Anda di halaman 1dari 6

Vol. 14 No.

1, Juli 2019

SISTEM PELARASAN PADA CAMPURSARI


Joni Suranto
Program Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Surakarta
suranto.joni@yahoo.com
Santosa
Institut Seni Indonesia Surakarta

INTISARI

Campursari, keinginan manusia untuk selalu berkarya dan membuat hal-hal baru melahirkan sebuah musik
yang terbentuk dari beberapa jenis musik yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Secara
garis besar musik ini terbentuk dari dua jenis musik yang berbeda yaitu karawitan dan keroncong, tetapi
campursari sudah memiliki ciri khas sendiri dengan estetika dan rasa musikal yang berbeda dengan musik
aslinya. Alat musik yang digunakan dalam campursari mengambil beberapa dari gamelan jawa dan beberapa
dari alat musik barat. Sistem pelarasan dalam campursari sebagian menggunakan tangga nada diatonis dan
mengubah nada-nada pada gamelan menyesuaikan dengan keyboard atau alat-alat musik dengan sistem
pelarasan diatonis yang lain. Seiring dengan perkembangan jaman beberapa seniman campursari mulai
mencoba menerapkan sistem pelarasan pelog dan slendro pada gamelan Jawa kedalam campursari, alat-alat
musik yang sebenarnya berasal dari musik barat ditalu untuk bisa menyesuaikan dengan gamelan Jawa.

Kata kunci : campursari, sistem pelarasan, pelog, slendro.

ABSTRACT

Campursari, a human willingness to always make a work and create something new, create a kind of music which is
formed by different kinds of music that have different cultural background. Mainly, this music formed by two kinds
of music which are karawitan and keroncong. However, campursari has its own characteristic with the esthetic and
musical taste which differ from its original music source. The music instruments used in campursari consist of Javanese
gamelan and western music instruments. From Gamelan, it uses saron, demung, gender, kendhang, siter, suling, and
gong. It also uses cak and cuk / ukulele from keroncong and keyboard, guitar, guitar bass, and drum set from combo
band. The tunings system in campursari partly uses diatonic scales and transforms the gamelan musical scales to suit
the keyboard or other music instruments that use other diatonic tunings systems. With the development of technol-
ogy, some Campursari artists start to implement pelog and slendro system of Javanese gamelan into campursari. The
western music instruments used are played in such a way so it will suit the Javanese gamelan.

Keywords: campursari, tunings system, pelog, slendro

A. PENDAHULUAN setiap Rabu malam.


Campursari merupakan salah satu jenis musik Memasuki tahun 70-an, kelompok ini bek-
nusantara yang muncul dari perpaduan antara dua erja sama dengan perusahaan rekaman swasta Ira
jenis musik dengan latar belakang kebudayaan Rekord, berhasil menyelesaikan 9 album casset
yang berbeda yaitu karawitan dan keroncong. rekaman campursari. Biarpun sudah menelorkan
Campursari muncul dari adanya pementasan atau 9 album, ternyata tidak berpengaruh banyak
pergelaran seni kebudayaan di RRI yang menampil- terhadap eksistensi Campursari RRI Semarang. Se-
kan perpaduan antara beberapa gamelan dan lanjutnya format tersebut mereka namakan dengan
sebagian alat keroncong. Campursari ditemukan campursari, peristiwa tersebut ternyata merupakan
pertama kali oleh para seniman RRI Semarang awal mula muculnya musik campursari, sebagai
yang dipelopori oleh R.M Samsi yang tergabung sebuah genre musik baru di Indonesia.
dalam kelompok Campursari RRI Semarang pada Keberadaannya hanya bersifat lokal dan tidak
tahun 1953-an (Wiyoso:2007). Sejak diperkenalkan dikenal secara luas oleh masyarakat Memasuki
pertama hingga kurun waktu tahun 70-an, tidak tahun 90-an, berkat sentuhan tangan kreativ Man-
banyak aktivitas yang dilakukan kelompok ini thous, campursari muncul kembali dengan format
kecuali secara rutin mengisi siaran RRI Semarang yang berbeda dengan Campursari RRI Semarang.

28
Joni Suranto: Sistem Pelarasan Pada Campursari

Kemunculan campursari pada era ini tern- Pada bab selanjutnya dalam artikel ini akan
yata mendapat sambutan yang luar biasa dari dibahas lebih mendalam dan secara rinci tentang
masyarakat, dan akhirnya campursari ini dikenal beberapa sistem pelarasan yang kebanyakan di-
secara luas tidak hanya bersifat lokal, tetapi lebih gunakan oleh senimancampursari khususnya di
luas lagi yakni nasional dan bahkan dunia. Sejak wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta.
saat itu campursari mengalami perkembangan
sangat cepat sampai saat ini dan muncul beberapa B. PEMBAHASAN
jenis campurari seperti campursari komplit, ringkas, Musik campursari dalam mengekspresikan
elektone dan gadon. musikalnya menggunakan tangga nada atau sis-
Perkembangan campursari tidak lepas dari tem pelarasan yang bermacam macam antara lain
peranan produser yang mulai memasukkan cam- diatonis, pelog dan slendro seperti pada musik
pursari kedalam industri musik di Indonesia ini. keroncong, dan pelog dan slendro seperti pada
Dari situ campursari mulaimbanyak dikenal oleh karawitan Jawa. Hal ini dapat dimaknai bahwa
masyarakat. Selain itu musik ini dinilai lebih praktis musik campursari telah menggunakan dasar musik
oleh kalangan masyarakat, sehingga masyarakat diatonis ‘Barat’ dan pentatonis ‘Jawa’ yang secara
mulai menggunakan campursari sebagai sarana ketat telah melahirkan kaidah-kaidah musikal baru,
hiburan untuk acara dan kegiatan tertentu. baik ditinjau dari tekhnik permainan instrument,
Alat-alat musik yang biasanya digunakan instrumen yang digunakan, dan penerapan harmoni
dalam campursari antara lain dari gamelan (saron, dalam lagu.
demung, gender, kendhang, siter, suling, gong), Sebagian besar campursari menggunakan sis-
keroncong (cak dan cuk/ukulele), dan combo tem pelarasan pelog dan slendro seperti pada musik
band (keyboard, gitar, bass, drum set). Tidak ada keroncong, yaitu semua nada-nada baik dalam
patokan khusus dalam campursari, terkadang seni- slendro, pelog nem, dan pelog barang di ubah jarak
man campursari ada yang mengurangi instrumen nadanya menggunakan pendekatan musik barat
tersebut dan ada juga yang menambahkan dengan atau diatonik.
instrumen lain. Pelog nem nada-nadanya menggunakan tang-
Seiring dengan perkembangan jaman dan ganada diatonis yaitu do-mi-fa-sol-si-do’ dengan
teknologi yang semakin canggih munculah ide - nada dasar do = A, tetapi ada sebagian campursari
ide mengembangkan campursari dengan menam- yang menggunakan do = Bes. Dalam laras pelog
bahkan beberapa instrumen alat musik yang lain barang sama dengan pelog nem yaitu susunan
seperti combo band dan alat-alat musik yang lain nadanya adalah do-mi-fa-sol-si-do’ dengan nada
sehingga campursari menjadi semakin berfariasi dasar do = E dan ada juga yang menggunakan do =
seperti sekarang ini. F. Sedangkan untuk laras slendro susunan nadanya
Sistem laras yang kebanyakan digunakan adalah do-re-mi-sol-la-do’ dengan nada dasar do =
dalam campursari biasanya adalah diatonis dan A atau do = Bes. Dalam kasus sistem pelarasan ini
pentatonis. Sistem pelarasan diatonis berasal dari semua alat musik yang berasal dari gamelan sep-
beberapa alat musik yang berasal dari budaya barat erti saron, siter, gendher, dan demung di tala me-
sedangkan pentatonis berasal dari gamelan Jawa nyesuaikan nada-nada pada keyboard atau piano.
yaitu pelog dan slendro. Seiring berkembangnya campursari, para
Alat musik yang digunakan dalam campursari seniman campursari mulai banyak yang melaku-
sebagian adalah alat-alat musik dengan tekhnologi kan percobaan-percobaan memasukkan sistem
yang sudah canggih, sehingga seniman campursari pelarasan pelog dan slendro sesuai dalam kara-
lebih leluasa untuk menentukan sistem laras yang witan. Banyak sekali alasan yang melandasi itu,
digunakan menyesuaikan dengan gamelan yang diantaranya beberapa seniman merasa kurang puas
digunakan pada campursari itu. bila memainkan gendhing-gendhing Jawa dengan
Dalam artikel ini menyebut sistem laras bukan sistem pelarasan diatonis atau barat. Dalam sistem
sistem pelarasan, karena dalam campursari tidak pelarasan ini dinilai kurang pas dan beberapa
mempunya sistem pelarasan tersendiri, tetapi me- sindhen yang memiliki latar belakang sindhen kara-
nerapkan sistem pelarasan dari genre musik yang witan pun merasa ada yang aneh bila menyanyikan
lain tetapi dengan estetika campursari sehingga sindhenan gendhing-gendhing Jawa dengan pelog
menimbulkan rasa musikal baru dalam campursari. dan slendro diatonis atau keroncong. Atas dasar itu

29
Vol. 14 No. 1, Juli 2019

beberapa komunitas campursari sekarang mulai tangga nada mayor dan tangga nada minor:
menerapkan pelog dan slendro asli seperti pada
karawitan Jawa.
Dalam kasus ini alat-alat musik yang bukan
gamelan di tala mengikuti nada-nada dalam
gamelan. Dalam keyboard yang digunakaan ada
program untuk merubah sekala tinggi rendahnya
nada, dengan mencari nada terdekat dari nada
dalam gamelan dan disamakan tinggi rendahnya. Tabel 1 : perbedaan interfal tangga nada
Selanjutnya untuk instrumen gitar dan bass me- mayor dan minor
mainkan laras pelog dan slendro reatif lebih mudah, Dengan memperhatikan skema pada gambar
karena bisa menyesuaikan letak posisi jari pada pa- tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tangga
pan jari yang sesuai dengan nada yang diinginkan. nada Mayor menggunakan : (1) susunan nada
Selanjutnya penjelasan mengenai masing- 1-2-3-4-5-6-7-1, (2) susunan ukuran jarak nada
masing sistem pelarasan dalam campursari akan di dalam cent adalah 200-200-100-200-200-200-100,
jelaskan dalam sub bab pada bab dua ini. dan (3) interval yang digunakan adalah 1 – 1 -
½ - 1 – 1 – 1 - ½ . Sedangkan pada tangga nada
TANGGA NADA DIATONIS minor dapat disimpulkan bahwa: (1) susunan
DALAM CAMPURSARI nada 6-7-1-2-3-4-5-6, (2) susunan ukuran jarak
Pelarasan dalam dalam penyajian musik cam- nada dalam cent adalah 200-100-200-200-100-
pursari yang menggunakan tangga nada diatonis 200-200, dan (3) interval yang digunakan adalah
yang menganut sistem absolute pitch. Pengertian 1 - ½ - 1 – 1 - ½ - 1 - 1.
absolute pitch dalam konteks ini adalah ukuran b. Selanjutnya adalah mengenai rasa musikal atau
getaran suara dan interval yang sudah dibakukan daya ekspresi tangga nada mayor dan minor.
dan secara konvensional sudah diakui secara inter- Tangga nada mayor memiliki kecenderungan
nasional (Banoe, 2003:16). atau potensi membentuk nuansa lagu yang
Tangga nada diatonis mempunyai tuju nada semangat, gembira, dinamis, dan nuansa lain
dalam satu oktaf yang jarak nadanya dibedakan yang setara. Sedangkan tangga nada minor
menjadi dua yakni (1) jarak nada satuan (tones), memiliiki kencenderungan membentuk nuansa
yang maksudnya jarak nada antara nada satu den- sedih, teduh, mediatif, dan nuansa lain yang
gan nada yang lainnya bernilai satu satuan utuh setara dengan itu. Pembentukan nuansa terse-
dengan ukuran 200 cent, dan (2) jarak nada tenga- but dipengaruhi oleh kadens atau aksen lemah
han laras (semitones), yang maksudnya jarak nada dan aksen kuat pada melodi dalam sebuah lagu
satu dengan nada yang lainya bernilai setengah (Soetanto,4).
dengan ukuran 100 cent (Banoe, 2003:114). Jum- Seperti penjelasan sebelumnya, pelog dan slen-
lah interval atau jarak nada satuan (tones) adalah dro dengan pendekatan diatonis yang digunakan
lima buah dalam satu oktaf, sedangkan jarak nada dalam campursari memiliki alasan khusus, tidak
tengahan laras (semitone) adalah dua buah dalam hanya sekedar mengubah sistem pelarasan pada
satu oktaf. gamelan menyesuaikan dengan keyboard. Dari
Tangga nada diatonis memiliki sub tangga pendapat beberapa seniman campursari alasan
nada yang biasa disebut dengan istilah tangga mengapa gamelan di ubah seperti nada-nada pada
nada mayor dan tangga nada minor. Kedua tangga keyboard adalah untuk keperluan sajian musik
nada tersebut memilki persamaan dan perbedaan pada campursari yang tidak hanya melulu pada
antara lain: gendhing-gendhing Jawa saja, tetapi juga meliputi
a. Secara perhitungan stastistik, tangga nada mayor lagu-lagu pop, keroncong, congdut, dangdut dan
dan tangga nada minor sama-sama menggu- lain sebagainya.
nakan langkah interval yang sama, yakni lima Salah satu hal baru yang muncul dari tangga
interval satuan dan dua interval tengahan laras. nada ini adalah adanya pola imbal saron yang
Perbedaan kedua tangga nada tersebut adalah berbeda dengan pola imbal yang sudah ada pada
peletakan nada yang berdampak pada perbedaan karawitan. Apabila sebelumnya pada karawitan
jarak interval. Berikuta adalah gambar susunan pola imbal saron mengikuti pada jatuhnya nada

30
Joni Suranto: Sistem Pelarasan Pada Campursari

pada vokal, tetapi dalam campursari ini ada pola pelog dan slendro.
imbal yang berbeda yaitu mengikuti jatuhnya akord. Karawitan dan keroncong memberikan pen-
Ini biasanya ada pada sajian lagu-lagu keroncong garuh besar dalam sistem pelarasan pada campur-
yang dimainkan dengan manggabungkan saron/ sari. Terciptanya langgam-langgam Jawa dalam
lagu-lagu diatonis tetapi menambahkan saron un- campursari yang awalnya adalah sajian musik
tuk ikut bermain didalamnya. keroncong kemudian sangat hidup dan berkembang
pesat dikalangan campursari merupakan bukti
PELOG DAN SLENDRO bahwa kedua jenis musik tersebut sangat berpen-
DIATONIS DALAM CAMPURSARI garuh terhadap campursari. Lagu-lagu langgam
Sebelum membahas lebih jauh yang dimaksud Jawa ini tentunya banyak diciptakan oleh beberapa
pelog dan slendro diatonis adalah sistem pelarasan seniman keroncong tetapi dekat dengan musik
pelog dan slendro dengan jarak nada menggunakan gamelan seperti, Gesang, Anjar Any, Waljinah dan
pendekatan musik barat, seperti yang sudah dising- lain-lain.
gung pada pemaparan pertama di bab ke dua ini. Selanjutnya dalam campursari era Manthous
Sebenarnya sebelum muncul dalam campursari, menciptakan lebih banyak lagi langgam-langgam
para seniman keroncong telah menggunakan sistem Jawa yang langsung di terapkan pada setiap sajian-
pelarasan ini tetapi mereka tidak menggunakan sajian campursari Manthous.
gamelan Jawa, hanya menggunakan sistem pelar- Selain menggunakan pelarasan diatonis, be-
asan yang mereka anggap mendekati pelog dan berapa lagu keroncong terutama langgam Jawa
slendro. Sistem pelarasan ini berbeda dengan pelog menggunakan pelarasan pentatonis, yaitu ran-
dan slendro pada karawitan, tetapi dalam dunia cangan sebuah tangga nada yang terdiri dari lima
keroncong dan campursari ini disebut pelog dan nada berjanjang (Banoe, 2003:330). Sistem pelar-
slendro juga.. asan ini adalah sistem pelarasan yang memiliki
Pada awal kemunculan sistem pelarasan ini rasa musikal mirip dengan gamelan Jawa, tetapi
memang menuai kontroversi, karena dianggap bila dilihat dari jarak nadanya memiliki beberapa
merusak gamelan dengan mengubah sistem pelar- perbedaan. Pendapat Banoe ini dalam musik keron-
asan gamelan menjadi seperti keyboard. cong, tetapi penulis tetap menggunakannya sebagai
Seperti penjelasan sebelumnya, pelog dan slen- sumber refrensi karena keroncong merupakan salah
dro dengan pendekatan diatonis yang digunakan satu unsur pembentuk campursari.
dalam campursari ini juga memiliki alasan khusus, Berikut ini adalah tabel tentang susunan tangga
tidak hanya sekedar mengubah sistem pelarasan nada pelog dan slendro yang dimaksud diatas:
pada gamelan menyesuaikan dengan keyboard.
Dari pendapat beberapa seniman campursari alasan
mengapa gamelan di ubah seperti nada-nada pada
keyboard adalah untuk keperluan sajian musik
pada campursari yang tidak hanya melulu pada
gendhing-gendhing Jawa saja, tetapi juga meliputi Tabel 2: susunan nada dan jarak dalam laras slen-
lagu-lagu pop, keroncong, congdut, dangdut dan dro pada campursari.
lain sebagainya.
Berikut ini adalah tabel mengenai susunan dan
jarak nada pada tangga nada pelog dan slendro
dengan pendekatan diatonis.
Adanya beberapa kesenian dengan latar
belakang kebudayaan yang berbeda dan hidup Tabel 3: susunan nada dan jarak dalam laras
secara berdampingan dalam masyarakat akan ter- pelog pada campursari.
jadi suatu interaksi yang nantinya memunculkan Berdasarkan tabel diatas dapat kita lihat susu-
jenis baru dari campuran keduanya. Hal ini dapat nan tangga nada pada laras slendro dan laras pelog
dilihat dalam musik campursari yang tumbuh dan dengan pendekatan jarak pada tangga nada diatonis
berkembang di masyarakat Jawa pada khususnya yang kebanyakan digunakan dalam campursari.
dan Indonesia pada umumnya menggunakan Menurut pendapat beberapa dalang dan pa-
beberapa sistem pelarasan, salah satunya adalah kar musik karawitan, ternyata penggunaan sistem

31
Vol. 14 No. 1, Juli 2019

p[elarasan ini juga memiliki dampak atau pengaruh


pada karawitan itu sendiri. Salah satu contoh yang
mereka sebutkan adalah sekarang mulai banyak
sindhen-sindhen yang membawakan sindhenan
gendhing-gendhing Jawa tetapi dengan cengkok
berbau diatonis. Hal ini diperkirakan karena dalam
kehidupan pentas sehari-hari mereka terlalu sering
pentas dengan kelompok-kelompok campursari,
sehingga kebiasaan itu berpengaruh terhadap pola-
pola cengkok sindhenan mereka sendiri. Tabel 4: susunan dan simbol nada-nada pelog.
Secara tidak langsung mungkin kebanyakan Setelah mengetahui nama-nama dan urutan nada
sindhen tidak menyadari hal ini, tetapi hal ini mng- pada sistem pelarasan pelog, pada tabel selan-
kin bisa dirasakan oleh pakar seniman di bidang jutnya akan ditunjukan salah satu contoh jarak
terkait yang pendengarannya sudah terlatih. pada nada-nada pelog bem dan pelog barang.

PELOG DAN SLENDRO KARAWITA JAWA


PADA CAMPURSARI
Dalam beberapa sistem pelarasan sebelumnya
pada campursari yaitu semua nada-nadanya sudah
terukur secara pasti atau disebut dengan absolute
pitch, berbeda dengan sistem pelarasan pada
gamelan Jawa yang menggunakan semi absolute
pitch, yang artinya sebuah laras nada dapat bergeser
tetapi tidak boleh melanggar batas toleransi rasa
musikal, yaitu dapat bergeser naik atau turun (Hastanto,2012:46-47).
tetapi tidak boleh melebihi dari batas yang sudah Tabel 5 & 6: contoh jangkah pelog bem dan pelog
ditentukan. barang.
Jadi ababila sebuah nada bergeser melebihi
jarak toleransi yang sudah ditentukan berdasarkan b. Laras Slendro
kesepakatan budaya tersebut, maka nada terse- Nama-nama nada pada laras slendro tidak
but akan dikatakan blero atau kurang pas. Dalam berbeda jauh dengan nama-nama nada pada laras
karawitan Jawa juga dikenal konsep kepenak, ora pelog yaitu: penunggul, gulu, dhadha, lima, dan nem.
kepenak, kecekel, dan durung kecekel, dan sebagainya. Nada-nada dalam laras ini juga disimbolkan den-
Hal-hal itu merupakan parameter rasa yang harus gan bentuk angka yaitu 1 (ji), 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma),
dicapai dalam menentukan segala sesuatu termasuk dan 6 (nem) secara urut dimulai dari penunggul
menentukan pitch sebuah nada (Hastanto, 2010:57). sampai nem.
Selanjutnya adalah tabel untuk nama-nama dan
a.Laras Pelog urutan nada-nada pada sistem pelarasan slendro.
Laras pelog dalam karawitan jawa merupakan
sistem pelarasan lima nada yang terdiri dari dua sub
laras yaitu pelog bem dan pelog barang. Nama-nama
nada untuk pelog bem adalah: penunggul, gulu,
dhadha, lima, dan nem. Sedangkan nama-nama
nada untuk pelog barang adalah: barang, gulu,
dhadha, lima dan nem.
Berikut ini adalah tabel susunan nada-nada
pelog dalam karawitan Jawa.

Tabel 7: Nama, Simbol, dan Pengucapan Nada


Laras Slendro

32
Joni Suranto: Sistem Pelarasan Pada Campursari

Struktur jangkah dari nada satu ke nada yang pelarasan diatonis yaitu pelarasan dengan dari
lain berbeda tetapi perbedaannya tidak signifikan musik-musik barat biasanya terbagi menjadi dua
sehingga tidak dapat dipolakan. Berikut ini adalah sub yaitu mayor dan minor, (2) pelarasan pentatonis
tabel contoh pola jangkah pada laras slendro dalam (slendro dan pelog) tetapi yang pola jarak nadanya
karawitan jawa. masih menggunakan jarak nada pada musik barat,
susunan nada dalam sistem pelarasan ini biasanya
terbagi menjadi dua yaitu do – re – mi – sol – la –
do’ yang mendekati sistem pelarasan slendro, dan
do – mi – fa – sol – si – do’ adalah susunan nada
yang mirip atau mendekati dengan pelog, (3) dan
yang ketiga adalah sistem pelarasan pelog dan
slendro yang sama dengan dalam karawitan atau
gamelan Jawa.
Pada dasarnya tidak ada perbedaan mana
Tabel 8: Contoh Jangkah Laras Slendro Gamelan yang baik atau tidak baik antara sistem pelarasan
RRI dan TBS satu dengan yang lain, semua sistem pelarasan ini
Dalam musik campursari penggunaan laras aka terasa nyaman untuk didengarkan oleh orang-
pelog slendro sesuai dalam karawitan Jawa ini bi- orang yang sudah terlatih dan mengerti untuk bisa
asanya digunakan pada sajian gendhing-gendhing mendengarkan ini. Sebuah susunan sistem pelar-
jawa, tetapi kadang dalam permainan langgam- asan akan terdengar aneh dikarenakan pendenga-
langgam jawa juga menggunakan laras pelog dan ran kita belum terbiasa untuk mendengarkan itu.
slendro ini. Dalam kasus ini berbeda dengan sebel-
umnya, bila sebelumnya gamelan diukur atau ditala DAFTAR PUSTAKA
menyesuaikan keyboard atau piano, disini justru Banoe, pono. Kamus Musik. Yogyakarta : Kanisius,
alat-alat musik diatonis yang ditala menyesuaikan 2003.
dengan laras gamelan karawitan Jawa. Sutanto, A, “Menulis Lagu”. Makalah di presenta-
Pada hasil penemuan dilapangan, tidak banyak sikan dalam Seminar Musik Inkulturasi Regio
kelompok campursari yang menerapkan laras pelog Jawa-Plus, Jakarta 2001.
dan slendro ini, hanya ada dua kelompok campur- Hastanto, Sri. “Konsep Embat Dalam Karawitan Jawa”
sari yang menerapkan laras ini yaitu Campursari Laporan Penelitian Program Hibah Kompetisi
Sangga Buana dari karanganyar dan Campursari Seni B-Seni Tahun 2009-2019.
Maduma dari Sukoharjo. Hastanto, Sri. Konsep Pathet dalam Karawitan Jawa.
Terdapat berbagai alasan dari masing-masing Surakarta : ISI Pers Surakarta, 2009.
kelompok tentang penggunaan laras ini, tetapi
rata-rata mengatakan faktor utama adalah harus
menambah lagi perangkat gamelan yang diguna-
kan, sedangkan saat ini harga gamelan sudah sangat
mahal. Jadi kebanyakan kelompok campursari tidak
menambahkan sistem pelarasan ini dalam sajian
campursari mereka.

C. SIMPULAN
Berdasarkan pemaparan pada bab satu dan bab
dua dapat ditarik kesimpulan bahwa campursari
merupakan salah jenis muisik baru yang muncul
karena adanya percampuran dari beberapa jenis
musik yang memiliki latar belakang kebudayaan
yang berbeda.
Dari beberapa perbedaan tersebut menyebab-
kan adanya keragaman sistem pelaraan pada musik
ini. Sistem pelarasan tersebut antaranya adalah (1)

33

Anda mungkin juga menyukai