Anda di halaman 1dari 12

Proposal Pengkajian

MANAJEMEN SENI DEAF ART COMMUNITY


SEBAGAI TERAPI ALTERNATIF DIFABEL
DISABILITAS

Oleh:
Theodora Elgavasi Putrijati
NIM: 1410033026

PROGRAM STUDI TATA KELOLA SENI


JURUSAN SENI MURNI
FAKULTAS SENI RUPA
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
2017
LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL

Usulan/Proposal Skripsi (Pengkajian/Penciptaan/Perancangan) yang berjudul:

MANAJEMEN SENI DEAF ART COMMUNITY

Nama: Theodora Elgavasi Putrijati


NIM: 1410033026
Program Studi Tata Kelola Seni

Telah melalui ujian seminar pada 15 Juni 2017 dan disetujui oleh seluruh
penguji.

Yogyakarta, 15 Juni 2017


Ketua Jurusan Tata Kelola Seni

-----------------------------
NIP. ……………….
A. Latar Belakang

Dalam perkembangan teknologi dalam era modern dewasa ini seharusnya banyak
kemudahan yang mampu dicapai oleh pihak-pihak tertentu guna mendukung sarana dan
prasarana. Kaitannya dengan kemajuan dalam pemanfaatan bidang variable untuk
mendukung stakeholder tertentu. Tentu kita tau dalam memaksimalkan kinerja jalannya
suatu stakeholder diperlukan strategi dan cara yang beragam. Melihat kurang kritisnya
penanganan serta tindakan yang nyata dalam sebuah perusahaan, kelompok, komunitas
maupun organisasi tertentu perlu adanya pemecahan masalah sebagai suatu bentuk nyata
yang dapat dilakukan untuk memperbaiki infrastruktur yang masih kurang. Pembahasan
tentang bagaimana cara menata ruang, mengelola stakeholder yang seharusnya dapat
dimaksimalkan dan dinikmati semua kalangan tanpa terkecuali serta menghilangkan
deskriminasi terhadap kalangan tertentu akan saya sampaikan melalui penelitian
mengenai pengelolaan seni sebagai media untuk menghapus kesenjangan antara kaum
difabel atau disabilitas terhadap pegiat seni.
Galeri ataupun museum yang berperan di dalam aktivitas seni seharusnya mampu
untuk memberikan fasilitas tertentu terhadap semua orang dari berbagai lapisan dan
kalangan. Komunitas serta kelompok non elite yang memiliki kegiatan seni untuk
masyarakat selayaknya mampu membantu mengurangi adanya kesenjangan sosisal.
Namun yang terjadi hanya sebagian yang sadar dan bertindak untuk hal tersebut.
Kehidupa berkesenian nampaknya menjadi komoditi tertentu dalam suatu kalangan.
Padahal seharusnya seni dapat menjadi sebuah sarana komunikasi yang baik dan mudah
untuk diterima masyarakat luas tanpa adanya batasan-batasan tertentu. Istilah “seni itu
bebas” kini dipertanyakan apakah seni mampu menjadi media bagi semua orang? Ya,
tentunya bisa dan sangatlah mampu. Keprihatinan yang terjadi karena tidak adanya
sarana dan prasarana dalam sebuah galeri dan museum seni untuk kaum difabel atau
disabilitas membuat saya melakukan penelitian yang nantinya dapat diterapkan dalam
kegiatan seni seluruhnya.
Bagaimana kaum difabel atau disabilitas dapat menerima seni sebagai media
alternative dan sarana untuk terapi menjadikan kesenian dapat semakin diterima di semua
kalangan. Pengelolaan galeri atau museum serta semua tempat yang berfungsi sebagai
kehidupan berkesenian mampu memberikan pelayanan yang baik terhadap kaum difabel
atau disabilitas. Setiap tanggal 3 Desember diperingati sebagai Hari Disabilitas Sedunia.
Para penyandang disabilitas adalah bagian dari masyarakat dunia. Melalui konvensi PBB
tentang hak penyandang disabilitas - Convention On The Rights of Persons with
Disability (CRPD), yang kemudian diratifikasi oleh pemerintah RI dengan undang-
undang nomor 19 tahun 2011. Dunia bergerak untuk memberikan sebuah perubahan
positif pada penyandang disabilitas. Mereka tentu berhak mendapatkan hak untuk turut
berpartisipasi aktif dalam kegiatan di masyarakat. Sama seperti halnya mereka yang tidak
menyandang disabilitas. Pada sekitar tahun 2000 Institut Seni Indonesia pernah menolak
calon mahasiswa yang merupakan kaum difabel. Kejadian teirsebut sangatlah
memprihatinkan, namun ketika beberapa kali menolak calon mahasiswa yang memiliki
kelainan khusus justru mereka mampu dan lebih maju. Contohnya pada calon mahasiswa
yang buta warna mendaftar di Fakultas Seni Rupa, Ia sekarang justru mampu meniti karir
sebagai komikus di media cetak.
Penyandang disabilitas yang dalam percakapan sehari-hari disebut sebagai orang cacat,
sering dianggap sebagai warga masyarakat yang tidak produktif, tidak mampu
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sehingga hak-haknya pun diabaikan. Di
Indonesia, berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat,
jelaslah bahwa kesetaraan dan non-diskriminasi merupakan salah satu syarat dari
terbukanya berbagai akses bagi orang dengan disabilitas. Undang-undang tersebut
mengandung berbagai hak terkait penyandang disabilitas, yakni dalam bidang-bidang
pendidikan, ketenagakerjaan, kesetaraan dalam pembangunan dan dalam menikmati hasil
pembangunan, aksesibilitas, rehabilitasi dan kesejahteraan sosial, serta pengembangan
bakat dan kehidupan sosial secara setara. Secara hukum dan peraturan, pemenuhan hak
pendidikan bagi setiap warga negara termasuk difabel telah dijamin oleh Undang-
Undang. Dalam UUD 1945 pasal 28 C (1) dinyatakan bahwa “Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.
Pada pasal 1 (1) “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”.1

1
(http://www.indopositive.org/2014/12/pendidikan-dan-penyandang-disabilitas.html)
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana strategi pengelolaan Deaf Art Community sebagai jembatan kamun


difabel?

C. Tujuan Penelitian

Memberikan wacana bagi semua kalangan untuk lebih dekat pada media untuk
terbuka dengan kaum difabel melalui jembatan seni. Mampu menyusun strategi dalam
pengelolaab kegiatan seni sebagai jalan terapis bagi kaum difabel atau disabilitas.
Mengembangkan penerapan seni dalam berbagai variable demi mengurangi kesenjangan
social pada kaum difabel atau disabilitas.

D. Manfaat
a. Bagi mahasiswa sebagai pengetahuan tentang pentingnya pengelolaan seni di
dalam komunitas.
b. Bagi institusi/lembaga pendidikan sebagai bahan yang dapat dikaji dan
menjadikan pengkajian dengan subyek penelitian ini mendapat respon dan
bermanfaat bagi lembaga pendidikan yang berhubungan dengan manajemen, seni
dan kesehatan psikologis.
c. Bagi masyarakat luas agar tidak ada diskriminasi terhadap penyandang difabel
dan disabilitas, Memberikan wacana bagi semua kalangan untuk lebih dekat pada
media untuk terbuka dengan kaum difabel melalui jembatan seni. Mampu
menyusun strategi dalam pengelolaab kegiatan seni sebagai jalan terapis bagi
kaum difabel atau disabilitas. Mengembangkan penerapan seni dalam berbagai
variable demi mengurangi kesenjangan social pada kaum difabel atau disabilitas.

E. Tinjauan Pustaka

Kajian yang mendekati penelitian ini adalah kajian yang ditulis oleh Mary
Bassano (1992) dalam buku “Healing with Music and Color” tentang manfaat music
dan warna bagi kesehatan membahas bagaimana nada music dan energi warna dapat
dimanfaatkan untuk penyembuhan fisik, emosional, dan mental. Kendati praktis dan
mudah diikuti, metode-metode yang Mary Bassano tulis didasarkan pada telaah spiritual.
Tujuannya berkaitan dengan bagaimana menyembuhkan diri sendiri dan diri orang lain
dengan music dan warna yang mengandung energy alam yang sublim. Dalam bukunya
“Healing with Music and Color” memberikan pelajaran tentang asal-usul dan manfaat
warna dalam mengubah hidup, musik serta nada yang memberi kedamaian dan
bagaimana cakra tubuh tujuh pusat penyembuhan berjalinan dengan musik dan warna.
Konsep dalam tulisan Mary Bassano menerangkan bahwa kita semua merupakan
mahkluk spiritual yang mudah menyerap energy positif dan energy negative. Energi-
energi tersebut bisa memicu ketidakseimbangan yang membuat kita stress, depresi, sakit
secara fisik dan hampa secara spiritual. Yang harus dilakukan ialah menepis energy
negatif dan menyerap energi positif, sehingga pikiran tenang kesehatan meningkat dan
keseimbangan emosi dan mental terus terjaga.
Berikutnya tentang Kajian I Gusti Made Bagiadi (2006) dalam tulisannya
“Pemberdayaan Kelompok Usaha Bersama Penyandang Cacat di Kecamatan Mengwi,
Kabupaten Badung (Perspektif Kajian Budaya)”. Penelitian tersebut membahas
pemberdayaan penyandang cacat yang diorganisasikan melalui KUBE berdasarkan
keterampilan yang dimiliki dan peranan pemerintah dalam mendukung pemberdayaan
untuk mencapai kesejahteraan. Dalam penelitian I Gusti Made Bagiadi (2006:176)
disimpulkan bahwa meskipun ada sedikit kendala, baik sifatnya internal maupun
eksternal, secara umum pemberdayaan KUBE penyandang cacat ditemukan dua di
antaranya tergolong maju, satu berkembang dan sisanya tumbuh. Faktor yang
menyebabkan belum semua KUBE penyandang cacat maju adalah di satu sisi belum ada
kesungguhan KUBE penyandang cacat itu sendiri terutama keaktifan pengurusnya dalam
menjalankan organisasi.
Sebaliknya di sisi lain adanya kelemahan dalam pengembangan bakat
kewirausahaan mereka sendiri. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada hal yang
diberdayakan. Dalam penelitian Bagiadi yang diberdayakan adalah KUBE yang terbentuk
berdasarkan keterampilan yang dimiliki anggotanya. Tujuan pembentukannya adalah
untuk berproduksi dalam mencapai kesejahteraan. Sebaliknya penelitian yang
dilaksanakan oleh peneliti adalah anak tunarungu yang di didik melalui pendidikan
keterampilan vokasional di sekolah sehingga mempunyai bekal untuk hidup mandiri di
masyarakat, sedangkan persamaannya adalah sama-sama membahas pemberdayaan
penyandang cacat.
Selannjutnya pada buku yang ditulis Rosleny Marliani,M.Si.(2013) Psikologi
Eskperimen mengatakan bahwa tujuan eksperimen adalah mengamati (observation)
akibat yang ditimbulkan dari perlakuan. Mempelajari hubungan sebab-akibat, yang
dilakukan dengan memberikan perlakuan kepada subjek penelitian yang dikembangkan
untuk mempelajari fenomena dalam kerangka hubungan sebab-akibat, yang dilakukan
dengan memberikan perlakuan kepdaa subjek penelitian untuk kemudian mempelajari/
mengobservasi efek perlakuan tersebut dengan mengendalikan variabel yang tidak
dikehendaki.
Dari sisi lain, sebagai suatu ilmu, psikologi juga bertujuan mengembangkan prinsip-
prinsip yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah yang diahadapi oleh manusia.
Sebagai cabang ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri maka dalam psikologi, semua
penjelasan mengenai tingkah laku manusia didasarkan pada pemikiran dan penelitian
ilmiah. Hal ini yang mendasari psikologi eksperimen.
Berikutnya sumber yang diperlukan sebagai acuan dalam penanganan langsung
subjek yang diteliti berhubungan dengan kaum disabilitas yang memiliki ganguan mental,
buku yang disusun oleh Mary Baradero, SPC, MN; Mary Wilfrid Dayrit, SPC, MN dan
Anastasia Maratning, SPC, MN (2010) Kesehatan Mental Psikiatri : Seri Asuhan
Keperawatan menjelaskan tentang kesehatan jiwa atau psikiatri. Untuk mempermudah
penulisan dalam penelitian, buku ini membantu memberikan pembahasan dan
mempraktikan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa. Pembahasannya yaitu
mengenai dasar-dasar keperawatan kesehatan mental, teori neurobiology dan
psikofarmologi, teori dan terapi psikososial, kesadaran diri dan penggunaan diri secara
terapiutik, marah, bermusuhan dan agresi, ansietas dan gangguan ansietas, skizofrenia,
gangguan mood dan bunuh diri.
Kemudian dalam “Konsep dan Perspektif Praktik Keperawatan Profesional edisi
2” oleh Robert Priharjo, M.Sc, S.Kp, RN (2005), memaparkan perlunya paying hokum
yang didukung oleh pemerintah dan Negara. Reformasi hukum di Indonesia
memengaruhi praktik pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan melalui
praktik keperawatan professional. Dalam era globalisasi, perawat dituntut memiliki
kompetensi yangdapat bersaing dengan negara lain, Salah satu kompetensi tersebut
adalah memahami hukum-hukum yang berlaku dan berkaitan dengan praktik kesehatan
atau keperawatan.
Pengetahuan tentang hukum yang berkaitan dengan praktik keperawatan sangat
penting mengingat tingginya tingkat pendidikan masyarakat sehingga meningkatnya pula
tuntutan terhadap pelayanan kesehatan professional yang aman dan dapat
dipertanggungjawabkan.

F. Metode Pengkajian
a. Metode Pendekatan
Dalam pengkajian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif
dengan pendekatan fenomenologi. Fenomenologi adalah ilmu tentang esensi-
esensi kesadaran dan esensi ideal dari obyek-obyek sebagai korelasi dengan
kesadaran. Fenomenologi juga merupakan sebuah pendekatan filosofis untuk
menyelidiki pengalaman manusia. Fenomenologi bermakna metode pemikiran
untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan
yang ada dengan langkah-langkah logis, sistematis kritis, tidak berdasarkan
apriori/ prasangka, dan tidak dogmatis. Fenomenologi sebagai metode tidak hanya
digunakan dalam filsafat tetapi juga dalam ilmu-ilmu sosial dan pendidikan.
Dalam penelitian fenomenologi melibatkan pengujian yang teliti dan seksama
pada kesadaran pengalaman manusia. Konsep utama dalam fenomenologi adalah
makna. Makna merupakan isi penting yang muncul dari pengalaman kesadaran
manusia. Untuk mengidentifikasi kualitas yang essensial dari pengalaman
kesadaran dilakukan dengan mendalam dan teliti.
Salah satu gagasan terpenting dari paradigma fenomenologi yang menjadi
landasan pemikiran dalam penelitian kualitatiif adalah gagasan tentang bagaimana
seharusnya peneliti didalam memandang realitas sosial, fakta sosial atau
fenomena sosial yang menjadi masalah didalam penelitian. Menurut paradigm
fenomenologi bahwa realitas itu tidak semata-mata bersifat tunggal, objektif,
terukur (measurable), dan dapat ditangkap oleh pancaindera sebagaimana
pandangan dari paradigma positivisme.
Fenomena yang tampak yaitu refleksi dari realitas yang tidak berdiri sendiri
karena ia memiliki makna yang memerlukan penafsiran lebih lanjut.
Fenomenologi menerobos fenomena untuk dapat mengetahui makna (hakikat)
terdalam dari fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

b. Populasi dan Sampel


Populasi
 Populasi umum adalah seluruh anggota Deaf Art Comunity
 Populasi targetnya adalah seluruh pengelola dan semua yang
terlibat di kegiatan seni DAC

Sampel

 Anggota Deaf Art Comunity, Robi sebagai anggota dan


berkesenian di DAC.
 Pengelola Deaf Art Comunity, Broto sebagai pengelola DAC.
 Pengelola di luar anggota Deaf Art Comunty, Ikhsan yang pernah
membantu penyelenggaraan pementasan teater dengan DAC.

G. Daftar Pustaka

Buku

Bassano, Mary, Healing with Music and Color, Yogyakarta, Rumpun, 1992

I Gusti Made Bagiadi, dalam buku “Pemberdayaan Kelompok Usaha


Bersama Penyandang Cacat di Kecamatan Mengwi, Kabupaten
Badung (Perspektif Kajian Budaya)” 2006

Marliani, Rosleny, Psikologi Eskperimen, Bandung, Pustaka Setia, 2013

Damajanti, Irma, Psikologi Seni, Bandung, Kiblat Buku Utama, 2013


Kamus

Pusat Bahasa Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi


Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka

H. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai