Anda di halaman 1dari 22

SOAL III

SOAL 3
CURAH HUJAN MAKSIMUN DAN
RATA-RATA DAERAH
SOAL III

SOAL III
CURAH HUJAN MAKSIMUM DAN RATA – RATA DAERAH

3.1 Latar Belakang


Data jumlah curah hujan rata -rata untuk suatu daerah tangkapan air atau
daerah aliran sungai (DAS) merupakan informasi yang sangat diperlukan oleh
pakar bidang hidrologi. Dalam bidang sipil data curah hujan sangat berguna,
misalnya untuk pengaturan air irigasi , untuk perencanaan bangunan air, dan
mengetahui besarnya aliran permukaan (run off). Untuk dapat mewakili besarnya
curah hujan di suatu wilayah/daerah diperlukan penakar curah hujan dalam jumlah
yang cukup. Semakin banyak penakar dipasang di lapangan diharapkan dapat
diketahui besarnya rata -rata curah hujan yang menunjukkan besarnya curah hujan
yang terjadi di daerah tersebut.
Ketelitian hasil pengukuran curah hujan tegantung pada banyaknya stasiun
penakar hujan yang ada. Ketelitian akan semakin akurat apabila semakin banyak
penakar yang dipasang, tetapi memerlukan biaya mahal dan juga memerlukan
banyak tenaga dalam pencatatannya di lapangan. Di Indonesia sendiri banyak
stasiun pencatat hujan. Hampir setiap daerah selalu ada stasiun pencatat hujan.
Hujan selalu terjadi tiap tahunnya. Namun tiap daerah memiliki waktu hujan yang
berbeda. hujan di Indonesia terjadi rata – rata selama enam bulan dalam setahun.
Dewasa ini data hujan dapat dimanfaatkan oleh para teknisi untuk
perencanaan bangunan air. Namun, pemanfaatan tersebut memerlukan langkah –
langkah yang panjang. Stasiun pengukur hujan dianggap dapat mencakup data
hujan rata rata di daerah tersebut dan di sekitarnya. Namun, terkadang hujan tidak
terjadi merata di seluruh titik yang dicakup oleh sebuah stasiun pengukur hujan
sehingga harus dilakukan penghitungan untuk menentukan nilai curah hujan
daerah tersebut. Untuk menghitung nilai curah hujan daerah tersebut terdapat
berbagai macam metode. Walaupun metode yang digunakan berbeda, namun
semua metode tersebut nantinya akan menentukan data hujan rata – rata di suatu
daerah.
SOAL III

3.2 Identifikasi Masalah


Dalam perhitungan nilai hujan maksimum dan rata – rata daerah, hal yang
paling penting yaitu data hujan. Untuk itu diketahui sebuah DAS terdapat empat
stasiun pengukur hujan. Keempat stasiun hujan tersebut memiliki data nilai curah
hujan harian maksium sejak tahun 2000 hingga tahun 2011. Data hujan tersebut
nantinya digunakan untuk menentukan nilai curah hujan maksimum dan rata-rata
daerah pada DAS tersebut. Metode yang digunakan untuk melakukan
penghitungan nilai curah hujan maksimun dan rata-rata daerah yaitu Metode rata –
rata Aritmatik, metode Poligon Theissen, dan Metode Isohyet.

3.3 Rumusan Masalah


1. Berapa nilai curah hujan rata – rata dan maksimum daerah menggunakan
Metode rata – rata Aritmatik, Metode Poligon Thiessen, dan Metode
Isohyet.
2. Bagaimana perbandingan hasil perhitungan dari Metode rata – rata
Aritmatik, Metode Poligon Thiessen, dan Metode Isohyet.

3.4 Batasan Masalah


Dalam laporan ini penghitungan nilai curah hujan maksimum dan rata-rata
daerah kali ini hanya menggunakan Metode rata – rata Aritmatik, Metode
Poligon Thiessen, dan Metode Isohyet.

3.5 Tujuan
Adapun tujuan dari laporan ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui nilai curah hujan maksimum dengan menggunakan Metode rata
– rata Aritmatik, Metode Poligon Thiessen, dan Metode Isohyet.
2. Mengetahui perbandingan hasil perhitungan dari Metode rata – rata
Aritmatik, Metode Poligon Thiessen, dan Metode Isohyet.
SOAL III

3.6 Manfaat
Manfaat dari laporan ini yaitu dapat mengetahui nilai curah hujan
maksimum dan rata-rata daerah setelah dengan menggunakan Metode rata – rata
Aritmatik, Metode Poligon Thiessen, dan Metode Isohyet.
3.7 Kajian Pustaka
3.7.1 Presipitasi
Menurut Soemarto (1987), bentuk-bentuk presipitasi yaitu :
1. Hujan, merupakan bentuk yang paling penting.
2. Embun, merupakan hasil kondensasi dipermukaan tanah atau tumbuh -
tumbuhan dan kondensasi dalam tanah.
3. Kondensasi di atas lapisan es terjadi jika ada massa udara panas bergerak
diatas lapisan es tersebut.
4. Kabut, pada saat ada kabut partikel-partikel air diendapkan diatas
permukaan tanah dan tumbuh-tumbuhan.
5. Salju dan es.

Salah satu bentuk presipitasi yang penting di Indonesia adalah hujan.


Seperti yang kita ketahui bahwa, sebagian besar air yang ada di bumi ini berasal
dari hujan. Sehingga bagi seorang hidrolog, mengetahui besaran dan sifat-sifat
hujan merupakan suatu hal yang penting untuk dimengerti dan dipahami.
Menurut Soemarto (1987), jika kita membicarakan data hujan, maka ada
lima unsur yang harus ditinjau, yaitu :

1. Intensitas (i)
Yaitu laju hujan yang merupakan tinggi air persatuan waktu, misalnya :
mm/menit, mm/jam, mm/hari.
2. Lama waktu (t)
Yaitu lamanya curah hujan / durasi dalam menit atau jam.
3. Tinggi hujan (d)
Yaitu jumlah atau banyaknya hujan yang dinyatakan dalam ketebalan air di
atas permukaan datar, dalam mm.
4. Frekuensi
SOAL III

Yaitu frekuensi kejadian, biasanya dinyatakan dengan kala ulang (Tr),


misalnya sekali dalam T tahun.
5. Luas
Yaitu luas geografis curah hujan.

Pengkajian mekanisme gerakan presipitasi dan distribusi uap air di udara


merupakan wewenang para ahli meteorologi dan klimatologi. Para ahli hidrologi
kebanyakan hanya pada distribusi dari jumlah (berapa banyak), waktu (kapan),
dan ruang (dimana) dari presipitasi (Seyhan, 1990 : 19).

3.7.2 Pengukuran curan hujan


Menurut Soemarto (1987), Dalam praktek pengukuran curah hujan, terdapat
dua jenis alat yang memiliki fungsi berbeda pula, yaitu: alat pencatat hujan dan
alat penakar hujan. Sampai saat ini di Indonesia alat pengukur hujan yang
digunakan yaitu alat pengukur hujan manual dan alat pengukur hujan otomatis.
Namun untuk efisiensi waktu dan tenaga, alat pengukur hujan otomatis sering
digunakan.

3.7.3 Distribusi Curah Hujan Areal


Menurut Soemarto (1987), dengan melakukan penakaran ataupun
pencatatan data hujan hanya akan didapat curah hujan si suatu titik tertentu. Bila
dalam suatu areal memiliki beberapa alat pengukur hujan, maka untuk
mendapatkan harga curah hujan areal adalah dengan mengambil harga rata –
ratanya.
Dalam menentukan harga curah hujan rata – rata daerah ada 3 metode yang
digunakan. Metode tersebut yaitu Metode rata – rata Aritmatik, Metode Poligon
Thiessen, dan Metode Isohyet.

3.7.3.1 Metode Rata – Rata Aritmatik


Metode ini paling sederhana, pengukuran yang dilakukan di beberapa
stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi jumlah
stasiun. Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan adalah yang berada dalam
DAS, tetapi stasiun di luar DAS tangkapan yang masih berdekatan juga bisa
SOAL III

diperhitungkan. Metode rata-rata aritmatik memberikan hasil yang baik apabila


stasiun hujan tersebar secara merata di DAS dan distribusi hujan relatif merata
pada seluruh DAS. Berikut rumus yang dipakai dalam perhitungan Metode Rata-
rata Aritmatik ini.

Gambar 3.1 Rata – rata aritmatik


Sumber : www.wikipedia.com

1
Ŕ= (R1 + R2 +…+ R n)
n

dengan :
Ŕ = curah hujan rata-rata daerah (mm)
n = jumlah titik-titik pengamatan (stasiun pengukur hujan)
R1 ,R2, Rn = curah hujan di titik pengamatan tertentu (mm)

3.7.3.2 Metode Poligon Thiessen


SOAL III

Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang


mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa
hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat, sehingga hujan
yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini digunakan
apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata, pada
metode ini stasiun hujan minimal yang digunakan untuk perhitungan adalah tiga
stasiun hujan. Hitungan curah hujan rata-rata dilakukan dengan memperhitungkan
daerah pengaruh dari tiap stasiun. Metode poligon Thiessen banyak digunakan
untuk menghitung hujan rata-rata kawasan. Poligon Thiessen adalah tetap untuk
suatu jaringan stasiun hujan tertentu. Apabila terdapat perubahan jaringan stasiun
hujan seperti pemindahan atau penambahan stasiun, maka harus dibuat lagi
poligon yang baru. Berikut rumus yang digunakan dalam Metode Poligon
Thiessen ini.

A1 R1 + A 2 R 2+ …+ An n
Ŕ=
A 1 + A 2 +…+ A n

dengan :
Ŕ = curah hujan rata-rata daerah (mm)
A1, A2, An = luas daerah yang diwakili tiap titik pengamatan (m2)
R1 ,R2, Rn = curah hujan di titik pengamatan 1 (mm)
SOAL III

Gambar 3.2 Poligon Thiessen


Sumber : www.wikipedia.com
3.7.3.3 Metode Isohyet
Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman
hujan yang sama. Pada metode Isohyet, dianggap bahwa hujan pada suatu daerah
di antara dua garis Isohyet adalah merata dan sama dengan nilai rata-rata dari
kedua garis Isohyet tersebut. Metode Isohyet merupakan cara paling teliti untuk
menghitung kedalaman hujan rata-rata di suatu daerah, pada metode ini stasiun
hujan harus banyak dan tersebar merata, metode Isohyet membutuhkan pekerjaan
dan perhatian yang lebih banyak dibanding dua metode lainnya.
Pada Metode Isohyet, yang pertama kali dilakukan adalah menggambar
kontur dengan nilai tinggi hujan yang sama (isohyet). Sehingga akan terbentuk
peta topografi berdasarkan nilai tinggi hujan yang sama. Biasanya penentuan nilai
tinggi hujan akan memakai interval 10 sampai 20 mm. Untuk nilai curah hujan
rata-rata daerah memakai rumus yang sama dengan Metode Poligon Thiessen,
yaitu:

A1 R1 + A 2 R 2+ …+ An n
Ŕ=
A 1 + A 2 +…+ A n

dengan :
SOAL III

Ŕ = curah hujan rata-rata daerah (mm)


A1, A2, An = luas bagian antara tiap garis kontur (km2)
R1 ,R2, Rn = curah hujan rata-rata pada luasan A1, A2, An (mm)

Gambar 3.3 Isohyet


Sumber : www.wikipedia.com
3.8 ANALISA DATA
Data hujan di setiap stasiun diketahui dari perhitungan hasil estimasi data
hujan yang hilang dari soal sebelumnya. Data – data hujan tersebut juga sudah d
uji konsistensi menggunakan metode massa kengkung ganda. Data hujan tersebut
ditabelkan sebagai berikut.
SOAL III

Tabel 3.1 Data Hujan Stasiun Hujan A, B, C, dan D


Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun
No Tahun Hujan A Hujan B Hujan C Hujan D
(mm) (mm) (mm) (mm)

1 2004 301,0 240,8 225,8 210,7

2 2005 234,0 187,2 175,5 163,8

3 2006 312,3 259,2 243 226,8

4 2007 287,0 229,6 215,3 196,9

5 2008 253,0 202,4 189,8 177,1

6 2009 221,0 176,8 165,8 154,7

7 2010 301,0 240,8 225,8 210,7

8 2011 263,0 210,4 197,3 184,1

9 2012 194,0 155,2 145,5 135,8

10 2013 258,0 206,4 193,5 180,6

11 2014 341,0 272,8 244,6 238,7

12 2015 311,0 258,8 233,3 217,7

Jumlah 3276,3 2640,4 2455,2 2297,6

Sumber: Hasil Perhitungan, 2016

Untuk menghitung hujan maksimum daerah dan hujan rata – rata daerah
selain data hujan dari tiap stasiun pengukur atau pencatat hujan yang didapat dari
hasil pengerjaan soal sebelumnya, diperlukan juga peta topografi sebuah
DAS(daerah aliran sungai) yang terdapat keempat stasiun hujan tersebut. Berikut
peta topografi tersebut.
SOAL III

Gambar 3.4 Peta Topografi DAS dan Letak Stasiun


Sumber: Data Soal, 2013

Berdasarkan kedua hal di atas, akan dihitung nilai curah hujan maksimal
dan rata-rata daerah pada DAS di atas dengan tiga metode, yaitu Metode Rata-rata
Aritmatik, Metode Poligon Thiessen, dan Metode Isohyet.
SOAL III

3.8.1 Perhitungan Curah hujan Rata – Rata dan Maksimum Daerah


3.8.1.1 Metode Rata – Rata Aritmatik
Contoh perhitungan untuk tahun 2004 :
 Mencari nilai curah hujan rata-rata daerah

R A + RB + R C + R D 301,0+240,3+225,8+210,7
Ŕ= = =244,58 mm
n 4

Untuk perhitungan tahun selanjutnya akan ditabelkan pada Tabel 3.2


berikut.

Tabel 3.2 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Metode Rata-rata Hitung


Stasiun Hujan (mm) Hujan
Jumla Rerata
No. Tahun
A B C D h (mm) Daerah
(mm)
1 2004 301,0 240,8 225,80 210,7 978,3 244,58

2 2005 234,0 187,2 175,50 163,8 760,5 190,13

3 2006 312,3 259,2 243,00 226,8 1041,3 260,32

4 2007 287,0 229,6 215,30 196,9 928,8 232,20

5 2008 253,0 202,4 189,80 177,1 822,3 205,58

6 2009 221,0 176,8 165,80 154,7 718,3 179,58

7 2010 301,0 240,8 225,80 210,7 978,3 244,58

8 2011 263,0 210,4 197,30 184,1 854,8 213,70

9 2012 194,0 155,2 145,50 135,8 630,5 157,63

10 2013 258,0 206,4 193,50 180,6 838,5 209,63

11 2014 341,0 272,8 244,64 238,7 1097,1 274,28

12 2015 311,0 258,8 233,30 217,7 1020,8 255,20

Sumber: Hasil Perhitungan, 2016


SOAL III

3.8.1.2 Metode Poligon Thiessen


Berikut merupakan gambar yang menjelaskan pembagian area DAS
berdasarkan metode Poligon Thiessen ini.
Berdasarkan gambar tersebut, dapat diketahui luasan wilayah yang dicakup
oleh tiap stasiun pengukur hujan dalam DAS tersebut.
Contoh perhitungan Kr di satasiun A
Kr = Koefisien Thiesen
Kr = 0.573
4,797
= 0.12

Tabel 3.3 Luas Wilayah Cakupan Stasiun

STASIU LUAS Kr
N km2
A 0,573 0,12

B 1,335 0,28

C 1,072 0,22

D 1,817 0,38

Jumlah 4,797 1

Sumber: Hasil Perhitungan, 2016

Contoh perhitungan untuk tahun 2004 di stasiun A :


PA.KA = Curah Hujan Stasiun A x Kr A
= 301,0 x 0,12
= 36,12 mm
Pmax = PA.KA + PB.KB + PC.KC + PD.KD

= 36,12+ 67,42 + 49,68 + 80,07

= 233,29 mm
SOAL III

Sedangkan untuk hasil perhitungan yang lain akan disajikan dalam Tabel
3.4 berikut.

Tabel 3.4 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Metode Poligon Thiessen


PA.KA PB.KB PC.KC PD.KD Prerata Pmax
No. Tahun
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
1 2004 36,12 67,42 49,68 80,07 48,63 233,29
2 2005 28,08 52,42 38,61 62,24 37,80 181,35
3 2006 37,47 72,58 53,46 86,18 52,05 249,69
4 2007 34,44 64,29 47,37 74,82 46,05 220,91
5 2008 30,36 56,67 41,76 67,30 40,87 196,09
6 2009 26,52 49,50 36,48 58,79 35,70 171,29
7 2010 36,12 67,42 49,68 80,07 48,63 233,29
8 2011 31,56 58,91 43,41 69,96 42,49 203,84
9 2012 23,28 43,46 32,01 51,60 31,34 150,35
10 2013 30,96 57,79 42,57 68,63 41,68 199,95
11 2014 40,92 76,38 53,82 90,71 54,58 261,83
12 2015 37,32 72,46 51,33 82,73 50,83 243,84
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016

3.8.1.3 Metode Isohyet


Berikut perhitungan curah hujan rata – rata daerah dan curah hujan
maksimum.
Contoh perhitungan untuk tahun 2004
 Mencari rerata dua isohyet
301+ 300.0
=
2
= 300,5 mm
 Luasan antara dua isohyet
= 6,0754 x 0,04
= 0,24 km2
keterangan :
6,0754 didapat dari luasan di autocad
0,04 didapat dari skala pada peta
 Volume hujan
= 300,5 x 0,24
= 72,12 mm/km2
SOAL III

 Mencari nilai curah hujan rata-rata daerah


1123,81
Ŕ=
4.79
1123,81
Ŕ= =234,62 mm
4,79
Untuk Metode Isohyet akan dijabarkan pada Tabel berdasarkan tahunnya.
Tabel 3.5 Hujan Daerah Tahun 2004
Daerah Isohyet Rerata Dua Isohyet Luasan Antara Dua Isohyet Volume Hujan
  301,0      
I 300,0 300,5 0,24 72,12
II 290,0 295,0 0,12 35,40
III 280,0 285,0 0,12 34,20
IV 270,0 275,0 0,12 33,00
V 260,0 265,0 0,15 39,75
VI 250,0 255,0 0,19 48,45
VII 240,0 245,0 0,25 61,25
VIII 230,0 235,0 0,73 171,55
IX 220,0 225,0 1,04 234,00
X 210,7 215,4 1,83 394,09
Jumlah 4,79 1123,81
Curah Hujan Rata-Rata 234,62  
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016

Tabel 3.6 Hujan Daerah Tahun 2005


Rerata Dua Luasan Antara Dua
Daerah Isohyet Isohyet Isohyet Volume Hujan
  234,0      
I 230,0 232,0 0,28 64,96
II 220,0 225,0 0,16 36,00
III 210,0 215,0 0,17 36,55
IV 200,0 205,0 0,17 34,85
V 190,0 195,0 0,25 48,75
VI 180,0 185,0 0,78 144,30
VII 170,0 175,0 1,35 236,25
VIII 163,8 166,9 1,64 273,72
Jumlah 4,80 875,38
Curah Hujan Rata-Rata 182,37  
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016

Tabel 3.7 Hujan Daerah Tahun 2006


Daerah Isohyet Rerata Dua Luasan Antara Dua Volume Hujan
SOAL III

Isohyet Isohyet
  312,3      
I 310,0 311,2 0,24 74,68
II 300,0 305,0 0,14 42,70
III 290,0 295,0 0,15 44,25
IV 280,0 285,0 0,16 45,60
V 270,0 275,0 0,20 55,00
VI 260,0 265,0 0,24 63,60
VII 250,0 255,0 0,59 150,45
VIII 240,0 245,0 0,93 227,85
IX 230,0 235,0 1,13 265,55
X 226,8 228,4 1,03 235,25
Jumlah 4,81 1204,93
Curah Hujan Rata-Rata 250,50  
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016
Tabel 3.8 Hujan Daerah Tahun 2007
Rerata Dua Luasan Antara Dua
Daerah Isohyet Isohyet Isohyet Volume Hujan
  287,0      
I 280,0 283,5 0,28 79,38
II 270,0 275,0 0,14 38,50
III 260,0 265,0 0,15 39,75
IV 250,0 255,0 0,16 40,80
V 240,0 245,0 0,19 46,55
VI 230,0 235,0 0,26 61,10
VII 220,0 225,0 0,61 137,25
VIII 210,0 215,0 0,95 204,25
IX 200,0 205,0 1,19 243,95
X 196,9 198,5 0,86 170,67
Jumlah 4,79 1062,20
Curah Hujan Rata-Rata 221,75  
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016
SOAL III

Tabel 3.9 Hujan Daerah Tahun 2008


Rerata Dua Luasan Antara Dua
Daerah Isohyet Isohyet Isohyet Volume Hujan
  253,0      
I 250,0 251,5 0,24 60,36
II 240,0 245,0 0,15 36,75
III 230,0 235,0 0,17 39,95
IV 220,0 225,0 0,17 38,25
V 210,0 215,0 0,23 49,45
VI 200,0 205,0 0,43 88,15
VII 190,0 195,0 0,88 171,60
VIII 180,0 185,0 1,56 288,60
IX 177,1 178,6 0,96 171,41
Jumlah 4,79 944,52
Curah Hujan Rata-Rata 197,19  
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016

Tabel 3.10 Hujan Daerah Tahun 2009


Rerata Dua Luasan Antara Dua
Daerah Isohyet Isohyet Isohyet Volume Hujan
  221,0      
I 220,0 220,5 0,22 48,51
II 210,0 215,0 0,18 38,70
III 200,0 205,0 0,17 34,85
IV 190,0 195,0 0,18 35,10
V 180,0 185,0 0,30 55,50
VI 170,0 175,0 0,76 133,00
VII 160,0 165,0 1,45 239,25
VIII 154,7 157,4 1,53 240,75
Jumlah 4,79 825,66
Curah Hujan Rata-Rata 172,37  
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016
SOAL III

Tabel 3.11 Hujan Daerah Tahun 2010


Rerata Dua Luasan Antara Dua
Daerah Isohyet Isohyet Isohyet Volume Hujan
  301,0      
I 300,0 300,5 0,22 66,11
II 290,0 295,0 0,12 35,40
III 280,0 285,0 0,13 37,05
IV 270,0 275,0 0,14 38,50
V 260,0 265,0 0,15 39,75
VI 250,0 255,0 0,20 51,00
VII 240,0 245,0 0,29 71,05
VIII 230,0 235,0 0,72 169,20
IX 220,0 225,0 1,03 231,75
X 210,7 215,4 1,79 385,48
Jumlah 4,79 1125,29
Curah Hujan Rata-Rata 234,92  
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016

Tabel 3.12 Hujan Daerah Tahun 2011


Rerata Dua Luasan Antara Dua
Daerah Isohyet Isohyet Isohyet Volume Hujan
  263,0      
I 260,0 261,5 0,22 57,53
II 250,0 255,0 0,15 38,25
III 240,0 245,0 0,16 39,20
IV 230,0 235,0 0,18 42,30
V 220,0 225,0 0,23 51,75
VI 210,0 215,0 0,36 77,40
VII 200,0 205,0 0,75 153,75
VIII 190,0 195,0 1,27 247,65
IX 184,1 187,1 1,48 276,83
Jumlah 4,80 984,66
Curah Hujan Rata-Rata 205,14  

Sumber: Hasil Perhitungan, 2016


SOAL III

Tabel 3.13 Hujan Daerah Tahun 2012


Rerata Dua Luasan Antara Dua
Daerah Isohyet Isohyet Isohyet Volume Hujan
  194,0      
I 190,0 192,0 0,29 55,68
II 180,0 185,0 0,19 35,15
III 170,0 175,0 0,23 40,25
IV 160,0 165,0 0,27 44,55
V 150,0 155,0 0,72 111,60
VI 140,0 145,0 1,65 239,25
VII 135,8 137,9 1,45 199,96
Jumlah 4,80 726,44
Curah Hujan Rata-Rata 151,34  
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016

Tabel 3.13 Hujan Daerah Tahun 2013


Rerata Dua Luasan Antara Dua
Daerah Isohyet Isohyet Isohyet Volume Hujan
  258,0      
I 250,0 254,0 0,33 83,82
II 240,0 245,0 0,15 36,75
III 230,0 235,0 0,15 35,25
IV 220,0 225,0 0,16 36,00
V 210,0 215,0 0,26 55,90
VI 200,0 205,0 0,64 131,20
VII 190,0 195,0 1,10 214,50
VIII 180,6 185,3 2,01 372,45
Jumlah 4,80 965,87
Curah Hujan Rata-Rata 201,22  
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016
SOAL III

Tabel 3.14 Hujan Daerah Tahun 2014


Rerata Dua Luasan Antara Dua
Daerah Isohyet Isohyet Isohyet Volume Hujan
  341,0      
I 340,0 340,5 0,23 78,32
II 330,0 335,0 0,10 33,50
III 320,0 325,0 0,11 35,75
IV 310,0 315,0 0,11 34,65
V 300,0 305,0 0,12 36,60
VI 290,0 295,0 0,13 38,35
VII 280,0 285,0 0,17 48,45
VIII 270,0 275,0 0,31 85,25
IX 260,0 265,0 0,57 151,05
X 250,0 255,0 0,72 183,60
XI 240,0 245,0 1,02 249,90
XII 238,7 239,4 1,21 289,61
Jumlah 4,80 1265,03
Curah Hujan Rata-Rata 263,55  
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016

Tabel 3.15 Hujan Daerah Tahun 2015


Rerata Dua Luasan Antara Dua
Daerah Isohyet Isohyet Isohyet Volume Hujan
  311,0      
I 310,0 310,5 0,31 96,26
II 300,0 305,0 0,12 36,60
III 290,0 295,0 0,12 35,40
IV 280,0 285,0 0,11 31,35
V 270,0 275,0 0,14 38,50
VI 260,0 265,0 0,16 42,40
VII 250,0 255,0 0,50 127,50
VIII 240,0 245,0 0,64 156,80
IX 230,0 235,0 0,74 173,90
X 220,0 225,0 1,07 240,75
XI 217,7 218,9 0,89 194,78
Jumlah 4,80 1174,23
Curah Hujan Rata-Rata 244,63  
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016
SOAL III

Tabel 3.16 Tinggi hujan maksimum tahunan dengan metode isohyet

No. Tahun Tinggi Hujan (mm)


1 2004 234,62
2 2005 182,37
3 2006 250,50
4 2007 221,75
5 2008 197,19
6 2009 172,37
7 2010 234,92
8 2011 205,14
9 2012 151,34
10 2013 201,22
11 2014 263,55
12 2015 244,63
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016

3.8.2 Perbandingan Perhitungan Curah hujan Rata – Rata dan Maksimum


Daerah
Setelah dilakukan perhitungan curah hujan rata – rata dan maksimum daerah
menggunakan Metode Rata-rata Aritmatik, Metode Poligon Thiessen, dan Metode
Isohyet, didapat hasil sebagai berikut.

Tabel 3.17 Rekapitulasi Nilai Curah Hujan Maksium Daerah antara Rata-rata
hitung, Poligon thiesen, dan Isohyet
Curah hujan maksimum daerah
No Tahun
Rata-rata Aritmatik Poligon Thiesen Isohiyet
1 2004 244,58 233,29 234,62
2 2005 190,13 181,35 182,37
3 2006 260,32 249,69 250,50
4 2007 232,20 220,91 221,75
5 2008 205,58 196,09 197,19
6 2009 179,58 171,29 172,37
7 2010 244,58 233,29 234,92
8 2011 213,70 203,84 205,14
9 2012 157,63 150,35 151,34
10 2013 209,63 199,95 201,22
11 2014 274,28 261,83 263,55
12 2015 255,20 243,84 244,63
Rata-rata 222,28 212,14 213,30
Sumber: Hasil Pengitungan, 2016
SOAL III

3.9 KESIMPULAN
Setelah dilakukan perhitungan curah hujan rata – rata dan maksimum daerah
menggunakan Metode Rata-rata Aritmatik, Metode Poligon Thiessen, dan Metode
Isohyet, didapat hasil yang berbeda. Penghitungan curah hujan rata – rata dan
maksimum daerah mengunakan Metode Rata-rata Aritmatik memiliki nilai paling
besar dibandingkan dengan Metode Poligon Thiessen dan Metode Isohyet.
Sedangkan Metode Poligon Thiesen menghasilkan hasil paling kecil daripada
menggunakan Metode Rata-rata Aritmatik dan Metode Poligon Isohiyet.
Meskipun begitu, nilai curah hujan menggunakan Metode Rata-rata Aritmatik,
Metode Poligon Thiessen, dan Metode Isohyet tidak jauh berbeda sehingga data
curah hujan tersebut dianggap akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Limantara, L.M. 2010. Hidrologi Teknik Dasar. Malang : Citra Malang.

Seyhan, Ersin. 1977. Dasar – Dasar Hidrologi. Yogyakarta : Gajahmada.

Soemarto, C.D. 1987. Hidrologi Teknik. Surabaya : Usaha Nasional.

Anda mungkin juga menyukai