Anda di halaman 1dari 128

TESIS

PENGEMBANGAN SIMPUL PERPINDAHAN


MODA ANGKUTAN UMUM DI PUSAT KOTA MAKASSAR

DEVELOPMENT OF PUBLIC TRANSPORT INTERCHANGE


IN MAKASSAR CENTRAL BUSINES DISTRIC

ARIEF HIDAYAT

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
PENGEMBANGAN SIMPUL PERPINDAHAN
MODA ANGKUTAN UMUM DI PUSAT KOTA MAKASSAR

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi
Teknik Transportasi

Disusun dan diajukan oleh

ARIEF HIDAYAT

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
iii
iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertandatangan di bawah ini

Nama : Arief Hidayat

Nomor Mahasiswa : P290211001

Program Studi : Teknik Transportasi

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar -

benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan

tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat

dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya

bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 19 Agustus 2013

Yang menyatakan

Arief Hidayat
v

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Berkat dan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul :

Pengembangan Simpul Perpindahan Moda Angkutan Umum Di Pusat Kota

Makassar. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu persyaratan dalam

menyelesaikan program studi Magister Teknik Transportasi Program

Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Atas bantuan dan dukungan yang secara langsung, maupun tidak

langsung yang telah Kami terima, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan

terima kasih yang tulus pada ALLAH SWT yang memberikan Kemudahan dan

Berkash selama penyusunan thesis ini. Ucapan terima kasih yang tak terhingga

saya haturkan buat orang tua saya Dra. Dewi Anggraini dan Drs. Syamsuddin

yang memberikan semangat, kasih lembut kepada penulis sehingga tesis ini

dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih saya haturkan yang sebesar –

besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Shirly Wunas, DEA dan Prof. Dr. H. Tahir Kasnawi,

SU, yang telah mau membimbing penulis dengan semangat dan ketulusan. Para

penguji yaitu Prof. Dr-Ing. M.Y. Jinca, M.STr, Dr. Ir. Ria Wikantari, M.Eng dan Dr.

Ir. Sumarni Hamid Aly, MT yang telah menguji dan memberikan saran dan

masukan yang konstruktif bagi tulisan ini.

Terimakasih kam haturkan kepada Prof.Dr-Ing. M.Y. Jinca, M.STr sebagai

Ketua Prodi dan seluruh jajaran di Prodi Teknik Transportasi yang telah banyak

membantu selama kami menjadi mahasiswa.. Terima kasih kepada Rektor

Universitas Hasanuddin serta Direktur dan seluruh jajaran Program Pasca

Sarjana Unhas yang telah memberikan pelayanan yang terbaik selama kami
vi

sebagai mahasiswa. Terima kasih buat istri dan anak tercinta yang telah

mendukung selama ini. Teruntuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu

persatu terima kasih semoga mendapat keberkahan bagi kita semua.

Dengan segala kemampuan yang ada serta mengingat terbatasnya

pengalaman dan pengetahuan, kami sepenuhnya menyadari bahwa thesis ini

masih jauh dari sempurna, baik dalam pengungkapan, pokok pikiran, tata

bahasa maupun kelengkapan pembahasannya. Semoga dengan hasil dari

penelitian kami dalam thesis ini dapat berguna bagi yang membutuhkan.

Makassar, 19 Agustus 2013

Arief Hidayat
vii

ABSTRAK

Arief Hidayat. Pengembangan Simpul Perpindahan Moda Angkutan Umum Di


Pusat Kota Makassar. (Dibimbing oleh Shirly Wunas dan Tahir Kasnawi)

Kawasan pusat Kota Makassar memiliki tumpah tindih 8 trayek Makassar


yang menyebabkan angkutan umum menaikkan dan menurunkan penumpang
disembarang tempat. Penelitian ini bertujuan 1) Menganalisis karakteristik simpul
perpindahan moda ditinjau terhadap spasial dan system transportasi angkutan
umum di Pusat Kota Makassar dan 2) Membuat konsep pengembangan simpul
perpindahan moda transportasi angkutan umum di Pusat Kota Makassar. Metode
yang digunakan yaitu deskriptif, , klasifikasi jalan rute, moda serta biaya dan
waktu perjalanan. Analisis Bangkitan Perjalanan dan sebaran pergerakan.
Analisis skalogram dan analisis GIS dengan guna lahan, klasifikasi jalan, feeder,
dan simpul eksisting.
Hasil penelitian Karakteristik simpul di perpindahan moda ditinjau terhadap
spasial ditemukan 10 simpul dengan ciri-ciri penggunaan lahan lain yang
bercampur atau mix used seperti perdagangan dan jasa, permukiman,
perkantoran, wisata, rumah sakit, pendidikan dan RTH dan Karakteristik simpul
perpindahan moda ditinjau terhadap system transportasi angkutan umum yaitu
ditemukan 4 karakter moda yaitu a) Dari rumah dengan jalan kaki - simpul -
Angkutan umum - lokasi kegiatan, b) Dari rumah naik ojek – simpul – -
Angkutan umum - lokasi kegiatan, c) Dari rumah naik bentor – simpul – -
Angkutan umum - lokasi kegiatan dan d) Dari rumah dengan jalan kaki -
simpul - Angkutan umum - simpul - Angkutan umum - lokasi kegiatan. Konsep
pengembangan simpul perpindahan moda di TOD Angkutan Umum terbentuk 10
simpul dengan Pengembangan 1 TOD Simpul, 6 TOD Koridor dengan Halte 1
TOD Koridor dengan dengan Tempat Pemberhentian Bus dan 1 TOD Koridor
dengan sistem parkir atau Park and Ride.

Kata Kunci : Simpul, Moda, Transportasi, Spasial


viii

ABSTRACT

Arief Hidayat. Development Of Public Transport Interchange In Makassar Central


Busines Distric. (Supervised By Shirly Wunas And Tahir Kasnawi)

Makassar city center area has overlapping route Makassar 8 causes of


public transport passengers up and down the disembarang place. This study aims
1) to analyze the characteristics of modal transfer nodes in terms of the spatial and
the system of public transportation in Makassar City Center and 2) Making
development concept node displacement modes of public transportation in
Makassar City Center. The method used is descriptive, classification of road
routes, modes as well as the cost and time of travel. Trip Generation and
distribution analysis of the movement. Schallogram analysis and GIS analysis of
the land use, classification of roads, feeder, and the existing node.
The results in the displacement of node characteristics in terms of the
spatial modes found 10 nodes with characteristics other mixed land use or mix
used as trade and services, housing, offices, tourist, hospital, education and RTH
and node characteristics in terms of the modal transfer system public
transportation modes are found 4 characters public transport modes are a) From
house by walk - node - Public transport - the location of activities, b) From house
ride by motorcycles – node - Public transport - the location of activities, c) From
house taking “bentor” – node - Public transport - the location of activities and d)
From house by walk – node - Public transport – node - Public transport - the
location of activities.Concept development in the TOD node modal transfer Public
transport formed 10 nodes with 1 TOD Node, 6 TOD Corridor 1 TOD Corridor with
stops at the Bus Stop and The TOD Corridor 1 with system the Park and Ride.

Keywords: Nodes, Mode, Transport, Spatial


ix

DAFTAR ISI

SAMPUL i

SAMPUL II ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS iv

PRAKATA v

ABSTRAK vii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xvi

DAFTAR PETA xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Masalah Penelitian 5

C. Tujuan Perencanaan 6

D. Manfaat Studi 6

E. Ruang Lingkup Penelitian 6

F. Sistematika Penulisan 7

BAB II DAFTAR PUSTAKA 9

A. Tataguna Lahan Dan Transportasi 9

1. Interaksi tata guna lahan dan transpotrasi 9

2. Aksesibilitas dan mobilitas 11

B. Bangkitan dan Tarikan Pergerakan 15

C. Moda dan Rute Pengangkutan Penumpang 17


x

1. Moda Angkutan Umum 17

2. Pemilihan Rute Angkutan Umum 20

D. Simpul Perpindahan Moda 21

1. Simpul dengan Sistem Transit Oriented Development (TOD)21

2. Simpul dengan Halte 25

3. SImpul dengan Parkir (Park and Ride) 27

E. Penelitian Terkait 27

F. Kerangka Konsep 29

BAB III METODE PENELITIAN 31

A. Lokasi dan Waktu Penelitian 31

B. Jenis Penelitian 31

C. Metode Pengumpulan Data 32

1. Data dengan Variabel Spasial 32

2. Data Variabel Transportasi 33

D. Populasi dan Sampel 34

E. Teknik Analisis Data 35

F. Defenisi Operasional 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 42

A. Gambaran Umum Kota Makassar 42

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 42

1. Batas Administrasi 44

2. Kondisi Demografi 47

a) Jumlah dan Kepadatan Penduduk 47

b) Penduduk berdasarkan jenis kelamin 49


xi

c) Penduduk menurut umur 50

3. Kondisi Penggunaan Lahan 51

4. Ketersediaan Fasilitas 55

a) Fasilitas Pendidikan 55

b) Fasilitas Kesehatan 56

c) Fasilitas Perekonomian 56

5. Kondisi Sistem Pergerakan 58

a) Jaringan Jalan 58

b) Rute Angkutan Umum 60

C. Karakteristik Responden di Permukiman 64

1. Klasifikasi mata pencaharian 64

2. Status Rumah Tinggal Penduduk 66

3. Kepemilikan kendaraan 67

4. Jenis Moda Transportasi Pilihan 68

5. Jarak Permukiman ke Tempat Mengambil Moda dan

Cara menempuhnya 70

6. Biaya Transportasi 72

7. Masukan Konsep Simpul dari Penduduk di Permukiman 74

D. Analisis Simpul Perpindahan Moda 79

E. Analisis Simpul Perpindahan Moda Ditinjau Terhadap

Spasial 79

1. Analisis Sebaran pergerakan (Asal Tujuan) 79

2. Analisis Guna Lahan, Klasifikasi Jalan dan Simul 84

F. Analisis Simpul Perpindahan Moda Ditinjau Terhadap

Sistem Transportasi 86
xii

1. Pemilihan Moda 86

2. Pemilihan Rute 87

3. Waktu Perjalanan 88

H. Konsep Pengambangan Simpul Perpindahan Moda 90

1. Proximity (kedekatan) dengan Jaringan Pengumpan 90

2. Skalogram Untuk Menentukan Wilayah Pelayanan

dan system transit 92

3. Analisis Spasial Untuk Menentukan Simpul Potensial dan

Sistem Transit 95

4. Konsep Moda di Transit (Bus dan Becak) 103

BAB V PENUTUP 104

A. Kesimpulan 104

B. Saran 105

DAFTAR PUSTAKA 106

LAMPIRAN KUESIONER 1

LAMPIRAN KUESIONER 2
xiii

DAFTAR TABEL

No. Uraian Hal.

1 Klasifikasi Pergerakan Orang Di Perkotaan Berdasarkan 12


Maksud Pergerakan

2 Jarak Halte Dan TPB 27

3 Jenis Data Serta Sumber Data 33

4 Rumus Matriks asal tujuan (MAT) pergerakan 36

5 Distribusi Dan Kepadatan Penduduk Kota Makassar 43


Tahun 2008

6 Luas dan Persentasi Wilayah Lokasi penelitian 44


Berdasarkan Wilayah Administrasi

7 Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Lokasi 47


penelitian Tahun 2012
8 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jumlah 59
KK Tiap Kelurahan di Wilayah Lokasi penelitian Tahun
2012
9 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur Tiap Kelurahan di 51
Wilayah Lokasi penelitian Tahun 2012
10 Jenis dan Luas Penggunaan Lahan di Wilayah Lokasi 52
penelitian Tahun 2013

11 Jumlah Fasilitas Pendidikan Di Lokasi penelitian Tahun 55


2012

12 Jumlah Fasilitas Kesehatan Di Pusat Kota Makassar 56


Tahun 2012
xiv

13 Jumlah Fasilitas Perdagangan Di Lokasi penelitian Tahun 57


2012

14 Jumlah Fasilitas Hotel dan Penginapan Di Lokasi 57


penelitian Tahun 2012

15 Jasa Perbankan dan Koperasi Di Lokasi penelitian Tahun 58


2012

16 Kondisi Prasarana Jaringan Jalan 59

17 Rute Trayek Angkutan Pete-pete di Lokasi Penelitian 62

18 Klasifikasi Mata Pencaharian Penduduk 64

19 Status Rumah Tinggal Penduduk 66

20 Penduduk Berdasarkan Jumlah Kepemilikan Kendaraan 67

21 Moda Transportasi yang paling diminati 68

22 Alasan dalam memilih Moda Transportasi Pete-pete 69

23 Jarak ke tempat mengambil moda 70

24 Cara Mengambil Moda Angkutan Umum Pete-pete 72

25 Biaya Transportasi per KK 73

26 Pendapat Penduduk tentang biaya Transportasi 73

27 Angkutan Massal yang diinginkan 78

28 Lokasi Titik-Titik Simpul di Lokasi penelitian 79

29 Matriks Asal Tujuan yang Berasal dari Bangkitan 82


Permukiman

30 Waktu Perjalanan Penduduk dari lokasi asal- lokasi tujuan 89

31 Skalogram Ketersediaan Fasilitas Umum di Lokasi 94


penelitian
xv

32 Skalogram Sistem Transit di Setiap Simpul 95

33 Perencanaan Simpul Potensial dan Sistem Transit 97

34 Konsep Pengembangan Simpul di Lokasi penelitian 98


xvi

DAFTAR GAMBAR

No. Uraian Hal.

1 Asal Tujuan Pergerakan 17

2 Typikal Layout TOD 23

3 Kerangka Konsep 30

4 Kepadatan Penduduk berdasarkan Tiap Kelurahan 39


di Wilayah Lokasi penelitian

5 Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin 50


di Wilayah Lokasi penelitian

6 Persentasi luas Penggunaan Lahan di Wilayah Lokasi 52


penelitian

7 Penggunaan Lahan di Lokasi penelitian 53

8 Klasifikasi Mata Pencaharian Penduduk 65

9 Status Rumah Tinggal Penduduk 66

10 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kepemilikan Kendaraan 68

11 Pemilihan Moda Transportasi 69

12 Jarak tempuh tempat mengambil moda 71

13 Pendapat mengenai Biaya Transportasi 74

14 Keinginan Masyarakat Berpindah Moda 75

15 Pendapat Penduduk tentang Angkutan Massal Kota 76


Makassar

16 Pendapat tentang Lalu Lintas di Makassar 77

17 Angkutan Massal yang diinginkan 78


xvii

DAFTAR PETA

No. Uraian Hal.

1 Lokasi Pengambilan Responden Rumah Tangga 35

2 Kawasan Pusat kota (Kecamatan Wajo dan Ujung 45


Pandang)

3 Peta Pembagian Wilayah Kelurahan Wajo-Ujung Pandang 46

4 Penggunaan Lahan di Kecamatan Wajo-Ujung Pandang 54

5 Peta Klasifikasi Jaringan Jalan 60

6 Track Lintasan Rute Angkutan Pete-pete 63

7 Peta Analisis Lokasi Feeder dan Simpul 92

8 Peta Analisis Spasial Bangkitan ke Simpul 101

9 Peta Konsep Pengembangan Simpul di Lokasi penelitian 102


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Transportasi perkotaan di banyak negara berkembang menghadapi

permasalahan dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis.

Permasalahan yang terjadi bukan saja disebabkan oleh terbatasnya

prasarana transportasi yang ada, tetapi juga sudah ditambah lagi dengan

permasalahan lainnya. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumberdaya,

khususnya dana, kualitas dan kuantitas data yang berkaitan dengan

transportasi, kualitas sumber daya manusia, urbanisasi yang cepat, tingkat

disiplin yang rendah, dan lemahnya perencanaan dan kontrol membuat

permasalahan transportasi menjadi semakin parah. Salah satu fungsi

perkotaan ialah memberikan fasilitas untuk pertukaran barang dan jasa,

dari dan antarlokasi kegiatan ekonomi yang tersebar, yang mengakibatkan

terjadinya pergerakan barang dan orang. Oleh karena itu, ukuran, bentuk

struktur dan efisiensi dari daerah perkotaan dipengaruhi oleh sistem

transportasi. Transportasi merupakan sebuah sistem yang terdiri dari

tiga subsistem, yaitu sistem aktivitas, sistem pergerakan dan sistem

jaringan. Sistem aktivitas di dalam kota terdiri dari berbagai aktivitas seperti:

industri, perumahan, perdagangan, jasa, dan lain-lain. Aktivitas tersebut

berlokasi pada sebidang lahan dan saling berinteraksi satu sama lain

membentuk tata guna lahan. Interaksi tersebut mengakibatkan timbulnya

pergerakan manusia antar tata guna lahan. (Tamin, 2002)


2

Perjalanan terjadi karena orang melakukan aktifitas di tempat yang

berbeda dengan daerah tempat mereka tinggal. Artinya keterkaitan antar

wilayah ruang sangat berperan dalam menciptakan perjalanan. Menurut Tamin

(2002) pola perjalanan dibagi dua yaitu perjalanan tidak spasial dan

perjalanan spasial. Konsep mengenai ciri perjalanan tidak spasial (tanpa batas

ruang) di dalam kota, misalnya mengenai mengapa orang melakukan

perjalanan, kapan orang melakukan perjalanan, dan jenis angkutan yang

mereka gunakan. Sedangkan konsep mengenai ciri perjalanan spasial

(dengan batas ruang) di dalam kota berkaitan dengan distribusi spasial tata

guna lahan yang terdapat di dalam suatu wilayah. Dalam hal ini, konsep

dasarnya adalah bahwa suatu perjalanan dilakukan untuk melakukan kegiatan

tertentu di lokasi yang dituju, dan lokasi tersebut ditentukan oleh tata guna

lahan kota tersebut.

Pertambahan volume dan frekuensi kegiatan yang ada juga akan diikuti

dengan tuntutan penyediaan ruang yang berfungsi untuk mengakomodasi

kegiatan-kegiatan baru tersebut. Ruang terbuka yang berada di kawasan dalam

kota semakin menyusut, maka tidak semua pertambahan tuntutan akan ruang

baik untuk permukiman maupun kegiatan-kegiatan lainnya dapat

diakomodasikan, sehingga penambahan permukiman dan ruang kegiatan-

kegiatan lainnya tersebut dilaksanakan diluar kawasan perkotaan yang sudah

terbangun , atau dilahan-lahan terbuka yang masih berupa lahan pertanian

yang letaknya tidak jauh dari kawasan perkotaan. Disinilah latar belakang

terjadi perluasan kenampakan fisikal kekotaan ke arah luar terjadi yang dikenal

dengan urban sprawl.


3

Proses urban sprawl ini mengakibatkan bertambah luasnya lahan

kekotaan terbangun (urban built-up land) dan dari sinilah kawasan peri urban

dikenali. Menurut Andreas (1942) dalam Yunus (2008) pengertian kawasan

peri urban adalah suatu zona yang didalamnya terdapat percampuran antara

struktur lahan kedesaan dan lahan kekotaan (the intermingling zone of

characteristically urban land use structure). Terkait urban sprawl maka

perkembangan kota mendesak kearah tepi kota atau biasa disebut Pheri Urban.

Kawasan peri urban merupakan kawasan yang berdimensi multi, hal ini

dikarenakan pengkaburan makna sekitar perkotaan, yang berarti memiliki

makna sifat kekotaan dan sifat kedesaan. Pengidentifikasian kawasan peri

urban sangat sulit jika dilihat dari dimensi non-fisikal, oleh karena itu pada tahap

pengenalan kawasan peri urban hanya didasarkan pada istilah kedesaan

maupun kekotaan dari segi fisik morfologi yang diindikasikan oleh bentuk

pemanfaatan lahan non-agrarisversus penggunaan lahan agraris. Dari sisi ini

wilayah perkotaan merupakan suatu wilayah yang didominasi oleh bentuk

pemanfaatan lahan non-agraris, sedangkan wilayah kedesaan adalah wilayah

yang didominasi oleh bentuk pemanfaatan lahan agraris.

Perluasan kawasan perkotaan banyak dijumpai dengan terbentuknya

sub-urban dimana bagian dari populasinya tetap bekerja di pusat kota.

Perkembangan sub-urban ini biasanya tidak hanya dalam bentuk pemukiman

baru melainkan juga disertai jenis-jenis aktivitas lainnya. Penduduk dari

kawasan seperti ini yang bekerja di kawasan pusat kota tiap hari harus

melakukan perjalanan untuk bekerja (Filianti, 2005).

Seperti halnya kota lain di Indonesia, Kota Metropolitan Mamminasata

(Makassar, Maros, Sungguminasa dan Takalar) yang menjadi pusat dari koridor
4

pembangunan di Sulawesi Selatan dan Kawasan Timur Indonesia (KTI)

mengalami permasalahan yang transportasi yang serius (Aglomerasi

Transportasi Maminasata, 2007). Mamminasata sebagai salah satu kota

metropolitan dengan jumlah penduduk lebih dari 2,4 juta (BPS Kota Makassar,

2012) telah mengalami peningkatan pergerakan secara tidak proporsional.

Pergerakan tersebut disebabkan oleh pertumbuhan kegiatan di Kota Makassar

yang mengakibatkan kecenderungan masyarakat disekitarnya (Maros,

Sungguminasa dan Takalar) melakukan perjalanan menuju tempat tujuan

kegiatan di Makassar baik itu berupa kegiatan bekerja, sekolah, rekreasi,

belanja dan lain-lain.

Disisi lain sistem transportasi di Kota Makassar dan wilayah sekitarnya

yang didominasi oleh angkutan umum (pete-pete) dinilai tidak efektif dan

efisien. Hal tersebut disebabkan oleh terjadi tumpang tindih trayek, kapasitas

layanan jalan mendukung sistem pergerakan, kurang terjaminnya keselamatan,

kenyamanan dan ketepatan waktu perjalanan, rendahnya aksesibilitas dan

kurang optimalnya pelayanan angkutan umum. Dari data terminal pembantu

Kota Makassar 2008 memperlihatkan untuk pusat Kota terhadap 8 trayek yaitu

trayek Makassar ke Sungguminasa, Trayek A, B, B1, C, D, H, I, J dan S dengan

jumlah armada 2910 unit angkutan pete-pete, dengan potensi penumpang

mencapai 20370 penumpang setiap harinya. Sehingga daerah pusat kota

sangat tinggi dari segi pergerakan angkutan umum. Untuk setiap simpul saat ini

hanya terbatas “ngetem” atau pete-pete menaikkan dan menurunkan

penumpang tanpa ada konsep yang jelas mengenai simpul angkutan umum di

Kota Makassar.
5

Pada tahun 2009 tercatat sekitar 553.035 unit kendaraan yang beredar di

Kota Makassar dan terjadi peningkatan sekitar 5-7% kendaraan pertahun. Dari

angka tersebut sebesar 360.122 unit adalah kendaraan roda dua (BPS Kota

Makassar). Saat ini telah terjadi penurunan tingkat pelayanan jalan dengan

(V/C ratio) dari 0,36 sampai 0,83 atau kondisi yang sangat berpotensi terjadinya

tundaan atau kemacetan (RTRW Kota Makassar, 2006). Dan diprediksi oleh

Dinas Perhubungan Tahun 2012 pada tahun 2020 tingkat pelayanan jalan

akan mencapai tingkat pelayanan F dimana arah arus terhambat, macet, terjadi

antrian panjang dan volume lalu lintas turun drastis. Tingkat kepadatan

penduduk di Kota Makassar berdasarkan klasifikasinya dibedakan atas 3

bahagian yaitu; kepadatan tinggi, sedang dan rendah. Kepadatan tertinggi

berada di wilayah Kecamatan Makassar dengan kepadatan penduduk sebesar

33.399 jiwa/km2, kepadatan penduduk terendah berada di Kecamatan

Biringkanaya dengan jumlah sebesar 2.630 jiwa/km2 (BPS Kota Makassar,

2012). Demikian pula halnya dengan pola penyebaran penduduk terjadi secara

tidak merata. Data yang diperoleh menunjukkan pola penyebaran penduduk di

Kota Makassar secara umum terakumulasi di pusat kota dan pusat-pusat

pertumbuhan kota.

Berdasarkan hal diatas salah satu komponen dari perencanaan sistem

transportasi adalah perencanaan terhadap simpul sektor transportasi tersebut,

baik berupa fasilitas terminal, halte maupun parkir yang berfungsi sebagai

simpul pergerakan. Kebutuhan terhadap simpul pergerakan sangat penting

sebagai wujud pelayanan terhadap kegiatan pergerakan pelayanan moda

angkutan umum, serta menghindari akumulasi perpindahan dimulai dari simpul

pergerakan di masa yang akan datang.


6

B. Masalah Penelitian

1. Bagaimana karakteristik simpul perpindahan moda ditinjau terhadap spasial

(guna lahan) di Pusat Kota Makassar?

2. Bagaimana karakteristik simpul perpindahan moda ditinjau terhadap

jaringan transportasi angkutan umum di Pusat Kota Makassar?

3. Bagaimana konsep pengembangan simpul perpindahan moda transportasi

angkutan umum di Pusat Kota Makassar?

C. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis karakteristik simpul perpindahan moda ditinjau terhadap

spasial (guna lahan) di Pusat Kota Makassar

2. Menganalisis karakteristik simpul perpindahan moda ditinjau terhadap

jaringan transportasi angkutan umum di Pusat Kota Makassar

3. Menyusun konsep pengembangan simpul perpindahan moda transportasi

angkutan umum di Pusat Kota Makassar

D. Manfaat Studi

Studi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat berguna untuk

pengembangan disiplin ilmu perencanaan transportasi.

2. Bagi Masyarakat dan Pengambil Kebijakan Kota Makassar sebagai bahan

masukan dalam sebuah kajian empiris di Pusat Kota Makassar mampu

memberikan masukan yang menyangkut pergerakan penduduk serta


7

pengelolaan wilayah Kota Makassar serta transportasi wilayah Kota

Makassar.

E. Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang Lingkup Wilayah dan Deleniasi Kawasan Pusat Kota

Ruang lingkup wilayah atau lokasi studi yang dijadikan objek penelitian

berada di Pusat Kota Makassar mengambil wilayah 2 Kecamatan yaitu

Kecamatan Wajo dan Kecamatan Ujung Pandang dengan mengambil seluruh

simpul atau tempat masyarakat naik dan turun moda angkutan umum di pusat

Kota Makassar.

2. Ruang Lingkup Materi

Pembahasan materi ditekankan pada pengembangan simpul

perpindahan Moda dengan variabel system transportasi dan variabel spasial.

Variabel system transportasi dengan indikator moda angkutan, rute, waktu dan

biaya perjalanan. Untuk indikator variabel spasial yaitu bangkitan dan aktifitas

ruang.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari beberapa

bagian meliputi:

Bagian Pertama, menjelaskan kondisi latar belakang, rumusan masalah,

tujuan, manfaat, lingkup penelitian, serta sistematika penulisan.


8

Bagian kedua, menjabarkan tentang tinjauan pustaka yang dapat mendukung

dalam melakukan analisis antara lain tentang sistem transportasi, Hubungan

dengan guna lahan dan pengembangan simpul perpindahan moda.

Bagian ketiga, menjelaskan mengenai pendekatan studi dan perencanaan,

lokasi dan waktu perencanaan, jenis, sumber dan teknik pengumpulan data,

teknik sampling, teknik analisis data serta definisi operasional.

Bagian keempat, menjelaskan tentang gambaran umum serta hasil analisis

yang telah didapatkan dari pembahasan yang telah dilakukan.

Bagian kelima, merupakan kesimpulan dan saran terhadap hasil penelitian dan

perencanaan yang telah dilakukan.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tataguna Lahan Dan Transportasi

1. Interaksi Tata Guna Lahan Dan Transportasi

Hubungan antar tata guna lahan dan transportasi sangatlah penting,

bermacam-macam pola pengembangan lahan menghasilkan bermacam-

macam kebutuhan akan transportasi, sebaliknya bentuk susunan sistem

transportasi mempengaruhi pola pengembangan lahan, hubungan yang saling

mempengaruhi merupakan dasar bagi peramalan kebutuhan perjalanan yang

menggunakan “output” dari model tata guna lahan sebagai “input”, dengan

asumsi bahwa tata guna lahan yang berbeda membangkitkan tingkat kegiatan

dan perjalanan yang berbeda pula. Konsep-konsep tersebut bahwa

perencanaan tata guna lahan dapat dikatakan berkorelasi erat dengan sistem

transportasi, keduanya saling mempengaruhi guna lahan menimbulkan

bangkitan yang membutuhkan transportasi untuk perjalanan dan transportasi

dapat berfungsi sebagai pendorong untuk wilayah-wilayah terpencil dan terisolir

sehingga berdampak pada peningkatan penggunaan lahan.

Black (1991) dalam Tamin (2002), menyatakan bahwa jumlah perjalanan

yang dihasilkan berhubungan dengan jenis penggunaan lahan dan intensitas

kegiatan yang berlangsung pada lahan tersebut. Bangkitan lalu lintas yang

dihasilkan oleh setiap penggunaan lahan merupakan gambaran mengenai

perannya di dalam sosial ekonomi.


10

Menurut Fidel Miro (2005), tata guna lahan merupakan pengaturan

pemanfaatan lahan pada lahan yang masih kosong disuatu lingkup wilayah

(baik tingkat nasional, regional maupun lokal) untuk kegiatan-kegiatan tertentu.

Tata guna lahan tidak hanya mengatur pemanfaatan suatu lahan, akan tetapi

bagaimana aksesibilitas guna lahan yang satu dengan yang lainnya sehingga

pemanfaatan lahan dapat lebih efektif dan efisien. Untuk mewujudkan hal

tersebut maka penataan lahan sekalian dilakukan penataan sistem transportasi

yang dapat meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas antar tata guna lahan.

Selanjutnya dikatakan bahwa sistem transportasi merupakan gabungan

elemen-elemen atau komponen-komponen:

a. Prasarana (jalan dan terminal)

b. Sarana (kendaraan)

c. Sistem pengoperasian (yang mengkoordinasi sarana dan prasarana)

Hal ini berarti bahwa pengembangan sistem transportasi untuk mendukung

kelancaran mobilitas manusia antar tata guna lahan dalam memenuhi

kebutuhan kehidupan ekonominya adalah mengembangkan salah satu

komponen atau elemen tersebut diatas atau bisa juga ketiganya secara

bersamaan kalau keadaan memungkinkan, misalnya kalau ketersediaan dana

melimpah.

Sedangkan menurut Khisty dan Lall (2003), mengemukakan bahwa tata

guna lahan adalah salah satu faktor utama yang menentukan pergerakan dan

aktivitas. Suatu proses berbentuk siklus yang menghubungkan transportasi dan

aktivitas-aktivitas tata guna lahan dapat memberikan jawaban-jawaban

fundamental bagi pola-pola tata guna lahan dan kebutuhan-kebutuhan

transportasi sepanjang masa.


11

Selanjutnya menurut Blunden (1971) serta Blunden dan Black (1984) dalam

Khisty (2003), konsep yang mendasari hubungan tata guna lahan dan

transportasi adalah aksesibilitas. Dalam konteks yang paling luas, aksesibilitas

berarti kemudahan melakukan pergerakan diantara dua tempat. Aksesibilitas

meningkat dari sisi waktu atau uang ketika pergerakan menjadi lebih murah.

Selain itu, kecenderungan untuk berinteraksi juga akan meningkat ketika

pergerakan menurun.

2. Aksesibilitas dan Mobilitas

Hubungan antara sistem tata guna lahan dengan sistem transportasi,

dimana sistem tata guna lahan yang terbentuk karena kebijakan pemerintah

suatu wilayah dan bagaimana sistem transportasi melayani, akan memberikan

tingkat kemudahan tertentu bagi berbagi zona (tata guna lahan) yang ada di

wilayah tertentu untuk saling berhubungan, selanjutnya akan terjadi mobilitas

yang tinggi antara petak-petak lahan tersebut. Itu berarti tingkat kemudahan

(akses) dapat mempengaruhi mobilitas (pergerakan). Adapun ciri-ciri

pergerakan adalah sebagai berikut

Ciri pergerakan spasial, adalah semua ciri pergerakan yang berkaitan

dengan aspek spasial, seperti Sebab terjadinya pergerakan, sebab terjadinya

pergerakan dapat di kelompokkan berdasarkan maksud perjalanan. Biasanaya

maksud perjalanan dikelompokkan sesuai dengan ciri dasarnya, yaitu berkaitan

dengan ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan agama (Tamin, 2002). Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:


12

Tabel 1. Klasifikasi Pergerakan Orang Di Perkotaan Berdasarkan Maksud

Pergerakan

Klasifikasi
Aktivitas Keterangan
Perjalanan
1. Ekonomi 1. Ke dan dari Jumlah orang yang bekerja tidak tinggi,
a. Mencari nafkah tempat kerja sekitar 40-50% penduduk. Perjalanan
b. Mendapatkan 2. Yang berkaitan yang berkaitan dengan pekerjaan
barang dan dengan bekerja termasuk:
pelayanan a. Pulang ke rumah
b. Mengangkut barang
c. Ke dan dari rapat
Ke dan dari toko dan
keluar untuk Pelayanan hiburan dan rekreasi di
keperluan pribadi klasifikasikan secara terpisah, tetapi
pelayanan medis, hukum dan
kesejahteraan termasuk disini.
2.Sosial 1. Ke dan dari Kebanyakan fasilitas terdapat dalam
Menciptakan, rumah teman lingkungan keluarga dan tidak
menjaga hubungan 2. Ke dan dari menghasilkan banyak perjalanan
pribadi tempat
pertemuan bukan
di rumah
3. Pendidikan 1. Ke dan dari Hal ini terjadi pada sebagian besar
sekolah, kampus penduduk yang berusia 5-22 tahun . di
dan lain-lain Negara sedang berkembang jumlahnya
sekitar 85% penduduk

4. Rekreasi dan 1. Ke dan dari Mungunjungi restoran, kunjungan sosial,


Hiburan tempat rekreasi termasuk perjalanan pada hari libur
2. Yang berkaitan
dengan
perjalanan dan
berkendaraan
untuk rekreasi

5. kebudayaan 1. Ke dan dari Perjalanan kebudayaan dan hiburan


tempat ibadah sangat sulit di bedakan
2. Perjalanan bukan
hiburan ke dan
dari daerah
budaya serta
pertemuan politik
Sumber: LPM-ITB (1996,1997ac) dalam Tamin, 2002

Waktu terjadinya pergerakan, sangat tergantung pada kapan seseorang

melakukan aktivitasnya sehari-hari. Dengan demikian waktu perjalanan sangat

tergantung pada maksud perjalanan. Perjalanan ke Tempat kerja atau

perjalanan dengan maksud bekerja biasanya merupakan perjalanan yang

dominan.
13

Jenis sarana angkutan yang digunakan, dalam melakukan perjalanan,

orang biasanya dihadapkan pada pilihan jenis angkutan seperti mobil, angkutan

umum, pesawat terbang atau kereta api. Dalam menentukan pilihan jenis

angkutan orang mempertimbangkan berbagai faktor yaitu maksud perjalanan,

jarak tempuh, biaya dan tingkat kenyamanan.

Menurut Black (1981) dalam Tamin (2002), aksesibilitas merupakan konsep

yang menggabungkan sistem tata guna lahan secara geografis dengan sistem

jaringan transportasi yang menghubungkannya, dimana perubahan tata guna

lahan yang menimbulkan zona dan jarak geografis di suatu wilayah atau kota,

akan mudah dihubungkan oleh penyediaan prasarana dan sarana angkutan.

Adapun faktor-faktor yang menentukan tinggi rendahnya akses adalah:

 Faktor waktu tempuh, faktor ini sangat ditentukan oleh ketersediaan

prasarana transportasi dan sarana transportasi yang dapat dihandalkan

 Faktor biaya atau ongkos perjalanan, biaya perjalanan ikut berperan

dalam menentukan mudah tidaknya tempat tujuan tercapai, karena

ongkos perjalanan yang tidak terjangkau mengakibatkan orang (terutama

kalangan ekonomi bawah) enggan atau bahkan tidak mau melakukan

perjalanan.

 Faktor intensitas kepadatan guna lahan, padatnya kegiatan pada suatu

petak lahan yang telah diisi dengan berbagai macam kegiatan, akan

berpengaruh pada dekatnya jarak tempuh berbagai kegiatan tersebut, dan

secara tidak langsung hal tersebut akan mempertinggi tingkat kemudahan

pencapaian tujuan.
14

 Faktor pendapatan orang yang melakukan perjalanan, pada umumnya

orang mudah melakukan perjalanan jika di dukung oleh kondisi ekonomi

yang mapan, walaupun jarak perjalanan jauh.

Sedangkan menurut Tamin (2002), aksesibilitas adalah ukuran potensial

atau kesempatan untuk melakukan perjalanan, selain itu juga menghitung

jumlah perjalanan itu sendiri. Ukuran ini menggabungkan sebaran geoegrafis

tata guna lahan dengan kualitas sitem jaringan transportasi yang

menghubungkannya. Dengan demikian aksesibilitas dapat digunakan untuk

menyatakan kemudahan suatu tempat untuk dicapai, sedangkan mobilitas

untuk menyatakan seseorang mudah bergerak, yang dinyatakan dari

kemampuannya membayar biaya transportasi. Konsep aksesibilitas ini dapat

juga digunakan untuk mendefinisikan suatu daerah didalam suatu wilayah

perkotaan atau suatu kelompok manusia yang mempunyai masalah

aksesibilitas atau mobilitas terhadap aktivitas tertentu. Dalam hal ini, analisis

aksesibilitas dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah yang perlu

dipecahkan dan mengevaluasi rencana dan kebijakan pemecahan masalah

selanjutnya.

Menurut Fidel Miro (2005), terdapat beberapa variabel untuk mengukur

tingkat aksesibilitas (kemudahan) untuk mencapai suatu kawasan yaitu :

a. Jarak fisik dua tata guna lahan, tata guna lahan mempunyai jarak yang

berjauhan dapat dikatakan aksesibilitasnya rendah dan apabila jaraknya

berdekatan maka dapat dikatakan aksesibilitasnya tinggi. Akan tetapi, faktor

jarak ini tidak dapat berdiri sendiri karena untuk mengukur tinggi rendahnya

tingkat aksesibilitas dua tata guna lahan, bias jadi bahwa dua kawasan

yang berdekatan mempunyai aksesibilitas rendah bila dua kawasan


15

tersebut tidak tersedia prasarana jalan. Demikian pula sebaliknya, dua

kawasan yang berjauhan mempunyai aksesibilitas tinggi karena terdapat

prasarana jalan dan pelayanan angkutan yang cukup memadai.

b. Faktor waktu tempuh, faktor ini sangat ditentukan oleh ketersediaan

prasarana transportasi dan sarana transportasi yang dapat diandalkan,

seperti dukungan jalan yang berkualitas yang menghubungkan asal dan

tujuan, diikuti dengan terjaminnya armada angkutan yang siap melayani

kapan saja.

c. Faktor biaya/ongkos perjalanan, biaya perjalanan ikut berperan dalam

menentukan mudah tidaknya tempat tujuan dicapai, karena ongkos

perjalanan yang tidak terjangkau mengakibatkan orang (terutama kalangan

ekonomi bawah) enggan atau bahkan tidak mau melakukan perjalanan.

d. Faktor intensitas guna lahan, padatnya suatu petak lahan yang telah diisi

dengan berbagai macam kegiatan, akan berpengaruh pada dekatnya jarak

tempuh berbagai kegiatan tersebut dan secara tidak langsung, hal tersebut

ikut mempertinggi tingkat kemudahan pencapaian tujuan.

e. Faktor pendapatan orang yang melakukan perjalanan, pada umumnya

orang mudah melakukan perjalanan kalau didukung oleh kondisi ekonomi

yang mapan, walaupun jarak perjalanan secara fisik jauh.

B. Bangkitan dan Tarikan Pergerakan

Bangkitan pergerakan adalah jumlah pergerakan dari zona atau tata guna

lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke fungsi lahan atau zona. Bangkitan

lalu lintas ini meliputi lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi. Bangkitan

tarikan lalu lintas bergantung pada dua aspek tata guna lahan dan jumlah
16

aktifitas (intensitas) pada suatu tata guna lahan. Menurut Tamin (2002) bahwa

bangkitan dan tarikan pergerakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan tujuan pergerakan, misalnya pergerakan ketempat kerja,

tujuan pendidikan, ketempat belanja, untuk kepentingan sosial, rekreasi dan

lain-lain.

2. Berdasarkan waktu yang berfluktuasi sepanjang hari dan bervariasi sesuai

tujuan pergerakan.

3. Berdasarkan jenis orang, hal ini dipengaruhi oleh atribut sosial ekonomi

orang.

Pergerakan orang dari tempat asal ke tempat tujuan sebenarnya

merupakan suatu pilihan (seseorang bisa saja memilih menggunakan angkutan

umum ke pusat kota ketimbang menggunakan mobil pribadi). Keputusan ini

dibuat dengan mempertimbangkan beberapa faktor, seperti waktu, jarak,

efisiensi, biaya, keamanan dan kenyamanan.

Besarnya bangkitan dan tarikan pergerakan merupakan informasi yang

sangat berharga yang dapat digunakan untuk memperlihatkan besarnya

pergerakan antar zona. Oleh karena itu adalah sangat penting dipahami pola

pergerakan yang terjadi pada saat sekarang dan masa yang akan datang.

Beberapa metode untuk memahami pola pergerakan tersebut dan dapat

diformulasikan kedalam bentuk Matriks Asal Tujuan (MAT). Hasil analisis ini

akan memperlihatkan tingkat pergerakan dari beberapa zona asal dan tujuan

dimasa mendatang.
17

Bangkitan dan tarikan pergerakan menurut Wells (1975) dalam Tamin

(2002), dapat digambarkan berikut ini:

Gambar 1. Asal Tujuan Pergerakan

Menurut Morlok,E.K.,(1995), model pembangkit perjalanan digunakan

untuk memperkirakan jumlah perjalanan yang berasal dari setiap zona dan

jumlah perjalanan yang akan berakhir disetiap zona untuk setiap maksud

perjalanan. Dengan dasar ini perjalanan-perjalanan yang berasal dari dan

menuju kesetiap zona akan diperkirakan atau diramalkan. Cara ini disebut

analisis pembangkitan perjalanan (trip generation analysis).

Analisis pembangkitan perjalanan diharapkan dapat dibentuk asal dan

tujuan perjalanan dari pergerakan orang dan kendaraan pada waktu tertentu.

Perkiraan aktivitas ekonomi, pemilihan kendaraan, dan penggunaan lahan

digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menyesuaikan karakteristik

pembangkitan perjalanan saat ini.

C. Moda dan Rute Trayek Pengangkutan Penumpang

1. Moda Angkutan Umum

Kendaraan umum (public transportasion), yaitu moda transportasi yang

diperuntukan buat bersama, menerima pelayanan berasama, mempunyai arah


18

dan titik tujuan yang sama, serta teikat dengan peraturan trayek yang sudah

ditentukan dan jadwal yang sudah ditetapkan dan para pelaku perjalanan harus

menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan tersebut apabila angkutan

umum ini sudah mereka pilih (Miro, 2005). Sedangkan menurut Warpani (2002)

angkutan umum penumpang adalah angkutan penumpang yang dilakukan

dengan sistem sewa atau bayar. Yang termasuk dalam angkutan umum

penumpang adalah angkutan kota (bus, minibus, dsb), kereta api, angkutan air

dan udara.

Sesuai Kepmen Perhubungan Nomor: KM. 35 Tahun 2003 tentang

penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum, bagian V

pasal 20 mengenai “angkutan kota”, disebutkan:

a. Pelayanan angkutan kota dilaksanakan dalam jaringan trayek kota, yaitu

trayek yang seluruhnya berada dalam satu daerah kota atau wilayah ibu

kota Kabupaten.

b. Pelayanan angkutan kota diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1) Trayek Utama: (a) Mempunyai jadwal tetap, sebagaimana tercantum

dalam jam perjalanan pada kartu pengawasan kendaraan yang

dioperasikan; (b) Melayani angkutan antar kawasan utama, antar kawasan

utama dan pendukung dengan ciri melakukan perjalanan pulang-balik

secara tetap; (c) Pelayanan angkutan secara terus menerus serta berhenti

pada tempat-tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang yang

telah ditetapkan untuk angkutan kota.

2) Trayek Cabang: (a) Berfungsi sebagai trayek penunjang terhadap trayek

utama; (b) Mempunyai jadwal tetap sebagaimana tercantum dalam jam

perjalanan pada kartu pengawasan kendaraan yang dioperasikan; (c)


19

Melayani angkutan pada kawasan pendukung dan antara kawasan

pendukung dan pemukiman; (d) Pelayanan angkutan secara terus

menerus serta berhenti pada tempat-tempat untuk menaikkan dan

menurungkan penumpang yang telah ditetapkan untuk angkutan kota.

3) Trayek Ranting: (a) Tidak mempunyai jadwal tetap; (b) Pelayanan

angkutan secara terus menerus serta berhenti pada tempat-tempat untuk

menaikkan dan menurunkan penumpang yang telah ditetapkan untuk

angkutan kota; (c) Melayani angkutan dalam kawasan pemukiman;

4) Trayek Langsung: (a) Mempunyai jadwal tetap sebagaimana tercamtum

dalam jam perjalanan pada kartu pengawasan kendaraan yang

dioperasikan; (b) Melayani angkutan antara kawasan utama dengan

kawasan pendukung dan kawasan pemukiman; (c) Pelayanan angkutan

secara terus menerus serta berhenti pada tempat-tempat untuk menaikan

dan menurunkan penumpang yang telah ditetapkan untuk angkutan kota.

c. Untuk kota berpenduduk > 500.000 jiwa, trayek utama dan trayek langsung

dilayani dengan bus besar, trayek cabang dengan bus sedang, dan trayek

ranting dengan bus kecil dan mobil penumpang.

d. Untuk kota yang berpenduduk antara 100.000-500.000 jiwa, trayek utama

dilayani dengan bus sedang, trayek cabang dengan bus kecil, dan trayek

ranting dengan mobil penumpang.

e. Untuk kota yang berpenduduk < 100.000 jiwa, trayek utama dilayani

dengan bus kecil dan/atau mobil penumpang umum dan trayek cabang

dilayani dengan mobil penumpang.


20

1) Kendaran yang digunakan untuk angkutan kota harus dilengkapi

dengan; Nama perusahan dan nomor urut kendaraan yang

dicantumkan pada sisi kiri, kanan, dan belakang kendaraan;

2) Papan trayek yang memuat asal dan tujuan serta lintasan yang dilalui

dengan dasar putih tulisan hitam;

3) Jenis trayek yang dilayani ditulis secara jelas dengan huruf balok,

melekat pada badan kendaraan sebelah kiri dan kanan dengan

“Angkutan Kota”;

4) Jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dashboard, yang

dikeluarkan oleh masing-masing perusahaan angkutan;

2. Pemilihan Rute Angkutan Umum

Permasalahan transporatasi di kota-kota besar adalah kemacetan lalu lintas

yang disebabkan oleh tingginya tingkat urbanisasi, pertumbuhan ekonomi dan

pemilikan kendaraan serta terbaurnya peranan fungsi jalan arteri, kolektor, dan

lokal, sehingga jaringan jalan tidak dapat berfungsi secara efesien. Setiap

pengguna jalan diharuskan memilih rute yang tepat dalam perjalanannya ke

tempat tujuan, sehingga waktu tempuhnya minimum dan biaya termurah.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan rute pada saat

melakukan perjalanan. Beberapa diantaranya adalah waktu tempuh, jarak,

biaya (bahan bakar dan lainnya), kemacetan dan antria, jenis jalan raya (jalan

tol, arteri), pemandangan, kelengkapan rambu dan marka jalan, serta

kebisingan (Adisasmita, 2011).


21

D. Simpul Perpindahan Moda

1. Simpul dengan Sistem Transit Oriented Development (TOD)

Transit Oriented Development (TOD) sendiri sebagaimana didefinisikan

oleh Calthorpe (1993) adalah : “A mixed use community within an average 2000

foot walking distance of a transit stop and core commercial area. TOD mix

residential, retail, office, open space, and public uses in a walkable

environment, making it convenient for residents and employees to travel by

transit, bicycle, foot or car” diartikan bahwa tempat transit merupakan wilayah

atau kawasan yang berupa ruang terbuka, parker yang terhubung langsung

dengan aktivitas atau fungsi ruang yang mampu di jangkau dengan berjalan

kaki.

Terdapat beberapa istilah yang dekat dengan konsep TOD dan sering

dikaitkan satu sama lain seperti transit village, pedestrian pocket, dan new

urbanism. Sebenarnya keempat konsep tersebut memiliki persamaan dan

perbedaan sesuai dengan konteks dan latar belakang kemunculannya.

Definisi terdekat adalah transit village yang didefinisikan sebagai : “a

compact, mixed use community, centered around the transit station that, by

design, invites residents, workers, and shoppers to drive their cars less and ride

mass transit more”. Konsep ini datang jauh sebelum TOD yakni pada tahun

1966 oleh Michael Bernick dan Robert Cervero. Namun konsep transit village

tidak distrukturkan menjadi zona zona dan tidak dibatasi pada area, densitas,

serta tidak secara langsung dijabarkan menjadi prinsip-prinsip panduan

rancangan selayaknya konsep TOD.

Pedestrian pocket merupakan konsep terawal dari Peter Calthorpe yang

melandasi munculnya TOD, konsep ini diperkenalkan pada tahun 1988 sebagai
22

alternatif terhadap pola pembangunan berorientasi sub urban. Dalam konsep ini

penstrukturan zona dalam TOD juga belum diperkenalkan. Sedangkan new

urbanism yang datang setelah munculnya konsep TOD, yakni antara tahun

1993 hingga 1996 merupakan gerakan dengan konsep yang lebih luas dan

menempatkan TOD sebagai salah satu elemen dalam prinsip-prinsipnya.

Gerakan Ini lebih memfokuskan perhatiannya pada perbaikan daerah sub

urban.

Pada intinya, konsep-konsep tersebut bertujuan untuk memberi alternatif

dan pemecahan bagi permasalahan pertumbuhan metropolitan yang cenderung

pada pola auto oriented development. Dengan membuat fungsi campuran

(mixed use) yang kompak dalam jangkauan lima hingga lima belas menit

berjalan kaki pada area-area transit, diharapkan didapatkan beberapa manfaat.

Diantaranya, terjadi internalisasi pergerakan antara hunian, perkantoran dan

fungsi-fungsi lain dalam sebuah distrik yang tersentralisasi. Akumulasi pola ini

pada level regional diharapkan dapat mendorong orang untuk menggunakan

fasilitas transit ketimbang kendaraan pribadi. Dengan demikian dapat

menyelesaikan permasalahan sprawling.

a. Prinsip Transit Oriented Development

Sebagai strategi untuk mencapai tujuan dari konsep TOD yakni memberi

alternatif bagi pertumbuhan pembangunan kota, sub urban, dan lingkungan

ekologis di sekitarnya maka dirumuskan 7 prinsip urban desain dalam Transit

Oriented Development.

 mengorganisasi pertumbuhan pada level regional menjadi lebih kompak

dan mendukung fungsi transit.


23

 menempatkan fungsi komersial, permukiman, pekerjaan, dan fungsi umum

dalam jangkauan berjalan kaki dari fungsi transit.

 menciptakan jaringan jalan yang ramah terhadap pejalan kaki yang secara

langsung menghubungkan destinasi.

 menyediakan campuran jenis, segmen dan tipe permukiman.

 melestarikan ekologi, dan menciptakan ruang terbuka berkualitas tinggi.

 menjadikan ruang publik sebagai fokus dari orientasi bangunan.

 mendorong adanya pembangunan yang bersifat mengisi (infill) dan

pembangunan kembali (redevelopment) pada area transit.

Prinsip-prinsip tersebut kemudian diturunkan menjadi sebuah panduan

perancangan yang diterapkan pada masing-masing area struktur TOD

sebagaimana yang dijabarkan Calthorpe dalam bukunya The Next American

Metropoli.

Gambar 2. Typikal Layout TOD


24

b. Struktur Transit Oriented Development

Prinsip-prinsip yang telah dijabarkan sebelumnya akan berimplikasi pada

desain stuktur TOD. Secara lebih detail, Struktur TOD dan daerah disekitarnya

terbagi menjadi area-area sebagai berikut: 1) fungsi publik (public uses). Area

fungsi publik dibutuhkan untuk memberi pelayanan bagi lingkungan kerja dan

permukiman di dalam TOD dan kawasan disekitarnya. Lokasinya berada pada

jarak yang terdekat dengan titik transit pada jangkauan 5 menit berjalan kaki. 2)

pusat area komersial (core commercial area). Adanya pusat area komersial

sangat penting dalam TOD, area ini berada pada lokasi yang berada pada

jangkauan 5 menit berjalan kaki. Ukuran dan lokasi sesuai dengan kondisi

pasar, keterdekatan dengan titik transit dan pentahapan pengembangan.

Fasilitas yang ada umumnya berupa retail, perkantoran, supermarket, restoran,

servis, dan hiburan. (3) area permukiman (residential area). Area permukiman

termasuk permukiman yang berada pada jarak perjalanan pejalan kaki dari area

pusat komersial dan titik transit. Kepadatan area permukiman harus sejalan

dengan variasi tipe permukiman, termasuk single family housing, townhouse,

condominium, dan apartement (4) Area sekunder (secondary area). Setiap TOD

memiliki area sekunder yang berdekatan dengannya, termasuk area diseberang

kawasan yang dipisahkan oleh jalan arteri. Area ini berjarak lebih dari 1 mil dari

pusat area komersial. Jaringan area sekunder harus menyediakan beberapa

jalan/akses langsung dan jalur sepeda menuju titik transit dan area komersial

dengan seminimal mungkin terbelah oleh jalan arteri. Area ini memiliki densitas

yang lebih rendah dengan fungsi single-family housing, sekolah umum, taman

komunitas yang besar, fungsi pembangkit perkantoran dengan intensitas

rendah, dan area parkir. (5) fungsi-fungsi lain, yakni fungsi-fungsi yang secara
25

ekstensif bergantung pada kendaraan bermotor, truk, atau intensitas

perkantoran yang sangat rendah yang berada di luar kawasan TOD dan area

sekunder.

2. Simpul dengan Halte

Perencanaan halte berdasarkan Pedoman Teknik Perencanaan Halte dan

Pemberhentian Bus Dirjen Perhubungan tahun 1996 ada beberapa hal menjadi

Persyaratan umum tempat perhentian kendaraan penumpang umum adalah

:
a. berada di sepanjang rute angkutan umum/bus;

b. terletak pada jalur pejalan (kaki) dan dekat dengan fasilitas pejalan (kaki);

c. diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau permukiman;

d. dilengkapi dengan rambu petunjuk;

e. tidak mengganggu kelancaran arus lalu-lintas.

f. Pada persimpangan, penempatan fasilitas tambahan itu tidak boleh

mengganggu ruang bebas pandang.

Tempat perberhentian angkutan umum memiliki fasilitas di sekitar halte an

perberhentian bus yaitu :

a. Halte

1) identitas halte berupa nama dan/ atau nomor

2) rambu petunjuk

3) papan informasi trayek

4) lampu penerangan

5) tempat duduk

b. TPB (Tempat Pemberhentian Bus)

1) rambu petunjuk

2) papan informasi trayek


26

3) identifikasi TPB berupa nama dan/atau nomor

4) Fasilitas tambahan

5) telepon umum

6) tempat sampah

7) pagar

8) papan iklan/pengumuman

untuk tata letak diatur berdasarkan kebutuhan dengan persyaratan sebagai

berikut ::

a. Tata letak halte dan/atau TPB terhadap ruang lalu lintas

b. Jarak maksimal terhadap fasilitas penyeberangan pejalan kaki

c. adalah 100 meter.

d. Jarak minimal halte dari persimpangan adalah 50 meter atau

e. bergantung pada panjang antrean.

f. Jarak minimal gedung (seperti rumah sakit, tempat ibadah) yang

g. membutuhkan ketenangan adalah 100 meter.

h. Peletakan di persimpangan menganut sistem campuran, yaitu

i. antara sesudah persimpangan (farside) dan sebelum

Penentuan jarak antara halte dan/atau TPB dapat dilihat pada tabel berikut :
27

Tabel 2, Jarak Halte Dan TPB

3. Simpul dengan Parkir (Park and Ride)

Park and Ride, secara umum didefenisikan sebagai perilaku parkir pada

fasilitas parkir tertentu dan berpindah ke transportasi publik untuk melakukan

perjalanan ke satu tujuan. Sistem parkir ini banyak diterapkan sebagai bagian

dari manajemen transportasi. (O’Flaherly, 1997).

Berdasarkan Dittmar dan Ohland (2004) penataan area parkir pada TOD,

tidak menghalangi pejalan kaki/pedestrian, penerapan parkir gratis dapat

menghasilkan lalu lintas, penerapan tarif parkir merupakan salah satu solusi

yang paling efektif untuk mengubah perilaku perjalanan dengan kendaraan

pribadi. Beberapa strategi yang dapat diterapkan antara lain; penataan ruang

parkir tidak dominan, biaya parkir, mengurangi parkir off-street dan penataan

parkir on-street (jangka waktu singkat dengan timer tanpa petugas parkir),

menciptakan distrik parkir.

E. Penelitian Terkait (Roadmap Penelitian)

Penelitian yang membahas indikator pejalan kaki dan Halte (area transit)

yaitu Schlossberg dan Brown (2004) dengan tulisan Pembangunan Berorientasi

Transit Berdasarkan Indikator Jalur Pejalan Kaki. Adapun Basuki (2006),


28

mengevaluasi fungsi halte sebagai tempat henti angkutan umum studi kasus

rute Terboyo-Pudakpayung, Semarang, studi ini bertujuan untuk mengevaluasi

fungsi halte atau tempat perhentian angkutan umum dalam melayani

penumpang. Variable yang digunakan yaitu tempat aktivitas/rumahnya,

kenyamanan dan keamanan.

Canepa (2007) menjelaskan tentang Transit Oriented Development terkait

dengan aspek jarak Pejalan Kaki. Selain itu variable kepadatan perumahan dan

lokasi kerja secara signifikan mempengaruhi pola berjalan ke titik simpul.

Adapun variabel perumahan yang dijadikan dasar penentuan transit dengan

upaya mengurangi pergerakan yang ditulis oleh Cervero dan Arrington (2008).

Adapun tulisan Muley, Bunker dan Ferreira (2009) yang meneliti pengaruh

karakteristik pilihan perjalanan TOD pengguna dengan model regresi logistik

biner dikembangkan untuk menentukan probabilitas pemilihan moda

transportasi. Sama hal dengan penelitian mengenai Penggunaan Transit pada

Pengembangan Berbasis Transit di Portland, Oregon, Area (Dill, 2008) Makalah

ini menyajikan hasil survei penduduk di beberapa TOD Portland. Variabel yang

digunakan dalam penelitian tersebut adalah kepadatan perumahan,

penggunaan lahan campuran, kemudahan bagi pejalan kaki, dan jarak terhadap

lokasi TOD. Penelitian berorientasi transit dengan variabel guna lahan dan

transportasi telah dilakukan untuk wilayah Makassar oleh Venny, V. N, (2010)

dengan variabel moda angkutan umum dan pribadi, Infrastruktur jalan, dan

pejalan kaki, serta guna lahan yang bertujuan untuk menentukan konsep simpul

di wilayah sub urban Makassar.

Penelitian terkait dengan pembahasan angkutan massal dilakukan oleh

Hong , Tang dan Wang, (2008), melakukan penelitian dengan judul


29

pengelolaan aksesibilitas pada angkutan umum massal, studi Kasus Hong

Kong. Penelitian tersebut bertujuan untuk menilai tingkat aksesibilitas pada

angkutan umum massal di wilayah Hong Kong dapat disebabkan oleh beberapa

factor yaitu kebijakan penggunaan lahan yang mendorong pembangunan yang

kompak, kota-kota kepadatan tinggi, yang menyertai kebijakan transportasi

dengan memberikan prioritas untuk pengembangan fasilitas transportasi

massal. Hasil analisis tersebut diperkuat oleh Reinhold dan Kearney (2008)

bahwa angkutan massal dapat mereduksi biaya dengan variabel ekonomi yang

mampu mengurangi biaya transportasi.

Keterkaitan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah analisis

guna lahan serta serta keterkaitan dengan simpul eksisting namun dengan

variabel yang berbeda. analisis pola pergerakan untuk menghasilkan simpul

pergerakan baru dalam mengendalikan pergerakan transportasi dengan

variabel terkait yaitu antara lain spasial (guna ruang) dan transportasi.

F. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini didasarkan dari teori dengan hubungan

antara variabel dan indikator. Kondisi pusat Kota Makassar saat ini sangat

berkembang dengan beberapa rencana tata ruang yang telah direncanakan

namun belum mampu secara detail menangani pergerakan masyarakat dan

angkutan umum yang tidak teratur dengan tidak jelasnya simpul pindah moda

masyarakat ditambah dengan semrawutnya penggunaan lahan yang terjadi di

pusat kota. maka perlunya dikembangkan konsep simpul perpindahan moda

Adapun karakteristik simpul saat ini dengan variabel yang digunakan oleh

penelitian ini yaitu variabel transportasi dengan indikator pemilihan moda,


30

pemilihan rute, biaya dan waktu perjalanan. Variabel spasial yaitu bangkitan

perjalanan dan klasifikasi jalan. Hasil analisis keduanya akan dibuatkan konsep

pengembangan simpul perpindahan moda pusat Kota Makassar.

Pergerakan dalam kota,


menggunakan Moda yang
berpindah-pindah

Kebijakan Tata Ruang Besaran Tarikan Guna


 RTRW Mamminasata Lahan
 RTR Kota Makassar Pertumbuhan dan perkembangan Kota
 Permukiman
Makassar
 Perdagangan
 Pendidikan, dll
Perkembangan aktifitas guna lahan
dan transportasi di daerah Pusat
Kota

Pergerakan di wilayah
Pusat Kota
Spasial :
Aktivitas Transportasi berupa :
1. Guna Lahan
(Perdagangan, 1. Pemilihan Moda
Pertemuan disimpul
Jasa,Perkantoran,Kes (Angkutan Umum,
ehatan,Pendidikan, Motor, Mobil Pribadi,
`
Perumahan) dll)
2. Bangkitan Perjalanan 2. Pemilihan Rute
Karakteristik Simpul 3. Biaya dan
(asal-tujuan)
4. Waktu Perjalanan
3. Klasifikasi Jalan
5. Pejalan Kaki
(arteri, kolektor , lokal)
6. Halte

SIMPUL PERPINDAHAN MODA


TRANSPORTASI ANGKUTAN UMUM
DI PUSAT KOTA MAKASSAR

Gambar 3. Kerangka Konsep


31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ditetapkan pada pusat Kota Makassar yaitu pada 2

Kecamatan yaitu Kecamatan Ujung Pandang dan Kecamatan Wajo. Dasar

pertimbangan adalah pada saat ini pusat Kota Makassar dianggap belum

memiliki konsep pengembangan simpul perpindahan moda dengan tingkat

penggunaan lahan yang sangat beragam serta kepadatan penduduk tinggi,

sehingga untuk kajian penelitian difokuskan di wilayah pusat kota. Penelitian ini

dilakukan selama 5 bulan yaitu mulai bulan maret hingga agustus 2013.

B.Jenis Penelitian

Jenis peneitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif merupakan jenis

penelitian yang dimaksudkan sebagai dasar menganalisis mengenai simpul

serta yang berhubungan mengenai angka, rumus, tabulasi serta grafik dan

dianalisis secara deskritif untuk menganalisis karakteristik simpul dan konsep

simpul perpindahan moda.

C.Metode Pengumpulan Data

Dalam menentukan jenis data yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan

penelitian, sebelumnya ditentukan identifikasi awal yang akan dilakukan untuk

melihat permasalahan yang ada pada wilayah studi berupa:


32

1. Data Variabel Spasial/Guna Ruang

a. Data Guna Lahan/Aktifitas

Data penggunaan lahan yang digunakan yaitu luasan guna lahan

per aktivitas baik perdagangan, perkantoran, pendidikan, permukiman

dan lainnya. data berikutnya yaitu data aktivitas guna lahan dengan

simpul perpindahan moda yang dimana dihitung dengan jarak. Serta

identifikasi guna lahan yang berdekatan simpul serta kemudahan ke

simpul.

b. Data Bangkitan Perjalanan (Asal-Tujuan) di Simpul

Data yang dibutuhkan adalah Jumlah tarikan dan Bangkitan

perjalanan di disimpul perpindahan moda angkutan teknik observasi

langsung dengan cara menyebar kuesioner dengan metode sampling

accindental (Non Probability). Data yang dapat ditemukan pada saat

kuesioner yang berhubungan dengan Bangkitan dan Tarikan

Perjalanan yaitu asal tujuan pergerakan. Pengambilan data asal-tujuan

di simpul dengan menyebarkan kuesioner di simpul.

c. Klasifikasi Jaringan Jalan

Data yang dibutuhkan adalah hirarki atau klasifikasi jaringan jalan

yang berdekatan dengan simpul tempat penumpang beralih moda baik

hirarki arteri, kolektor dan lokal. Pengambilan data dengan mengambil

peta hirarki jaringan dari instansi pemerintah.


33

2. Data Variabel Transportasi

a. Pilihan Moda

Data yang dibutuhkan adalah pilihan moda angkutan umum yang

akan ingin digunakan masyarakat untuk bergerak dari permukiman.

Cara pengambilan dengan kuesioner.

b. Pilihan Rute

Pilihan angkutan umum rute masyarakat digunakan untuk

mengidentifikasi karakteristik simpul dengan cara menyebar kuesioner

di permukiman.

c. Waktu Perjalanan

Data yang dibutuhkan yaitu lama yang dibutuhkan masyarakat

untuk bergerak dari asal ke tujuan dengan satuan waktu. Pengambilan

data dengan penyebaran kuesioner di simpul dan di kawasan

permukiman.

Tabel 3. Jenis Data Serta Sumber Data

Indikator Kriteria Data Sumber


Dinilai dari jumlah perjalanan
Jumlah anggota Wawancara
yang terjadi dari pusat kota ke
keluarga, waktu, dengan
Asal Tujuan keluar pusat kota atau
lokasi kegiatan responden /
sebaliknya diukur dari SMP
rutin dan non rutin Kuesioner
atau volume

Dinilai berdasarkan jumlah


Perjalanan harian Wawancara
Frekuensi perjalanan ke pusat-pusat
ke pusat-pusat dengan
pergerakan kegiatan dalam satu satuan
kegiatan responden
waktu dan SMP

Dinilai dari lama perjalanan


asal dan tujuan dengan
Lama Perjalanan
Waktu berbagai jenis moda (mobil, Pengamatan/
(satuan menit atau
perjalanan motor, angkutan umum, dll) Observasi
detik)
dalam satu satuan jam atau
menit.
34

Dinilai dari aksesibilitas asal


dan tujuan dari permukiman di
pusat kota ke keluar pusat
Lokasi pusat-pusat Pengamatan/
Jarak kota atau sebaliknya untuk
kegiatan Observasi
kegiatan sosial dan ekonomi
diukur dengan satuan waktu
dan
Dinilai dari aksesibilitas lokasi
pusat-pusat kegiatan
Pusat kegiatan
perdagangan, perkantoran, Lokasi pusat-pusat Pengamatan/
sosial dan
pendidikan, kesehatan, dan kegiatan Observasi
ekonomi
ibadah dalam satuan jarak
(km).
rute kendaraan
Dinilai dari moda Wawancara
yang melayani
angkutanmelalui rute tertentu dengan
Rute angkutan aksesibiltas
(jumlah unit kendaraan untuk responden /
Kawasan Pusat
setiap rute) Kuesioner
Kota
Jenis (Umum atau
Pribadi) dan rute
Dinilai dari ketersediaan Wawancara
kendaraan yang
sarana yang melayani rute dengan
Moda angkutan melayani
tertentu (jumlah unit responden /
aksesibiltas
kendaraan untuk setiap rute) Kuesioner
Kawasan Pusat
Kota
Lokasi simpul
Dinilai dari lokasi dan jumlah
jumlah Pengamatan/
Simpul perpindahan moda dalam
perpindahan Observasi
satu satuan waktu
moda

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah jumlah penduduk wilayah Kecamatan

Wajo dan Kecamatan Ujung Pandang yang setiap hari akan melakukan

perjalanan baik inter maupun antar wilayah Kecamatan Wajo dan Kecamatan

Ujung Pandang.

2. Sampel

Pengambilan sampel di kawasan permukiman Kecamatan Wajo dan Ujung

Pandang menggunakan system purposive sampling. Teknik menentukan


35

jumlah sampel berdasarkan jumlah KK (kepala keluarga) di wilayah kecamatan

yang ada.

Peta 1, Lokasi Pengambilan Responden Rumah Tangga


36

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam perencanaan ini didasarkan

pendekatan sistem transportasi dan tata ruang (spasial), Oleh karena itu

adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data adalah

sebagai berikut:

1. Analisis Bangkitan (Asal-Tujuan) untuk Menjawab Tujuan Penelitian

Karakteristik simpul dengan tinjauan Transportasi

Digunakan untuk mengetahui potensi pergerakan yang terjadi di

wilayah Pusat Kota Makassar. Analisis ini didasarkan pada identifikasi

pergerakan orang yang dilakukan mengacu pada pendekatan terhadap

pendapat responden (masyarakat) dalam menghadapi berbagai pilihan

alternatif kondisi.

Analisis pergerakan penduduk dimulai dengan melihat sebaran

pergerakan menggunakan metode Matriks Asal Tujuan (MAT), yaitu suatu

matriks berdimensi dua yang berisi informasi mengenai besarnya

pergerakan antara lokasi (zona) di dalam daerah tertentu. Bentuk matriks

asal- tujuan dapat diperlihatkan pada Tabel 5.

Tabel 4. Rumus Matriks asal tujuan (MAT) pergerakan

Zona 1 2 3 … N Oi
1 T11 T12 T13 … T1N O1
2 … T2N O2
3 … T3N O3
. . . . … . .
. . . . … . .
. . . . … . .
N TN1 TN2 TN3 … TNN ON
Dd D1 D2 D3 … DN T
sumber: Tamin, O. Z., (2002)
37

Dimana :
Tid = Pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d
Oi = Jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i
Dd = Jumlah pergerakan yang menuju ke zona d
{Tid} atau T = Total matriks

2. Analisis Fungsi Kegiatan untuk Menjawab Tujuan Penelitian

Karakteristik simpul dengan tinjauan Guna Lahan

Analisis untuk menentukan simpul ini dilakukan dengan analisis

skalogram yang pada umumnya digunakan untuk menganalisis pusat-pusat

permukiman, khususnya hirarki atau orde pusat-pusat permukiman. Subjek

dalam analisis ini merupakan pusat permukiman (settlement) yang

merupakan sebaran bangkitan pergerakan, sedangkan obyek diganti

dengan fungsi atau kegiatan. Namun skalogram dan indeks sentralitas juga

dapat digunakan untuk memperlihatkan hirarki pusat pelayanan suatu

kawasan yang menjadi tujuan pergerakan orang.

3. Analisis Hubungan Simpul dengan Guna Lahan untuk Menjawab

Konsep Simpul Perpindahan Moda

Analisis ini secara deskriptif mencoba memberikan masukkan atau

pandangan mengenai sifat hubungan antara hubungan guna lahan dengan

simpul serta guna lahan dengan hirarki jaringan jalan.

4. Analisis proximity (kedekatan) dengan jaringan pengumpan (feeder)

untuk Menjawab Konsep Simpul Perpindahan Moda

Digunakan untuk mengetahui kedekatan (proximity) rencana simpul

perpindahan moda transportasi angkutan umum. Dengan memperhatikan

jaringan feeder, maka dapat direncanakan jalur yang dapat mengakomodir


38

efektifitas dan fleksibilitas perpindahan moda, ketika penduduk akan

melakukan pergerakan.

5. Analisis spasial untuk menentukan simpul potensial dan sistem

transit untuk Menjawab Konsep Simpul Perpindahan Moda

Digunakan untuk menentukan simpul potensial dan sistem transit pada

setiap rute angkutan umum Pusat Kota Makassar. Penentuan potensi

simpul tersebut didasarkan pada analisis pertumbuhan dan kepadatan

penduduk (potensi demand), analisis proximity dengan jaringan feeder, dan

faktor penggunaan lahan serta jarak antara simpul dengan bangkitan

(permukiman) pada koridor Pusat Kota Makassar.

6. Analisis Skalogram untuk Menentukan Wilayah Pelayanan dan Potensi

Simpul untuk Menjawab Konsep Simpul Perpindahan Moda

Skalogram pada umumnya digunakan untuk menganalisis pusat-pusat

permukiman, khususnya hirarki atau orde pusat-pusat permukiman. Subjek

dalam analisis ini merupakan pusat permukiman (settlement), sedangkan

obyek diganti dengan fungsi atau kegiatan. Dengan beberapa tambahan

analisis, misalnya aturan Marshall, atau algoritma Reed-Muench, tabel

skalogram menjadi indikasi awal analisis jangkauan pelayanan setiap fungsi

dan pusat permukiman yang dihasilkan.

Prosedur pengerjaan metode Skalogram adalah sebagai berikut:

 Identifikasi semua kawasan perkotaan yaitu lokasi Kecamatan Wajo

dan Kecamatan Ujung Pandang


39

 Buat urutan permukiman berdasarkan jumlah penduduk pada bagian

sebelah kiri tabel kerja

 Membuat urutan fasilitas yang ditemukan berdasarkan frekuensi yang

ditemukan, pada bagian atas

 Membuat garis baris dan kolom sehingga lembar kerja tersebut

membentuk matriks yang menampilkan fasilitas yang ada pada masing-

masing pusat pelayanan atau kota.

 Menggunakan tanda (1) pada sel yang menyatakan keberadaan suatu

fasilitas, dan tanda (0) pada sel yang menyatakan ketiadaan suatu

fasilitas

 Menyusun ulang baris dan kolom berdasarkan frekuensi keberadaan

fasilitas, semakin banyak fasilitas yang didapati pada suatu

permukiman maka permukiman tersebut berada pada urutan atas.

 Mengidentifikasi peringkat atau hirarki pemukiman yang dapat

diinterpretasikan berdasarkan prosentase keberadaan fasilitas pada

suatu pemukiman. Semakin tinggi prosentasenya, maka hirarki

pemukiman tersebut akan semakin tinggi.

7. Analisis Overlay Tabulasi Untuk Menentukan Konsep Simpul

Analisis ini yaitu menggabungkan antara skalogram yaitu pusat-pusat

kegiatan di tiap kecamatan dengan hirarki jalan serta jumlah permintaan di

simpul pergerakan. Hal ini memudahkan besar keputusan secara kualitatif

didaerah simpul dan memperlihatkan hubungan kebutuhan di tiap simpul

perpindahan moda.
40

F. Defenisi Operasional

Parameter yang dipergunakan dalam menganalisis tujuan penelitian ini

adalah sesuai dengan defenisi operasional sebagai berikut:

1. Simpul Perpindahann Moda Angkutan Umum, dinilai dari lokasi dan

jumlah penumpang berpindah moda angkutan umum pada

persimpangan, tepi jalan, pusat-pusat kegiatan.

2. Aktivitas Spasial, dinilai dari aktivitas spasial yaitu guna lahan, bangkitan

perjalan serta klasifikasi jalan.

3. Angkutan umum, dinilai dari jumlah penggunaan moda angkutan umum

(angkot, bis, becak) dalam setiap asal dan tujuan perjalanan (unit

kendaraan dalam satu tujuan perjalanan)

4. Jaringan jalan, dinilai dari ketersedian prasarana berdasarkan standar

klasifikasi jaringan jalan.

5. Moda angkutan, dinilai dari ketersedian sarana yang melayani rute

tertentu (jumlah unit kendaraan untuk setiap rute) serta yang berhenti di

simpul tertentu.

6. Waktu perjalanan, yaitu perkiraan waktu perjalanan penumpang untuk

sampai di tujuan dalam satu satuan waktu (jam/menit).

7. Jarak, dinilai dari aksesibilitas asal dan tujuan dari permukiman di satuan

meter (m).

8. Rute adalah jalur trayek angkutan umum yang diukur dengan jarak

9. Jaringan Feeder adalah lokasi jaringan pengumpan (feeder) rencana

simpul perpindahan moda angkutan umum dan diukur dengan satuan

kilometer (km).
41

10. Lokasi Bangkitan adalah lokasi titik-titik bangkitan berupa permukiman

yang memiliki kedekatan dengan jaringan angkutan umum atau simpul

perpindahan moda dan diukur dengan satuan kilometer (km).

11. Lokasi Tarikan adalah lokasi titik-titik tarikan perkantoran, pusat

pedagangan, dengan angkutan umum serta simpul perpindahan moda

dan diukur dengan satuan kilometer (km).


42

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kota Makassar

Kota Makassar merupakan Ibukota dari Provinsi Sulawesi Selatan. Secara

spasial Makassar memiliki wilayah berupa daratan, bukit, pantai dan laut

dengan luas wilayah yang mencapai 17577 Ha. Kota Makassar yang dikenal

sebagai pintu gerbang Indonesia Timur sekaligus menjadi “brand” yang lebih

baru yaitu sebagai ruang tamu/keluarga Indonesia. Selain itu menjadi wilayah

lintasan beberapa kabupaten khususnya kabupaten yang termasuk dalam Kota

Mamminasata diantaranya Kabupaten Maros, Kabupaten Gowa, dan

Kabupaten Takalar. Dengan melihat kondisi geografi tersebut, Kota Makassar

menjadi pusat layanan tidak hanya untuk wilayahnya sendiri (internal)

melainkan juga wilayah tetangga (eksternal).

Peran Kota Makassar sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan

industri, jasa dan pelayanan sosial, pendidikan, kegiatan budaya dan pariwisata

dan permukiman menyebabkan daya tarik tersendiri bagi penduduk untuk

beraktivitas di Kota Makassar. Kota makassar dengan luas wilayah ± 175,77

km2, dihuni oleh penduduk sebesar 1.253.656 jiwa (BPS, 2009) belum termasuk

penduduk yang bermukim di luar kota yang mempunyai kegiatan bekerja

sehari-hari di Kota Makassar.

Jumlah penduduk Kota Makassar Tahun 2008 tercatat sebanyak

1.253.656,-jiwa yang terdiri dari 627.358 laki-laki dan 626.300 perempuan,

sementara jumlah penduduk Kota Makassar Tahun 2007 tercatat sebanyak

1.235.239 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk Kota Makassar dari Tahun 2007
43

ke Tahun 2008 sebesar 1,49%. Tingkat kepadatan penduduk di Kota Makassar

berdasarkan klasifikasinya dibedakan atas 3 (tiga) bahagian yaitu; kepadatan

tinggi, sedang dan rendah. Kepadatan tertinggi berada di wilayah Kecamatan

Makassar dengan kepadatan penduduk sebesar 33.399 jiwa/km2, kepadatan

penduduk terendah berada di Kecamatan Biringkanaya dengan jumlah sebesar

2.630 jiwa/km2 (lihat tabel 7). Demikian pula halnya dengan pola penyebaran

penduduk terjadi secara tidak merata. Data yang diperoleh menunjukkan pola

penyebaran penduduk di Kota Makassar secara umum terakumulasi di pusat

kota dan pusat-pusat pertumbuhan kota. Berdasarkan RTRW Kota Makassar

(2006), Lokasi penelitian berada di Kecamatan Ujung Pandang dan Kecamatan

Wajo.

Tabel 5. Distribusi Dan Kepadatan Penduduk Kota Makassar


Tahun 2008
Kecamatan Jumlah Luas Kepadatan
Penduduk Wilayah Penduduk
2 2
(jiwa) (Km ) (jiwa/Km )
Mariso 54.616 1,82 30.009
Mamajang 60.394 2,25 26.842
Tamalate 152.197 20,21 7.531
Rappocini 142.958 9,23 15.488
Makassar 82.907 2,52 32.900
Ujung Pandang 28.637 2,63 10.889
Wajo 35.011 1,99 17.593
Bontoala 61.809 2,10 29.433
Ujung Tanah 48.382 5,94 8.145
Tallo 135.315 5,83 23.210
Panakkukang 134.548 17,05 7.891
Manggala 99.008 24,14 4.101
Biringkanaya 128.731 48,22 2.670
Tamalanrea 89.143 31,84 2.800
Jumlah 1.253.656 175,77 7.132
Sumber : BPS, Kota Makassar Dalam Angka Tahun 2009
44

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Lokasi penelitian yaitu pada 2 Kecamatan yaitu

Kecamatan Ujung Pandang dan Kecamatan Wajo. Berikut mengenai gambaran

umum lokasi penelitian:

1. Batas Administrasi

Wilayah Lokasi penelitian terletak pada 119°24'6.656"-119°24'56.750"

Bujur Timur dan 5°7'15.913"-5°8'38.006" Lintang Selatan. Secara keseluruhan

luas wilayah penelitian adalah 4,62 km2, sedangkan luas wilayah Kota

Makassar adalah 175,77 km2. Luas wilayah Lokasi penelitian kurang lebih 2,6%

dari luas Kota Makassar secara keseluruhan.

Secara administrasi wilayah Lokasi penelitian terdiri dari 18 (delapan

belas) wilayah administrasi kelurahan yang terbagi dalam 2 (dua) wilayah

administrasi kecamatan. Untuk lebih jelasnya mengenai wilayah administrasi

wilayah Lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut dan peta Administrasi

Lokasi penelitian.

Tabel 6. Luas dan Persentasi Wilayah Lokasi penelitian


Berdasarkan Wilayah Administrasi
Kecamatan Kelurahan Luas
Wilayah (%)
(Km2)
Ujung Pandang Lae-Lae 0.22 4.76
Losari 0.27 5.84
Mangkura 0.37 8.00
Pisang Selatan 0.18 3.89
Lajangiru 0.20 4.32
Sawerigading 0.41 8.87
Maloku 0.20 4.32
Bulogading 0.23 4.97
Baru 0.21 4.54
Pisang Utara 0.34 7.35
Wajo Pattunuang 0.21 4.54
Ende 0.16 3.46
Melayu Baru 0.07 1.51
Melayu 0.06 1.29
45

Kecamatan Kelurahan Luas


Wilayah (%)
(Km2)
Butung 0.27 5.84
Mampu 0.40 8.65
Malimongan 0.41 8.87
Malimongan Tua 0.41 8.87
Sumber : Kecamatan Ujung Pandang dalam Angka 2012 dan Kecamatan Wajo dalam
Angka 2012
Dari tabel diatas diketahui bahwa dari kedua kecamatan yang ada di

wilayah Lokasi penelitian, Kecamatan Ujung Pandang memiliki luas wilayah

2,63 km2 atau 56,94% dari total luas Lokasi penelitian, sedangkan Kecamatan

Wajo memiliki luas wilayah 1,99 km2 atau 43,06% dari total luas wilayah Lokasi

penelitian

Peta 2, Kawasan Pusat Kota (Kecamatan Wajo dan Ujung Pandang)


46

Peta 3, Pembagian Wilayah Kelurahan di Wajo-Ujung Pandang


47

2. Kondisi Demografi

a) Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Wilayah Lokasi penelitian memiliki luas 4,62 km2 dengan jumlah penduduk

pada tahun 2012 sebanyak 56.519 jiwa. Dimana pada Kecamatan Ujung

Pandang memiliki jumlah penduduk sebanyak 27.160 jiwa dan Kecamatan

Wajo sebanyak 29.359 jiwa. Berdasarkan jumlah penduduk tersebut, maka

kepadatan penduduk di Lokasi penelitian adalah sebesar 12.233 jiwa/km2.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut :

Tabel 7. Jumlah dan Kepadatan Penduduk


di Wilayah Lokasi penelitian Tahun 2012
Kecamatan Kelurahan Jumlah Luas Kepadatan
Penduduk Wilayah (jiwa/km2)
(jiwa) (Km2)
Ujung Lae-Lae 1636 0.22 7438
Pandang Losari 2025 0.27 7500
Mangkura 1544 0.37 4172
Pisang Selatan 3776 0.18 20975
Lajangiru 5428 0.20 27141
Sawerigading 1585 0.41 3866
Maloku 2531 0.20 12654
Bulogading 2703 0.23 11754
Baru 1558 0.21 7418
Pisang Utara 4374 0.34 12865
Wajo Pattunuang 3078 0.21 14657
Ende 3117 0.16 19481
Melayu Baru 3198 0.07 45686
Melayu 5385 0.06 89750
Butung 2240 0.27 8296
Mampu 3176 0.40 7940
Malimongan 4352 0.41 10615
Malimongan Tua 4813 0.41 11739
Sumber : BPS, Kecamatan Ujung Pandang dalam Angka 2012 dan Kecamatan Wajo
dalam Angka 2012
48

100000
90000
80000
70000
60000
50000
40000
30000
20000 Kepadatan Penduduk
10000 (Jiwa/km2)
0

Butung
Mangkura

Pisang Utara

Malimongan Tua
Losari

Pisang Selatan
Lajangiru

Maloku

Baru

Melayu Baru

Mampu
Malimongan
Lae-Lae

Ende
Sawerigading

Bulogading

Pattunuang

Melayu
Gambar 4. Kepadatan Penduduk berdasarkan Tiap Kelurahan

di Wilayah Lokasi penelitian

Berdasarkan tabel dan gambar diatas, terlihat bahwa kepadatan penduduk

rata-rata di Lokasi penelitian adalah 12.233 jiwa/km2. Apabila dirinci per

kelurahan maka kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kelurahan Melayu

sejumlah 89.750 jiwa/km2 diikuti oleh Kelurahan Melayu Baru sejumlah 45.686

jiwa/km2, Kelurahan Lajangiru sejumlah 27.141 jiwa/km2, dan Kelurahan Pisang

Selatan sejumlah 20.975 jiwa/km2. Kepadatan penduduk terendah berada di

Kecamatan Ujung Pandang yakni Kelurahan Sawerigading sejumlah 3.866

jiwa/km2 dan Kelurahan Mangkura sejumlah 4.172 jiwa/km2.

Apabila dilihat dari kepadatannya, maka sebaran penduduk pada saat ini

terpusat pada Kelurahan Melayu, Kecamatan Wajo. Hal ini bisa dilihat

kepadatannya yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kepadatan rata-rata

untuk di wilayah Lokasi penelitian (Kepadatan Penduduk Kelurahan Melayu

89.750 jiwa/km2, sedangkan kepadatan rata-rata Kawasan Kota Lama

Makassar hanya 12.233 jiwa/km2).


49

b) Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah penduduk di wilayah Lokasi penelitian secara keseluruhan

berjumlah 62.059 jiwa terdiri dari 30.238 jiwa laki-laki dan 31.840 jiwa

perempuan, dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 17.567 KK yang terbagi

kedalam dua kecamatan yakni di Kecamatan Ujung Pandang berjumlah 5.645

KK dan Kecamatan Wajo berjumlah 5.922 KK . Untuk jumlah Kepala Keluarga

paling banyak terdapat di Kelurahan Melayu sebanyak 1.108 KK, sedangkan

paling sedikit di Kelurahan Mangkura sebanyak 312 KK. Untuk lebih jelasnya

jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan jumlah Kepala Keluarga dapat

dilihat pada tabel dan gambar dibawah ini:

Tabel 8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jumlah KK


Tiap Kelurahan di Wilayah Lokasi penelitian Tahun 2012
Jumlah Jumlah
Kecamatan Kelurahan KK
Laki-Laki Perempuan Total
Ujung Lae-Lae 821 816 1636 345
Pandang Losari 817 1208 2025 344
Mangkura 759 785 1544 312
Pisang Selatan 1817 1958 3776 790
Lajangiru 2555 2873 5428 1002
Sawerigading 738 847 1585 369
Maloku 1175 1356 2531 547
Bulogading 1252 1452 2703 573
Baru 774 783 1558 405
Pisang Utara 2097 2277 4374 958
Wajo Pattunuang 1418 1660 3078 650
Ende 1465 1652 3117 645
Melayu Baru 1474 1724 3198 648
Melayu 2527 2858 5385 1108
Butung 1072 1168 2240 475
Mampu 1544 1632 3176 654
Malimongan 2133 2219 4352 830
Malimongan 2646 2167 4813 912
Tua
Sumber : BPS, Kecamatan Ujung Pandang dalam Angka 2012 dan Kecamatan Wajo
dalam Angka 2012
50

3500
3000
2500
2000
1500
1000
Laki-laki
500
0 Perempuan

Malimongan…
Lajangiru

Bulogading

Butung
Lae-Lae

Mangkura
Losari

Pisang Selatan

Sawerigading
Maloku

Baru

Pattunuang

Melayu Baru
Melayu

Mampu
Malimongan
Pisang Utara

Ende
Gambar 5. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin
di Wilayah Lokasi penelitian

Berdasarkan tabel dan gambar diatas, dapat dilihat bahwa jumlah

penduduk perempuan di lokasi penelitian lebih banyak dibandingkan jumlah

penduduk laki-laki. Jumlah penduduk perempuan yaitu sebanyak 29435 jiwa

dan penduduk laki-laki sebanyak 27084 jiwa.

Penduduk menurut jenis kelamin pada tahun 2012 di Kecamatan Ujung

Pandang tercatat jumlah penduduk dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak

12805 jiwa dan penduduk yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 14355

jiwa. Sedangkan di Kecamatan Wajo tercatat jumlah penduduk dengan jenis

kelamin laki-laki sebanyak 14279 jiwa dan penduduk yang berjenis kelamin

perempuan sebanyak 15080 jiwa.

c) Penduduk Berdasarkan Umur

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik jumlah penduduk menurut umur di

wilayah Lokasi penelitian yang terdiri dari dua kecamatan yaitu Kecamatan

Ujung Pandang dan Kecamatan Wajo yaitu yang tertinggi adalah penduduk

yang berumur 20-24 tahun, di Kecamatan Ujung Pandang sebanyak 3.282 Jiwa
51

dan di Kecamatan Wajo sebanyak 3.832. Untuk lebih jelasnya jumlah penduduk

menurut umur diperlihatkan oleh tabel 12 berikut:

Tabel 9. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur


Tiap Kelurahan di Wilayah Lokasi penelitian Tahun 2012
Kecamatan Ujung Pandang Kecamatan Wajo
Usia
Laki-Laki Perempuan Total Laki-Laki Perempuan Total
0-4 1082 1055 2137 1207 1135 2342
5-9 1079 1030 2109 1181 1059 2240
10-14 1028 999 2027 1167 1132 2299
15-19 1203 1463 2666 1480 1522 3002
20-24 1484 1798 3282 1884 1948 3832
25-29 1336 1441 2777 1415 1541 2956
30-34 1163 1248 2411 1229 1263 2492
35-39 954 1053 2007 1025 1081 2106
40-44 830 915 1745 881 967 1848
45-49 718 815 1533 706 855 1561
50-54 587 650 1237 660 727 1387
55-59 401 523 924 478 509 987
60-64 356 449 805 385 457 842
65+ 584 916 1500 581 884 1465
Jumlah 12805 14355 27160 14279 15080 29359
Sumber : BPS, Kecamatan Ujung Pandang dalam Angka 2012 dan Kecamatan Wajo
dalam Angka 2012

3. Kondisi Penggunaan Lahan

Pola penggunaan lahan pada hakekatnya mencerminkan hasil kegiatan

manusia dalam konteks ruang yang dipengaruhi oleh penduduk dan fisik

wilayah. Sebagai Pusat Kota, lokasi penelitian memiliki karakteristik

penggunaan lahan yang bercampur. Hampir semua jenis penggunaan lahan

ada di kawasan ini. Mulai dari perdagangan dan jasa, perumahan, pendidikan,

peribadatan, kesehatan sampai dengan budaya dan wisata ada di wilayah

Lokasi penelitian. Penggunaan lahan di lokasi penelitian didominasi oleh

penggunaan Jasa Perdagangan dan perumahan. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel 11 dan peta Penggunaan Lahan di Lokasi penelitian berikut:
52

Tabel 10. Jenis dan Luas Penggunaan Lahan di Wilayah Lokasi penelitian
Tahun 2013
Jenis Penggunaan Lahan Luas Persentase
(Ha) (%)

Perdagangan dan Jasa 55.53 27.43


Permukiman 121.58 60.06
Pendidikan 5.54 2.73
Kesehatan 6.00 2.96

Perkantoran 9.11 4.50

Peribadatan 1.29 0.63


Ruang terbuka hijau 1.34 0.66
pemakaman 0.05 0.02
Benteng 0.43 0.21
Gedung 0.37 0.18
Gudang 0.28 0.14
Industri 0.58 0.28
Monument 0.11 0.05
Museum 0.15 0.07
Jumlah 202.42 100
Sumber : RTRW Kota Makassar 2010

5% 1% 1% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%
Perdagangan dan Jasa
3%
3% Permukiman
27%
Pendidikan
Kesehatan
Perkantoran
60%
Peribadatan
Ruang terbuka hijau
pemakaman

Gambar 6. Persentasi luas Penggunaan Lahan

di Wilayah Lokasi penelitian

Dari tabel dan gambar diatas, terlihat bahwa jenis penggunaan lahan yang

dominan di lokasi penelitian yaitu permukiman dengan luas 121.58 ha atau


53

sekitar 60.06% dan perdagangan dan jasa dengan luas 55.53 ha atau sekitar

27.43% dari total luas lahan di lokasi penelitian. sedangkan luas penggunaan

lahan yang terendah yaitu pemakaman dengan luas 0.05 ha atau sekitar

0.02%.

Perdagangan dan Jasa Situs Sejarah

a b

Perkantoran Pendidikan

c d

Gambar 7. Penggunaan Lahan di Lokasi penelitian

Sumber: Hasil Survey Lapangan, Tahun 2013


54

Peta 4, Penggunaan Lahan di Kecamatan Wajo-Ujung Pandang


55

4. Ketersediaan Fasilitas

a) Fasilitas Pendidikan

Jumlah fasilitas pendidikan di Lokasi penelitian terdiri dari Taman Kanak-

kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah

Menengah Umum (SMU), dan Akademi/Perguruan Tinggi. Berdasarkan data

dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa sebaran fasilitas pendidikan

cukup merata untuk tingkat Sekolah Dasar. Untuk Taman Kanak-kanak,

walaupun keberadaannya sudah cukup merata di tiap kelurahan kecuali

Kelurahan Lae-Lae, Kelurahan Pisang Selatan, Kelurahan Lajangiru, Kelurahan

Bulogading, Kelurahan Ende dan Kelurahan Malimongan yang belum tersedia.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 11. Jumlah Fasilitas Pendidikan Di Lokasi penelitian Tahun 2012


Kelurahan TK SD SLTP SMU/SMK

Lae-Lae - 1 - -
Losari 4 3 2 2
Mangkura 4 3 2 2
Ujung Pandang

Pisang - 4 1 -
Selatan
Lajangiru - 1 1 -
Sawerigading 3 6 - 1
Maloku 1 - 2 1
Bulogading - 1 - -
Baru 6 6 6 3
Pisang Utara 1 4 2 1
Pattunuang 2 2 2 1
Ende - 2 - -
Melayu Baru 1 2 2 1
Melayu 1 7 3 3
Wajo

Butung 1 5 1 2
Mampu 2 - - -
Malimongan - - - -
Malimongan 1 - - -
Tua
Total 27 47 24 17
Sumber : BPS, Kecamatan Ujung Pandang dalam Angka 2012 dan Kecamatan Wajo
dalam Angka 2012
56

b) Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesehatan yang ada di Lokasi penelitian terdiri dari Rumah Sakit,

Poliklinik/Balai Pengobatan, Puskesmas, BKIA/Rumah Sakit Bersalin, Dokter

Praktek, dan Apotik. Secara keseluruhan pelayanan kesehatan umum di hampir

tiap desa sudah terlayani, baik melalui Rumah Sakit, Balai Pengobatan,

Puskesmas, maupun Praktek Dokter. Kelurahan yang kurang terlayani adalah

Kelurahan Lae-Lae, Kelurahan Sawerigading, Kelurahan Bulogading dan

Kelurahan Malimongan. Untuk sebaran Apotik masih kurang menyebar dengan

baik seperti di Kelurahan Melayu, Kelurahan Butung Kelurahan Mampu dan

Kelurahan Malimongan.

Tabel 12. Jumlah Fasilitas Kesehatan Di Lokasi penelitian Tahun 2012


Kelurahan Rumah Sakit Poliklinik/ BP BKIA+ Apotik
Lae-Lae 0 0 0 0
Losari 2 0 0 4
Mangkura 0 1 0 2
Ujung Pandang

Pisang Selatan 1 1 0 3
Lajangiru 0 0 1 7
Sawerigading 0 0 2 1
Maloku 1 0 1 3
Bulogading 0 0 0 0
Baru 0 1 0 2
Pisang Utara 1 0 0 4
Pattunuang 2 0 1 6
Ende 0 0 0 2
Melayu Baru 0 0 1 5
Melayu 0 1 1 0
Wajo

Butung 0 0 0 0
Mampu 0 0 0 0
Malimongan 0 0 1 0
Malimongan Tua 1 0 0 5
Total 8 4 8 44
Sumber : BPS, Kecamatan Ujung Pandang dalam Angka 2012 dan Kecamatan Wajo
dalam Angka 2012

c) Fasilitas Perekonomian

Sarana ekonomi yang terdapat di lokasi penelitian terdiri warung / toko,

kedai dan supermarket, hotel serta bank. Sebaran dari fasilitas ini sudah cukup
57

baik sesuai kebutuhan dari tiap kelurahan. Salah satu upaya dalam

meningkatkan laju perekonomian masyarakat di lokasi penelitian adalah

dengan tersedianya fasilitas perdagangan dan jasa yang melayani kebutuhan

masyarakat. Jenis kegiatan usaha yang ada sangat berperan penting terhadap

ketersediaan lapangan kerja di lokasi tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel 14 sebagai berikut:

Tabel 13. Jumlah Fasilitas Perdagangan Di Lokasi penelitian Tahun 2012


Kelurahan
Pasar Mall
Supermarket
Tradisional
Lae-Lae - - -
Losari - - -
Mangkura - - -
Ujung Pandang

Pisang Selatan - - 2
Lajangiru - - -
Sawerigading - - -
Maloku - - 1
Bulogading - - -
Baru - - 1
Pisang Utara - - -
Pattunuang - - 2
Ende 1 1 3
Melayu Baru - - 1
Melayu - - 1
Wajo

Butung - 1 2
Mampu - - -
Malimongan - - -
Malimongan Tua - - 1
Jumlah 1 2 12
Sumber : BPS, Kecamatan Ujung Pandang dalam Angka 2012 dan Kecamatan Wajo
dalam Angka 2012
Tabel 14. Jumlah Hotel dan Penginapan Di Lokasi penelitian Tahun 2012
Penginapan (Hestel, motel,
Kelurahan Hotel
losmen/ wisma)
Lae-Lae - -
Losari - -
Mangkura 1 -
Ujung Pandang

Pisang Selatan 1 3
Lajangiru - 2
Sawerigading 2 5
Maloku 4 1
Bulogading 3 -
Baru 5 -
Pisang Utara 2 1
58

Penginapan (Hestel, motel,


Kelurahan Hotel
losmen/ wisma)
Pattunuang 7 5
Ende 1 -
Melayu Baru 1 1
Melayu 1 2
Wajo
Butung 5 1
Mampu 3 -
Malimongan 2 -
Malimongan Tua - 2
Jumlah 38 23
Sumber : BPS, Kecamatan Ujung Pandang dalam Angka 2012 dan Kecamatan Wajo
dalam Angka 2012

Tabel 15. Jasa Perbankan dan Koperasi Di Lokasi penelitian Tahun 2012
Kelurahan
Bank Pemerintah/ Koperasi Simpan
Swasta Pinjam
Lae-Lae - -
Losari - -
Mangkura 3 -
Ujung Pandang

Pisang Selatan - -
Lajangiru - -
Sawerigading 1 -
Maloku 2 -
Bulogading 4 -
Baru 3 -
Pisang Utara 3 -
Pattunuang 16 1
Ende 5 -
Melayu Baru 1 -
Wajo

Melayu - -
Butung 4 -
Mampu - 1
Malimongan - -
Malimongan Tua 2 -
Jumlah 44 2
Sumber : BPS, Kecamatan Ujung Pandang dalam Angka 2012 dan Kecamatan
Wajo dalam Angka 2012

5. Kondisi Sistem Pergerakan

a) Jaringan Jalan

Sistem jaringan jalan di lokasi penelitian berpola grid, sehingga

memungkinkan akses mudah ke semua tempat. Berdasarkan fungsinya, di

lokasi penelitian terdapat lima klasifikasi jalan yaitu jalan arteri primer, jalan
59

kolektor primer, jalan kolektor sekunder, jalan lokal dan jalan lingkungan. lebih

jelanya mengenai sistem jaringan jalan dapat dilihat pada Tabel 17 dan peta

Klasifikasi Jaringan Jalan berikut:

Tabel 16. Kondisi Prasarana Jaringan Jalan


Nama Jalan Status
Jl. Jend Sudirman Arteri Primer
Jl. Ahmad yani Kolektor Primer
Jl. Sultan Hasanudin Kolektor Primer
Jl. Pasar Ikan Kolektor Primer
Jl. Ujung Pandang Kolektor Primer
Jl. Nusantara Kolektor Primer
Jl. Diponegoro Kolektor Sekunder
Jl. Tentara Pelajar Kolektor Primer
Jl.Wahidin Sudirohusodo Kolektor Primer
Jl. Pattimura Lokal
Jl. Slamet Riyadi Lokal
Jl. Haji Bau Lokal
Jl. Dg Tompo Lingkungan
Jl. Arif Rate Kolektor Sekunder
Jl. Laga Ligo Lokal
Jl. Lamaddukelleng Lokal
Jl. Kenari Lingkungan
Jl. Maipa Lingkungan
Jl. Datu’Museng Lingkungan
Jl. Karunrung Lokal
Jl. Emi Saelan Lingkungan
Jl. Sawerigading Lingkungan
Jl. Mukhtar Lutfi Lokal
Jl. Ali Mutoh Lokal
Jl. Khairil Anwar Lokal
Jl. Ranggong Lokal
Jl. Nurdin Lokal
Jl. Bau Masepe Lokal
Jl. Amannagappa Lokal
Jl. Somba Opu Kolektor Sekunder
Jl. Supratman Lokal
Jl. Balai Kota Raya Lokal
Jl. Seruni Lokal
Jl. Sumba Lokal
Jl. Sanur Lingkungan
Jl. Lombok Lingkungan
Jl. Bali Lokal
Jl. Timor Lokal
Jl Sulawesi Lokal
Jl. Lembeh Lokal
Jl. Bacan Lingkungan
Jl. Sangir Kolektor Sekunder
Jl. P. Diponegoro Kolektor Sekunder
60

Jl. Kalimantan Lingkungan


Jl. Sarappo Lingkungan
Jl. Butung Lokal
Jl. Barang Lompo Lingkungan
Jl. Barang Caddi Lingkungan
Jl. Tarakan Lokal
Total
Sumber : RDTR Kota Lama Makassar Tahun 2007

Peta 5, Klasifikasi Jaringan Jalan

b) Rute Angkutan Umum

Sebagai kawasan dengan tarikan yang tinggi, di Lokasi penelitian dilewati

oleh hampir semua trayek angkutan umum. Lapangan Karebosi sebagai titik
61

balik trayek, merupakan kawasan yang paling padat dengan jalur trayek ini.

Menurut data dari Dinas Perhubungan Darat Kota Makassar, jumlah trayek

angkutan umum pete-pete yang melewati kawasan studi sebanyak kurang lebih

10 trayek.

Semua trayek ini melewati jalan-jalan seperti jalan G. Bawakaraeng, jalan

Jend. Sudirman, jalan H. M. Yusuf, jalan Wahidin Sudirohusodo, jalan Tentara

Pelajar, jalan Sulawesi, jalan Nusantara, jalan Ahmad Yani, jalan Ujung

Pandang, jalan Penghibur, jalan Sultan Hasanuddin, jalan Kajaolalido, jalan

Botolempangan dan jalan Pattimura. Untuk lebih jelasnya mengenai rute

angkutan umum yang melintas di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 18

dan peta rute angkutan umum sebagai berikut:

Tabel 17. Rute Trayek Angkutan Pete-pete di Lokasi Penelitian

Trayek Pete- Panjang `Rute Jalan Jumlah


Pete Lintasan Armada
(M) (unit)
Takalar- 3.094 m Takalar-Sungguminasa-jl. Sultan Alauddin-jl. Andi -
Sungguminasa- Tonro-jl. Kumala-jl. Ratulangi-jl. Jendral
Makassar Sudriman-jl. H. M. Yusuf-jl. Bawakaraeng-jl.
Jendral Sudirman-jl. Ratulangi-jl. Landak-jl.
Veteran-jl. Sultan Alauddin
Trayek Kode A 3.910 m BTN Minasa Upa-jl. Syech Yusuf-jl. Sultan 189
Alauddin –jl. Andi Tonro-jl. Kumala-jl. Ratulangi-jl.
Jendral Sudriman-jl. Hos Cokroaminoto-jl. KH.
Ramli-jl.Nusakambangan-jl. Ahmad Yani-jl.
Jendral Sudirman-jl. Ratulangi-jl. Landak-jl.
Veteran-jl. Sultan Alauddin-jl. Syech Yusuf-BTN
Minasa Upa
Trayek Kode B 3450- Terminal Tamalate-jl. Malengkeri –jl. Daeng Tata- 437
7.502 m jl. Abdul Kadir-jl. Dangko-jl. Cendrawasih-jl. Arief
Rate-jl. Sultan Hasanuddin-jl.
Patimura/Penghibur-jl. Ujungpandang-jl.
Riburane-jl. Ahmad Yani-jl. Wahidin
Sudirohusodo-jl. Tentara Pelajar-jl.
Sulawesi/Nusantara-jl. Ahmad Yani-jl.
Kajaolalido-jl Botolempangan-jl. Arief Rate-jl.
Cendrawasih-jl.Dangko-jl. Abdul Kadir-jl. Daeng
Tata-jl. Malengkeri-Terminal Tamalate
Trayek B1 3.317 m Jl. Cendrawasih-jl. Arif Rate-jl. Sultan Hasanudin- 151
jl. Sawerigading-jl. Botolempangan-jl. Karunrung-
jl.Sungai Saddang-jl. Latimojong-jl. Masjid Raya-
62

jl.Urip Sumoharjo-jl. Perintis Kemerdekaan-


Kampus Unhas-jl. Perintis Kemerdekaan-jl. Urip
SUmoharjo-jl. Bawakaraeng-jl. Kartini-jl.
Botolempangan-jl. Arif Rate-jl. Cendrawasih
Trayek Kode C 1.913 – Jl. Rappokalling-jl. Korban 40 ribu-jl. Juanda-jl. 247
2.120 m Gatot Subroto-jl. Ujungpandang Baru-jl. Pongtiku-
jl. Datok Ditiro-jl. Sunu-jl. G. Bawakaraeng-jl.
Jenderal Sudirman-jl. Hos Cokroaminoto-jl. KH.
Ramli-jl. Nusakambangan-jl. Wahidin
Sudirohusodo-jl. P. Diponegoro/ Tentara Pelajar-
jl. Andalas-jl. Cumi-cumi-jl. Pongtiku-jl.
Ujungpandang Baru-jl. Gatot Subroto-jl. Juanda-
jl. Regge-jl. Rappokalling
Trayek Kode D 1.017 m Terminal Daya-jl. Perintis Kemerdekaan-jl. Urip 921
Sumoharjo –jl. Bawakaraeng-jl. Latimojong-jl.
Andalas-jl. Laiya-jl. KH. Ramli-jl. HOS
Cokroaminoto-jl. H. M. Yusuf-jl. Bulusaraung-
jl.Masjid Raya-jl. Urip Sumoharjo-jl. Perintis
Kemerdekaan-Terminal Daya
Trayek Kode H 1.907 m Perumnas Antang-jl. Antang Raya-jl. Urip 356
Sumiharjo-jl. Bawakaraeng-jl. Jenderal Sudirman-
jl. Hos Cokroaminoto-jl. KH. Ramli-jl. Wahidin
Sudirohusodo-jl. P. Diponegoro-jl. Bandang-jl.
Masjid Raya-jl.Urip Sumiharjo-jl. Antang Raya-
Perumnas Antang
Trayek Kode I 1.913 m Terminal Panakkukang-jl.Toddopuli Raya-jl. 327
Borong-jl. Batua Raya-jl. Abdullah Daeng Sirua-jl.
Racing Centre-jl. Urip Sumiharjo-jl. G.
Bawakaraeng-jl. Jenderal Sudirman-jl. Hos
Cokroaminoto-jl. KH. Ramli-jl. Nusakambangan-jl.
Wahidin Sudirohusodol-jl. P. Diponegoro-jl.
Bandang-jl. Masjid Raya-jl. Urip Sumiharjo-jl.
Abdullah Daeng Sirua-jl. Batua Raya-jl.Borong-jl.
Toddopuli Raya -Terminal Panakkukang
Trayek Kode J 3.910 m Terminal Panakkukang-jl.Toddopuli Raya-jl. 222
Tamalate– jl. Emmy Saelan-jl. Sultan Alauddin-jl.
Andi Tonro-jl. Kumala-jl. Ratulangi-jl. Jendral
Sudriman-jl. Hos Cokroaminoto-jl. KH. Ramli-
jl.Nusakambangan-jl. Ahmad Yani-jl. Jendral
Sudirman-jl. Ratulangi-jl.Landak-jl. Veteran-jl.
Sultan Alauddin-jl. Emmy Saelan-jl. Tamalate-jl.
Toddopuli Raya-Terminal Panakukkang
Trayek Kode S 1.017 m BTP-jl. Perintis Kemerdekaan-jl. Urip Sumoharjo- 50
jl.Bawakaraeng-jl. Latimojong-jl. Andalas-jl.
Laiya-jl. KH. Ramli-jl. HOS Cokroaminoto-jl. H.
M. Yusuf-jl. Bulusaraung-jl. Masjid Raya-jl. Urip
Sumoharjo-jl.Perintis Kemerdekaan-BTP
Sumber: Rencana Terminal Pembantu Makassar, 2008
63

Peta 6, Track Lintasan Rute Angkutan Pete-pete

(Rencana Terminal Pembantu Makassar, 2008)


64

C.Karakteristik Responden di Pemukiman

Penelitian ini tidak hanya terfokus di simpul atau di jalan yang menjadi

simpul moda transportasi di Kecamatan Wajo dan Kecamatan Ujung Pandang,

penelitian ini juga dilakukan pada penduduk yang berada di wilayah pemukiman

dimana jumlah sampel penduduk yang diambil adalah 200 responden di

Kecamatan Wajo dan 190 responden untuk Kecamatan Ujung Pandang dengan

sampel berdasarkan kepala rumah tangga atau yang mewakili rumah tangga.

1. Klasifikasi Mata Pencaharian Penduduk

Jumlah penduduk menurut mata pencaharian perlu diidentifikasi untuk

memudahkan dalam proses penelitian lebih lanjut mengenai pergerakan

penduduk. Klasifikasi tujuan pergerakan yang paling dominan adalah

perjalanan/ pergerakan dengan tujuan bekerja, aktifitas bekerja dan jenis

pekerjaan yang dilakukan. Berdasarkan hasil kuesioner di setiap lokasi

penelitian memiliki karakteristik mata pencaharian yang berbeda-beda. Jenis

mata pencaharian di lokasi penelitian terdiri dari karyawan toko, PNS, buruh

industri, dan lain-lain. Untuk Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan gambar

berikut:

Tabel 18. Klasifikasi Mata Pencaharian Penduduk

Mata Pencaharian
Kecamatan Karyawan Karyawan Jumlah
PNS Wiraswasta TNI/ POLRI Buruh
Swasta Toko
Wajo 24 54 37 63 2 30 210
Ujung Pandang 15 30 34 50 20 31 180
Jumlah 39 84 71 113 22 61 390
(%) 10 22 18 29 6 16 100
65

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar

penduduk di lokasi penelitian bermata pencaharian sebagai wiraswasta dimana

terdapat 29% dari jumlah total penduduk di wilayah pemukiman. Dimana di

Kecamatan Wajo, terdapat 113 Kepala Keluarga yang bermata pencaharian

sebagai wiraswasta dan di Kecamatan Ujung Pandang sebanyak 50 Kepala

Keluarga yang bermata pencaharian sebagai wiraswasta.

16% 10% PNS


6% 22% Karyawan Swasta

28% 18% Karyawan Toko


Wiraswasta
TNI/POLRI
Buruh

Gambar 8. Klasifikasi Mata Pencaharian Penduduk

Dari gambar diatas terlihat bahwa sebagian besar penduduk di lokasi

penelitian untuk sampel di wilayah perumahan memiliki mata pencaharian

sebagai wiraswasta yakni sekitar 29%, karyawan swasta sekitar 22% dan

karyawan toko sekitar 18%.


66

2. Status Rumah Tinggal Penduduk

Dari hasil kuisioner penduduk yang dilakukan pada 210 KK di Kecamatan

Wajo dan 190 KK di Kecamatan Ujung Pandang, diperoleh bahwa sebagian

besar rumah tinggal penduduk memiliki status sebagai hak milik. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut:

Tabel 19. Status Rumah Tinggal Penduduk

Status Rumah Tinggal


Kecamatan Milik Jumlah
Kontrak (n)
(n)
Wajo 106 104 210
Ujung
102 78 180
Pandang
Jumlah 208 182 390

150
106 102 104
100 78

50

0
Milik Kontrak

Responden Kec. Wajo Responden Kec. Ujung Pandang

Gambar 9. Status Rumah Tinggal Penduduk

Berdasarkan tabel dan gambar di atas, diketahui bahwa 136 dari 390 KK

penduduk memiliki status rumah tinggal sebagai hak milik pribadi, dimana untuk

106 KK yang menjadi sampel penduduk untuk Kecamatan Wajo menempati

rumah sendiri dan 102 KK untuk Kecamatan Ujung Pandang. Adapun keluarga

yang tinggal di rumah kontrak yakni sebesar 104 KK yang terdiri dari 78 KK
67

menempati rumah kontrak di Kecamatan Wajo, dan 78 KK di Kecamatan Ujung

pandang.

3. Kepemilikan Kendaraan

Jumlah kepemilikan kendaraan juga merupakan sebagai ciri khas keadaan

sosial. Pemilikan kendaraan umumnya erat sekali berkaitan dengan perjalanan

perorangan (per unit rumah) dan juga dengan kerapatan penduduk. Untuk lebih

jelasnya mengenai kepemilikan kendaraan para penduduk di lokasi penelitian

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 20. Penduduk Berdasarkan Jumlah Kepemilikan Kendaraan

Jenis Kendaraan
Lokasi Penelitian Jumlah
Motor Mobil Motor+Mobil

Kec. Wajo 134 41 35 210

Kec. Ujung
45 90 45 180
Pandang
Jumlah 179 131 80 390

Dari tabel diatas, terlihat bahwa sebagian besar penduduk dalam

melakukan pergerakan/ bekerja menggunakan kendaraan pribadi. Jenis

kendaraan yang dimiliki penduduk sebagian besar merupakan sepeda motor

yaitu sebanyak 179 orang atau sekitar 46%. Sedangkan Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada gambar berikut:


68

21%

45% Motor
34%
Mobil
Motor + Mobil

Gambar 10. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kepemilikan Kendaraan

Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat pula bahwa penduduk yang

memiliki mobil hanya 34% dari penduduk untuk wilayah pemukiman di

Kecamatan Wajo dan Ujung Pandang. Adapun yang memiliki Motor dan Mobil

yakni 21% dari penduduk di wilayah pemukiman.

4. Jenis Moda Transportasi Pilihan

Hasil kuisioner penduduk terhadap 390 KK di lokasi penelitian diperoleh

data mengenai jumlah penduduk berdasarkan moda transportasi yang dipilih

serta alasan penduduk untuk menggunakan moda transportasi tersebut untuk

melakukan aktifitas. Dimana penduduk yang memilih menggunakan angkutan

pribadi sebanyak 186 penduduk atau 53% dari penduduk. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut :

Tabel 21. Moda Transportasi yang paling diminati

Moda Transportasi
Kecamatan Kendaraan Pete- Jumlah
Becak Berjalan
Pribadi pete
Wajo 110 71 16 13 210
Ujung
76 69 16 19 180
Pandang
Jumlah 186 140 32 32 390
(%) 48 36 8 8 100
69

Jenis Kendaraan (%)


8% 3%
Kendaraan Pribadi
38% Pete-pete
51%
Becak
Berjalan

Gambar 11. Pemilihan Moda Transportasi

Dari tabel dan gambar diatas, dapat dilihat pula penduduk yang memilih

untuk menggunakan Pete-pete adalah 140 penduduk atau 36%. Yang memilih

menggunakan Becak yakni 8%, berjalan kaki 8% Dari hasil kuisioner ini juga,

dapat disimpulkan bahwa keinginan masyarakat untuk menggunakan moda

transportasi umum masih rendah.

Keinginan penduduk dalam pemilihan jenis moda transportasi dipengaruhi

oleh banyak faktor. Dimana alasan penduduk dalam pemilihan moda

transportasi yang digunakan berbeda-beda. Salah satunya adalah faktor

Kenyamanan dan biaya murah menjadi alasan penduduk dalam memilih moda

transportasi angkutan Pete-pete. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 22. Alasan dalam memilih Moda Transportasi Pete-pete

Alasan Jumlah Persentase


No Penduduk
Memilih Moda (KK) (%)
1 Kenyamanan 75 19
2 Keamanan 45 12
3 Biaya Murah 187 48
4 Cepat 83 21
Jumlah 390 100
70

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa biaya yang murah menjadi

alasan yang paling banyak dijawab oleh penduduk, dimana 48% dari penduduk

di wilayah pemukiman menjawab hal serupa. Sedangkan yang memilih karena

faktor kenyamanan adalah 12% dari total penduduk. Adapun yang memilih

Karena waktu tempuh yan lebih cepat adalah 21%, karena keamanan 12%.

5. Jarak ke tempat mengambil Moda transportasi dan Cara

menempuhnya

Dari hasil kuisioner diperoleh data mengenai jarak pemukiman penduduk

dengan tempat mengambil moda transportasi. Dengan adanya data ini, dapat

diketahui jarak terdekat dan terjauh penduduk untuk mengambil moda

transportasi yang akan digunakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

dan gambar berikut:

Tabel 23. Jarak ke tempat mengambil moda

Jarak ke Tempat
No Jumlah (%)
Mengambil Moda
1 <200m 230 59
2 200-500 m 89 23
3 500 m-1000 m 45 12
4 > 1000 m 26 7
Jumlah 390 100
71

Gambar 12. Jarak tempuh tempat mengambil moda

Dari tabel dan gambar diatas diketahui bahwa, penduduk yang

menempuh jarak terdekat yakni <200m untuk mengambil moda adalah 230

penduduk atau 59% dari 390 KK penduduk di Kecamatan Wajo dan Ujung

Pandang. Sedangkan penduduk yang menempuh jarak terjauh terjauh yakni >

1000 m hanya 7% yakni 26 dari 390 KK penduduk. Adapun yang menempuh

jarak 200-500 m menuju tempat pengambilan moda adalah 89 penduduk atau

23%, dan yang menempuh 500 m-1000 m adalah 45 penduduk atau 12%.

Selain jarak tempuh yang berbeda-beda, cara yang ditempuh untuk

mengambil moda transportasi yang akan digunakan juga beragam. Dari hasil

kuisioner, sebagian besar penduduk lebih memilih menggunakan becak untuk

memperoleh moda transportasi terdekat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel berikut :
72

Tabel 24. Cara Mengambil Moda Angkutan Umum Pete-pete

Cara Mencapai Moda Jumlah (%)


Jalan Kaki 86 22
Becak / Bentor 256 66
Pete-pete 23 6
Kendaraan Pribadi 25 6
Jumlah 390 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa 66% penduduk lebih

memilih untuk menggunakan becak/bentor untuk menuju tempat mengambil

moda transportasi terdekat. 22% dengan berjalan kaki, 6% menggunakan pete-

pete, dan yang menggunakan kendaraan pribadi sebanyak 6%. Dari data ini

dapat disimpulkan bahwa, sebagian besar penduduk lebih memilih naik

becak/bentor meskipun mengeluarkan biaya yang lebih besar dibandingkan

dengan berjalan kaki. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor jarak lokasi asal

menuju lokasi simpul yang relatif jauh sehingga penduduk lebih memilih

menggunakan becak/bentor.

6. Biaya Transportasi

Berdasarkan dari hasil kuesioner diketahui bahwa biaya yang murah

menjadi alasan yang paling banyak dikemukakan oleh penduduk dalam

pemilihan moda transportasi. Dimana besar biaya transportasi yang dikeluarkan

oleh penduduk (beserta anggota keluarga)/ harinya dapat dilihat pada tabel

berikut:
73

Tabel 25. Biaya Transportasi per KK

Biaya transportasi Jumlah (%)


<Rp.25.000 134 34
RP. 25.000-Rp. 50.000 187 48
RP. 50.000-Rp. 75.000 25 6
Rp. 75.000-Rp. 100.000 23 6
>Rp. 100.000 21 5
Jumlah 390 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa biaya yang dikeluarkan

tiap KK yang menjadi penduduk di wilayah pemukiman di Kecamatan Wajo dan

Kecamatan Ujung pandang 34% mengeluarkan <Rp, 25.000 untuk biaya

transportasi. Sedangkan 48% mengeluarkan Rp.25.000-Rp. 50.000 untuk biaya

transportasi. 6 % mengeluarkan biaya Rp. 50.000-Rp. 75.000, 6%

mengeluarkan biaya Rp. 75.000–Rp. 100.000, dan 5% mengeluarkan biaya

>Rp. 100.000.

Dari biaya transportasi yang dikeluarkan tersebut, diperoleh informasi

mengenai pendapat penduduk terhadap biaya transportasi yang dikeluarkan

per harinya. Dimana sebagian besar penduduk menganggap biaya yang

dikeluarkan tidak memberatkan atau relatif murah. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 26. Pendapat Penduduk tentang biaya Transportasi

Pendapat Penduduk Jumlah (%)


Sangat Memberatkan 52 13
Memberatkan 87 22
Tidak Memberatkan 251 64
Jumlah 390 100
74

13
22 Sangat Memberatkan
64
Memberatkan
Tidak Memberatkan

Gambar 13. Pendapat mengenai Biaya Transportasi

Berdasarkan tabel dan gambar di atas, dapat diketahui bahwa penduduk

yang menyatakan tidak memberatkan adalah yang tertinggi, yakni 64% atau

dari penduduk pemukiman di Kecamatan Wajo dan Ujung Pandang. Adapun

yang berpendapat biaya transportasi yang mereka keluarkan memberatkan

adalah 22% dari penduduk Pemukiman. Sedangkan yang menyatakan Biaya

tinggi yakni 13% dari penduduk. Dengan demikian dapat disimpulkan, rata-rata

pengeluaran penduduk untuk biaya transportasi perhari yang dikeluarkan

antara Rp25.000-Rp. 100.000 per Keluarga dalam sehari.

7. Masukan Konsep Simpul dari Penduduk di Pemukiman

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada penduduk yang bermukim di

lokasi penelitian diperoleh informasi mengenai keinginan masyarakat akan

peningkatan kualitas moda transportasi ke depannya, pendapat mengenai lalu

lintas dan tempat mengambi moda yang ada di Kota Makassar, serta informasi

mengenai angkutan massal yang diinginkan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat

pada penjelasan dibawah ini :

- Keinginan Penduduk untuk berpindah moda dari angkutan pribadi ke

massal
75

Salah satu pertanyaan yang diajukan kepada penduduk penelitian tentang

moda transportasi adalah jika di Kota Makassar disediakan moda

transportasi massal yang lebih murah, aman, dan nyaman, apakah

penduduk akan beralih dari menggunakan kendaraan pribadi menjadi

transportasi massal. Untuk lebih jelasnya mengenai keinginan penduduk

untuk berpindah moda dapat dilihat pada gambar berikut:

18%
46% Mau
36%
Tidak Mau
Ragu-ragu

Gambar 14. Keinginan Masyarakat Berpindah Moda

Berdasarkan gambar diatas, didapatkan informasi mengenai hasil

wawancara penduduk pemukiman, diketahui bahwa 46% penduduk mau

beralih dari menggunakan kendaraan pribadi menjadi menggunakan moda

transportasi massal. Sedangkan 36% menyatakan tidak mau. Adapun

yang menjawab 18% adalah penduduk yang masih meragukan

aksebilitas moda transportasi tersebut, meskipun memberi kenyamanan

dengan biaya murah apakah moda transportasi tersebut mampu

menempuh lokasi-lokasi yang ingin dituju oleh penduduk atau tidak.

- Pendapat penduduk mengenai angkutan massal kota Makassar

Berdasarkan dari hasil kuesioner diperoleh informasi bahwa sebagian

besar penduduk menginginkan adanya peningkatan kualitas terhadap

moda transportasi massal yang tersedia di Makassar saat ini. Dimana,


76

33% penduduk memaparkan pendapat demikian. Pendapat lain mengenai

moda transportasi massal Makassar adalah penduduk mengharapkan

moda transportasi yang digunakan misalnya pete-pete, tidak menunggu

penumpang terlalu lama, selain karena nyaman, juga waktu yang akan

ditempuh untuk tempat aktivitas menjadi lebih lama.

Pendapat lain yang cukup banyak dipaparkan oleh penduduk adalah supir

angkutan massal harus lebih tertib dalam berlalu lintas. Selain memberi

kenyamanan, penduduk juga akan mendapatkan keamanan saat

menggunakan moda transportasi tersebut. Sementara penambahan

armada, hanya 5% penduduk yang berpendapat demikian, karena untuk

Kota Makassar dinilai memiliki armada transportasi massal yang cukup

banyak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 15. Pendapat Penduduk tentang Angkutan Massal


Kota Makassar

- Pendapat penduduk mengenai Lalu Lintas Makassar


77

Berdasarkan hasil kuesioner, pendapat penduduk mengenai lalu lintas di

Kota Makassar , sebagian besar mengatakan bahwa arus lalu lintas di

Kota Makassar terlalu padat dan sering menimbulkan kemacetan yakni

sebanyak 37% dari penduduk. Hal ini juga diikuti dengan kurangnya

kesadaran masyarakat untuk tertib dalam berlalu lintas, sebagaimana

dikemukakan oleh 28% penduduk memberikan pendapat tersebut. Selain

kemacetan dan kurang tertib, permasalahan lalu lintas di Kota Makassar

adalah infrastruktur jaringan jalan di Kota Makassar kurang baik. Padahal

hal inilah yang menjadi salah satu penyebab kemacetan lalu lintas. Selain

itu, pertumbuhan kendaraan di Kota Makassar yang begitu pesat dari hari

ke hari membuat diperlukan adanya pengalihan moda transportasi. 11%

penduduk mengemukakan pendapat tersebut, sebab di Kota Makassar

sudah terlalu padat kendaraan sehingga diperlukan angkutan massal yang

membuat masyrakat mau beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan

massal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 16. Pendapat tentang Lalu Lintas di Makassar

- Angkutan Massal yang diinginkan untuk masyarakat

Sebagaimana yang dijelaskan pada pemaparan sebelumnya, bahwa

untuk Kota Makassar diperlukan Angkutan Massal yang mampu membuat


78

masyarakat beralih moda transportasi. Dari hasil kuisioner 390 KK

Penduduk di wilayah pemukiman Kecamatan Wajo dan Kecamatan Ujung

Pandang, diperoleh informasi mengenai jenis angkutan massal seperti apa

yang diinginkan oleh penduduk. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada

tabel dan gambar berikut :

Tabel 27. Angkutan Massal yang diinginkan

Angkutan
NO Massal yang Jumlah (%)
Diinginkan
1 Bus 136 35
2 Monorail 65 17

3 Kereta Api 19 5

4 Busway 170 44
Jumlah 390 100

50

40 44

30 35

Jenis Moda yang diinginkan


20
17
10
5
0
Bus Monorail Kereta Api Busway

Gambar 17. Angkutan Massal yang diinginkan

Dari tabel dan gambar diatas, didapatkan informasi bahwa penduduk

menginginkan adanya jenis angkutan massal yang nyaman, kapasitasnya

besar, aman, dan murah seperti busway. Dimana, sebanyak 44%

penduduk berpendapat di Kota Makassar memerlukan jenis angkutan

Makassar tersebut. Selain busway, 35% menginginkan adanya bus, 17%

monorail, 5% kereta api.


79

D. Analisis Simpul Perpindahan Moda

Lokasi simpul di Lokasi penelitian, terdiri dari sembilan titik simpul. Dimana

titik-titik simpul tersebut diidentifikasi sebagai tempat perpindahan moda bagi

penduduk dalam beraktivitas di lokasi penelitian. Titik-titik simpul tersebut

berada di jalan-jalan yang dilalui oleh rute angkutan umum dilokasi penelitian.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 29 dan peta lokasi simpul berikut:

Tabel 28

Lokasi Titik-Titik Simpul (Ngetem) Pete-pete di Lokasi penelitian

NO Lokasi Titik Simpul


1 Jln. Cokroaminoto
2 Jln. Irian
3 Jln. Dr. Wahidin Sudhirohusodo
4 Jln. Tentara Pelajar
5 Jln. Diponegoro
6 Jln. Kajolalido
7 Jln. Jendral Sudirman
8 Jln. Ahmad Yani
9 Jln. Gunung Lompobattang

Lokasi ini merupakan tempat pete-pete ngetem atau parkir kendaraan

untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, sehingga kedepan perlu

konsep yang jelas simpul perpindahan moda angkutan pete-pete ke feeder

maupun ke transportasi massal yang jauh lebih besar.

E. Analisis Simpul Perpindahan Moda Ditinjau Terhadap Spasial

1. Analisis Bangkitan dan Sebaran Pergerakan (Asal Tujuan)

Karakteristik simpul perpindahan moda dengan variabel spasial dapat

dilihat dari pola perjalanan penduduk di lokasi simpul dengan melihat bangkitan

dan tarikan perjalanan yang terjadi di lokasi simpul; karakteristik jenis kegiatan
80

di lokasi simpul serta klasifikasi jaringan jalan disekitar simpul. Pendistribusian

pergerakan terjadi ketika orang bergerak dari asal menuju tujuan perjalanan

dengan menggunakan moda tertentu. Pola pergerakan dalam sistem

transportasi seringkali dijelaskan dalam bentuk arus pergerakan yang bergerak

dari zona asal ke zona tujuan di dalam daerah tertentu dan dalam periode

tertentu. Untuk melihat distribusi tersebut, dilakukan wawancara terhadap

penduduk di lokasi simpul perpindahan moda angkutan di lokasi penelitian yang

dituangkan dalam matriks asal tujuan.

Dalam mengidentifikasi pola perjalanan penduduk Kota Makassar di pusat

kota sebagai pergerakan dari lokasi asal ke lokasi tujuan di simpul perpindahan

moda angkutan, dimana lokasi asal di wilayah penelitian dibagi ke dalam 2

(dua) titik lokasi yaitu kecamatan Wajo dan Ujung Pandang dan sebagai tujuan

lokasi aktifitas atau guna lahan yang terdapat di luar kecamatan Wajo dan

Ujung Pandang dengan berbagai tujuan masing-masing dalam kecamatan,

berdasarkan lokasi simpul perpindahan moda angkutan dan guna lahan yang

disekitar lokasi simpul tersebut. Asal bangkitan perjalan berasal dari

permukiman di kawasan pusat kota yang terdistribusi di beberapa Kelurahan di

2 kecamatan tersebut.

Dari hasil kuesioner 390 responden di permukiman di Kecamatan Wajo

yaitu Kelurahan Malimongan, Kelurahan Malimongan Selatan, Kelurahan

Butung dan Kelurahan Mampu untuk Kecamatan Ujung Pandang yaitu

Kelurahan Pisang Utara, Kelurahan Bulogading, Kelurahan Lajangiru,

Kelurahan Pisang Selatan dan Kelurahan Sawerigading. Adapun tabel asal

tujuan dapat dilihat pada lampiran tabel matriks asal tujuan. Dari tabel tersebut

sebanyak 47 orang bergerak ke bandara di Kecamatan Biringkanaya, Ke


81

sungguminasa Kabupaten Gowa sebanyak 38 orang, untuk Kampus paling

banyak bergerak ke daerah Tamalanrea yaitu UNHAS dan STIMIK yaitu 7 dan

11 orang, untuk ke Rumah Sakit lebih banyak ke RS Bayangkara 14 orang.

Lokasi perdagangan yang paling banyak bergerak ke lokasi Pasar Sentral di

Kecamatan Wajo, Panakkukang di Kecamatan Panakkukang serta MTOS dan

MARI di Mamajang. Untuk perkantoran lebih banyak ke Gabungan Dinas di

Kecamatan Makassar, Kantor Jamsostek di Kecamatan Panakkukang dan

Kantor Gubernur di Kecamatan Panakukkang sebanyak 21 responden. Untuk

kantor swasta lebih banyak ke kantor Askes Kecamatan Panakukkang dan

Bank Danamon Kecamatan Manggala dan Graha Pena di Kecamatan

Panakukkang sebanyak rata-rata 7-8 Orang.


82

Tabel 29. Matriks Asal Tujuan yang Berasal dari Bangkitan Permukiman

Perbatas
Tuju Rumah Lokasi Perdagangan dan
an Kampus Perkantoran
an Sakit Pelabuhan Juml
Kecamatan Wilayah
ah
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3
Asal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1
A 1 5 1 1 2 1 1 2 1 3 4 2 4 2 1 2 - 1 - 2 3 2 2 - 2 1 1 2 2 2 53
B 8 8 - - 1 4 - - 1 4 4 2 2 3 2 3 1 - 1 - - 1 - 2 - - 1 - - 1 - 49
Wajo
C 11 3 2 - - - 3 1 - 4 3 4 3 4 3 3 - 1 1 1 1 - 2 - 1 - - 2 - - 2 55
D 8 6 1 1 2 1 - 1 2 5 2 2 4 2 4 1 - - - - 2 - 2 - 1 2 - 1 3 - 53
E 11 3 1 - - 1 4 3 3 1 2 3 3 1 1 1 - - 2 - - - - 2 2 1 - 45
F 2 6 - 1 - 3 4 - 3 2 1 2 1 1 2 1 1 - 2 - - 1 - - 1 - - 1 - - 35
Ujung
G 5 2 2 - 2 - - - 6 2 2 2 3 3 3 2 1 - - - - - - - 2 - 1 - - 1 2 41
Pandang
H 0 3 2 - - - 1 3 4 3 1 1 2 1 1 - - - 3 - - 2 - 2 - - - 2 - - - 31
I 1 2 - 2 2 - - - 1 2 2 2 2 2 3 - - - 1 1 - - - 2 1 - - 1 1 - 28
1 1 1 2 2 1 2 2 1 2
Jumlah 47 38 7 5 8 6 5 4 5 7 5 7 7 6 7 4 4 7 7 9 6 390
1 0 4 6 6 9 1 2 8 2
Sumber : Hasil Kuesioner, 2013

Keterangan :

Kel.
Kel. Malimongan Kel. Pattunuang Kel. Kel.
Kel. Butung Kel.
dan Malimongan dan Melayu Pisang Kel. Bulogading Pisang Kel. Sawerigading
Tua Melayu dan Lajangiru
Baru Utara Selatan
Melayu
1 2 3 4 5 6 7 8 9
83

UIN Rs.
Pelamoni Rs. Panakku Pasar
Bandara Ke UNHAS Alauddin UNM STIMIK Bayang Pasar MARI MTos
a Wahidin kang Terong MTC
(Kecama Sunggum (Kecam Kampus I (Kecamat (Kecam kara Sentral (Kecamat (Kecamat
(Kecamat (Kecam (Kecamat (Kecam (Kecam
tan inasa atan (Kecamat an atan (Kecam (Kecam an an Ujung
an Ujung atan an atan atan
Biringka (Kab. Tamala an Rappocin Tamala atan atan Mamajan Pandang
Pandang Tamala Panakku Makass Wajo)
naya) Gowa) nrea) Tamalate i) nrea) Tamalat Wajo) g) )
) nrea) kang) ar)
) e)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Pelabuh Balaikot Kantor Gabung Tower Bank
Kantor JAMSOS TELKO PT.ASKE Graha BPS
an a Pengadil an Wisma Bosowa Bank Danam
Gubernur TEK M S Pena SUL-
Paotere (Kecam an Dinas Kalla (Kecam Panin on
Kantor (Kecamat (Kecamat (Kecam (Kecamat (Kecamat SEL
(Kecama atan (Kecamat (Kecam (Kecam atan (Kecamat (Kecam
PU KOTA an an atan an an (Kecam
tan Ujung an atan atan Ujung an atan
Panakuk Panakuk Rappoc Panakku Panakku atan
Ujung Pandan Panakuk Makass Mariso) Pandan Mariso) Mangga
kang) kang) ini) kang) kang) Mariso)
Tanah) g) kang) ar) g) la)
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
84

2. Analisis Guna lahan, Klasifikasi jalan dengan simpul

Pola pergerakan atau perjalanan yang terjadi di lokasi penelitian dapat

disebabkan karena faktor jenis kegiatan atau penggunaan lahan yang ada di

sekitar lokasi simpul. Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah ada

hubungan guna lahan dengan simpul dalam pergerakan penduduk di lokasi

penelitian.

Setiap sistem kegiatan atau tata guna lahan mempunyai jenis kegiatan

tertentu yang akan membangkitkan pergerakan dan akan menarik pergerakan.

Dimana pola sebaran tata guna lahan sangat mempengaruhi pola perjalanan

penduduk. Tata guna lahan sangat terkait dengan jumlah bangkitan perjalanan,

sehingga untuk mempelajari bangkitan perjalanan kita perlu terlebih dahulu

mengetahui tataguna lahan daerah yang akan di teliti. Guna lahan menunjukan

kegiatan perkotaan yang menempati petak yang bersangkutan.

Penggunaan lahan di kawasan penelitian sangat beragam, dimana lokasi

penelitian merupakan pusat kota dengan berbagai fungsi kegiatan didalamnya.

Hampir semua jenis penggunaan lahan ada di kawasan ini. Mulai dari

perdagangan dan jasa, perumahan, perkantoran pendidikan, peribadatan,

kesehatan sampai dengan budaya dan wisata ada di lokasi penelitian.

Beberapa pusat kegiatan di lokasi penelitian mengakibatkan aglomerasi

penggunaan lahan di kawasan ini. Sebagai contoh pusat kegiatan wisata Pantai

Losari mempengaruhi eksisting penggunaan lahan jalan penghibur menjadi

dominan perdagangan dan jasa dengan fungsi rata-rata jasa dan kuliner.

Penggunaan lahan perdagangan dan jasa merupakan fungsi yang paling

dominan di lokasi penelitian. Fungsi ini menyebar dengan luas penggunaan

lahan sebesar 70,94 ha dan menutupi 38,50% dari tutupan lahan di lokasi
85

penelitian. Setidaknya terdapat 3 Pusat Perbelanjaan dan merupakan tarikan

yang besar di kawasan pusat kota ini. Ketiga pusat perbelanjaan itu adalah

Makassar Trade Centre (MTC) yang terletak di jalan Jend. Ahmad Yani. MTC,

pusat perbelanjaan kedua yaitu Pusat Grosir Butung yang berlokasi di jalan

Sabutung Kecamatan Wajo. sedangkan pusat perbelanjaan terakhir adalah

Pusat Souvenir Somba Opu yang terletak di jalan Somba Opu.

Fungsi kegiatan yang beragam di lokasi penelitian mempengaruhi pola

pergerakan penduduk di lokasi penelitian. Dimana fungsi kegiatan tersebut

dapat diketahui maksud dari pergerakan atau perjalanan yang dilakukan

penduduk di lokasi penelitian. Hal ini dapat dilihat dari hasil kuesioner diperoleh

tujuan perjalanan penduduk paling banyak adalah berbelanja yakni sebesar

28% dari jumlah penduduk, dan pulang sekolah/Bimbel sekitar 24% serta

bekerja sekitar 20%. Tingginya persentase maksud melakukan perjalanan

untuk berbelanja, sekolah/bimbel, dan bekerja menunjukkan bahwa jumlah

aktifitas pergerakan/perjalanan penduduk di lokasi penelitian untuk setiap

harinya cenderung stabil karena fungsi perjalanan untuk maksud bekerja,

sekolah/bimbel akan dilaksanakan oleh para pelakunya dengan frekuensi yang

relatif sama tiap minggunya, sedangkan untuk tujuan berbelanja akan tetap

mendominasi pergerakan di lokasi penelitian melihat penggunaan lahan

perdagangan dan jasa sebagai fungsi kegiatan dominan di lokasi penelitian.


86

F. Analisis Simpul Perpindahan Moda Ditinjau Terhadap Sistem

Transportasi

Karakteristik simpul perpindahan moda dengan variabel transportasi dapat

dilihat dari pola perjalanan penduduk di lokasi simpul dengan melihat pemilihan

moda, pemilihan rute dan waktu perjalanan.

1. Pemilihan Moda

Dari data yang diperoleh, ada bermacam cara yang dilakukan oleh

penduduk yang beraktivitas di Lokasi penelitian untuk melakukan perjalanan

dari tempat asal ke tujuan. Untuk lebih jelasnya mengenai pilihan moda yang

digunakan oleh penduduk baik di lokasi simpul maupun penduduk di daerah

permukiman dapat dilihat pada tabel berikut:

Saat ini cara melakukan perjalanan dengan menggunakan angkutan

umum (pete-pete) paling banyak dilakukan oleh penduduk dan hamper semua

penduduk dating ke simpul untuk naik pete-pete atau angkutan umum. Dilihat

dari persentase penduduk Kota Makassar yang melakukan perjalanan di pusat

kota dengan menggunakan angkutan umum, maka penting untuk

merencanakan sistem angkutan umum kota yang efektif dan efisien agar dapat

memenuhi kebutuhan penduduk dengan melakukan pergerakan dalam pusat

kota untuk aktivitas sehari-hari sesuai dengan perkembangan Kota Makassar.

Angkutan massal sangat penting dengan proporsi 1 bus = 5-7 pete-pete, serta

feeder yang diharapkan yang non motorisasi seperti becak. Adapun angkutan

yang diinginkan oleh masyarakat yaitu busway yaitu 44% dari jumlah penduduk

dan Bus sebanyak 35% dari jumlah penduduk (table 28 sebelumnya)


87

2. Pemilihan Rute

Penggunaan angkutan umum (pete-pete) dilokasi penelitian sebagai

moda utama yang digunakan sebagian besar para penduduk dalam melakukan

pergerakan di lokasi penelitian. Sehingga distribusi pergerakan pengguna

angkutan umum diperlukan untuk memperoleh gambaran mengenai permintaan

kebutuhan pergerakan penumpang angkutan umum untuk dapat dijadikan

pertimbangan dalam penentuan lintasan rute angkutan umum sesuai dengan

pola perjalanan yang ada.

Dari hasil analisis yang telah dilakukan, semua pergerakan yang terjadi di

lokasi penelitian sebagian besar merupakan pergerakan pengguna angkutan

umum, seperti yang diketahui sekitar 76% pergerakan di sembilan lokasi/ zona

tujuan menggunakan angkutan umum. Dengan guna lahan pada zona

tersebut sangat bervariasi seperti kawasan perdagangan dan jasa,

permukiman, sosial, pendidikan dan kesehatan sehingga aktivitas pada zona

tersebut juga beragam.

Pelayanan transportasi angkutan umum dalam Kota Makassar, pada

semua rute angkutan umum menjadikan pusat kota sebagai awal dan tujuan

akhir perjalanan, karena kawasan pusat kota merupakan pusat kegiatan baik

perkantoran maupun perdagangan dan jasa. Pola rute yang ada saat ini

menghubungkan zona pusat kota dengan zona pinggir kota. Sebagian besar

rute angkutan umum di Kota Makassar melintasi daerah pusat kota.

Rute angkutan umum yang baik adalah rute dimana pengguna angkutan

umum dapat dengan mudah menggunakan atau mencapai lintasan rute

angkutan tersebut. Untuk mengetahui kemudahan pengguna angkutan umum

untuk menggunakan atau mencapai lintasan rute angkutan umum dari tempat
88

asal maupun kemudahan pencapaian menuju ke tempat tujuan setelah turun

dari angkutan umum, dilakukan analisis dalam ukuran jarak tempuh menuju ke

lintasan rute angkutan umum. Untuk mengetahui jarak tempuh penduduk baik

penduduk di simpul dan di permukiman dari tempat asal ke lintasan rute

angkutan umum berdasarkan zona tujuan di lokasi penelitian dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel sebelumnya diatas menunjukkan bahwa 230 responden atau 59%

memiliki jarak tempuh kurang dari 200 meter dari tempat asal ke lintasan rute

angkutan umum yaitu menuju ke simpul, 89 responden atau 23% dari jumlah

penduduk memiliki jarak tempuh 200-500 meter, 45 responden atau 12%

dengan jarak tempuh 500 m-1000 m dan 30 responden atau sekitar 7% dari

penduduk yang memiliki jarak tempuh lebih dari 1000 m dari tempat asal ke

lintasan rute angkutan umum. Secara umum dapat dilihat bahwa 81% dari

sampel memiliki jarak tempuh kurang dari 500 meter dari tempat asal ke

lintasan rute angkutan umum. Jarak tersebut merupakan jarak yang masih

nyaman ditempuh dengan berjalan kaki.

3. Waktu Perjalanan

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada penduduk,

dimana waktu yang dibutuhkan untuk bergerak dari asal ke tujuan beragam, hal

ini dipengaruhi oleh jarak dari lokasi asal ke lokasi tujuan serta jenis moda yang

digunakan menuju lokasi tujuan. Untuk lebih jelasnya mengenai waktu

perjalanan yang digunakan oleh kesemua penduduk baik penduduk di lokasi

simpul maupun penduduk di kawasan permukiman dapat dilihat pada tabel

berikut:
89

Tabel 30

Waktu Perjalanan Penduduk dari lokasi asal-lokasi tujuan

Waktu Perjalanan dari


Lokasi Asal-Lokasi Jumlah (%) Lokasi Tujuan
Tujuan
Didalam Pusat Kota dan Kecamatan
< 20 menit 145 37
terdekat Pusat Kota
Diluar Pusat Kota dan Jauh dari
20-30 menit 133 34
Pusat Kota
30-60 menit 79 20 Luar Kota Makassar-Peri Urban
>60 menit 33 9 Luar Kota Makassar-Peri Urban
Jumlah 390 100.00 `

Dari tabel diatas terlihat bahwa waktu perjalanan yang dibutukan

penduduk di lokasi penelitian sebagian besar membutuhkan waktu perjalanan

30-60 menit yakni sekitar 20%. Dan waktu perjalanan penduduk yang

melakukan perjalanan < 20 menit sebanyak 37%. Sedangkan waktu perjalanan

penduduk yang melakukan perjalanan 20-30 menit sekitar 34%, dan pada

waktu perjalanan > 60 menit sekitar 9%.

Waktu perjalanan yang lama juga dipengaruhi oleh jenis moda yang

digunakan. Dimana jenis moda yang paling banyak digunakan oleh penduduk

dalam melakukan pergerakan yaitu angkutan umum (pete-pete) dan kendaraan

pribadi. Berdasarkan dari hasil analisis yang telah dilakukan dapat diketahui

pergerakan penduduk di lokasi penelitian > 50% penduduk membutuhkan

waktu perjalanan yang > 30 menit dalam melakukan pergerakan.

Dilihat dari persentase tersebut dapat disimpulkan bahwa moda yang

digunakan oleh penduduk belum efisien dalam mendukung pergerakan

penduduk di Kota Makassar terutama di Lokasi penelitian. Sehingga penting

untuk merencanakan moda yang lebih efektif dan efisien agar dapat
90

memenuhi kebutuhan penduduk dengan melakukan pergerakan dalam pusat

kota untuk aktivitas sehari-hari sesuai dengan perkembangan Kota Makassar.

Waktu melakukan perjalanan penduduk di Lokasi penelitian sangat

bervariasi baik dari intensitas pergerakan yang terjadi dan tujuan pergerakan

dengan berbagai jenis aktivitas yang berbeda baik di waktu pagi hari, siang,

sore dan malam hari. Penelitian dilakukan pada pagi-siang hari. Berdasarkan

hasil pengamatan mengenai waktu melakukan perjalanan penduduk di Lokasi

penelitian, dimana waktu melakukan perjalanan bervariasi mulai dari pukul

06.30 wita sampai dengan pukul 16.00 wita. Waktu puncak pergerakan di pagi

hari yaitu pada pukul 06.30-07.00 WIB , dimana penduduk (penduduk)

melakukan perjalanan pada pukul tersebut untuk bekerja dan bersekolah.

Sedangkan puncak pergerakan di siang hari terjadi pada pukul 12.00-13.00,

beberapa penduduk pulang sekolah, serta penduduk yang melakukan kegiatan

berbelanja di lokasi penelitian.

G. Konsep Pengembangan Simpul Perpindahan Moda

1. Proximity (kedekatan) dengan jaringan pengumpan (feeder)

Faktor proximity (kedekatan) lokasi simpul yang akan direncanakan

dengan jaringan pengumpan (feeder) dan kedekatan dengan kantong-kantong

permukiman/ perumahan serta dengan kawasan seperti pendidikan, kesehatan,

perkantoran dan tempat wisata juga akan menjadi penentu. Dengan adanya

proximity dengan simpul jaringan transportasi yang lain diharapkan terjadi

konektifitas perpindahan dari moda angkutan umum menuju moda-moda lain

seperti becak/bentor dan ojek. Sehingga efektifitas dan efisiensi perjalanan


91

penduduk di wilayah Lokasi penelitian dapat tercapai. Untuk lebih jelasnya,

berikut dapat dilihat pada peta lokasi feeder yang ada di Lokasi penelitian.

Berdasarkan karakteristik tujuan orang yang melakukan perjalanan yang

sebagian besar untuk berbelanja, bekerja, sekolah, maka penempatan lokasi

simpul nantinya sedapat mungkin memiliki proximity dengan fasilitas

perdagangan, pendidikan dan perkantoran. Dengan melakukan buffering

terhadap setiap lokasi fasilitas tersebut dengan lokasi feeder, sehingga

didapatkan jarak terdekat terhadap setiap fasilitas kemudian dikaitkan dengan

rencana penentuan lokasi simpul.

Karakteristik pergerakan di lokasi penelitian, diketahui 39% dari jumlah

penduduk menggunakan becak/bentor untuk mencapai lokasi tujuan setelah

menggunakan angkutan umum, jarak ke tempat tujuan merupakan salah satu

faktor yang menjadi alasan penduduk untuk memilih moda transportasi tertentu.

Untuk jarak dari simpul ke lokasi tujuan aktivitas yang > 500 meter,

karaktersitik pergerakan yang terjadi di lokasi penelitian menggunakan jaringan

feeder (pengumpan) untuk memudahkan pergerakan penduduk di lokasi

penelitian. Rute angkutan umum yang tidak langsung menuju pusat-pusat

tarikan sehingga perlu upaya mengoptimalkan feeder berupa becak/bentor dan

ojek menjadi hal yang sangat urgen untuk mendukung pergerakan dan

perpindahan orang. Analisis proximity lokasi simpul, dengan jaringan feeder

dan kawasan tujuan perjalanan dapat dilihat pada peta berikut.


92

Peta 7, Peta Analisis Lokasi Feeder dan Simpul

2. Skalogram untuk Menentukan Wilayah Pelayanan dan Penentuan

Sistem Transit

Dalam menentukan titik simpul tersebut, indikator ketersedian fasilitas

umum menjadi faktor penentu. Ketersediaan fasilitas umum tersebut baik yang

mencakup wilayah administrasi kelurahan maupun yang berada disekitar titik

simpul.

Keberadaan fasilitas umum secara wilayah administrasi kelurahan yang

berada pada lokasi penelitian menjadi dasar dalam penentuan pusat


93

pelayanan dan nantinya digunakan untuk menentukan simpul pergerakan.

Berikut ini tabel skalogram ketersediaan fasilitas pelayanan berdasarkan 18

wilayah administrasi kelurahan di Lokasi penelitian.

Dari hasil analisis skalogram diatas terlihat bahwa, yang menjadi pusat

fungsi pelayanan dan pusat tarikan di Lokasi penelitian adalah di Kelurahan

Pattunuang dan Melayu Baru karena memiliki hampir semua fasilitas

pelayanan yang melayani kebutuhan penduduk di wilayahnya dan di daerah

sekitarnya.

Dalam menentukan system transit maka beberapa hal diperhatikan

berdasarkan variable penelitian yaitu karakteristik jalan, kondisi bahu jalan,

pedestrian, kedekatan dengan feeder, kedekatan dengan permukiman,

penggunaan lahan lainnya, serta waktu tempuh berjalan kaki. Dalam hal ini

simpul-simpul saat ini dan simpul di jalan gunung merapi yaitu dibuatkan matrik

skalogram yang memperlihatkan kondisi di setiap variable. Dari hasil analisis

skalogram terhadap simpul-simpul serta fasilitas disekitarnya, dapat dibedakan

menjadi 2 konsep pengembangan yaitu Transit Simpul dan Transit Koridor yaitu

yang menjadi transit Simpul yaitu simpul ke 5 di Karebosi dan selebihnya

menjadi transit Koridor. Karebosi dijadikan transit Simpul karena seluruh

variable di simpul memenuhi kriteria yaitu, jaringan jalan arteri, dengan

pedestrian yang dalam keadaan baik (tidak rusak), penggunaan lahan

campuran disekitar kawasan, tidak jauh untuk mencapai feeder (<500 meter),

waktu berjalan kaki yang rendah (< 10 menit) dan cukup dekat dengan kawasan

permukiman (<500 meter). Dapat dilihat pada table di bawah ini.


94

Tabel 31

Skalogram Ketersediaan Fasilitas Umum di Lokasi penelitian

Jenis Fasilitas Umum


Kelurahan Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Pattunuang 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 9
Melayu Baru 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 9
Baru 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 8
Melayu 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 8
Maloku 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 8
Butung 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 8
Mangkura 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 8
Pisang Utara 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 7
Ende 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 7
Sawerigading 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 6
Pisang
Selatan
0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 6
Losari 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 5
Malimongan
Tua
1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 4
Lajangiru 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 3
Mampu 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 3
Bulogading 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 3
Malimongan 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 2
Lae 0 Lae 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 2
Sumber : Hasil Analisis, 2013

Keterangan:
1 = TK 4 = SMU/SMK 7 = Poliklinik 10 = Mall 13 = Hotel
2 = SD 5 = AKADEMI/PT 8 = Puskesmas 11 = Pasar Tradisional 14 = Bank
3 = SLTP 6 = Rumah Sakit 9 = BKIA 12 = Supermarket
95

Tabel 32

Skalogram Sistem Transit di Setiap Simpul

Sumber : Hasil Analisis, 2013

3. Analisis Spasial Untuk Menentukan Simpul Potensial Dan Sistem

Transit

Dalam menentukan simpul pontensial dan sistem transit berdasarkan

analisis spasial, yang perlu diperhatikan adalah letak simpul tersebut yang

harus berada pada kawasan dengan kepadatan penduduk tinggi, radius

pencapaian untuk simpul sebaiknya maksimal ± 3 km dari pusat kegiatan/

permukiman sehingga memudahkan pergerakan orang untuk mengakses

simpul tersebut, sedangkan jarak antara simpul dengan jaringan pengumpan

(feeder) baik itu becak/bentor, ojek ataupun angkutan umum lainnya maksimal

0,5 km untuk memudahkan orang dalam berpindah moda lihat peta 10. Untuk
96

simpul lama ada 9 simpul dengan pasar butung tidak dianggap sebagai simpul

karena pasar butung hanya menyuplai atau memasarkan dagangan yang

sifatnya pakaian dan dalam kebutuhan yang besar (kodi dan kuintal) dan tidak

menyiapkan secara lengkap untuk bahan pangan masyarakat dan masyarakat

cenderung menggunakan kendaraan pick up dan truk untuk mengangkut

barang. Sehingga tidak dapat menjadi simpul angkutan, namun wilayah sekitar

yang dekat dengan jalan kolektor dapat menjadi simpul secara Koridor disekitar

kawasan butung.

Untuk simpul baru di kawasan gunung merapi hal ini dipandang penting

karena berdekatan langsung penggunaan lahan lainnya yaitu rumah sakit serta

perdagangan dan jasa serta pendidikan. Sehingga perlu diadakan simpul baru

di jalan gunung merapi namun bersifat Koridor.

Untuk menentukan simpul potensial dan sistem transit di lokasi penelitian

juga dapat dilihat dari letak simpul yang dilalui jalur angkutan umum kota. Rute

loop line sebagai jalur yang melayani pergerakan pada kawasan yang memiliki

potensi demand yang besar akan berdampak pada kebutuhan lokasi simpul

yang besar. Dari beberapa lokasi yang memiliki potensi ditemukan 10 simpul

yang tersebar di beberapa kelurahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel dan peta berikut:


97

Tabel 33. Perencanaan Simpul Potensial dan Sistem Transit

Kedekatan Jarak Waktu


Jarak Dengan denga Tempuh
dgn Klasifikasi n (menit)
Simpul Penggunaan Lahan Sekitar Simpul
Feeder Jaringan Permu
(m) Jalan kiman
(m)

Kecamatan Wajo

Simpul 1-Jln. - pemukiman padat, pelabuhan, rumah 50 Jaringan 100 5


Nusantara sakit, fasilitas pendidikan, pasar butung Kolektor
Kel.Melayu dan hotel.
Baru)

Simpul 2-Jln. - pasar butung, dan rumah sakit bersalin 50 Jaringan 100 10
Tentara Pelajar dan kawasan permukiman padat. Kolektor
(Kel.Melayu)

Simpul 3-Jln. - pasar sentral, fasilitas perkantoran. 5 Jaringan 50-100 5


Dr.Wahidin Kolektor
Sudiro Husodo
(Kel. Ende)
Simpul 4-Jln. - tempat wisata (benteng fort rotterdam), 5 Jaringan 100 5
Ahmad Yani fasilitas perkantoran, serta kawasan Kolektor
(Kel. pemukiman kampung cina.
Pattunungan)

Kecamatan Ujung Pandang

Simpul 5-Jln. - pusat bisnis/ perdagangan dan jasa, dan 300 Jaringan 100- 4
Jendral kawasan perkantoran. Arteri 500
Sudirman ( Kel.
Baru)
Simpul 6-Jln. - pusat bisnis/ perdagangan dan jasa, 5 Jaringan 50 5
Kajoalalido (Kel. Rumah Sakit dan kawasan perkantoran. Kolektor
Baru)
Simpul 7-Jln. - perdagangan dan jasa, kawasan cagar 200 Jaringan 100 5
Somba Opu budaya/kawasan wisata dan fasilitas meter Kolektor
(Kel. pendidikan serta fasilitas perkantoran.
Bulogading)
Simpul 8-Jln. - perdagangan dan jasa, dan kawasan - Jaringan 100 6
Penghibur (Kel. cagar budaya/kawasan wisata serta Kolektor
Maluko) fasilitas kesehatan (rumah sakit).
180
Simpul 9-Jln. - perdagangan dan jasa, dan pemukiman. 5 -300 Jaringan 100 5
Sungai Saddang Kolektor
(Kel.
Sawerigading)
Simpul 10-Jln. - perdagangan dan jasa, dan pemukiman 100 - Jaringan 100 5
Gunung Merapi serta berbagai fasilitas sosial lainnya. 200 Kolektor
(Kel. Pisang
Utara)
Sumber: Hasil Analisis, Tahun 2013

Pada perencanaan lokasi simpul potensial dan sistem transit di Lokasi

penelitian, juga mempertimbangkan kedekatan simpul dengan pusat-pusta

kegiatan di lokasi penelitian. Hal ini dilakukan agar perencaan simpul tersebut
98

dapat menciptakan pergerakan yang lebih efisien dan efektif. Sebagaimana

yang diketahui Lokasi penelitian terdiri dari berbagai pusat-pusat kegiatan

diantaranya sebagai berikut:

A. MTC F. Benteng Rotterdam

B. Karebosi G. Somba Opu

C. Polwitabes H. Pantai Losari

D. Balaikota I. Pelabuhan Soekarno Hatta

E. Kampung Cina J. Pasar Butung

K.Pasar Sentral

Untuk mengetahui konsep pengembangan simpul kedepannya, dapat

dilakukan dengan menggunakan analisis overlay, dimana analisis ini yaitu

menggabungkan antara skalogram yaitu pusat-pusat kegiatan di tiap

kecamatan dengan hirarki jalan serta jumlah permintaan di simpul pergerakan.

Hal ini memudahkan besar keputusan secara kualitatif didaerah simpul dan

memperlihatkan hubungan kebutuhan di tiap simpul perpindahan moda.

Adapun konsep pengembangan simpul kedepannya dapat dilihat tabel sebagai

berikut :

Tabel 34. Konsep Pengembangan Simpul di Lokasi penelitian

No Simpul Konsep Pengembangan Simpul


1 Simpul 1-Jln. Nusantara Simpul dengan TOD Koridor
(Kel.Melayu Baru)
(Halte)
2 Simpul 2-Jln. Tentara Pelajar Simpul dengan TOD Koridor
(Kel.Melayu)
(Halte)
3 Simpul 3-Jln. Dr.Wahidin SUdiro Simpul dengan TOD Koridor
Husodo (Halte)
(Kel. Ende)
4 Simpul 4-Jln. Ahmad Yani (Kel. Simpul dengan TOD Koridor
Pattunungan) (Halte)

5 Simpul 5-Jln. Jendral Sudirman ( Kel. Simpul dengan parker atau


99

Baru) TOD Simpul


6 Simpul 6-Jln. Kajoalalido Simpul dengan TOD Koridor
(Kel. Baru)
(Halte)
7 Simpul 7-Jln. Somba Opu (Kel. Simpul dengan TOD Koridor (Park
Bulogading)
and Ride)
8 Simpul 8-Jln. Penghibur Simpul dengan TOD Koridor
(Kel. Maluko) (Halte)

9 Simpul 9-Jln. Sungai Saddang Simpul dengan TOD Koridor


(Kel. Sawerigading) (Halte)

10 Simpul 10-Jln. Gunung Merapi Simpul dengan TOD Koridor


(Kel. Pisang Utara)
(Halte)
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2013

Konsep pengembangan simpul di Lokasi penelitian terdiri dari empat

jenis pengembangan yaitu sebagai berikut:

1. Simpul dengan parkir dan TOD Simpul

Perencanaan jenis simpul ini berada di simpul karebosi (simpul 5).

Perencanaan pengembangan konsep TOD Simpul ini berdasarkan

pertimbangan fungsi kegiatan di sekitar simpul mixe used, dimana fungsi

kegiatan di sekitar lokasi simpul ini sangat beragam yakni fasilitas

perdagangan dan jasa, perkantoran, pemukiman, dan pendidikan serta

fasilitas kesehatan.

Sedangkan untuk perencanaan simpul dengan parkir, berdasarkan

pertimbangan bahwa lokasi simpul berada pada lokasi yang sangat

strategis berada di pusat perdagangan dan jasa, dan perkantoran, serta

kondisi eksisting lokasi simpul yang terdapat tempat parkir. Dimana untuk

pengembangan kedepannya dapat dikembangkan sistem Park and Ride di

lokasi penelitian.
100

2. Simpul dengan TOD Koridor dengan parkir

Perencanaan pengembangan simpul dengan parkir juga diperlukan di

Simpul 7 (Jln. Somba Opu -Kel. Bulogading), simpul ini dapat melayani tiga

pusat kegiatan di lokasi penelitian yaitu Benteng Fort Rotterdam, Pusat

Perdagangan SombaOpu, dan Pantai Losari. Jarak simpul ke pusat

perdagangan SombaOpu sekitar 350 meter, jarak ke Pantai Losari sekitar

1000 m, dan jarak ke Bentang Fort Rotterdam sekitar 400 meter.

3. Simpul dengan TOD Koridor dengan halte

Perencanaan pengembangan simpul dengan halte terdapat enam titik

simpul yaitu simpul 1, simpul 2, simpul 3, simpul 4, simpul 6, simpul 8,

simpul 9 dan simpul 10. Simpul ini berfungsi untuk menaikkan dan

menurunkan penumpang setelah itu penumpang dapat berjalan kaki atau

menggunakan feeder yang berada di sekitar simpul untuk mencapai lokasi

tujuan.
101

Peta 8, Peta Analisis Spasial Bangkitan ke Simpul


102

PETA PENGEMBANGAN SIMPUL

Peta 9, Peta Konsep Pengembangan Simpul di Lokasi penelitian


103

4. Moda di Transit (Bus dan Becak)

Penyediaan angkutan massal yang memadai merupakan salah satu

konversi angkutan umum yang baik untuk lokasi penelitian. Penggunaan jumlah

kendaraan pribadi harus dibatasi dengan penyediaan angkutan massal yang

dapat menggati 5-7 pete-pete menjadi 1 bus atau busway, hal ini sesuai

dengan keinginan masyarakat yang ada di permukiman lokasi penelitian.

Dengan angkutan massal maka penggunaan pete-pete akan berkurang

sehingga penggunaan bahan bakar akan berkurang, volume jalan akan

berkurang dan daya angkut kendaraan terhadap penumpang akan jauh lebih

besar. Adanya sarana angkutan massal yang baik akan mendorong masyarakat

pengguna angkutan pribadi untuk beralih menjadi pengguna angkutan umum.

Adapun untuk feeder yang baik yaitu menggunakan becak sebagai moda

transportasi pengumpan yang sifatnya non motorisasi sehingga meminimalisir

kendaraan yang bermotor sehingga lingkungan lebih bersih dan terkendali

secara lingkungan.
104

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Karakteristik simpul di perpindahan moda ditinjau terhadap

spasial/guna ruang ditemukan 10 simpul dengan ciri-ciri simpul

berdasarkan penggunaan umumnya dengan fungsi yang bercampur

atau mix used seperti perdagangan dan jasa, permukiman,

perkantoran, wisata, rumah sakit, pendidikan dan RTH. Jarak berjalan

guna lahan ke simpul ± 500 meter.

2. Karakteristik simpul perpindahan moda ditinjau terhadap system

jaringan transportasi angkutan umum ditemukan 4 karakter moda yaitu

a) Dari rumah dengan jalan kaki - simpul - Angkutan umum - lokasi

kegiatan

b) Dari rumah naik ojek – simpul – - Angkutan umum - lokasi

kegiatan

c) Dari rumah naik bentor – simpul – - Angkutan umum - lokasi

kegiatan

d) Dari rumah dengan jalan kaki - simpul - Angkutan umum - simpul -

Angkutan umum - lokasi kegiatan


105

3. Konsep pengembangan simpul perpindahan moda ditemukan 10

simpul dengan Pengembangan 1 TOD Simpul, 6 TOD Koridor dengan

Halte 1 TOD Koridor dengan dengan Tempat Pemberhentian Bus dan

1 TOD Koridor dengan sistem parkir atau Park and Ride.

B. Saran

Adapun saran-saran yang terkait dengan pengembangan simpul di

pusat Kota Makassar adalah sebagai berikut:

1. Konsep Pengembangan simpul secara TOD harus didukung dengan

pengembangan angkutan massal bus.

2. Pengembangan konsep TOD diharapkan pelayanan feeder yang

ramah lingkungan seperti becak dan penyedian jalan pejalan kaki.

3. Untuk penelitian selanjutnya diperlukan kajian ekonomi, kajian

lingkungan, dan kajian hukum yang lebih mendalam terhadap

kelayakan pengembangan TOD simpul dan TOD Koridor di lokasi

penelitian.
106

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo. 2011. Manajemen transportasi darat : mengatasi


kemacetan lalu lintas di kota besar (Jakarta). Graha Ilmu . Yogyakarta.
Basuki, Kami Hari. 2006. Evaluasi Fungsi Halte Sebagai Tempat Henti
Angkutan Umum Studi Kasus Rute Terboyo-Pudakpayung, Semarang
Jurnal Media Komunikasi Teknik Sipil.Volume 14, NO. 3, EDISI XXXVI
Oktober 2006. ISSN: 0854 -1809
Canepa, Brian. 2007. Determining the Transit-Oriented Development’s
Walkable Limits.Transportation Research Record: Journal of the
Transportation Research Board. No. 1992, Transportation Research
Board of the National Academies, Washington.D.C.
Calthorpe, P. 1993. The Next American Metropolis. Princeton: Princeton
Architectural Press
Cervero, Robert and Arrington, G. B. 2008. Vehicle Trip Reduction Impacts of
Transit-Oriented Housing. The Journal of Public Transportation. Volume
11, No. 3. ISSN 1077-291X. University of South Florida
Chen, Xueming. 2010. Prospect Of The Transit-Oriented Development In
China. Management Research And Practice Vol. 2 Issue 1.pp: 83-93.
ISSN : 2067- 2462
Chorus, Paul dan Bertolini, Luca. 2011. An application of the node place model
to explore the spatial development dynamics of station areas in Tokyo.
Journal of Transport and Land Use. Vol.4 No.1. pp. 45–58
Currie, Graham. 2006. Bus Transit Oriented Development— Strengths and
Challenges Relative to Rail. Journal of Public Transportation, Vol. 9,
No. 4, 2006. Virginia
Departemen Perhubungan. 1996. Pedoman Teknik Perencanaan Halte dan
Tempat Pemberhentian Bus. Dephub. Jakarta

Dill, Jenifer. 2008. Transit Use at Transit-Oriented Developments in Portland,


Oregon, Area. Transportation Research Record: Journal of the
Transportation Research Board, No. 2063, Transportation Research
Board of the National Academies, Washington, D.C., 2008, pp. 159–
167. DOI: 10.3141/2063-19
107

Dittmar H & Ohland G (2004). Defining Transit-Oriented Development: The New


Regional Building Block. Island Press
Filiyanti T. A. Bangun. 2005. Urban Traffic Congestions In Medan Are Serious.
Jurnal Teknik Simetrika Vol. 4 No. 2: 327 – 330.
Filiyanti T. A. Bangun. 2005. Problems evaluation of transport systems in
medan. Jurnal Sistem Teknik Industri. Volume 6 No. 3. P 69-72. ISSN
1411-5247
Gihring, Thomas A. 2009. The Value Capture Approach To Stimulating Transit
Oriented Development And Financing Transit Station Area
Improvements. Journal of Planning Practice & Research, Vol. 16, No.
3/4, 2001, pp. 307-320.
Hong K. Lo, Tang, Siman, Wang, David Z.W. 2008. Managing the accessibility
on mass public transit: The case of Hong Kong. Journal of Transport
and Land Use 1:2 pp. 23–49.
Humang, Windra Priatna. 2012. Perencanaan Jaringan Dan Simpul Kereta Api
Komuter Mamminasata : Pendekatan Geospasial Pergerakan
Transportasi Perkotaan. Tesis Magister Teknik Transportasi
Pascasarjana Unhas. Makassar
Jacobson, Justin and Forsyth, Ann. 2008. Seven American TODs: Good
practices for urban design in Transit-Oriented Development projects.
Journal of Transport and Land Use 1:2 pp. 51–88.
Khisty dan Lall, 2003. Dasar - dasar rekayasa transportasi jilid 1. Alih bahasa
Fidel Miro. Erlangga. Jakarta.

Lee, Bumsoo. Dkk. 2011. The attributes of residence/workplace areas and


transit commuting. Journal of Transport and Land Use. Vol.4 No.3 pp.
43–63
Luscher, Daniel R. 1995. Transit-Oriented Development as a Congestion-
Reduction Strategy in the San Francisco Bay Area. Berkeley Planning
Journal, Department of City and Regional Planning.
ucb_crp_bpj_13061. UC Berkeley.
108

Loukaito, Anastasia. 2000. Transit-Oriented Development in the Inner City: A


Delphi Survey. Journal of Pubhc Transportation Vol 3, no 2, pp 75-98.
UCTC No 498. Berkeley.
Makassar Dalam Angka.2009. Badan Pusat Statistik (BPS)
Makassar Dalam Angka.2012. Badan Pusat Statistik (BPS)
Miro, Fidel, 2005, Perencanaan Sistem Transportasi,Bandung.

Morlok, Edward K, 1995, Pengantar Tejnik dan Perencanaan Transportasi,


Erlangga: Jakarta

Muley, Deepti, Bunker, Jonathan and Ferreira, Luis. 2009. Investigation into
Travel Modes of TOD Users: Impacts of Personal and Transit
Characteristics. International Journal of ITS Research, Vol. 7, No. 1.
School of Urban Development, Queensland University of Technology
Nasution, S, 2009, Metode Research, Bumi Aksara : Jakarta

O’Flaherly. 1997. Transport Planning and Traffic Engineering Athanaeum Press


Ltd, England
Özbil, Ayşe and Peponis, John. 2012. The Effects Of Urban Form On Walking
To Transit Proceedings: Eighth International Space Syntax Symposium.
Santiago de Chile: PUC.
Program pascasarjana UNHAS. 2012. Pedoman penulisan Tesis dan Disertasi.
PPs Unhas. Makassar.

Reinhold, Tom and Kearney , A.T.GmbH. 2008. More Passengers and Reduced
Costs—The Optimization of the Berlin Public Transport Network. The
Journal of Public Transportation. Volume 11, No. 3. ISSN 1077-291X.
University of South Florida
Renne, John L. 2008. Smart Growth and Transit- Oriented Development at the
State Level: Lessons from California, New Jersey, and Western
Australia. The Journal of Public Transportation. Volume 11, No. 3. ISSN
1077-291X. University of South Florida
Rencana Aglomerasi Mamminasata, 2007. Dinas Perhubungan Sulawesi
Selatan
Rencana Terminal Pembantu Makassar. 2007. Dinas Perhubungan Makassar
RTRW Kota Makassar.2006.Bappeda Kota Makassar.
109

Tamin, OZ, 2002. Perencanaan, dan Permodelan Transportasi Jilid 2. Penerbit


ITB. Bandung.

Schlossberg, Marc and Brown, Nathaniel. 2004. Comparing Transit Oriented


Developments Based on Walkability Indicators .Submitted to the
Transportation Research Board. University of Oregon
Tolley.RS and Turton. JB. 1995. Transport system, policy and planning. A
geographical approach. Longman scientific technical.

Wunas, Shirly. 2011. Kota Humanis – Transportasi dan Guna Lahan di Sub
Urban. Brilian International. Yogyakarta.

Warpani, Suwardjoko P. 2002. Pengelolaan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.


Penerbit ITB. Bandung
Zahabi, Seyed Amir H. dkk. 2012. Evaluating the effects of land use and
strategies for parking and transit supply on mode choice of downtown
commuters. Journal of Transport and Land Use. Vol.5 No.2. pp. 103–
119
KUESIONER YANG BERADA DI PERMUKIMAN
Nama Surveyor : Status rumah tinggal Lama tinggal (tahun) Jenis & Jumlah kendaraan yang dimiliki
Milik/Kontrak/Sewa/Lainnya : < 5thn/6-10 thn/ 11-15 thn/ >15thn (Motor/mobil/sepeda/lainnya)

POLA PERGERAKAN
Anggota Keluarga Bapak / Ibu / Anak I / Anak II/ Anak III
Usia

Pekerjaan

Jenis Aktivitas

Lokasi Aktivitas (Nama


Kawasan/Tempat)
Lokasi Tempat
mengambil / berpindah
moda
Waktu 06.00-09.00/09.00- 06.00-09.00/09.00- 06.00-09.00/09.00- 06.00-09.00/09.00- 06.00-09.00/09.00- 06.00-09.00/09.00-
Mengambil/pindah 12.00/12.00- 12.00/12.00-15.00/15.00- 12.00/12.00-15.00/15.00- 12.00/12.00-15.00/15.00- 12.00/12.00-15.00/15.00- 12.00/12.00-15.00/15.00-
moda 15.00/15.00- 18.00/>18.00 18.00/>18.00 18.00/>18.00 18.00/>18.00 18.00/>18.00
18.00/>18.00
Frekuensi Setiap hari/ Setiap hari/ Setiap hari/ Setiap hari/ Setiap hari/ Setiap hari/
1x seminggu/ 1x seminggu/ 1x seminggu/ 1x seminggu/ 1x seminggu/ 1x seminggu/
2x seminggu/ 2x seminggu/ 2x seminggu/ 2x seminggu/ 2x seminggu/ 2x seminggu/
3x seminggu/ 3x seminggu/ 3x seminggu/ 3x seminggu/ 3x seminggu/ 3x seminggu/
4x seminggu/ 4x seminggu/ 4x seminggu/ 4x seminggu/ 4x seminggu/ 4x seminggu/
5x seminggu/ 5x seminggu/ 5x seminggu/ 5x seminggu/ 5x seminggu/ 5x seminggu/
6x seminggu/ 6x seminggu/ 6x seminggu/ 6x seminggu/ 6x seminggu/ 6x seminggu/
Moda Yang Digunakan Jalan kaki, Mobil Jalan kaki, Mobil Jalan kaki, Mobil Jalan kaki, Mobil Jalan kaki, Mobil Jalan kaki, Mobil
pribadi/motor/ pribadi/motor/ pribadi/motor/ pribadi/motor/ pribadi/motor/ pribadi/motor/
pete2/bis/ojek/ pete2/bis/ojek/ pete2/bis/ojek/ pete2/bis/ojek/ pete2/bis/ojek/ pete2/bis/ojek/
Bentor/sepeda Bentor/sepeda Bentor/sepeda Bentor/sepeda Bentor/sepeda Bentor/sepeda
Alasan Memilih Moda Murah/cepat/ Murah/cepat/ Murah/cepat/ Murah/cepat/ Murah/cepat/ Murah/cepat/
Nyaman/Aman/ Nyaman/Aman/ Nyaman/Aman/ Nyaman/Aman/ Nyaman/Aman/ Nyaman/Aman/
Lainnya: Lainnya: Lainnya: Lainnya: Lainnya: Lainnya:
Biaya Transportasi 2000 / 4000 / 6000 / 2000 / 4000 / 6000 / 8000 2000 / 4000 / 6000 / 8000 / 2000 / 4000 / 6000 / 8000 2000 / 4000 / 6000 / 8000 / 2000 / 4000 / 6000 / 8000 /
(dalam Rp) 8000 / 10000 / diatas / 10000 / diatas 10000 10000 / diatas 10000 / 10000 / diatas 10000 10000 / diatas 10000 10000 / diatas 10000
10000
Jarak ke tempat 200 m / 500 m / 1 Km / 200 m / 500 m / 1 Km / 200 m / 500 m / 1 Km / 200 m / 500 m / 1 Km / 200 m / 500 m / 1 Km / 200 m / 500 m / 1 Km /
Mengambil Moda diatas 1 km diatas 1 km diatas 1 km diatas 1 km diatas 1 km diatas 1 km
Jarak dari Asal ke 2 - 4 Km / 4,1-6 Km / 2 - 4 Km / 4,1-6 Km / 6,1-8 2 - 4 Km / 4,1-6 Km / 6,1-8 2 - 4 Km / 4,1-6 Km / 6,1- 2 - 4 Km / 4,1-6 Km / 6,1-8 2 - 4 Km / 4,1-6 Km / 6,1-8
Tujuan 6,1-8 Km / 8,1-10 Km / Km / 8,1-10 Km / 10,1-12 Km / 8,1-10 Km / 10,1-12 8 Km / 8,1-10 Km / 10,1- Km / 8,1-10 Km / 10,1-12 Km / 8,1-10 Km / 10,1-12
10,1-12 Km / 12,1-14 Km / 12,1-14 Km / >14 km Km / 12,1-14 Km / >14 km 12 Km / 12,1-14 Km / >14 Km / 12,1-14 Km / >14 km Km / 12,1-14 Km / >14 km
Km / >14 km km
Nama Jalan yang
sering dilalui
(sebutkan) :
MASUKAN DARI PERMUKIMAN (Ditanyakan pada Kepala Keluarga): d. Supir/Pengendara tertib berlalu lintas
1. Bagaimana pendapat responden tentang biaya transportasi keluarga?Berapa rata2 biaya e. Penyesuaian tarif
transp perhari? (Tinggi/memberatkan/tidak memberatkan/lainnya): f. Lainnya: _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 6. Bagaimana pendapat responden terhadap kondisi transportasi saat ini (arus lalu lintas,
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ kepadatan lalu lintas, kemacetan, pertumbuhan kendaraan)?
2. Jika lokasi tujuan berjarak dekat/500-800m apakah responden memilih berjalan kaki atau a. Lalu lintas padat
menggunakan kendaran? Jelaskan:_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ b. Kemacetan
__________________________________________________ c. Kurang nyaman/tidak humanis
________ d. Pengedara tidak tertib berlalu lintas
3. Jika terdapat angkutan umum yang lebih murah, cepat, aman dan nyaman apakah responden e. Tingginya pertumbuhan kendaraan
akan memilih mengunakan kendaraan umum dibanding kendaraan pribadi? Jika f. Butuh kendaraan umum/alternatif transportasi publik/umum
mempertimbangkan kemacetan di jalan? jelaskan: _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 7. Jika angkutan umum di Makassar beralih ke transportasi public atau massal maka responden
__________________________________________________ lebih memilih?
__________________________________________________ a. Bus
4. Moda transportasi yang paling diminati?Mengapa? b. Monorail
a. Kendaraan Pribadi (motor/mobil), c. Kereta Api
Alasan:_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ d. Busway
b. Pete-pete, alasan: _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ e. Lainnya: _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
c. Bis, alasan: _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 8. Kalau ingin transportasi massal alasannya mengapa? _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
d. Bentor, alasan: _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __________________________________________________
e. Becak, alasan: _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __________________
f. Ojek, alasan:_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 9. Jika tempat mengambil angkutan umum atau moda di Makassar responden lebih memilih?
g. Berjalan,alasan:_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ a. Halte
5. Bagaimana pendapat responden tentang angkutan umum (ojek, bentor, becak, pete-pete, b. Tempat Pemberhentian Bus (TPB)
bis) yang ada di Kota Makassar? c. Parkir
a. Perlu peningkatan kualitas d. Tempat Pemberhentian Kendaraan dengan Aktivitas Lahan yang
b. Perlu penambahan armada lengkap
c. Tidak ngetem/menunggu penumpang e. Lainnya: _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

Anda mungkin juga menyukai