BAB I
JENIS – JENIS ASPAL
Telah kita ketahui bersama bahwa aspal adalah bahan yang sangat
penting dalam pekerjaan perkerasan lentur. Karena itu pengetahuan
tentang bagaimana mengolah aspal agar mencapai fungsinya dengan
maksimal sangat diperlukan oleh para praktisi jalan. Pertama mulailah kita
mengenal jenis-jenis aspal yaitu aspal minyak, aspal olahan dan aspal
alam. Pengenalan dilanjutkan dengan sifat-sifat dasar bahan aspal,
misalnya karena aspal bersifat thermoplastis, kita mengenal aspal keras
(penetrasi rendah) dan aspal lunak (penetrasi tinggi). Selanjutnya kita
mengenal sifat yang penting dari campuran beraspal, dan pada bab
terakhir kita akan mengenal bagaimana pengambilan contoh dan
pengujian aspal untuk pekerjaan campuran beraspal.
B. Jenis-jenis Aspal
Aspal minyak (disebut juga aspal semen, aspal keras, bitumen, atau aspal
baku) adalah kumpulan bahan-bahan tersisa dari proses destilasi minyak
bumi, sisa produk kilang minyak, Selain aspal minyak kita mengenal juga
aspal alam, contohnya “Trinidad Lake Asphalt”, dan juga di pulau Buton
ada aspal alam Kabungka dan aspal alam Lawele, demikian juga
dibeberapa tempat di Indonesia maupun di Kanada. Kita juga mengenal
aspal olahan seperti Aspal Semen, Aspal Emulsi, Aspal Cair, Aspal
Modifikasi dan sebagainya.
1. Aspal Minyak
Aspal minyak adalah bahan tersisa yang dianggap sudah sudah tidak lagi
bisa diproses secara ekonomi dari proses destilasi minyak bumi di pabrik
kilang minyak. Bahan tersebut kita kenal dalam tiga kelas Penetrasi yaitu
Pen 40/50, Pen 80/70 dan Pen 80/100. Semakin rendah angka penetrasi
maka akan semakin keras wujud aspal, semakin susah cara
penanganannya karena diperlukan suhu lebih tinggi agar aspal menjadi
lunak atau cair. Sebaliknya semakin tinggi angka penetrasi maka aspal
akan mudah encer, mudah dikerjakan, tetapi terancam sulit untuk
mencapai kestabilan campuran aspal, terutama pada iklim panas seperti
di Indonesia, karena aspal cenderung melunak pada suhu udara tinggi.
R e fin e ry O p e ra tio n
L IG H T D IS T IL L A T E
P U M P IN G M E D IU M D IS T IL L A T E
F IE L D S T O R A G E S T A T IO N
H E A V Y D IS T IL L A T E
TO W ER
D IS T IL L A T IO N
R E F IN E R Y
R E S ID U U M
PROCESS
U N IT
OR
S TO R AG E TUBE CONDENSERS
HEATER AND ASPHALT
G AS COOLERS CEM EN TS
A IR
P E TR O LE U M BLOW N F O R P R O C E S S IN G IN T O
ASPHALT E M U L S IF IE D A N D
C U TB AC K AS P H AL TS
SAND AND W ATER A IR
S T IL L
Pada wilayah yang belum berkembang, jalan masih sepi lalu lintas,
panjang jalan masih sedikit, beban sumbu kendaraan belum berat, kita
mengenal cara pelaksanaan pekerjaan lapis perkerasan dengan Metoda
Surface Dressing (Burtu/Burda) dan Metoda Penetrasi Macadam.
Aspal dengan angka penetrasi rendah (pen 40/50) sangat sesuai dengan
metode ini dan pekerjaannya dilaksanakan secara padat karya, dimana
aspal dipasok dengan drum-drum yang berfungsi sekaligus sebagai
“storage tank”. Pemanasan cukup memakai kayu bakar dipinggir jalan,
dan ketika aspal panas tersebut dikucurkan ke permukaan lapis batuan
yang telah dipadatkan setengah jadi (lapisan masih berongga besar),
maka aspal 40/50 (penetrasi rendah, aspal keras) akan cepat mengering,
cepat dingin dan mengental. Aspal tidak akan “drain off” (mengalir
kebawah). Sangat sesuai, karena aspal tersebut diperlukannya diatas
permukaan, untuk menutup rongga agar tidak tembus air.
Sebaliknya untuk membuat Beton aspal sebisa mungkin menggunakan
aspal dengan penetrasi tinggi (aspal lunak) karena proses pencampuran
dan pengangkutan memerlukan waktu lama, yang menyebabkan
menguapnya minyak-minyak alami dan mengakibatkan aspal kering dan
kehilangan daya lengketnya. Hot Rolled Sheet (HRS) pada tahun 80-an
2. Aspal Emulsi
Aspal emulsi adalah campuran aspal dengan air (60-70%) dalam bentuk
emulsi, sehingga molekul-molekul aspal melayang didalam air. Hal ini
dimungkinkan karena adanya bahan tambah bersifat katalis.
Pencampuran aspal dengan air dan katalis tadi dilewatkan mesin
colloidmill. Saat aspal emulsi disimpan lama (sekitar 3 bulan) maka emulsi
bisa terlepas (break) dan aspal mengendap ke dasar kontainer/ drum.
Agar ikatan emulsi terbentuk lagi, cukup digoyang goyang atau
digelinding-gelindingkan. Penggunaan aspal emulsi yang paling baik
adalah sudah digunakan sebelum terlepas ikatan emulsinya.
Penggunaan aspal emulsi biasanya pada hal-hal sebagai berikut :
a. Untuk lapis beton aspal campuran dingin misalnya pada daerah yang
belum punya AMP tetapi ingin kualitas jalannya setara dengan aspal
beton aspal), pada lokasi yang tidak boleh ada api terbuka misalnya
wilayah pemboran minyak, komplek penyimpanan bahan bakar,
Modul Bahan Aspal Untuk Perkerasan Lentur 4
Diklat Penggunaan Bahan & Alat Untuk Pekerjaan Jalan & Jembatan
b. Untuk lapis Tack coat, Prime coat atau campuran untuk bahan
“tambal siap pakai”. Sebagai gambaran dilampirkan dibawah ini
Tabel takaran penggunaan Aspal cair dan aspal Emulsi sebagai Lapis
Perekat (Spesifikasi Umum Ditjen Bina Marga tahun 2006) :
Tahun 1993 pernah dicoba pemakaian aspal emulsi untuk beton aspal
campuran dingin dengan tebal 0,8 cm yang menggunakan mesin
penggetar khusus (teknologi dari Spanyol), disebut teknologi lapis tipis
Macroseal (secara generik dikenal sebagai teknologi slurry seal). Lapis
tipis ini dimaksudkan sebagai lapis pelindung untuk menahan air dan
meningkatkan kekesatan permukaan jalan (misalnya pada permukaan
perkerasan kaku yang sudah licin, daripada melakukan re-grooving yang
dianggap terlalu lambat dan mahal)
4. Cutback asphalt
Adalah aspal yang dicairkan dengan cara ditambah pelarut dari keluarga
hidrokarbon (minyak tanah/kerosin, bensin, solar). Untuk Primecoat dan
Tackcoat digunakan jenis Rapi Curing (RC), Medium Curing (MC) atau
Slow Curing (SC). Saat ini, aspal Emulsi mulai digunakan sebagai
Tackcoat karena aspal Cutback yang dicampur bensin sering
menimbulkan kebakaran, demikian juga bila menggunakan pelarut
kerosene atau solar sering tidak sempat menguap, sehingga ketika
campuran beton aspal harus digelar diatasnya, aspal beton
terkontaminasi pelarut yang mengakibatkan aspal beton menjadi lunak
dan pada akhirnya menimbulkan problem perubahan bentuk (deformasi,
bleeding, licin).
5. Aspal Modifikasi
Nama lain dari Aspal Modifikasi adalah Polymer Modified Asphalt (PMA)
atau Polymer Modified Bitumen (PMB), ini adalah aspal minyak ditambah
dengan bahan tambah (additive) agar meningkat kinerjanyanya, yaitu
aspal yang tahan beban dan tahan lama (awet). Di Indonesia,
kesadaran untuk menggunakan aspal modifikasi karena diperlukan hal-hal
sebagai berikut :
c) aspal yang lebih tahan ultra violet agar tidak mudah menua
(ageing).
Adalah aspal alam yang terdapat di pulau Buton, berupa batuan yang
mengandung aspal (rock asphalt) yang ditemukan sejak tahun 1920,
dengan cadangan lebih dari 600 juta ton, terbesar didunia. Ada dua lokasi
tambang di Buton, yaitu di Kabungka dan Lawele. Perbedaan aspal
Kabungka dan aspal Lawele adalah sebagai berikut :
BAB II
FUNGSI DAN KEMAMPUAN CAMPURAN ASPAL
Karena itu, untuk dapat berfungsi sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi,
aspal haruslah mempunyai kemampuan daya tahan (tidak cepat rapuh)
terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan
sifat elastis yang baik.
d. Kekerasan Aspal.
Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan
agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan
kepermukaan agregat yang telah disiapkan pada proses pelaburan.
Setelah campuran aspal tergelar dan dipadatkan, maka terjadi proses
oksidasi yang akan menyebabkan aspal menjadi getas (viskositas
bertambah tinggi), ini adalah proses perapuhan. Jadi selama masa
1. Stabilitas
a) Film aspal atau selimut aspal, film aspal yang tebal dapat
menghasilkan lapis aspal beton yang berdurabilitas tinggi, tetapi
kemungkinan terjadinya bleeding menjadi tinggi.
b) VIM kecil sehingga lapis kedap air dan udara tidak masuk
kedalam campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan
aspal menjadi rapuh/getas.
c) VMA besar, sehingga film aspal dapat dibuat tebal. Jika VMA
dan VIM kecil serta kadar aspal tinggi kemungkinan terjadinya
bleeding besar. Untuk mencapai VMA yang besar ini
dipergunakan agregat bergradasi senjang.
3. Fleksibilitas (kelenturan)
a) VIM yang tinggi dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan
kelelahan yang lebih cepat.
b) VMA yang tinggi dan kadar aspal yang tinggi dapat mengakibatkan
lapis perkerasan menjadi fleksibel.
b. Rongga – rongga agregat ada yang terisi aspal dan ada pula yang terisi
udara,
c. Terdapat rongga antar butir yang terisi udara,
d. Terdapat lapisan aspal yang ketebalannya tergantung dari kadar aspal
yang dipergunakan untuk menyelimuti partikel-partikel agregat.
Oleh sebab hal-hal diatas, kita harus membuat Jobmix formula (JMF),
yaitu rencana campuran yang harus dikembangkan dari rencana gradasi
yang dipilih, sesuai dengan batasan-batasan dalam spesifikasi, sehingga
memenuhi syarat-syarat, antara lain sebagai berikut :
a. Kadar aspal cukup memberikan kelenturan,
b. Stabilitas cukup memberikan kemampuan memikul beban sehingga tak
terjadi deformasi yang merusak,
c. Kadar rongga cukup memberikan kesempatan untuk pemadatan
tambahan akibat beban lalu lintas berulang dan flow dari aspal,
d. Dapat memberikan kemudahan kerja sehingga tak terjadi segregasi.
Dalam prakteknya kita membuat benda uji dengan kadar aspal yang
bervariasi, umumnya dimulai dari kadar aspal 5%, 5,5% dan 6%,
kemudian dilakukan pemeriksaan Marshall. Pemeriksaan Marshall ini
pertama kali diperkenalkan oleh Bruce Marshall, dikembangkan oleh U.S.
Corps of Engineer. Saat ini kita mengikuti prosedur AASHTO T 245-74
atau ASTM D 1559-62T.
6. Data apa saja yang akan kita peroleh dari test Marshall ?
Dari Tes Marshall akan diketahui berapa persen kandungan aspal yang
diperlukan untuk gradasi batuan yang telah direncanakan, yang akan
6. VIM (Void in Mix, atau sering disingkat dengan ‘voids’), persen rongga
dalam campuran, dinyatakan dalam bilangan desimal satu angka
dibelakang koma. VIM merupakan indikator dari durabilitas,
kemungkinan bleeding.
10. Tebal lapisan aspal (asphalt film), dinyatakan dalam mm. Film
aspal merupakan petunjuk tentang sifat durabilitas campuran.
Latasir
Sifat-sifat Campuran
Kelas A & B
Penyerapan aspal (%) Maks. 2,0
Jumlah tumbukan per bidang 50
Rongga dalam campuran (%) Min. 3,0
Maks. 6,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 20
Rongga terisi aspal (%)
Min. 75
Stabilitas Marshall (kg)
Min. 200
Pelelehan (mm) Min. 2
Maks. 3
Marshall Quotient (kg/mm) Min. 80
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah peren-daman selama
Min. 75
24 jam, 60 ºC
Laston
Sifat-sifat Campuran
WC BC Base
Penyerapan aspal (%) Maks 1,2
.
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Min. 3,5
Rongga dalam campuran (%)
Maks 5,5
.
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 15 14 13
Rongga terisi aspal (%) Min. 65 63 60
Stabilitas Marshall (kg) Min. 800 1500
Maks - -
.
Pelelehan (mm) Min. 3 5
Marshall Quotient (kg/mm) Min. 250 300
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama
Min. 75
24 jam, 60 ºC
Rongga dalam campuran (%) pada
Min. 2,5
Kepadatan membal (refusal)
BAB III
PENGAMBILAN CONTOH DAN PENGUJIAN ASPAL
UNTUK PEKERJAAN CAMPURAN BERASPAL PANAS
Pengambilan contoh dan pengujian merupakan dua hal yang sangat penting
dalam fungsi pengendalian mutu. Data dari pengujian ini merupakan alat
untuk menilai kualitas produksi apakah memenuhi syarat atau tidak. Dengan
alasan ini, pengambilan contoh dan prosedur pengujian harus dilakukan
dengan hati-hati dan benar.
Salah satu kesalahan yang besar dalam menguji material adalah kegagalan
untuk mengambil contoh yang mewakili. Apabila contoh yang dikirim ke
laboratorium tidak mewakili kondisi bahan yang sebenarnya, maka hasil
pengujian akan sia-sia, bahkan apabila digunakan, mungkin menyesatkan.
Oleh karena itu, pengambilan contoh harus dilakukan dengan prosedur
standar, baik Standar Nasional Indonesia (SNI) maupun AASHTO atau ASTM
atau standar internasional yang lain.
Pengambilan contoh aspal untuk pengujian harus mewakili dan dijaga agar
tidak terkontaminasi oleh bahan lain sebelum dilakukan pengujian.
Alat dan prosedur pengambilan contoh aspal mengacu pada SNI 06-6399-
2002, meliputi sebagai berikut :
1. Pengambilan Contoh Aspal dari Drum
Alat dan prosedur pengambilan contoh aspal mengacu pada SNI 06-6399-
2002
b. Peralatan
Wadah untuk contoh aspal yang
mempunyai ukuran volume.
2). Aspal diambil dari drum dengan menggunakan alat yang sedapat
mungkin tidak dipanaskan terlebih dahulu (pemanasan keseluruhan),
untuk menghindari rusaknya aspal akibat pemanasan berulang;
Gambar 3.c. Panaskan Gambar 3.d. Buat potongan Gambar 3.d. Angkat aspal
pisau, untuk memudahkan lingkaran batas contoh yang dengan cara memutar balik
memotong aspal akan diambil dengan pisau bor tangan
Gambar 4.a. Angkat lebih Gambar 4.b. Masukkan Gambar 4.c. Lepaskan
tinggi untuk melepaskan kedalam wadah tangkai bor dari aspal
Gambar 4.d. Pastikan jumlah Gambar 4.e. Tutup rapat- Gambar 4.f. Aspal siap
aspal cukup untuk keperluan rapat wadah aspal dibawa ke laboratorium
pengujian mutu untuk diuji mutunya
Alat dan prosedur pengambilan contoh aspal mengacu pada SNI 06-6399-2002
b. Peralatan
Wadah untuk contoh aspal
yang mem-punyai ukuran
volume.
Peralatan pembantu.
Gambar 1. >
Peralatan pengambilan contoh
dengan kaleng celup
Contoh yang akan diambil sudah tersedia pada mobil tangki dengan
kondisi cair dan dapat dialirkan melalui keran pengeluar.
Keterangan :
(1) : Sambungan T ¾ “ terbuat dari besi atau
sejenisnya
(2) : ¾” baja/besi sambung 90o
(3) : ¾“ baja/besi sambung 45o
(4) : Benang asbes bergasket dililitkan pada
drat/ulir atau dibalut dengan kain
(5). : Locknut ¾”
(6) : Pipa besi berniple ¾”
(7) : Pipa baja berulir ¾” panjang 3”
(8) : Penutup pipa baja tuang
□ Pengambilan dengan cara tabung celup (untuk aspal cair, tidak cocok
untuk aspal keras), dengan cara sebagai berikut :
1). Tabung dicelupkan kedalam aspal dengan ujung keran bawah terbuka;
2). Pada kedalaman yang diinginkan, rantai ditarik sehingga keran bagian
bawah tertutup;
3). Keluarkan tabung dari tangki;
4). Isinya pindahkan kedalam wadah.
Gambar 1. >
Alat pengambil
contoh dengan
Wadah pemberat
sekali pakai
1). Masukkan wadah dalam keadaan terbuka kedalam tangki aspal pada
kedalaman yang diinginkan;
2). Bila kedalaman telah tercapai, kemudian penutupnya dibuka dengan
cara menarik rantai;
3). Biarkan terisi sampai penuh dengan ditandai oleh berhentinya
gelembung udara pada permukaan aspal;
4). Setelah penuh angkat dari tangki dan tuangkan kedalam tempat yang
bersih
1). Untuk bahan cair contoh harus diambil dari atas, tengah dan bawah;
2). Untuk semua bahan yang menjadi cair karena pemanasan contoh
diambil hanya pada bagian atas.
Gambar 1. >
Alat pengambil contoh
pada pipa
6). Pengambilan Contoh Bahan Semi Padat atau Bahan Padat yang
Belum Dipecah (Drum, barrel, kardus atau kantong).
□ Pengambilan contoh bahan semi padat atau bahan padat yang belum
dipecah :
1). Apabila contoh diambil dari produksi menerus atau satu kemasan,
dipilih secara acak seperti pada Tabel 1.;
2). Apabila tidak jelas (tidak menerus) contoh diambil dengan akar tiga
dari jumlah kemasan dilokasi.
1). Untuk bentuk timbunan, Contoh berbentuk kasar harus tidak kurang
dari 25 kg dan dari contoh tersebut diambil 1 – 1,50 kg untuk
pengujian;
2). Untuk dalam drum, barrel, kardus atau kantong, jumlah kemasan
diambil secara acak sesuai Tabel 1. Contoh diambil dari bagian tengah
setiap wadah.
C. Pengujian Aspal
Jenis pengujian aspal keras, aspal cair dan aspal emulsi diperlihatkan
berturut-turut pada Tabel 1, 2, dan 3, sebagai berikut :
Jenis Pengujian
SEKSI 7.4 Standar
Pengujian
9. Daktilitas setelah TFOT; % asli SNI 06-2432-1991
10. Mineral Lolos Saringan No. 100; % * SNI 03-1968-1990
Sumber : Spesifikasi seksi 6.3, campuran beraspal panas, Desember 2006,
Catatan : * Hasil Ekstraksi
Gambar
1. >
Prinsip
kerja
pengujian
penetrasi
b. Peralatan
Gambar 2.c.
Gambar 2.b. Bak
Timbangan
perendam
Gambar 2.a. Peralatan
c. Persiapan Pengujian
d. Prosedur/Pelaksanaan Pengujian
1). Letakkan benda uji ke dalam tempat air kecil, berikutnya masukan
tempat air kecil berikut benda uji kedalam bak perendam bersuhu 25 o
C, selama 1 - 2 jam;
(Gambar 4.)
Gambar 4.a. Masukkan ben- Gambar 4.b. Masukkan tempat Gambar 4.c. Rendam bersu-
da uji kedalan tempat air air kecil bersama benda uji ke hu ruangan selama 1-2 jam
kecil dalam bak perendam
2). Periksa pemegang jarum dan bersihkan jarum penetrasi dan pasang,
kemudian letakkan pemberat 50 gram pada pemegang jarum hingga
berat total 100 gram; (Gamber 5.)
3). Pindahkan tempat air berikut benda uji dari bak perendam ke bawah
alat penetrasi; (Gambar 6.)
Gambar 5. Periksa jarum Gambar 6. Pindahkan tempat air bersama benda uji dari
bak perendam ke alat penetrasi
4). Atur jarum hingga menyentuh permukaan benda uji dan tentukan angka
nol pada arloji penetrometer; (Gambar 7.)
Gambar 7.a. Atur jarum hingga menyentuh permukaan Gambar 7.b. Tentukan angka
benda uji nol pada arloji penetrometer
5). Lepaskan pemegang jarum dan bersamaan itu jalankan stop watch
selama (5+0,1) detik; (Gambar 8.)
Gambar 8.a. Lepaskan Gambar 8.b. Bersamaan itu jalankan stop watch selama
pemegang jarum (5+0,1) detik dan jarum masuk kedalam benda uji
6). Putarlah arloji penetrometer dan baca serta catat angka penetrasinya
(bulatkan hingga angka 0,1 mm terdekat); (Gambar 9.)
Gambar 9.a. Putarlah arloji penetrometer hingga Gambar 9.b. Baca serta catat
menyentuh pemegang jarum angka penetrasinya
1.2. Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar dengan Cleveland Open
Cup
Alat dan prosedur pengujian mengacu pada RSNI3 2433-2008 (revisi dari SNI
06-2433-1991)
Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam menguji titik nyala
dan titik bakar aspal dengan menggunakan alat cleveland open cup.
Tujuan pengujian untuk mengetahui besaran suhu dimana terlihat nyala singkat <
5 detik (titik nyala) dan terlihat nyala minimal 5 detik (titik bakar) diatas
permukaan aspal.
Titik nyala, merupakan temperatur terendah dimana uap benda uji dapat menyala
(nyala biru singkat) apabila dilewatkan api penguji. Temperatur titik nyala
tersebut harus dikoreksi pada tekanan barometer udara 101,3 kPa (760 mm Hg)
Titik bakar, merupakan temperatur terendah ketika uap benda uji terbakar selama
minimum 5 detik apabila dilewatkan api penguji. Temperatur titik bakar tersebut
harus dikoreksi pada tekanan barometer udara 101,3 kPa (760 mm Hg)
Mencakup cara persiapan benda uji, peralatan, cara pengujian untuk menentukan
titik nyala dan titik bakar aspal dengan menggunakan alat Cleveland open cup,
secara manual dan dapat digunakan untuk semua jenis aspal yang mempunyai
titik nyala dalam rentang 79C sampai dengan 400C
d. Peralatan
Alat cleveland open cup, terdiri dari : nyala api penguji, pelat pemanas,
pemanas dan penyangga; (Gambar 1.a.).
2). Periksa untuk kerja alat penguji manual paling sedikit sekali dalam
setahun dengan menentukan titik nyala dari CRM (Certified Reference
Material) dengan temperatur mendekati rentang temperatur benda uji.
Material aspal diuji sesuai prosedur pengujian dan pengamatan titik nyala
yang dikoreksi pada tekanan barometer.
Titik nyala diperoleh dalam batas sesuai Tabel 1. untuk identifikasi CRM.
3). Salah satu cara kerja alat titik nyala dapat diperiksa dengan menggunakan
SWSs (Secondary Working Standards) dan ditentukan sepanjang batas
kontrolnya.
SWSs material dapat digunakan untuk pengecekan berkala terhadap
kinerja alat,
4). Pada saat titik nyala diperoleh tidak dalam batas yang ditentukan pada
Butir 2) atau 3) periksa kondisi dan cara kerja alat untuk memastikan
sesuai dengan urutan pengujian cleveland open cup, terutama perihal
posisi termometer, posisi nyala penguji dan kecepatan pemanasan.
c. Persiapan Pengujian
Gambar 3.a. Tempatkan alat Gambar 3.b. Pasang Gambar 3.c. Pengujian dila-
cleveland open cup di atas termometer kukan pada ruang bebas
dudukan yang kokoh/meja angina atau ruang asam
d. Prosedur/Pelaksanaan Pengujian
1). Panaskan contoh bahan yang keras atau semi padat sampai cair,
temperatur pemanasan contoh uji tidak boleh > 150C;
2). Isi cawan cleveland dengan contoh uji sampai garis batas pengisian, dan
tempatkan cawan cleveland di atas pelat pemanas ; (Gambar 4.)
Catatan 1. :
Bila benda uji diisi berlebih pada cawan cleveland, pindahkan bagian
yang berlebih dengan pipet atau alat lainnya untuk menghindari
bagian yang meleleh.
Bila ada bagian aspal yang menempel pada bagian luar cawan,
bersihkan.
Hilangkan gelembung udara atau busa yang terjadi pada permukaan
benda uji dengan pisau yang tajam atau alat pemotong.
Bila busa tetap ada sampai tahap akhir dari pengujian, pengujian
dihentikan dan diulangi;
3). Nyalakan api penguji dan atur diameter api penguji antara 3,2 mm s/d
4,8 mm, atau nyala api penguji seukuran dengan ujung pipa api penguji;
(Gambar 5.)
Catatan 2. :
5). Lakukan pemanasan awal dengan kenaikan temperatur antara 14C s/d
17C per menit sampai benda uji mencapai temperatur 56C di bawah
titik nyala-perkiraan.
Kurangi pemanasan hingga kecepatan kenaikan temperatur antara 5C
s/d 6C per menit sampai benda uji mencapai temperatur 28C di bawah
titik nyala-perkiraan; (Gambar 7.)
o o
Gambar 7. Pemanasan awal dengan kenaikan temp. 14 - 17 C per menit sampai
o
benda uji mencapai temp. 56 C dibawah titik nyala-perkiraan, lalu kurangi 5C - 6C
per menit sampai benda uji mencapai temp. 28C di bawah titik nyala-perkiraan
6). Gunakan nyala penguji pada waktu temperatur benda uji mencapai
± 28C di ba-wah titik nyala-perkiraan dan lintaskan api penguji
setiap kenaikan temperatur 2C. Lintasan api penguji mengikuti
garis lengkung yang mempunyai jari-jari minimum 150 1 mm;
7). Api penguji harus bergerak horizontal dan jarak dengan tepi atas
cawan tidak lebih dari 2 mm. Waktu yang dibutuhkan api penguji
untuk melintasi cawan kurang lebih 1 0,1 detik; (Gambar 8.)
Gambar 8. Gunakan nyala penguji bila temp. benda uji mencapai ± 28C di bawah titik
nyala-perkiraan, bergerak horizontal melintasi cawan dengan waktu 1 0,1 detik
Catatan 3. :
Bila titik nyala-perkiraan aspal belum diketahui, maka lakukan pengujian
pendahuluan dengan temperatur tidak lebih dari 50C, atau bila aspal harus
dicairkan terlebih dahulu untuk penuangan, maka lakukan pengujian
pendahuluan dengan temperatur awal mulai dari temperatur penuangan 150C.
Lakukan pemanasan sesuai Butir 5). dengan kecepatan 5C s/d 6C per menit
dan lintaskan nyala api penguji sesuai Butir 6). paling sedikit setiap kenaikan
temperatur 2C sampai diperoleh titik nyala.
11). Catat hasil pengujian titik nyala yang diperoleh dari pembacaan
termometer pada saat benda uji mulai menyala; (Gambar 9.)
Gambar 9.a. Benda uji mulai Gambar 9.b. Catat temperatur saat
berasap terjadinya benda uji mulai menyala
/nyala biru (sebagai titik nyala)
d.2. Perhitungan
1). Amati dan catat tekanan baromater udara pada saat pengujian.
Bila tekanan berbeda dari 101,3 kPa (760 mm Hg), koreksi titik nyala
atau titik bakar atau keduanya, sebagai berikut :
2). Bulatkan titik nyala dan titik bakar terkoreksi ke nilai 1C terdekat.
TABEL 1. CONTOH ISIAN FORMULIR CARA UJI TITIK NYALA DAN TITIK
BAKAR ASPAL DENGAN ALAT CLEVELAND OPEN CUP
Dari 56C sampai 28C dibawah titik nyala Pk 10.14 Pk 10.53 5-6C per Titik nyala
perkiraan Pk 10.20 Pk 10.59 menit perkiraan
b. Peralatan
Gambar 1.b. Dudukan benda uji Gambar 1.c. Alat Gambar 1.c. Oven
pemanas contoh
c. Persiapan Pengujian
Siapkan benda uji sebanyak + 25 gram dan panaskan hingga cukup cair.
Panaskan 2 buah cincin sampai mencapai suhu tuang benda uji dan
tempatkan di atas pelat kuningan yang telah diolesi talk-gliserol. (Gambar
2.)
Tuang contoh ke dalam cincin cetakan, diamkan pada suhu sekurang-
kurangnya 8oC di bawah titik lembek selama 30 menit. (Gambar 3.)
Setelah dingin ratakan permukaan benda uji dalam cincin dengan pisau
yang telah dipanaskan; (Gambar 4.)
d.Prosedur/Pelaksanaan Pengujian
1). Pasang dan atur kedua benda uji serta tempatkan pada pengarah bola
diatasnya; (Gambar 5.)
Gambar 5.a. Benda uji Gambar 5.b. Pasang benda uji Gambar 5.c. Pasang benda
dengan tempatnya kesatu pada pengarah bola uji kedua pada pengarah bola
2). Masukkan ke dalam bejana gelas dan isi air suling bersuhu (5 + 1)o C
sampai tinggi permukaan air berkisar antara 101,6 mm – 108 mm;
(Gambar 6.)
Gambar 6.a. Masukan pengarah bola kedalam bejana gelas Gambar 6.b. Tinggi permukaan
o
berisi air suling bersuhu (5 + 1) C pada mesin pendingin air berkisar 101,6 – 108 mm;
3). Kemudian tempatkan bola-bola baja di atas tengah benda uji pada
pengarah bola menggunakan tangan atau penjepit dengan
mengeluarkan/memasang kembali pengarah bola; (Gambar 7.)
Gambar 7.d. Ambil bola Gambar 7.e. Tempatkan bola Gambar 7.f. Tempatkan bola
baja baja kesatu diatas tengah baja kedua diatas tengah
benda uji pada pengarah bola benda uji pada pengarah bola
4). Tempatkan termometer diantara kedua benda uji (+ 12,7 mm dari tiap
cincin) dan atur jarak antara permukaan pelat dasar dengan benda uji
menjadi 25,4mm; (Gambar 8.)
7). Catat temperatur yang ditunjukkan saat bola baja mendesak turun
lapisan benda uji (aspal) hingga menyentuh pelat dasar yang terletak
di bawah cincin, sebagai akibat kecepatan pemanasan; (Gambar 10.)
Gambar 10. Proses penurunan benda uji sebagai akibat bola baja dan kecepatan
pemanasan
Alat dan prosedur pengujian mengacu pada RSNI3 2432-2008 (Revisi dari
SNI 06-2432-1991)
b. Peralatan
Keterangan :
A = Jarak pusat jari-jari : 111,5 - 113,5 mm
B = Panjang total benda uji : 74,5 - 75,5 mm
C = Jarak antar penjepit (clip) : 29,7 - 30,3 mm
D = Tepi/bahu : 6,8 - 7,2 mm
E = Jari-jari : 15,75 - 16,25 mm
F = Lebar min potongan : 9,9 - 10,1 mm
G = Lebar penjepit (clip) : 19,8 - 20,2 mm
H = Jarak antar pusat dengan
jari-jari kiri dan kanan : 42,9 - 43,1 mm
I = Diameter lubang : 6,5 - 6,7 mm
J = Tebal : 9,9 - 10,1mm
a dan a’ : Penjepit
b dan b’ : Cetakan daktilitas
c. Persiapan Pengujian
c.1. Persiapan Benda Uji
1). Lapisi seluruh permukaan pelat dasar
dan bagian yang akan dilepas dengan
campuran gliserin dan talk atau kaolin
dengan perbandingan 3 gram gliserin
dan 5 gram talk untuk mencegah
melekatnya benda uji pada cetakan;
(Gambar 2.)
Gambar 2. >
Oleskan permukaan pelat dasar
dengan campuran gliserin dan talk
2). Letakkan cetakan daktilitas di atas pelat dasar pada tempat yang datar
dan rata, sehingga semua bagian bawah cetakan menempel baik pada
pelat dasar; (Gambar 3.)
Gambar 4. >
Panaskan benda uji dengan
memasukkan kedalam oven
5). Setelah diaduk, tuangkan benda uji ke dalam cetakan mulai dari
ujung ke ujung hingga sedikit melebihi cetakan; (Gambar 5.)
6). Diamkan benda uji pada temperatur ruang selama 30 s/d 40 menit;
(Gambar 6.)
Gambar 5. Tuangkan benda uji kedalam cetakan dari Gambar 6. Diamkan benda
ujung keujung hungga melebihi cetakan uji pada temperatur ruang
selama 30-40 menit
7). Ratakan permukaan benda uji yang berlebihan dengan pisau atau
spatula yang panas agar rata.
8). Rendam benda uji dalam bak perendam pada temperatur pengujian 25oC
selama 85 menit s/d 95 menit; (Gambar 7.)
d. Prosedur/Pelaksanaan Pengujian
1). Lepaskan benda uji dari pelat dasar dari sisi cetakannya dan langsung
pasangkan benda uji ke mesin uji dengan cara memasukkan lubang cetakan
ke pemegang di mesin uji. (Gambar 8.)
Gambar 8.a. Ambil benda uji dari bak perendam Gambar 8.b. Lepaskan benda
uji dari sisi cetakan pada pelat
dasar
Gambar 8.c. Langsung pasangkan benda uji ke mesin uji dengan cara memasukkan lubang
cetakan ke pemegang di mesin uji daktilitas.
2). Jalankan mesin uji sehingga menarik benda uji dengan kecepatan sesuai
persyaratan (50 mm per menit). Perbedaan kecepatan lebih atau kurang dari
2,5 mm per menit masih diperbolehkan; (Gambar 9.)
Gambar 9.a. Jalankan mesin Gambar 9.b. benda uji ditarik dengan kece-
uji daktilitas patan 50 mm/menit
3). Baca pemuluran benda uji pada saat putus dalam satuan mm (cm). (Gambar
10.)
80 90
Gambar 10.a. Baca pada saat permuluran benda uji putus dan catat dalam satun mm atau cm
Contoh hasil pengujian lihat Tabel 1.
Didiamkan pada temperatur ruang mulai : jam ........... Temperatur ruang : .........˚C
selesai : jam ...........
Direndam pada bak perendam mulai : jam ........... Temperatur bak perendam
selesai : jam ...........
Persiapan pengujian direndam pada bak mulai : jam ...........
perendam selesai : jam ...........
Hasil pengujian
Daktilitas pada 25˚C, 5 cm/menit
1
Pengamatan 2
3
Rata-rata
Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam menguji berat
jenis aspal padat/keras, dengan menggunakan piknometer dan dihitung
dengan rumus berat jenis hasil pengujian
b. Peralatan
Piknometer 30 ml
Bak Perendam, dilengkapi
peng-atur suhu (ketelitian 25
± 0,1) oC
Termometer
Air suling, sebanyak 1000 ml
Bejana gelas, kapasitas 1000 ml
Timbangan
c. Persiapan Pengujian
d. Prosedur/Pelaksanaan Pengujian
1). Isi bejana dengan air suling hingga bagian atas tidak terendam 40 mm,
kemudian rendam dalam bak perendam, atur suhu bak perendam pada
25o C; (Gambar 3.)
Gambar 4. >
Timbang piknometer
kosong
3). Angkat bejana dari bak perendam dan isi piknometer dengan air suling
kemudian tutuplah piknometer; (Gambar 5.)
Gambar 5.a. Angkat bejana Gambar 5.b. Isi piknometer Gambar 5.c. Tutup
dari bak perendam dengan air suling piknometer
5). Tuangkan benda uji cair ke dalam piknometer yang telah kering hingga
terisi ¾ bagian dan biarkan piknometer sampai dingin selama tidak
kurang dari 40 menit, selanjutnya timbang (=C); (Gambar 7.)
Gambar 7.a. Tuangkan ben- Gambar 7.b. Hingga terisi Gambar 7.c. Timbang pikno-
da uji kedalam piknometer ¾ bagian piknometer meter berisi benda uji (=C)
6). Isilah piknometer yang berisi benda uji dengan air suling dan tutup; (Gambar 8.)
Gambar 8.a. Isi piknometer yang berisi benda uji Gambar 8.b. Tutup
dengan air suling piknometer
Gambar 9.a. Tempatkan Gambar 9.b. Angkat Gambar 9.c. Timbang pikno-
piknometer dalam bejana piknometer dan keringkan meter berisi benda uji dan
air suling
1.4.2. Cara Uji Kelarutan Aspal
Alat dan prosedur pengujian mengacu pada RSNI M 04-2004, merupakan revisi dari
SNI 06-2438-1991 (Pengujian Kelarutan aspal dalam Trichlor Ethylen)
b. Peralatan
Penutup karet
Labu penyaring/
Erlenmeyer
Gambar 1.c. >
Oven
Gambar 1.d.
Desikator
c. Persiapan Pengujian
6). Ulangi pekerjaan butir 3), 4) dan 5) hingga diperoleh berat yang
konstan (perbedaan dua kali penimbangan tidak lebih dari 0,0003 gr.)
dan catat sebagai berat cawan Gooch kosong (=A).
d. Prosedur/Pelaksanaan Pengujian
1). Masukkan kira-kira 2 gram benda uji ke dalam labu Erlenmeyer yang
sudah ditimbang dengan ketelitian 0,001 gram; (Gambar 3.)
Gambar 3.a. Timbang Gambar 3.b. Ambil benda Gambar 3.c. Masukkan
labu kosong uji ± 2 gr. benda uji kedalam labu
2). Diamkan labu Erlenmeyer beserta isinya sampai mencapai temperatur ruang;
(Gambar 4.)
3). Timbang dengan ketelitian 0,001 gram dan catat berat benda uji (=B); (Gambar
5.)
5). Tutup dan goyangkan secara berputar sampai benda uji larut dan tidak ada
bagian benda uji yang tidak larut menempel pada labu Erlenmeyer. Diamkan
selama sedikitnya 15 menit dan periksa bagian yang tidak larut; (Gambar 7.)
7). Basahi saringan fiber glas atau asbestos dengan sedikit pelarut;
(Gambar 9.)
Gambar 8. Timbang cawan Gambar 9. Basahi saringan fiber glas atau asbestos
Gooch kosong dengan sedikit pelarut
8). Saring larutan secara dekantasi melalui saringan fiber gelas atau
asbestos dalam cawan Gooch dibantu vacum dari pompa aspirator;
(Gambar 10).
9). Bagian yang tidak terlarut biarkan tertinggal dalam labu Erlenmeyer
sampai semua larutan tertuang ke dalam cawan Gooch;
10). Cuci Erlenmeyer dengan sedikit pelarut dari botol pencuci dan pindahkan
semua bagian yang tidak larut ke dalam cawan Gooch;
11).Gunakan batang pengaduk berujung karet jika dibutuhkan untuk
memindahkan bahan yang tidak larut dan menempel pada labu
Erlenmeyer ke dalam cawan Gooch, serta cuci batang pengaduk dan
labu Erlenmeyer;
12). Cuci bahan yang tidak larut dalam cawan Gooch dengan pelarut sampai
bersih atau sampai larutan tidak berwarna;
13). Lepaskan cawan Gooch dari tabung penyaring dan cuci bagian bawah
cawan Gooch hingga bebas dari bahan yang larut; (Gambar 11.)
14). Keringkan cawan Gooch dan isinya pada temperatur 110 oC ± 5 oC (230
o
F ± 9 oF) paling sedikit selama 20 menit; (Gambar 12.)
15). Dinginkan cawan Gooch dan isinya di dalam desikator paling sedikit 20
menit dan tentukan beratnya; (Gambar 13.)
Gambar 13.a. Dinginkan cawan Gooch dan isinya di Gambar 13.b. Timbang
dalam desikator paling sedikit 20 menit beratnya
16). Ulangi pekerjaan pada butir 14). dan 15). sampai diperoleh berat
konstan dengan ketelitian ± 0,0003 gr. Catat sebagai berat cawan
Gooch dengan bagian tak larut (=C).
d.2. Perhitungan
Hitung persentase total bahan yang tidak larut maupun persen bahan
yang larut, sebagai berikut :
(C - A)
Bahan yang tidak larut = x 100%
B
(C - A)
Bahan yang larut = 100% - x 100%
B
b. Peralatan
Gambar 1.b.
Pinggan berputar Gambar 1.d. Neraca
analitik
c. Persiapan Pengujian
Siapkan benda uji sebanyak ± 100 gram, bebas air; (Gambar 2.)
Tuangkan benda uji kira-kira (50 ± 0,5) gram ke dalam cawan dan
dinginkan, timbang dengan ketelitian 0,01 gram (=A); (Gambar 3.)
Siapkan benda uji ganda (duplo)
d. Prosedur/Pelaksanaan Pengujian
1). Tempatkan benda uji diatas “pinggan berputar” setelah oven mencapai
(163 ± 1)o C; (Gambar 4.)
Gambar 4.a. Masukkan cawan dalam oven Gambar 4.c. Tempatkan ca-
wan diatas pinggan berpu-
tar dalam oven
2).Pasang
termometer
pada
dudukannya;
(Gambar 5.)
3). Ambil benda uji dari dalam oven setelah mencapai 5 jam s/d 5 jam 15
menit; Gambar 6.)
4). Dinginkan benda uji pada suhu ruang, timbang dengan ketelitian 0,01
gram (=B); (Gambar 7.)
Gambar 6. Ambil benda uji dari dalam oven setelah Gambar 7. Timbang cawan
mencapai 5 jam s/d 5 jam 15 menit kemudian dingin- berisi benda uji (berat
kan dalam suhu ruang benda uji = B)
d.2. Perhitungan
Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam menguji noda pada
kertas saring akibat tetesan larutan aspal hasil campuran aspal dengan pelarut
tertentu (naptha, xylen, normal heptan), Noda dilihat pada kertas saring tegak lurus
pandang dengan sinar terang dari arah belakang, disarankan gunakan sinar
matahari
Mencakup persiapan benda uji, peralatan, dan cara pengujian noda bahan-bahan
aspal yang hanya berlaku untuk aspal yang dihasilkan dari petroleum dan tidak
digunakan terhadap aspal alam yang mengandung bahan tetap yang tidak larut
dalam xylen
b. Peralatan
Labu dengan kapasitas 50 ml
Gabus penutup yang dilengkapi pipa gelas
Ø 6,4 mm dengan panjang 200 mm
Kertas saring Whatman No. 50 ukuran 70
mm
Pipet atau buret, dengan ketelitian 0,1 mm
Termometer
Timbangan analitis dengan kapasitas 1200
gram (ketelitian 0,001 gr) Gambar 1.a. >
Penangas Peralatan uji
Plat kaca penguji
c. Persiapan Pengujian
- Benda uji aspal keras atau setengah keras, harus meterial aslinya
- Benda uji aspal cair jenis SC, mempunyai nilai distilat (dibawah 360 oC
AASHTO T.78) kurang dari 15 % terhadap volume, harus material asli
atau residunya.
- Benda uji aspal cair jenis lain, dilakukan terhadap residu hasil
AASHTO T.78
d. Prosedur/Pelaksanaan Pengujian
1). Timbang benda uji seberat (2 ± 0,02) gram di dalam labu. (Gambar 2.)
Gambar 2.a. Timbang labu Gambar 2.b. Masukkan ben- Gambar 2.c. Timbang
kosong da uji kedalam labu benda uji
2). Bila benda uji tidak dapat mengalir di dasar labu pada suhu ruang,
panaskan labu tersebut dengan hati-hati sampai contoh tersebar melapisi
secara tipis di dasar labu, kemudian dinginkan pada suhu ruang;
3). Masukkan pelarut yang memenuhi ketentuan sebanyak 10,2 ml
menggunakan pipet atau buret; (Gambar 3.)
4). Secepatnya tutup labu dengan gabus yang dilengkapi pipa gelas sepanjang
200 mm dan digoyang-goyang dengan gerakan melingkar secara cepat
selama 5 detik; (Gambar 4.)
5). Rendam labu dalam penangas air yang mendidih pelan sampai sedalam
lehernya se-lama 55 detik; bila contoh sesudah berupa cairan yang tipis
pemanasan tidak diperlukan. (Gambar 5.)
Gambar 5.a. Rendam labu kedalam penangas air yang mendidih sedalam
leher labu selama 55 detik
6). Angkat labu dari penangas dan digoyang-goyang selama 5 detik kemudian
direndam 55 detik; (Gambar 6.)
7). Selanjutnya setiap menit berikut labu digoyang 5 detik, direndam 55 detik
sampai benda uji benar-benar telah terdispersi.
8). Bila larutan benar-benar telah terdispersi dibuktikan dengan memiringkan
labu, ujung pipa gelas diturunkan sampai di bawah permukaan larutan.
9). Dinginkan labu serta isinya sampai mencapai suhu ruang selama 30 menit.
10). Larutan aspal kemudian harus dihangatkan kembali selama I5 menit
dalam penangas air (32 ± 0,5)°C.
11). Aduk larutan tersebut, kemudian dengan batang yang bersih teteskan
pada kertas saring whatman No. 50.
Gambar 7.a. Ambil salah satu Gambar 7.b. Buka penu- Gambar 7.c. Teteskan diatas
kertas saring tup labu dari gabus yang kertas saring
dilengkapi pipa gelas
12). Setelah 5 (lima) menit amati tetesan pada kertas saringan dengan cara
memegangnya sambil : (Gambar 8.)
Tangan direntangkan.
Bidang kertas tegak lurus garis
pandang;
Sinar terang dari arah belakang
peninjau; diutamakan sinar
tersebut adalah sinar matahari
Gambar 8. >
yang menyebar. Setelah 5 (lima) menit amati
tetesan pada kertas saringan
13). Catat jenis noda akibat tetesan pada kertas saring. (Gambar 9.).
a). Noda positif, bila tetesan berwarna coklat atau coklat kekuning-
kuningan de-ngan bagian tengah gelap atau berbintik-bintik;
Tetesan Tetesan
positip negatif
Gambar 9.a. Catat jenis noda akibat Gambar 9.b. Hasil pengujian
tetesan pada kertas saring.
b). Bila tetesan berupa noda berbentuk lingkaran berwarna coklat merata,
maka harus dilakukan tindakan, sebagai berikut :
(1). Simpan labu yang berisi larutan tersebut dalam keadaan rapat
pada suhu ruang di bawah sinar redup selama 24jam.
(2). Hangatkan larutan pada suhu (32 ± 0,5) 0C selama 15 menit
kemudian aduk dengan cepat sampai merata.
(3). Teteskan larutan menggunakan batang pengaduk di kertas saring.
(4). Setelah 5 menit amati tetesan dengan cara sesuai dengan butir
12). :
Bila tetesan masih tetap berwarna coklat merata sesuai
dengan butir 13), b)., laporkan sebagai noda negatif.
Bila bagian tengah tetesan berwarna gelap atau berbintik-bintik
sesuai dengan butir 13). a), laporkan sebagai noda positif.
Bila tetesan masih meragukan, ulangi.
Labu kosong
(gram)
Rendaman 55
detik
Rata / Rata /
belum belum
Pengadukan ke dua 5
detk
Rendaman 55
detik
Rata / Rata /
belum belum
Pengadukan ke tiga 5
detk
Rendaman 55
detik
Rata / Rata /
belum belum
b. Peralatan
Cetakan (mold) harus sama dengan desain yang ditunjukkan pada Gambar
1.a. dimana penampang bagian a dan a’ harus memberikan luas penampang
contoh 1 (satu) cm2. Cetakan harus dibuat dari bahan kuningan. Ukuran
cetakan harus sesuai dengan ukuran yang ditentukan;
Plat dasar harus dibuat dari bahan yang tidak menyerap benda uji dengan
ketebalan yang cukup untuk mencegah terjadinya deformasi dan ukuran yang
cukup untuk meletakan satu sampai tiga cetakan;
A
B
C
Keterangan :
D
A : 111,5 sampai 113,5 mm
B : 74,5 sampai 75,5 mm
K
a
C : 30 0,1 mm
G D : 6,8 sampai 7,2 mm
b E : Jari-jari 15,75 sampai 16,25
a’ b’ F mm
I E H
F : 17 0,1 mm
L
G : 19,8 sampai 20,2 mm
J H : 42,9 sampai 43,1 mm
I : Diameter 6,5 sampai 6,7 mm
J : Tebal cetakan 9,9 sampai
10,1mm
K : 10 0,1 mm
L : 36,5 0,1 mm
c. Persiapan Pengujian
Pasang cetakan dan letakkan pada pelat dasar yang mendatar dan
permukaannya rata sehingga permukaan pelat dasar dapat
bersentuhan (rapat) dengan seluruh bagian bawah cetakan;
Lapisi permukaan pelat dasar dan bagian dalam cetakan a dan a’ (lihat
Gambar 1.a.) dengan campuran gliserin dengan dekstrin, talek atau
kaolin untuk mencegah melekatnya benda uji; (Gambar 2.)
Gambar 2.a. Oleskan bagian-bagian cetakan dan susun dengan menempatkan diatas
pelat dasar pada tempat yang datar
Gambar 4.a. Tuangkan contoh uji kedalam cetakan Gambar 4.b. Cetakan di-
secara hati-hati agar tidak merusak posisi cetakan isi sampai penuh dan se-
dikit berlebih
Biarkan cetakan yang berisi benda uji pada temperatur ruang sampai
dingin atau selama 30 - 40 menit.
Potong bagian permukaan benda uji yang berlebih dengan pisau atau
spatula panas hingga permukaan benda uji rata dengan cetakan;
Rendam kembali plat dasar dan cetakan yang berisi benda uji dalam
bak perendam pada temperatur (25 0,5) oC atau sesuai temperatur
pengujian yang diinginkan selama 85 - 95 menit; (Gambar 5.)
Lepaskan cetakan dan benda uji dari pelat dasar dan lepaskan cetakan
bagian a dan a’ dari benda uji.
d. Prosedur/Pelaksanaan Pengujian
1). Pasang benda uji pada mesin penguji dengan cara mengaitkan masing-
masing lubang di kedua ujung benda uji pada masing-masing pengait di
mesin penguji; (Gambar 7.)
Gambar 7. Langsung pasangkan benda uji ke mesin uji dengan cara memasukkan
lubang cetakan ke pemegang di mesin uji daktilitas.
2). Atur kedudukan benda uji sedemikian rupa sehingga jarum penunjuk
jarak berada pada posisi 0 (nol) cm;
3). Selama pengujian, benda uji harus berada dalam cairan sedikitnya 2,5
cm di bawah permukaan cairan dan 2,5 cm di atas dasar bak
perendam. Selain itu, selama pengujian temperatur cairan harus selalu
pada temperatur (25 0,5) oC atau pada temperatur pengujian yang
diinginkan;
4). Tarik benda uji dengan kecepatan yang konstan 5 cm/menit 5%
hingga menunjukkan perpanjangan 10 cm; (Gambar 8.)
10
Gambar 8.a. Hidupkan Gambar 8.b. Tarik benda uji dengan kecepatan konstan
mesin penarik 5 cm/menit 5% hingga perpanjangan 10 cm
5). Matikan mesin penarik dan segera potong benda uji pada bagian
tengahnya hingga menjadi dua bagian dengan menggunakan gunting;
(Gambar 9.)
6). Biarkan selama satu jam untuk memberi kesempatan elastisitas pada
benda uji yang sudah dipotong tersebut; (Gambar 10.)
7). Setelah dibiarkan satu jam kemudian geserkan kembali kedua sisi
benda uji sehingga kedua ujung benda uji yang telah dipotong dan
mengalami elastisitas bersentuhan kembali; (Gambar 11.)
d.2. Perhitungan
Nilai elastisitas adalah hasil dari rata-rata tiga benda uji (triplo) yang
berjalan normal.
Gambar 11.
Skema proses
pengujian
elastisitas
aspal
Tabel 1. Contoh Formulir Isian Pengujian Elastisitas Aspal dengan Alat Daktilitas
Perintah No :..........................................
Aspal dari : ..........................................
Jenis contoh : ..........................................
Tanggal diterima : ..........................................
Tanggal diuji : ..........................................
Tanggal selesai : ..........................................
Daftar Pustaka