Anda di halaman 1dari 69

MAKALAH SEJARAH

MASA PEMERINTAHAN B.J. HABIBIE DAN


ABDURRAHMAN WAHID

Disusun oleh:
1.      Donansar Kalimanto (02)
2.      Mariana Ramelan (06)
3.      Sarif Purnama (10)
4.      Dwi Hananto (14)
Kelas XII IPA 5

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 WATES


KULON PROGO
YOGYAKARTA
2012/201

MASA PEMERINTAHAN B. J HABIBIE


A. Proses Pengalihan Kepala Pemerintahan dari Soeharto ke B.J. Habibie
Berawal dari dampak krisis ekonomi di tahun 1997 yang melanda Kawasan Asia dan
berdampak sangat luas bagi perekonomian di Indonesia. Nilai tukar rupiah yang merosot tajam
pada bulan Juli 1997.Sebagai dampaknya hampir semua perusahaan modern di Indonesia
bangkrut, yang diikuti PHK pekerja-pekerjanya, sehingga angka pengangguran menjadi
meningkat. Krisis sektor moneter, terutama melalui penutupan beberapa bank yang mengalami
kredit bermasalah dan krisis likuiditas, sehingga perbankan nasional menjadi berantakan. Hal
inilah yang memunculkan krisis kepercayaan dari investor, serta pelarian modal ke luar negeri.
Selain itu, kenaikan angka kemiskinan yang melonjak pesat,mahalnya biaya medis.Didorong
oleh kondisi yang makin parah, pada bulan Oktober 1997 pemerintah meminta bantuan IMF
(International Monetary Fund) untuk memperkuat sektor finansial, pengetatan kebijakan viskal
dan penyesuaian struktural perbankan. Tetapi IMF-lah yang membuat pekonomian Indonesia
lebih parah selama krisis. Kebijakan-kebijakan yang dibuat untuk mengatasi krisis yang
dilakukan oleh pemerintah ternyata tidak mampu memulihkan perekonomian sehingga muncul
krisis kepercayaan.
Banyaknya permasalahan besar memunculkan banyak tuntutan agar Presiden Soeharto turun
dari jabatan. Puncaknya tuntutan terjadi pada tanggal 12 Mei 1998 di Kampus Trisakti yang
dikenal dengan Insiden Trisakti. Situasi ini membuat Soeharto memutuskan untuk berhenti
karena desakan masyarakat yang menuntut beliau mundur sangatlah besar dan secara politik
dukungan sudah tidak ada. Pada tanggal 21 Mei 1998 di Istana Merdeka Jakarta, Presiden
Soeharto menyatakan dirinya berhenti dari jabatan Presiden RI, lewat pidatonya dihadapan
wartawan dalam dan luar negeri. Setelah itu,Wapres B.J. Habi bie langsung diangkat sumpahnya
menjadi Presiden RI ketiga dihadapan Pimpinan Mahkamah Agung, yang disaksikan oleh Ketua
DPR dan Wakil-Wakil Ketua DPR.
Naiknya B.J. Habibie menggantikan Soeharto sebagai Presiden RI ketiga mengundang
perdebatan hukum dan kontroversial, karena Mantan Presiden Soeharto menyerahkan secara
sepihak kekuasaan kepada Habibie. Dikalangan mahasiswa sikap atas pelantikan Habibie sebagai
presiden terbagi atas tiga kelompok, yaitu:
pertama, menolak Habibie karena merupakan produk Orde Baru;
kedua, bersikap netral karena pada saat itu tidak ada pemimpin negara yang diterima semua kalangan
sementara jabatan presiden tidak boleh kosong;
ketiga, mahasiswa berpendapat bahwa pengalihan kekuasaan ke Habibie adalah sah dan konstitusional.
B.     Kebijakan-Kebijakan Pada Masa Pemerintahan B.J. Habibie di Era Reformasi
Tanggal 22 Mei 1998 Habibie meningkatkan legitimasinya yaitu dengan mengumumkan
susunan kabinet baru yaitu Kabinet Reformasi Pembangunan (berdasarkan Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 122 / M Tahun 1998) di Istana Merdeka. Dengan Keputusan Presiden
tersebut, Presiden Habibie memberhentikan dengan hormat para Menteri Negara pada Kabinet
Pembangunan VII. Kabinet Reformasi Pembangunan ini terdiri dari 36 Menteri yaitu 4 Menteri
Negara dengan tugas sebagai Menteri Koordinator, 20 Menteri Negara yang memimpin
Departemen, 12 Menteri Negara yang bertugas menangani bidang tertentu. Sebanyak 20 Menteri
diantaranya adalah muka lama dari Kabinet Pembangunan VII, dan hanya 16 Menteri baru.
Kabinet ini mencerminkan suatu sinergi dari semua unsur-unsur kekuatan bangsa yang terdiri
dari berbagai unsur kekuatan sosial politik dalam masyarakat. Jabatan Gubernur Bank Indonesia
tidak lagi dimasukkan di dalam susunan Kabinet,karena Bank Indonesia harus mempunyai
kedudukan yang khusus dalam perekonomian, bebas dari pengaruh pemerintah dan pihak
manapun berdasarkan Undang-Undang.Pada tanggal 23 Mei 1998 pagi, Presiden Habibie
melantik menteri-menteri Kabinet Reformasi Pembangunan. Presiden Habibie mengatakan
bahwa Kabinet Reformasi Pembangunan disusun untuk melaksanakan tugas pokok reformasi
total terhadap kehidupan ekonomi, politik dan hukum

Kebijakan-kebijakan pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie


1.         Pada bidang politik
a.       Pembebasan Tahanan Politik
Tindakan pembebasan tahanan politik meningkatkan legitimasi Habibie baik di dalam
maupun di luar negeri. Hal ini terlihat dengan diberikannya amnesti dan abolisi yang merupakan
langkah penting menuju keterbukaan dan rekonsiliasi. Diantara yang dibebaskan tahanan politik
kaum separatis dan tokoh-tokoh tua mantan PKI, yang telah ditahan lebih dari 30 tahun.
Amnesti diberikan kepada Mohammad Sanusi dan orang-orang lain yang ditahan setelah Insiden
Tanjung Priok. Selain tokoh itu tokoh aktivis petisi 50 (kelompok yang sebagian besar terdiri
dari mantan jendral yang menuduh Soeharto melanggar perinsip Pancasila dan Dwi Fungsi
ABRI). Dr Sri Bintang Pamungkas, ketua Partai PUDI dan Dr Mochatar Pakpahan ketua Serikat
Buruh Sejahtera Indonesia dan K. H Abdurrahman Wahid merupakan segelintir dari tokoh-tokoh
yang dibebaskan Habibie. Selain itu Habibie mencabut Undang-Undang Subversi dan
menyatakan mendukung budaya oposisi serta melakukan pendekatan kepada mereka yang
selama ini menentang Orde Baru.
b.      Kebebasan Pers
Pemerintah memberikan kebebasan bagi pers di dalam pemberitaannya, sehingga semasa
pemerintahan Habibie ini, banyak sekali bermunculan media massa. Kebebasan pers ini
dilengkapi pula oleh kebebasan berasosiasi organisasi pers sehingga organisasi alternatif seperti
AJI (Asosiasi Jurnalis Independen) dapat melakukan kegiatannya. Cara Habibie memberikan
kebebasan pada Pers adalah dengan mencabut SIUPP.
c.       Pembentukan Parpol dan Percepatan pemilu dari tahun 2003 ke tahun 1999
Perubahan dibidang politik diantaranya mengeluarkan UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai
Politik, UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, UU No. 4 Tahun 1999 tentang MPR dan DPR.
Setelah reformasi Pemilihan Umum dilaksanakan bahkan menjelang Pemilu 1999, Partai
Politik yang terdaftar mencapai 141 dan setelah diverifikasi oleh Tim 11 Komisi Pemilihan
Umum menjadi sebanyak 98 partai, namun yang memenuhi syarat mengikuti Pemilu hanya 48
Parpol. Pada tanggal 7 Juni 1999, diselenggarakan Pemilihan Umum Multipartai, yang hasilnya
disahkan pada tanggal 3 Agustus 1999, 10 Partai Politik terbesar pemenang Pemilu di DPR,
adalah:
1)      Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan(PDI-P) pimpinan Megawati meraih 153 kursi
2)      Partai Golkar pimpinan Akbar Tanjung meraih 120 kursi
3)      Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pimpinan Hamzah Haz meraih 58 Kursi
4)      Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pimpinan H. Matori Abdul Djalil meraih 51 kursi
5)      Partai Amanat Nasional (PAN) pimpinan Amein Rais meraih 34 Kursi
6)      Partai Bulan Bintang (PBB) pimpinan Yusril Ihza Mahendra meraih 13 kursi
7)      Partai Keadilan (PK) pimpinan Nurmahmudi Ismail meraih 7 kursi
8)      Partai Damai Kasih Bangsa (PDKB) pimpinan Manase Malo meraih 5 Kursi
9)      Partai Nahdlatur Ummat pimpinan Sjukron Ma’mun meraih 5 kursi
10)  Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) pimpinan Jendral Edi Sudradjat meraih 4 kursi.
d.      Penyelesaian Masalah Timor Timur
Habibie mengambil sikap pro aktif dengan menawarkan dua pilihan yaitu memberikan
status khusus dengan otonomi luas atau memisahkan diri dari RI. Otonomi luas berarti diberikan
kewenangan atas berbagai bidang seperti : politik ekonomi budaya dan lain-lain kecuali dalam
hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan serta moneter dan fiskal. Sedangkan
memisahkan diri berarti secara demokratis dan konstitusional serta secara terhorman dan damai
lepas dari NKRI, Habibie membebaskan tahanan politik Timor-Timur, seperti Xanana Gusmao
dan Ramos Horta.
Pada tanggal 21 April 1999 di Dili, kelompok pro kemerdekaan dan pro intergrasi
menandatangani kesepakatan damai yang disaksikan oleh Panglima TNI Wiranto, Wakil Ketua
Komnas HAM Djoko Soegianto dan Uskup Baucau Mgr. Basilio do Nascimento. Tanggal 5 Mei
1999 di New York Menlu Ali Alatas dan Menlu Portugal Jaime Gama disaksikan oleh Sekjen
PBB Kofi Annan menandatangani kesepakan melaksanakan penentuan pendapat di Timor-Timur
untuk mengetahui sikap rakyat Timor-Timur dalam memilih kedua opsi di atas. Tanggal 30
Agustus 1999 pelaksanaan penentuan pendapat di Timor-Timur, hasilnya diumumkan pada
tanggal 4 September 1999 yang menyebutkan bahwa sekitar 78,5 % rakyat Timor-Timur
memilih merdeka. Lepasnya Timor-Timur dari NKRI berdampak pada daerah lain yang juga
ingin melepaskan diri dari NKRI seperti tuntutan dari GAM di Aceh dan OPM di Irian Jaya,
selain itu Pemerintah RI harus menanggung gelombang pengungsi Timor-Timur yang pro
Indonesia di daerah perbatasan yaitu di Atambua.
e.        Pengusutan Kekayaan Soeharto dan Kroni-kroninya
Presiden Habibie dengan Instruksi Presiden No. 30 / 1998 tanggal 2 Desember 1998 telah
mengintruksikan Jaksa Agung Baru, Andi Ghalib segera mengambil tindakan hukum memeriksa
Mantan Presiden Soeharto yang diduga telah melakukan praktik KKN. Pada tanggal 11 Oktober
1999, pejabat Jaksa Agung Ismudjoko mengeluarkan SP3, yang menyatakan bahwa penyidikan
terhadap Soeharto yang berkaitan dengan masalah dana yayasan dihentikan. Alasannya,
Kejagung tidak menemukan cukup bukti untuk melanjutkan penyidikan, kecuali menemukan
bukti-bukti baru. Sedangkan dengan kasus lainnya tidak ada kejelasan. Pemerintah dianggap
gagal dalam melaksanakan Tap MPR No. XI / MPR / 1998 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, terutama mengenai pengusutan kekayaan
Mantan Presiden Soeharto, keluarga dan kroni-kroninya. Aksi demontrasi saat Sidang Istimewa
MPR tanggal 10-13 Nopember 1998 mengakibatkan bentrokan antara mahasiswa dengan aparat.
Parahnya pada penutupan Sidang Istimewa MPR, Jumat (13/11/1998) malam. Penembakan
membabi-buta berlangsung sejak pukul 15.45 WIB sampai tengah malam di kawasan Semanggi,
yang jaraknya hanya satu kilometer dari tempat wakil rakyat bersidang dengan korban lima
mahasiswa tewas dan 253 mahasiswa luka-luka disebut ”Semanggi Berdarah” atau ”Tragedi
Semanggi”.
f.         Pemberian Gelar Pahlawan Reformasi bagi Korban Trisakti.
Pemberian gelar Pahlawan Reformasi pada para mahasiswa korban Trisakti yang menuntut
lengsernya Soeharto pada tanggal 12 Mei 1998 merupakan hal positif yang dianugrahkan oleh
pemerintahan Habibie, dimana penghargaan ini mampu melegitimasi Habibie sebagai bentuk
penghormatan kepada perjuangan dan pengorbanan mahasiswa sebagai pelopor gerakan
Reformasi.
2.      Pada Bidang Ekonomi
Di dalam pemulihan ekonomi, pemerintah berhasil menekan laju inflasi dan
gejolak moneter dibanding saat awal terjadinya krisis. Namun langkah dalam kebijakan ekonomi
belum sepenuhnya menggembirakan karena dianggap tidak mempunyai kebijakan yang kongkrit
dan sistematis seperti sektor riil belum pulih. Banyak kasus penyelewengan dana negara dan
bantuan luar negeri membuat Indonesia kehilangan momentum pemulihan ekonomi. Tanggal 21
Agustus 1998 pemerintah membekukan operasional Bank Umum Nasional, Bank Modern, dan
Bank Dagang Nasional Indonesia. Awal tahun selanjutnya pemerintah melikuidasi 38 bank
swasta, 7 bank diambil-alih pemerintah dan 9 bank mengikuti program rekapitulasi. Selain
itu,harga beras tetap meningkat, ditemukan penyelundupan beras keluar negeri dan penimbunan
beras.
3.      Pada Bidang Manajemen Internal ABRI
Pada masa transisi di bawah Presiden B.J. Habibie, banyak perubahan-perubahan penting
terjadi dalam tubuh ABRI, terutama dalam tataran konsep dan organisatornya.
Pertimbangan mendasar yang melatarbelakangi keputusan politik dan akademis reformasi
internal TNI, antara lain:
a.       Prediksi tantangan TNI ke depan di abad XXI begitu besar, komplek dan multidimensional, atas
dasar itu TNI harus segera menyesuaikan diri.
b.      TNI senantiasa harus mau dan mampu mendengar serta merespon aspirasi rakyat.
c.       TNI mengakui secara jujur, jernih dan objektif, sebagai komponen bangsa yang lainnya, bahwa
di masa lalu ada kekurangan dan distorsi sebagai konsekuensi logis dari format politik Orba
Kebijakan-kebijakan ABRI sebagai langkah perubahan politik internal, yang berlaku
tanggal 1 April 1999 antara lain: pemisahan POLRI dari ABRI, perubahan Staf Sosial Politik
menjadi Staf Teritorial, likuidasi Staf Karyawan, Pengurangan Fraksi ABRI di DPR, DPRD I/II,
pemutusan hubungan organisatoris dengan partai Golkar dan mengambil jarak yang sama dengan
parpol yang ada, kometmen dan netralitas ABRI dalam Pemilu dan perubahan Staf Sospol
menjadi komsos serta pembubaran Bakorstanas dan Bakorstanasda.
C. Keadaan Sosial Di Masa Habibie
Kerusuhan antar kelompok yang sudah bermunculan sejak tahun 90-an semakin meluas dan
brutal, konflik antar kelompok sering terkait dengan agama seperti di Purworejo juni 1998 kaum
muslim menyerang lima gereja, di Jember adanya perusakan terhadap toko-toko milik cina, di
Cilacap muncul kerusuhan anti cina, adanya teror ninja bertopeng melanda Jawa Timur dari
malang sampai Banyuangi. Isu santet menghantui masyarakat kemudian di daerah-daerah yang
ingin melepaskan diri seperti Aceh dan Papua semakin keras keinginan membebaskan diri. Juli
1998 OPM mengibarkan bendera bintang kejora sehingga mendapatkan perlawanan fisik dari
TNI.
D. Berakhirnya Masa Pemerintahan B.J. Habibie
Legitimasi pemerintahan B.J. Habibie sangat lemah, karena keberadaan Habibie dianggap
sebagai suatu paket warisan pemerintahan Soeharto, munculnya beberapa kolompok menuntut
pembentukan pemerintahan transisi, ia tidak dipilih secara luber dan jurdil sebagai presiden dan
merupakan satu paket pemilihan pola musyawarah mufakat dengan Soeharto.
Pemerintah Habibie dituduh melakukan tindakan yang bertentangan dengan kesepakatan
MPR mengenai masalah Timor-Timur, dianggap tidak berkonsultasi terlebih dahulu dengan
DPR/MPR sebelum menawarkan opsi kedua kepada masyarakat Timor-Timur. Akhirnya tanggal
30 Agustus 1999 pelaksanaan penentuan pendapat di Timor-Timur berlangsung aman dan
dimenangkan oleh kelompok Pro Kemerdekaan yang berarti Timor-Timur lepas dari wilayah
NKRI. Selain itu,muncul tuntutan dari dunia Internasional mengenai masalah pelanggaran HAM
yang meminta pertanggungjawaban militer Indonesia sebagai penanggungjawab keamanan pasca
jajak pendapat. Terjadi kasus di Aceh melalui Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Irian Jaya
lewat Organisasi Papua Merdeka (OPM), dengan kelompok separatisnya yang menuntut
kemerdekaan dari wilayah Republik Indonesia.
Pada tanggal 1-21 Oktober 1999, MPR mengadakan Sidang Umum yang dipimpin Ketua
MPR Amien Rais, tanggal 14 Oktober 1999 Presiden Habibie menyampaikan pidato
pertanggungjawabannya di depan sidang dan terjadi penolakan terhadap pertanggungjawaban
presiden sebagai Mandataris MPR lewat Fraksi PDI-Perjuangan, Fraksi Partai Kebangkitan
Bangsa, Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia dan Fraksi Demokrasi Kasih Bangsa. Di luar
Gedung DPR/MPR yang sedang bersidang, mahasiswa dan rakyat yang anti Habibie bentrok
dengan aparat keamanan. Mereka menolak pertanggungjawaban Habibie, karena Habibie
dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rezim Orba.
Pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR Amien Rais menutup Rapat Paripurna dan
Presiden habibie mengundurkan diri dari pencalonan presiden. Pengunduran Habibie dalam
bursa calon presiden, memunculkan dua calon kuat sebagai presiden, yaitu Megawati dan
Abdurrahman Wahid. Gus Dur terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia keempat dan
dilantik dengan Ketetapan MPR No. VII/MPR/1999 untuk masa bakti 1999-2004. Tanggal 21
Oktober 1999 Megawati terpilih menjadi Wakil Presiden RI dengan Ketetapan MPR No.
VIII/MPR/1999 mendampingi Presiden Abdurrahman Wahid. Terpilihnya Abdurrahman Wahid
dan Megawati sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 1999-2004
menjadi akhir pemerintahan Presiden Habibie dengan TAP MPR No. III/MPR/1999 tentang
Pertanggungjawaban Presiden RI B.J. Habibie.

MASA PEMERINTAHAN
ABDURRAHMAN WAHID
A.   Pemilihan Umum Tahun 1999
Pemilihan Umum yang dilaksanakan tahun 1999 menjadi sangat penting,
karena diharapkan dapat memulihkan keadaan Indonesia yang sedang
dilanda multikrisis. Pemilu tahun 1999 juga merupakan ajang pesta rakyat
Indonesia dalam menunjukkan kehidupan berdemokrasi. Sifat pemilu ini
Luber Jurdil Presiden Habibie menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu
pelaksanaan pemiliahan umum. Selanjutnya lima paket undang-undang
tentang politik dicabut. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga
undang-undang politik baru yang disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan
ditandatangani oleh Presiden Habibie. Ketiga udang-udang itu antara lain
undang-undang partai politik, pemilihan umum, susunan serta kedudukan
MPR, DPR dan DPRD. Munculnya undang-undang politik yang baru
memberikan semangat untuk berkembangnya kehidupan politik di Indonesia.
Dengan munculnya undang-undang politik banyak parpol bermunculan
sebanyak 112. Namun hanya 48 partai politik yang berhasil mengikuti
pemilu. Pelaksanaan pemilu ditangani oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)
yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil pemerintah dan wakil-wakil dari
partai-partai politik peserta pemilu. Hasilnya lima besar partai yang berhasil
meraih suara-suara terbanyak diantaranya PDI-P, Golkar, Partai Persatuan
pembangunan, Partai Pembangkitan Bangsa, PAN. Pemilu berjalan dengan
aman dan dapat di terima oleh suara partai peserta pemilihan umum.

B.Sidang Umum MPR Hasil Pemilihan Umum 1999


Sidang Umum MPR tahun 1999 diselenggarakan sejak tanggal 1 – 21
Oktober 1999. Amien Rais dikukuhkan menjadi Ketua MPR dan Akbar
Tanjung menjadi Ketua DPR. Sedangkan pada Sidang Paripurna MPR XII,
pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR melalui
mekanisme voting dengan 355 suara menolak, 322 menerima, 9 abstain dan
4 suara tidak sah, sehingga Habibie tidak dapat mencalonkan diri menjadi
Presiden Republik Indonesia. Akibatnya muncul tiga calon Presiden yaitu
Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Yuhsril Ihza
Mahendra. Namun tanggal 20 Oktober 1999, Yuhsril Ihza Mahendra
mengundurkan diri. Dari hasil pemilihan presiden yang dilaksanakan secara
voting, Abudurrahman Wahid terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia.
Pada tanggal 2 Oktober 1999 dilaksanakan pemilihan Wakil Presiden dengan
calonnya Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Pemilihan Wakil
Presiden ini kemudian dimenangkan oleh Megawati Soekarnoputri. Kemudian
pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil
Presiden Megawati Soekarnoputri berhasil membentuk Kabinet Persatuan
Nasional.

C. Masa Kepresidenan.
1. Tahun 1999 Kabinet pertama Gus Dur, Kabinet Persatuan Nasional, adalah
kabinet koalisi yang meliputi anggota berbagai partai politik: PDI-P, PKB,
Golkar, PPP, PAN, Partai Keadilan (PK), non-partisan dan TNI. Wahid
kemudian mulai melakukan dua reformasi pemerintahan. Reformasi pertama
adalah membubarkan Departemen Penerangan, senjata utama rezim
Soeharto dalam menguasai media. Reformasi kedua adalah membubarkan
Departemen Sosial yang korup. Setelah satu bulan berada dalam Kabinet
Persatuan Nasional, Menteri Menteri Koordinator Pengentasan Kemiskinan
(Menko Taskin) Hamzah Haz mengumumkan pengunduran dirinya pada
bulan November. Muncul dugaan bahwa pengunduran dirinya diakibatkan
karena Gus Dur menuduh beberapa anggota kabinet melakukan korupsi
selama ia masih berada di Amerika Serikat. Dugaan lain,diakibatkan karena
ketidaksenangannya atas pendekatan Gus Dur dengan Israel. Rencana Gus
Dur adalah memberikan Aceh referendum. Namun referendum ini
menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor
Timur. Gus Dur ingin mengadopsi pendekatan yang lebih lembut terhadap
Aceh dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah.
Pada 30 Desember, Gus Dur mengunjungi Jayapura di provinsi Irian Jaya.
Selama kunjungannya, Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-
pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.

2. Negara_negara yang pernah dikunjungi Gus Dur selama menjadi Presiden.


Waktu Negara yang dikunjungi Gus Dur
Novemb negara anggota ASEAN, Jepang, Amerika Serikat, Qatar,
er 1999 Kuwait, dan Yordania
Desemb Republik Rakyat Cina
er 1999
Januari Perjalanan ke Swiss untuk menghadiri Forum Ekonomi Dunia
2000 dan mengunjungi Arab Saudi dalam perjalanan pulang
menuju Indonesia.
Februari Mengunjungi Inggris, Perancis, Belanda, Jerman Italia,India,
2000 Korea Selatan, Thailand, dan Brunei Darussalam
Maret20 Mengunjungi Timor Leste.
00

April Mengunjungi Afrika Selatan dalam perjalanan menuju Kuba


2000 untuk menghadiri pertemuan G-77, sebelum kembali
melewati Kota Meksiko dan Hong Kong.
Juni Mengunjungi Amerika, Jepang, dan Perancis dengan Iran,
2000 Pakistan, dan Mesir.

Ketika Gus Dur berkelana ke Eropa pada bulan Februari, ia mulai


meminta Jendral Wiranto mengundurkan diri dari jabatan Menteri
Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. Gus Dur melihat Wiranto sebagai
halangan terhadap rencana reformasi militer dan juga karena tuduhan
pelanggaran HAM di Timor Timur terhadap Wiranto. Ketika Gus Dur kembali
ke Jakarta, Wiranto berbicara dengannya dan berhasil meyakinkan Gus Dur
agar tidak menggantikannya. Namun, Gus Dur kemudian mengubah
pikirannya dan memintanya mundur. Pada April 2000, Gus Dur memecat
Menteri Negara Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla dan Menteri
Negara BUMN Laksamana Sukardi. Alasannya karena keduanya terlibat
dalam kasus korupsi, meskipun Gus Dur tidak pernah memberikan bukti
yang kuat. Hal ini memperburuk hubungan Gus Dur dengan Golkar dan PDI-
P. Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai melakukan negosiasi
dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah
menandatangani nota kesepahaman dengan GAM hingga awal tahun 2001,
saat kedua penandatangan akan melanggar persetujuan. Gus Dur juga
mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-
Leninisme dicabut dan berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang
menyebabkan kemarahan pada kelompok Muslim Indonesia. Gus Dur dan
menteri luar negerinya Alwi Shihab menentang penggambaran Presiden
Indonesia yang tidak tepat, dan Alwi meminta agar Awad, duta besar
Palestina untuk Indonesia, diganti. Dalam usaha mereformasi militer dan
mengeluarkan militer dari ruang sosial-politik, Gus Dur menemukan sekutu,
yaitu Agus Wirahadikusumah, yang diangkatnya menjadi Panglima Kostrad
pada bulan Maret. Pada Juli 2000, Agus mulai membuka skandal yang
melibatkan Dharma Putra, yayasan yang memiliki hubungan dengan
Kostrad. Melalui Megawati, anggota TNI mulai menekan Wahid untuk
mencopot jabatan Agus. Gus Dur mengikuti tekanan tersebut, tetapi
berencana menunjuk Agus sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Petinggi TNI
merespon dengan mengancam untuk pensiun, sehingga Gus Dur kembali
harus menurut pada tekanan. Hubungan Gus Dur dengan TNI semakin
memburuk ketika Laskar Jihad tiba di Maluku dan dipersenjatai oleh TNI.
Muncul pula dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan
Bruneigate. Pada bulan Mei, Badan Urusan Logistik (BULOG) melaporkan
bahwa $4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog. Tukang pijit pribadi
Gus Dur mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk
mengambil uang. Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur
menuduhnya terlibat dalam skandal ini. Skandal ini disebut skandal
Buloggate. Gus Dur juga dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya
sendiri. Uang itu merupakan sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu
di Aceh. Namun, Gus Dur gagal mempertanggungjawabkan dana tersebut.
Skandal ini disebut skandal Bruneigate
Pada Sidang Umum MPR, pidato Gus Dur diterima oleh mayoritas
anggota MPR. Selama pidato, Wahid menyadari kelemahannya sebagai
pemimpin dan menyatakan ia akan mewakilkan sebagian tugas. Anggota
MPR setuju dan mengusulkan agar Megawati menerima tugas tersebut. Pada
awalnya MPR berencana menerapkan usulan ini sebagai TAP MPR, akan
tetapi Keputusan Presiden dianggap sudah cukup. Pada 23 Agustus, Gus Dur
mengumumkan kabinet baru meskipun Megawati ingin pengumuman
ditunda. Megawati menunjukan ketidaksenangannya dengan tidak hadir
pada pengumuman kabinet. Kabinet baru lebih kecil dan meliputi lebih
banyak non-partisan. Tidak terdapat anggota Golkar dalam kabinet baru Gus
Dur. Pada September, Gus Dur menyatakan darurat militer di Maluku karena
kondisi di sana semakin memburuk. Pada saat itu semakin jelas bahwa
Laskar Jihad didukung oleh anggota TNI dan juga kemungkinan didanai oleh
Fuad Bawazier, menteri keuangan terakhir Soeharto. Pada bulan yang sama,
bendera bintang kejora berkibar di Papua Barat. Gus Dur memperbolehkan
bendera bintang kejora dikibarkan asalkan berada di bawah bendera
Indonesia. Ia dikritik oleh Megawati dan Akbar karena hal ini. Pada 24
Desember 2000, terjadi serangan bom terhadap gereja-gereja di Jakarta dan
delapan kota lainnya di seluruh Indonesia. Pada akhir tahun 2000, terdapat
banyak elit politik yang kecewa dengan Abdurrahman Wahid Orang yang.
paling menunjukan kekecewaannya adalah Amien. Amien juga berusaha
mengumpulkan oposisi dengan meyakinkan Megawati dan Gus Dur untuk
merenggangkan otot politik mereka. Megawati melindungi Gus Dur,
sementara Akbar menunggu pemilihan umum legislatif tahun 2004. Pada
akhir November. 151 DPR menandatangani petisi yang meminta pemakzulan
Gus Dur.

3. Tahun 2001 dan akhir kekuasaan Pada Januari 2001,


Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari
libur opsional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan
huruf Tionghoa. Gus Dur mengunjungi Afrika Utara dan Arab Saudi untuk
naik haji. Abdurrahman Wahid melakukan kunjungan terakhirnya ke
Australia. Pada pertemuan dengan rektor-rektor universitas pada 27 Januari
2001,Gus Dur menyatakan kemungkinan Indonesia masuk kedalam
anarkisme. Dia mengusulkan pembubaran DPR jika hal tersebut terjadi.
Pertempuan tersebut menambah gerakan anti-Wahid.
Pada 1 Februari, DPR bertemu untuk mengeluarkan nota terhadap Gus
Dur. Nota tersebut berisi diadakannya Sidang Khusus MPR dimana
pemakzulan Presiden dapat dilakukan. Anggota PKB hanya bisa walk out
dalam menanggapi hal ini. Nota ini juga menimbulkan protes di antara NU.
Di Jawa Timur, anggota NU melakukan protes di sekitar kantor regional
Golkar. Di Jakarta, oposisi Gus Dur turun menuduhnya mendorong protes
tersebut. Gus Dur membantah dan pergi untuk berbicara dengan
demonstran di Pasuruan. Namun, demonstran NU terus menunjukan
dukungan mereka kepada Gus Dur dan pada bulan April mengumumkan
bahwa mereka siap untuk mempertahankan Gus Dur sebagai presiden
hingga mati.
Pada bulan Maret, Gus Dur mencoba membalas oposisi dengan
melawan disiden pada kabinetnya. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia Yusril Ihza Mahendra dicopot dari kabinet karena ia mengumumkan
permintaan agar Gus Dur mundur. Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail
juga dicopot dengan alasan berbeda visi dengan Presiden, berlawanan dalam
pengambilan kebijakan, dan diangap tidak dapat mengendalikan Partai
Keadilan, yang pada saat itu massanya ikut dalam aksi menuntut Gus Dur
mundur. Dalam menanggapi hal ini, Megawati mulai menjaga jarak dan tidak
hadir dalam inagurasi penggantian menteri.
Pada 30 April, DPR mengeluarkan nota kedua dan meminta
diadakannya Sidang Istimewa MPR pada 1 Agustus. Gus Dur mulai putus asa
dan meminta Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko
Polsoskam) Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyatakan keadaan darurat.
Yudhoyono menolak dan Gus Dur memberhentikannya dari jabatannya
beserta empat menteri lainnya dalam reshuffle kabinet pada tanggal 1 Juli
2001. Akhirnya pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan bahwa Sidang Istimewa
MPR akan dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000 tentara di Jakarta
dan juga menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai
bentuk penunjukan kekuatan.
Gus Dur mengumumkan pemberlakuan dekrit yang berisi:
(1) pembubaran MPR/DPR,
(2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu
dalam waktu satu tahun.
(3) membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang
Istimewa MPR.
Namun dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli,
MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan
Megawati Sukarnoputri. Abdurrahman Wahid terus bersikeras bahwa ia
adalah presiden dan tetap tinggal di Istana Negara selama beberapa hari,
namun akhirnya pada tanggal 25 Juli ia pergi ke Amerika Serikat karena
masalah kesehatan.
D.Kelebihan kekurangan pemeritahan Abdurrahman Wahid
1. Kelebihan sistem Pemerintahan Abdurrahman Wahid
a) Sukses melakukan kesepahaman dengan GAM.
b) Sukses membawa Indonesia ke Forum Ekonomi Dunia.
c) Sukses melaksanakan persamaan hak menyatakan pendapat di muka
umum
d) Etnis Tioghoa yang berpuluh-puluh tahun dikekang diberikan kebebasan
sama seperti orang pribumi.
e) Jadwal ketat kunjungan ke luar negeri menghasilkan banyak mitra luar
negeri. Di bulan April, Wahid mengunjungi Afrika Selatan dalam perjalanan
menuju Kuba untuk menghadiri pertemuan G-77.
f) Sukses menggulingkan unsur-unsur sentrakistis dan hierarkis yang represif
(menindas)semasa pemerintahan Soeharto.
g) Sukses mengurangi dukungan bagi kaum separatis GAM di Aceh.
2. Kekurangan Sistem Pemerintahan Abdurrahman Wahid
a) Semaraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme.
b) Munculnya berbegai reaksi negatif dari rakyat atas usul Presiden
Abdurrahman Wahid mengenai pembatalan Ketetapan MPRS Tahun 1966
mengenai pelarangan ajaran Marxisme-Leninisme.
c) Kesulitan ekonomi semakin meluas.
d) Kerusuhan antaretnis terus berlanjut yaitu pembunuhan antara umat Islam
dan Kristen di Maluku yang menewaskan lebih dari seribu orang sepanjang
tahun 1999.
e) Di Aceh, kekerasan antarkaum separatis dan aparat keamanan terus terjadi.
f) Pemecatan terhadap beberapa menteri yang memunculkan berbagai pro dan
kontra di masyarakat.
g) Berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan
kemarahan pada kelompok Muslim Indonesia.
h) Muncul dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan
Bruneigate.

A.    Biografi Soeharto

Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta,
tanggal 8 Juni 1921. Dia adalah anak ketiga Kertosudiro dengan Sukirah yang dinikahinya
setelah lama menduda. Dengan istri pertama, Kertosudiro yang menjadi petugas pengatur air
desa atau ulu-ulu, dikaruniai dua anak. Perkawinan Kertosudiro dan Sukirah tidak bertahan lama.
Keduanya bercerai tidak lama setelah Soeharto lahir. Sukirah menikah lagi dengan Pramono dan
dikaruniai tujuh anak,

Belum genap 40 hari, bayi Soeharto dibawa ke rumah Mbah Kromo (adik kakek Sukirah). Mbah
Kromo kemudian mengajari Soeharto kecil untuk berdiri dan berjalan. Soeharto juga sering
diajak ke sawah. Sering,  kakeknya memberi komando pada kerbau saat membajak sawah.
Karena dari situlah, Soeharto belajar menjadi pemimpin.

Ketika semakin besar, Soeharto tinggal bersama kakeknya, Mbah Atmosudiro, ayah dari ibunya.
Soeharto sekolah ketika berusia delapan tahun, tetapi sering berpindah. Semula disekolahkan di
Sekolah Dasar (SD) di Desa Puluhan, Godean. Lalu, pindah ke SD Pedes (Yogyakarta) lantaran
ibu dan ayah tirinya, Pramono pindah rumah ke Kemusuk Kidul. Kertosudiro kemudian
memindahkan Soeharto ke Wuryantoro, Wonogiri, Jawa Tengah. Soeharto dititipkan di rumah
bibinya yang menikah dengan seorang mantri tani bernama Prawirowihardjo. Soeharto diterima
sebagai putra paling tua dan diperlakukan sama dengan putra-putri Prawirowihardjo. Soeharto
kemudian disekolahkan dan menekuni semua pelajaran, terutama berhitung. Dia juga mendapat
pendidikan agama yang cukup kuat dari keluarga bibinya.

Sampai akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah
pada tahun 1941.Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945.Pada tahun 1947,
Soeharto menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran.

Perkawinan Letkol Soeharto dan Siti Hartinah dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo.
Waktu itu usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan
putri; Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi,
Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.

Pada 1 Maret 1949, ia ikut serta dalam serangan umum yang berhasil menduduki Kota
Yogyakarta selama enam jam. Inisiatif itu muncul atas saran Sri Sultan Hamengkubuwono IX
kepada Panglima Besar Soedirman bahwa Brigade X pimpinan Letkol Soeharto segera
melakukan serangan umum di Yogyakarta dan menduduki kota itu selama enam jam untuk
membuktikan bahwa Republik Indonesia (RI) masih ada.

Jenderal Besar H.M. Soeharto telah menapaki perjalanan panjang di dalam karir militer dan
politiknya. Di kemiliteran, Pak Harto memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian
komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat
Letnan Kolonel.

Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI.Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan


Darat.Selain dikukuhkan sebagai Pangad, Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Pangkopkamtib
oleh Presiden Soekarno.Bulan Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret
dari Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta
mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno Karena situasi politik yang
memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS, Maret 1967, menunjuk Pak
Harto sebagai Pejabat Presiden, dikukuhkan selaku Presiden RI Kedua, Maret 1968. Pak Harto
memerintah lebih dari tiga dasa warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia mengundurkan diri, 21
Mei 1998.

Soeharto wafat pada pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008. Jenderal Besar yang oleh MPR
dianugerahi penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional, itu meninggal dalam usia 87
tahun setelah dirawat selama 24 hari (sejak 4 sampai 27 Januari 2008) di Rumah Sakit Pusat
Pertamina (RSPP), Jakarta. Berita wafatnya Pak Harto pertama kali diinformasikan Kapolsek
Kebayoran Baru, Kompol. Dicky Sonandi, di Jakarta, Minggu (27/1). Kemudian secara resmi
Tim Dokter Kepresidenan menyampaikan siaran pers tentang wafatnya Pak Harto tepat pukul
13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008 di RSPP Jakarta akibat kegagalan multi organ. Kemudian
sekira pukul 14.40, jenazah mantan Presiden Soeharto diberangkatkan dari RSPP menuju
kediaman di Jalan Cendana nomor 8, Menteng, Jakarta.Ambulan yang mengusung jenazah Pak
Harto diiringi sejumlah kendaraan keluarga dan kerabat serta pengawal.Sejumlah wartawan
merangsek mendekat ketika iring-iringan kendaraan itu bergerak menuju Jalan Cendana,
mengakibatkan seorang wartawati televisi tertabrak.Di sepanjang jalan Tanjung dan Jalan
Cendana ribuan masyarakat menyambut kedatangan iringan kendaraan yang membawa jenazah
Pak Harto.Isak tangis warga pecah begitu rangkaian kendaraan yang membawa jenazah mantan
Presiden Soeharto memasuki Jalan Cendana, sekira pukul 14.55, Minggu (27/1). Sementara itu,
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah
menteri yang tengah mengikuti rapat kabinet terbatas tentang ketahanan pangan, menyempatkan
mengadakan jumpa pers selama 3 menit dan 28 detik di Kantor Presiden, Jakarta, Minggu (27/1).
Presiden menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas wafatnya mantan Presiden RI
Kedua Haji Muhammad Soeharto.

 B.     Keadaan Pemerintahan Orde Baru dalam Segala Aspek

1. Pertahanan dan Keamanan

Pada pemerintahan Presiden Soeharto pemerintahan yang diktator tetapi aman dan damai.
Terdapat dwi fungsi ABRI. Dalam hal ini manunggalnya ABRI dengan rakyat dan mantapnya
dwi fungsi ABRI merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan selama PJP I sampai
pertengahan pelaksanaan Repelita VI sekarang ini. Pembangunan pertahanan keamanan terus
dilakukan sesuai dengan Sishankamrata, dan dengan terus memperkuat kemampuan ABRI dalam
melaksanakan kedua fungsinya.

2. Sosial

Adanya kesenjangan sosial yang mencolok antara orang kaya dan orang miskin.Namun, ada
kebijakan-kebijakan yang baik seperti transmigrasi dan keluarga berencana, adanya gerakan
memerangi buta huruf, munculnya gerakan Wajib Belajar dan Gerakan Nasional Orang Tua
Asuh. Pengembangan hukum adat sebagai hukum nasional bertolak dari paham Savignian yang
menganggap bahwa hukum itu tak mungkin dibuat dan dibebankan dari atas (sebagai atau tidak
sebagai sarana perekayasa sosial) melainkan akan dan harus tumbuh berkembang seiring dengan
berkembangnya masyarakat itu sendiri. Namun justru dengan konsep ini para ahli hukum adat
rupanya kesulitan ketika harus menyatukan hukum-hukum adat yang ada di Indonesia mengingat
banyaknya latar belakang sosial budaya masyarakat

Indonesia.Dan sampai saat penyusunan konsep suatu sistem hukum nasional, para ahli hukum
adat baru siap dengan statement bahwa “Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting
untuk memperoleh bahan-bahan bagi Pembangunan Hukum Nasional yang menuju kepada
unifikasi hukum”.
Akan tetapi dalam kehidupan sosial mereka mulai membuka diri dan mau peduli terhadap
lingkungan di sekitarnya.Mereka tidak lagi menolak apabila terpilih menjadi Ketua RT/RW dan
secara aktif ikut dalam penyelengaraan Pemilu di lingkungan tempat tinggalnya.

3.  Politik

      Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tahun 1966 merupakan dasar legalitas dimulainya
pemerintahan Orde Baru di Indonesia.Orde Baru merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat,
bangsa, dan negara, yang diletakan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Dan juga dapat dikatakan bahwa Orde Baru merupakan koreksi terhadap
penyelewangan pada masa lampau, dan berusaha untuk menyusun kembali kekuatan bangsa
untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa. Melalui
Ketetapan MPRS No.XIII/MPRS/1966, Letjen Soeharto ditugaskan oleh MPRS untuk
membentuk Kabinet Ampera.Akibatnya muncul dualisme kepemimpinan nasional. Berdasarkan
Keputusan Presiden No. 163 tanggal 25 Juli 1966 dibentuklah Kabinet Ampera.Dalam kabinet
baru tersebut Soekarno tetap sebagai presiden dan sekaligus menjabat sebagai pimpinan kabinet.
Tetapi ketika kabinet Ampera dirombak pada tanggal 11 Oktober 1966, jabatan Presiden tetap
dipegang Soekarno, dan Letjen Soeharto diangkat sebagai perdana menteri yang memiliki
kekuasaan eksekutif dalam kabinet Ampera yang disempurnakan. Sesuai dengan Ketetapan
MPRS No.XIII/MPRS/1966, menyebabkan kekuasaan pemerintahan di tangan Soeharto semakin
besar sejak awal tahun 1967. Pada 10 Januari 1967, Presiden Soekarno menyerahkan Pelengkap
pidato pertanggungjawaban presiden yang disebut Pelnawaksara, tidak diterima oleh MPRS
berdasarkan Keputusan Pimpinan MPRS No. 13/B/1967. Dan pada tanggal 20 Februari
diumumkan tentang penyerahan kekuasaan kepada pengemban Ketetapan MPRS
No.IX/MPRS/1966.Sebagai tindak lanjut lembaga tertinggi Negara ini mengeluarkan Ketetapan
No.XXXIII/MPRS/1967 tertanggal 12 Maret 1967, yang secara resmi mencabut seluruh
kekuasaan pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno, dan mengangkat Soeharto sebagai
pejabat presiden Republik Indonesia.Dengan dikeluarkannya Ketetapan MPRS itu, situasi
konflik yang telah menyebabkan terjadinya instabilitas politik nasional dapat teratasi.Dan pada
tanggal 27 Maret 1968 Soeharto diangkat sebagai presiden Republik Indonesia berdasarkan
Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968, sampai presiden lama.Langkah-langkah yang
dilakukan adalah:

a.    Pembentukan Kabinet Pembangunan

Kabinet pertama pada masa peralihan kekuasaan adalah Kabinet Ampera dengan tugasnya Dwi
Darma. Kabinat Ampera yaitu menciptakan stabilitas politik dan stabilitas ekonomi sebagai
persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet Ampera terkenal
dengan nama Catur Karya Kabinet Ampera yakni

1)       Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan

2)       Melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu yang ditetapkan, yaitu tanggal 5 Juli
1968

3)       Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional
4)       Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan
manifestasinya

5)       Setelah MPRS pada tanggal 27 Maret1968 menetapkan Soeharto sebagai presiden RI
untuk masa jabatan lima tahun, maka dibentuklah

Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut Panca Krida yang meliputi:

1)      Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi

2)      Menyusun dan melaksanakan Pemilihan Umum

3)      Mengikis habis sisa-sisa Gerakan 30 September

4)      Membersihkan aparatur Negara di pusat dan daerah dari pengaruh PKI.

b.    Pembubaran PKI dan Organisasi massanya

Dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, serta stabilitas pemerintahan, Soeharto sebagai
pengemban Supersemar telah mengeluarkan kebijakan:

1)       Membubarkan PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan Ketetapan MPRS
No IX/MPRS/1966

2)       Menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia

3)       Pada tanggal 8 Maret 1966 mengamankan 15 orang menteri yang dianggap terlibat
Gerakan 30 September 1965.

c.     Penyederhanaan Partai Politik

Pada tahun 1973 setelah dilaksanakan pemilihan umum yang pertama pada masa Orde Baru
pemerintahan pemerintah melakukan penyederhaan dan penggabungan (fusi) partai- partai
politik menjadi tiga kekuatan social politik.Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak
didasarkan pada kesamaan ideologi, tetapi lebih atas persamaan program. Tigakekuatan social
politik itu adalah:

1)       Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU, Parmusi, PSII,
dan PERTI

2)       Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI, Partai Katolik,
Partai Murba, IPKI, dan Parkindo

3)       Golongan Karya


Penyederhanaan partai-partai politik ini dilakukan pemerintah Orde Baru dalam
upayamenciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara.Pengalaman sejarah pada masa
pemerintahan sebelumnya telah memberikan pelajaran, bahwa perpecahan yang terjadi dimasa
Orde Lama, karena adanya perbedaan ideologi politik dan ketidakseragaman persepsiserta
pemahaman Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia.

d.    Pemilihan Umum

Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan umum, yaitu
tahun 1971, 1977, 1985, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan
selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memperoleh mayoritas suara dan
memenangkan Pemilu. Pada Pemilu 1997 yang merupakan pemilu terakhir masa pemerintahan
Orde Baru, Golkar memperoleh 74,51 % dengan perolehan 325 kursi di DPR, dan PPP
memperoleh 5,43 %dengan peroleh 27 kursi.Dan PDI mengalami kemorosotan perolehan suara
hanya mendapat11 kursi. Hal disebabkan adanya konflik intern di tubuh partai berkepala banteng
tersebut, dan PDI pecah menjadi PDI Suryadi dan PDI Megawati Soekarno Putri yang sekarang
menjadi PDIP. Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama masa pemerintahan Orde Baru telah
menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan baik. Apalagi Pemilu
berlangsung dengan asas LUBER (langsung, umum, bebas, dan rahasia). Namun dalam
kenyataannya Pemilu diarahkan untuk kemenangan salah satu kontrestan Pemilu yaitu Golkar.
Kemenangan Golkar yang selalu mencolok sejak Pemilu 1971 sampai dengan Pemilu 1997
menguntungkan pemerintah di mana perimbangan suara di MPR dan DPR didominasi oleh
Golkar. Keadaan ini telah memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama
enam periode, karena pada masa Orde Baru presiden dipilih oleh anggota MPR. Selain itu setiap
pertanggungjawaban, rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu
mendapat persetujuan MPR dan DPR tanpa catatan

e.     Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI

Untuk menciptakan stabilitas politik, pemerintah Orde Baru memberikan peran ganda kepada
ABRI, yaitu peran Hankam dan sosial.Peran ganda ABRI ini kemudian terkenal dengan sebutan
Dwi Fungsi ABRI.Timbulnya pemberian peran ganda pada ABRI karena adanya pemikiran
bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan POLRI dalam
pemerintahan adalah sama. di MPR dan DPR mereka mendapat jatah kursi dengan cara
pengangkatan tanpa melalui Pemilu. Pertimbangan pengangkatan anggota MPR/DPR dari ABRI
didasarkan pada fungsinya sebagai stabilitator dan dinamisator.Peran dinamisator sebanarnya
telah diperankan ABRI sejak zaman Perang Kemerdekaan.Waktu itu Jenderal Soedirman telah
melakukannya dengan meneruskan perjuangan, walaupun pimpinan pemerintahan telah ditahan
Belanda.Demikian juga halnya yang dilakukanSoeharto ketika menyelamatkan bangsa dari
perpecahan setelah G 30 S PKI, yangmelahirkankan Orde Baru.Boleh dikatakan peran
dinamisator telah menempatkan ABRI pada posisiyang terhormat dalam percaturan politik
bangsa selama ini.

f.      Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)


Pada tanggal 12 April1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk
menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal dengan nama Ekaprasatya Pancakarsa
atau Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Untuk mendukung pelaksanaan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen, maka sejak tahun 1978
pemerintah menyelenggarakan penataran (P4) secara menyeluruh pada semua lapisan
masyarakat. Penataran (P4) ini bertujuan membentuk pemahaman yang sama mengenai
demokrasi Pancasila, sehingga dengan adanya pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945 diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan
terpelihara. Melalui penegasan tersebut opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat
terhadap pemerintah Orde Baru. Dan sejak tahun 1985 pemerintah menjadikan Pancasila sebagai
asas tunggal dan kehidupan berorganisasi.Semua bentuk organisasi tidak boleh menggunakan
asasnya selain Pancasila. Menolak Pancasila sebagai sebagai asas tunggal merupakan
pengkhianatan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.Dengan demikian Penataran P4
merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi, dan Pancasila menjadi bagian dari sistem
kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia. Pancasila merupakan
prestasi tertinggi Orde Baru, dan oleh karenanya maka semua prestasi lainnya dikaitkan dengan
nama Pancasila. Mulai dari sistem ekonomi Pancasila, pers Pancasila, hubungan industri
Pancasila, demokrasi Pancasila, dan sebagainya.Dan Pancasila dianggap memiliki kesakralan
(kesaktian) yang tidak boleh diperdebatkan.

g.     Penataan Politik Luar Negeri

Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif kembali dipulihkan.Dan
MPR mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi landasan politik luar negeri
Indonesia.Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia harus didasarkan pada kepentingannasional,
seperti pembangunan nasional, kemakmuran rakyat, kebenaran, serta keadilan.

1) Kembalinya menjadi anggota PBB

Pada tanggal 28 September1966 Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-


Bangsa (PBB). Keputusan untuk kembali menjadi anggota PBB dikarenakan pemerintah sadar
bahwa banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota pada tahun 1955-
1964.Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB disambut baik oleh negara-negara Asia
lainnya bahkan oleh PBB sendiri.Hal ini ditunjukkan dengan dipilihnya Adam Malik sebagai
Ketua

Majelis Umum PBB untuk masa siding tahun 1974.Dan Indonesia juga memulihkanhubungan
dengan sejumlah negara seperti India, Thailand, Australia, dan negara-negara lainnya yang
sempat renggang akibat politik konfrontasi Orde Lama.

2)  Normalisasi Hubungan dengan Negara lain

a)      Pemulihan Hubungan dengan Singapura

Dengan perantaraan Dubes Pakistan untuk Myanmar, Habibur Rachman, hubungan Indonesia
dengan Singapura berhasil dipulihkan kembali.Pada tanggal 2 Juni 1966 pemerintah Indonesia
menyampaikan nota pengakuan atas Republik Singapura kepada Perdana Menteri Lee Kuan
Yew.Dan pemerintah Singapura menyampaikan nota jawaban kesediaan untuk mengadakan
hubungan diplomatik dengan Indonesia.

b)      Pemulihan Hubungan dengan Malaysia

Penandatanganan persetujuan normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia

Normalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia dimulai dengan diadakannya perundingan di


Bangkok pada 29 Mei- 1 Juni 1966 yang menghasilkan Perjanjian Bangkok. Isi perjanjian
tersebut adalah:

1.1  Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil
mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.

1.2  Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.

1.3  Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.

Dan pada tanggal 11 Agustus 1966 penandatangan persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-
Malaysia ditandatangani di Jakarta oleh Adam Malik (Indonesia) dan Tun Abdul Razak
(Malaysia).

c)      Pembekuan Hubungan dengan RRC

Pada tanggal 1 Oktober 1967 Pemerintantah Republik Indonesia membekukan hubungan


diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC). Keputusan tersebut dilakukan karena RRC
telah mencampuri urusan dalam negeri Indonesia dengan cara memberikan bantuan kepada G 30
S PKI baik untuk persiapan, pelaksanaan, maupun sesudah terjadinya pemberontakan tersebut.
Selain itu pemerintah Indonesia merasa kecewa dengan tindakan teror yang dilakukan orang-
orang Cina terhadap gedung, harta, dan anggota-anggota Keduataan Besar Republik Indonesia di
Peking.Pemerintah RRC juga telah memberikan perlindungan kepada tokoh-tokoh G 30 S PKI di
luar negeri, serta secara terang-terangan menyokong bangkitnya kembali PKI.Melalui media
massanya RRC telah melakukan kampanye menyerang Orde Baru. Dan pada 30 Oktober 1967
Pemerintah Indonesia secara resmi menutup Kedutaan Besar di Peking

Sebagai presiden Indonesia selama lebih dari 30 tahun, Soeharto telah banyak memengaruhi
sejarah Indonesia.Dengan pengambil alihan kekuasaan dari Soekarno, Soeharto dengan
dukungan dari Amerika Serikat memberantas paham komunisme dan melarang pembentukan
partai komunis. Dijadikannya Timor Timur sebagai provinsi ke-27 (saat itu) juga dilakukannya
karena kekhawatirannya bahwa partai Fretilin (Frente Revolucinaria De Timor Leste
Independente /partai yang berhaluan sosialis-komunis) akan berkuasa di sana bila dibiarkan
merdeka.Hal ini telah mengakibatkan menelan ratusan ribu korban jiwa sipil.
Sistem otoriter yang dijalankan Soeharto dalam masa pemerintahannya membuatnya populer
dengan sebutan “Bapak“, yang pada jangka panjangnya menyebabkan pengambilan keputusan-
keputusan di DPR kala itu disebut secara konotatif oleh masyarakat Indonesia sebagai sistem
“ABS” atau “Asal Bapak Senang”.

Di bidang politik, Presiden Soeharto melakukan penyatuan partai-partai politik sehingga pada


masa itu dikenal tiga partai politik yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan
Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dalam upayanya menyederhanakan
kehidupan berpolitik di Indonesia sebagai akibat dari politik masa presiden Soekarno yang
menggunakan sistem multipartai yang berakibat pada jatuh bangunnya kabinet dan dianggap
penyebab mandeknya pembangunan. Kemudian dikeluarkannnya UU Politik dan Asas tunggal
Pancasila yang mewarnai kehidupan politik saat itu. Namun dalam perjalanannya, terjadi
ketimpangan dalam kehidupan politik di mana muncullah istilah “mayoritas tunggal” di mana
GOLKAR dijadikan partai utama dan mengebirikan dua parpol lainnya dalam setiap
penyelenggaraan PEMILU. Berbagai ketidakpuasan muncul, namun dapat diredam oleh sistem
pada masa itu.Lemabga MPR juga memiliki struktur keanggotaan yang menguntungkan
pemerintah.Selain wakil-wakil TNI/Polri, ada juga utusan golongan yang sudah tentu
mendukung pemerintahan orde baru.

Selama orde baru, hak-hak politik warga Negara tidak diberi tempat. Tidak ada kebebasan pers.
Pemerintah melakukan control yang sangat ketat . Sementara itu, masyarakat yang mempunyai
pendapat berbeda dengan pemerintah maka akan dicap sebagai makar dan dapat dipenjarakan

4.   Ekonomi

Banyak tindak korupsi pada masa-masa ini. Namun, pertumbuhan ekonomi timbuh dan
berkembang  sangat pesat dan adanya perbaikan ekonomi dan pembangunan. Pada masa
pemerintahan Soeharto ini terjadi swasembada pangan, dimana harga sembako tergolong relatif
murah.

a. stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi.

Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan pemerintah Orde Lama,
pemerintah Orde Baru melakukan langkah-langkah:

1)      Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Kebijakan ini didasari
oleh Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966

2)      MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan, program
stabilisasi dan rehabilitasi.

Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional, terutama stabilisasi
dan rehabilitasi ekonomi.Yang dimaksud dengan stabilisasi ekonomi berarti mengendalikan
inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus.Dan rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan
secara fisik sarana dan prasarana ekonomi.Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem
ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Langkah-langkah yang diambil Kabinet
Ampera yang mengacu pada Ketetapan MPRS tersebut adalah:
1)      Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan
kemacetan. Adapun yang menyebabkan terjadinya kemacetan ekonomi tersebut adalah:

a)      Rendahnya penerimaan negara.

b)      Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara.

c)      Terlalu banyak dan tidak efisiennya ekspansi kredit bank.

d)     Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri.

e)      Penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.

2)      Debirokrasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian

3)      Berorientasi pada kepentingan produsen kecil

Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut, maka pemerintah Orde Baru


menempuh cara-cara :

1)      Mengadakan operasi pajak

2)      Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru, baik bagi pendapatan perorangan maupun
kekayaan dengan cara menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.

3)      Menghemat pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta


menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara.

4)      Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.

Program stabilsasi ini dilakukan dengan cara membentung laju inflasi. Dan pemerintah Orde
Baru berhasil membendung laju inflasi pada akhir tahun 1967–1968, tetapi harga bahan
kebutuhan pokok naik melonjak.Sesudah dibentuk Kabinet Pembangunan pada bulan Juli 1968,
pemerintah mengalihkan kebijakan ekonominya pada pengendalian yang ketat terhadap gerak
harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing.Sejak saat itu ekonomi nasional
relatif stabil, sebab kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing sejak tahun 1969 dapat
dikendalikan pemerintah.

Program rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi.Selama


sepuluh tahun terakhir masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia mengalami kelumpuhan dan
kerusakan pada prasarana social dan ekonomi.Lembaga perkreditan desa, gerakan koperasi, dan
perbankan disalahgunakan dan dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kelompok
kepentingan tertentu.Dampaknya lembaga (negara) tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai
penyusun perbaikan tata kehidupan rakyat.

b. Kerjasama Luar Negeri


1) Pertemuan Tokyo

Selain mewariskan keadaan ekonomi yang sangat parah, pemerintahan Orde Lama juga
mewariskan utang luar negeri yang sangat besar yakni mencapai 2,2-2,7 miliar, sehingga
pemerintah Orde Baru meminta negara-negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran
kembali utang Indonesia. Pada tanggal 19–20 September1966 pemerintah Indonesia mengadakan
perundingan dengan negara-negara kreditor di Tokyo.Pemerintah Indonesia akan melakukan
usaha bahwa devisa ekspor yang diperoleh Indonesia akan digunakan untuk membayar utang
yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Hal ini mendapat tanggapan
baik dari negara-negara kreditor.Perundinganpun dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai
kesepakatan sebagai berikut.

Pembayaran hutang pokok dilaksanakan selama 30 tahun, dari tahun 1970 sampai dengan 1999.

a)      Pembayaran dilaksanakan secara angsuran, dengan angsuran tahunan yang sama besarnya.

b)      Selama waktu pengangsuran tidak dikenakan bunga.

c)      Pembayaran hutang dilaksanakan atas dasar prinsip nondiskriminatif, baik terhadap negara
kreditor maupun terhadap sifat atau tujuan kredit.

2) Pertemuan Amsterdam

Pada tanggal 23-24 Februari 1967 diadakan perundingan di Amsterdam, Belanda yang bertujuan
membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar negeri serta kemungkinan pemberian
bantuan dengan syarat lunas, yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Intergovernmental Group
for Indonesia). Pemerintah Indonesia mengambil langkah tersebut untuk memenuhi
kebutuhannya guna pelaksanaan program-program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi serta
persiapan-persiapan pembangunan. Di samping mengusahakan bantuan luar negeri tersebut,
pemerintah juga berusaha dan telah berhasil mengadakan penangguhan serta memperingan
syarat-syarat pembayaran kembali (rescheduling) hutang-hutang peninggalan Orde Lama.
Melalui pertemuan tersebut pemerintah Indonesia berhasil mengusahakan bantuan luar negeri.

c. Pembangunan Nasional

1)   Trilogi Pembangunan

Setelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia, maka langkah selanjutnya yang
ditempuh pemerintah Orde Baru adalah melaksanakan pembangunan nasional. Pembangunan
nasional yang diupayakan pemerintah waktu itu direalisasikan melalui Pembangunan Jangka
pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Pambangunan Jangka Pendek dirancang melalui
Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Setiap Pelita memiliki misi pembangunan dalam rangka
mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia.Sedangkan Pembangunan Jangka Panjang
mencakup periode 25-30 tahun.Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan
yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan
Negara. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yang
tertulis dalam pembukaan UUD 1945 yaitu:

a)      Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah Indonesia

b)      Meningkatkan kesejahteraan umum

c)      Mencerdaskan kehidupan bangsa

d)     Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan social

Pelaksanaan Pembangunan Nasional yang dilaksanakan pemerintah Orde Baru berpedoman pada
Trilogi Pembangunan dan Delapan jalur Pemerataan.Inti dari kedua pedoman tersebut adalah
kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi
Trilogi Pembangunan adalah :

a)      Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial
bagi seluruh rakyat.

b)      Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.

c)      Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

Dan Delapan Jalur Pemerataan yang dicanangkan pemerintah Orde Baru adalah:

a)      Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat khususnya pangan, sandang dan
perumahan.

b)      Pemerataan memperoleh kesempatan pendidikan dan pelayanan kesehatan

c)      Pemerataan pembagian pendapatan.

d)     Pemerataan kesempatan kerja

e)      Pemerataan kesempatan berusaha

f)       Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda
dan kaum wanita.

g)      Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Tanah Air

h)      Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

 2)     Pelaksanaan Pembangunan Nasional


Seperti telah disebutkan di muka bahwa Pembangunan nasional direalisasikan melalui
Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Dan Pembangunan Jangka
Pendek dirancang melalui program Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Selama masa Orde Baru,
pemerintah telah melaksanakan enam Pelita yaitu:

a)      Pelita I

Pelita I dilaksanakan mulai 1 April1969 sampai 31 Maret1974, dan menjadi landasan awal
pembangunan masa Orde Baru.Tujuan Pelita I adalah meningkatkan taraf hidup rakyat dan
sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan tahap berikutnya.Sasarannya adalah
pangan, sandang, perbaikan prasarana perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan
kesejahteraan rohani. Titik beratnya adalah pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan
untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena
mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.

b)      Pelita II

Pelita II mulai berjalan sejak tanggal 1 April 1974 sampai 31 Maret 1979.Sasaran utama Pelita II
ini adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana prasarana, mensejahterakan rakyat,
dan memperluas kesempatan kerja.Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup berhasil.Pada awal
pemerintahan Orde Baru inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I inflasi berhasil ditekan
menjadi 47%. Dan pada tahun keempat Pelita II inflasi turun menjadi 9,5%.

c)      Pelita III

Pelita III dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 sampai 31 Maret 1984.Pelaksanaan Pelita III
masih berpedoman pada Trilogi Pembangunan, dengan titik berat pembangunan adalah
pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan.

d)     Pelita IV

Pelita IV dilaksanakan tanggal 1 April 1984 sampai 31 Maret 1989.Titik berat Pelita IV ini
adalah sektor pertanian untuk menuju swasembada pangan, dan meningkatkan industri yang
dapat menghasilkan mesinindustri sendiri.Dan di tengah berlangsung pembangunan pada Pelita
IV ini yaitu awal tahun 1980 terjadi resesi.Untuk mempertahankan kelangsungan pembangunan
ekonomi, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal.Dan pembangunan nasional
dapat berlangsung terus.

e)      Pelita V

Pelita V dimulai 1 April 1989 sampai 31 Maret 1994.Pada Pelita ini pembangunan ditekankan
pada sector pertanian dan industri. Pada masa itu kondisi ekonomi Indonesia berada pada posisi
yang baik, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun.[rujukan?] Posisi perdagangan
luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan.Peningkatan ekspor lebih baik
dibanding sebelumnya.
f)       Pelita VI

Pelita VI dimulai 1 April 1994 sampai 31 Maret 1999.Program pembangunan pada Pelita VI ini
ditekankan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian, serta peningkatan
kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai
penggerak pembangunan. Namun pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-
negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam
negeri yang mengganggu perekonomian telah menyebabkan proses pembangunan terhambat, dan
juga menyebabkan runtuhnya pemerintahan Orde Baru.

Pada permulaan orde baru, program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi
nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan
pengamanan kebutuhan pokok rakyat.

Selama pemerintahannya, Presiden Soeharto telah berhasil meletakkan kerangka tinggal landas
dengan capaian-capaian bidang ekonomi antara lain:

a. Berhasil meningkatkan pertumbuhan Indonesia dari minus 2,25 pada tahun 1963 menjadi naik
tajam sebesar 12% pada tahun 1969 atau setahun setelah dirinya ditunjuk sebagai pejabat
Presiden. Selama periode tahun 1967-1997, pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat ditingkatkan
dan dipertahankan rata-rata 7,2% pertahun.

b.Pertumbuhan Indonesia yang tinggi dan berkelanjutan (mulai tahun 1967 s/d 2007) menjadikan
Indonesia digolongkan kedalam ekonomi industri baru (Newly Industrializing Economies, NIEs)
. Pertumbuhan tinggi dan konsisten, stabilitas yang terkelola dengan baik dan disertai political
will pemerataan telah menghasilkan capaian-capaian:

(1) perbaikan kesejahteraan rakyat secara signifikan,

(2) panjang usia harapan (life expectancy) meningkat cukup tajam dari 56 tahun pada tahun 1966
menjadi 71 tahun pada tahun 1991.

(3) proporsi penduduk yang hidup dalam kemiskinan absolut menurun tajam dari 60% tahun
1966 menjadi 14% pada tahun 1990.

(4) perbaikan secara cepat dan signifikan indikator sosial- ekonomi mulai dari pendidikan hingga
kepemilikan peralatan serta penguasaan teknologi. Indonesia juga telah berubah dari negara
pengimpor beras menjadi negara swasembada tahun 1984 dan pertumbuhan penduduk dapat
dikendalikan melalui program keluarga berencana (KB).Capaian prestasi ini menjadikan
Indonesia (bersama Malaysia dan Thailand) digolongkan sebagai “Keajaiban Asia”.

c. Seiring dengan peningkatan pertumbuhan, Indonesia juga mengalami peningkatan penanaman


modal dan perbaikan sumber daya manusia yang keberadaanya menjadi pendorong utama
pertumbuhan. Peningkatan ini menghasilkan akumulasi modal fisik maupun SDM bagi
pembangunan bangsa secara umum. Sebagai ilustrasi adalah adanya peningkatan signifikan
penanaman modal domestik (dalam negeri) yang rata-rata meningkat sebesar 50,43% pertahun
selama kurun waktu 1976-1997. Kondisinya mengalami anomali pada era reformasi karena
penanaman modal domestik mengalami penurunan atau minus rata-rata 17,20% pertahun selama
lima tahun pertama reformasi (1998-2002). Selama periode tahun 1990 s/d 1997, penanaman
modal dalam negeri mengalami peningkatan secara tajam untuk kemudian mengalami
perlambatan oleh krisis politik tahun 1998. Setelah mengalami peningkatan pada tahun 1999,
akibat krisis politik berkepanjangan, penanaman modal dalam negeri terus mengalami penurunan
pada tahun-tahun berikutnya. Begitu pula dengan gairah pemodal luar negeri dalam berinvestasi
di Indonesia yang mengalami peningkatan rata-rata 42,10% pertahun selama kurun waktu 1977-
1997. Hal ini menandakan iklim investasi di Indonesia cukup diminati oleh investor luar negeri.
Sejalan dengan trend penanaman modal domestik, penanaman modal asing juga mengalami
anomali pada era reformasi yang mengalami penurunan atau minus rata-rata 15,04% pertahun
selama lima tahun pertama reformasi. Pertumbuhan tinggi yang dapat dipertahankan secara stabil
juga meningkatkan tabungan domestik sehingga dapat mendorong tingginya tingkat investasi.
Tabungan domestik selama kurun waktu tahun 1974-1996 meningkat rata-rata 69,08% pertahun.

d. Sektor pertanian juga tumbuh cepat yang didukung dengan peningkatan produktivitas padi.
Pada awal pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia masih menjadi pengimpor beras terbesar
di dunia. Pada tahun 1969 produksi beras Indonesia hanya 12 juta ton, namun meningkat pesat
menjadi 28 juta ton pada tahun 1980-1989 dan menjadikannya sebagai negara swasembada
beras. Prestasi ini mengundang kekaguman internasional sehingga pada tanggal 14 November
1985.

e. Presiden Soeharto diundang untuk memaparkan kunci-kunci keberhasilan pembangunan


pangan di Indonesia, dalam forum sidang organisasi pangan dan Pertanian PBB (FAO). Produksi
beras mengalami peningkatan sebesar 7.5  juta ton dalam periode tahun 1970-1979 dan 15 juta
ton selama periode tahun 1980-1989. Pada akhir 1990-1999 produksi beras hanya meningkat 5,6
juta ton sebagai dampak krisis politik 1998.

f. Berhasil menyediakan kebutuhan papan. Selama periode 1978-1983 melalui Perum Perumnas
pemerintah telah membangun 209.872 unit perumahan dan selama pemerintahan Presiden
Soeharto secara keseluruhan telah terbangun 441.923 unit rumah. Selama periode 1978-1983
Perum Perumnas telah menjadi perintis munculnya kawasan pemukiman bagi penduduk
kalangan menengan ke bawah. Melalui kebijakan KPR (Kredit Kepemilikan Rumah),
masyarakat juga dipermudah dalam penyediaan rumah tempat tinggal.

g. Pemerintahan Presiden Soeharto berhasil melakukan pengendalian pertumbuhan penduduk.


Pada tahun 1967 pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 2,6% dan pada tahun 1996 telah
menurun drastis menjadi 1,6%. Keberhasilan ini dicapai melalui program Keluarga Berencana
Nasional yang dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Program pengendalian kependudukan di Indonesia diawali dengan ditandatanganinya Deklarasi
Kependudukan PBB pada tahun 1967 sehingga secara resmi Indonesia mengakui hak-hak untuk
menentukan jumlah dan jarak kelahiran sebagai hak dasar manusia dan juga pentingnya
pembatasan jumlah penduduk sebagai unsur perencanaan ekonomi dan sosial. Atas keberhasilan
Indonesia ini, Direktur UNICEF James P. Grant memuji Indonesia karena dinilai berhasil
menekan tingkat kematian bayi dan telah melakukan berbagai upaya lainnya dalam rangka
mensejahterakan kehidupan anak-anak di tanah air. Grant bahkan mengemukakan apa yang telah
dilakukan pemerintah Indonesia itu hendaknya dijadikan contoh bagi negara-negara lain yang
tingkat kematian bayinya masih tinggi.

h. Melalui kebijakan anggaran berimbang, Pemerintahan Presiden Soeharto juga dinilai berhasil
menekan inflasi dibawah 10%, rata-rata defisit neraca berjalan 2,5% dari PDB dan
mempertahankan cadangan devisa mendekati jumlah kebutuhan impor kurang lebih 5 bulan.
Selain kebijakan anggaran berimbang, pemerintahan Presiden Soeharto juga mempertahankan
kebijakan moneter secara hati-hati, mengupayakan tingkat kurs yang kompetitif dan
mempertahankan sistem devisa bebas untuk menarik investasi dengan mengantisipasi perubahan
situasi pasar dunia. Kebijakan tersebut dilaksanakan untuk mencapai sasaran stabilitas ekonomi
makro, yaitu terkendalinya inflasi dan defisit neraca berjalan.

i. Selain berhasil mengendalikan inflasi, pemerintahan Presiden Soeharto berhasil dalam


melakukan pengelolaan utang luar negeri. Sebagaimana dipaparkan Widjoyo Nitisastro dalam
bukunya berjudul “Pengalaman Pembangunan Indonesia” yang terbit tahun 2010,
mengungkapkan bahwa pada tahun 1966 Indonesia sebenarnya sedang menunggak utang. Pada
saat itu terdapat dua jenis pinjaman yaitu utang lama (yang diadakan sebelum 30 Juni 1966) dan
utang baru (yang diadakan setelah 30 Juni 1966). Terdapat beberapa macam pinjaman lama yaitu
utang kompensasi nasionalisasi perusahaan Hindia Belanda kepada pemerintah Belanda dan
hutang-hutang lain (kira-kira 2,1 miliar dollar AS) kepada sekitar 30 negara besar dan kecil baik
dari negara-negara Eropa Timur (terutama Uni Soviet), Amerika Serikat, Eropa Barat dan
Jepang.

Untuk menjaga etika hubungan internasional maka diadakan pembicaraan dengan negara-negara
tersebut dan akhirnya dicapai kesepakatan antara Indonesia dengan negara-negara Paris Club
pada bulan April 1970 untuk penyelesaian tunggal dan menyeluruh utang-utang Indonesia
dengan kesepakatan:

1. Pembayaran utang pokok dilakukan dengan mencicil selama 30 tahun dari 1970 sampai
dengan tahun 1999.

2. Pembayaran atas bunga yang sudah disepakatidilakukan selama 15 tahun dari 1985
sampai 1999.
3. Utang yang dijadwalkan kembali tersebut bebas bunga.
4. Indonesia mempunyai pilihan untuk menunda sebagian dari utang yang jatuh tempo pada
delapan tahun pertama ke delapan tahun terakhir, yakni 1992-1999, dengan bunga
sebesar empat persen pertahun.

Pemerintahan Presiden Soeharto melakukan pengelolaan utang secara hati-hati dalam jumlah
seperlunya dan mengalokasikannya untuk biaya kegiatan pembangunan yang produktif.Kehati-
hatian ini tampak dari jumlah hutang Indonesia selama era Orde Baru dengan era reformasi.
Selama 32 tahun memerintah, pemerintahan Presiden Soeharto mencatatkan utang sekitar
Rp.46,88 triliun per tahun.  Jumlah ini lebih kecil jika dibandingkan dengan 10 tahun
pemerintahan reformasi yang mencatatkan utang sebesar Rp. 111,4 triliun per tahun. Pada saat
mengundurkan diri pada bulan Mei 1998, Presiden Soeharto mencatatkan utangsebesar Rp. 553
triliun.Sedangkan 10 tahun pemerintahan reformasi telah mencatatkan utang sebesar Rp. 1667
triliun.

Keterputusan agenda tinggal landas akibat krisis ekonomi dan moneter  barangkali tidak akan
terlalu parah dan dapat dilanjutkan kembali manakala terdapat soliditas komponen bangsa.
Permasalahannya terdapat banyak pelaku dalam peristiwa reformasi 1998 yang didalamnya
mengusung agenda pragmatisnya masing-masing sehingga soliditas bangsa tidak bisa segera
terwujud.Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diwarnai beragam instabilitas
(keamanan, politik, pemerintahan dan ekonomi) sehingga keberlangsungan agenda tinggal landas
menjadi terbengkalai.

Target mengantarkan Indonesia menjadi salah satu kekuatan dari 20 besar negara di dunia pada
tahun 2005, hanya bisa diwujudkan dengan predikat sebagai “the emerging market” atau negara
yang pasarnya sedang tumbuh dengan stabil dan dalam hal ini merupakan bahasa halus dari
“tempat pembuangan produk negara-negara maju”. Sedangkan target tinggal landas (setara
dengan negara maju pada tahun 2019/2020) dengan struktur perekonomian yang didukung
industri pertanian dan industri strategis yang kuat justru semakin menjauh. Bahkan sejumlah ahli
ekonomi menyatakan telah terjadi de-industrialisasi pada era reformasi. Segala jerih payah untuk
mewujudkan kedaulatan dan  kemandirian ekonomi bangsa itu kini harus ditata kembali.
Kegagalan ini merupakan kegagalan bersama sebagai sebuah bangsa yang dalam proses transisi
tahun 1998 tidak bisa memetakan secara akurat siapa lawan dan siapa pengkianat bangsa yang
sesungguhnya.

5.  Budaya

Pada masa Orde Baru terdapat beberapa kebijakan pemerintah yang bersifat diskriminatif, seperti
Surat Edaran No.06/Preskab/6/67 yang memuat tentang perubahan nama. Dalam surat itu
disebutkan bahwa masyarakat keturunan Cina harus mengubah nama Cinanya menjadi nama
yang berbau Indonesia, misalnya Liem Sioe Liong menjadi Sudono Salim. Selain itu,
penggunaan bahasa Cinapun dilarang.

Pemerintah mengontrol bidang kebudayaan yang dianggap bertentangan atau membahayakan


kebudayaan nasional akan dihapus. Selain itu juga mengontrol kerja dan produksi
kebudayaan.Seniman tidak bisa seenaknya menghasilkan karya seni.Demikian juga puisi dan
pementasan-pementasan seperti teater, harus ada izin tertulis dari aparat keamanan.Didirikannya
sekolah-sekolah Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) sejak 1900, mendorong berkembangnya pers
dan sastra melayu Tionghoa.Maka dalam waktu 70 tahun telah dihasilkan sekitar 300 buku.Suatu
prestasi yang luar biasa bila dibandingkan dengan sastra yang dihasilkan oleh angkatan pujangga
baru, angkatan 45, 66, dan pasca 66 yang tidak seproduktif itu.Dengan demikian komunitas ini
telah berjasa dalam membentuk 1 awal perkembangan bahasa Indonesia.Sehingga pada
pemerintahan Presiden Soeharto semua budaya china tidak boleh masuk ke Indonesia dan tahun
baru Imlek belum menjadi libur nasional.

6. Ideologi
Pada pemerintahan Presiden Soeharto Pancasila terkesan menjadi Ideologi tertutup.Pancasila
hanya menjadi lambang dasar negara saja, namun nilai-nilai Pancasila tidak diterapkan dalam
kehidupan pemerintahan.Pemerintahan bersifat otoriter, hanya terpaku pada Presiden saja dan
demokrasi tidak berjalan.

Hukum merupakan dasar untuk menegakkan nilai-nilai kemanusian.Berbagai perbaikan di


bidang hukum telah dilakukan dan diarahkan menurut petunjuk UUD 1945. Dalam kaitan ini,
antara lain telah ditetapkan Un dang-undang tentang KUHAP, Undang-undang tentang Hak
Cipta, Paten, dan Merek, kompilasi hukum Islam, dan lain-lain. Agar hukum dapat dijalankan
berdasarkan peraturan- peraturan yang berla ku, dilakukan pula  penyuluhan hukum kepada
masyarakat luas maupun kepada aparat pemerintah. Perbaikan aparatur hukum terus menerus
dilakukan meskipun belum mencapai hasil yang optimal, dan belum sepenuhnya dapat
memenuhi tuntutan keadilan masyarakat.

Kecenderungan orde baru dalam memandang Pancasila sebagai doktrin yang komprehensif
terlihat pada anggapan bahwa ideologi sebagai sumber nilai dan norma dan karena itu harus
ditangani (melalui upaya indoktrinasi) secara terpusat. Pada akhirnya, pandangan tersebut
bermuara pada keadaan yang disebut dengan perfeksionisme negara. Negara perfeksionis adalah
negara yang merasa tahu apa yang benar dan apa yang salah bagi masyarakatnya, dan kemudian
melakukan usaha-usaha sistematis agar ‘kebenaran’ yang dipahami negara itu dapat diberlakukan
dalam masyarakatnya. Sehingga formulasi kebenaran yang kemudian muncul adalah sesuatu
dianggap benar kalau hal tersebut sesuai dengan keinginan penguasa, sebaliknya sesuatu
dianggap salah kalau bertentangan dengan kehendak penguasa.

Pendidikan pada masa orde baru bukan untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat, apalagi
untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia, tetapi malah mengutamakan orientasi
politik agar semua rakyat itu selalu patuh pada setiap kebijakan pemerintah.Bahwa putusan
pemerintah adalah putusan yang adiluhung yang tidak boleh dilanggar.Itulah doktrin orde baru
pada sistem pendidikan kita.

Indoktrinisasi pada masa kekuasan Soeharto ditanamkan dari jenjang sekolah dasar sampai pada
tingkat pendidikan tinggi, pendidikan yang seharusnya mempunyai kebebasan dalam pemikiran.
Pada masa itu, pendidikan diarahkan pada pengembangan militerisme yang militan sesuai
dengan tuntutan kehidupan suasana perang dingin .Semua serba kaku dan berjalan dalam sistem
yang otoriter.

7. Pendidikan

Ahkirnya, kebijakan pendidikan pada masa orde baru mengarah pada penyeragaman. Baik cara
berpakaian maupun dalam segi pemikiran. Hal ini menyebabkan generasi bangsa kita adalah
generasi yang mandul. Maksudnya, miskin ide dan takut terkena sanksi dari pemerintah karena
semua tindakan bisa-bisa dianggap subversif. Tindakan dan kebijakan pemerintah orde baru-lah
yang paling benar. Semua wadah-wadah organisasi baik yang tunggal maupun yang majemuk,
dibentuk pada budaya homogen. Bahkan partai politik pun dibatasi. Hanya tiga partai yang
berhak mengikuti Pemilu.Di bidang pendidikan mereka banyak
mendirikan lembaga-lembaga pendidikan mulai dari kursus bahasa Inggris, Mandarin, komputer
sampai akademi dan universitas. Kalangan mudanya secara aktif mulai memasuki bidang-bidang
profesi di luar wilayah bisnis semata. Mereka sekarang secara terbuka berusaha menjadi artis
sinetron, presenter TV, peragawati, foto model, pengacara, wartawan, pengarang, pengamat
sosial/ politik, peneliti, dsbnya. Hal ini sangat berbeda ketika rezim Orde Baru memberlakukan
kebijakan diskriminasi. Misalnya, pemberlakuan batasan 10 persen bagi etnis Cina untuk bisa
belajar di bidang medis, permesinan, sains dan hukum di universitas.

Di bidang pendidikan mereka banyak mendirikan lembaga-lembaga pendidikan mulai dari


kursus bahasa Inggris, Mandarin, komputer sampai akademi dan universitas.Kalangan mudanya
secara aktif mulai memasuki bidang-bidang profesi di luar wilayah bisnis semata.Mereka
sekarang secara terbuka berusaha menjadi artis sinetron, presenter TV, peragawati, foto model,
pengacara, wartawan, pengarang, pengamat sosial/ politik, peneliti, dsbnya.Hal ini sangat
berbeda ketika rezim Orde Baru memberlakukan kebijakan diskriminasi.Misalnya, pemberlakuan
batasan 10 persen bagi etnis Cina untuk bisa belajar di bidang medis, permesinan, sains dan
hukum di universitas.

Perkembangan Pendidikan Guru pada Masa Orde Baru

Pembangunan Dibidang Pendidikan

Pembangunan dibidang pendidikan memiliki 2 fungsi dalam keseluruhan kerangka


pembangunan ekonomi yaitu:

1)      Mengusahakan agar kesempatan mendapatkan pendidikan menjadi terjangkau oleh semua
masyarakat.

2)      Meningkatkan secara berangsur-angsur kualitas sumber daya manusia Indonesia melalui
pendidikan yang bermutu. Untuk meningkatkan mutu pendidikan ini pemerintah masa orde baru
melakukan:

a)      Peningkatan Mutu Pendidikan Kejuruan

Peningkatan ini melalui memutakhirkan struktur pendidikan kejuruan sesuai dengan


perkembangan zaman. Dalam struktur pendidikan kejuruan yang baru muncul sekolah-sekolah
menengah kejuruan dibidang manajemen bisnis, pariwisata, dan perhotelan.Padahal dulu hanya
ada 4 jenis sekolah menengah kejuruan yaitu pertanian, tehnik, ekonomi, dan kejuruan rumah
tangga.Selanjutnya adalah memodernisasi program pendidikan atau kurikulum di semua bidang
kejuruan dari pertanian teknologi sampai kejuruan rumah tangga.

b)       Tindakan Darurat

Tamatan SGA yang menurut rencana semula akan ditempatkan sebagai guru SD diangkat
menjadi guru SMP dan SGB. Pada tahun 1952 dibangun Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan
Pertama (PGSLP). Lama pendidikan PGSLP mula-mula ditetapkan 1 tahun, namun mulai 1
September 1958 lama pendidikan ini diperpanjang menjadi 2 tahun dan lamanya diubah menjadi
Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Atas (PGSLA). Siswa PGSLP ini diambil dari para lulusan
SGA yang telah ditempatkan sebagai guru sekolah menengah.PGSLP ditutup secara menyeluruh
pada tahun ajaran 1978/1979.

c)       Peningkatan Mutu Pendidikan Umum

Peningkatan pendidikan ini dilakukan melalui peningkatan mutu guru melalui penatara-
penataran guru dalam jabatandan peningkatan mutu kurikulum SD sampai kurikulum SMU. Dari
program-program penataran ini lahir PPPG (Pusat Pengembangan Penataran Guru). Sejak tahun
1977 sampai 1991 didirikan 6 PPPG untuk peningkatan pendidikan umum dan 4 PPPG untuk
peningkatan pendidikan kejuruan.

d)       Pembaharuan Kurikulum

Sejak 1968 terjadi pembaharuan kurikulum dari tingkat SD sampai tingkat SMU dan selesai
tahun 1975. Pembaharuan ini berupa perubahan cara mengemas seluruh materi pembelajaran.
Misal mata pelajaran fisika, kimia, dan biologi disebut ilmu pengetahuan alam, sedangkan
geografi, sejarah, dan kwarganegaraan disebut ilmu pengetahuan sosial.Program pendidikan
sekolah dari SD sampai SMU pada dasarnya terdiri dari 4 mata pelajaran saja yaitu bahasa,
matematika, IPA, dan IPS.

e)       Pembangunan Dibidang Pendidikan Guru Pra Jabatan

Berdasarkan laporan-laporan, ada 2 langkah dasar yang dilakukan pemerintah orde baru untuk
memodernisasikan pendidikan keguruan yang bersifat pra jabatan. Langkah-langkahnya yaitu:

1.1  Menyergamkan jenjang pendidikan guru pra jabatan, dari sistem yang merupakan gabungan
antara jenjang pendidikan menengah dan jenjang perguruan tinggi menjadi sistem yang bersifat
strata tunggal, yaitu semua pendidikan guru pra jabatan diselenggarakan pada jenjang perguruan
tinggi.

1.2  Menentukan semua pendidikan guru pra jabatan dikelola oleh Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi dengan dileburnya FKIP dan IPG pada tahun 1963 menjadi IKIP, pihak Departemen P
dan K selaku pihak yang mempekerjakan para lulusan lembaga pendidikan guru merasa
dikalahkan, pada tahun 1989 diputuskan semua pendidikan keguruan yang bersifat pra jabatan
diselenggarakan pada jenjang perguruan tinggi. Jadi pengelolaan pendidikan keguruan dipegang
oleh Departemen Jendral Pendidikan Tinggi.

C.  Kelebihan dan Kekurangan Masa Pemerintahan Soeharto

1.      Kelebihan

a.  Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru perkembangan GDP per kapita Indonesia yang
pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000

b. Kemajuan sektor migas


Puncaknya adalah penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan 80% ekspor
Indonesia. Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah Orde Baru, bisa dihitung sebagai kasus
sukses pembangunan ekonomi.

Keberhasilan Pak Harto membenahi bidang ekonomi sehingga Indonesia mampu berswasembada
pangan pada tahun 1980-an, menurut Emil Salim, diawali dengan pembenahan di bidang politik.
Kebijakan perampingan partai dan penerapan azas tunggal ditempuh pemerintah Orde Baru,
dilatari pengalaman masa Orde Lama ketika politik multi partai menyebabkan energi terkuras
untuk bertikai.

Gaya kepemimpinan tegas seperti yang dijalankan Suharto pada masa Orde Baru memang
dibutuhkan untuk membenahi perekonomian Indonesia yang berantakan di akhir tahun 1960.
Namun, dengan menstabilkan politik demi pertumbuhan ekonomi, yang sempat dapat
dipertahankan antara 6%-7% per tahun, semua kekuatan yang berseberangan dengan Orde Baru
kemudian tidak diberi tempat.

c. Swasembada beras

Seperti pepatah From Zero to Hero itulah kebijakan yang dilakukan oleh HM. Soeharto pada
masa pemerintahannya. Saat itu Indonesia menjadi pengimpor beras terbesar didunia, namun
oleh Soeharto ini dijadikan motivasi untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung beras dunia.
Puncaknya adalah ketika pada 1984 Indonesia dinyatakan mampu mandiri dalam memenuhi
kebutuhan beras atau mencapai swasembada pangan. Prestasi itu membalik kenyataan, dari
negara agraria yang mengimpor beras, kini Indonesia mampu mencukupi kebutuhan pangan di
dalam negeri. Pada tahun 1969 Indonesia memproduksi beras sekitar 12,2 juta ton beras tetapi
tahun 1984 bisa mencapai 25,8 juta ton. Harga bahan pokok menjadi murah.

d. Sukses transmigrasi

e. Sukses Program  KB

f. Sukses memerangi buta huruf

g. Sukses swasembada pangan

h. Pengangguran minimum

i. Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)

j. Sukses Gerakan Wajib Belajar

k. Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh

l. Sukses keamanan dalam negeri\

m. Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia.


n. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

2.      Kekurangan

a. Politik

Presiden Soeharto memulai “Orde Baru” dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis
mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir
masa jabatannya. Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan
Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan
bahwa Indonesia “bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan
partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB”, dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28
September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya. Ini merupakan
langkah awal dari ketergantungan Indonesia terhadapa modal asing.

Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru.
Pengucilan politik – di Eropa Timur sering disebut lustrasi – dilakukan terhadap orang-orang
yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar
Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai
pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat “dibuang” ke Pulau
Buru.

Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan


administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut
dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol). Orde Baru memilih perbaikan dan
perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur
administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat.
DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari
kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi
rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari
PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang
pembangunan antara pusat dan daerah.

Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan
konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi
politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan
pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga
pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik
dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.

b. Eksploitasi sumber daya

Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya


alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata
di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-
an dan 1980-an.
c. Diskriminasi terhadap Warga Tionghoa

Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan
dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga
pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai
secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski
kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas
pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat
yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke
Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan
bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan
menggulingkan pemerintahan Indonesia.

Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang
sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer
Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di
sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan
pemerintah.

Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai
kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan
pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka
berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh
komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan. Orang Tionghoa dijauhkan dari
kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politik karena
khawatir akan keselamatan dirinya.

d. Perpecahan bangsa

Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari
media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan “persatuan dan kesatuan bangsa”.
Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah
yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan,
Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari
program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan
terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan
bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang disertai sentimen anti-Jawa di
berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran itu orang Jawa.

Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi terbuka antara lain dalam bentuk
konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan. Sementara itu gejolak di Papua yang
dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalam pembagian keuntungan pengelolaan sumber
alamnya, juga diperkuat oleh ketidaksukaan terhadap para transmigra

e. Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme


Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara
pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama
di Aceh dan Papua kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang
memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya

f. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si
miskin)

g. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh
banyak koran dan majalah yang dibreidel penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan,
antara lain dengan program “Penembakan Misterius” (petrus)

h.Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya

BAB III

KESIMPULAN dan SARAN

A.    Kesimpulan

Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia.Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta,


tanggal 8 Juni 1921. Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu
lurah dalam  pengairan  sawah desa, sedangkan ibunya bernama Sukirah. Beliau resmi menjadi
anggota TNI pada 5 Oktober 1945.Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah
seorang anak pegawai Mangkunegaran. Seharto menjabat sebagai presiden Republik Indonesia
selama 32 tahun lamanya yaitu dari 12 Maret 1967- 21 Mei 1998. HM Soeharto wafat pada
pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008.  Jenderal Besar yang oleh MPR dianugerahi
penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional, itu meninggal dalam usia 87 tahun.

Adapun Kelebihan masa pemerintahan Soeharto

1. harga-harga kebutuhan pokok yang murah


2. pertumbuhan ekonomi yang stabil, dengan menjadi negara swasembada beras dan turut
mensejahterahkan petani.
3. pembangunan dimasa Presiden Soeharto dianggap paling maju melalui Repelita I sampai
Repelita VI.
4. Keamanan dan kestabilan negara yang terjamin serta menciptakan kesadaran
nasionalisme yang tinggi
5. kesehatan, upaya meningkatkan kualitas bayi dan masa depan generasi ini dilakukan
melalui program kesehatan di posyandu dan KB
6. pendidikan telah sukses memerangi buta huruf, Sukses Gerakan Wajib Belajar,

Sedangkan untuk kekurangan dalam pemerintahan Soeharto itu sendiri yaitu


1. eksploitasi sumber daya,
2. diskriminasi terhadap warga Tionghoa,
3. perpecahan bangsa,
4. semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme,
5. bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya
dan si miskin),
6. kritik dibungkam dan oposisi diharamkan kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh
banyak koran dan majalah yang dibreidel penggunaan kekerasan untuk menciptakan
keamanan, antara lain dengan program “Penembakan Misterius” (petrus)
7. Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya.

B.     Saran

Jangan memandang sebelah mata pemerintahan Soeharto, jika direnungkah banyak jasa-jasa
besar yang dilakukan Soeharto untuk pembangunan dan perkembangan Indonesia dimata dunia
Internasional, sebagian rakyat yang pernah hidup di zaman Presiden Soeharto menganggap
zaman Soeharto merupakan zaman keemasan Indonesia.

REFORMASI INDONESIA
A.Pengaruh Perang Dingin Terhadap Indonesia
Setelah Perang Dunia II berakhir ternyata muncul dua negara super power di dunia yang saling berebut pengaruh di
berbagai kawasan dunia. Dua kekuatan itu adalah yaitu Amerika Serikat yang berhaluan demokrasi-kapitalis dan Uni
Soviet yang berhaluan sosialis-komunis.
Perang dingin berdampak pada peta perpolitikan dunia pada saat itu, sehingga dunia seolah terbagi menjadi tiga
kelompok yaitu: negara-negara Blok Barat yang menganut paham demokrasi, negara-negara Blok Timur yang
menganut paham komunis dan negara-negara Non Blok yang tidak memihak Blok Barat dan tidak memihak Blok
Timur.
1.Arah Kebijakan Luar Negeri Indonesia Pada Masa Perang Dingin
Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia lebih condong kepada negara-negara Blok Barat dalam rangka
mendapatkan pinjaman dana dari negera-negara tersebut untuk memperbaiki ekonomi Indonesia yang hampir
mengalami kebangkrutan. Dengan adanya pinjaman ini secara tidak langsung Indonesia mulai dipengaruhi oleh Blok
Barat yang tercermin dari kebijakan-kebijakan luar negeri Indonesia yang cenderung pro-Barat, walaupun tetap
berusaha untuk netral dengan tidak memihak salah satu blok yang ada.
2.Peran Lembaga Keuangan Internasional Terhadap Pemerintah Orde Baru
Pada masa Orde Baru setahap demi setahap bisa keluar dari keterpurukan ekonomi melalui bantuan dari negara-
negara Barat. Perbaikan ekonomi dilakukan dalam bentuk pembangunan yang disebut dengan rencana
pembangunan lima tahun. Adapun negara-negara Barat yang membantu Indonesia tersebut dalam bentuk
konsorsium yang dinamakan IGGI (Inter-Gouvernmental Group on Indonesia) yang beranggotakan Belanda, Amerika
Serikat, Kanada, Australia, Selandia Baru, Jepang, Inggris, Perancis, Jerman Barat, Belgia, Italia, dan Swiss.
Negara-negara maju tersebut pada tanggal 23-24 Pebruari 1967 diadakan pertemuan di Amsterdam (Belanda)
menyepakati membentuk badan IGGI untuk memberi kredit kepada Indonesia dengan bantuan pinjaman syarat-
syarat ringan.

B.Berakhirnya Pemerintahan Orde Baru


1. Faktor Penyebab Munculnya Reformasi
Perjalanan panjang sejarah Orde Baru di Indonesia dapat melaksanakan pembangunan sehingga mendapat
kepercayaan dalam dan luar negeri. Mengalawai perjalannya pada dasawarsa 60-an rakyat sangat menderita pelan-
pelan keberhasilan pembangunan melalui tahapan dalam pembangunan lima tahun (Pelita) sedikit demi sedikit
kemiskinan rakyat dapat dientaskan. Sebagai tanda terima kasih kepada pemerintah Orde Baru yang berhasil
membangun negara, Presiden Soeharto diangkat menjadi "Bapak Pembangunan ".
Temyata keberhasilan pembangunan tersebut tidak merata, maka kemajuan Indonesia temyata hanya semu belaka.
Ada kesenjangan yang sangat dalam antara yang kaya dan yang miskin. Rakyat mengetahui bahwa hal ini
disebabkan cara-cara mengelola negara yang tidak sehat ditandai dengan merajalela korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN). Protes dan kritik masyarakat seringkali dilontarkan namun pemerintah Orba seolah-olah tidak melihat, dan
mendengar, bahkan masyarakat yang tidak setuju kepada kebijaksanaan pemerintah selalu dituduh sebagai "PKI",
subversi, dan sebagainya.
Pada pertengahan tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi, harga-harga mulai membumbung tinggi sehingga
daya beli rakyat sangat lemah, seakan menjerit lebih-lehih banyak perusahaan yang terpaksa melakukan "PHK"
karyawannya. Diperburuk lagi dengan kurs rupiah terhadap dolar sangat rendah. Disinilah para mahasiswa, dosen,
dan rakyat mulai berani mengadakan demonstrasi memprotes kebijakan pemerintah. Setiap hari mahasiswa dan
rakyat mengadakan demonstrasi mencapai puncaknya pada bulan Mei 1998, dengan berani meneriakkan reformasi
bidang politik, ekonomi, dan hukum.
Pada tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto berupaya untuk memperbaiki program Kabinet Pembangunan VII
dengan menggantikan dengan nama Kabinet Reformasi, namun tidak mendapat tanggapan rakyat. Pada hari
berikutnya tanggal 21 Mei 1998 dengan berdasarkan Pasal 8 UUD 1945, Presiden Soeharto terpaksa menyerahkan
kepemimpinan kepada Wakil Presiden Prof. DR. B.J. Habibie.
2.Krisis Ekonomi
Diawali krisis moneter yang melanda Asia Tenggara sejak bulan Juli 1997 berimbas pada Indonesia, bangunan
ekonomi Indonesia temyata belum kuat untuk menghadapi krisis global tersebut. Krisis ditandai dengan melemahnya
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Nilai tukar rupiah turun dari Rp. 2.575,00 menjadi Rp. 2.603,00
pada 1 Agustus 1997. Tercatat di bulan Desmeber 1997 nilai tukar rupiah terhadap dolar mencapai R. 5.000,00
perdolar, bahkan mencapai angka Rp. 16.000,00 perdolar pada sekitar Maret 1997.
Nilai tukar rupiah semakin melemah,pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0 % sebagai akibat lesunya ikiim
bisnis. Kondisi moneter mengalami keterpurukan dengan dilikuidasinya 16 bank pada bulan Maret 1997. Untuk
membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
dan mengeluarkan Kredit Likuidasi Bank Indonesia (K.LBI), temyata tidak membawa hasil sebab pinjaman BLBI
terhadap bank bermasalah tersebut tidak dapat mengembalikan. Dengan demikian pemerintah harus menanggung
beban utang yang cukup besar. Akibatnya kepercayaan dunia intemasional mulai menurun. Krisis moneter ini
akhimya berdampak pada krisis ekonomi sehingga menghancurkan sistem fundamental perekonomian Indonesia. 
a.Utang Negara Republik Indonesia.
Penyebab krisis diantaranya adalah utang luar negeri yang sangat besar, terhitung bulan Pebruari 1998 pemerintah
melaporkan tentang utang luar negeri tercatat :
utang swasta nasional Rp. 73,962 miliar dolar AS + utang pemerintah Rp. 63,462 miliar dolar AS, jadi utang
seluruhnya mencapai 137,424 miliar dolar AS. Data ini diperoleh dari pernyataan Ketua Tim Hutang-Hutang Luar
Negeri Swasta (HLNS), Radius Prawiro seusai sidang Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan
(DPKEK) yang dipimpin oleh Presiden Soeharto di Bina Graha pada 6 Pebruari 1998.
Perdagangan luar negeri semakin sulit karena barang dari luar negeri menjadi sangat mahal harganya. Mereka tidak
percaya kepada para importir Indonesia yang dianggap tidak akan mampu membayar barang dagangannya. Hampir
semua negara tidak mau menerima letter of credit (L/C) dari Indonesia. Hal ini disebabkan sistem perbankan di
Indonesia yang tidak sehat karena kolusi dan korupsi. 
b. Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945.
Pemerintah Orde Baru berusaha menjadikan Indonesia sebagai negara industri yang kurang memperhatikan dengan
seksama kondisi riil masyarakat agraris, dan pendidikan masih rendah, sehingga akan sangat sulit untuk segera
berubah menjadi masyarakat industri. Akibatnya yang terpacu hanya masyarakat kelas ekonomi atas, para orang
kaya yang kemudian menjadi konglomerat. Meskipun gross national product (GNP) pada masa Orba pernah
mencapai diatas US$ 1.000,00 tetapi GNP tersebut tidak menggambarkan pendapatan rakyat sebenamya, karena
uang yang beredar sebagian besar dipegang oleh orang kaya dan konglomerat. Rakyat secara umum masih miskin
dan kesenjangan sosial ekonomi semakin besar.
Pengaturan perekonomian pada masa Orba sudah menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila, seperti yang
diatur dalam Pasal 33 ayat (1), (2), dan (3). Yang terjadi adalah berkembangnya ekonomi kapitalis yang dikuasai
para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoli korupsi, dan kolusi. 
c. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Masa Orde Baru dipenuhi dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme menyebabkan runtuhnya perekonomian Indonesia.
Korupsi yang menggerogoti keuangan negara, kolusi yang merusak tatanan hukum, dan nepotisme yang
memberikan perlakuan istimewa terhadap kerabat dan kawan menjadi pemicu lahimya reformasi di Indonesia.
Walaupun praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme ini telah merugikan banyak pihak, termasuk negara tapi tidak dapat
dihentikan karena dibelakangnya ada suatu kekuatan yang tidak tersentuh hukum. 
d. Politik Sentralisasi
Pemerintahan Orde Baru menjalankan politik sentralistik, yakni bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya peranan
pemerintah pusat sangat menentukan, sebaliknya pemerintah daerah tidak 'punya peran yang signifikan. Dalam
bidang ekonomi sebagian besar kekayaan dari daerah diangkut ke pusat pembagian yang tidak adil inilah
menimbulkan ketidakpuasan rakyat dan pemerintah daerah. Akibatnya mereka menuntut berpisah dari pemerintah
pusat terutama terjadi di daerah-daerah yang kaya sumber daya alam, seperti Aceh, Riau, Kalimantan Timur, dan
Irian Jaya (Papua).
Proses sentralisasi bisa dilihat adanya pola pemberitaan pers yang Jakarta sentries. Terjadinya banjir informasi dari
Jakarta (pusat) sekaligus dominasi opini dari pusat. Pola pemberitaan yang cenderung bias Jakarta, terutama di
halaman pertama pers. Kecenderuangan ini sangat mewamai pola pemberitaan di halaman pertama pers di daerah. 
3.Krisis Politik 
Krisis politik pada akhir orde baru ditandai dengan kemenangan mutlak Golkar dalam Pemilihan Umum 1997 yang
dinilai penuh kecurangan, Golkar satu-satunya kontestan pemilu yang didukung fmansial maupun secara politik oleh
pemerintah memenangkan pemilu dengan meraih suara mayoritas. Golkar yang pada mulanya disebut sebagai
Sekretariat Bersama (Sekber) Golongan Karya, lahir dari usaha untuk menggalang organisasi-organisasi masyarakat
dan angkatan bersenjata, muncul satu tahun sebelum peristiwa G30S/PKI tepatnya lahir pada tanggal 20 Oktober
1964. Dan memang tidak dapat disangkal bahwa organisasi ini lahir dari pusat dan dijabarkan sampai kedaerah-
daerah. Disamping itu untuk tidak adanya loyalitas ganda dalam tubuh Pegawai Negeri Sipil maka Korpri (Korps
Pegawai Republik Indonesia) yang lahir tanggal 29 Nopember 1971 ikut menggabungkan diri ke dalam Golongan
Karya. Golkar ini kemudian dijadikan kendaraan politik Soeharto untuk mendukung kekuasaannya selama 32 tahun,
karena tidak ada satupun kritik dari infra struktur politik ini yang berani mencundangi dirinya.
K-emenangan Golongan Karya dinilai oleh para pengamat politik di Indonesia dan para peninjau asing dalam pemilu
yang tidakjujur dan adil (jurdil) penuh ancaman dan intimidasi terhadap para pemilih di pedesaan. Dengan diikuti
dukungan terhadap Jenderal (Pum) Soeharto selaku ketua dewan pembina Golkar untuk dicalonkan kembali sebagai
presiden pada sidang umum MPR tahun 1998 temyata mayoritas anggota DPR/MPR mendukung Soeharto menjadi
presiden untuk periode 1998-2003.
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya menimbulkan permasalahan masa pemerintahan Orde Barn,
kedaulatan rakyat ada ditangan kelompok tertentu, bahkan lebih banyak dipegang pihak penguasa. Kedaulatan
ditangan rakyat yang dilaksanakan sepenuhnya MPR dilaksanakan de jure secara de facto anggota MPR sudah
diatur dan direkayasa sehingga sebagian besar anggotanya diangkat dengan sistem keluarga (nepotisme).
Rasa ketidak percayaan rakyat kepada pemerintah, DPR, dan MPR memicu gerakan reformasi. Kaum reformis yang
dipelopori mahasiswa, dosen, dan rektomya menuntut pergantian presiden, reshuffle kabinet, Sidang Istimewa MPR,
dan pemilu secepatnya. Gerakan menuntut reformasi total disegala bidang, termasuk anggota DPR/MPR yang
dianggap penuh dengan KKN dan menuntut pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme.
Gerakan reformasi menuntut pembaharuan lima paket undang-undang politik yang menjadi sumber ketidakadilan,
yaitu : (1) UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum; (2) UU No. 1 Tahun 1985 tentang susunan, kedudukan,
Tugas, dan wewenang DPR/MPR; (3) UU No. 1 Tahun 1985 tentang partai politik dan Golongan Karya; (4) UUNo. 1
Tahun 1985 tentang Referendum; (5) UU No. 1 Tahun 1985 tentang organisasi masa. 
4. Krisis Hukum.
Orde Baru banyak terjadi ketidak adilan dibidang hukum, dalam kekuasaan kehakiman berdasar Pasal 24 UUD 1945
seharusnya memiliki kekuasaan yang merdeka terlepas dari kekuasaan eksekutif, tapi Kenyataannya mereka
dibawah eksekutif. Dengan demikian pengadilan sulit terwujud bagi rakyat, sebab hakim harus melayani penguasa.
Sehingga sering terjadi rekayasa dalam proses peradilan.
Reformasi diperlukan aparatur penegak hukum, peraturan perundang-undangan, yurisprodensi, ajaran-ajaran
hukum, dan bentuk praktek hukum lainnya. Juga kesiapan hakim, penyidik dan penuntut, penasehat hukum,
konsultan hukum dan kesiapan sarana dan prasarana.
5.Krisis Kepercayaan
Pemerintahan Orde Baru yang diliputi KKN secara terselubung maupun terang-terangan pada bidang parlemen,
kehakiman, dunia usaha, perbankan, peradilan, pemerintahan sudah berlangsung lama sehingga disana-sini muncul
ketidakadilan, kesenjangan sosial, rusaknya system politik, hukum, dan ekonomi mengakibatkan timbul ketidak
percayaan rakyat terhadap pemerintahan dan pihak luar negeri terhadap Indonesia

C.Gerakan Reformasi Indonesia 


Reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara kearah yang lebih baik secara
konstitusional dalam bidang ekonomi, politik, hukum, dan sosial budaya. Dengan semangat reformasi, rakyat
menghendaki pergantian pemimpin bangsa dan negara sebagai langkah awal, yang menjadi pemimpin hendaknya
berkemampuan, bertanggungjawab, dan peduli terhadap nasib bangsa dan negara.
Reformasi adalah pembaharuan radikal untuk perbaikan bidang sosial, politik, atau agama (Kamus Besar Bahasa
Indonesia). Dengan demikian reformasi merupakan penggantian susunan tatanan perikehidupan lama menjadi
tatanan perikehidupan baru secara hukum menuju perbaikan.
Reformasi yang digalang sejak 1998 merupakan formulasi menuju Indonesia baru dengan tatanan baru, maka
diperlukan agenda reformasi yang jelas dengan penetapan skala prioritas, pentahapan pelaksanaan, dan kontrol
agar tepat tujuan dan sasaran. 
1. Tujuan Reformasi
Atas kesadaran rakyat yang dipelopori mahasiswa, dan cendikiawan mengadakan suatu gerakan reformasi dengan
tujuan memperbaharui tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa, bemegara, agar sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila dan UUD 1945. 
2. Dasar Filosofi Reformasi
Agenda reformasi yang disuarakan mahasiswa diantaranya sebagai berikut: (1)adili Soeharto dan kroni-kroninya; (2)
amandemen Undang-Undang dasar 1945; (3) penghapusan dwifungsi ABRI; (4) otonomi daerah yang seluas-
luasnya; (5) Supermasi hukum; (6) pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3. Kronologi Reformasi
Kabinet Pembangunan VII dilantik awal Maret 1998 dalam kondisi bangsa dan negara krisis, yang mengundang
keprihatinan rakyat. Memasuki bulan Mei 1998 mahasiswa di berbagai daerah melakukan unjuk rasa dan aksi
keprihatinan yang menuntut: (1) turunkan harga sembilan bahan pokok (sembako); (2) hapuskan korupsi, kolusi, dan
nepotisme; (3) turunkan Soeharto dari kursi kepresidenan.
Secara kronologi terjadinya tuntutan reformasi sampai dengan turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan sebagai
berikut: (1) pada tanggal 10 Mei 1998 perasaan tidak puas terhadap hasil pemilu dan pembentukan Kabinet
Pembangunan VII mewarnai kondisi politik Indonesia. Kemarahan rakyat bertambah setelah pemerintah secara
sepihat menaikkan harga BBM. Namun keadaan ini tidak menghentikan Presiden Soeharto untuk mengunjungi Mesir
karena menganggap keadaan dalam negeri pasti dapat diatasi; (2) pada 12 Mei 1998 semakin banyak mahasiswa
yang berunjuk rasa membuat aparat keamanan kewalahan, sehingga mereka harus ditindak lebih keras, akibatnya
bentrokan tidak dapat dihindari. Bentrokan aparat keamanan dengan mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta yang
berunjuk rasa tanggal 12 Mei 1998 mengakibatkan empat mahasiswa tewas tertembak yaitu Hery Hartanto, Elang
Mulia Lesmana, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan serta puluhan mahasiswa dan masyarakat mengalami luka-
luka.Peristiwa ini menimbulkan masyarakat berduka dan marah sehingga memicu kerusuhan masa pada tanggal 13
dan 14 Mei 1998 di Jakarta dan sekitamya. Penjarahan terhadap pusat perbelanjaan, pembakaran toko-toko dan
fasilitas lainnya; (3) pada 13 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan ikut berduka cita ats terjadinya peristiwa
Semanggi. Melalui Menteri Luar Negeri Ali Alatas dan presiden menyatakan atas nama pemerintah tidak mungkin
memenuhi tuntutan para reformis di Indonesia; (4) pada 15 Mei 1998 Presiden Soeharto tiba kembali di Jakarta, oleh
karena itu Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menyiagakan pasukan tempur dengan peralatannya di segala
penjuru kota Jakarta; (5) Presiden Soeharto menerima ketatangan Harmoko selaku Ketua DPR/MPR RI yang
menyampaikan aspirasi masyarakat untuk meminta mundur dari jabatan Presiden RI; (6) pada 17 Mei 1998 terjadi
demonstrasi besar-besaran di gedung DPR/MPR RI untuk meminta Soeharto turun dari jabatan presiden Republik
Indonesia; (7) pada 18 Mei 1998 Ketua DPR/MPR RI Harmoko di hadapan para wartawan mengatakan meminta
sekali lagi kepada Soeharto untuk mundur dari jabatan presiden RI; (8) pada 19 Mei 1998 beberapa ulama besar,
budayawan, dan toko cendiriawan bertemu Presiden Soeharto di Istana Negara membahas reformasi dan
kemungkinan mundurnya Presiden Soeharto, mereka ini adalah : Prof. Abdul Malik Fadjar (Muhammadiyah), KH.
Abdurrahman Wahid (PB NU), Emha Ainun Nadjib (Budayawan), Nurcholis Madjid (Direktur Universitas Paramadina
Jakarta), Ali Yafie (Ketua MUI), Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra (Guru Besar Universitas Indonesia), K.H. Cholil
Baidowi (Muslimin Indonesia), Sumarsono(Muhammadiyah), Ahmad Bagja (NU), K.H. Ma’ruf Amin (NU). Sedangkan
di luar aksi mahasiswa di Jakarta agak mereda saat terjadi kerusuhan masa, tapi setelah kejadian itu pada tanggal
19 Mei 1998 mahasiswa yang pro-reformasi berhasil menduduki gedung DPR/MPR untuk berdialog dengan wakil
rakyat walaupun mendapat penjagaan secara ketat aparat keamanan; (9) pada 20 Mei 1998 Presiden Soeharto
berencana membentuk Komite Reformasi untuk mengkompromikan tuntutan para demonstran. Namun, komite ini
tidak pernah menjadi kenyataan karena dalam komite yang mayoritas dari Kabinet Pembangunan VII tidak bersedia
dipilih. Pada suasana yang panas ini kaum reformis diseluruh tanah air bersemangat untuk menuntur reformasi
dibidang politik, ekonomi, dan hukum. Maka tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh
bangsa Indonesia untuk diminta pertimbangan dalam rangka membentuk "Komite Reformasi" yang diketuai Presiden.
Namun komite ini tidak mendapat tanggapan sehingga presiden tidak mampu membentuk Komite Reformasi dan
Kabinet Reformasi; (10) dengan desakan mahasiswa dan masyarakat serta demi kepentingan nasional, tanggal 21
Mei 1998 pukul 10.00 WIB Presiden Soeharto meleetakkan kekuasaan didepan Mahkamah Agung. Presiden
menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi pengganti presiden; (11) pada 22 Mei 1998 setelah B.J. Habibie
menerima tongkat estafet kepemimpinan nasional maka dibentuk kabinet baru yang bernama Kabinet Reformasi
Pembangunan.

D. Masa Pemerintahan Presiden Habibie (1998-1999)


Tugas B.J. Habibie adalah mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun
1997, menciptakan pemerintahan yang bersih, berwibawa bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal ini
dilakukan oleh presiden untuk menjawab tantangan era reformasi.
 A. Dasar Hukum Habibie Menjadi Presiden.
Naiknya   Habibie   menggantikan   Soeharto menjadi polemik dikalangan ahli hukum, ada yang mengatakan     hal    
itu     konstitusional     dan inskonstitusional.Yang    mengatakan    konstitusional berpedoman Pasal 8 UUD
1945, "Bila Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya, ia diganti oleh Wakil Presiden
sampai habis waktunya".  Adapun yang mengatakan inskonstitusional berlandaskan ketentuan Pasal 9 UUD
1945, "Sebelum Presiden meangku jabatan maka Presiden harus mengucapkan sumpah dan janji di depan MPR
atau DPR". Secara hukum materiel Habibie menjadi presiden sah dan konstitusional. Namun secara hukum  formal
(hukum acara) hal itu tidak konstitusional, sebab perbuatan hokum yang sangat penting yaitu pelimpahan wewenang
dari Soeharto kepada Habibie harus melalui acara resmi konstitusional. Saat itu DPR tidak memungkinkan untuk
bersidang, maka harus ada alas an yang kuat dan dinyatakan sendiri oleh DPR.
B. Langkah-langkah Pemerintahan Habibie.
1. Pembentukan Kabinet.
Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan pada tanggal 22 Mei 1998 yang meliputi perwakilan militer (TNI-PoIri),
PPP, Golkar, dan PDI.
2. Upaya Perbaikan Ekonomi.
Dengan mewarisi kondisi ekonomi yang parah "Krisis Ekonomi"   Presiden B.J. Habibie  berusaha  melakukan 
langkah-langkah perbaikan, antara lain :
a) Merekapitalisasi perbankan.
b) Merekonstruksi perekonomian nasional.
c) Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
d) Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika hingga dibawahRp. 10.000,00
e) Mengimplementasikan refbrmasi ekonomi yang disyaratkan IMF.
3. Reformasi di Bidang Politik.
Presiden mengupayakan politik Indonesia dalam kondisi yang transparan dan merencakan pemilu yang luber dan
jurdil, sehingga dapat dibentuk lembaga tinggi negara yang betul-betui representatif. Tindakan nyata dengan
membebaskan narapidana politik diantaranya yaitu : (1) DR. Sri Bintang Pamungkas dosen Universitas Indonesia
(UI) dan mantan anggota DPR yang masuk penjara karena mengkritik Presiden Soeharto. (2) Mochtar Pakpahan
pemimpin buruh yang dijatuhi hukuman karena dituduh memicu kerusuhan di Medan dalam tahun 1994.
4. Kebebasan Menyampaikan Pendapat.
Kebebasan ini pada masa sebelumnya dibatasi, sekarang masa Habibie dibuka selebar-lebarnya baik
menyampaikan pendapat dalam bentuk rapat umum dan unjuk rasa. Dalam batas tertentu unjuk rasa merupakan
manifestasi proses demokratisasi. Maka banyak kalangan mempertanyakan mengapa para pelaku unjuk rasa
ditangkap dan diadili. Untuk menghadapi para pengunjuk rasa Pemerintah dan DPR berhasil menciptakan UU Nomor
9 Tahun 1998 tentang " kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum ".
Diberlakukannya undang-undang tersebut bukan berarti keadaan menjadi tertib seperti yang   diharapkan. Seringkali
terjadi pelanggaran oleh pengunjuk rasa maupun aparat keamanan, akibatnya banyak korban dari pengunjuk rasa
dan aparat keamanan. Hal ini disebabkan oleh : (1) Undang-undang ini belum begitu memasyarakat. (2) Pengunjuk
rasa memancing permasalahan, dan membawa senjata tajam. (3) Aparat keamanan ada .yang terpancing oleh
tingkah laku   pengunjuk   rasa   sehingga   tidak   dapat mengendalikan diri. (4) Ada pihak tertentu yang sengaja
menciptakan suasana panas agar negara menjadi kacau.
Krisis ini merupakan momentum koreksi historis bukan sekedar lengsemya Soeharto dari kepresidenan tapi yang
paling penting membangun kelompok sipil lebih berpotensi untuk membongkar praktek KKN, otonomi daerah, dan
lain-lainnya. Dimana krisis multidimensi ini berkaitan dengan sistem pemerintahan Orde Baru yang sentralistik yaitu
kurang memperhatikan tuntutan otonomi daerah sebab sebab segala kebijakan untuk daerah selalu ditentukan oleh
pemerintah pusat.
5. Masalah Dwi Fungsi ABRI
Gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI maka petinggi militer bergegas-gegas melakukan reorientasi dan reposisi
peran sosial politiknya selama ini. Dengan melakukan reformasi diri melalui rumusan paradigma baru yaitu menarik
diri dari berbagai kegiatan politik.
Pada era reformasi posisi ABRI dalam MPR jumlahnya sudah dikurangi dari 75 orang menjadi 38 orang. ABRI yang
semula terdiri atas empat angkatan yang termasuk Polri, mulai tanggal 5 Mei 1999 Kepolisian RI memisahkan diri
menjadi Kepolisian Negara RI. Istilah ABRI berubah menjadi TNI yaitu angkatan darat, laut, dan udara.
6. Reformasi di Bidang Hukum
Pada masa pemerintahan Orde Baru telah didengungkan pembaharuan bidang hukum namun dalam realisasinya
produk hukum tetap tidak melepaskan karakter elitnya. Misalnya UU Ketenagakerjaan tetap saja adanya dominasi
penguasa. DPR selama orde baru cenderung telah berubah fungsi, sehingga produk yang disahkannya memihak 
penguasa  bukan   memihak  kepentingan masyarakat.
Prasyarat untuk melakukan rekonstruksi dan reformasi hukum memerlukan reformasi politik yang melahirkan 
keadaan  demokratis  dan  DPR yang representatif mewakili kepentingan masyarakat. Oleh karena itu pemerintah
dan DPR merupaka'n kunci untuk pembongkaran dan refbrmasi hukum. Target reformasi hukum menyangkut tiga
hal, yaitu : substansi hukum, aparatur penegak hukum yang bersih dan berwibawa, dan institusi peradilan yang
independen. Mengingat produk hukum Orde Baru sangat tidak kondusif untuk menjamin perlindungan hak asasi
manusia, berkembangnya demokrasi dan menghambat kreatifitas masyarakat. Adanya praktek KKN sebagai imbas
dari adanya aturan hukum yang tidak adil dan merugikan masyarakat.
7. Sidang Istimewa MPR
Salah satu jalan  untuk  membuka  kesempatan menyampaikan aspirasi rakyat ditengah-tengah tuntutan
reformasi total pemerintah melakasanakan Sidang Istimewa MPR pada tanggal   10-13  Nopember  1998, 
diharapkan  benar-benar menyuarakan aspirasi masyarakat dengan perdebaaatan yang lebih segar, dan terbuka.
Pada saat sidang berlangsung temyata diluar gedung DPR/MPR Senayan suasana kian memanas oleh
demonstrasi mahasiswa dan massa sehingga anggota MPR yang bersidang mendapat tekanan untuk bekerja lebih
keras, serius, cepat sesuai tuntutan reformasi.
Sidang Istimewa MPR menghasilkan 12 ketetapan, yaitu :
a. Tap MPR No. X/MPR/1998 tentang : Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan
Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara
b. Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang : Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN.
c. Tap MPR No. XH/MPR/1998 tentang : Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indinesia.
d. Tap MPR No. XV/MPR/1998 tentang : Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
e. Tap MPR No. XVI/MPR/1998 tentang : Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.
f. Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang : Hak Asasi Manusia.
g. Tap MPR No. VII/MPR/1998 tentang : Perubahan dan Tambahan atas Tap MPR Nomor : I/MPR/1983 tentang
Peraturan Tata Tertib MPR sebagaimana telah beberapa kali dirubah dan ditambah dengan ketetapan MPR yang
terakhirNomor: I/MPR/1998.
h. Tap MPR No. XIV/MPR/1998 tentang : Perubahan dan Penambahan atas Tap MPR No. III/MPR/1998 tentang
Pemilihan Umum.
i. Tap MPR No. III/V/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. IV/MPR/1983 tentang referendum.
j. Tap MPR No. IX/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. II/MPR/1998 tentang GBHN.
k. Tap MPR No. XII/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan
Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris MPR RI dalam Rangka Penyukseskan dan Pengamanan
Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.
l. Tap MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang Pendoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa) dan penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai
DasarNegara.
8. Pemilihan Umum 1999
Faktor politik yang penting untuk memulihkan krisis multidimensi di Indonesia yaitu dilaksanakan suatu pemilihan
urnum supaya dapat keluar dari krisis diperlukan pemimpin yang dipercaya rakyat. Asas pemilihan urnum tahun 1999
adalah sebagai berikut: (1).Langsung, Pemilih mempunyai hak secara langsung memberi suara sesuai kehendak
nuraninya tanpa perantara. (2) Umum, bahwa semua warga negara tanpa kecuali yang memenuhi persyaratan
minimal dalam usia 17 tahun berhak memilih dan usia 21 tahun berhak dipilih. (3) Bebas, tiap warga negara berhak
menentukan pilihan tanpa tekanan atau paksaan dari siapapun/pihak manapun. (4) Rahasia, tiap pemilih dijamin
pilihannya tidak diketahui oleh pihak manapun dengan cara apapun (5) Jujur,   semua   pihak   yang   terlibat   dalam
penyelenggaraan pemilu (penyelenggara/pelaksana, pemerintah, pengawas, pemantau, pemilih, dan yang terlibat
secara langsung) harus bersikap dan bertindak jujur yakni sesuai aturan yang berlaku. 6. Adil, bahwa pcmilili dan
partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, bebas dari kecurangan pihak manapun. Sebagaimana
yang diamanatkan dalam ketetapan MPR, Presiden B.J. Habibie menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu
pelaksanaan pemilihan umum. Maka dicabutlah lima paket undang-undang tentang politik yaitu UU tentang (1)
Pemilu, (2) Susunan, kedudukan, tugas, dan wewenang DPR/MPR, (3) Parpol dan Golongan Karya, (4) Referendum,
(5) Organisasi Masa. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru yang diratifikasi
pada tanggal 1 Pebruari 1999 oleh Presiden B.J. Habibie yaitu : (1) UU Partai Politik, (2) UU Pemilihan Umum, dan
(3) UU Susunan serta Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Adanya undang-undang politik tersebut menggairahkan kehidupan politik di Indonesia, sehingga muncul partai-partai
politik yangjumlahnya cukup banyak, tidak kurang dari 112 partai politik yang lahir dan mendaftar ke Departemen
Kehakinam namun setelah diseleksi hanya 48 partai politik yang berhak mengikuti pemilu. Pelaksana pemilu adalah
Komisi Pemilihan Umum yang terdiri atas wakil pemerintah dan parpol peserta pemilu.
Pemungutan suara dilaksanakan pada hari Kamis, 7 Juni 1999 berjalan lancar dan tidak ada kerusuhan
seperti yang dikhawatirkan masyarakat. Dalam perhitungan akhir hasil pemilu ada dua puluh satu partai politik
meraih suara untuk menduduki 462 kursi anggota DPR, yaitu :                               
1) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PD1-P)     : 153 kursi.
2) Partai Golongan Karya ( Partai Golkar)                   : 120 kursi.
3) Partai Persatuan Pembangunan (PPP)                      : 58 kursi.
4) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)                           : 51 kursi.
5) Partai Amanat Nasional (PAN)                                : 34 kursi.
6) Partai Bulan Bintang (PBB)                                     : 13 kursi
7) Partai Keadilan (PK)                                               : 7 kursi
8) Partai Nahdiarul Ummah (PNU)                              : 5 kursi
9) Partai Demokrasi Kasih Bangsa (PDKB)                 : 5 kursi
10) Partai Keadilan Persatuan (PKP)                           : 4 kursi
11) Partai Demokrasi Indonesia                                   : 2 kursi
12) Partai Kebangkitan Ummat (PKU)                        : 1 kursi  
13) Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)                   : 1 kursi
14) Partai Politik Islam Indonesia Masyumi                  : 1 kursi
15) Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI): 1 kursi 
16)PNI-MasaMarhaen                                               : 1 kursi
17)PNI-FrontMarhaen``                                             : 1 kursi
18) Partai Persatuan (PP)                                            : 1 kursi
19) Partai Daulat Rakyat (PDR)                                  : 1 kursi
20) Partai Bhineka Tunggal Ika (FBI)                          : 1 kursi
21) Partai Katholik Demokrat (PKD)                          : 1 kursi
22) TNI/POLRI                                                        : 46 kursi

9. Sidang Umum MPR Hasil Pemilu 1999


Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diketuai oleh Jenderal (Pum) Rudini menetapkan jumlah anggota MPR
berdasarkan hasil pemilu 1999 yang terdiri dari anggota DPR (462 orang wakil dari parpol dan 38 orang
TNI/PoIri), 65 orang wakil-wakil Utusan Golongan, dan 135 orang Utusan Daerah. Maka MPR melaksanakan Sidang
Umum MPR Tahun 1999tanggal 1-21 Oktober 1999. Sidang mengesahkan Prof. DR. H. Muhammad Amin Rais, MA
(PAN) sebagai Ketua MPR, dan Ir. Akbar Tandjung (Partai Golkar) sebagai Ketua DPR.
Dalam pencalonan presiden muncul tiga nama calon yang diajukan oleh fraksi-fraksi di MPR, yaitu KH Abdurrahman
Wahid (PKB), Hj.Megawati Soekamoputri (PDI-P), Prof.DR. Yusril Ihza Mahendra, SH, MSc (PBB), Namun sebelum
pemilihan Yusril mengundurkan diri. Hasil pemilihan dilaksanakan secara voting KH. Abdurrahman Wahid mendapat
373 suara, Megawati mendapat 313 suara, dan 5 abstein. Dalam pemilihan wakil presiden dengan calon Hj.Megawati
Soekamoputri (PDI-P) dan DR. Hamzah Haz (PPP) dimenangkan    oleh Megawati Soekamoputri.
Pada tanggal 25 Oktober  1999 Presiden KH Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati
Soekamoputri menyusun Kabinet Persatuan Nasional, yang terdiri dari: 3 Menteri Koordinator (Menko Polkam,
Menko Ekuin, dan Menko Kesra), 16 menteri yang memimpin departemen, 13 Menteri Negara.
Pemerintahan Presiden KH.Abdurrahman Wahid (1999-2001) ini tidak dapat berlangsung lama pada akhir Juli 2001
jatuh lewat Sidang Istimewa MPR akibat perseteraunnya dengan DPR dan kasus Brunaigate serta Buloggate,
kemudian melalui Sidang Istimewa MPR yang kemudian melantik Wakil Presiden Hj.Megawati Sukamoputri menjadi
Presiden RI ke-5 (2001 - 2004) dan DR. H.Hamzah Haz dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi Wakil
Presiden RI ke-9 (2001 - 2004).
1.1.                     Latar Belakang
Megawati Soekarnoputri merupakan salah satu pemimpin yang hadir dalam sejarah proses
kepemimpinan di negeri ini. Ia adalah putri sulung dari presiden Indoesia yang pertama, Soekarno. Sama
seperti ayahnya, ia dikenal masyarakat sebagai pemimpin yang karismatik. Ia dianggap sebagai salah
satu tokoh perempuan bermental baja yang berani mendobrak kekuatan politik Orde Baru. Dengan
tekat yang bulat, megawati tampil berani menghadapi berbagai tantangan dan ujian. Dia memasuki
kepemimpinan politik dengan segala kemampuan dan keterbatasannya. Dengan keyakinan untuk
menegakkan demokrasi dan reformasi di republik ini. Hanya sedikit tokoh yang berani bertindak kala ini.
Barulah setelah megawati mengadakan perlawanan terbuka terhadap kekuasaan yang represif,
keberanian tokoh-tokoh lainnya mulai ikut bangkit.

Perjalanan politik megawati sampai pada puncak kekuasaan di negeri ini, yaitu terpilihnya ia
sebagai wakil presiden indonesia dan dua tahun selanjutnya ia terpilih menjadi presiden indonesia
menggantikan abdurrahman wahid yang menjabat presiden sebelumnya. Banyak para pengamat politik
menyebutkan bahwa kesuksesan megawati samapai pada puncak tertinggi pemegang kekuasaan di
negeri ini karena ia merupakan pemimpin yang karismatik.

Melalui hal inilah penulis akan membahas bagaimana gaya kepemimpinan yang dianggap
karismatik oleh masyarakat, bagaimana ia menjalankan pemerintahan dan kecapakapan yang ia miliki
sebagai pemimpin yang disanjungkan karena dianggap memiliki kemampuan memimpin seperti ayahnya
Soekarno.
1.2.                     Rumusan Masalah
a.       Bagaimana latar belakang Megawati Soekarno Putri?
b.      Bagaimana dengan Aktifitas Megawati Soekarno Putri ?
c.       Bagaimana dengan sifat-sifat Megawati Soekarno Putri dalam memimpin?
d.      Terobosan apa saja yang telah di capai Megawati Soekarno Putri ?
e.       Apa saja keberhasilan dan kegalalan pada masa kepemimpinan oleh Megawati Soekarno Putri?

1.3.                     Tujuan Makalah


a.       Untuk mengetahui latar belakang Megawati Soekarno Putri
b.      Untuk mengetahui Aktifitas Megawati Soekarno Putri
c.       Untuk mengetahui sifat-sifat Megawati Soekarno Putri dalam memimpin
d.      Untuk mengetahui terobosan yang telah di capai Megawati Soekarno Putri
e.       Untuk mengetahui keberhasilan dan kegagalan pada masa kepemimpinan Megawati Soekarno Putri
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Megawati Soekarno Putri

Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri (lahir di Yogyakarta pada 23 Januari 1947)
adalah Presiden Indonesia periode 23 Juli 2001 - 20 Oktober 2004. Megawati adalah anak kedua
Presiden Soekarno. Ia Biasa dikenal dengan nama Megawati Soekarnoputri. Megawati Soekarnoputri ini
memulai pendidikannya, dari SD hingga SMA di Perguruan Cikini, Jakarta. Sementara, ia pernah belajar
di dua Universitas, yaitu Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung (1965-1967) dan Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972).

Sebagai pendatang baru dalam kancah politik pada tahun 1987, saat itu Partai Demokrasi
Indonesia (PDI) menempatkan Megawati sebagai salah seorang calon legislatif dari daerah pemilihan
Jawa Tengah untuk mendongkrak suara. Masuknya Megawati ke kancah politik menjadikannya terpilih
menjadi anggota DPR/MPR. Ia merupakan presiden wanita pertama dan presiden kelima di Indonesia.
Megawati dilantik menjadi presiden Indonesia pada tanggal 23 Juli 2001. Sebelumnya dari tahun 1999-
2001, Megawati menjabat sebagai Wakil Presiden.

Masa kepresidenan Megawati Soekarnoputri dari tahun 2001 ditandai dengan sedikit saja
pencapaian. Megawati tidak mewarisi karisma dari Ayahnya, Soekarno, tidak teralu kompeten dalam
urusan administrasi dan kepemimpinan serta dalam sikap yang pasif dan tertutup, tidak jauh berbeda
dengan gaya Soeharto. Suaminya, Taufik Kiemas dipandang sebagai dalang di balik panggung
kekuasaannya, seorang praktisi politik dan fasilitator keuangan yang andal.

Siapa saja yang menjadi presiden Republik Indonesia pada tahun 2001 pasti menghadapi
permasalahan besar yang merupakan warisan pemerintahan Soeharto, krisis ekonomi dan sosial yang
menyertai lengsernya Soeharto dan kegagalan Habibie serta Abdurrahman Wahid untuk mengatasi hal
ini. Korupsi semakin merajalela dan bahkan mungkin lebih buruk daripada masa Soeharto. Meskipun
hingga kadar tertentu terjadi pemulihan di dalam investasi dalam dan luar negeri, korupsi, bersama
dengan lingkungan umum yang ditandai oleh ketidakpastian hukum dan sistem peradilan yang benar-
benar busuk, telah memastikan bahwa investasi tersebut tidak mencapai tingkatan yang dibutuhkan
untuk memulihkan ekonomi.

Megawati merupakan presiden wanita pertama dan Namanya cukup dikenal dengan Megawati
Soekarnoputri. Ia menjadi presiden setelah MPR mengadakan Sidang Istimewa pada tahun 2001. Sidang
Istimewa MPR diadakan dalam menanggapi langkah Presiden Abdurrahman Wahid yang membekukan
lembaga MPR/DPR dan Partai Golkar. Ia dilantik pada 23 Juli 2001. Sebelumnya dari tahun 1999-2001, ia
adalah Wakil Presiden.

Setelah habis masa jabatannya, Megawati kembali mencalonkan diri sebagai presiden dalam
pemilihan presiden langsung Pada 20 September 2004. Namun, beliau gagal untuk kembali menjadi
presiden setelah kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono yang akhirnya menjadi Presiden RI ke-6.
B. Aktivitas Megawati Soekarno Putri

Megawati adalah presiden kedua yang menjabat pada masa pemilu multipartai pasca
tumbangnya orde baru. Nama gotong royong juga dipilih megawati untuk menguatkan visi misi utama
pemerintahannya, yaitu rekonsiliasi nasional. Indonesia, saat Megawati terpilih menjadi presiden sedang
porak-poranda akibat beragam konflik, seperti konflik komunal (ambon, poso, sampang) dan konflik
politik (pemakzulan Gus Dur oleh koalisi yang sebelumnya mendukungnya). Gotong royong adalah kata
yang dipilih untuk merekonsiliasi atau mempersatukan bangsa Indonesia dalam semangat membangun
kembali. Melalui Kabinet Gotong Royong, Presiden Megawati Sukarnoputri telah menunjukkan manuver
politik yang piawai dan berhasil memberikan impresi yang positif pada berbagai lapisan masyarakat.
Saat itu tumbuh dan berkembang pendapat pada berbagai masyarakat termasuk pelaku ekonomi,
kalangan birokrasi, pengamat politik, dan masyarakat kampus bahwa Kabinet Gotong Royong yang
dilantik pada hari Jum’at 10 Agustus yang lalu adalah kabinet yang cukup tangguh. Pandangan tersebut
didasarkan atas kenyataan bahwa 26 dari 32 jabatan menteri dan setingkat menteri dijabat oleh para
profesional yang menguasai bidang tugas masing-masing.

Akan tetapi seiring dengan berjalannya Kabinet Gotong Royong dalam menjalankan
pemerintahan, masyarakat sangat dikecewakan. Pasalnya, kinerja dari Kabinet Gotong Royong tersebut
dinilai lamban dalam mengatasi masalah yang terjadi di negara kita saat itu. Wacana publik tentang
efektifitas tim ekonomi Kabinet Gotong Royong (KGR) dalam menghantarkan Indonesia untuk
secepatnya keluar dari krisis yang telah menggerogoti ekonomi dan kehidupan social-politik selama lima
tahun terakhir ini didominasi oleh pandangan bahwa anggota Kabinet Gotong Royong bertindak sangat
lamban dan tanpa koordinasi yang penuh. Persepsi ini secara sadar banyak digaungkan oleh kalangan
akademisi dan politisi baik secara kolektif maupun secara perorangan yang pada gilirannya diterima
sebagai suatu realitas oleh masyarakat.

Ekonomi di bawah pemerintahan Megawati tidak mengalami perbaikan yang nyata


dibandingkan sebelumnya, meskipun kurs rupiah relatif berhasil dikendalikan oleh Bank Indonesia
menjadi relatif lebih stabil. Kondisi ekonomi pada umumnya dalam keadaan tidak baik, terutama
pertumbuhan ekonomi, perkembangan investasi, kondisi fiskal, serta keadaan keuangan dan perbankan.
Dengan demikian, prestasi ekonomi pada tahun kedua pemerintahan sekarang ini tidak menghasilkan
perbaikan ekonomi yang cukup memadai untuk sedikit saja memperbaiki kesejahteraan masyarakat dan
mempertahankan kesempatan kerja. Analisis yang cukup kerap dari banyak kalangan membuktikan
bahwa selama ini tim ekonomi tidak mampu, menyelesaikan proses pemulihan ekonomi dan
memperbaiki perekonomian secara lebih luas. Kondisi perekonomian masih terus dalam ketidakpastian,
terutama karena terkait dengan masalah keamanan, seperti dalam kejadian pemboman beruntun sejak
tahun 1998 sampai tahun 2002. Masalah pertumbuhan ekonomi, investasi dan pengangguran adalah
gambaran yang paling suram di bawah kabinet gotong royong ini.

Namun disisi lain Megawati masih telah menerapkan kebijakan-kenijakan yang telah ia capai
selama pemerintahannya. Kebijakan-kebijakan pada masa Megawati, yaitu :

1.      Memilih dan Menetapkan. Ditempuh dengan meningkatkan kerukunan antar elemen bangsa dan
menjaga persatuan dan kesatuan. Upaya ini terganggu karena peristiwa Bom Bali yang mengakibatkan
kepercayaan dunia internasional berkurang.
2.      Membangun tatanan politik yang baru. Diwujudkan dengan dikeluarkannya UU tentang pemilu, susunan
dan kedudukan MPR/DPR, dan pemilihan presiden dan wapres.
3.      Menjaga keutuhan NKRI. Setiap usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak tegas seperti kasus
Aceh, Ambon, Papua, Poso. Hal tersebut diberikan perhatian khusus karena peristiwa lepasnya Timor
Timur dari RI.
4.      Melanjutkan amandemen UUD 1945. Dilakukan agar lebih sesuai dengan dinamika dan perkembangan
zaman.
5.      Meluruskan otonomi daerah. Keluarnya UU tentang otonomi daerah menimbulkan penafsiran yang
berbeda tentang pelaksanaan otonomi daerah. Karena itu, pelurusan dilakukan dengan pembinaan
terhadap daerah-daerah.
6.      Tidak ada masalah yang berarti dalam masa pemerintahan Megawati kecuali peristiwa Bom Bali dan
perebutan pulan Ligitan dan Sipadan.
C. Sifat-sifat Megawati Soekarno Putri Dalam Memimpim

Megawati Soekarno Putri berpenampilan tenang dan tampak kurang acuh dalam menghadapi
persoalan. Tetapi dalam hal-hal tertentu megawati memiliki determinasi dalam kepemimpinannya,
misalnya mengenai persoalan di BPPN, kenaikan harga BBM dan pemberlakuan darurat militer di Aceh
Nanggroe Darussalam.

Gaya kepemimpinan megawati yang anti kekerasan itu tepat sekali untuk menghadapi situasi
bangsa yang sedang memanas. Cukup demokratis, tapi pribadi Megawati dinilai tertutup dan cepat
emosional. Ia alergi pada kritik. Komunikasinya didominasi oleh keluhan dan uneg-uneg, nyaris tidak
pernah menyentuh visi misi pemerintahannya.

Megawati lebih menonjolkan kepemimpinan dalam budaya ketimuran. Ia cukup lama dalam
menimbang-nimbang sesuatu keputusan yang akan diambilnya. Tetapi begitu keputusan itu diambil,
tidak akan berubah lagi. Gaya kepemimpinan seperti ini bukanlah suatu ke1emahan. Seperti dikatakan
oleh Frans Seda: “Dia punya intuisi tajam. Sering kita berpikir, secara logika, menganalisa fakta-fakta,
menyodorkan bukti-bukti, tapi tetap saja belum pas. Di saat itulah Mega bertindak berdasarkan
intuisinya, yang oleh orang-orang lain tidak terpikirkan sebelumnya.”
D. Terobosan Megawati Soekarno Putri

Sebagai presiden pertama wanita di Indonesia, ia merupakan presiden pertama peletak dasar ke
arah kehidupan demokrasi. Pembaharuan yang dilakukan sebagian besar di bidang ekonomi dan politik,
sebab pada pemerintahannya, masalah yang dihadapi kebanyakan merupakan warisan pemerintahan
Orde Baru yaitu masalah krisis ekonomi dan penegakan hukum.

Ada beberapa perubahan yang dilakukan Megawati yaitu :

1.      Bidang Ekonomi

Untuk mengatasi masalah ekonomi yang tidak stabil, ada beberapa kebijakan yang dikeluarkan
Megawati yaitu :

a)      Untuk mengatasi utang luar negeri sebesar 150,80 milyar US$ yang merupakan warisan Orde baru,
dikeluarkan kebijakan yang berupa penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar, sehingga
hutang luar negeri dapat berkurang US$ 34,66 milyar.

b)      Untuk mengatasi krisis moneter, Megawati berhasil menaikkan pendapatan per kapita sebesar US$ 930.
Kurs mata uang rupiah dapat diturunkan menjadi Rp 8.500,00.

c)      Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menekan nilai inflasi, dikeluarkan kebijakan yang
berupa privatisasi terhadap BUMN dengan melakukan penjualan saham Indosat sehingga hutang luar
negeri dapat berkurang.

d)     Memperbaiki kinerja ekspor, sehingga ekspor di Indonesia dapat ditingkatkan.

e)      Untuk mengatasi korupsi, dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

2.      Bidang Politik

Mengadakan pemilu yang bersifat demokratis yang dilaksanakan tahun 2004 dan melalui dua periode
yaitu :

a)      Periode pertama untuk memilih anggota legislatif secara langsung.


b)      Periode kedua untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung. Pemilu tahun 2004
merupakan pemilu pertama yang dilaksanakan secara langsung artinya rakyat langsung memilih
pilihannya.

Pemerintahan Megawati berakhir setelah hasil pemilu 2004 menempatkan pasangan Susilo
Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai pemenang. Hal ini merupakan babak baru pemerintahan di
Indonesia dimana Presiden dan Wakil Presiden terpilih dipilih langsung oleh rakyat.
E. Keberhasilan Dan Kegagalan Megawati Soekarno Putri

Sebelumnya, Megawati Soekarnoputri pernah menjabat sebagai Wakil Presiden 1999-2002 &
sebagai Presiden RI 2002-2004. Track Record Megawati selama memimpin RI yang hanya selama 2
tahun :

1.      Mendirikan Lembaga pemberantas korupsi KPK pada tahun 2003, karena Megawati Soekarnoputri
melihat institusi Jaksa & Polri saat itu terlalu kotor, sehingga untuk menangkap koruptor dinilai tak
mampu, namun jaksa dan Polri sulit dibubarkan, sehingga dibentuk lah KPK.
2.      Menghentikan aktivitas pertambangan Freeport di Papua karena dianggap melanggar aturan
Internasional tentang AMDAL (dampak lingkungan). Lantas anehnya kemudian aktivitas Freeport dibuka
kembali di masa rezim SBY-JK.
3.      Menghentikan kontrak pertambangan minyak Caltex di Blok Natuna Kepri. Anehnya, kemudian kontrak
Natuna disambung kembali oleh SBY-JK diberikan kepada ExxonMobile.
4.      Menghentikan kontrak pertambangan Migas Caltex di Riau daratan. Anehnya, kemudian kontrak migas
Riau disambung kembali oleh SBY-JK dan diberikan kepada Chevron.
5.      Membubarkan BUMN terkorup pada masa itu yaitu Indosat karena merugikan negara puluhan Trilyun &
banyak praktek ilegal di Indosat. Asset dari pembubaran BUMN korup Indosat kemudian dipakai untuk
membayar hutang negara yang saat itu jatuh tempo. Kemudian sebagai ganti Indosat dibuat lembaga
yang lain yaitu Satelindo.
6.      Menangkap 17 jenderal korup (termasuk jenderal ketua PBSI) yang dicokok langsung saat Thomas Cup di
Singapura, dan menangkap Ketua Partai Golkar Akbar Tanjung yang terlibat korupsi dana JPS senilai
Rp40 milyar. Dampaknya, pada pemilu berikutnya Megawati dijegal Black Campaign buatan Golkar
sebagai balas dendam dari para jenderal & partai Golkar.
7.      Megawati membawa Indonesia berhasil keluar dari IMF pada tahun 2003 yang menandakan Indonesia
sudah keluar dari krisis 1998 dan Indonesia yang lebih mandiri. Berani menghentikan hutang baru. (Zero
hutang / tidak meminjam selama kepemimpinannya).
8.      Menangkap 21 pengemplang BLBI antara lain : David Nusa Wijaya, Hendrawan, Atang Latief, Uung
Bursa, Prayogo Pangestu, Syamsul Nursalim, Hendra Rahardja, Sudwikatmono, Abdul Latief, dsb… (BLBI
dikucurkan oleh Suharto tahun 1996 sebesar 600 Trilyun). Namun dalam masa rezim SBY-JK, para
pengemplang BLBI tersebut diundang ke istana oleh SBY-JK tahun 2007 dengan istilah “gelar karpet
merah” undangan jauman makan. Dan lepaslah para pengemplang yang merugikan negara tersebut.
9.      Mega mengeluarkan Keppres no 34 Tahun 2004 tentang penertiban bisnis TNI. Dimana aparat TNI sering
dipakai untuk memback-up ilegal logging & kejahatan lainnya ditindak tegas dengan pemecatan
ditambah kurungan penjara.
10.  Mendirikan Akademi Intelijen yang pertama di Indonesia.
11.  Melakukan pembangunan infrastruktur yang vital setelah pembangunan berhenti sejak 1998.
Diantaranya Tol Cipularang (Cikampek-Bandung) sekaligus dalam rangka peringatan KAA, Jembatan
Surabaya Madura (Suramadu), Tol Cikunir, Rel ganda kereta api. Dimulainya membenahi sistem
transportasi dengan Busway di Jakarta. (selanjutnya Jembatan Suramadu rampung pembangunannya
setelah Mega selesai menjabat).
12.  Mengembalikan proporsi pendapatan Gas Arun sebagian besar kepada rakyat Aceh dengan
status daerah Otonomi Khusus dan menangkap petinggi GAM dan anggota GAM yang bersenjata dan
yang sering melakukan pembakaran dan penarikan pajak tidak sah, dengan melibatkan wartawan dan
jurnalis untuk pengecekan pelanggaran HAM. Berhasil membebaskan turis yang disandera GAM.
Sepertinya ibu Megawati sudah lama memikirkan Aceh, dan pidato Ibu Presiden Cut Nyak Megawati di
Aceh menggelegar di siang bolong membangunkan dan memberikan harapan bagi rakyat Aceh.

Namun pada sisi lain, banyak juga hal yang gagal dicapai Megawati dalam masa pemerintahannya.
Salah satu hal yang paling mencolok dalam pemerintahan Megawati Soekarnoputri adalah tentang
maraknya privatisasi BUMN. Kebijakan privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara umum
dapat diartikan bahwa kepemilikan BUMN oleh negara dihilangkan atau paling tidak diminimalisir
karena kepemilikan atau pengelolaan berpindah ke tangan swasta. Kepemilikan publik berubah menjadi
kepemilikan privat. Hal ini dapat dikatakan menyimpang karena pada dasarnya BUMN adalah salah satu
sarana pemasukan kepada Negara yang harus dipertimbangkan dengan seksama.

Penyimpangan ini terjadi misalnya dalam kebijakan privatisasi PT. Semen Gresik dan PT Indosat.
Privatisasi juga banyak dikecam karena dipandang merugikan negara triliunan rupiah akibat harga
jualnya yang terlalu murah. Keputusan pemerintah pada waktu itu untuk menjual PT Semen Gresik dan
PT Indosat sebagai cara cepat untuk mendapatkan dana segar guna menutupi defisit APBN cenderung
tidak menunjukkan langkah strategis ke depan yang ingin dicapai pemerintah dalam konteks
perencanaan pembangunan, khususnya di sektor industri. Privatisasi tersebut juga sangat elitis dan tidak
melibatkan partisipasi masyarakat luas dalam hal kepemilikan saham. 

Banyak kalangan menilai pemerintahan Megawati gagal, walaupun Megawati berpendapat bahwa Ia
hanya meneruskan pemerintahan Abdurrahman Wahid sehingga tidak optimal. Kegagalan itu dapat
dilihat dari aksi-aksi mahasiswa yang mengkritisi pemerintahan Megawati saat itu menunjukkan eskalasi.
Protes mahasiswa menyangkut prakti KKN yang diindikasikan semakin marak, privatisasi BUMN yang
semakin intensif, penanganan BLBI yang terkesan kian longgar, serta harga-harga barang yang terus
membumbung. Hal ini juga terkait dengan kebijakan pemerintah yang menaikan harga BBM dan
kemudian disusul kenaikan TDL dan telepon sehingga kehidupan, khususnya kaum bawah menjadi
susah.

Tanpa disimpulkan, kegagalan dapat pula terlihat dengan menurunnya suara PDI-P pada pemilu
2004 dan kegagalan Megawati untuk terpilih menjadi presiden pada periode berikutnya. Hal ini adalah
indikasi kepercayaan rakyat yang menurun dengan melihat penyelenggaraan pemerintahan sebelumnya.

Masalah-masalah lainnya bisa dijelaskan sebagai berikut :

a)      Kinerja megawati dalam memimpin pemerintahan (2001-2004) memang tidak bisa membuktikan
kepada publik bahwa ia memiliki kesamaan kapasitas dengan gaya kepemimpinan bung Karno.

b)      Kekecewaan simpatisan partai dari kalangan wong cilik terhadap anggota-anggota parlemen yang tidak
mengesankan layaknya wakil rakyat.

c)      Buntut kasus pengesahan pelantikan kepala daerah. Contohnya aksi pemecatan terhadap kader PDI
perjuangan di sumatera selatan dan riau akibat sinyalemen pembelotan dan menerima suap dalam
pemilihan gubernur, dan dilanjutkan dengan sikap megawati yang enggan melantik gubernur terpilih.
Sebutlah selama tiga bulan Gubernur sumsel yang terpilih pada 4 Agustus 2003 tidak dilantik, dan baru
dilantik pada 7 Oktober 2003.

d)     Kecenderungan megawati tidak merestui gubernur terpilih bila di luar kehendak pimpinan PDI
Perjuangan Jakarta. Atau yang paling anyar adalah peristiwa kekerasan massal di tegal sebagai buntut
kekecewaan kader PDI Perjuangan atas kekalahan di dalam pemilihan kepada daerah pada 19 Januari
2004.

e)      Sifat megawati yang pendiam dalam memimpin pemerintahan sebenarnya jelas-jelas ridak relevan lagi
untuk dipertahankan. Dan dalam pemilihan presiden yang kedua hendaknya megawati tidak lagi
mengulangi sikap di tahun 1999.

f)       Penyalahgunaan kekuasaan dan korup. Ini karena maraknya praktek penyalahgunaan kekuasaan dan
perilaku korup di dalam tubuh birokrasi pemerintah. Fakta ini bukan sekadar tudingan, karena berbagai
laporan resmi dari institusi pengawasan keuangan dan lembaga-lembaga internasional seing
mengemukakan indikasi kuat bahwa negeri ini masih merupakan negara terkorup.

g)      Diskriminatif dan “Vested Interest”, dua hal yang sebenarnya paling diharamkan dlaam usaha
mewujudkan good governance. Praktis apa yang terjadi pada saat ini adalah berkembangnya fenomena
building block bagi kepentingan partai-partai politik di dalam birokrasi pemerintah. Gejalanya pun sudah
nampak ke permukaan. Misalnya dengan memanfaatkan kedudukan di birokrasi, ada kecenderungan di
kalangan birokrat yang juga politisi partai tertentu itu untuk memberikan keuntungan kepada partai
politik secara ilegal.

h)      Mengeluh dan menyalahkan masa lalu. Megawati kerap kali melontarkan keluhan, menuding dan
mengemukakan apologi sebagai kesalahan masa lalu ketika situasi ekonomi, politik dan keamanan
belum menunjukkan perbaikan. Keluhan dan apologi itu seolah-olah sudah menjadi “senjatanya” di
dalam menghadapi tahapan kritik dari publik.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Megawati adalah anak kedua Presiden Soekarno. Ia Biasa dikenal dengan nama Megawati
Soekarnoputri.

Megawati adalah presiden kedua yang menjabat pada masa pemilu multipartai pasca
tumbangnya orde baru. Nama gotong royong juga dipilih megawati untuk menguatkan visi misi utama
pemerintahannya, yaitu rekonsiliasi nasional.

Ekonomi di bawah pemerintahan Megawati tidak mengalami perbaikan yang nyata


dibandingkan sebelumnya, meskipun kurs rupiah relatif berhasil dikendalikan oleh Bank Indonesia
menjadi relatif lebih stabil.

Megawati Soekarno Putri berpenampilan tenang dan tampak kurang acuh dalam menghadapi
persoalan. Tetapi dalam hal-hal tertentu megawati memiliki determinasi dalam kepemimpinannya,
misalnya mengenai persoalan di BPPN, kenaikan harga BBM dan pemberlakuan darurat militer di Aceh
Nanggroe Darussalam.

Sebagai presiden pertama wanita di Indonesia, ia merupakan presiden pertama peletak dasar ke
arah kehidupan demokrasi. Pembaharuan yang dilakukan sebagian besar di bidang ekonomi dan politik,
sebab pada pemerintahannya, masalah yang dihadapi kebanyakan merupakan warisan pemerintahan
Orde Baru yaitu masalah krisis ekonomi dan penegakan hukum.

3.2 SARAN
Dengan penyusunan makalah ini hendaknya kita mengetahui dan memahami tentang hal-hal
yang menyangkut dengan kepemimpinan Megawati Soekarno Putri. Untuk penyempurnaan makalah ini
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi penyempurnaan karya ilmiah ini
dimasa yang akan datang dan kita mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.

MAKALAH SEJARAH
MASA PEMERINTAHAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Disusun oleh        :
Nama                   : Dian Ayuningtyas
No                        : 008
Kelas                    : XII IPA 1

SMA N 1 BOYOLALI
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Susilo Bambang Yudhoyono yang biasa disebut SBY, dilantik sebagai presiden keenam
Republik Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2004. SBY juga merupakan presiden Indonesia
yang pertama kali berhasil melaksanakan masa pemerintahannya secara penuh di masa reformasi
ini. Pada masa pemerintahan SBY ini terdapat beberapa kondisi dan kebijakan yang ditempuh
baik dalam bidang ideologi, politik, ketahanan dan keamanan, ekonomi, sosial, maupun budaya.
Terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono atau yang terkenal dengan sebutan SBY, telah
membuat babak baru dalam perjalanan sejarah Indonesia. Beliau dilantik sebagai presiden
keenam Republik Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2004 bersama wapresnya Jusuf Kalla yang
kemudian kembali terpilih di Pemilu 2009 bersama wapresnya Boediono. Bersama dengan
pasangannya, SBY memiliki komitmen untuk tetap melaksanakan agenda reformasi. Program
pertama pemerintahan SBY-JK dikenal dengan program 100 hari. Program ini bertujuan
memperbaiki sitem ekonomi yang sangat memberatkan rakyat Indonesia, memperbaiki kinerja
pemerintahan dari unsur KKN, serta mewujudkan keadilan dan demokratisasi melalui kepolisian
dan kejaksaan agung.
Langkah tersebut disambut baik oleh masyarakat. Secara umum SBY-JK melakukan
pemeriksaan kepada pejabat yang diduga korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberi
kebebasan oleh presiden melakukan audit dan pemberantasan korupsi. Hasilnya telah terjadi
pemeriksaan tersangka korupsi dan pejabat pemerintahan sebanyak 31 orang selama 100 hari.
Artinya SBY-JK sungguh memilki komitmen dalam upaya pemberantasan korupsi. Namun
demikian, masih banyak hal yang harus dievaluasi.
B.     Rumusan Masalah
1.      Siapa itu Susilo Bambang Yudhoyono?
2.      Bagaimana visi dan misi pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?
3.      Bagaimana keadaan ekonomi dan apa saja kebijakan ekonomi masa pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono?
4.      Bagaimana keadaan  politik dan apa saja kebijakan politik masa pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono?
5.      Apa saja pembangunan yang terjadi di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono?
6.      Apa kekurangan pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui siapa itu Susilo Bambang Yudhoyono.
2.      Untuk mengetahui bagaimana visi dan misi pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono.
3.      Untuk mengetahui bagaimana keadaan ekonomi dan apa saja kebijakan ekonomi masa
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
4.      Untuk mengetahui bagaimana keadaan  politik dan apa saja kebijakan politik masa pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono.
5.      Untuk mengetahui apa saja pembangunan yang terjadi di masa pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono.
6.      Untuk mengetahui apa kekurangan pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

BAB II
PEMBAHASAN
A.     Profil Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono
Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden Republik Indonesia
keenam. Berbeda dengan presiden sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono merupakan
presiden pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat dalam proses Pemilu Presiden putaran
II 20 September 2004. Lulusan terbaik AKABRI (1973) yang akrab disapa SBY ini lahir di
Pacitan, Jawa Timur 9 September 1949. SBY adalah anak tunggal dari pasangan R. Soekotjo dan
Sitti Habibah. Darah prajurit menurun dari ayahnya yang pensiun sebagai Letnan Satu.
Sementara ibunya, Sitti Habibah adalah putri salah seorang pendiri Ponpes Tremas. Pendidikan
Sekolah Rakyat adalah pijakan masa depan yang paling menentukan bagi SBY.
Ketika duduk di bangku kelas lima, untuk pertama kalinya SBY kenal dan akrab dengan
nama Akademi Militer Nasional (AMN), Magelang, Jawa Tengah. SBY kemudian melanjutkan
pendidikannya di SMP Negeri Pacitan. Sejak kecil, SBY bercita-cita untuk menjadi tentara
dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) setelah lulus SMA
akhir tahun 1968. Namun, lantaran terlambat mendaftar, SBY tidak jadi masuk Akabri dan
akhirnya dia menjadi mahasiswa Teknik Mesin Institut 10 November Surabaya (ITS).
Namun kemudian, SBY justru memilih masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan
Pertama (PGSLP) di Malang, Jawa Timur. Sewaktu belajar di PGSLP Malang itulah, Susilo
Bambang Yudhoyono mempersiapkan diri untuk masuk kembali ke Akabri. Tahun 1970,
akhirnya SBY masuk Akabri di Magelang, Jawa Tengah, setelah lulus ujian penerimaan akhir di
Bandung. SBY satu angkatan dengan Agus Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu, dan
Prabowo Subianto. Semasa pendidikan, SBY yang mendapat julukan Jerapah, sangat menonjol.
Terbukti, ketika dia meraih predikat lulusan terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan
lencana Adhi Makasaya. Seusai menamatkan pendidikan militer pertamanya, SBY kemudian
masih melanjutkan study militernya dengan pergi belajar ke beberapa universitas militer
ternama.
Perjalanan karier militer SBY dimulai dengan memangku jabatan sebagai Dan Tonpan
Yonif Linud 330 Kostrad (Komandan Peleton III di Kompi Senapan A, Batalyon Infantri Lintas
Udara 330/Tri Dharma, Kostrad) tahun 1974-1976, membawahi langsung sekitar 30 prajurit.
Kefasihan dalam berbahasa Inggris, membuatnya terpilih mengikuti pendidikan lintas udara
(airborne) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan Darat
Amerika Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975. 
Sekembalinya ke tanah air, SBY memangku jabatan Komandan Peleton II Kompi A
Batalyon Linud 305/Tengkorak (Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun 1976-1977. Beliau pun
memimpin Pleton ini bertempur di Timor Timur. Sepulang dari Timor Timur, SBY menjadi
Komandan Peleton Mortir 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977). Setelah itu, beliau ditempatkan
sebagai Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978), Dan Kipan Yonif Linud
330 Kostrad (1979-1981), dan Paban Muda Sops SUAD (1981-1982).
Selanjutnya, SBY dipercaya menjabat Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988) dan
Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988), sebelum mengikuti pendidikan di Sekolah Staf
dan Komando TNI-AD (Seskoad) di Bandung dan keluar sebagai lulusan terbaik Seskoad 1989.
SBY pun sempat menjadi Dosen Seskoad (1989-1992), dan ditempatkan di Dinas Penerangan
TNI-AD (Dispenad) dengan tugas antara lain membuat naskah pidato KSAD Jenderal Edi
Sudradjat. Ketika Edi Sudradjat menjabat Panglima ABRI, SBY ditarik ke Mabes ABRI untuk
menjadi Koordinator Staf Pribadi (Korspri) Pangab Jenderal Edi Sudradjat (1993). Ada banyak
sekali jabatan militer yang kemudian dijabat oleh SBY, puncaknya adalah ketika dia dipercaya
bertugas ke Bosnia Herzegovina untuk menjadi perwira PBB (1995).
SBY menjabat sebagai Kepala Pengamat Militer PBB (Chief Military Observer United
Nation Protection Force) yang bertugas mengawasi genjatan senjata di bekas negara Yugoslavia
berdasarkan kesepakatan Dayton, AS antara Serbia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina. Setelah
kembali dari Bosnia, beliau diangkat menjadi Kepala Staf Kodam Jaya (1996). Kemudian
menjabat Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997) sekaligus Ketua Bakorstanasda dan Ketua Fraksi
ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998) sebelum menjabat Kepala Staf Teritorial (Kaster)
ABRI (1998-1999).
Di tahun 2000, SBY memulai langkah politiknya dengan untuk memutuskan pensiun
lebih dini dari militer. SBY kemudian ditunjuk untuk menjabat sebagai Menteri Pertambangan
dan Energi selama masa pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid. Tak lama kemudian,
SBY harus meninggalkan posisinya sebagai Mentamben karena Gus Dur memintanya menjabat
Menkopolsoskam. Pada tanggal 10 Agustus 2001, Presiden Megawati mempercayai dan
melantik SBY menjadi Menko Polkam dalam Kabinet Gotong-Royong.
Tetapi pada 11 Maret 2004, SBY memilih untuk mengundurkan diri dari jabatan Menko
Polkam. Langkah pengunduran diri ini membuatnya lebih leluasa menjalankan hak politik yang
akan mengantarkannya ke kursi puncak kepemimpinan nasional. Pada pemilu Presiden yang
dilakukan secara langsung untuk pertama kalinya, SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla
meraih kepercayaan mayoritas rakyat Indonesia dengan perolehan suara di atas 60 persen. Dan
pada tanggal 20 Oktober 2004 Susilo Bambang Yudhoyono dengan Jusuf Kalla dilantik menjadi
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia ke-6.
Pada 3 Juli 2013, SBY mendapat penghargaan Maha Dwija Praja Utama dari Persatuan
Guru Republik Indonesia (PGRI). Penghargaan itu diberi saat Kongres XXI PGRI di Jakarta.
Penghargaan tertinggi dari PGRI dipersembahkan pada tokoh yang memperjuangkan dan
memartabatkan guru. SBY dinilai perhatian pada nasib guru dengan mendeklarasikan bahwa
guru adalah jabatan profesi pada 2004. Tahun 2005, disahkan UU Nomor 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen. Juga adanya sertifikasi guru dan tunjangan profesi guru mulai dibayar.
1.      Pendidikan
a.       Akademi Angkatan Bersenjata RI (Akabri) (1973)
b.      American Language Course, Lackland, Texas AS (1976)
c.       Airbone and Ranger Course, Fort Benning , AS (1976)
d.      Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS (1982-1983)
e.       Jungle Warfare School, Panama (1983)
f.       Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman (1984)
g.      Kursus Komando Batalyon (1985)
h.      Sekolah Komando Angkatan Darat (1988-1989)
i.        Command and General Staff College, Fort Leavenwort, Kansas, AS
j.        Master of Art (MA) dari Management Webster University, Missouri, AS
2.      Karir
a.       Dan Topan Yonif Linud 330 Kostrad (1974 - 1976)
b.      Dan Topan Yonif 305 Kostrad (1976 - 1977)
c.       Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977)
d.      Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977 - 1978)
e.       Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979 - 1981)
f.       Paban Muda Sops SUAD (1981 - 1982)
g.      Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983 - 1985)
h.      Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986 - 1988)
i.        Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988)
j.        Dosen Seskoad (1989 - 1992)
k.      Korspri Pangab (1993)
l.        Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993 - 1994)
m.    Asops Kodam Jaya (1994 - 1995)
n.      Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995)
o.      Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia - Herzegovina (sejak
awal November 1995)
p.      Kasdam Jaya (1996 - hanya lima bulan)
q.      Pangdam II/Sriwijaya (1996 - 1997) sekaligus Ketua Bakorstanasda
r.        Asospol Kassospol ABRI/wakil Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Umum MPR 1998)
s.       Kassospol ABRI/Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998)
t.        Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI) (1998 - 1999)
u.      Menteri Pertambangan dan Energi (sejak Oktober 1999)
v.      Menteri Koordinator Politik Sosial Keamanan (Pemerintahan Presiden KH Abdurrahman
Wahid)
w.    Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri),
mengundurkan diri 11 Maret 2004
x.      Presiden Republik Indonesia (2004 - 2009)
y.      Presiden Republik Indonesia (2009 - 2014)
3.      Penghargaan
a.       Adi Makayasa (lulusan terbaik Akabri 1973)
b.      Tri Sakti Wiratama (Prestasi Tertinggi Gabungan Mental Fisik, dan Intelek), 1973
c.       Satya Lencana Seroja, 1976
d.      Honorour Graduated IOAC, USA, 1983
e.       Satya Lencana Dwija Sista, 1985
f.       Lulusan terbaik Seskoad Susreg XXVI, 1989
g.      Dosen Terbaik Seskoad, 1989
h.      Satya Lencana Santi Dharma, 1996
i.        Satya Lencana United Nations Peacekeeping Force (UNPF), 1996
j.        Satya Lencana United Nations Transitional Authority in Eastern Slavonia, Baranja, and Western
Sirmium (UNTAES), 1996
k.      Bintang Kartika Eka Paksi Nararya, 1998
l.        Bintang Yudha Dharma Nararya, 1998
m.    Wing Penerbang TNI-AU, 1998
n.      Wing Kapal Selam TNI-AL, 1998
o.      Bintang Kartika Eka Paksi Pratama, 1999
p.      Bintang Yudha Dharma Pratama, 1999
q.      Bintang Dharma, 1999
r.        Bintang Maha Putera Utama, 1999
s.       Tokoh Berbahasa Lisan Terbaik, 2003
t.        Bintang Asia (Star of Asia) dari BusinessWeek, 2005
u.      Bintang Kehormatan Darjah Kerabat Laila Utama dari Sultan Brunei
v.      Doktor Honoris Causa dari Universitas Keio, 2006
w.    Penghargaan Maha Dwija Praja Utama dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) 2013

B.     Visi Misi Pemerintah yang Dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla berlangsung pada tahun 2004-
2009. Dalam pemerintahan ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama wakilnya, Jusuf
Kalla mencetuskan visi dan misi sebagai berikut:
Visi :
1.      Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai.
2.      Terwujudnya masyarakat, bangsa dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan
hak-hak asasi manusia.
3.      Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang
layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan.
Misi :
1.      Mewujudkan Indonesia yang aman damai
2.       Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis
3.       Mewujudkan Indonesia yang sejahtera

Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono berlangsung dari tahun 2009 sampai


2014. Dalam pemerintahan ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama wakilnya,
Boediono mencetuskan visi dan misi sebagai berikut :
Visi :
“TERWUJUDNYA INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL, DAN MAKMUR”
1.      Melanjutkan Pembangunan Menuju Indonesia yang Sejahtera
2.      Memperkuat Pilar-Pilar Demokrasi
3.      Memperkuat Dimensi Keadilan di Semua  Bidang
 Misi :
“MEWUJUDKAN INDONESIA YANG LEBIH SEJAHTERA, AMAN DAN DAMAI DAN
MELETAKKAN FONDASI YANG LEBIH KUAT BAGI INDONESIA YANG ADIL DAN
DEMOKRATIS.”
1.      Melanjutkan Pembangunan Ekonomi Indonesia untuk mencapai Kesejahteraan bagi seluruh
Rakyat Indonesia.
2.      Melanjutkan upaya menciptakan Good Government dan Good Corporate Governance.
3.      Demokratisasi Pembangunan dengan memberikan ruang yang cukup untuk partisipasi dan
kreativitas segenap komponen Bangsa.
4.      Melanjutkan penegakan hukum tanpa pandang bulu dan memberantas korupsi.
5.      Belajar dari pengalaman yang lalu dan dari negara-negara lain, maka Pembangunan Masyarakat
Indonesia adalah pembangunan yang inklusif bagi segenap komponen bangsa.
C.    Keadaan dan Kebijakan Ekonomi pada Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
Pada pemerintahan SBY kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara
Indonesia, atau menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM), kebijakan bantuan langsung
tunai kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan tersebut diberhentikan sampai pada tangan rakyat
atau masyarakat yang membutuhkan, kebijakan menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana
pendidikan yang ada di Negara Indonesia. Akan tetapi pada pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono dalam perekonomian Indonesia terdapat masalah dalam kasus Bank Century yang
sampai saat ini belum terselesaikan bahkan sampai mengeluarkan biaya 93 miliar untuk
menyelesaikan kasus Bank Century ini.
Kondisi perekonomian pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang
sangat baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring pemulihan
ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai
5,5-6 persen pada 2010 dan meningkat menjadi 6-6,5 persen pada 2011. Dengan demikian
prospek ekonomi Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula. Sementara itu, pemulihan
ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian
Indonesia. Kinerja ekspor nonmigas Indonesia yang pada triwulan IV-2009 mencatat
pertumbuhan cukup tinggi yakni mencapai sekitar 17 persen dan masih berlanjut pada Januari
2010.
Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya
kebijakan pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang
Negara.Perkembangan yang terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang
signifikan terhadap persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain
masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan makroekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh
lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas ekonominya
yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat,
masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Masa kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial yaitu
a.    mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini
dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke sector
pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung kesejahteraan masyarakat.
b.     Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni
Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke
tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
c.    Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta
mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah
diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang
mempertemukan para investor dengan kepala-kepaladaerah. Investasi merupakan faktor utama
untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu
ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya
adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia,
diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
d.   Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan pada pemerintahan
SBY mampu memberantas para koruptor tetapi masih tertinggal jauh dari jangkauan sebelumnya
karena SBY menerapkan sistem Soft Law bukan Hard Law. Artinya SBY tidak menindak tegas
orang-orang yang melakukan KKN sehingga banyak terjadi money politic dan koruptor-koruptor
tidak akan jera dan banyak yang mengulanginya. Dilihat dari semua itu Negara dapat dirugikan
secara besar-besaran dan sampai saat ini perekonomian Negara tidak stabil.
e.    Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan persediaan bahan bakar
minyak semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.
f.     Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani menjerit karena harga gabah
menjadi anjlok atau turun drastic.

D.    Keadaan dan Kebijakan Politik pada Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
Dalam pemilu legislatif 2004, partai yang didirikan oleh SBY, yaitu Partai Demokrat,
meraih 7,45% suara. Kemudian pada 10 Mei 2004, tiga partai politik yaitu Partai Demokrat,
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, dan Partai Bulan Bintang secara resmi mencalonkannya
sebagai presiden dan berpasangan dengan kandidat wakil presiden Jusuf Kalla. Dalam masa
kepemimpinannya bersama Jusuf Kalla, beliau didukung oleh koalisi dari Partai Demokrat,
Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, dan Partai
Bulan Bintang.
Kemudian di pemilu 2009, SBY kembali menjadi calon presiden bersama pasangan barunya
yaitu Boediono dan kembali terpilih sebagai presiden Indonesia.
Dalam pemerintahan SBY ini, melakukan beberapa kebijakan politik diantaranya:
1.      Pembentukan Kabinet Bersatu
Pada periode kepemimpinannya yang pertama, SBY membentuk Kabinet Indonesia
Bersatu yang merupakan kabinet pemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla. Kabinet Indonesia Bersatu
dibentuk pada 21 Oktober 2004 dan masa baktinya berakhir pada tahun 2009. Pada 5
Desember 2005, Presiden Yudhoyono melakukan perombakan kabinet untuk pertama kalinya,
dan setelah melakukan evaluasi lebih lanjut atas kinerja para menterinya, Presiden melakukan
perombakan kedua pada 7 Mei 2007.
2.      Pembentukan Kabinet Bersatu jilid II
Pada periode kepemimpinannya yang kedua, SBY membentuk Kabinet Indonesia Bersatu
II yang merupakan kabinet pemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono bersama Wakil Presiden Boediono. Susunan kabinet ini berasal dari usulan partai
politik pengusul pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009 yang mendapatkan kursi
di DPR (Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan PKB) ditambah Partai Golkar yang bergabung
setelahnya, tim sukses pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009, serta kalangan profesional.
Susunan Kabinet Indonesia Bersatu II diumumkan oleh Presiden SBY pada 21 Oktober 2009 dan
dilantik sehari setelahnya.Pada 19 Mei 2010, Presiden SBY mengumumkan pergantian Menteri
Keuangan. Pada tanggal 18 Oktober 2011, Presiden SBY mengumumkan perombakan Kabinet
Indonesia Bersatu II, beberapa wajah baru masuk ke dalam kabinet dan beberapa menteri lainnya
bergeser jabatan di dalam kabinet.
3.      Menganut  konsep Trias Politika
Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut diberbagai
negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di suatu negara tidak boleh
dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga
negara yang berbeda.
Trias Politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3
lembaga berbeda: Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Legislatif adalah lembaga untuk membuat
undang-undang; Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang; dan Yudikatif
adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara keseluruhan,
menginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga
ataupun perseorangan manapun yang melanggar undang-undang.
Dengan terpisahnya 3 kewenangan di 3 lembaga yang berbeda tersebut, diharapkan
jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi pemerintahan oleh satu
lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and balances (saling koreksi, saling
mengimbangi). Kendatipun demikian, jalannya Trias Politika di tiap negara tidak selamanya
serupa, mulus atau tanpa halangan.
Konsep Trias Politika (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif) pada masa pemerintahan SBY
mengalami perubahan progresif, dimana konsep tersebut berusaha menempatkan posisinya
berdasarkan prinsip structural Sistem Politik Indonesia, yakni berdasarkan kedaulatan rakyat.
Pada masa pemerintahan SBY, hal tersebut benar-benar terimplementasikan, dimana rakyat bisa
memilih secara langsung calon wakil rakyat melalui Pemilu untuk memilih anggota dewan
legislaif, dan Pilpres untuk pemilihan elit eksekutif, sekalipun untuk elit yudikatif, pemilihannya
masih dilakukan oleh DPR dengan pertimbangan presiden.
4.      Sistem Kepartaian
Di Indonesia sendiri, selama masa pemerintahan SBY di tahun 2004-2009, sistem
kepartaian mengalami perubahan yang signifikan, dimana partai politik bebas untuk didirikan
asalkan sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku, serta tidak menyimpang dari
hakikat pancasila secara universal. Masyarakat Indonesia pun dapat memilih calon wakil rakyat
pilihan mereka secara langsung, hal tersebut tentu menunjukan apresiasi negara terhadap hak
dasar bangsa secara universal dalam konteks pembentukan negara yang demokratis.
5.      Politik Pencitraan
Politik pencitraan merupakan salah satu senjata ampuh yang digunakan para pemimpin
negara untuk mengambil hati rakyatnya. Pola politik pencitraan tentu digunakan oleh hampir
semua pemimpin negara di dunia, termasuk Presiden SBY. Selaku pemimpin negara, ia tentu
harus membentuk citra dirinya sebaik mungkin demi menjaga imej baiknya di mata masyarakat
Indonesia. Dalam melakukan politik pencitraan tersebut, Presiden SBY melakukanya dengan
beberapa hal, yang terbagi dalam konteks internal dan konteks eksternal.
Dalam konteks internal, politik pencitraan SBY dilakukan dengan menggunakan kapabilitas
internalnya, yakni dengan kapabilitas retorika atau kemampuan berbicara di depan umum. Dari
lima jenis retorika yang dikemukakan Aristoteles, Presiden SBY dinilai mengimplementasikan
Retorika tipe Elucotio, dimana pembicara memilih kata-kata dan bahasa yang tepat sebagai alat
pengemas pesanya ketika berbicara di depan umum. Selain hal tersebut, konteks internal disini
berkaitan dengan sikap bijak, kalem, dan legowo yang ditunjukan Presiden SBY kepada
masyarakat, dimana hal tersebut tentunya dapat berimplikasi terhadap penarikat rasa simpatik
masyarakat itu sendiri.
Dalam konteks eksternal, politik pencitraan SBY dilakukan dengan beragam aspek, salah
satunya adalah kampanye, dan introduksi prestasi positif SBY selama memerintah Indonesia. Hal
tersebut tentu dapat memicu ketertarikan rakyat Indonesia akan keberhasilan SBY dan menjadi
simpatik atasnya.
6.      Politik Luar Negeri
SBY berusaha memantapkan politik luar negeri Indonesia dengan cara meningkatkan
kerjasama internasional dan meningkatkan kualitas diplomasi Indonesia dalam rangka
memperjuangkan kepentingan nasional. Baru-baru ini Indonesia berani mengambil sikap sebagai
satu-satunya negara anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB yang bersikap abstain ketika
semua negara lainnya memberikan dukungan untuk memberi sanksi pada Iran.
SBY telah berhasil mengubah citra Indonesia dan menarik investasi asing dengan
menjalin berbagai kerjasama dengan banyak negara pada masa pemerintahannya, antara lain
dengan Jepang. Perubahan-perubahan global pun dijadikannya sebagai peluang. Politik luar
negeri Indonesia di masa pemerintahan SBY diumpamakan dengan istilah ‘mengarungi lautan
bergelombang’, bahkan ‘menjembatani dua karang’. Hal tersebut dapat dilihat dengan berbagai
insiatif Indonesia untuk menjembatani pihak-pihak yang sedang bermasalah.
Ciri politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan SBY, yaitu :
a)      Terbentuknya kemitraan-kemitraan strategis dengan negara-negara lain (Jepang, China, India,
dll).
b)       Terdapat kemampuan beradaptasi Indonesia terhadap perubahan-perubahan domestik dan
perubahan-perubahan yang terjadi di luar  negeri  (internasional).
c)      Bersifat pragmatis kreatif dan oportunis, artinya Indonesia mencoba menjalin hubungan dengan
siapa saja (baik negara, organisasi internasional, ataupun perusahaan multinasional) yang
bersedia membantu Indonesia dan menguntungkan pihak Indonesia.
d)     Konsep TRUST, yaitu membangun kepercayaan terhadap dunia Internasional. Prinsip-prinsip
dalam konsep TRUST adalah unity, harmony, security, leadership, prosperity. Prinsip-
prinsip dalam konsep TRUST inilah yang menjadi sasaran politik luar negeri Indonesia di tahun
2008 dan selanjutnya.

E.     Pembangunan Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono


a.       Bidang Ideolologi
Pada masa ini berbeda dengan masa Soekarno yang kental pertarungan ideologi, masa
pemerintahan SBY justru dipermudah akibat kebijakan Soeharto yang meredam pengaruh
ideologi, sehingga ketika SBY menjabat, pertarungan ideologi tak sehebat dulu, meskipun masih
cukup signifikan. Ideologi, justru inilah yang sedang menjadi permasalahan, ketika ideologi
adalah sebuah pijakan, terus terang saja bahwa bangsa kita untuk saat ini tidak punya pijakan,
karena terlalu banyak pijakan yang merasa paling benar, dan hanya bisa mengambil keputusan
berdasarkan kondisi masyarakat saja.
Menyadari kesalahan pendahulunya, SBY menyatakan partainya sebagai partai tengah,
yakni nasionalis-religius. Dengan begini, SBY tidak membangun kekuatan baru, namun
meletakkan dirinya dalam posisi netral, tidak memihak ideologi manapun. SBY melalui
partainya pun mengajak partai-partai lain baik Nasionalis maupun Islam untuk berkoalisi. Dan
sebisa mungkin, melalui pidatonya, SBY menggunakan kata-kata sedemikian rupa sehingga
tidak menyinggung kekuatan manapun, meskipun hal itu menyebabkan publik kurang mengerti
maksud dari SBY. Karena memposisikannya dirinya seperti itu, SBY pun dikritik sebagai sosok
yang peragu dan tidak tegas.
b.      Bidang Politik
Pembangunan Politik Pada Masa Pemerintahan SBY, diantaranya :
                                            i.            Pemberantasan mafia hukumRevitalisasi industri pertahanan.
                                          ii.            Penanggulangan terorisme..
                                        iii.            Mengatasi permasalahan listrik..
                                        iv.            Meningkatkan produksi dan ketahanan pangan..
                                          v.            Revitalisasi pabrik pupuk dan gula. Membenahi kompleksitas penggunaan
tanah dan tata ruang..
                                        vi.            Meningkatkan infrastruktur.
                                      vii.            Meningkatkan pinjaman Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah yang
dikaitkan dengan Kredit Usaha Rakyat. Mengenai pendanaan pembangunan.
                                    viii.            Usaha untuk menanggulangi perubahan iklim dan lingkunganReformasi
kesehatan dengan mengubah paradigma masyarakat
                                        ix.            Reformasi di bidang pendidikan.
                                          x.            Kesiap-siagaan dalam penanggulangan bencana alam.
                                        xi.            Koordinasi yang erat antara pemerintah pusat dan daerah dalam pembangunan
di segala bidang

c.        Bidang Kesejahteraan Sosial


Pada masa pemerintahan SBY, kesejahteraan sosial meningkat, diantaranya dengan
adanya program   sertifikasi guru, BLT, BOS untuk anak anak sekolah, subsidi BBM,
Jamkesmas dan Askin untuk kesejahteraan kesehatan masyarakan miskin.

d.      Bidang Kebudayaan


Pada masa pemerintahan ini kebudayaan reog dipatenkan menjadi milik Indonesia. Dan
batik dijadikan warisan budaya asli Indonesia oleh UNESCO yang tidak dapat diakui oleh negara
lain.

e.       Bidang Pertahanan dan Keamanan


Unsur aparatur negara yang secara langsung berfungsi menanganinya justru belum
optimal karena dampak masalah di masa silam yang kelam, ketika Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ABRI) – sekarang disebut Tentara Nasional Indonesia (TNI) – banyak
campur tangan terhadap urusan politik dan bisnis serta menerapkan sistem pemerintahan represif.
Padahal, hal itu bertentangan dengan konsep profesionalisme pertahanan-keamanan.
Ketidaktegasan dan ketidaksinkronan undang- undang yang mengatur keterlibatan TNI
dalam politik dan bisnis. Salah satu dampaknya adalah lambannya penyelesaian praktik-praktik
bisnis militer yang bermasalah. Di samping itu, masih banyak pula purnawirawan yang
menduduki jabatan politik strategis dengan cara memensiunkan diri dan menjadi warga sipil.
Selain itu, di era pascareformasi, ketika telah berlangsung upaya-upaya menghilangkan
represivitas militer, justru tercoreng dengan terjadinya kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM) di Timor-Timur (1999), konflik Maluku (1999), dan pemberlakuan darurat militer Aceh
(2003-2004).

F.     Kekurangan pada Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono


a.       Masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan Sekitar 150 juta
penduduk Indonesia tidak memiliki akses yang baik untuk air bersih.,serta tingkat kematian ibu
dan bayi yang terburuk di kawasan Asia.
b.      UU Ketenagakerjaan yang ada saat ini memiliki implikasi terhadap berkurangnya daya saing
Indonesia sebagai salah satu perekonomian padat karya di Asia.
c.       Mengenai UU Agraria dan peraturan pertanahan yang membuat investasi di bidang infrastruktur
menjadi suatu proses yang berbelit-belit.
d.      Suatu kenyataan bahwa Indonesia masih terpuruk sebagai salah satu negara yang paling korup di
dunia. Berdasarkan penelitian Transparency International dalam publikasinya yang berjudul
2009 Global Corruption Barometer, Indonesia dianggap sebagai negara paling korup di Asia
dengan lembaga legislatif sebagai institusi publik yang paling korup, disusul oleh lembaga
yudisial dan polisi.
e.       Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil mencatat, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan
Jusuf Kalla memperbesar utang dalam jumlah sangat besar. Posisi utang tersebut merupakan
utang terbesar sepanjang sejarah RI.
f.       Kebijakan menaikkan harga BBM 1 Oktober 2005, dan sebelumnya Maret 2005, ternyata
berimbas pada situasi perekonomian tahun-tahun berikutnya. Pemerintahan SBY-JK memang
harus menaikkan harga BBM dalam menghadapi tekanan APBN yang makin berat karena
lonjakan harga minyak dunia.
g.      Bencana alam yang sering terjadi di indonesia membuat para investor asing enggan berinvestasi
dengan alasan tidak aman terhadap ancaman bencana alam.
h.      Dianggap belum mampu menyelesaikan masalah bank CENTURY.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terjadi banyak kemajuan
di berbagai bidang. Hal ini dikarenakan kemajuan teknologi dan kebebasan berpendapat. Namun,
terdapat beberapa kemunduran juga. Kita tidak dapat melihat kesuksesan suatu pemerintahan
hanya dengan satu pandangan. Kita harus memandang dari berbagai sisi. Jika dibandingkan
dengan pemerintahan pada masa Orde Baru, memang dalam beberapa bidang terlihat
kemunduran. Tetapi bisa saja hal ini dikarenakan pada masa Orde Baru kebebasan pers dikekang
sehingga bagian buruk pada Orde Baru tidak terlihat. Di masa pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono, musyawarah mufakat diutamakan. Sehingga pengambilan kebijakan terkesan
lambat. Meski begitu, musyawarah mufakat ini dilakukan untuk kepentingan bersama. Sehingga
dapat dikatakan, pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono telah cukup berkembang
dibandingkan masa-masa sebelumnya dalam hal demokrasi.

B.       Saran
Kami menyarankan agar pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan rakyat kecil.
Karena dari pengamatan kami, rakyat kecil kurang diperhatikan pemerintah.  Meski laju
perekonomian Indonesia berkembang pesat, namun perkembangan itu hanya menguntungkan
golongan menengah keatas dan merugikan rakyat kecil sehingga kesenjangan sosial semakin
membentang lebar.
Kami juga menyarankan bagi segenap masyarakat Indonesia untuk turut berpartisipasi
dalam pemerintahan dengan memberikan masukan, kritikan, dan dukungan.

Anda mungkin juga menyukai