Kelompok 1
Agung Budi Laksono
Ahmad Badru Kamal
Michael Widiandra Prabhaswara
M.Ali
M.Fadhlansyach
Nanda Alfio Putra
Ririz
Widam Anugrah
SMAN 1 Leuwiliang
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan pada tanggal 21 Mei 1998. Sebagai salah satu
penguasa terlama di dunia, dia cukup yakin ketika ditetapkan kembali oleh MPR untuk masa
jabatan yang ketujuh pada tanggal 11 Maret 1998, segala sesuatu akan berada di bawah
kontrolnya. Tetapi dua bulan sesudah Soeharto mengambil sumpah, Rezim Orde Baru runtuh.
Ketika mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR pada tanggal 19 Mei 1998, presiden yang
sudah berumur 75 tahun ini menyaksikan legitimasinya berkurang dengan cepat dan ia
ditinggalkan seorang diri.
Soeharto yang selama 32 tahun memanipulasi eksistensi DPR/MPR untuk mengokohkan
kekuasaan, akhirnya didepak oleh lembaga yang sama, lewat pernyataan pers tanggal 18 Mei
1998 (pukul 15.30), oleh Ketua DPR Harmoko yang didampingi oleh Ismail Hasan Meutareum,
Fatimah Achmad, Syarwan Hamid dan utusan daerah di depan wartawan dan mahasiswa
menyampaikan pernyataan sebagai berikut: “Pimpinan Dewan baik ketua maupun wakil-wakil
ketua mengharapkan demi persatuan dan kesatuan bangsa agar presiden secara arif dan bijaksana
sebaiknya mengundurkan diri”. Keterangan pers Ketua DPR itu disambut gembira oleh ribuan
mahasiswa yang mendatangi Gedung DPR/MPR. Bahkan, DPR/MPR sempat pula mengeluarkan
ultimatum bahwa kalau sampai Jumat (22 Mei 1998) presiden tidak mundur, MPR akan
melakukan rapat dengan fraksi pada hari Senin (25 Mei 1998). Usaha terakhir Soeharto untuk
mempengaruhi rakyat dengan menyampaikan pernyataan dihadapan pers pada tanggal 19 Mei
1998 bahwa selaku mandataris MPR, presiden akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII
dengan membentuk Komite Reformasi, untuk lebih meyakinkan rakyat diprogramkan bahwa
tugas komite ini akan segera menyelesaikan UU Pemilu; UU Kepartaian; UU Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR, DPRD; UU Anti Monopoli; UU Anti Korupsi dan hal lainnya yang
sesuai dengan tuntutan rakyat. Akan tetapi Soeharto mulai terpojok secara politik karena 14
Menteri sepakat tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi tersebut. Ke-14 Menteri tersebut
adalah Akbar Tanjung, A.M. Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Giri Suseno
Hadihardjono, Haryanto Dhanutirto, Ny. Justika S. Baharsjah, Kuntoro Mangkusubroto,
Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto
Sastrowardoyo, Sumahadi, Theo Sambuaga, dan Tanri Abeng.
Penolakan ini melemahkan posisi Soeharto sebagai presiden karena dukungan untuk
membentuk Komite Reformasi gagal ditambah lagi banyak desakan yang menganjurkan presiden
untuk mundur. Perasaan ditinggalkan, terpukul telah membuat Soeharto tidak punya pilihan lain
kecuali memutuskan untuk berhenti.
Pada pagi harinya, tanggal 21 Mei 1998, pukul 09.05, di Istana Merdeka yang dihadiri
Menhankam atau Pangab Wiranto, Mensesneg Saadilah Mursjid, Menteri Penerangan Alwi
Dahlan, Menteri Kehakiman Muladi dan Wapres B.J. Habibie, beserta Pimpinan Mahkamah
Agung, Ketua DPR, Sekjen DPR, dihadapan wartawan dalam dan luar negeri Presiden Soeharto
menyampaikan pidato pengunduran dirinya sebagai presiden.
Usai Presiden Soeharto mengucapkan pidatonya Wakil Presiden B.J. Habibie langsung
diangkat sumpahnya menjadi Presiden RI ketiga dihadapan pimpinan Mahkamah Agung,
peristiwa bersejarah ini disambut dengan haru biru oleh masyarakat terutama para mahasiswa
yang berada di Gedung DPR/MPR, akhirnya Rezim Orde Baru di bawah kekuasaan Soeharto
berakhir dan Era Reformasi dimulai di bawah pemerintahan B.J. Habibie
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, kami dapat merumuskan beberapa masalah, yaitu:
1.2.1 Bagaimana proses pengalihan Kepala Pemerintahan dari Soeharto ke B.J. Habibie?
1.2.2 Apa saja kebijakan-kebijakan pada masa pemerintahan B.J. Habibie di Era Reformasi?
1.2.3 Bagaimana keadaan sosial di masa Habibie?
1.2.4 Bagaimana berakhirnya masa pemerintahan B.J. Habibie?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:
1.3.1 Untuk mengetahui proses pengalihan Kepala Pemerintahan dari Soeharto ke B.J. Habibie.
1.3.2 Untuk mengetahui kebijakan-kebijakan pada masa pemerintahan B.J. Habibie di Era
Reformasi.
1.3.3 Untuk mengetahui keadaan sosial di masa Habibie.
1.3.4 Untuk mengetahui berakhirnya masa pemerintahan B.J. Habibie.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Kebebasan Pers
Dalam hal ini, pemerintah memberikan kebebasan bagi pers di dalam pemberitaannya,
sehingga semasa pemerintahan Habibie ini, banyak sekali bermunculan media massa. Demikian
pula kebebasan pers ini dilengkapi pula oleh kebebasan berasosiasi organisasi pers sehingga
organisasi alternatif seperti AJI (Asosiasi Jurnalis Independen) dapat melakukan kegiatannya.
Sejauh ini tidak ada pembredelan-pembredelan terhadap media tidak seperti pada masa Orde
Baru. Pers Indonesia dalam era pasca-Soeharto memang memperoleh kebebasan yang amat
lebar, pemberitaan yang menyangkut sisi positif dan negatif kebijakan pemerintah sudah tidak
lagi hal yang dianggap tabu, yang seringkali sulit ditemukan batasannya. Bahkan seorang
pengamat Indonesia dari Ohio State University, William Liddle mengaku sempat shock
menyaksikan isi berita televisi baik swasta maupun pemerintah dan membaca isi koran di
Jakarta, yang kesemuanya seolah-olah menampilkan kebebasan dalam penyampaian berita,
dimana hal seperti ini tidak pernah dijumpai sebelumnya pada saat kekuasaan Orde Baru. Cara
Habibie memberikan kebebasan pada Pers adalah dengan mencabut SIUPP.
C. Pembentukan Parpol dan Percepatan pemilu dari tahun 2003 ke tahun 1999
Presiden RI ketiga ini melakukan perubahan dibidang politik lainnya diantaranya
mengeluarkan UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No. 3 Tahun 1999 tentang
Pemilu, UU No. 4 Tahun 1999 tentang MPR dan DPR.
Itulah sebabnya setahun setelah reformasi Pemilihan Umum dilaksanakan bahkan
menjelang Pemilu 1999, Partai Politik yang terdaftar mencapai 141 dan setelah diverifikasi oleh
Tim 11 Komisi Pemilihan Umum menjadi sebanyak 98 partai, namun yang memenuhi syarat
mengikuti Pemilu hanya 48 Parpol saja. Selanjutnya tanggal 7 Juni 1999, diselenggarakan
Pemilihan Umum Multipartai. Dalam pemilihan ini, yang hasilnya disahkan pada tanggal 3
Agustus 1999, 10 Partai Politik terbesar pemenang Pemilu di DPR, adalah :
1. Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) pimpinan Megawati Soekarno Putri meraih 153
kursi.
2. Partai Golkar pimpinan Akbar Tanjung meraih 120 kursi.
3. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pimpinan Hamzah Haz meraih 58 kursi.
4. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pimpinan H. Matori Abdul Djalil meraih 51 kursi.
5. Partai Amanat Nasional (PAN) pimpinan Amein Rais meraih 34 kursi.
6. Partai Bulan Bintang (PBB) pimpinan Yusril Ihza Mahendra meraih 13 kursi.
7. Partai Keadilan (PK) pimpinan Nurmahmudi Ismail meraih 7 kursi.
8. Partai Damai Kasih Bangsa (PDKB) pimpinan Manase Malo meraih 5 kursi.
9. Partai Nahdlatur Ummat pimpinan Sjukron Ma’mun meraih 5 kursi .
10. Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) pimpinan Jendral (Purn) Edi Sudradjat meraih 4 kursi.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Tanggal 21 Mei 1998 di Istana Merdeka Jakarta, Presiden Soeharto menyatakan dirinya
berhenti dari jabatan Presiden RI, lewat pidatonya dihadapan wartawan dalam dan luar negeri.
Usai Presiden Soeharto mengucapkan pidatonya, Wapres B.J. Habibie langsung diangkat
sumpahnya menjadi Presiden RI Ketiga dihadapan Pimpinan Mahkamah Agung, yang disaksikan
oleh Ketua DPR dan Wakil-Wakil Ketua DPR. Teriakan-teriakan kemenangan atas peristiwa
bersejarah itu disambut dengan haru-biru para mahasiswa di Gedung DPR/MPR.
Naiknya B.J. Habibie menggantikan Soeharto sebagai Presiden RI ketiga mengundang
perdebatan hukum dan kontroversial, karena Mantan Presiden Soeharto menyerahkan secara
sepihak kekuasaan kepada Habibie. Meskipun demikian pada tanggal 22 Mei 1998 pukul 10.30
WIB, kesempatan pertama Habibie untuk meningkatkan legitimasinya yaitu dengan
mengumumkan susunan kabinet baru yang diberi nama Kabinet Reformasi Pembangunan
(berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 122 / M Tahun 1998) di Istana
Merdeka. Dengan Keputusan Presiden tersebut di atas, Presiden Habibie memberhentikan
dengan hormat para Menteri Negara pada Kabinet Pembangunan VII. Habibie memimpin
Indonesia dengan sedikit kepercayaan, ia memimpin Indonesia dalam keadaan jatuh.
Ada berbagai langkah-langkah kebijakan yang dilaksanakan pada masa pemerintahan
Presiden B.J. Habibie setelah terbentuknya Kabinet Reformasi Pembangunan, antara lain:
kebijakan di bidang politik, kebijakan pada bidang ekonomi, dan kebijakan pada bidang
Manajemen Internal ABRI.
Di tengah-tengah upaya pemerintahan Habibie memenuhi tuntutan reformasi, pemerintah
Habibie dituduh melakukan tindakan yang bertentangan dengan kesepakatan MPR mengenai
masalah Timor-Timur.
Pada tanggal 14 Oktober 1999 Presiden Habibie menyampaikan pidato
pertanggungjawabannya di depan Sidang Umum MPR namun terjadi penolakan terhadap
pertanggungjawaban presiden karena Pemerintahan Habibie dianggap sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Rezim Orba. Kemudian pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR Amien Rais
menutup Rapat Paripurna sambil mengatakan, ”dengan demikian pertanggungjawaban Presiden
B.J. Habibie ditolak”. Pada hari yang sama Presiden habibie mengatakan bahwa dirinya
mengundurkan diri dari pencalonan presiden.
3.2. Saran
Sebaiknya kita sebagai generasi muda janganlah cepat mengambil tindakan yang dapat
merugikan semua kalangan seperti tawuran atau demo karena semua yang kita lakukan haruslah
berdasarkan akal sehat sehingga apa kita perbuat tidak sampai memakan korban jiwa. Dan bagi
pemerintah atau aparat janganlah cepat-cepat mengambil tindakan seperti mengeluarkan senjata
(pistol) apabila masyarakat atau mahasiswa yang melakukan demo. Sebaiknya ajaklah mereka
berunding dan mencari jalan keluar yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Dari Buku
Ricklefs, M.C.2005. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi.
Simanjuntak.S.H. 2003.Kabinet-Kabinet Republik Indonesia. Jakatra: PT Ikrar Mandiri Abadi
Setyohadi.tuk. 2004. Perjalan Bangsa Indonesia Dari Masa ke Masa. Bogor: Rajawali
Corpuration.
Jasmi, Khairul. 2002. Eurico Guterres: Melintas Badai Politik Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan
Kencana Syafiie, Inu, Azhari. 2005. Sistem Politik Indonesia. Bandung: PT. Refika Aditama
Soemardjan, Selo. 1999. Kisah Perjuangan Reformasi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Dari Internet
http://www.scribd.com/book/70503232