Anda di halaman 1dari 18

Tugas II

(STUDI KASUS HAK CIPTA)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYA SENI

(Studi Perlindungan Hukum Terhadap Lukisan)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan pendekatan Yuridis
empiris. Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah di Kantor Wilayah Kementrian
Hukum dan HAM yang berada di Yogyakarta dan di Kediaman pelukis-pelukis dan seniman
yang ada kaitannya dengan obyek Penelitian, meliputi: Pelukis Didit, Pelukis Arfial Arsad
Hakim, dan Pelukis di Taman Balekambang Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Perlindungan hukum terhadap karya seni lukisan dan untuk merumuskan model
Perlindungan terhadap lukisan kedepan. Berdasarkan hasil penelitian dapat Diperoleh
kesimpulan gambaran perlindunganhukum terhadap karya seni lukisan Untuk saat ini dirasa
masih kurang, hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya Kasus-kasus yang terjadi tapi masih
sedikitnya yang tersentuh oleh hukum baik Bersifat ganti rugi maupun dari tuntutan pidana.
Peranan penegak hukum yang Dirasa masih kurang dalam menaggani pelanggaran-
pelanggaran terhadap Hak Cipta. Pelanggaran-pelanggarantersebut menunjukan bahwa
kurangnya kesadaran Yang dimiliki oleh masyarakat tentang arti dari menghargai sebuah
karya orang Lain. Model perlindungan Hak Cipta terhadap karya seni lukisan untuk saat ini
Dirasa kurang pas atau kurang sesuai dengan para pelukis itu sendiri.
Kata Kunci: Perlindungan Hak, Hak Cipta, Karya Seni

PENDAHULUAN
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) muncul dari usaha-usaha yang kreatif yang Karyanya dapat
diterima dikalangan masyarakat luas. Undang-undang di Indonesia sudah banyak yang
mengatur tentang HKI contohnya dalam bidang Paten, merek, hak cipta, rahasia dagang,
desain industri, desain tata letak sirkuit Terpadu, serah simpan karya cetak dan karya rekam,
semua Undang-undang Tersebut dimaksudkan guna untuk melindungi kepentingan hukum
dari karya Intelektual.
Menurut Munaf, HKI merupakan hak yang berasal dari karya, karsa, cipta Manusia karena
lahir dari kemampuan intelektualitas manusia dan merupakan Hasil kegiatan kreatif suatu
kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan Kepada khalayak umum dalam berbagai
bentuknya, yang memiliki manfaat serta Berguna dalam menunjang kehidupan manusia juga
mempunyai nilai ekonomi. Esensi yang terpenting dari setiap bagian HKI adalah adanya
suatu ciptaan Tertentu. Bentuk nyata dari ciptaan tersebut bisa dibidang teknologi, ilmu
Pengetahuan, seni dan sastra.
Khususnya hak cipta di bidang seni, seni merupakan suatu wujud Pelampiasan emosi jiwa
melalui proses penyatuan antara cipta, rasa dan karsa Sehingga menciptakan sebuah hasil
yang mengandung nilai keindahan. Seni bisa Juga didefinisikan sebagai media
pengembangan diri yang merealisasikan Pemikiran-pemikiran unik bernilai, selain itu bisa
juga dikatakan seni itu sebagai Media komunikasi yang mengandung unsur estetika tentang
suatu gejala-gejala Dalam masyarakat.
Tapi usaha pemerintah dalam perlindungan HKI belum memberikan hasil Yang maksimal,
banyak pelanggaran-pelanggaran yang telah melanggar ketentuan Dalam Undang-undang
khususnya dalam hal hak cipta. Kurangnya Undangundang hak cipta dalam memberikan
perlindungan hukum terhadap suatu karya Cipta atau dari kepentingan pencipta karya
tersebut. Banyaknya kasus-kasus Mengenai pelanggaran hak cipta seperti halnya pelanggaran
hak cipta terhadap Lukisan dapat dikatakan sebagai contoh kurangnya perlindungan terhadap
karya Intelektual tersebut.
Terdapat beberapa contoh kasus menunjukan bahwa masih terlihat Kurangnya kesadaran
dalam diri masyrakat akan pentingnya menghargai hasil Karya seseorang serta masih
kurangnya dari perlindungan HKI dalam melindungi Kepentingan karya cipta. Menurut
David Bainbridge, justifikasi perlindungan HKI Dapat digambarkan dengan ungkapan
sederhana. Intinya, setiap orang harus diakui Dan berhak memiliki apayang dihasilkan. Bila
hak itu diambil darinya, ia tak lebih Dari seorang budak-budak.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perlindungan Hukum terhadap
karya seni lukisan yang ada selama ini dan bagaimana model Perlindungan terhadap karya
seni lukisan ke depan. Sedangkan tujuan penelitian Ini adalah untuk mengetahui mengetahui
perlindungan hukum terhadap karya seni Lukisan yang ada selama ini dan untuk merumuskan
model perlindungan terhadap Lukisan kedepan.
Penulisan hukum ini diharapkan akan bermanfaat bagi penulis maupun Orang lain. Adapun
manfaat yang diperoleh dari penulisan ini diharapkan tercapai: Pertama, bagi ilmu
pengetahuan, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Pengembangan ilmu hukum pada
umumnya dan dapat memperluas pengetahuan Pada bidang Hak atas Kekayaan Intelektual
dan memperkaya referensi dan Literature dalam dunia kepustakaan. Kedua, bagi masyarakat
umum, untuk Menambah wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat luas tentang
menghargai Karya orang lain. Ketiga, bagi pelukis, untuk menambah wawasan dan
Pengetahuan bagi masyarakat luas tentang pencatanciptaan pada hak cipta dan Untuk
menambah wawasan dan pengetahuan bagi para peluis tentang Perlindungan terhadap suatu
karya.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris dengan jenis Penelitian deskriptif.
Sumber data terdiri dari data primer yaitu hasil wawancara dan data sekunder yaitu data
hukum primer, sekunder dan tersier. Metode Pengumpulan data dengan studi kepustakaan
dan wawancara kemudian dianalisis Secara kualitatif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Perlindungan Hukum Terhadap Karya Seni Lukisan yang Ada Selama Ini Sebuah karya seni
lukisan merupakan sebuah karya intelektual dari pencipta Atas dari hasil sebuah ciptaan.
Ciptaan di dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 adalah setiap hasil karya cipta di
bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra Yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan,
pikiran, imajinasi, kecekatan, Ketrampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk
nyata. Karena sebuah Karya seni dalam hal ini lukisan telah diatur dalam Undang-undang
maka Diperlukan adanya suatu perlindungan hukum.
Menurut pendapat Didit mengenai perlindungan hukum lukisan untuk saat Ini tidak ada.
Tidak ada berarti mereka tidak peduli terhadap karya-karya lukisan.Menurut pendapat Arfial
Arsad Hakim berbicara mengenai perlindungan hukum Terhadap lukisan dapat terkait
mengenai Undang-undangnya maupun dapat terkait Mengenai aparat penegakan hukumnya.
Akan tetapi mengenai pelanggaran pelanggaran lukisan khususnya di Surakarta itu sendiri
masih belum ada kasus Mengenai lukisan yang tersentuh oleh hukum, sehingga masih belum
diketahui Reaksi perlindungan hukumnya. Persoalannya belum pernah terjadi jadi tidak perlu
Dilindungi. Kekuatan hukum tersebut baru muncul ketika mendaftarkan Hak Cipta, jadi
apabila tidak punya Hak Cipta maka dia tidak dapat menuntut. Menurut pendapat Munis
mengenai perlindungan hukum yang dilakukan Pemerintah untuk melindungi karya lukisan
untuk saat ini pemerintah masih Belum ada campur tangannya terhadap perlindungan
terhadap lukisan.
Berdasarkan wawancara dengan Didit mengenai pelanggarannya dapat Berupa seperti
plagiat-plagiat yang sedikit banyak meresahkan. Contohnya seperti Karya bapak Affandi
yang plagiatnya bisa satu lukisan plagiatnya bisa sampai 100 lukisan bahkan bisa lebih,
sedang dari sisi hukumnya kasus seniman yang Termasuk senior yang justru kalah padahal
itu sudah jelas pemalsuan tapi di Hukumnya lemah.Berdasarkan wawancara dengan Arfial,
pelanggaran dalam Hak Cipta dalam lukisan dapat berupa mengambil tehnik, mengambil
karakter Tema-temanya karena seperti itu menjadi ciri khas pelukis.Berdasarkan Wawancara
dengan Munis pelanggaran Hak Cipta lukisan banyak, seperti halnya Untuk pelukis-pelukis
terkenal seperti Dullah, Affandi, Basuki Abdulah, dll. Hal Tersebut memang tidak dapat
dihindari apabila gambar dipalsukan terkadang kita Tidak mengetahui. Kadang juga dalam
memalsu lukisan dengan cara tanda tangan Kita dihapus dan diganti orang lain jadi
pemalsuannya bukan mereka menggambar Sendiri, mereka membeli gambar.
Penulis menemukan hasil temuan yang diperoleh dari hasil wawancara Dengan Dedi
Sutarmo, beliau sebagai karyawan dari museum lukisan karya Afandi.Beliau menuturkan
pernah ada kasus seseorang yang membeli sebuah Lukisan karya Afandi diluar, akan tetapi
setelah diperiksa keasliannya oleh Dedi Ada pula kuratornya yakni Ibu Sila, serta Ibu Kartika
ternyata lukisan tersebut Palsu. Dari pemilik lukisan tersebut telah memberikan lukisan palsu
tersebut Untuk disimpan sebagai kenang-kenangan di museum dan hingga kini lukisan
Tersebut masih disimpan di dalam gudang.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, menurut analisis penulis Bahwa untuk
saat ini perlindungan hukum terhadap karya lukisan masih kurang Terlihat banyaknya kasus-
kasus pelanggaran Hak Cipta yang terjadi dan masih Sedikit kasus menegenai pelanggaran
Hak Cipta lukisan yang tersentuh oleh Hukum. Masih banyak pelanggaran yang terjadi
seperti pemalsuan, peniruan, Penjiplakan akan lukisan yang sedikit banyak meresahkan para
pelukis. Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa perlindungan hukum adalah Melindungi
kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan Kepadanya untuk
bertindak dalam kepentingannya tersebut.
Setiono Mengemukakan bahwa perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk
Melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang dari penguasa yang Tidak sesuai
dengan aturan hukum untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman Sehingga
memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai Manusia.
Sementara itu, menurut perlindungan hukum merupakan perbuatan Untuk melindungi
individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau Kaidah-kaidah yang menjelma
dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan Adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar
sesame manusia.
Perlindungan itu tidak berjalan dengan baik apabila tidak ada penindakanpenindakan secara
serius bagi pelaku pelanggaran Hak Cipta. Terlihat dari Sedikitnya kasus-kasus mengenai
pelanggaran Hak Cipta seperti pemalsuan, Penjiplakan, peniruan, dan lain-lain yang sampai
ke pengadilan padahal banyak Terjadi pelanggarannya yang dapat kita temui. Tidak adanya
tindakan aktif yang Dilakukan oleh aparat penegak hukum turut memberi andil dalam
maraknya Pelanggaran-pelanggran Hak Cipta yang terjadi. Dengan melakukan perlindungan
Hukum sama juga dengan melindungi hak dari pencipta itu sendiri. Perlindungan Hak
merupakan istilah yang lazim dalam ranah hukum. Hak adalah kepentingan Yang dilindungi
hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan perorangan atau Kelompok yang diharapkan
untuk dipenuhi. Pada hakikatnya, kepentingan Mengandung kekuasaan yang dijamin dan
dilindungi oleh hukum dalam Melaksanakannya.
Selanjutnya, di dalam HKI terdapat 2 azas yakni: (1) Azas deklaratif adalah Hak yang timbul
secara otomatis di dalam Hak Cipta tanpa perlu adanya suatu Pencatatan ciptaan terlebih
dahulu; (2) Azas konstituatif adalaah hak yang timbul Berdasarkan permohonan pendaftaran
terlebih dahulu.
Hak cipta itu sendiri menganut azas deklaratif seperti yang termuat dalam Pengertian hak
cipta Pasal 1 nomor 1 Undang-Undang Hak Cipta yang berbunyi Hak cipta adalah hak
eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan Prinsip deklaratif setelah suatu
ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa Mengurangi pembatasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mengacu pada keberlakuan ketentuan konvensi internasional di bidang Hak Cipta khususnya
Konvensi Bern, setiap ciptaan sudah mendapatkan perlindungan Secara otomatis (automatic
protection) sejak ciptaan menjadi nyata (realexpression), perlindungannya diberikan langsung
tanpa bergantung dari Negara asal pencipta (direct and independent protection), dan
pemberlakuan Ketentuan ini berlaku sama bagi seluruh negara-negara yang telah meratifikasi
Konvensi Bern termasuk negara-negara anggota WTO yang juga Menandatanggani TRIPS
Aggrement. Dengan demikian tidak diperlukan Intervensi negara termasuk suatu negara
membentuk suatu sistem registrasi suatu Karya cipta yang selanjutnya menjadi bukti atau
formalitas suatu kepemilikan Ciptaan.
Ketentuan prinsip deklaratif dalam Konvensi Internasional didalam Hak Cipta ini sesuai
dengan doktrin dan asas hukum perlindungan ciptaan. Asas yang Mendasar dalam rezim
hukum hak cipta adalah bahwa hak cipta tidak melindungi Ide-ide, informasi atau fata-fakta,
tetapi lebih melindungi bentuk dari Pengungkapan ide-ide, informasi atau fakta-fakta tersebut
(protected expression of Ideas).
Dapat dikatakan bahwa Hak Cipta adalah ada (exist) dalam bentuk nyata (real), dan bukan
ide-ide itu sendiri, Maka Hak Cipta tidak melindungi ide-ide Atau informasi sampai ide atau
informasi tersebut dituangkan dalam bentuk yang Dapat dihitung dalam bentuk materi
(material form), dan dapat dipublikasi (publication) ataupun diproduksi ulang (reproduction)
yang berkembang menjadi Konsep kekayaan yang memberikan manfaat ekonomi bagi
pencipta atau Pemegang haknya.
Menurut pendapat penulis, pemahaman dari para pencipta lukisan mengenai Undang-undang
Hak Cipta itu sendiri dirasa masih kurang. Pemahaman para Pencipta lukisan mengenai Hak
Cipta itu sendri hanya sebatas pada Perlindungannya saja. Sebenarnya jika para pencipta
lukisan memahami Undang-undang Hak Cipta banyak yang dapat dimanfaatkan di dalam
Undang-Undang Hak Cipta. Banyaknya keuntungan yang didapat mengenai perlindungan
hukum Itu sendiri yakni timbulnya hak moral dan hak ekonomi yang melekat pada karya
Intelektual yan dimana seseorang tidak boleh menggunakan hasil karya orang lain Tanpa
seizin pencipta atau pemegang hak cipta itu sendiri.
Hal tersebut berkaitan dengan hak ekonomi yang dimiliki oleh pencipta. Dengan melakukan
perbanyak dari suatu ciptaan tanpa seizin dari pencipta secara Tidak langsung maka akan
mengurangi penghasilan dari pencipta tersebut. Pencipta merasa dirugikan karena dengan
perbanyak suatu ciptaan tanpa seizin Pencipta maka secara moril nama pencipta yang dijual
dan secara materi pencipta Tidak memperoleh keuntungan dari ciptaan yang diperbanyak
tersebut. Pandangan Masyarakat terhadap hak cipta itu sendiri sebagai suatu hasil karya cipta
yang Dimiliki secara bersama. Pandangan tersebut berbeda dengan apa yang berada di Dalam
Undang-undang bahwa hak cipta itu milik perseorangan. Perbedaan Pandangan itulah yang
menyebabkan maraknya terjadi pelanggaran-pelanggaran Hak cipta di masyarakat.
Kurang tegas dan konsekuensinya para petugas penegak hukum terutama Polisi, jaksa, dan
hakim dalam menghadapi pelanggaran-pelanggaran hukum pada Umumnya
merupakanpeluang terjadinya pelanggaran-pelanggaran atau kejahatankejahatan. Tidak
adanya atau kurangnya pengawasan pada petugas penegak Hukum merupakan perangsang
menurunya kesadaran hukum masyarakat.
Upaya meningkatkan kesadaran terhadap penghormatan terhadap karya Cipta orang lain
memang bukan pekerjaan yang mudah, harus didukung sarana Dan prasarana yang
memerlukan biaya yang sangat besar, selain itu juga Ditingkatkan dukungan bagi akademisi,
mahasiswa, aparat penegak hukum, Pemerintah, dan masyarakat awam tentang Hak Cipta.
Dalam konteks Indonesia, Tantangan yang timbul tidak hanya dari segi peraturan
perundangannya yang Selalu membuka ruang untuk ditafsirkan secara berbeda, akan tetapi
juga Lemahnya penegakan hukum, kurangnya komitmen pemerintah terhadap Pemenuhan
dana pendidikan serta kurangnya kesadaran menghargai Hak Cipta Masyarakat awam
ataupun yang berkecimpung di dunia pendidikan khususnya Pendididkan tinggi.
Mungkin justifikasi yang paling mendasar untuk HKI adalah bahwa Seseorang yang telah
mengeluarkan usaha kedalam penciptaan memiliki sebuah Hak alami untuk memiliki dan
mengontrol apa yang telah mereka ciptakan. Pendekatan ini menekankan pada kejujuran dan
keadilan. Dilihat sebagai Perbuatan yang tidak jujur dan tidak adil jika mencuri usaha
seseorang tanpa Mendapatkan terlebih dahulu persetujuannya. Hal ini sama dengan seseorang
yang Menanam padi, dan selanjutnya orang lain ikut serta dan memanennya serta Mengambil
semua keuntungan dari penjualan padi tersebut tanpa izin.
Banyak ahli setuju bahwa hukum HKI adalah sebuah bentuk kompensasi Dan dorongan bagi
orang untuk mencipta. Hal ini dapat menguntungkan Masyarakat dalam jangka panjang.
Melalui pembatasan penggunaan inovasi Diharapkan akhirnya meningkatkan tingat informasi
dan inovasi yang tersedia di Masyarakat.
Mengenai perlindungan Hak Cipta lukisan dapat dilakukan dengan 2 (dua) Cara, yakni: (1)
perlindungan hukum secara preventif adalah perlindungan hukum Yang diberikan oleh
pemerintah yang digunakan sebagai salah satu upaya dengan Tujuan pencegahan terhadap
suatu pelanggaran. Model perlindungan ini berupa Melakukan pencatatan pada ciptaannya
guna dalam pembuktian apabila terjadi Sengketa, (2) Perlindungan hukum secara represif
adalah perlindungan hukum Yang diberikan oleh pemerintah yang digunakan dengan tujuan
untuk Menyelesaikan sengketa apabila terjadi pelanggaran. Model perlindungan ini Berupa
gugatan sesuai peraturan yang berlaku.
Mengenai terjadinya sengketa, penyelesaian sengketa hak cipta dapat Dilakukan melalui 3
(tiga) cara penyelesaian: (1) Penyelesaian pelanggaran Hak Cipta yang bersifat perdata, (2)
Penyelesaian pelanggaran Hak Cipta yang bersifat Pidana, (3) Penyelesaian pelanggaran Hak
Cipta secara administrasi.
Sementara itu, di Indonesia ada kecendurungan untuk menghadapi Pelanggaran dengan
mengusahakan sanksi kriminal dibanding usaha melakukan Tuntutan Perdata melalui
Pengadilan Niaga untuk memperoleh ganti rugi. Walaupun demikian, seiring perubahan
terbaru Undang-undang yang telah Berlaku dan kesadaran hukum yang kian meningkat,
dimasa yang akan datang Diharapkan penyelesaian secara ganti rugi yang efektif akan lebih
dipilih. Selain Itu hal ini pun diharapkan akan menjadi acuan khusus di Pengadilan Niaga
dimana Pengetahuan atas bidang ini kian ditingkatkan.
Model Perlindungan terhadap Karya Seni Lukisan ke Depannya
Berbicara mengenai model perlindungan seni lukisan berarti berbicara Mengenai undang-
undangnya. Undang-Undang yang terus berubah karena adanya Revisi yang dilakukan oleh
anggota legislatif masih dianggap belum sesuai dengan Apa yang dimau oleh para pencipta
khususnya para seniman lukis. Model Perlindungan yang sekarang dirasa kurang pas atau
kuranya sesuai dalam Melindungi setiap karya yang dihasilkan oleh pencipta lukisan. Sesuai
Pasal 1 Nomor 2, bahwa pencipta seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri
Atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Hasil karya
dari pencipta adalah ciptaan, menurut Pasal 1 Nomor 3 ciptaan adalah Setiap hasil karya cipta
dibidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang Dihasilkan atas inspirasi, kemampuan,
pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan, Atau keahlian yang diekspresikan dalam bentu
nyata.

Penulis akan menyampaikan hasil wawancara mengenai keinginan Perlindungan hukum


kedepannya dari para pelukis: Menurut pendapat Didit Bahwa semua pelukis tidak ingin
karyanya dipalsukan harus ada wacana dan perbaikan sistem baik dari Undang-undangnya
maupun dari penegakan Hukumnya. Untuk dalam melakukan pencatatan ciptaan pada Hak
Cipta sendiri Dirasa masih kurang sesuai karena lukisan berbeda dengan yang lain seperti
Halnya lagu. Apabila pencatatan dilakukan persatuan lukisan maka berapa banyak Uang yang
harus dikeluarkan untuk melakukan pencatatan tersebut. Apabila untuk Seorang pelukis yang
produktif yang dapat menghasilkan lukisan banyak maka hal Tersebut akan merepotkan dia
ketika akan melakukan pencatatan pada karyanya. Selain itu diharapkan memberikan
sosialisasi kepada para pelukis agar Menambahkan wawasan dari pelukis itu sendiri.
Arfial Arsad Hakim mengutarakan model perlindungan hukum yang Dinginkan beliau adalah
model perlindungan yang sesuai, tidak seperti sekarang. Jadi ada tiga yang saya inginkan
untuk model perlindungan hukum kedepannya.
Pertama, mengenai produk hak ciptanya itu sendiri harusnya dalam karya Seni lukisan yang
di hak ciptakan bukan perproduk lukisannya melainkan lebih Pada penemuan tehnik,
penemuan karakter, karena untuk menemukan karakter Goresan itu yang sulit bukan pada
suatu karyanya tersebut. Jadi yang dilindungi Lebih terhadap penemuan terhadap ciri-ciri
kekuatan senimanya bisa berupa Tehniknya, karakternya, bentuk coraknya.
Kedua, apabila sudah didaftarkan hak cipta maka lukisan lainya tidak perlu Di hak ciptakan
lagi serta berlaku sampai kapanpun dan tak ada batas umur dalam Hak cipta lukisan karena
dalam karya seni lukisan berbeda dengan karya-karya Lainya. Apabila karya lainya yang
berkaitan dengan trend yang dimana semakin Lama semakin tidak laku hal tersebut berbeda
dengan lukisan yang semakin lama Lukisan itu semakin mahal harganya, atau apabila
pelukisnya sudah meninggal Maka harganya lebih mahal lagi.
Ketiga, lebih melibatkan orang dari pakar seni itu sendiri. Dalam artian Model perlindungan
itu tidak semata-mata untuk orang hukum saja melainkan Harus melibatkan pakar seni atau
konsultan seni. Khusunya di bidang seni lukisan Hak cipta itu tidak dapat berjalan tanpa
adanya pakar seni didalamnya.
Sementara itu, menurut Munis, mengharapkan untuk penegakan hukum Diharapkan harus
melibatkan tenaga ahli dibidang seni dalam menangani sebuah Kasus yang menyangkut seni.
Seperti pemalsuan, penjiplakan memang sulit untuk Dihindari, seakan-akan pelukis hanya
pasrah dan tidak berdaya ketika masalah Tersebut menimpa. Selain itu saat ini dari pihak
pemerintah masih belum ada Campur tangan terhadap perlindungan terhadap lukisan,
diharapkan untuk Kedepanya pemerintah lebih peduli terhadap para pelukis-pelukis.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, menurut analisis penulis Bahwa model
perlindungan kedepannya sebagai berikut: (1) Bahu-membahu Antara penegak hukum yang
meliputi polisi, jaksa, pihak pemerintah, ataupun Pihak terkait yang terlibat di dalam
penanganan kasus pelanggaran Hak Cipta;(2) Dalam melakukan pencatatan pada Hak Cipta
lukisan tidaklah dinilai dari Perproduk lukisan karena lukisan adalah salah satu obyek Hak
Cipta yang tidak Dapat diperbanyak sehingga lebih baiknya dinilai dari penemuan-penemuan
Karakter ataupun dari bentuk corak senimannya; (3) Masa berlaku Hak Cipta itu Yang lebih
panjang karena lukisan yang tidak berkaitan dengan trend dimana Yang semakin lama akan
semakin mahal; (4) Melibatkan tenaga ahli, pakar seni, Atau konsultan seni dalam pembuatan
setiap kebijakan atau dalam hal menangani Kasus-kasus pelanggaran lukisan.
Penulis menambahkan mengenai perlindungan karya cipta lukisan, penulis Mempunyai
gagasan agar dibentuknya suatu lembaga ataupun organisasi yang Dimana sebagai wadah
atau tempat sendiri untuk para pelukis berkumpul. Lembaga tersebut haruslah lembaga yang
resmi yang dilegalkan atau disahkan Oleh pihak pemerintah atau dari pihak kebudayaan
sendiri. Dengan adanya Lembaga atau organisasi para pelukis dapat memunculkan
pengakuan dari Masyarakat ataupun dari pemerintah sehingga memunculkan kepedulian
Pemerintah tentang karya seni lukisan itu sendiri. Di samping itu lembaga atau Organisasi
dapat digunakan sebagai tempat aspirasi para pelukis dalam menyikapi Maraknya
pelanggaran Hak Cipta lukisan yang semakin modern dengan Kemajuannya mengikuti
perkembangan zaman.
Dengan efektifnya perlindungan Hak Cipta maka akan dapat meningkatkan Gairah dan
motivasi untuk berkarya apabila Undang-undang Hak Cipta telah Sesuai apa yang diinginkan
para pencipta. Seakan-akan para pencipta khususnya Pelukis lebih produktif dalam
menghasilkan setiap hasil lukisan apabila Perlindunga itu tetap dipelihara dengan baik.
Setelah produktif dalam Menghasilkan setiap karya maka akan pula dapat meningkatkan taraf
hidup bagi Para pencipta itu sendiri serta dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi
Negaranya.
Jadi, bukanlah sekedar teori, melainkan suatu kenyataan bahwa pengaturan Dan perlindungan
yang baik terhadap HKI, khususnya hak cipta akan menjadikan Para pencipta mendapatkan
penghargaan dan dorongan yang layak baik dari Masyarakat maupun dari pemerintah.
Dampak lebih lanjut, warga masyarakat di Negara tersebut akan berlomba berkarya cipta
sebaik mungkin dan menghasilkan Karya yang bermutu tinggi. Dengan demikian, masyarakat
mendapatkan
Keuntungan dari warisan-warisan sosial yang berwujud karya cipta/intellectual Creation
bermutu tinggi sebagai buah-buah budaya yang dapat diwariskan dan Dikembangkan dari
generasi ke generasi.

PENUTU
Kesimpulan
Pertama, perlindungan hukum terhadap karya seni lukisan untuk saat ini Dirasa masih
kurang, hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya kasus-kasus yang Terjadi tapi masih
sedikitnya yang tersentuh oleh hukum baik bersifat ganti rugi Maupun dari tuntutan pidana.
Peranan penegak hukum dirasa masih kurang dalam Menangani pelanggaran-pelanggaran
terhadap Hak Cipta itu sendiri. Pelanggaranpelanggaran tersebut menunjukan bahwa
kurangnya kesadaran yang dimiliki oleh Masyarakat tentang arti dari menghargai sebuah
karya orang lain.
Kedua, model perlindungan Hak Cipta terhadap karya seni lukisan untuk Sekarang ini masih
dirasa kurang pas atau kurang sesuai bagi para pelukis itu Sendiri. Belum adanya
kesepahaman dan belum ada kesamaan kepentingan antara Pemerintah dengan para pencipta
khususnya pencipta lukisan yakni pelukis. Model yang diinginkan para pelukis antara lain:
penegakan hukum yang lebih giat Dalam menanggani kasus pelanggaran Hak Cipta,
pencatatan ciptaan yang tidak Ditung dari perproduk lukisan melainkan dari penemuan tehnik
serta karakter atau Dari bentuk corak dari senimannya, masa berlaku Hak Cipta yang lebih
panjang, Melibatkan pihak ahli di bidang seni di dalam setiap pembuatan kebijakan atau
Didalam menanggani kasus pelanggaran lukisan, adanya sosialisasi dan campur Tangan
pemerintah kepada pelukis.
Saran
Pertama, kepada aparat penegak hukum, diharapkan melakukan penindakan Terhadap
pelanggaran-pelanggaran dalam Hak Cipta lebih giat lagi agar dapat Menggurangi kejahatan
yang beredar di dalam masyarakat.
Kedua, kepada pemerintah, hendaknya memberikan pemahaman sebaik Mungkin mengenai
Hak Cipta terhadap masyarakat secara luas dan terhadap Pihak-pihak yang berkaitan dengan
aparat penegak hukumnya serta memberikan Sosialisasi secara menyeluruh dari tingkat
pendidikan dasar sampai ke tingkat Perguruan tinggi, melalui media televisi, media radio,
surat kabar, forum-forumDiskusi, unit kegiatan yang dapat dilakukan dengan secara berkala.
Ketiga, kepada lembaga legislatif, hendaknya melakukan revisi terhadap Muatan-muatan
yang dirasa kurang sesuai dengan kepentingan pencipta dalam Undang-Undang Hak Cipta
serta melibatkan pakar-pakar yang bersangkutan Dalam hal pembuatan undang-undangnya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Lindsey, Tim. Et. Al. 2002. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung:Alumni.
Nainggolan, Bernard. 2011. Pemberdayaan Hukum Hak Cipta dan Lembaga Manajemen
Kolektif, Bandung: Alumni.
Rahardjo, Satjipto. 2003. Sisi Sisi Lain dari Hukum Indonesia. Jakarta: Kompas.
Riswandidan, Budi Agus & Sumartiah, Siti. 2006. Masalah-Masalah HAKI
Kontemporer. Yogyakarta: Gitanagari.
Soelistyo, Henry. 2011Hak Cipta Tanpa Hak Moral. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Jurnal dan Tesis
Kusmawan, Denny. 2014. “Perlindungan Hak Cipta Atas Buku”. Perspektif, Volume XIX
No. 2 Tahun 2014.
Margono, Suyud. 2012. Prinsip Deklaratif Pendaftaran Hak Cipta: Kontradiksi
Kaedah Pendaftaran Ciptaan Dengan Asas Kepemilikan Publikasi Pertama Kali,
JurnalRechtsVinding, Vol 1 Nomor 2, hal. 251 Muchsin. 2003. “Perlindungan dan Kepastian
Hukum Bagi Investor di Indonesia”.
Tesis. Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Setiono. 2004. “Rule of Law (Supermasi Hukum)”. Tesis. Surakarta: Magister Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Web/Internet
Mertokusumo, Sudikno. 2008. “Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat” Dalam
Artikel Hukum, Kamis, 20 Maret 2008, http: //2. Bp. Blogspot. :Com/2008/03/meningkatkan-
kesadaran-hukum-masyarakat. Html. DiaksesPada tanggal 04 Mei 2016. Pukul 00. 35

TUGAS II
Atudi kasus hak merek

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK MEREK


(Studi Kasus Merek Spesial Sambal “SS” dalam Sengketa Passing Off)

ABSTRAK
Hak merek yang berhubungan dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang
Merek, maka dapat disimpulkan bahwa yang berhak mendapatkan Perlindungan hukum atas
sengketa passing off terhadap merek adalah pemakai Dan pendaftar pertama atas merek yang
digunakan.Merek merupakan salah satu Bentuk HKI yang digunakan untuk mengenal serta
membedakan produk barang Atau jasa. Akan tetapi, merek sangat rentan untuk ditiru oleh
pihak yang tidak Bertanggung jawab. Adanya peniruan merek seperti passing off berdampak
pada Kerugian material dan nonmaterial. Terhadap para pelaku pelanggaran hak merek,
Pemegang hak merek dapat melakukan upaya perlindungan hukum yang diatur Dalam
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Salah satu upaya hukum yang Diterapkan adalah
melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Langkah Tersebut menghasilkan
keputusan yaitu penghentian semua perbuatan yang Berkaitan dengan penggunaan merek
yang ditiru.
Kata Kunci: Merek, passing off, perlindungan hukum atas merek

ABSTRACT
Trademark rights related to law Number 15 of 2001 on the brand, it can be Concluded that is
entitled to the legal protections of passing off the first user and Regristrant on the brand used.
Brand is a form of intellectual property that is used To identify and distinguish goods or
services. However, the brand is very Vulnerable imitade by unscrupulous parties. The
imitation brands such as passing Off impact on the loss of material and nonmaterial.Against
an infringer of the Brand, trademark rights holders can safeguard in law No. 15 of 2001. One
of Remedy applied is through arbitration or alternative of dispute resolution. The Resulted of
the decision is cessation off all acts relating to the use of brand Imitated.
Keywords: Brand, passing off, legal protections of the brand

1 PENDAHULUAN
Merek dagang di Indonesia semakin banyak macam pilihannya. Teknologi Informasi dan
komunikasi mendukung perkembangan macam-macam merek yang Dikenal oleh masyarakat.
Masyarakat dapat mencari informasi keunggulan produk Dari merek tertentu sehingga
mereka dapat memilih produk yang diinginkan. Oleh Karena itu, antarpemilik merek suatu
produk akan bersaing untuk mendapatkan Kepercayaan dari masyarakat selaku konsumen.
Kondisi inilah yang mendorong Terjadinya tindakan persaingan yang tidak tepat seperti
pemalsuan atau peniruan Merek.
Merek yang dibuat oleh pelaku bisnis atau perusahaan bertujuan untuk Membedakan barang
atau jasa yang diproduksi. Merek dapat disebut sebagai Tanda pengenal asal barang atau jasa
yang berhubungan dengan tujuan Pembuatannya. Bagi produsen merek berfungsi sebagai
jaminan nilai hasil Produksi yang berhubungan dengan kualitas dan kepuasan konsumen.
Merek Yang dibuat oleh produsen menimbulkan sudut pandang tertentu bagi konsumen.
Dengan demikian, konsumen dapat mengetahui baik atau tidaknya kualitas produk Melalui
merek. Oleh karena itu, merek yang berkualitas dan dikenal luas oleh Konsumen berpotensi
untuk diikuti, ditiru, serta dibajak.
Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 menjelaskan bahwa peran Merek menjadi
sangat penting terutama dalam menjaga persaingan usaha yang Baik. Merek dapat digunakan
sebagai alat untuk menjelaskan asal mula produk, Mengetahui kualitas produk, serta keaslian
produk.3 Dengan demikian, diperlukan Pengaturan yang memadai tentang merek untuk
memberikan peningkatan layanan Bagi masyarakat.
Suatu merek menjadi terkenal dan mewujudkan jaminan kualitas dan Reputasi suatu produk
memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, Merek yang telah terkenal akan
menjadikan merek tersebut sebagai aset atau Kekayaan perusahaan. Akan tetapi, keterkenalan
merek tersebut akan mendorong Produsen lain untuk menirunya.
Persaingan dagang semakin besar sehingga mendorong orang lain Melakukan perdagangan
dengan jalan pintas (free riding) terhadap merek terkenal.Tindakan free riding merupakan
tindakan yang berusaha untuk membuat, meniru, Dan menyamai suatu merek barang atau
jasa untuk menumpang keterkenalan Suatu merek. Tindakan seperti inilah yang disebut
sebagai passing off dengan Menggunakan merek dari pihak lain secara melawan hukum.
Passing offMengakibatkan kerugian bagi pemilik merek sesungguhnya seperti menurunnya
Reputasi perusahaan, omset penjualan yang menurun, dan tuntutan dari konsumen Yang
merasa tertipu karena kualitas produk tidak sesuai dengan merek aslinya.
Merek sebagai karya intelektual memiliki perlindungan hukum sehingga Mendorong
produsen untuk mencipta dan mengembangkan kreasi masyarakat. Dengan demikian,
kegiatan perdagangan dan penanaman modal semakin Meningkat serta mendukung iklim
investasi.
Perlindungan hak atas merek telah diundangkan sejak sebelum Kemerdekaan. Undang-
undang di bidang merek pertama dilaksanakan pada Pemerintahan Belanda melalui Undang-
Undang Hak Milik Perindustrian yang Diberlakukan sampai zaman kemerdekaan
berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Tahun 1961 peraturan tersebut
dikembangkan dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 21 tentang Merek Perusahaan dan
Merek Perniagaan. Oleh karena undang-undang tersebut kurang memberikan kepastian
hukum, Undang-undang ini disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
Tentang Merek. Undang-undang ini lebih menjamin hukum karena memiliki Sistem
konstitutif atau first to file principle sehingga dapat memberikan Perlindungan hukum.
Prinsip inilah yang dipertahankan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 dan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Perubahan Undang-undang tersebut dilatarbelakangi
oleh keikutserataan Indonesia dalam Perjanjian Agreement on Trade Related Aspect of
Intellectual of Property Right (TRIPs) sehingga Indonesia harus menyesuaikan ketentuan
yang terdapat dalam TRIPs. Dengan demikian, Indonesia melakukan pembaruan sistem
konstitusi.
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) BagaimanaPenyelesaian sengketa passing
off merek Spesial Sambal “SS” oleh pemegang Merek? Dan (2) Apakah penyelesaian
sengketa passing off merek Spesial Sambal“SS” oleh pemegang merek sudah memenuhi
ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek?
Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui cara penyelesaian sengketaPassing off merek SS
“Spesial Sambal” dan (2) Mengetahui kesesuaian Penyelesaian sengketa passing off merek
SS “Spesial Sambal” berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
Tentang Merek. Adapun Manfaat penelitian (1) Secara teoritis, Penelitian ini merupakan hasil
dari studi Ilmiah yang dapat memberikan masukan pemikiran dan ilmu pengetahuan baru
Terhadap ilmu hukum pada umumnya dan ilmu Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual pada
khususnya. Bagi aktifitas akademik dapat dijadikan sebagai Bahan pertimbangan bagi mereka
yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut Mengenai hal tersebut. (2) Secara praktis,
Penulisan ini mempunyai manfaat Sebagai suatu informasi dan referensi bagi individu atau
instansi yang menjadi Atau yang terkait dari objek yang diteliti dan dapat memberi masukan
dan Referensi bagi peneliti berikutnya.

2. METODE PENELITIAN
Metode penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis empiris Dengan jenis penelitian
deskriptif analitis. Sumber data meliputi data primer yaitu Wawancara dan data sekunder
meliputi sumber hukum primer dan sekunder. Metode pengumpulan data dengan observasi
dan wawancara. Tekhnik analisis Data menggunakan analisis kualitatif.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Upaya Perlindungan Hukum Dalam Penyelesaian Sengeketa Passing Off Terhadap
Merek Spesial Sambal “SS” Oleh Pemegang Merek
Sengketa Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dikelompokkan menjadi Sengketa administratif,
sengketa perdata, dan sengketa pidana. Sengketa Administratif merupakan sengketa terjadi
antara pihak yang mengajukan HKI Dengan pemerintah (Dirjen HKI) yang berhubungan
dengan penolakan Permohonan yang dilakukan oleh Dirjen HKI akibat tidak dipenuhinya
beberapa Persyaratan sebagaimana telah ditetapkan dalam aturan normatif. Sengketa Perdata
timbul karena adanya perbedaan penafsiran terhadap isi perjanjian atau Salah satu pihak
wanprestasi atas perjanjian (perjanjian lisensi) yang sebelumnya Telah mereka sepakati.
Sengketa pidana merupakan tindak pidana di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang
melibatkan negara. Sengketa HKI wajib diselesaikan Melalui jalur lembaga peradilan umum.
Dalam sistem hukum di Indonesia, semua Pelanggaran di bidang Hak Kekayaan Intelektual,
baik itu hak cipta, merek, Paten, perlindungan varietas tanaman, rahasia dagang, desain
industri, desain tata Letak sirkuit terpadu, dikategorikan sebagai suatu tindak pidana.
Sengeketa passing off merek termasuk tindakan pelanggaran di bidang HKI. Dengan
demikian, berdasarkan sengketa Hak Kekayaan Intelektuyan Sengketa passing off merek
Spesial Sambal tergolong dalam bentuk sengketa Pidana. Sengketa merek yang pernah terjadi
adalah kasus penggunaan merek yang Serupa. Misalnya, Super Sambal, Serba Sambal, dan
Selera Sambal.
Sejak didirikannya usaha jasa kuliner Spesial Sambal “SS” telah memiliki Brand image yang
dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Kebutuhan yang Dipenuhi adalah adanya daya
pembeda yang menjamin kualitas dari suatu produk. Merek Spesial Sambal “SS” telah
memiliki brand image yang tinggi di kalangan Konsumen sehingga mendorong suatu
tindakan dengan itikad tidak baik seperti Tindakan passing off.
Passing off merupakan tindakan bertujuan untuk meniru seperti meniru Merek baik nama,
logo, dan unsur merek seperti warna dan kata-kata sehingga Menimbulkan suatu sengketa
merek. Sengketa merek terhadap merek Spesial Sambal “SS” adalah peniruan nama “SS”
oleh pihak lain dengan usaha yang Sejenis. Nama “SS” dipakai oleh pelaku usaha lain seperti
SS untuk Serba Sambal Yang tersebar di beberapa kota, Super Sambal (SS) di Kudus, dan
Selera Sambal Di Cikarang dan Tangerang sejak tahun 2014. Oleh karena itu, pihak
pemilikMerek Spesial Sambal menindak lanjuti perkara untuk menyelesaikan sengketa
Merek tersebut.
Merek sebagai salah satu bentuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HKI) Memiliki peranan
penting dalam kegiatan ekonomi seperti perdagangan barang Atau jasa. Merek digunakan
untuk membedakan asal usul mengenai produk Barang dan jasa. Sebuah merek menjadi
kekayaan yang sangat berharga dan Memiliki nilai jual yang tinggi. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu peraturan Tentang merek yang relevan seiring dengan perkembangan dunia
usaha yang Semakin pesat.
Sementara itu, di Indonesia memiliki peraturan yang melindungi merek Secara hukum.
Peraturan tersebut dituangkan dalam bentuk Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Merek. Undang-undang tersebut berisi prosedurprosedur tentang pemberian HKI suatu
merek, bentuk-bentuk pelanggaran merek Yang dilindungi dalam Undang-Undang, serta
peraturan dalam upaya Penyelesaian pelanggaran merek.
Suatu merek memiliki HKI apabila telah mendaftarkan mereknya kepada Direktoral Jendral
Hak Kekayaan Intelektual. Pendaftaran merek tersebut Bertujuan mencegah pihak lain
memakai merek yang sama pada pokoknya atau Secara keseluruhan dalam peredaran barang
dan jasa. Dengan demikian, merek Yang telah terdaftar memiliki perolehan kepastian hukum
dan perlindungan Hukum terhadap hak atas merek.
Definisi tentang merek menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek
terdapat pada Pasal 1 angka 1 menunjukkan bahwa merek Memiliki kriteria, yaitu merek
harus mempunyai daya pembeda yang cukup (capable of distinguishing), artinya memiliki
kekuatan untuk membedakan Barang dan atau jasa produk suatu perusahaan dari perusahaan
lainnya. Agar mempunyai daya pembeda, merek harus dapat memberikan penentuan pada
Barang dan atau jasa yang bersangkutan.
Hasil penelitian terhadap merek Spesial Sambal menunjukkan bahwa Merek tersebut telah
memenuhi unsur merek. Unsur yang disajikan adalah Kombinasi antara unsur gambar, nama,
dan susunan warna. Gambar dalam merek Jasa tersebut adalah ilustrasi cabai yang memiliki
unsur warna merah, hitam, Putih, dan hijau. Nama merek yang digunakan adalah Spesial
Sambal. Unsurunsur merek tersebut memiliki daya pembeda antara merek sejenisnya.
Sebagai Contoh nama merek Spesial Sambal memiliki daya pembeda dalam hal penamaan
Dengan nama merek Super Sambal, meskipun memiliki persamaan jenis usaha.
Spesial Sambal merupakan jenis merek jasa yaitu jasa dalam bidang Kuliner. Jasa yang
diberikan dapat berupa penyediaan tempat makan yang Menyajikan beraneka jenis menu
yang menggunakan sambal.Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 menjelaskan hak
atas Merek yaitu:
“Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada
Pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka
Waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau
Memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya”.
Merek jasa Spesial Sambal telah memiliki hak Merek yang diberikan oleh Direktoral Jenderal
Hak Kekayaan Intelektual pada tanggal 20 Agustus 2008. Perlindungan Hak Merek kepada
pemilik merek Spesial Sambal diberikan selama 10 tahun sejak tanggal penerimaan dan
jangka waktu perlindungan dapat Diperpanjang. Dengan demikian, bagi pihak lain yang
mencoba menggunakan Merek yang sama akan ditolak pendaftarannya oleh Direktoral
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
Hak atas merek diberikan kepada pemegang merek setelah memenuhi Seluruh prosedur
pendaftaran merek. Pendaftaran merek bertujuan memperoleh Kepastian hukum dan
perlindungan hak atas merek. Pendaftaran merek merupakan Alat bukti yang sah atas merek
terdaftar. Pendaftaran merek juga berguna sebagai dasar penolakan terhadap merek yang
sama keseluruhannya atau sama pada pokok Yang dimohonkan oleh orang lain untuk barang
atau jasa sejenis.
Prosedur atau Tata cara pendaftaran merek di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek diatur dalam Pasal 7. Berdasarkan peraturan undangundang yan
dijabarkan, pemberian hak atas merek Spesial Sambal dilakukan Sesuai dengan prosedur
yang ditetapkan dalam Undang-Undang Merek Tahun 2001. Secara garis besar proses
pendafratan merek Spesial Sambal yaitu:
Mengisi formulir permohonan HKI beserta etiket mereknya, (2) mengkuasakan Pendaftaran
HKI kepada Konsultan HKI, (3) melakukan pembayaran pendaftaran HKI. Pendaftaran
merek dilakukan setelah penerimaan permohonan pendaftaran Merek. Pengumuman
permohonan pendaftaran merek Spesial Sambal diterbitkan Dalam bentuk sertifikat merek.
Dengan demikian, merek jasa Spesial Sambal Memiliki hak atas merek. Hak atas merek yang
dimiliki merek Spesial Sambal Dapat dijadikan sebagai jaminan dan kepastian hukum atau
perlindungan hukum. Bentuk jaminan kepastian perlindungan hukum berupa tanda bukti
pendaftaran Dalam bentuk sertifikat. Sertifikat berlaku selama sepuluh tahun sejak tanggal 20
Agustus 2008 dan jangka waktu perlindungan dapat diperpanjang.
Penyelesaian Sengketa Passing Off Merek Spesial Sambal “SS” Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek
Merek jasa Spesial Sambal telah terdaftar dan telah diberikan hak atas Merek yang
dibuktikan dengan nomor permohoman pendaftaran merek dan Sertifikat merek. Oleh karena
itu, pemegang merek Spesial Sambal memiliki Status sebagai pemakai merek pertama dan
memperoleh perlindungan hukum jika Terjadi permasalahan hukum seperti tindakan sengketa
passing off merek. Dengan Demikian, pemilik merek Spesial Sambal dapat memperkarakan
kasus sengketa Passing off merek Spesial Sambal“SS” yang dilakukan oleh pemilik merek
Serba Sambal dan Selera Sambal.
Perlindungan hukum terhadap merek dagang atau jasa mutlak diberikan Oleh pemerintah
kepada pemegang dan pemakai hak atas merek untuk menjamin (1) kepastian berusaha bagi
para produsen; serta (2) menarik investor bagi merek Dagang asing, sedangkan perlindungan
hukum yang diberikan kepada merek Dagang lokal diharapkan agar pada suatu saat dapat
berkembang secara meluas di Dunia internasional.
Secara deklaratif maupun konstitutif, merek Spesial Sambal memiliki hak Atas merek
sehingga berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam kasus Sengketa merek. Pemilik
merek Spesial Sambal dapat membuktikan bahwa Mereknya dianggap sebagai pemakai
pertama dan belum ada pihak lain yang Membuktikan bahwa sebaliknya. Perlindungan
hukum diwujudkan dalam Penyelesaian sengketa merek berdasarkan ketentuan Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001 Pasal 84.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sengketa merek Spesial Sambal Dapat diselesaiakan
melalui jalur nonlitigasi. Yoyok Hery Wahyono, ST selaku Pemilik merek Spesial Sambal
mengajukan mediasi sebagai alternatif Penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa merek
Spesial Sambal didasarkan Atas Pasal 84 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Merek yang Menjelaskan bahwa: “selain penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam
Bagian Pertama Bab ini, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase atau
Alternatif Penyelesaian Sengketa”.
Langkah awal yang dilakukan oleh pemilik Merek Spesial Sambal sebagai Pemakai pertama
merek adalah menyurati, menegur, dan pemberitahuan secara Tertulis bahwa Waroeng
Spesial Sambal “SS” telah mendaftarkan hak atas Kekayaan intelektualnya yang berupa hak
merek dan hak cipta. Teguran tersebut Ditujukan kepada pemilik merek Serba Sambal (SS),
Selera Sambal (SS), dan Super Sambal (SS).
Selanjutnya, masing-masing pemilik merek menunjuk konsultan hukum Sebagai mediator
untuk melakukan mediasi. Para mediator melakukan Perundingan secara damai sehingga
antarpemilik merek menghasilkan keputusan Yang adil dalam penyelesaian sengketa merek.
Keputusan yang dihasilkan adalah Menghentikan penggunaan merek “SS” dan mengganti
atau merubah logo atau Yang dinilai mirip dengan logo dan merek “SS”. Dasar Pengambilan
keputusan Tersebut adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek Pasal 76
Ayat (1) yang menjelaskan bahwa:
“Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain Yang secara tanpa
hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan Pada pokoknya atau keseluruhannya
untuk barang atau jasa yang sejenis Berupa (1) gugatan ganti rugi, dan/atau (2) penghentian
semua perbuatan Yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.
Pasal 76 ayat (1) di atas menjelaskan bahwa jenis bentuk tuntutan gugatan Atas pelanggaran
merek terdaftar terdiri atas gugatan ganti rugi atau penghentian Penggunaan merek yang
dilanggarnya. Ganti rugi dapat diwujudkan dalam bentuk Nyata dan dinilai dengan uang.
Ganti rugi immateriil berupa tuntutan ganti rugi Yang disebabkan oleh penggunaan merek
dengan tanpa hak dan mendapatkan Ganti rugi secara moral.

4. PENUTUP
Kesimpulan
Pertama, upaya perlindungan hukum dalam penyelesaian passing off Terhadap merek Spesial
Sambal “SS” Oleh pemegang merek, yaitu merek jasa Spesial Sambal (SS) pada dasarnya
memiliki perlindungan hukum berupa hak Merek yang dibuktikan dengan diterbitkannya
sertifikat merek dengan nomor IDM000173773. Hal ini berdasarkan Pasal 3 UU nomor 15
tahun 2001. Kesesuaian tersebut dapat dibuktikan dengan penerapan Pasal 7 tentang tata cara
Permohonan pendaftaran merek sehingga merek Spesial Sambal memperoleh HKI. Dengan
demikian, merek Spesial Sambal mempunyai perlindungan hak atas Merek terhadap
penyelesaian sengketa passing off. Kedua,
penyelesaian sengketa passing off merek Spesial Sambal “SS” Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yaitu para Pihak memilih penyelesaian sengketa
melalui mediasi yaitu penyelesaian sengketa Dengan bantuan pihak ketiga yang netral dalam
upaya penyelesaian sengketa. Masing-masing pihak menunjuk mediator, para mediator
melakukan perundingansecara damai sehingga anntar pemilik merek menghasilkan keputusan
yang adil dalam penyelesaian sengketa, berupa penghentian penggunaan merek serupa dan
mengganti/merubah logo atau merek yang dinilai mirip dengan logo dan merek “SS”. Dasar
pengambilan keputusan kasus sengketa tersebut sesuai dengan Penerapan Pasal 84 Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Saran
Kepada para pebisnis yang bersengketa untuk menghormati hak atas Kekayaan intelektual
yang dimiliki oleh kompetitor. Berbisnis kuliner dengan Menu utama sambal dapat dilakukan
oleh pebisnis siapapun selama dapat Berkompetitif dengan sehat. Para pelaku passing off
sebaiknya menghormati Konsumen dengan tidak memanipulasi brand image yang telah
melekat pada Mereka.
Persantunan
Skripsi ini, penulis persembahkan kepada: Orang tua saya tercinta atas Doa, dukungan yang
penuh dan juga penantiannya. Kakak dan adikku tersayang Atas dukungan, doa dan
semangatnya. Seorang wanita yang kusayangi, Terimakasih atas do’a, dorangan dan
semangatnya serta sahabat-sahabatku, atas Motivasi, dukungan dan doanya selama ini.

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Dianggoro, Wiratmo. 1997, Pembaharuan Undang-Undang Merek dan Dampaknya Bagi
Dunia Bisnis, Jakarta: Yayasan Perkembangan Hukum Bisnis.
Firmansyah, Hery. 2011, Perlindungan Hukum Terhadap Merek, Yogyakarta: Pustaka
Yustisia.
Maulana, Insan Budi, 1997, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten dan Hak Cipta, Bandung:
Citra Aditya Bakti.
Muhammad, Abdulkadir. 2000, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta:
Citra Aditya Bakti.
Muhammad, Abdulkadir. 2010. Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT Citra Aditya
Bakti.
Munandar, Haris dan Sally Sitanggang, 2010. Mengenal HAKI, Jakarta: PT ESENSI,
Erlangga Group.
Prakoso, Djoko. 1987, Perselisihan Hak Atas Merek di Indonesia, Yogyakarta: Liberty.
Saidin, OK. 2002, Aspek Hukum Intelekual, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Subekti, R dan R. Tjitrosudibio. 2008. Kitab Undang-Undang Perdata (Burgerlijk Wetboek).
Jakarta: Pradnya Paramita.
Sulistiyono, Adi. 2004, Mekanisme Penyelesaian Sengketa HaKI Hak atas Kekayaan
Intelektual, Surakarta: Sebelas Maret University Press (UNS Press).
Jurnal dan Penelitian
Irwansyah Ockap Halomoan, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek Dagang
Terkenal Asing Dari Pelanggaran Merek Di Indonesia, Medan, USU.
Jisia, Mamahit,”Perlindungan Hukum Atas Merek dalam Perdagangan Barang Dan Jasa,”Lex
Privatum, Vol.I/No.3 (Juli, 2013)
Rahayu, Tri Suci, 2008, Penyelesaian Sengketa Merek Menurut Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek, Surakarta, UNS.
Slamet Yuswanto, SH, 2002, Perlindungan Hukun Hak Atas Merek Terhadap Tindakan
Passing OFF, Semarang, UNDIP.
Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Anda mungkin juga menyukai