Anda di halaman 1dari 18

KATEGORI PENYUNTINGAN

Kelompok 2

Adinda Rafianty 1913041027

Bella Putri Serkom 1913041039

Nadila Pebri Madita Utami 1913041005

Fatma Maulidya 1913041015

Mata Kuliah : Penyuntingan

Dosen Pengampu : Dr. Edi Suyanto, M.Pd.

Rian Andri Prasetya, S.Pd,. M.Pd.

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, Segala puji bagi Allah SWT


karena atas segala karunia nikmat-Nya kami dapat menyusun makalah ini
dengan sebaik-baiknya. Makalah yang berjudul “Kategori
Penyuntingan” disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata
kuliah “Penyuntingan” yang diampu oleh Dr. Edi Suyanto, M.Pd. dan
Rian Andri Prasetya, S. Pd,. M.Pd.

Kami ucapkan terima kasih kepada seluruh anggota kelompok


yang telah berkontribusi dalam penulisan makalah ini sehingga dapat
diserahkan tepat pada waktunya. Semoga dibalas oleh Allah SWT dengan
ganjaran yang berlimpah.Makalah ini berisi tentang kategori
Penyuntingan berdasarkan bidang suntingan, kategori penyuntingan
berdasarkan bahan suntingan, dan berlatih menentukan kategori bidang
dan bahan suntingan. Dengan adanya makalah ini kami berjarap dapat
bermafaat bagi yang membaca. Demikian apa yang bisa kami sampaikan,
terima kasih.

Bandarlampung, 04 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1

1.3 Tujuan.............................................................................................................2

BAB II......................................................................................................................3

ISI.............................................................................................................................3

2.1 Kategori penyuntigan berdasarkan tingkat kesuitan......................................3

2.2. Kategori Penyuntingan berdasarkan objek....................................................3

2.3. Kategori penyuntingan berdasarkan organisasi dan fungsi-fungsinya..........5

2.4. Kategori penyuntingan berdasrkan bidang suntingannya.............................7

2.5. Kategori Penyuntingan berdasarkan bahan suntingan...................................9

2.5.1. Naskah Fiksi...........................................................................................9

2.5.2. Naskah Sastra........................................................................................10

2.5.3. Naskah Buku Sekolah...........................................................................11

BAB III..................................................................................................................13

PENUTUP..............................................................................................................13

3.1 Kesimpulan...................................................................................................13

3.2 Saran.............................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menyunting atau mengedit merupakan salah satu langkah yang penting dilakukan
sebelum menerbitkan suatu tulisan. Tugas seorang penyunting tidak hanya
sekadar memperbaiki naskah yang berkaitan dengan kaidah kebahasaan. Namun
seorang penyunting memiliki tugas yang cukup kompleks, seorang penyunting
harus merencanakan dan menyiapkan naskah sebelum benar-benar siap untuk
dipublikasikan.

Istilah menyunting tidak hanya diartikan sebagai mengedit naskah dalam dunia
penerbitan, meskipun istilah menyunting atau mengedit sangat terkenal dalam
dunia penerbitan tersebut, menyunting dapat diartikan berbeda-beda bergantung
bidang yang disunting, misalnya jurnalistik, film, dan televisi. Selain itu produk
dari suntingan atau editing ini sangat beragam, yaitu dapat berupa naskah, suara,
audio-visual, dan sebagainya.

Sebagaimana hal tersebut dalam makalah ini akan membahas mengenai kategori
penyuntingan berdasarkan bidang dan bahan suntingan. Hal-hal tersebut harus
dipahami seorang penyunting sebelum menyunting atau mengedit

1.2 Rumusan Masalah


Mencermati uraian latar belakang di atas , maka rumusan masalah ini sebagai
berikut:

1.2.1 Bagaimana kategori penyuntingan berdasarkan bidang suntingan?

1.2.1 Bagaimana kategori penyuntingan berdasarkan bahan suntingan?

1.2.3 Bagaimana berlatih menentukan kategori bidang dan bahan


suntingan?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini
sebagai berikut:

1.3.1 Mengetahui bagaimana kategori penyuntingan berdasarkan bidang


suntingan?

1.3.1 Mengetahui bagaimana kategori penyuntingan berdasarkan bahan


suntingan?

1.3.3 Mengetahui bagaimana berlatih menentukan kategori bidang dan


bahan suntingan?
BAB II

ISI

2.1 Kategori penyuntigan berdasarkan tingkat kesuitan


Menurut Supriyana (2018:2) penyuntingan naskah memiliki tingkat kesulitan
yang berbeda. Hal ini terkait dengan aspek suntingan yang terdapat dalam naskah.
Trim membagi tingkatan penyuntingan menjadi tiga kategori, yaitu (1)
penyuntingan ringan (lightediting), (2) penyuntingan menengah (medium editing),
dan (3) penyuntingan berat (heavyediting). Setiap tingkatan tersebut memiliki
jenis perbaikan yang berbeda, yaitu:

1. Penyuntingan ringan; penyuntingan ini terkait dengan beberapa aspek,


yaitu (1) menyunting mekanis, untuk memastikan konsistensi penerapan
gaya selingkung; (2) memverifikasi silang; (3) memperbaiki kesalahan tata
bahasa; (4) mengoreksi inkonsistensi factual; (5) mencatat semua bahan
grafis yang memerlukan izin penggunaan; dan (6) memberi semua elemen
cetak.
2. Penyuntingan medium; penyuntingan ini terkait dengan semua perbaikan
aspek pada penyuntingan ringan, tetapi dalam penyuntingan mediun ada
tindakan lain, yaitu (1) memperbaiki dan menata kalimat agar lebih efektif
dan (2) menambah keterangan atau definisi istilah untuk penjelasan.
3. Penyuntingan berat; penyuntingan ini terkait dengan semua perbaikan
aspek pada penyuntingan ringan, tetapi dalam penyuntingan berat ada
tindakan lain, yaitu (1) memperbaiki semua kerancuan bahasa, (2) menulis
ulang paparan yang rumit dan berteletele,dan (3) memverifikasi dan
merevisi semua fakta yang tidak tepat.

2.2. Kategori Penyuntingan berdasarkan objek


Jenis Penyuntingan Naskah dikategorikan oleh Tim Lembaga Penerbit Badan
Penelitian dan Pengembangan (2017 : 74-75) objek penyuntingan, aktivitas
penyuntingan dapat dibagi menjadi dua hal berikut.
a. Penyuntingan Mekanis (MechanicalEditing)
Penyuntingan mekanis adalah editing yang berfokus pada perbaikanhal-hal
mekanis, sepertipengetikan, tipografi, penggunaankata, penggunaan
kalimat, penggunaan paragraf, penggunaa nbahasa, penyajian data dan
fakta, serta pengutipan dan penggunaan sumber yang dilindungi hak cipta.
Penyuntingan mekanis dapat dilakukan secara manual dengan
menggunakan tanda-tanda koreksi atau secara komputer menggunakan
fitur Review pada aplikasi Word atau fitu rTools pada Adobe Acrobat
Pro. Penyuntingan mekanis dapat dilakukan editor LPB atau
editor lepas yang ditunjuk LPB. Lingkup penyuntingan mekanis
adalah :
1) Perbaikan kesalahan tik (typographicalerror);
2) Pemberian saran penyajian tata letak/perwajahan materi dalam hal
pilihan fonta, penempatan nomor halaman dan judul lelar
(runningtitle), penggunaan bingkai(border/frame), serta pewarnaan.
3) Perbaikan ejaan, pemilihan kata, penyajian kalimat, dan
penyajian paragraf.
4) Verifikasi antara nomor halaman dan daftar isi;
5) Verifikasi antara rujukan (catatan kaki, catatan perut, catatan
akhir) dan daftar rujukan/daftar pustaka;
6) Verifikasi antara kutipan dan daftar pustaka atau sumber kutipan;
7) Verifikasi sumber-sumber gambar;
8) Konsistensi penulisan/penyajian istilah, daftar rujukan, dan
daftar pustaka.

b. Penyuntingan Substantif (Substantive Editing)


Penyuntingan substantif mengarah pada penyuntingan materi secara
keseluruhan.Penyuntingan substantif hanya dilakukan oleh editor ahli yang
ditunjuk oleh LPB. Lingkup penyuntingan substantif yaitu :
1) Kepentingan materi untuk diterbitkan dari segi kebutuhan;
2) Kebenaran materi dihubungkan dengan bidang ilmu yang dibahas;
3) Keandalan materi dihubungkan dengan latar belakang penulis
dan terobosan penemuan/penelitian;
4) Kemutakhiran atau kebaruan materi (novelty).
5) Keruntutan dan koherensi dari segi struktur materi.

2.3. Kategori penyuntingan berdasarkan organisasi dan fungsi-fungsinya.


Kategori penyuntingan juga dapat dibagi berdasarkan organisasi dan fungsi-fungsi
pokok penyuntingan yang ada dalam sebuah penerbitan dapat diuraikan sebagai
berikut.

a. Penyunting utama (chief editor). Penyunting utama adalah orang yang


bertanggung jawab untuk mengoordinasikan kegiatanpenyuntingan.
Penyunting utama harus memiliki kemampuan kepemimpinan dan
manajerial yang memadai karena ia adalah pemimpin tertinggi bidang
penyuntingan. Ia harus mempunyai kemampuan profesional yang tinggi di
bidang teknis penyuntingan dibandingkan bidang lainnya, paling tidak ia
sudah memiliki jam terbang selama lima tahunsebagai penyunting.
Penyunting utama adalah orang yang memiliki jabatan tinggi di
penerbitan. Ia sudah lebih banyak berpikir strategis dalam hal penerbitan
buku. Ia memiliki intuisi yang baik terhadap haluan naskah yang akan
diterbitkan oleh penerbitnya.
b. Penyunting pengelola (managing editor). Penyunting dalam posisi ini
dalam jenjang bidangnya bisa disamakan dengan asisten manajer ataupun
manajer. Tugas dan tanggung jawab utamanya adalah mengelola alur
penerbitan dengan menyupervisi pekerjaan senior editor dan editor.
Penyunting Pengelola sebenarnya sudah tidak terkait dengan pekerjaan
teknis penyuntingan, kecuali memeriksa pembacaan naskah akhir atau
memeriksa tampilan kemasan luar, seperti tata letak, perwajahan, dan jilid
luar. Ia sudah mulai memikirkan hal-hal strategis dalam penerbitan, seperti
ide penerbitan, pengadaan naskah, dan terobosan yang mendukung
pencapaian visi serta misi penerbitan. Penyunting pengelola harus
memiliki wawasan perbukuan yang luas, misalnya mengikuti
perkembangan dunia buku lewat majalah, website, aktif dalam komunitas-
komunitas perbukuan. Dia pun harus memiliki hubungan baik dengan
jejaring penerbitan buku, seperti antarpenerbit, antarpenulis, maupun
antartoko buku. Selain itu, penyunting Pengelola harus dapat memberikan
solusi jika terdapat masalah dalam tim editorial.
c. Penyunting senior (senior editor). Penyunting Senior adalah penyunting
yang telah memiliki jam terbang paling tidak tiga tahun menjadi
penyunting naskah atau copyeditor. Ia sudah memiliki kepekaan untuk
menilai naskah sehingga ia dilibatkan dalam menentukan naskah layak
terbit atau tidak. Penyunting senior ini sudah dilibatkan dalam
pengambilan keputusan tentang pengemasan naskah, penentuan judul,
maupun penentuan desain dan visualisasi. Ia tidak lagi langsung berhadap-
hadapan dengan para penata letak dalam pekerjaan teknis, tetapi sudah
mulai mengakses bagian pemasaran. Penyunting Senior dalam struktur
organisasi penyuntingan mulai masuk ke bagian penerbitan yang
membawahkan penyunting akuisisi (pengadaan naskah) dan penyunting
pengembang (development editor).
d. Penyunting pemerolehan Naskah (Acquisition Editor). Di sebuah penerbit
besar, terutama di negara-negara yang tradisi perbukuannya lebih maju,
acquisition editor merupakan profesi penting karena punya akses
mengadakan naskah untuk penerbit. Kita ketahui bersama bahwa naskah
adalah sumber hidup penerbit. Banyak cara dan gagasan yang dilakukan
oleh seorang acquisition editor, seperti memburu penulis setelah ide
dipetakan, mengerjakan sendiri naskah, kontak dengan agen naskah, atau
mendatangi acara penting untuk mendapatkan penulis yang bisa dilejitkan.
Seorang acquisition editor memang diharapkan memiliki mobilitas tinggi,
bisa mengendarai kendaraan supercepat (motor atau mobil), paham
teknologi (terutama internet), punya akses ke sumber informasi (mirip
jurnalis). Jika memiliki penyunting seperti ini, ia merupakan aset berharga
penerbit karena menjadi pemasok naskah-naskah bagus untuk penerbit.
Acquisition editor tidak harus memiliki pemahaman EYD dan bahasa yang
baik karena tugas mereka lebih banyak yang berhubungan dengan
pengadaan naskah sehingga menuntut kemampuan komunikasi verbal
yang baik. Selain itu, ia juga harus memiliki intuisi yang baik tentang
pasar buku serta buku-buku yang siap meledak atau tokoh-tokoh yang
punya potensi untuk diungkit.
e. Penyunting pengembang (development editor). Development Editing
termasuk bidang baru dalam dunia penyuntingan atau editing naskah.
Bidang ini berkonsentrasi pada konteks atau kemasan sebuah naskah yang
membuat buku benar-benar powerful. Untuk itu, ada beberapa hal yang
melatari perlunya developmentediting dengan memperhatikan
kecenderungan ataupun tren yang terjadi pada masyarakat,terutama
pembaca sasaran yang dihubungkan dengan momentum tertentu
f. Penyunting pembantu (assistant editor). Editorial Assistant atau
penyunting pembantu melakukan pekerjaan seluruh aspek penerbitan
sebagai staf asisten senior editorial dalam administrasi pelaksanaan,
perencanaan, dan produksi buku, jurnal, majalah, dan terbitan lain. Tingkat
tanggung jawab dan kirasan tugas bergantung ada besar kecilnya
organisasi dan tipe penerbitan. Editorial assistants ini adalah awal dalam
karier editor. Kenaikan karier mungkin bisa saja ada, tetapi untuk
penerbitan kecil sebaiknya jika sudah memiliki pengalaman dan maju
dalam kemampuan pengeditan bisa dipindahkan ke penerbitan yang lebih
besar. Tugas editorial adalah bidang administrasi dan editorial. Tugasnya
menghubungi orang-orang yang terlibat dalam penerbitan dari menerima
teks dari penulis hingga menyerahkan ke bagian staf produksi.
g. Penyunting naskah (copyeditor). Dalam bidang penyuntingan, penyunting
naskah termasuk jenjang bidang penyunting yang paling rendah. Ia hanya
memiliki tanggung jawab dalam hal memeriksa naskah dan kemudian
mengevaluasinya secara kebahasaan maupun fungtuasi. Jadi, merupakan
penyunting yang paling banyak bergelut dengan naskah secara teknis.

2.4. Kategori penyuntingan berdasrkan bidang suntingannya


Pada praktiknya, kegiatan penyuntingan bukan hanya memperbaiki masalah
bahasa. Penyuntingan meliputi aspek yang lebih luas. Saat seorang editor bekerja
menyunting sebuah naskah ia akan bekerja berdasarkan jenisjenisediting berikut.
a. Penyuntingan mekanik (mechanicalediting)
Penyuntingan mekanik adalah memeriksa dan memperbaiki naskah
dari segi kebahasaan, ketepatan, serta kemudahan penggunaan. Dalam
penyuntingan ini editor menggunakan tanda-tanda koreksi untuk
dibubuhkan pada naskah oleh editor. Penyuntingan mekanik meliputi
aspek keterbacaan, kebahasaan, dan ketaatasasandengan mengacu pada
gaya selingkung penerbit.
b. Penyuntingan substantif (substantiveediting)
Penyuntingan substantif merupakan penyuntingan yang tergolong pada
penyuntingan sedang dan penyuntingan berat karena editor memeriksa
naskah yang meliputi ketelitian data/fakta, kejelasan, dan gaya bahasa,
dan kesopanan, serta ketepatan rincian produksi. Penyuntingan
substantif juga cenderung mengesahkan perubahan yang sangat
terhadap bagian-bagian tertentu naskah, bahkan penulisan ulang
naskah. Editing substantif contohnya melakukan perubahan struktur
naskah (bab atau subbab), perubahan gaya penulisan (misalnya dari
ilmiah akademis menjadi ilmiah populer), dan perubahan kuantitas
naskah (misanya naskah tebal menjadi naskah tipis atau dipecah
menjadi beberapa jilid buku seri).
c. Penyuntingan gambar (pictorialediting)
Editing piktorial berhubungan dengan editing visualisasi pada naskah,
seperti gambar,peta, denah, tabel, grafik, foto, maupun skema/bagan.
Editingpiktorial biasa dilakukan oleh para editor yang memiliki
wawasan di bidang desain komunikasi visual.
d. Baca pruf (proofreading)
Baca pruf (proofreading) merupakan kegiatan koreksi akhir pada
tahapan pruf (cetak coba) pertama dan pruf kedua. Pruf merupakan
naskah yang sudah ditataletak dan didesain seperti layaknya halaman-
halamanbuku jadi. Pada pruf masih memungkinkan terdapatnya
kekeliruan, seperti salah ketik, bagian yang hilang, bagian yang sama
karena copypaste, bagian yang salah tempat, ataupun koreksi yang
belum dimasukkan.
2.5. Kategori Penyuntingan berdasarkan bahan suntingan
Naskah terdiri dari berbagai macam, yakni naskah fiksi, naskah sastra, naskah
buku sekolah, naskah bacaan anak, naskah perguruan tinggi, naskah musik,
naskah biologi, naskah kamus, naskah ilmiah, naskah ilmiah populer, naskah
terjemahan, dan naskah matematika, fisika, dan kimia. Penyuntingan naskah-
naskah ini mempunyai ciri khasnya masing-masing.

2.5.1. Naskah Fiksi


Sebetulnya, naskah fiksi masih bisa dipilah-pilah menjadi naskah fiksi anak-anak,
naskah fiksi remaja, dan naskah fiksi dewasa. Aneka ragam naskah fiksi ini tentu
memiliki ciri tersendiri. Unsur yang tidak ditemukan dalam naskah fiksi, antara
lain, ialah sebagai berikut.

1. Sistematika bab (penomoran, subbab, dan sub-subbab).


2. Rumus-rumus
3. Tabel-tabel
4. Angka-angka, statistik dan nonstatistik.
5. Lampiran,Daftar pustaka, dan Indeks.

Paling tidak, unsur-unsur ini yang tidak ditemukan pada naskah fiksi. Itu berarti,
unsur yang ditangani penyunting naskah fiksi lebih sedikit dibandingkan dengan
unsur yang ditangani penyunting naskah nonfiksi. Ditilik dari segi ini, dapat
dikatakan bahwa menyunting naskah fiksi relatif (sekali lagi: relatif) lebih ringan
dibandingkan dengan menyunting naskah nonfiksi.Dengan kata lain, penyunting
naskah fiksi sebetulnya hanya menyunting teks naskah dan tidak dipusingkan
dengan tabel-tabel, rumusrumus, dan angka-angka. Oleh karena itu, sepanjang si
penyunting naskah dapat menyunting naskah dengan baik, tentu tidak ada
masalah. Penyunting naskah hanya memikirkan (a) apakah kalimat ini benar atau
tidak, atau (b) apakah kalimat ini dimengerti pembaca atau tidak. Selebihnya,
penyunting naskah hanya perlu memperhatikan, apakah dalam naskah ada
kalimatkalimat yang berbau SARA, berbau pornografi, dan mengandung salah
satu unsur yang dilarang dicetak dan diedarkan menurut ketentuan Kejaksaan
Agung RI. Sepanjang tidak ada masalah dengan butir a,b, dan c di atas, pekerjaan
penyunting naskah boleh berjalan terus. Akan tetapi, perlu ditekankan sekali,
dalam hal ini sangat diperlukan kepekaan penyunting naskah terhadap hal-hal
yang berbau SARA, pornografi, dan larangan dari Kejaksaan Agung. Mengapa
hal ini diperlukan? Jika penyunting naskah tidak peka, bukan tidak mungkin ada
kata, kalimat, atau gambar yang lolos kelak, yang bisa membuat buku itu dilarang.
Mengapa dilarang? Ada kemungkinan bahwa kata, kalimat, atau gambar tadi
termasuk salah satu kategori yang dilarang Kejaksaan Agung.

2.5.2. Naskah Sastra

Naskah sastra sebetulnya dapat juga digolongkan pada naskah fiksi. Akan tetapi,
tidak semua naskah fiksi dapat dikategorikan pada naskah sastra. Oleh karena itu,
naskah sastra perlu dibicarakan secara khusus.Pada prinsipnya, naskah sastra
dapat kita bagi menjadi tiga macam, yaitu prosa, puisi, dan drama. Novel,
novelet, dan cerpen termasuk ke dalam prosa.

Dalam menyunting naskah sastra, seorang penyunting naskah perlu hati-hati


karena cipta sastra dianggap unik. Mengapa dikatakan unik? Karena untuk
menciptakan kata-kata dan kalimat-kalimat dalam naskah sastra itu seorang
sastrawan biasanya berjuang dan bekerja keras. Kata-kata dan kalimatkalimat
karya sastra dipilih sedemikian rupa oleh sastrawan sehingga kata-kata dan dan
kalimat-kalimat itu secara keseluruhan menjadi karya sastra. Oleh karena itu,
seorang penyunting naskah tidak boleh sembarangan menyunting naskah sastra.
Jika ada hal-hal yang menimbulkan keraguan atau tidak dimengerti penyunting
naskah, sebaiknya dikonsultasikan pada penulis. Jadi, penyunting naskah jangan
langsung coret sana coret sini. Kita ambil contoh sastrawati Indonesia Nh. Dini.
Dalam novelnya yang berjudul Padang Ilalang di Belakang Rumah (Gramedia,
1987), Dini menggunakan tiga variasi kata sekaligus, yaitu kue, kuih, dan kueh.
Jika menjumpai ketiga bentuk kata ini, mungkin penyunting naskah akan mengira
bahwa Dini salah tik. Jika penyunting naskah mencoret kuih dan kueh, serta
menganggap kue yang benar, tentu akibatnya bisa fatal. Dini bisa marah dan tidak
mau lagi berhubungan dengan penerbit yang menerbitkan buku itu. Dalam kasus
seperti ini, sebaiknya penyunting naskah menyurati Nh. Dini terlebih dahulu.
Dalam surat itu, penyunting naskah menanyakan apakah ketiga bentuk itu akan
dipakai semuanya atau hanya salah satu yang dipakai. Keputusan terakhir tentu
diserahkan pada Nh. Dini. Setelah ada jawaban dari Nh. Dini, barulah penyunting
naskah memeriksa naskah kembali.

Jika ketiganya akan dipakai dalam naskah, tentu tidak ada salah satu bentuk yang
“dimenangkan.” Akan tetapi, jika Nh. Dini menggunakan salah satu bentuk saja
(kue atau kueh), bentuk lain tentu boleh dicoret. Sastrawan S. Takdir Alisjahbana
lain lagi cirinya. Sastrawan ini juga memiliki ciri tertentu. Sebagai ahli bahasa
Indonesia, Takdir selalu mengusulkan penggunaan keritik dan seteruktur untuk
kata yang biasanya ditulis kritik dan struktur. Dalam tulisan-tulisan Takdir, kita
akan menjumpai kata keritik dan seteruktur tadi. Meskipun menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia yang benar adalah kritik dan struktur, dalam naskah atau buku
Takdir sebaliknya kata keritik dan seteruktur yang digunakan.Ini hanya beberapa
ilustrasi mengenai bagaimana mestinya penyunting naskah memperlakukan
naskah sastra. Karena naskah sastra diciptakan dengan susah payah oleh si
sastrawan, seyogianya penyunting naskah tidak seenaknya mencorat-coret di sana-
sini. Jika sastrawan masih hidup, penyunting naskah tentu dapat berkonsultasi
padanya. Masalahnya akan timbul tatkala sastrawan sudah meninggal. Dalam hal
ini, penyunting naskah tentu dapat bertanya pada pakar sastra yang ada dan yang
mengetahui persoalannya.

2.5.3. Naskah Buku Sekolah


Buku sekolah atau buku pelajaran berbeda dengan buku umum, buku
fiksi, dan buku sastra. Buku sekolah mempunyai ciri-ciri khas yang tidak dimiliki
oleh buku jenis atau ragam lain. Oleh karena itu, naskah buku sekolah harus
ditangani secara khusus pula. Secara umum dapat dikatakan bahwa buku sekolah
harus: (1). mengandung nilai/unsur pendidikan, (2) sesuai dengan kurikulum dan
garis-garis besar program pengajaran (GBPP) yang berlaku, (3) dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah isi dan materinya, dan (4) disajikan dengan
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ada dua pihak yang menjadi penerbit buku
sekolah di Indonesia, yaitu pihak pemerintah dan pihak swasta. Jika buku itu
diterbitkan pemerintah, tentu tidak ada masalah lagi. Buku itu dijamin baik dan
tidak perlu diawasi oleh Pemerintah.Lainhalnya dengan buku sekolah terbitan
swasta.

Buku sekolah terbitan swasta diawasi oleh Pemerintah melalui


Departemen Pendidikan Nasional RI. Pengawasan itu sudah dilakukan Pemerintah
sejak tahun 1975 dan masih berlangsung sampai sekarang. Secara reguler,
Departemen Pendidikan Nasional (melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah atau disingkat Ditjen Dikdasmen) membuka masa penilaian buku
sekolah bagi penerbit-penerbit swasta Penerbit swasta dipersilakan mengirimkan
buku sekolah terbitannya untuk dinilai oleh Ditjen Dikdasmen. Biasanya, hasil
penilaian buku swasta itu ada tiga macam, yaitu (1) buku memenuhi syarat, (2)
buku tidak memenuhi syarat, dan (3) buku memenuhi syarat, tetapi harus direvisi
terlebih dahulu. Buku yang sudah memenuhi syarat akan disahkan dengan surat
keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen
Dikdasmen).

Dengan adanya pengesahan itu, buku sekolah itu dapat digunakan di


sekolah-sekolah. Buku yang tidak memenuhi syarat, otomatis tidak mendapat
pengesahan dari Dirjen Dikdasmen. Dengan kata lain, buku itu tidak
diperkenankan atau diizinkan dipakai di sekolah. Buku yang memenuhi syarat
tapi perlu direvisi, akan dikembalikan ke penerbitnya. Setelah penerbit (tentu
sesudah berkonsultasi dengan penulis buku) merevisi buku) merevisi buku itu
sesuai dengan saran tim penilai, kelak buku itu akan disahkan penggunaannya.
Dengan demikian, buku itu boleh digunakan di sekolah. Unsur-unsur yang dinilai
oleh tim penilai Ditjen Dikdasmen, yaitu: (1) segi isi/materi, (2) segi dasar/haluan
negara dan keamanan nasional, (3) segi bahasa, dan (4) segi fisik/grafika.Jika
salah satu segi di atas tidak memenuhi syarat, tentu buku itu akan disahkan oleh
Dirjen Dikdasmen. Jadi, keempat segi di atas harus lulus agar buku itu bisa
memperoleh pengesahan dari Dirjen Dikdasmen.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menyunting atau mengedit merupakan salah satu langkah yang penting
dilakukan sebelum menerbitkan suatu tulisan. Tugas seorang penyunting tidak
hanya sekadar memperbaiki naskah yang berkaitan dengan kaidah kebahasaan.
Namun seorang penyunting memiliki tugas yang cukup kompleks, seorang
penyunting harus merencanakan dan menyiapkan naskah sebelum benar-benar
siap untuk dipublikasikan.

Kategori penyuntingan berdarkan tingkat kesulitan memiliki jenis


perbaikan yang berbeda antara lain, penyuntingan ringan, penyuntingan medium,
dan penyuntingan berat. Kategori penyuntingan berdasarkan objek antara lain,
penyuntingan mekanis dan penyuntingan subtansif. Ketegori penyuntingan
berdasarkan organisasi dan fungsi-fungsinya antara lain, penyunting utama,
penyunting pengelola, penyunting senior, penyunting pemerolehan naskah,
penyungting pengembang, penyunting pembantu, dan penyunting naskah.
Kategori penyuntingan berdasarkan bidang suntingannya antara lain,
penyuntingan mekanik, penyuntingan substansif, penyuntingan gambar, dan baca
pruf. Kategori penyuntingan berdasarkan bahan suntingan.

3.2 Saran
Dalam makalah ini telah dibahas mengenai kategori penyuntingan
berdasarkan bidang suntingan, kategori penyuntingan berdasarkan bahan
suntingan, dan berlatih menentukan kategori bidan dan bahan suntingan. Maka
dari itu, setelah kita dapat memhami topik ini, diharapkan kita mampu
memahaminya. Dan juga kami menyarankan kepada pembaca agar dapat mencari
sumber bacaan lain atau referensi lain yang terkait dengan topik ini karena kami
menyadari bahwa materi yang disajikan di makalah ini tentu banyak kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA

Supriyana, A. (2018). Penyuntingan Aspek Kebahasaan dalam Naskah Berbahasa


Indonesia. Arkhais-Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra Indonesia, 9(2), 133-
138.

Tim Lembanga Penerbitan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.


(2013). Pedoman Penerbitan Lembaga Penebit Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Kementrian Kesehatan.

Hariadi. (2021). Keredaksian dan Penyuntingan. Yogyakarta : Penerbit Tunas


Gemilang Press.

Ganjar. Widyasari. Yulia, Nursetyawathie. Modul 1. Hakikat Penyuntingan


(Penyuntingan Teks Terjemahan).

Kisyani, Laksono. Parmin, Jack. Modul 1 : Hakikat dan Ruang Lingkup


Penyuntingan

Anda mungkin juga menyukai