Anda di halaman 1dari 8

Aliran Idealisme dan Realisme

dalam Filsafat Pendidikan

Artikel Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Dasar
Dosen Pengampu Farinka Nurrahmah Azizah, M.Pd.

Disusun oleh:
Alfat Adi Pratama 2221002
Ayu Rahma Agustina 2221008
Ella Safitri 2221012
Muflikhatul Mardhiyah 2221037

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT ISLAM NAHDALATUL ULAMA TEMANGGUNG
2022
Aliran Idealisme dan Realisme dalam Filsafat Pendidikan
Alfat Adi Pratama, Ayu Rahma Agustina, Ella Safitri, Muflikhatul Mardhiyah
Mahasiswa Prodi PGMI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
INISNU Temanggung

Dalam dunia pendidikan, filsafat mempunyai peranan yang sangat besar.


Karena, filsafat yang merupakan pandangan hidup ikut menentukan arah dan
tujuan proses pendidikan. Oleh karena itu, filsafat dan pendidikan mempunyai
hubungan yang sangat erat. Sebab, pendidikan sendiri pada hakikatnya merupakan
proses pewarisan nilai-nilai filsafat, yang dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan hidup dan kehidupan yang lebih baik atau sempurna dari keadaan
sebelumnya.
Dalam pendidikan diperlukan bidang filsafat pendidikan. Filsafat
pendidikan menurut Al-Syaibany (Sadulloh, 2003: 37) adalah pelaksanaan
pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam pendidikan. Filsafat itu
mencerminkan satu segi dari segi pelaksanaan falsafah umum dan
menitikberatkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan-
kepercayaan yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam menyelesaikan
masalah-masalah pendidikan secara praktis. Sehingga kita dapat katakan bahwa
filsafat pendidikan itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari dan berusaha
mengadakan penyelesaian terhadap masalah-masalah pendidikan yang bersifat
filosofis. Jadi jika ada masalah atas pertanyaan-pertanyaan soal pendidikan yang
bersifat filosofis, wewenang filsafat pendidikanlah untuk menjawab dan
menyelesaikannya.
Secara filosofis, pendidikan adalah hasil dari peradaban suatu bangsa yang
terus menerus dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat serta
pandangan hidupnya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang melembaga di
dalam masyarakatnya. Dengan demikian, muncullah filsafat pendidikan yang
menjadi dasar bagaimana suatu bangsa itu berpikir, berperasaan, dan berkelakuan
yang menentukan bentuk sikaphidupnya.
Ajaran filsafat pendidikan adalah hasil pemikiran sesorang atau beberapa
ahli filsafat pendidikan tentang sesuatu secara fundamental. Dalam memecahkan
suatu masalah terdapat perbedaan di dalam penggunaan cara pendekatan, hal ini
melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda pula, walaupun masalah yang
dihadapi sama. Perbedaan ini dapat disebabkan pula oleh faktor-faktor lain seperti
latar belakang pribadi para ahli tersebut, pengaruh zaman, kondisi dan alam
pikiran manusia di suatu tempat. Dengan perbedaan-perbedaan tersebut para ahli
menyusunnya dalam suatu sistematika dengan kategori tertentu, sehingga
menghasilkan klasifikasi. Dari sinilah kemudian lahir apa yang disebut
aliran filsafat pendidikan. Menurut Edward J.Power (Sadulloh, 2003: 98) aliran
filsafat pendidikan terbagi menjadi  Aliran idealisme, realisme, humanisme
religius-rasional, pragmatisme, eksistensialisme, merupakan pandangan dalam
filsafat pendidikan yang berpengaruh dalam pengembangan pendidikan. Dalam
makalah ini hanya membahas mengenai aliran idealisme, aliran realisme, aliran
materialisme dan aliran pragmatisme.
KONSEP ALIRAN IDEALISME
Idealisme merupakan suatu aliran filsafat pendidikan yang berpaham
bahwa pengetahuan kebenaran yang paling tinggi adalah ide dari diri sendiri
bukan dari orang lain. Jadi, dalam konteks pendidikan ini menceritakan pemikiran
atau ide tertinggi.
Aliran idealisme ini menggunakan evaluasi essai karena efektif dalam
proses belajar mengajar dan juga dapat meningkatkan keterampilan peserta didik
dalam mengembangkan soal. Jadi aliran idealisme merupakan suatu aliran yang
mengedepankan akal pikiran manusia sehingga sesuatu itu bisa terwujud atas
dasar pemikiran manusia itu sendiri bukan dari pemikiran mahluk lainnya. 
Idealisme berpandangan bahwa pengetahuan sebenarnya sudah berada
dalam jiwa (mind) kita, tetapi membutuhkan usaha untuk dibawa pada tingkat
kesadaran kita melalui suatu proses yang disebut intropoeksi. Jadi mengetahui
adalah berfikir kembali tentang idea-idea terpendam yang ada di dalam jiwa kita.
(Sadulloh, 2003: 27)
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah bahwa manusia menganggap ruh
atau sukma lebih beharga dan lebih tinggi dibandingkan materi bagi kehidupan
manusia. Ruh merupakan hakikat yang sebenarnya, sementara benda atau materi
disebut sebagai penjelmaan dari ruh atau sukma (Akhmad, 2008: 1)
Konsep aliran idealisme berimplikasi terhadap konsep pendidikannya
(Fajar, 2010: 1) yaitu:
Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk membantu perkembangan pikiran dan diri
pribadi (self) siswa. Sebab itu, sekolah hendaknya menekankan aktifitas aktifitas
intelektual, pertimbangan-pertimbangan moral, pertimbangan-pertimbangan
estetis, realisasi diri, kebebasan, tanggung jawab, dan pengendalian diri demi
mencapai perkembangan pikiran dan diri pibadi.
Kurikulum Pendidikan
Demi mencapai tujuan pendidikan di atas, kurikulum pendidikan
Idealisme berisikan pendidikan liberal dan pendidikan vokasional/praktis.
Pendidikan liberal dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan-kemampuan
rasional dan moral, adapun pendidikan vokasional untuk pengebangan
kemampuan suatu kehidupan/pekerjaan. Kurikulumnya diorganisasi menurut mata
pelajaran dan berpusat pada materi pelajaran (subject matter centered).
Metode Pendidikan
Struktur dan atmosfir kelas hendaknya memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berpikir, dan untuk menggunakan criteria penilaian moral dalam
situasi-situasi kongkrit dalam konteks pelajaran. Metode mengajar hendaknya
mendorong siswa memperluas cakrawala; mendorong berpikir reflektif;
mendorong pilihan-pilihan moral pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan
berpikir logis; memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk
masalah-masalah moral dan social.
Peranan Guru dan Siswa

Para filsuf Idealisme mempunyai harapan yang tinggi dari para guru. Guru
harus unggul (excellent) agar menjadi teladan bagi para siswanya, baik secara
moral maupun intelektual. Guru harus unggul dalam pengetahuan dan memahami
kebutuhan-kebutuhan serta kemampuan-kemampuan para siswa; dan
harus mendemonstrasikan keunggulan moral dalam keyakinan dan tingkah
lakunya. Guru harus juga melatih berpikir kreatif dalam mengembangkan
kesempatan bagi pikiran siswa untuk menemukan, menganalisis, memadukan,
mensintesa, dan menciptakan aplikasiaplikasi pengetahuan untuk hidup dan
berbuat.

KONSEP ALIRAN REALISME


Aliran filsafat realisme, seringkali aliran ini bertolak belakang dengan
aliran Idealisme. Karena aliran idealisme suatu yang mengedepankan gagasan
atau ide yang bersifat abstrak. Dengan demikian realisme hadir untuk dapat
menyempurnakan aliran realisme. Aliran realisme lebih mengutamakan alat bukan
gagasan atau ide, realisme juga mengutamakan observasi dilingkungan sekitar
dalam mencari kebenaran dan lebih mencari bukti fisik dalam mencari kebenaran
melalui pengetahuan.
Realisme dapat diartikan sebagai aliran filsafat yang luas meliputi
materialisme yang mana aliran ini dekat dengan idealisme objek dari pihak lain.
Memiliki objek indra dalam  pandangan dan tanpa bersandar pada pengetahuan
lain atau kesadaran akal.
Tokoh realisme adalah Aristoteles (384 – 332 SM). Pada dasarnya aliran
ini berpandangan bahwa hakekat realitas adalah fisik dan roh, jadi realitas adalah
dualistik. Ada 3 golongan dalam realisme, yaitu realisme humanistik, realisme
sosial, dan realisme yang bersifat ilmiah. Realisme humanistik menghendaki
pemberian pengetahuan yang luas, ketajaman pengalaman, berfikir dan melatih
ingatan. Realisme sosial berusaha mempersiapkan individu untuk hidup
bermasyarakat. Realisme yang bersifat ilmiah atau realisme ilmu menekankan
pada penyelidikan tentang alam. Francis Bacon (1561–1626) seorang tokoh
realisme ilmu berpandangan bahwa alam harus dikuasai oleh manusia.
Pandangannya tentang manusia ditentukan oleh kemampuan menggunakan
pikirannya. (Sadulloh: 2003: 36)
Realisme adalah aliran filsafat yang memandang bahwa dunia materi
diluar kesadaran ada sebagai suatu yang nyata dan penting untuk kita kenal
dengan mempergunakan intelegensi. Objek indra adalah real, yaitu benda-benda
ada, adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita
persepsikan atau ada hubungannya dengan pikiran kita. Menurut realisme hakikat
kebenaran itu barada pada kenyataan alam ini, bukan pada ide atau jiwa.
Aliran realisme juga memiliki implikasi terhadap dunia pendidikan (Fajar,
2010: 1) sebagai berikut:
Tujuan Pendidikan
Pendidikan pada dasarnya bertujuan agar para siswa dapat bertahan hidup
di dunia yang bersifat alamiah, memperoleh keamanan dan hidup
bahagia. Dengan jalan memberikan pengetahuan yang esensial kepada para siswa,
maka mereka akan dapat bertahan hidup di dalam lingkungan alam dan sosialnya.
Kurikulum Pendidikan
Kurikulum sebaiknya meliputi: (1) sains/IPA dan matematika, (2) Ilmu-
ilmu kemanusiaan dan ilmu-ilmu sosial, serta (3) nilai nilai. Sains dan matematika
sangat dipentingkan. Keberadaan sains dan matematika dipertimbangkan sebagai
lingkup yang sangat penting dalam belajar. Sebab, pengetahuan tentang alam
memungkinkan umat manusia untuk dapat menyesuaikan diri serta tumbuh dan
berkembang dalam lingkungan alamnya. Ilmu kemanusiaan tidak
seharusnya diabaikan, sebab ilmu kemanusiaan diperlukan setiap individu untuk
menyesuaikan diridengan lingkungan sosialnya. Kurikulum hendaknya
menekankan pengaruh lingkungan sosial terhadap kehidupan individu.
Metode Pendidikan
“Semua belajar tergantung pada pengalaman, baik pengalaman langsung
maupun tidak langsung (seperti melalui membaca buku mengenai hasil
pengalaman orang lain), kedua-duanya perlu disajikan kepada siswa.
Metode penyajian hendaknya bersifat logis dan psikologis.
Pembiasaan merupakan metode utama yang diterima oleh para filsuf Realisme
yang merupakan penganut Behaviorisme” (Edward J. Power). Metode mengajar
yang disarankan para filosof Realisme bersifat otoriter. Guru mewajibkan para
siswa untuk dapat menghafal, menjelaskan, dan membandingkan fakta-fakta;
mengiterpretasi hubungan-hubungan, dan mengambil kesimpulan makna-makna
baru.
Peranan Guru dan Siswa
Guru adalah pengelola kegiatan belajar-mengajar di dalam
kelas (classroom is teacher-centered); guru adalah penentu materi pelajaran;
guru harus menggunakan minat siswa yang berhubungan dengan mata pelajaran,
dan membuat mata pelajaran sebagai sesuatu yang kongkrit untuk dialami siswa.
Dengan demikian guru harus berperan sebagai “penguasa pengetahuan;
menguasai keterampilan teknik-teknik mengajar; dengan kewenangan membentuk
prestasi siswa”. Adapun siswa berperan untuk “menguasai pengetahuan yang
diandalkan; siswa harus taat pada aturan dan berdisiplin, sebab aturan yang baik
sangat diperlukan untuk belajar, disiplin mental dan moraldibutuhkan untuk
berbagai tingkatan keutamaan” (Edward J. Power).
Pendidikan yang didasari oleh realisme bertujuan agar peserta didik
menjadi manusia bijaksana secara intelektual yang dapat memiliki hubungan
serasi dengan lingkungan fisik maupun sosial. Implikasi pandangan realisme
adalah sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikannya membentuk individu yang dapat menyelesaikan diri
dalam masyarakat dan memilki tanggung jawab pada masyarakat.
2. Kedudukan peserta didik ialah memperoleh intruksi dan harus menguasai
pengetahuan. Disiplin mental dan moral diperlukan dalam setiap jenjang
pendidikan.
3. Peran guru adalah menguasai materi, memiliki keterampilan dalam pedagogi
untuk mencapai tujuan pendidikan.
4. Kurikulum yang dikembangkan bersifat konfrehensif yaitu memuat semua
pengetahuan yang penting. Kurikulum realis menghasilkan pengetahuan yang
luas dan praktis.
5. Metode yang dilaksanakan didasari oleh keyakinan bahwa semua
pembelajaran tergantung pada pengalaman. Oleh karenanya pengalaman
langsung dan bervariasi perlu dilaksanakan oleh peserta didik. Metode
penyampaian harus logis dan didukung oleh pengetahuan psikologis.

Anda mungkin juga menyukai