seterusnya.
● Akronim, jika diartikan dengan kata yang simpel yaitu singkatan.
Seperti jika mengingat satu istilah yyang panjang kalimatnya, maka
bisa memakai huruf awal di tiap kata untuk digabungkan menjad satu
kata yang singkat, agar dapat mempermudah dalam mengingat dan
memahami. Misalnya PBB, ASEAN, LBB, KB, MNC, RCT, TPI.
● Acrostics, untuk teknik ini, tidak bertumpu pada huruf awal pada satu
kata di tiap kalimat, seperti pada penggunaan teknik akronim; tetapi
mengambil huruf awal yang disingkatkan agar lebih cocok untuk
mengingat. Contohnya yaitu dalam menghafal dertan warna:
mejikuhibimu-merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu (Sunar
WN, 2015).
● Frasa, dalam penggunaan pada pengajaran untuk teknik ini biasanya
mengkonstruksikan kode, yang bertujuan untuk membaca setiap digit
angka, digit angka tersebut diwakilkan lewat kode berupa huruf.
Misalnya huruf [e] diterjemahkan ke delapan digit angka, atau
melambangkan delapan digit angka, seperti [e] yang berarti 2,7182818.
● Pengelompokan, gampangnya untuk teknik ini bertujuan untuk
mengelompokan kata atau kalimat menjadi kelompok tertentu.
Misalnya untuk lebih memudahkan pemahaman pembaca, maka dapat
diambil contoh sehari-hari, jika kita ingin menghafal nomor telepon
pribadi, pada tiap kartu seluler, sudah menuliskan kelompok angka
yang dapat terdiri dari dua grup angka yang mewakili sebelas atau dua
belas deretan angka; contoh kasusnya yaitu nomor seluler di Indonesia.
Sedangkan pada contoh lainnya yaitu penggunaan teknik
pengelompokan pada kasus deretan kata dapat dilihat contohnya
seperti: jika ada terlihat oleh seorang individu sejumlah buah, daging,

25
dan sayur, maka untuk dapat memudahkan untuk mengingat, yaitu
individu tersebut harus mengelompokan tiap jenis objek yang dilihat,
yaitu dikelompokan berdasarkan jenis objek sayuran, daging, dan
buah-buahan (BAHARUN, 2020: 18; Z, 2019: 176).
● Cerita, teknik ini terdengar klasik tetapi sangat menarik di antara
teknik-teknik mnemonic lainnya. Hal ini biasanya lawas digunakan
pada tingkatan pendidikan dasar, dan usia pembelajar pada awal
taahapan pendidikan, sangat menikmati sajian materi lewat teknik
cerita. Contohnya jika pendidik ingin mengajarkan materi tentang
kelompok alat musik, maka untuk menarik motivasi siswa agar tidak
menjadi bosan, pendidik mengembangkan alur topik pelajaran ke
dalam bentuk cerita singkat yang saling berkaitan erat dengan
kelompok alat-alat musik (BAHARUN, 2020: 17).
4) Berpikir, untuk tahapan ini, inti dari berpikir adalah adanya interaksi dan respon
terhadap satu informasi, serta proses berpikir merupakan satu aktivitas internal
dari tiap individu yang dapat diasumsikan dengan kata lain, sebagai hasil dari
perilaku (Asrori, 2020: 68-69). Maka itu untuk tahapan berpikir dibagi menjadi
beberapa jenis proses berpikir (Asrori, 2020: 69-78).

Tabel 3
Jenis Berpikir
Jenis Berpikir Individu

● Berpikir positif, inti dari jenis berpikir ini, yaitu kemampuan tiap individu
dalam mengatur segala informasi yang diserap dan disesuaikan dengan tujuan
hidupnya, agar lebih bermanfaat di kemudian hari. Ciri dari jenis berpikir ini
mencakup: berkemampuan dalam memandang-melihat-memberikan satu
peristiwa, dan atau informasi dengan rasional daripada dengan kemarahan atau
pemikiran negatif. Selain itu dengan berpikir positif menjadi penyemangat
dalam bertumbuh dan berkembang; selalu mempunyai jiwa pejuang; adanya
keselarasan dan harmonisasi kehidupan; terampil dan selalu kritis terhadap
segala perubahan di sekitar lingkungan; adanya keseimbangan anatara
kehidupan duniawi dan Ke-Tuhan-an; serta kreatif dalam segala aktivitas.
Berikut ini merupakan faktor yang mempengaruhi jenis pemikiran postif, yang
meliputi: harapan, keyakinan, terbuka terhadap kritikan dan perubahan, dan
adanya motivasi untuk beradaptasi dengan segala dinamika lingkungan.

● Berpikir negatif, inti dari jenis berpikir ini yaitu menganggap semua informasi,
respon, tindakan dari individu yang lain bersifat tidak baik. Ciri dari pola pikir
negatif, intinya seperti tidak berpendirian dan pesimis. Sedangkan faktor yang
menyebabkan pola pikir negatif seperti latar belakang pengalaman, kurangnya
dukungan motivasi, tidak ada pendirian, kecenderungan proses sosial yang
negatif, faktor tambahan lainnya dari sisi internal dan eksternal.

26
● Berpikir kritis, inti dari berpikir kritis mencakup adanya dorongan untuk selalu
berefleksi, belajar dan mempelajari, menilai lebih jauh bukan hanya dari
tampilan luar informasi dan peristiwa; dan di lain sisi afektif, psikomotor, dan
kognitif mampu diseimbangkan dalam merespon satu reaksi.

● Berpikir kreatif, kata kunci dari proses berpikir ini meliputi cekatan dan
tentunya dibalut oleh kreativitas, orisinal-estetis-konstruktif-korelasi antara ide
dan pelaksanaan. Dan inti dari proses berpikir kreatif yaitu disiplin dan
didukung dengan terus berlatih. Selanjutnya, faktor yang mendukung individu
untuk berpikir kreatif yaitu tingkatan rasa ingin tahu yang mendalam, analitis
dan terukurterhadap ide dan infromasi, adanya respon yang bertalian dengan
peristiwa atau informasi, berpikir konstruktif, dan terukur. Ditambahkan lebih
mendalam tentang berpikir kreatif, dengan berdasarkan tinjauan empiris yang
lain, ada empat faktor utama yang mempengaruhi proses berpikir kreatif yaitu
fluency, adanya konstruksi gagasan-penyelesaian tentang nasalah maupun
pertanyaan. Kedua, flexibility, mampu mengembangkan bermacam ide
terhadap infromasi atau peristiwa. Ketiga, originality, kemampuan dalam
memproduksikan ide yang berdampak kebaharuan atau berbeda tapi relevan.
Keempat, elaboration, mampu menyesuaikan dan mengembangkan menjadi
hal yang efektif dan menjadi pembeda di dalam penggunaan ide tersebut.

5) Otak manusia, untuk poin ini, sangat berekorelasi dengan diskusi tentang proses
berpikir manusia, maka itu akan dijelaskan secara terperinci tentang otak manusia
terkait dengan kajian psikologi pendidikan. Manusia secara alamiah, mempunyai
otak yang membutuhkan proses perkembangan yang terstruktur, dan sangat
memakan waktu dalam evolusi otak manusia. Praktisnya manusia tidak langsung
terlahir dan pada saat itu langsung memiliki otak yang prosesnya sangat
cemerlang; tetapi harus membutuhkan waktu dalam proses perkembangan otak (R,
2016: 14-15)
Perhatikan pernyataan di berikut ini (R, 2016: 15-17) ahli berkata bahwa
“para ilmuwan banyak menggunakan metode untuk mempelajari otak manusia.
Metode-metode ini meliputi studi-studi postmortem (dari bahasa latin,
‘setelah meninggal’), dan teknik-teknik in vivo (dari bahasa latin, ‘hidup’)
baik kepada manusia maupun hewan. Masing-masing teknik menyediakan
informasi yang penting mengenai struktur dan fungsi otak manusia. Bahkan,
sejumlah postmortem paling awal masih mempengaruhi pemikiran kita
sampai sekarang mengenai cara otak melakukan fungsi-fungsi tertentu.
Selama berabad-abad, para peneliti sudah mampu membedah otak setelah
seseorang meningal. Bahkan dewasa ini pembedahan sering kali digunakan
untuk mempelajari hubungan otak dengan perilaku. Para peneliti mempelajari
dengan hati-hati perilaku manusia yang menunjukkan tanda-tanda kerusakan
otak ketika mereka masih hidup. Pertama-tama mereka mendokumentasikan
perilaku pasien sedetai mungkin di dalam studi-studi kasus sebelum pasien
meninggal. Berikutnya, setelah pasien meninggal, peneliti menguji otak pasien
untuk mencari lokasi terjadinya lesi – area-area jaringan tubuh yang
mengalami kerusakan seperti karena luka benturan atau penyakit. Peneliti

27
kemudian menyimpulkan bahwa lokasi-lokasi lesi memang memengaruhi
perilaku mereka. Dengan cara inilah peneliti bisa melacak kaitan antara tipe
perilaku yang diamati dengan anomali-anomali yang terdapat di lokasi
tertentu pada otak. Agar lebih jelas tentang pemahaman tentang otak, disini
akan dibahas tentang anatomi umum otak, yaitu Otak depan, Otak tengah dan
Otak belakang. Otak depan adalah wilayah otak yang terletak di bagian atas
dan depan otak, terdiri atas kulit otak, ganglia basalis, sistem limbik, talamus
dan hipotalamus. Otak tengah membantu mengontrol gerakan mata dan
koordinasi. Otak tengah lebih penting pada nonmamalia daripada mamalia.
Pada non mamalia otak tengah menjadi sumber utama kontrol bagi informasi
visual dan auditoris. Otak belakang terdiri atas medula oblongata, pons dan
serebelum”.
✔ Bertolak dari penjelasan singkat dan terperinci tentang otak manusia, maka
untuk kajian ilmiah ini, menjelaskan tentang otak manusia mengalami
beberapa jenis perkembangan, yang terdiri dari tiga bagian besar (Nuraeni,
2016), seperti:
✔ Pertama, brain screening atau brain selection, tahapan ini meliputi
investigasi tentang kecerdasan manusia pada tahapan normal yang
mencakup usia dini sampai pada usia senja. Untuk membedakan proses
investigasi ini, maka dapat ditinjau menjadi dua hal umum yaitu
investigasi kecerdasan majemuk yang biasanya dikonstruksikan dan
dikembangkan pada usia dini; sedangkan untuk tahap umur setelah dini,
yaitu dewasa-umumnya dilaksanakan investigasi terhadap kecerdasan
yang mengarah kepada variabel produktivitas.
✔ Kedua, brain stimulation, inti dari pengembangan tahapan ini, yaitu
tentang stimulus pada kecerdasan dan pengembangan lebih lanjut
faktor kecerdasan terahadap kemampuan berkomunikasi sejak usia dini.
✔ Ketiga, brain restoration, tahapan ini lebih condong terhadap proses
investigasi yang bertujuan untuk rekonstruksi kecerdasan otak manusia,
yang mengalami trauma atau ganguan akibat kecelakaan alami maupun
bukan alamiah.
✔ Pada paparan lanjutan tentang otak manusia jiak ditinjau dari ranah ilmiah
Neouro, maka dilihat dari bentuk fisik otak secara normal, otak manusia
memiliki ukuran total yang jika dihitung dengan sistem berat, berarti
sebesar [1400 gram atau 2% dari berat badan manusia normal]. Untuk
menjadi catatan, ukuran otak manusia tidak berpengaruh dengan
pertumbuhan kecedarsan. Ditambahkan lagi, otak manusia secara
konstruksi, dibagi menjadi otak besar [Cerebrum], otak kecil [Cerebellum],
batang otak [Brainstem], dan sistem limbik [Limbic System] (Nuraeni,
2016: 16).

28
Gambar 20
Sistem Otak Manusia
✔ Jika Neuro merupakan ilmu yang mempelajari tentang sistem syaraf
manusia, maka ketika terintegrasi ke dalam pendidikan, ilmu ini akan
berdiri sebagai neuropedagogik. Maka inti dari dunia keilmuan
neuropedagogik yaitu kajian yang menggali kemampuan manusia yang
didorong oleh sistem syaraf termasuk otak, dan mengahsilkan
kemampuan yang sistematis, jadi kemampuan tersebut jika terasosiasi
dengan proses belajar akan menghasilkan kemampuan yang tidak ada
batasannya, selagi sistem syaraf dan otak masih terus bekerja secara
sehat. Sehingga kemampuan tersebut dapat membangun ide menjadi
satu konstruksi yang terbaru (Nuraeni, 2016: 18).
✔ Implikasi neuropedagogik di dalam proses pendidikan, kajian ini
melihat pendidikan sangatlah kompleks. Maka itu salah satu variabel
yang selalu menjadi malasah pendidikan yaitu kesulitan belajar
[learning disabilities-diorder-difficulties]. Sedangkan sumber dari
kesulitan belajar, didasari secara ilmiah dengan istilah brain
dysfunction; disfungsi sendiri merupakan variabel mematikan yang
dapat menghambat produktivitas seseorang, kinerja dan kecerdasan
bisa menurun jika terjadi kegagalan sistem fungsi otak dan saraf.
Sedangkan implikasi dari kegagalan disfungsi saraf dan otak dapat
mempengaruhi penurunan visual dan auditif, yang dapa terlihat pada
proses membaca, berhitung, dan lainnya-maka ketika visual dan auditif
bermasalah, permasalahan tersebut biasanya diinvestigasi oleh cabang
ilmu neuropsychology (Nuraeni, 2016: 18b).

✔ Ditekankan bahwa variabel kesulitan belajar bukan hanya merupakan


cakupan dan fokus pada ranah ilmu pendidikan maupun psikologi
pendidikan, tetapi sudah menjadi perhatian ilmiah lintas keilmuaan;
seperti ilmu kedokteran. Untuk variabel kesulitan belajar merupakan
gabungan variabel dari beberapa hambatan dalam proses belajar, yaitu
mencakup disfungsi otak minimal, gangguan neurologis, disleksia, dan
afasia; konsep ini telah diadopsi oleh banyak Negara untuk
pengembangan ranah ilmu yang terkait. Di lain sisi, kesulitan belajar
dikelompokan menjadi dua bagaian yaitu pertama, developmental
learning abilities yang menginvestigasi tentang perkembangan
individu yang berkorelasi dengan belajar; yang kedua yaitu academic
learning abilities, dan pastinya menyangkut proses belajar pada level
akademik. Ditambahkan, cakupan tentang kesulitan belajar seperti

29
gangguan pada sensor motorik dan persepsi, akhirnya berimbas pada
kemampuan bahasa dan komunikasi, dan perilaku sosial yang susah
diadaptasikan. Lain sisi mencakup pencapaian prestasi akademik; dan
berdampak pada penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis
dan atau berhitung. Bertolak dari sulitnya untuk belajar; maka faktor
yang biasanya menyebabkan individu sulit dalam belajar seperti
genetik; trauma otak yang disebabkan oleh insiden secara verbal atau
kurangnya oksigen; tidak ada unsur biokima; di lain sisi
mengkonsumsi dengan sengaja atau tidak sengaja terhadap zat
biokimia yang berbahaya seperti pewarna tekstil dan pewarna makanan;
pencemaran lingkungan; gizi buruk; kondisi psikologi dan sosial yang
tidak berimbang di dalam pertumbuhan indivdu (Nuraeni, 2016: 19).
✔ Pada (hal. 28) seperti yang telah saya jabarkan, menurut literasi tentang
neuroscience yang terasosiasikan dengan pedagogik (neuropedagogik),
bahwa kondisi perkembangan otak manusia mengalami tiga fase, fase
yang ketiga menyangkut brain restoration, maka itu pada penjelasan di
bagian ini, setelah otak mengalami restorasi, ada fase yang bernama
prakondisi dan diimplementasikan dengan pendekatan edukatif, seperti:
pertama memahami, proses ini direkosntruksi dengan tujuan
mengobservasi dan mensintesa kondisi perkembangan otak pada
individu yang normal dan terhadap individu yang berkebutuhan
khusus.; melalui penelusuran riwayat perkembangan otak masing-
masing. Kedua, menyediakan, bertujuan untuk membangun pelayanan
yang mendukung siswa di dalam proses pendidikan agar lebih nyaman
di dalam setiap proses yang dijalankan; hal ini biasanya
diimplementasikan melalui kajian psychoeducation. Dan ketiga yaitu
mengembangkan, bertujuan untuk menjembatani hubungan peserta
didik dan pendidik agar harmonis selama masa brain restoration
dengan pendekatan prakondisi. Satu hal yang menjadi pendekatan yang
penting di dalam masa prakondisi brain restoration, yaitu rencana
pengembangan pendidikan individual dalam kerangka brain
restoration, dapa dilakukan dengan beberapa alternatif pendekatan,
misalnya dapat terlihat pada gambar pada halaman berikut ini.

Gambar 21
Alternatif Pendekatan untuk Prakondisi melalui Fase Brain Restoration

✔ Untuk membekali pembelajar dalam mendalami dan memahami fungsi


otak, maka dari literasi tambahan ini dapat membantu dalam
mengintergrasikan pengetahuan tentang otak manusia dengan cara
berpikir manusia lebih mendalam. Pertama untuk sumber bacaan ini

30
mendeskripsikan tentang teori dominasi yang menekankan bahwa otak
kiri dan kanan meiliki fungsi untuk mengatur sistem berpikir yang
berbeda; maka salah satu bagian otak kanan atau kiri akan
mendominasi ketika diperasikan oleh tiap individu. Implementasi dari
penggunaan otak kiri dan kanan akan merefleksikan tindakan-tindakan
seperti: otak kiri, memproduksi tindakan yang lebih logis, analitis dan
obyektif; sedangkan otak kanan akan cenderung mengahsilkan reaksi
yang lebih intuitif, bijaksana dan subyektif, dan berikut ini ada sepuluh
fungsi otak yang tertera pada gambar di bawah ini (Suharyanto, 2018).

Gambar 22
Fungsi Otak Manusia
6) Intelegensia, berpatokan pada produktivitas pemikiran yang logis dan rasional
untuk menjawab semua tantangan yang dihadapi secara terkurur dan sistematis.
(Rikichandra, 2016).

31
Gambar 23
Beberapa Teori terkait Intelegensia

Gambar 24
Kumpulan Pendekatan untuk Pengukuran Intelegensia

32
Gambar 25
Deskripsi Uji Validitas dan Realibilitas Intelegensia

33
Gambar 26
Jenis Tes Intelegensia

Gambar 27
Faktor yang Mempengaruhi Intelegensia

34
Gambar 28
Dinamika Intelegensia

7) Emosi dan motivasi, jika dilihat dari peerspektif pendidikan, manusia selalu
berkembang dengna berbagai tujuan hidup, dan pastinya ingin berakhir atau
berujung pada sisi positif, atau pencapaian; begitupun terjadi pada proses
pendidikan, maka ketika pendidikan bertujuan untuk mencipatakan kehidupan
yang terarah dan memanusiakan manusia, maka secara otomatis, dapat dikatakan
emosi dan motivasi dalam aplikasinya pada pendidikan apalagi pada psikologi
pendidikan, sangat berpengaruh. Oleh karena itu, pendidikan yang di dalamnya
terdapat proses, pendidik, peserta didik, dan seluruh pemangku kebijakan; untuk
sisi peserta didik akan termotivasi jika proses dan tujuan pembelajaran, seimbang
dan harmonis, maka akan terciptanya luaran yang kredibel (Asy’ari dkk., 2014;
83). Ditekankan bahwa keseimbangan antara pemahaman tetnang konsep pribadi
masing-masing individu dan kecerdasan emosi dapat berdampak besar bagi
produktivitas tiap individu (Asy’ari dkk., 2014; 84).

VI. Perbedaan Individual

Sistemastis, progresif, dan berkesinambungan-itulah yang merupakan variabel


perkembangan tiap individu menurut literasi ini; sedangkan jika diterjemahkan tiap variabel
tersebut, maka untuk sistematis mengarah ke proses yang berkaitan satu sama lain; sedangkan
progresif yaitu ada dampak perkembangan yang signifikan yang ditandai dengan faktor
perkembangan pada aspek kuantitatif seperti fisik, dan aspek kualitatif yaitu psikis; kemudian
pada variabel berkesinambungan berarti tersusun secara teratur dalam tiap proses
perkembangan individu (Sudrajat, 2008).

35
Gambar 29
Ciri yang Merepresentasi Perkembangan Individu

Gambar 30
Prinsip Perkembangan Individu

Gambar 31
Pola Perkembangan Individu

Gambar 32
Aspek Perkembangan Individu

36
Lebih lanjut mengenai perkembangan individu, pembelajar perhatikan argument
ilmiah berikut ini, pertumbuhan dan perkembangan adalah dua istilah yang sering digunakan
dalam psikologi. Beberapa psikolog memiliki pandangan berbeda tentang kedua istilah ini,
tetapi ada juga yang berbeda. Peningkatan jumlah organisme disertai dengan peningkatan
ukuran, berat dan tinggi yang tidak dapat diubah. Dari arguemn ilmiah tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa, di dalam proses perkembangan secara otomatis akan terjadi pertumbuhan,
dua hal ini sangat menjadi faktor yang selalu terlihat secara ilmiah maupun non-ilmiah di
dalam setiap individu (SIT, 2012: 1-2). Selanjutnya di bawah ini akan dilampirkan beberapa
gambaran teori yang berakitan dengan pertumbuhan dan perkembangan individu (SIT, 2012:
8-14).

Gambar 33
Perbedaan Pertumbuhan dan Perkembangan

Gambar 34
Teori Enviromentalisme

Gambar 35
Teori Naturalisme

37
Gambar 36
Teori Etologi

Gambar 37
Lanjutan

Gambar 38
Teori Komparatif dan Organismik

Gambar 39
Teori Kognitif

38
Gambar 40
Teori Perkembangan Moral

Gambar 41
Teori Pengondisian Klasik

Gambar 42
Teori Pengondisian Operan

Gambar 43
Teori Pemodelan

Gambar 44
Teori Sejarah dan Sosial

39
Gambar 45
Teori Psikoanalisa

Gambar 46
Teori Psiko-Sosial

Gambar 47
Model Badura

VII. Belajar dan Pembelajaran


Di dalam kajian belajar dan pembelajaran, inti dari salah satu topik besar ini di dalam
dunia pendidikan mencakup satu proses alamiah yang dilaksanakan oleh manusia, dengan
gaya belajar masing-masing; gaya belajar ini dapat diterjemahkan menjadi perilaku,
perkembangan, dan kecenderungan di dalam proses untuk mengakusisi satu ilmu
pengetahuan. Sedangkan faktor-faktor yang mendukung dalam proses belajar dan

https://www.google.com/search?q=teori+pemodelan+bandura&newwindow=1&safe=strict&source=lnms&tbm
=isch&sa=X&ved=2ahUKEwiPtfLIwb7vAhUn4nMBHSrbAfAQ_AUoAXoECAIQAw&biw=1366&bih=609#i
mgrc=VmLRVizZzrZkWM

40
pembelajaran meliputi ruang, pencahayaan, lingkungan, dan kemudahan yang menyangkut
kenyamaan dalam proses belajar dan pembelajaran seperti fasilitas (Tutorial BlogKu, 2015).

Lebih mendalam terkait dengan belajar dan pembelajaran yaitu tentang hakekatnya,
maka itu untuk ketiga kata ini seperti kecakapan, keterampilan, dan sikap; berkembang dari
motivasi individual yang diberi ruang untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang
terproses secara sistematis dan terstruktur sejalan dengan tujuan pendidikan. Untuk
mendukung proses belajar dan pembelajaran guru semetisnya memposisikan dirinya sebagai
fasilitator untuk memberi ruang pada anak didik dalam mengembangkan kemampuan
alaminy terhadap proses belajar sehingga tidak tertekan dan siswa mampu untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang maksimal. Maka dapat diambil kesimpulan yaitu proses belajar
pada masing individu dapat terlakasan dengan tepat sesuai yang diharapkan ketika dibimbing
sesuai dengan alur pembelajaran, proses pembimbingan merupakan tugas guru sebagai
jembatan dalam mendukung proses belajar, artinya belajar dan proses pembelajaran tidak bisa
dipisahkan (Tutorial BlogKu, 2015b).

Di dalam kajian ilmiah ini menekankan bahwa belajar dan pembelajaran merupakan
sau kesatuan yang saling bersinergi dalam pembentukan manusia yang lebih beradab, dengan
berbekalkan jiwa edukatif, karena ditopang dengan proses yang berakar pada rumusan
pendidikan (Pane & Dasopang, 2017: 333-334). Di bawah ini merupakan beberapa teori yang
mendukung dan berkorelasi di dalam proses belajar dan pembelajaran (Pane & Dasopang,
2017: 335-336).

Gambar 48
Teori Behaviour dan Kognitif

41
Gambar 49
Teori Psikologi Sosial & Teori Gagne

Ahli ini menambahkan bahwa ada tiga hal di dalam prinsip belajar, atau bisa disebut
hukum belajar yaitu pertama, siswa akan belajar jika individunya siap untuk proses tersebut,
kesiapan tersebut menyangkut respon di dalam proses belajar; kedua, proses pengulangan
atau refleksi sangat disarankan dalam proses belajar untuk menguatkan pemahaman terhadap
ilmu pengetahuan yang telah dipelajari; ketiga, keberhasilan di dalam belajar merupakan
penyemangat untuk tahapan belajar maupun pendidikan berikutnya. Proses refleksi yang
dimaksudkan, dikatakan bahwa ketika individu mengulang satu materi belajar dengan
frekwensi yang konsisten, maka individu tersebut dapat meraih hasil belajar yang sesuai
tujuan belajar (Abdurakhman & Rusli, 2017: 1-2).

Di dalam meningkatkan serta mendukung proses refleksi terhadap materi yang telah
dipelajari, maka siklus ini akan membantu di dalam penguatan materi untuk lebih dipahami
oleh peserta didik; maka itu guru yang akan melaksanakan proses penguatan terhadap proses
refleksi materi ajar, dapat memahami beberapa pola seperti penguatan-
pengkondisian+stimulus-penguatan. Sedangkan untuk proses pengkondisian, hal ini harus
dapat direncanakan lebih matang sebelum melakukan proses pengajaran, maka beberapa
literasi berikut ini berhubungan dengan konsep penguatan: penguatan positif, intinya proses
penguatan ini dapat dilakukan dengan istilah reward terhadap pencapaian yang diperoleh
seorang siswa, agar dapat menajdi motivasi untuk berkembang lebih baik ke tingkatan
berikutnya. Kedua, penguatan negatif, inti dari proses ini yaitu guru lebih tegas di dalam
proses pembelajaran yaitu memberikan beberapa keharusan yang dipatuhi selama proses
belajar mengajar, contohnya batas pengumpulan tugas, pengaturan absensi di kelas, dan
sebagainya; yang bertujuan untuk mencegah beberapa individu yang malas dan berperilaku
tidak seusai dengan aturan yang berlaku di lembaga pendidikan. Ketiga, punishment, poin ini
terkait pada poin kedua yaitu penguatan negative, realisasi dari poin kedua; misalnya jika
peserta didik menyalahi norma-norma pendidikan di sekolah maka diberikan sanksi
(Abdurakhman & Rusli, 2017: 2-3).

Lebih lanjut litersi ilmiah ini menambahkan teori-teori lain yang relevan sebagai
landasan dalam proses belajar dan pembelajaran:
1) Teori humanis, teori ini melihat peserta didik secara untuh, mencakup jasmani dan
rohani (Abdurakhman & Rusli, 2017: 11-16).

42
Gambar 50
Prinsip Pendidikan Humanis

Gambar 51
Implikasi Penerapan Teori Humanis pada Pendidikan

43
Gambar 52
Implikasi Humanis dari Sisi Guru

Gambar 53
Lanjutan

Gambar 54
Ciri Fasilitator pada Sudut Pandang Guru

44
Gambar 55
Implikasi Humanis pada Siswa

Gambar 56
Tujuan Pembelajran dalam Perspektif Humanis

45
Gambar 57
Pandangan Karakter Guru yang Subjektif menurut Humanis

Gambar 58
Langkah Implementasi Teori Humanis

2) Teori sibernetik, teori ini menekankan pada proses penerimaan dan transfer ilmu
selama proses belajar dan pembelajaran, daripada hasil dari proses tersebut; teori
ini mensintesa belajar sebagai proses pemahaman materi yang didasari oleh
ojektifitas, artinya kemampuan manusia untuk melihat realita di dalam proses
pembelajaran maupun belajar. Hakikat dari belajar dan pembelajaran di dalam
perspektif teori ini, yaitu guru harus mampu mensintesa setiap stimulus yang
dihasilkan oleh siswa terhadap isi informasi, sehingga kognitifnya dapat dilatih
untuk lebih objektif terhadap pengelolahan relaita di sektitar yang
direpresentasikan oleh informasi (Abdurakhman & Rusli, 2017: 17-18).
✔ Teori sibernetik melihat distribusi informasi menjadi dual hal yang disebut
pemrosesan informasi.
● Pertama, yaitu Sensory Receptor (SR), untuk tahapan pemrosesan
informasi ini, informasi dilihat sebagai media yang harus disaring sebelum
digunakan, dan harus diolah karena informasi tidak akan pernah utuh jika
dibiarkan begitu saja.

46
● Yang kedua yaitu working memory (WM), untuk tahapan pemrosesan
informasi ini, individu dapat memproses informasi lewat perspesi yang
terbantukan oleh adanya perhatian pada alur informasi. Karakter dari
pemrosesan kedua ini yaitu, individu yang memroses isi informasi akan
hanya bertahan selama kurang lima belas detik, dan akan hilang jika
informasi tersebut tidak dilakukan pengulangan untuk memroses. Maka itu
isi dari infromasi harus disesuaikan dengan kemampuan pemrosesan
memori tiap individu agar dapat secara maksimal untuk mendapatkan inti
dari iformasi tersebut, dan tidak lupa untuk mengulangi ingatan tersebut
agar selalu dimunculkan di dalam memori.
● Ketiga, long term memory, inti dari pemroses ini yaitu kemampuan
memori untuk menyimpan informasi dalam jangka waktu yang lama.
Berikut ini, beberapa implementasi teori sibernetik di dalam belajar dan
pembelajaran (Abdurakhman & Rusli, 2017: 19-21).

Gambar 59
Cakupan Long Term Memory

47
Gambar 60
Lanjutan

48
Gambar 61
Lanjutan

49
Gambar 62
Lanjutan

50
Gambar 63
Pendekatan di dalam Implementasi Teori Sibernetik

Gambar 64
Model Pembelajaran Sibernetik
3) Teori kecerdasan majemuk, teori ini sebenarnya berkaitan erat denga istilah IQ
yang melekat dengan tes kecerdasan tiap individu. Untuk lebih memahami teori
ini, maka di dalam kajian ilmiah ini menerangkan tentang adanya tingkatan
kecerdasan yang dijabarkan menjadi tujuh bagian, yaitu verbal-yang menyangkut

51
bahasa; logika-yang berkaitan juga dengan berhitung; visual-yang terkait dengan
indera manusia dan daya imajinasi; kinestetik-kemampuan gerak manusia;
kemampuan musikal; kemampuan interpersonal-mampu bekerjasama dan
berkomunikasi secara verbal danbukan verbal. Untuk interpersonal selain cara
brkomunikasi dan membangun hubungan kerjasam dengan teman kerja, untuk
individu yang memiliki kemampua ini-memiliki kelebihan lain seperti manajemen
diri-artinya kritis bukan saja dalam berkomunikasi, tapi menganalisa dan
menyeseuaiakn di setiap kondisi, maupun kondisi kejiwaan teman sekitarnya.
Selanjutnya prinsip dari teori KM secara umum terbagi menjadi dua: kecerdasan
majemuk mengakomodir semua potensi kecerdasan manusia; kedua, pada teori ini
mempercayai bahwa kemampuan majemuk manuisa mampu mengembangakn
segala potensi yang ada dan menjadi modal bagi kehidupan selanjutnya
(Abdurakhman & Rusli, 2017: 23-24).

Gambar 65
Implementasi Teori Kecerdasan Majemuk pada Belajar & Pembelajaran

52
Gambar 67
Kelebihan dan Kekurangan Teori Kecerdasan Majemuk

VIII. Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar


Proses penilaian dan pengukuran merupakan satu paket di dalam mengembangkan
proses pendidikan yang menghasilkan hasil serta menciptakan ana didik yang siap bersaing
(Fauzi dkk., 2020: 1-2). Pertama penilian merupakan poses untuk mengukur kemampuan
peserta didika saat proses belajar dan pembelajaran berlangsung (PAUD Uswah Hasanah
Pewira, 2015). Tetapi literasi ini menekankan bahwa selain proses penilaian dan evaluasi, ada
juga istilah tentang isntruksi. Maka itu, untuk proses penilaian titik prosesnya terdapat pada
mengumpulkan informasi dan data terkait proses yang sedang berlangsung, agar dapat lebih
memahami proses yang terjadi pada peserta didik dalam menyerap materi ajar. Sedangkan
pada proses evaluasi, merupakan proses untuk menelisik lebih jauh tentang kegiatan belajar
dan pembelajaran yang telah selesai, untuk mengetahui kualitas atau capaian selama
berproses. Lalu pada point isntruksi, lebih condong ke arahan atau pengayoman pendidik
selama proses belajar dan pembelajaran berlangsung (Huitt, 2007). Singkatnya, dapat
disimpulkan bahwa:
1) Proses penilaian terjadi pada waktu yang sedang beralngsung, dan berupa
dokumentasi terhadap peoses siswa terhadap materi dan juga lingkungan belajar,
dokumentasi yang dimaksudakn berupa diagnosa terhadap kemampuan, interkasi,
serta respon masing-masing individu pembelajar.
2) Sedangkan evaluasi merupakan proses untuk mengukur kegiatan belajar dan
pembelajaran setelah proses tersebut selesai dilaksanakan. Tahapan ini
memerlukan proses yang mencakup keseluruhan aspek selama proses belajar dan

53
pemebelajaran berlangsug. Dari sinilah kurikulum, materi, peserta didik, pendidik,
lingkungan belajar, diukur dan dinilai secara keseluruhan.
3) Dan untuk instruksi sebagai bagian yang dipakai berupa media maupun stimulus
agar siswa dapat merespon dengan tepat sesuai dengan alur dan tujuan belajar-
pembelajaran.

Pada literasi ini, proses pengukuran digambarkan sebagai proses terstruktur yang
terkandung interpretasi, pengambilan keputusan, yang bersifat kualitatif terhadap proses
belajr dan pembelajaran yang sedang berlangsung. Sedangkan fungsi dari tahapan evaluasi
mencakup tiga hal utama, yaitu mengkur, mengembangkan perencanaan yang berkelanjutan,
serta sebagai media yang bukan hanya mencakup pengembangan pencapaian tetapi juga
sebagai jembatan untuk memberi perubahan terhadap kekurangan yang sudah terjadi pada
proses belajaran dan pembelajaran. Secara konseptual telah dipaparkan tentang pengukuran
dan eveluasi, maka secara prkatis, fungsi dari evaluasi terdiri dari (Initentangpsikologi.com,
2020).
1) Sebagai fungsi psikologis: ada dua variabel utama di dalam fungsi ini yaitu
sebagai pedoman dan penanggungjawaban terhadap proses pembelajar untuk
mengakusisi ilmu pengetahuan dengan berbagai faktor yang mendasari seperti
kemampuan individu, kapasitas dalam mengolah informasi, dan latar belakang
setiap individu. Maka dengan berpedoman pada contoh faktor-faktor tersebut,
maka pendidik sangat diharapkan untuk mentutaskan problematika belajar dan
pmebelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan.
2) Fungsi didaktis: fungsi ini secara singkat tersasar pada siswa dan pendidik. Siswa
didorong, difasilitasi, serta dibimbing untuk mencapai tujuan pendidikan;
sedangkan pendidik mengemban tanggungjawab dalam mendidik dan mengajar,
maka evaluasi sebagai gerbang di dalam pengembangan jiwa profesionalisme di
dalam pendidikan.
3) Fungsi administrasi: intinya sevagai kerangka laporan, pusat data, alat sistesa
latarbelakang pembelajar, sebagai sumber informasi; maka lembaga pendidikan,
masyarakat pendidikan, serta pengmambil kebijakan dapat mengawasi dan juga
berpartisipasi di dalam setiap proses pendidikan.

Penulis ini menguatkan dengan paparan tentang cakupan pengukuran dan evaluasi
yang menjelaskan bahwa pertama, tes itu merupakan alat di dalam mengukur dan
mengevaluasi, tes pada sisi sisi siswa untuk melihat prestasi masing individu-sedangkan tes
dalam cakupan pendidik sebagai alat ukur di dalam pembelajaran. Sedangkan evaluasi,
merupakan keseluruhan cakupan yang terdiri dari tes dan pengukuran (Wulan, 2007: 1).

Lebih terperinci, tes dapat dilaksanakan lewat cara mengetahui dan atau mengukur
dengan pendakatan dan bisa juga dengan regulasi; pengukuran merupakan proses yang dapat
dibagi menjadi dua, yaitu secara tradisional dan alternatif. Sedangkan proses evaluasi
mencakup formatif dan sumatif (Wulan, 2007: 3-6).

54
Gambar 68
Contoh Acuan Standar Penilaian

Menurut penggunaanya tes dapat dibagi menjadi tes objektif dan tes non-objektif;
tes objektif mencakup tes tertulis yang dikonstruksikan lewat soal pilihan ganda,
menjodohkan, dan isian singkat. (Zamzania & Aristia, 2018: 5-7).

Gambar 69
Contoh Konstruksi Pilihan Ganda

Gambar 70
Contoh Konstruksi Soal Benar-Salah

Tabel 4
Contoh Konstruksi Soal Menjodohkan
1. Ibu Kota Porvinsi Jawa Barat A. Ujung Pandang
2. Pulau yang merupakan lokasi Kota Singkawang B. Bandung

55
3. Nama awal kota Makasar C. Kalimantan

Pada jenis tes isian singkat, mencakup konstruksi soal yang hanya membutuhkan
jawaban yang rinci atau singkat dari peserta didik, serta karakteristik dari konstruksi soal ini
seperti (Zamzania & Aristia, 2018: 8) “pertama soal yang disusun sebaiknya tidak
menggunakan soal yang terbuka sehingga siswa dapat menjawab dengan terurai; kedua
pernyataan sebaiknya hanya mengandung satu alternatif jawaban; ketiga titik-titik kosong
sebagai tempat jawaban hendaknya diletakkan pada akhir atau tengah kalimat; keempat
dapat menggunakan gambar-gambar sehingga soal dapat dipersingkat dan jelas”.

Lebih lanjut utnuk bentuk tes non-objektif mencakup pada pengembangkan


kemampuan individu dalam mengorganisir dan menganalisa jenis soal yang bisa disebut
mempunyai tingkat kerumitan yang mendalam, yaitu jenis saol uraian. Soal urain dapat
dibagi menjadi dua bagian yaitu pertama uraian terbatas yang mengarah pada penjelasan
jawaban yang pastinya terbatas, contoh: sebutkan lima urutuan nada dasar pada tangga nada!
Sedangkan pada uraian jenis kedua yaitu, uraian bebas, para peserta didik didorong untuk
menjelaskan jawaban sesuai dengan patokan materi secara bebas tetapi terukur dan sistematis,
contoh: jelaskan peran kajian musik secara umum untuk dunia pendidikan dan non-
pendidikan! Contoh kedua yaitu sebutkan dan jelaskan peran dari kelompok musik orkestra
menurut hakekatnya! (Zamzania & Aristia, 2018: 8-9).

Bentuk dari tes non-objektif memiliki dua sifat, yaitu kekurangan dan kelebihan,
kekurangannya yaitu tingkat kesukaran terlalu rendah; tingkat validitas dan realibilitas tidak
terukur dan berpotensi untuk sukar dipahami oleh peserta didik. Tingkat subjektifitas dari
konstruksi tersebut sangat rentan karena memerlukan waktu yang tidak dapat diatur.
Sedangkan pada sisi kelebihannya, tes non-objektif dikonstruksikan dengan waktu yang cepat;
kedua, menjadi media pemikiran yang terbuka, sehingga siswa termotivasi untuk merespon
setiap butir soal; yang ketiga yaitu mempunyai peluang untuk mengukur level pemahaman
peserta didik (Zamzania & Aristia, 2018: 9). Dan pada sisi bentuk tes lainnya, dapat dilihat
deskripsi di bawah ini tentang kelemahan dan kekurangan (DETEKTIF IILMU, 2019).

Gambar 71
Kelebihan & Kekurangan Jenis Tes Benar-Salah

56
Gambar 72
Kelebihan & Kekurangan Tipe Tes Menjodohkan

Gambar 73
Kelebihan & Kekurangan Tipe Tes Pilihan Ganda

Setelah mendeskripsikan tentang skema tes non-onjektif, maka untuk proses


pengembangan jenis tes ini seperti soal dikonstruksikan berdasarkan indikator materi ajar;
kedua, formulasi kalimat untuk tiap butir soal haruslah berbeda dengan sumber ajar yang
dipakai selama proses belajar mengajar tanpa menghilangan esensi materi; ringkas-padat-
jelas merupakan salah satu dari cara untuk mengkonstruksikan soal pada jenis ini; konstruksi

57
butir soal selalu berpedoman pada landasan materi (Zamzania & Aristia, 2018: 9b).
Selanjutnya untuk bentuk instrumen non-test dapat dilihat pada gambar di barikut ini.

Gambar 74
Tes Skala Sikap-Kreativitas

Gambar 75
Test Lisan

Sebelum melihat lebih terperinci untuk jenis pengukuran dan evaluasi, maka untuk
lebih diperjelas pada bagian diskusi tentang pengukuran dan evaluasi, sumber literasi ini
menjabarkan secara terperinci tentang penilaian, pengukuran, dan evaluasi (Amrinarosada,
2016).

Pertama, penilaian, di dalam bahasa Inggris penilaian dimaksudkan sebagai


assessment. Sedangkan pengukuran bersitilahkan measurement, dan evaluasi mempunyai
istilah yang pastinya yaitu evaluation. Maka pada proses pengukuran, sifat yang terkandung
pada tahapan ini mencakup sistematik, kuantitatif, merupakan alat ukur, alat ukur ini

58
mempunyai sifat yang mencakup mengukur tentang pribadi pembelajar; kedua mengukur
tentang kemampuan; dan ketiga mengukur tentang kemajuan belajar. Maka perhatikan
penekanan berikut ini terhadap cakupan pengukuran, (Amrinarosada, 2016b):

Gambar 76
Validitas Pengukuran

Gambar 77
Cakupan Penilaian

59
Gambar 78
Jenis Penilaian

Gambar 79
Lanjutan

60
Gambar 80
Lanjutan

Gambar 81
Tujuan dan Fungsi Penilaian

Pada proses evaluasi didasari oleh proses untuk menggali dan berefleksi tentang
capaian pembelajaran yang akan terstandarisasi ketika dipetakan sesuai dengan tujuan akhir
pendidikan. Maka itu di bawah ini merupakan gambaran tentang jenis-jenis
evaluasi(Amrinarosada, 2016c).

61
Gambar 82
Jenis Evaluasi

Gambar 83
Lanjutan

62
Gambar 84
Lanjutan

Gambar 85
Jenis-Indikator-Cara Evaluasi

63
Gambar 86
Lanjutan

Gambar 87
Lanjutan

Setelah melihat pada konsep pengukuran dan evaluasi, maka untuk bagian ini
dideskripsikan tentang validitas dan realibilitas dalam mengetes, menilai maupun mengkur,
serta mengevaluasi. Pada cakupan validitas berbicara mengenai keseluruhan aspek yang
menjadi faktor berpengaruh di dalam proses belajar dan pembelajaran, jadi bukan hanya

64
menilai dan mengukur pada bebeapa aspek tertentu saja. Sedangkan realibilitas yaitu
mencakup kekonsistenan pendidik di dalam menilai dan mengukur maupun pada tahapan
evaluasi, tidak subjektif tetapi objektif (dunkinz, 2012; universitaspsikologi, 2020). Maka
untuk jenis dari validitas mencakup (dunkinz, 2012b):
Tabel 5
Jenis Validitas
1) Validitas Konten: validitas ini biasanya disebut validias logis, untuk proses
validitas ini mencakup proses refleksi terhadap konstruksi soal terhadap isi
materi ajar serta proses pembelajaran, maupun pemahaman siswa terhadap
konstruksi soal yang telah mewakili isi materi ajar. Maka sampel yang dapat
diuji untuk mengetahui keabsahan isi soal yaitu materi pembelajaran dan
perubahan perilaku pembelajar.
2) Validitas prediksi: merupakan proses uji keabsahan pada keberhasilan siswa
dalam mengikuti tes dan dapat meraih prestasi, bagaimana konstruksi soal dapat
dipahami oleh siswa sehingga mendapat capain yang terbaik, bukan hanya saat
tes dikembangkan dan digunakan, tetapi apakah konstruksi tes tersebut dapat
diimplementasikan pada proses yang berkelanjutan atau akan diubah lagi
melalui proses evaluasi.
3) Validitas konstruksi: untuk proses ini, sangat berkaitan dengan konstruksi soal,
misalnya untuk menciptakan soal pilihan ganda, formula soal pastinya tidak
akan sama dengan soal isian maupun essay; atauu dengan kata lain
memperhatikan tingkatan kesukaran soal pada setiap jenis soal.
Tabel
Jenis Realibilitas

1) Teknik Berulang: satu konstruksi tes yang diberikan pada sasaran kelompok
belajar yang sama dalam mengakusisi materi dan topik-topik pembelajaran
yang sama. Tetapi pada pelaksanaan tes tersebut, misalnya, satu kelompok
kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, dan diatur jadwal tesnya tetapi
memakai satu jenis konstruksi tes yang sama. Lebih lanjut ketika tes diberikan,
setiap kelompok kecil yang mengikuti tes akan menerima perlakuan tes yang
berbeda dengan kelompok-kelompok sebelumnya; tetapi semua kelompok
menerima konstruksi tes atau soal yang sama. Hal ini dilakukan agar
menghindari subjektifitias selama teknik berulang diimplementasikan.
2) Teknik bentuk paralel: teknik berporses dengan konstruksi soal yang sama
tetapi tidak identik; dengan kata lain(cheriabeloved, 2018) “double test double
trial”. Sejak awal peneliti harus sudah menyusun dua perangkat instrument
yang parallel (ekuivalen), yaitu dua buah instrument yang disusun berdasarkan
satu buah kisi- kisi. Setiap butir soal dari instrument yang satu selalu harus
dapat dicarikan pasangannya dari instrumen kedua. Kedua instrumen tersebut
diuji cobakan semua. Sesudah kedua uji coba terlaksana, maka hasil instrumen
tersebut dihitung korelasinya dengan menggunakan rumus product moment
(korelasi Pearson)”.
3) Teknik Dua Belah: teknik ini meliputi dua hal yaitu ganjil-genap dan random;
ganjil-genap bertujuan untuk mengelompokan peserta didik di dalam kelompok
ganjil dan genap; sedangkan random, bertujuan untuk mengacak peserta didik
melalui undian.

Perhatikan pembagian realibilitas pada literasi inii (4): “dengan metoda dua tes yang
parallel dan setaraf (ekuivalen) diberikan kepada sekolompok siswa. Hasil dari kedua tes

65
tersebut kemudian dicari korelasinya. (metoda Pearson atau metoda spearmen) 2. Dengan
metoda satu tes sebuah tes diberikan 2 x kepada sekolompok siswa yang sama tetapi dalam
waktu yang berbeda. Kedua hasil tes itu kemudian dicari korelasinya 3. Metoda :Split –half
suatu tes dibagi menjadi dua bagian yang sama tingkat kesukaranya, sama isi dan bentuknya”.

Penjelesan kedua tentang jenis realibilitasii, relibilitas stabilitas: “menyangkut usaha


memperoleh nilai yang sama atau serupa untuk setiap orang atau setiap unit yang diukur
setiap saat anda mengukurnya. Reliabilitas ini menyangkut penggunaan indikator yang sama,
definisi operasional, dan prosedur pengumpulan data setiap saat, dan mengukurnya pada
waktu yang berbeda. Untuk dapat memperoleh reliabilitas stabilitas setiap kali unit diukur
skornya haruslah sama atau hampir sama. Reliabilitas ekivalen: menyangkut usaha
memperoleh nilai relatif yang sama dengan jenis ukuran yang berbeda pada waktu yang sama.
Definisi konseptual yang dipakai sama tetapi dengan satu atau lebih indikator yang berbeda,
batasan-batasan operasional, peralatan pengumpulan data, atau pengamat-pengamat. Untuk
penjelasan pada literasi ini tentang jenis realibilitas, dua jenis realibilitas di atas, dibagi
menjadi teknik realibilitas yang terdiri dari:

Gambar 88
Teknik Paralel

66
Gambar 89
Teknik Berulang

67
Gambar 90
Teknik Belah Dua

68
Gambar 91
Lanjutan

69
Gambar 92
Lanjutan

70
Gambar 93
Lanjutan

71
Gambar 94
Pendekatan single Test-Single Trial dengan Formula Flanagan

72
Gambar 95
Lanjutan

73
Gambar 96
Realibilitas Rumus Kuder

74
Gambar 97
Realibilitas Alpha Cronbach

75
Gambar 98
Contoh Perhitungan Uji Realibilitas & Analisis Butir Soal untuk Persiapan
Penghitungan Korelarsi Teknik Reliabilitas Belah Dua

76
Gambar 99
Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi Skor Ganjil ( ) dan Skor ( )

77
Gamabr 100
Lanjutan

78
Gambar 101
Lanjutan

79
Gambar 102
Proses Penyusunan Realibiitas

80
Gambar 103
Lanjutan

81
Gambar 104
Lanjutan

Berikut ini merupakan literasi tambahan berupa kumplan video tentang konsep dan
implementasi validitas dan realibilitas di dalam proses belajar dan pembelajaran2345.

Setelah mengulas tentang menilai, mengukur, evaluasi, serta unsur validitas dan
realibilitas di dalam proses belajar dan mengajar, maka untuk menutup diskusi ini sekaligus
menguatkan kembali alur berpikir pada penilaian belajar dan pembelajaran, maka
berdasarkan literasi tamabahan ini: pertama, tujuan dari evaluasi di dalam pendidikan
meliputi menghimpun dan mengetahui [dua hal itu mencakup perkembangan proses belajar
dan pembelajaran, serta hal apa saja yang harus diperbaiki dan ditambahkan]. Sedangkan
pada sisi fungsi evaluasi mencakup: selektif, diagnostik, penempatan (sesuai kemmpuan
siswa), dan alat ukur pencapaian. Pada karakter evaluasi pendidikan meliputi: secara tidak
langsung (misalnya kemampuan siswa mentuntaskan soal), ukuran kuantitatif, adanya unit
atau satuan yang valid, relatif (sesuai kebutuhan), dan adanya trial-error. Pada prinsipnya,
evaluasi pendidikan meliputi tujuan, kegiatan, dan evaluasi. Maka objek dan subjek evaluasi
pendidikan mencakup kinerja pendidikan berdasarkan akuntabilitas, kinerja pendidikan oleh
pemerintah pusat-pemerintah daerah, dan evaluasi oleh lembaga mandiri yang bisa dibentuk
oleh masyarakat maupun lembaga resmi negara yang terkait, dan berlandaskan standar dan
tujuan pendidikan secara nasional. Pada akhirnya ruang liangkup evaluasi pendidikan yaitu
tingkat kehadiran yang mencakup pendidik, siswa, dan tenaga kependidikan; kedua,
implementasi kurikulum pada setiap tingkatan satuan pendidikan(jenjang
pendidikan/klasifikasi jenis pendidikan); ketiga, hasil belajar pembelajar; yang terakhir yaitu
dana pendidikan6 (5-8).

IX. Diagnostik Kesulitan Belajar


2
https://www.youtube.com/results?search_query=validitas+dan+realibilitas+tes+pengukuran+evaluasi+belajar+
dan+pembelajaran
3
https://www.youtube.com/results?search_query=konstruksi+tes+kognitif
4
https://www.youtube.com/results?search_query=konstruksi+tes+afektif
5
https://www.youtube.com/results?search_query=konstruksi+tes+psikomOTORIK
6
https://shahibulahyan.files.wordpress.com/2012/02/hakikat-evaluasi-pendidikan.pdf

82
Untuk diskusi pada topik ini, perhatikan gambaran berikut ini78.

Gambar 105
Pengertian Kesulitan Belajar

Gambar 106
Indikator Kesulitan Belajar

7
https://nura2017.wordpress.com/diagnostik-kesulitan-belajar/
8
https://erindzaban.wordpress.com/2017/01/04/diagnostik-kesulitan-belajar/

83
Gambar 107
Lanjutan

Gambar 108
Gambaran Kedudukan Kesulitan Belajar daalm Pembelajaran

84
Gambar 109
Lanjutan

Gambar 110
Faktor Kesulitan Belajar

85
Gambar 111
Lanjutan

Gambar 112
Faktor Lainnya

86
Gambar 113
Pendekatan untuk Menjembatani Masalah Belajar

87
Gambar 114
Pengertian Remedial

88
Gambar 115
Perencanaan Remedial

89
Gambar 116
Lanjutan

Gambar 117
Pendekatan dan Metode Remedial

90
Gambar 118
Lanjutan

91
Gambar 119
Lanjutan

92
Gambar 120
Lanjutan

93
Gamabar 121
Lanjutan

94
Gambar 122
Lanjutan

95
Gambar 123
Lanjutan

96
Gamabar 124
Lanjutan

Gambar 125
Pendekatan Pengajaran Remedial PA-CA-DA

97
Gambar 126
Prosedur Pengajaran Remedial

Gambar 127
Konsep Dasar Pengajaran Remedial

X. Isu Kontemporer Pendidikan


Untuk isu kontemporer pada ranah psikologi pendidikan, saya memilih untuk
mensitasi beberapa alamat journal yang bereputasi nasional maupun global. Dengan tujuan,

98
untuk bersama-sama membedah tiap topik kontemporer yang diangkat oleh berbagai ilmuwan,
dan sangat berpengaruh pada perkembangan serta kemajuan raanah ilmu psikologi
pendidikan yang berkelanjutan. Maka itu untuk lebih jelasnya, peserta didik, dapat melihat
kumpulan judul artikel ilmiah pada bagian lampiran modul pembelajaran prsikologi
pendidikan910111213141516171819202122.

9
Shop and Discover over 51,000 Books and Journals - Elsevier
10
Journals – Directory of Open Access Journals (DOAJ)
11
journal psikologi pendidikan - Google Search
12
psikologi pendidikan pada level sekolah dasar - Google Scholar
13
psikologi pendidikan pada level sekolah menengah pertama - Google Scholar
14
psikologi pendidikan pada level sekolah menengah atas - Google Scholar
15
psikologi pendidikan pada level perguruan tinggi - Google Scholar
16
https://www.youtube.com/results?search_query=isu+kontemporer+pendidikan+
17
https://www.youtube.com/results?search_query=contemporary+issue+of+education
18
https://www.youtube.com/watch?v=rtmWIyvdXy8
19
https://www.youtube.com/watch?v=tXUAB--BDOU
20
https://www.youtube.com/watch?v=BWfODjyQBL8
21
https://www.youtube.com/results?search_query=psikologi+pendidikan+remaja
22
https://www.youtube.com/results?search_query=psikologi+pendidikan+dewasa

99
Daftar Pustaka

1. A, W. S. (2015). Undangundang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak


Cipta (Pertama). Idea Press. https://core.ac.uk/download/pdf/84767057.pdf
2. Abdurakhman, O., & Rusli, R. K. (2017). Teori Belajar dan Pembelajaran. DIDAKTIKA
TAUHIDI: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 2(1), 1–28.
https://doi.org/10.30997/dt.v2i1.302
3. Adicita, Y., Pramudya, N. A., Sinaga, Friska Br, & Prativi, M. (2019). Konsep Ideal
Plato mengenai Filsafat Pendidikan yang Berbasis Humanis dan Relevansinya bagi
Pendidikan Seni Musik di Era 4.0. Prosiding Seni Pertunjukan 3, 1(1).
http://proceeding.senjuk.conference.unesa.ac.id/index.php/senjuk3/article/view/38
4. Aditya, D. (2008). Variabel Penelitian & Defenisi Operasional. In Handout Matakuliah
“Metedologi Research” untuk Prodi DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta Semester V
Tahun Akademik 2008/2009.
https://adityasetyawan.files.wordpress.com/2009/01/variablepenelitiandandefinisioperasi
onalvariable2.pdf
5. Amrinarosada. (2016). EVALUASI PEMBELAJARAN: PENGUKURAN
(MEASUREMENT), PENILAIAN (ASSESMENT), DAN EVALUASI (EVALUATION).
EVALUASI PEMBELAJARAN; BlogSpot.
http://amrinasr.blogspot.com/2016/06/pengukuran-measurement-penilaian.html
6. Arlotas, R. K., & Mustika, R. (2019). LUPA, DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI
BELAJAR DAN ISLAM. PSYCHE: Jurnal Psikologi, 1(1).
https://doi.org/10.36269/psyche.v1i1.72
7. Askaria, A. (2019). Teori Gestalt Dalam Mendesain UI – Part 1. BINUS University;
BINUS Higher Education.
https://binus.ac.id/knowledge/2019/01/prinsipgestaltdalammendesainuipart1/#:~:text=Ap
a%20itu%20Prinsip%20Gestalt%3F%20Gestalt
8. Asrori. (2020). Psikologi pendidikan pendekatan multidisipliner. CV. Pena Persada.
https://isbn.perpusnas.go.id/Account/SearchBuku?searchTxt=PSIKOLOGI+PENDIDIK
AN+PENDEKATAN+MULTIDISIPLINER+&searchCat=Judul
9. Astiti, Dewi. Q. (2012). Permasalahan Pendidikan di tingkat Makro, Messo, dan Mikro.
Dewiqueenastiti; Wordpress.
https://dewiqueenastitii.wordpress.com/tugaskuliah/permasalahanpendidikanditingkatma
kromessodanmikro/
10. Asy’ari, M., Ekayati, I. N., & Matulessy, A. (2014). Konsep Diri, Kecerdasan Emosi dan
Motivasi Belajar Siswa. Persona:Jurnal Psikologi Indonesia, 3(01), 83–89.
https://doi.org/10.30996/persona.v3i01.372
11. cheriabeloved. (2018, March 23). MAKALAH RELIABILITAS, EVALUASI
PEMBELAJARAN. Blog Mahasiswa; WordPress.
https://cheriabeloved.wordpress.com/2018/03/23/makalah-reliabilitas-evaluasi-
pembelajaran/
12. Denovoidea. (2009). HUBUNGAN FILSAFAT DAN PENDIDIKAN. DeNovoIdea.
https://denovoidea.wordpress.com/2009/02/23/hubunganfilsafatdanpendidikan/
13. DETEKTIF IILMU. (2019, April 25). Jenis-Jenis Dan Macam-Macam Tes Dalam
Evaluasi Pebelajaran. Jenis-Jenis Dan Macam-Macam Tes Dalam Evaluasi Pebelajaran;
BlogSpot. http://muhammadsamsularifin469.blogspot.com/2019/04/jenis-jenis-dan-
macam-macam-tes-dalam.html
14. Dodi, N. (2016). PENTINGNYA GURU UNTUK MEMPELAJARI PSIKOLOGI
PENDIDIKAN. NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 1(1).
http://jurnal.umtapsel.ac.id/index.php/nusantara/article/view/93/93

100
15. dunkinz. (2012, January 20). Evaluasi Pembelajaran. Dunkinz; BlogSpot.
https://dunkinz.wordpress.com/evaluasi-pembelajaran/
16. Eka, S. (2016). JENIS JENIS PERENCANAAN PENDIDIKAN. JENIS JENIS
PERENCANAAN PENDIDIKAN | Silvya Eka; WordPress.
http://silvyaeka12.blogspot.com/2016/04/jenisjenisperencanaanpendidikan.html
17. Ekowati, Venny Indria, & Zuchdi, D. (2020). Kajian aliran filsafat pendidikan dalam
buku ajar bahasa Jawa Pustaka Basa untuk kelas VIII sekolah menengah pertama.
LingTera, 7(1). https://doi.org/10.21831/lt.v7i1.30547
18. ePsikologi. (2019). Belajar Ilmu Psikologi Pendidikan: 5 Pengertian, Sejarah, Konsep
Dasar, Teori, dan Ruang Lingkup. EPsikologi | Media Belajar Ilmu Psikologi; Blogspot.
https://epsikologi.com/psikologipendidikan/
19. Fadlan, A., Hutagalung, Uli Anto, & Wahyuni, Ika Sari. (2018). PENERAPAN MODEL
PEMBELAJARAN MELALUI ISUISU KONTEMPORER TERHADAP MOTIVASI
BELAJAR BIDANG STUDI EKONOMI MATERI POKOK PERDAGANGAN
INTERNASIONAL PESERTA DIDIK KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 SAYUR
MATINGGI TAHUN PELAJARAN 20172018. NUSANTARA : Jurnal Ilmu
Pengetahuan Sosial, 5(1). https://doi.org/10.31604/jips.v5i1.2018.6366
20. Fadli, A. (2017). KONSEP PENDIDIKAN IMAM ALGHAZALI DAN
RELEVANSINYA DALAM SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA. ElHikam, 10(2).
http://ejournal.kopertais4.or.id/sasambo/index.php/elhikam/article/view/3087
21. Fathorrahman, F. (2019). Filsafat Pendidikan Islam dalam Perspektif alGhazali dan Ibnu
Khaldun. Tafhim Al’Ilmi, 10(2). https://doi.org/10.37459/tafhim.v10i2.3427
22. Faturrahman, I. (2018). Integrasi Media Sosial pada Pembelajaran Mata Kuliah Filsafat
Pendidikan Islam. JOEAI:Journal of Education and Instruction, 1(1).
https://doi.org/10.31539/joeai.v1i1.180
23. Fauzi, T., Sakdullah, Yunus, M., & Choirul, A. (2020). (PDF) KONSEP DASAR
PENGUKURAN DAN EVALUASI HASIL BELAJAR. ResearchGate.
https://www.researchgate.net/publication/345127432_KONSEP_DASAR_PENGUKUR
AN_DAN_EVALUASI_HASIL_BELAJAR
24. Firosad, A. (2017). BOOK REVIEW ANALISIS FILSAFAT TERHADAP PENDIDIKAN
ISLAM.
https://www.ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/turast/article/download/370/247
25. Habibah, S. (2018). Filsafat Pendidikan Islam dan Tameng Moralitas Bangsa. TA’LIM :
Jurnal Studi Pendidikan Islam, 1(1). https://doi.org/10.29062/ta’lim.v1i1.624
26. HASAN, B. H. (2020). MNEMONIK : SOLUSI KREATIF UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGHAFAL KOSA KATA BAHASA ARAB
SISWI MADRASAH ALIYAH NURUL JADID. In LP3M Universitas Nurul Jadid.
Lembaga Penerbitan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP3M) UNUJA.
https://lp3m.unuja.ac.id/ps/jbkgbhefdci.html
27. Hatim, M. (2019). Problem Filsafat Pendidikan Islam: Proyeksi, Orientasi ke Arah
Filsafat Pendidikan Islam Paripurna. ELHIKMAH: Jurnal Kajian Dan Penelitian
Pendidikan Islam, 13(2). https://doi.org/10.20414/elhikmah.v13i2.1680
28. Huitt, W. (2007, October). Educational Psychology Interactive: Assessment,
Measurement & Evaluation. Www.edpsycinteractive.org.
http://www.edpsycinteractive.org/topics/measeval/msevlovr.html
29. Ilham, D. (2020). PersoalanPersoalan Pendidikan dalam Kajian Filsafat Pendidikan Islam.
Didaktika: Jurnal Kependidikan, 9(2).
https://jurnaldidaktika.org/contents/article/view/22
30. Initentangpsikologi.com. (2020). Psikologi Belajar: Pengukuran dan Penilaian dalam
Pendidikan. PHSYCHOLOGY; Initentangpsikologi.com.

101
https://www.initentangpsikologi.com/2020/03/pengukuran-dan-penilaian-dalam-
pendidikan.html
31. Irsad, M. (2018). METODE MARIA MONTESSORI DALAM PERSPEKTIF
FILSAFAT PENDIDIKAN. Jurnal Komunikasi Pendidikan, 1(1).
https://doi.org/10.32585/jkp.v1i1.16
32. Israwan, I. (2020). TELAAH FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP MENUJU
MASYARAKAT MADANI. AlMujaddid: Jurnal Ilmuilmu Agama, 2(2).
https://doi.org/10.51482/almujaddid.v2i2.43
33. Jaino, J. (2010). FILSAFAT PENDIDIKAN MERUPAKAN JIWA DARI JURUSAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (Educational Philosophy as the Soul of the
Department of Primary School Teacher Education). Jurnal Kreatif : Jurnal
Kependidikan Dasar, 1(1). https://doi.org/10.15294/kreatif.v1i1.1671
34. Komaruzaman, K. (2017). STUDI PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUH DAN
PENGARUHNYA TERHADAP PENDIDIKAN DI INDONESIA. Tarbawi: Jurnal
Keilmuan Manajemen Pendidikan, 3(01). https://doi.org/10.32678/tarbawi.v3i01.1781
35. LUBIS, N. A. F. (2015). PENGANTAR FILSAFAT UMUM (Pertama, Vol. 1).
PERDANA PUBLISHING. https://core.ac.uk/download/pdf/130811768.pdf
36. Made, S. I., Bagus, I., Adiarta, A., & Artanayasa, W. (2019). FILSAFAT PENDIDIKAN
KI HAJAR DEWANTARA (TOKOH TIMUR). Jurnal Filsafat Indonesia, 2(3).
https://doi.org/10.23887/jfi.v2i3.22187
37. Mubin, A. (2018). PENGARUH FILSAFAT REKONSTRUKSIONISME TERHADAP
RUMUSAN KONSEP PENDIDIKAN SERTA TINJAUAN ISLAM TERHADAPNYA.
Rausyan Fikr : Jurnal Pemikiran Dan Pencerahan, 14(1).
https://doi.org/10.31000/rf.v14i1.681
38. Mudana, I Gusti Agung Made Gede. (2019). MEMBANGUN KARAKTER DALAM
PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA. Jurnal Filsafat
Indonesia, 2(2). https://doi.org/10.23887/jfi.v2i2.21285
39. Mustaghfiroh, S. (2020). Konsep “Merdeka Belajar” Perspektif Aliran Progresivisme
John Dewey. Jurnal Studi Guru Dan Pembelajaran, 3(1).
https://doi.org/10.30605/jsgp.3.1.2020.248
40. N, D. F. (2011). Teori Belajar Gestalt. Pendidikan Sepanjang Hayat; WordPress.
https://ferdonan.wordpress.com/teoribelajargestalt/
41. Nuraeni, L. (2016). PENDIDIKAN BERBASIS NEUROPEDAGOGIS. Didaktik, 8(1).
http://ejournal.stkipsiliwangi.ac.id/index.php/didaktik/article/view/151
42. P, S. Y. (2008). Filsafat dan Logika, Suatu Pengantar. YEARRY PANJI SETIANTO.
https://yearrypanji.wordpress.com/2008/08/24/filsafatdanlogikasuatupengantar/
43. Pane, A., & Dasopang, M. D. (2017). BELAJAR DAN PEMBELAJARAN. FITRAH:
Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Keislaman, 3(2), 333–352.
https://doi.org/10.24952/fitrah.v3i2.945
44. PAUD Uswah Hasanah Pewira. (2015, September 18). Evaluasi dan Asesmen. PAUD
Uswah Hasanah Pewira; BlogSpot. http://yuhp2.blogspot.com/2015/09/evaluasi-dan-
asesmen.html
45. Penerbit Depublish. (2021). Pengertian Hipotesis: Tujuan, Kegunaan, Jenis, Ciri dan
Pengujiannya. Buku Deepublish.
https://penerbitbukudeepublish.com/pengertianhipotesis/
46. Prastyaningrum, W. (2017). Isuisu pendidikan kontemporer. Sedang Berlatih; WordPress.
https://wiwienprastyaningrumweb.wordpress.com/2017/03/29/isuisupendidikankontemp
orer/

102
47. Pratama, Irja Putra, & Zulhijra, Z. (2019). REFORMASI PENDIDIKAN ISLAM DI
INDONESIA. Jurnal PAI Raden Fatah, 1(2). https://doi.org/10.19109/pairf.v1i2.3216
48. Psikologi, T. (n.d.). PSIKOLOGI PENDIDIKAN. Retrieved 2021, from
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132297302/pendidikan/A.3c.Gejala+Jiwa.pdf
49. PUTRA, A., & PUTRA, A. (2020). OTOKRITIK PENDIDIKAN ISLAM DI
INDONESIA DITINJAU DARI PRESPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM.
Filsafat Pendidikan Islam. http://eprints.umsida.ac.id/7584/
50. R, Abu Hasan Agus. (2016). PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS BRAIN BASED
EDUCATION. PEDAGOGIK: Jurnal Pendidikan, 3(2).
https://doi.org/10.33650/pjp.v3i2.120
51. Rahman, M. (2017). DEMOKRASI DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN BARAT DAN
ISLAM (KAJIAN TENTANG NILAINILAI DEMOKRASI DAN
IMPLEMENTASINYA DALAM KONTEKS PENDIDIKAN INDONESIA).
CENDEKIA: Jurnal Studi Keislaman, 3(2). https://doi.org/10.37348/cendekia.v3i2.41
52. Rasilim, C. (2019). STUDI PENGALAMAN MAHASISWA CALON GURU DALAM
MEMPRAKTEKKAN FILSAFAT PENDIDIKAN KRISTEN [A FIELD EXPERIENCE
STUDY OF PRESERVICE TEACHERS IN PUTTING THE CHRISTIAN
EDUCATION PHILOSOPHY INTO PRACTICE]. Polyglot: Jurnal Ilmiah, 15(1).
https://doi.org/10.19166/pji.v15i1.1075
53. Retno, D. (2018). 28 MacamMacam Psikologi Khusus Di Berbagai Bidang Kehidupan.
DosenPsikologi.com; Blogspot.
https://dosenpsikologi.com/macammacampsikologikhusus
54. Rikichandra. (2016, December 1). Intelegensi Manusia | Universitas Jambi. Universitas
Jambi; Universitas Jambi WordPress.
http://rikichandrawijaya.staff.unja.ac.id/index.php/2016/12/01/intelegensi-manusia/
55. Sakerebau, J. (2018). Memahami Peran Psikologi Pendidikan Bagi Pembelajaran. BIA’:
Jurnal Teologi Dan Pendidikan Kristen Kontekstual, 1(1).
https://doi.org/10.34307/b.v1i1.22
56. Savitra, K. (2017). Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan. DosenPsikologi.com; Blogsopt.
https://dosenpsikologi.com/ruanglingkuppsikologipendidikan
57. Semadi, Yoga Putra. (2019). FILSAFAT PANCASILA DALAM PENDIDIKAN DI
INDONESIA MENUJU BANGSA BERKARAKTER. Jurnal Filsafat Indonesia, 2(2).
https://doi.org/10.23887/jfi.v2i2.21286
58. SIT, M. (2012). PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK (1st ed., p. 118). PERDANA
PUBLISHING. https://core.ac.uk/download/pdf/53036876.pdf
59. Sudrajat, A. (2008, January 23). Konsep Perkembangan Individu. Beranda ›
PSIKOLOGI PENDIDIKAN › Konsep Perkembangan Individu; WordPress.
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/24/konsep-dasar-perkembangan-
individu/
60. Suharyanto, A. (2018). 10 Fungsi Otak dalam Psikologi. DosenPsikologi.com;
DosenPsikologi.comYour Online Psychology.
https://dosenpsikologi.com/fungsiotakdalampsikologi
61. Sunar WN, Dwi. Tanto. (2015). Dwi Tanto Sunar WN: MNEMONIC (SISTEM
MENGHAFAL). Dwi Tanto Sunar WN; Blogspot.
https://dwitantosunarwn.blogspot.com/2015/01/normal0falsefalsefalseenusxnone.html
62. Tutorial BlogKu. (2015). Hakekat Belajar dan Pembelajaran dalam Psikologi
Pendidikan. Makalah Pendidikan Islam Lengkap; BlogSpot.
http://makalahpendidikanislamlengkap.blogspot.com/2015/11/hakekat-belajar-dan-
pembelajaran.html

103
63. universitaspsikologi. (2020). Evaluasi Belajar dan Teknik Penilaian Belajar di Kelas.
UNIVERSITTAS PSIKOLOGI; WordPress.
https://www.universitaspsikologi.com/2018/06/evaluasi-belajar-dan-teknik-penilaian-
belajar.html
64. Utama, I Gusti. B. R. (2013). FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA UNIVERSITAS DHYANA
PURA BADUNG EDISI 2013 (Edisi 2013). UNIVERSITAS DHYANA PURA.
http://smkkrian1.sch.id/wpcontent/uploads/2020/09/2013jadibukufilsafatilmu.pdf
65. Wardhana, I. P., S, L. A., & Pratiwi, V. U. (2020). KONSEP PENDIDIKAN TAMAN
SISWA SEBAGAI DASAR KEBIJAKAN PENDIDIKAN NASIONAL MERDEKA
BELAJAR DI INDONESIA. Seminar Nasional Pendidikan, 1(1).
https://jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/semnas2020/article/view/7550
66. Wulan, A. R. (2007). PENGERTIAN DAN ESENSI KONSEP EVALUASI, ASESMEN,
TES, DAN PENGUKURAN (pp. 1–12). UPI.
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/ANA_RATNAWULAN/
pengertian_asesmen.pdf
67. Z, Yulia Rahmawati. (2019). STRATEGI MNEMONIC DENGAN MENGGUNAKAN
KARTU MAKE A MATCHPADA MATERI TRIGONOMETRI. Menara Ilmu, 13(3).
https://doi.org/10.33559/mi.v13i3.1232
68. Zakiah, S. (2018). PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA: KONSEPSI
FILSAFAT ISLAM. AlIltizam: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 3(1).
https://doi.org/10.33477/alt.v3i1.419
69. Zamzania, A. W. H., & Aristia, R. (2018). Jenis - Jenis Instrumen dalam Evaluasi
Pembelajaran. Semantic Scholar. https://www.semanticscholar.org/paper/Jenis-Jenis-
Instrumen-dalam-Evaluasi-Pembelajaran-Zamzania-
Aristia/907b04456bc11b14ee8cb794f6b92ce0f6646fa3

104
Panduan Mini Observasi
Diadopsi dari Makalah Panduan Observasi

Gambar 1

Gambar 2

105
Gambar 3

106
Gambar 4

107
Gambar 5

https://www.studocu.com/id/document/universitas-padjadjaran/psikodiagnostika-
observasi/mandatory-assignments/makalah-panduan-observasi-dan-aspek-aspek-di-
dalamnya/6108462/view

108
Referensi Tambahan Psikologi Pendidikan

1. https://www.youtube.com/results?search_query=pembagian+otak+manusia+dan+fungsinya
2. https://www.youtube.com/results?search_query=psikologi+pendidikan+usia+dewasa
3. https://www.youtube.com/results?search_query=PEMBAGIAN+TINGKAT+KESUKARAN+KO
NSTRUKSI+TES+PADA+PENDIDIKAN
4. https://www.youtube.com/watch?v=Mht-dcIn9Fk
5. https://www.youtube.com/watch?v=LrVfEHz3ulE
6. https://www.youtube.com/watch?v=sucf8YfN6a0
7. https://www.youtube.com/watch?v=lIAWJDbuwSY
8. https://www.youtube.com/watch?v=_YAcLq1_fPA
9. https://www.youtube.com/watch?v=93UhLk3IvKA
10. https://www.youtube.com/watch?v=q_EleykFIdQ
11. https://www.youtube.com/watch?v=bv8M1QfmDsk
12. https://www.youtube.com/watch?v=Otyt5w_jkDc
13. https://www.youtube.com/watch?v=g8UqbrNzvI8
14. https://www.youtube.com/watch?v=x2bDsrumxuA
15. https://www.youtube.com/watch?v=o_00Q0o6RrA
16. https://www.youtube.com/watch?v=xVk_WHGyekY
17. https://www.youtube.com/watch?v=dWbMfI161uI
18. https://www.youtube.com/watch?v=p7Ws8GHLXrM
19. https://www.youtube.com/watch?v=1O_h19uQN6c
20. https://www.youtube.com/watch?v=jgjCKUF0gjQ
21. https://www.youtube.com/watch?v=vCrzJPYXD5Y
22. https://www.youtube.com/results?search_query=PARAMETER+KONSTRUKSI+TEST+PADA+
PENGUKURAN+DAN+EVALUASI
23. https://www.youtube.com/watch?v=g8jyzjtmxG0
24. https://www.youtube.com/watch?v=LaJVRF2omeQ
25. https://www.youtube.com/watch?v=jtT5W6r5Qb0
26. https://www.youtube.com/watch?v=P0NMbz0SM0M
27. https://www.youtube.com/watch?v=er2LqxYvWy4&list=RDCMUCobX979ThUKeMeQDB_p4J
SA&start_radio=1&t=7
28. https://www.youtube.com/watch?v=QpvHRKZnwHk
29. https://www.youtube.com/watch?v=KSRmjZvMrtM
30. https://www.youtube.com/watch?v=MrdGEUeex00
31. https://www.youtube.com/watch?v=M5M8EqB7RQs
32. https://www.youtube.com/watch?v=mbegTmGTL7Q
33. https://www.youtube.com/watch?v=twwhptuT4cc
34. https://www.youtube.com/watch?v=TW4TL1eLmys
35. https://www.youtube.com/watch?v=ab9uMCxDdyE
36. https://www.youtube.com/results?search_query=TIPE+PENILAIAN+DI+DALAM+PEMBELAJ
ARAN
37. https://www.youtube.com/watch?v=rkSgRTszdao

i
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ELEKTRO/196311211986032-
TUTI_SUARTINI/Handout_4.evaluasi.pdf

ii
https://cheriabeloved.wordpress.com/2018/03/23/makalah-reliabilitas-evaluasi-pembelajaran/

109

Anda mungkin juga menyukai