Tentang LGSP
Local Governance Support Program (LGSP) memberikan bantuan teknis guna mendukung
kedua sisi dalam tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) di Indonesia. Bagi
pemerintah daerah, LGSP membantu meningkatkan kompetensi pemerintah dalam
melaksanakan tugas-tugas pokok di bidang perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi,
meningkatkan kemampuan dalam memberikan pelayanan yang lebih baik serta mengelola
sumber daya. Bagi DPRD dan organisasi masyarakat, LGSP memberi bantuan untuk
memperkuat kapasitas mereka agar dapat melakukan peran-peran perwakilan, pengawasan
dan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
LGSP bekerja di lebih dari 60 kabupaten dan kota di sembilan provinsi di Indonesia: Nanggroe
Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Sulawesi Selatan dan Papua Barat.
Buku ini terwujud berkat bantuan yang diberikan oleh United States Agency for
International Development (USAID) berdasarkan kontrak dengan RTI International nomor
497-M-00-05-00017-00, mengenai pelaksanaan Local Governance Support Program (LGSP)
di Indonesia. Pendapat yang tertuang di dalam laporan ini tidak mencerminkan pendapat
dari USAID.
Dicetak di Indonesia.
Publikasi ini didanai oleh USAID. Sebagian atau seluruh isi buku ini, termasuk ilustrasinya, boleh
diperbanyak, direproduksi atau diubah dengan syarat disebarkan secara gratis.
Penulis: Bahtiar Fitanto, Soetopo, Justanti Salilo, Yoenarsih Nazar, Dyah Indrapati Maro
Pengayaan materi: Fahmi Rizal
Desain dan perwajahan: Machmud Ha,
Ilustrator: Bondan, Bahtiar Fitanto, Iriawan
Pemeriksa sampel buku dan ketikan: Fitri Handayani, Harum Sekartaji
Pemeriksa desain: Richard Pedler, Sugeng Raharjo
Foto-foto: Koleksi LGSP
Dukungan administratif dan pemeriksa ketikan: Elisabeth Yunita Ekasari
Practical tips are provided on basic participation methods and the principles and theory
behind these methods are also discussed. The methods introduced here were developed,
piloted, and implemented in LGSP partner districts, helping to enrich the content of this
manual.
The three aims of this book are (i) to introduce the basic principles of facilitation, (ii) to
show how facilitation relates to the learning process, and (iii) to introduce three basic
participatory methods and how to apply them. Topics include the following:
Since facilitation is a dynamic skill that evolves over time, readers of this book are expected
to develop their own methods and techniques for effective facilitation.
Buku panduan ini disusun sebagai buku pegangan bagi peserta pelatihan Fasilitasi yang
Efektif, dan juga dapat dimanfaatkan oleh siapapun yang ingin menjadi fasilitator. Isi buku ini
diharapkan dapat membantu para fasilitator atau calon fasilitator agar dapat menjadi fasilitator
yang efektif.
Tujuan dibuatnya panduan ini adalah agar fasilitator dan calon fasilitator dapat mengetahui
prinsip dasar fasilitasi. Antara lain berkaitan dengan proses belajar, metode dasar partisipatif,
dan bagaimana mempraktekkannya. Secara detil topik-topik yang ada meliputi:
Fasilitasi merupakan ilmu yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Karenanya pemakai
buku ini diharapkan juga dapat mengembangkan teknik dan metode fasilitasinya sendiri.
iii
vi
6 Fasilitasi yang Efektif Buku Pegangan Fasilitator
Daftar Isi
ABSTRACT .………………………………………………………... v
ABSTRAKSI…………………………………………………………. vi
Juni 2009
viii
8 Fasilitasi yang Efektif Buku Pegangan Fasilitator
BAB 1
Potret Diri
Mengenali diri Anda berarti: pertama, mengenali berbagai aspek dari diri
Anda, seperti nilai-nilai, kepercayaan, kebutuhan, cara pandang, pengalaman,
dan kemampuan Anda; kedua, memahami bagaimana semua itu
mempengaruhi fasilitasi Anda. Setiap aspek itu berpengaruh pada sikap
dan perilaku seorang fasilitator, yaitu fasilitator yang efektif.
Ada dua bentuk potret diri yang dibahas dalam buku ini, yakni potret (Marquis de
Condorcet)
individu dan potret kelompok. Pembahasan mengenai potret individu
berfokus pada diri Anda sebagai pemimpin sekaligus fasilitator, sedangkan
pembahasan mengenai potret kelompok fokusnya adalah kelompok yang
Anda pimpin/fasilitasi.
Potret Individu
Dalam memotret diri Anda sebagai individu, ada tiga hal yang
menjadi fokus pemotretan:
Pertama, jati diri atau kepribadian Anda.
Kedua, kompetensi dan keterampilan Anda memfasilitasi.
Ketiga, pengalaman Anda memfasilitasi kegiatan.
Bagaimana melakukannya?
Memotret Pengalaman
Pengalaman memfasilitasi kelompok dapat dipotret melalui saling berbagi
dengan pemimpin/fasilitator lain dan menceritakan pengalaman masing-
masing lalu menyimpulkannya bersama. Proses ini adalah bagian dari metode
PRA (Participatory Reflection and Action), yang pada awalnya dikenal sebagai
metode Participatory Rural Appraisal.
“Peluang-peluang untuk
Beberapa contoh pertanyaan untuk memotret pengalaman memfasilitasi
membantu orang lain ini dapat Anda lihat di Lampiran 3. Aspek-aspek yang dinilai disitu hanyalah
dibatasi oleh kemauan
kita untuk melayani”
beberapa contoh. Silakan kembangkan instrumen tersebut dengan
menanyakan hal-hal yang muncul dari pengalaman nyata Anda selama ini.
(Hermine Hartley)
Potret Kelompok
Bila dalam potret individu tadi kaitannya
adalah pada potret diri Anda, maka dalam
potret kelompok yang kita bahas adalah
gambaran bagaimana kapasitas kelompok
yang Anda pimpin/fasilitasi secara ko-
lektif. Seni memfasilitasi sesungguhnya
bermula dari kepercayaan bahwa peserta
sesungguhnya tahu lebih banyak dari
yang mereka pikir mereka ketahui. Fungsi
seorang pelatih yang fasilitatif adalah
menyentuh pengetahuan mereka yang
tersembunyi melalui pertanyaan-
pertanyaan yang menggali, meminta
kejelasan atau menggiring, sehingga dapat
membantu mereka menata kembali
pikiran-pikiran dan informasi yang
mereka miliki, menangkap esensi suatu
pengetahuan baru dan mengemasnya.
Pengalaman belajar atau bekerja dalam
organisasi yang didesain dengan cermat
akan dapat membuat peserta merasakan
nikmatnya menemukan hal-hal baru
secara kolektif ini.
Ingat, tidak ada gaya belajar yang benar atau lebih baik dari yang lain. Intinya
adalah bahwa setiap orang belajar dengan gaya berbeda. Berbagai macam
gaya belajar akan terlihat dalam bab-bab pelatihan. Agar pelatihan berjalan
efektif, sebaiknya rancangan pelatihan mampu mengakomodasi beragam
gaya yang berbeda. Sayangnya, pelatih seringkali cenderung hanya
menggunakan gaya belajar yang mereka sukai. Sah-sah saja jika pelatih hanya
menggunakan gaya yang “nyaman” baginya, namun seorang pelatih yang
efektif akan mampu mengadaptasi gaya belajar mereka untuk memenuhi
kebutuhan semua peserta.
“Betapa seringnya
kata-kata yang salah
penggunaannya
menimbulkan pikiran
Memotret Kapasitas Kolektif
sesat”
Potret kapasitas kelompok secara kolektif dapat diperoleh melalui tiga
(Herbert Spencer)
langkah sederhana berikut ini:
1. Mempelajari sebuah skenario yang mengandung pertanyaan, persoal-
an, atau tantangan yang telah disiapkan sebelumnya.
2. Berbagi pengalaman antara sesama peserta.
3. Menunjukkan atau memperlihatkan perbedaan-perbedaan yang akan
memperkaya pengertian atau pemikiran kelompok.
Contoh
Langkah 1: Memberi skenario: Berikan kasus yang menantang terkait
dengan topik pelatihan. Buat skenario yang ceritanya dekat dengan
keseharian mereka. Umpamanya, untuk bidang fasilitasi, cerita tentang
proses pertemuan multistakeholder. Untuk bidang bisnis, umpamanya
suasana di sebuah rapat direksi. Jelaskan siapa tokohnya, dialog dan interaksi
yang terjadi untuk menambahkan efek dramatisnya. Contoh skenario:
keperluan ini. Berikan pertanyaan yang akan memperjelas pemikiran peserta, (Mignon McLaughlin)
bahkan mungkin mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan baru. Dengan
memberikan pertanyaan tambahan, Anda mendukung, menantang, dan
memperkuat apa yang sudah mereka ketahui atau lakukan. Contoh
pertanyaan yang dimaksud antara lain:
Nah, cara pemotretan mana yang akan Anda gunakan untuk lebih mengenal
diri Anda dan kelompok yang Anda pimpin/fasilitasi? Selamat memotret.
“Pertanyaan yang
Kenali Diri Anda
sebenarnya bagi tiap
orang dalam hidupnya
bukannya apa yang telah
Lebih Dalam
diperolehnya, melainkan
apa yang telah Menguasai ilmu fasilitasi dan mengantisipasi
diperbuatnya”
faktor-faktor yang menentukan
(Thomas Carlyle) keberhasilan proses fasilitasi tidak
menjamin Anda mampu menjalankan tugas
sebagai fasilitator dengan efektif. Ada
beberapa bidang kompetensi yang harus
Anda kuasai agar bisa menjadi pelatih yang
efektif, yaitu:
Daftar tersebut adalah alat untuk mengetahui kompetensi mana yang telah
Anda miliki. Seperti Anda lihat, itu hanyalah sebuah daftar. Untuk bisa
menjadi pelatih sekaligus fasilitator yang efektif dan terus menerus
meningkatkan diri, menguasai kompetensi pada daftar itu saja belumlah
“Koordinasi
cukup. Sesungguhnya kita memulainya dengan bertanya pada diri sendiri: didapat dari
“Siapa sesungguhnya saya sebagai seorang pelatih yang fasilitatif?” dan latihan terus
menerus.”
“Bagaimana tindakan saya dapat mencerminkan sikap dan kepercayaan
saya?”. Pertanyaan-pertanyaan semacam itu sesungguhnya telah (Ivan Steiner)
menyentuh inti kecerdasan emosional.
Untuk dapat melibatkan perasaan peserta, kita perlu mengenali lebih dulu
berbagai dimensi kecerdasan emosional. Daniel Goleman dalam bukunya
Emotional Intelligence mengatakan bahwa kecerdasan emosional
sesungguhnya lebih tinggi dari kecerdasan intelektual. Kecerdasan
emosional mempunyai 5 dimensi:
• Tahu diri: menyadari perasaan kita sendiri.
• Kontrol diri: mengontrol perasaan kita sendiri.
• Empati: melihat dan mengenali perasaan orang lain.
• Keterampilan sosial: membangun hubungan dan memfasilitasi
“Kepemimpinan interaksi.
adalah hal membuat
orang melihat Anda • Motivasi diri: mampu memotivasi diri sendiri.
dan memperoleh
keyakinan, bagaimana
Anda bereaksi, jika Bagaimana menerapkan kelimanya ketika kita berusaha mengenal peserta
Anda tekendali, maka kita?
mereka terkendali”
Kontrol Diri
Pertama, kontrollah terlebih dahulu perasaan Anda sendiri. Bagi Anda dan
peserta Anda, ini berarti mempertajam kemampuan mengontrol kebiasaan
yang impulsif, menunda terima kasih, dan menginterupsi perasaan yang
sedang bergejolak.
Empati
Artinya belajar berada di pihak orang lain, berpikir seperti mereka, dan
menjalankan peran mereka. Strategi yang akan dapat mengikat antara lain
menafsirkan tanda-tanda (bahasa) non verbal, serta mengenali dan
membedakan perasaan-perasaan orang lain.
Keterampilan Sosial
Sebagai seorang fasilitator proses belajar, Anda perlu memberi contoh
kepemimpinan yang aktif dan sukses dalam mencapai tujuan.
Memperlihatkan persahabatan sejati dan mendengarkan secara efektif.
Aspek kunci pada keterampilan sosial ini adalah kemampuan mengelola
konflik kapanpun ia muncul.
Motivasi Diri
Tugas lain seorang fasilitator adalah membangkitkan motivasi diri, tidak
hanya dirinya sendiri, tetapi dan terlebih lagi, motivasi diri kelompok yang
ia fasilitasi. Bersama peserta Anda dapat memulainya dengan menyepakati
tujuan-tujuan pelatihan yang dapat dicapai. Caranya dengan menganalisis
tugas-tugas yang akan dikerjakan selama pelatihan dan memecahnya menjadi
bagian-bagian yang dapat dikerjakan (doable). Apa tugas Anda sebagai
fasilitator proses, apa pula tugas mereka sebagai peserta.
(Patti Stemple)
Mengapa Perlu
Seorang fasilitator mempunyai tugas utama
membantu sebuah kelompok meningkatkan
efektivitasnya dengan cara menyempurnakan
proses dan struktur pertemuan pada kelompok
itu. Proses artinya bagaimana kelompok bekerja
bersama. Termasuk di dalamnya bagaimana
masing-masing anggotanya berinteraksi satu
sama lain, bagaimana mereka mengidentifikasi
dan memecahkan persoalan, bagaimana mereka
membuat keputusan-keputusan, dan bagaimana
mereka menangani konflik. Struktur maksudnya
bagaimana proses interaksi anggota kelompok
itu berlangsung.
Hingga saat ini, pernahkah kita coba mengenali organ penting yang selama
ini membantu kita bekerja? Sebuah organ yang dapat mengkoordinasikan
segala tindak tanduk kita? Kita semua tahu, organ tersebut adalah otak,
namun sayangnya tidak banyak yang mencoba membuka misterinya.
Digunakan, tetapi luput dari perawatan dan usaha pengembangan.
“Visimu akan menjadi
jelas bila kau mau
melihat ke dalam Sesi ini akan berusaha mengupas hal tersebut untuk menjadikan seseorang
hatimu. Siapa yang lebih optimal dalam proses pembelajaran.
melihat keluar akan
berrmimpi. Mereka
yang melihat ke dalam
terbangkitkan”
Otak dan Pembelajaran
(Carl Jung)
Otak berkembang seiring dengan perkembangan peradaban dan evolusi
manusia. Strukturnya yang berlapis dengan jelas menunjukkan hal tersebut.
Mulai dari bagian terdalam dan paling tua yakni bagian ‘reptilia’ dan bergerak
keluar melalui sistem lymbic menuju neokoteks, di mana perilaku rasional
berada.
Otak kita sendiri berkembang dan berubah dari waktu ke waktu, dengan
sel-sel saraf yang mati dan terbentuk kembali, sistem jaringan yang
Proses yang terlibat adalah memahami dari mana datangnya stimulus dan
kemudian mengkategorikan sinyal tersebut ke dalam beberapa kasus khusus
dari pola-pola yang lebih umum. Campuran bayangan dan warna dikenali
sebagai bola, wajah di dekat bayi dikenali sebagai ibu. Anak-anak mampu
membentuk model yang holistik tanpa terhambat dalam detilnya.
Kategorisasi adalah kuncinya. Pengalaman-pengalaman ini juga
dipertahankan dalam bentuk memori pola-pola kompleks yang tersebar
di seluruh otak dan tidak bersifat representasional, melainkan dibangkitkan
oleh pola-pola lain dan oleh stimuli eksternal.
Dengan semakin kayanya dunia internal dalam benak anak, maka dunia
eksternal perlahan berkurang. Model-model yang dikembangkan otak
menggantikan sinyal input dari sumber-sumber eksternal. Saat menghadapi
pengalaman baru, otak mengaktifkan suatu aktivitas syaraf yang kompleks
atau “model mental” yang paling menyerupai. Kita bisa merasakan kehadiran
model-model tersebut ketika kita mengungkapkan penyesalan atas
kebiasaan yang ada kalanya membentuk kehidupan kita sebagai orang
dewasa.
Dengan kata lain, berkembangnya model mental adalah garis batas antara
masa kanak-kanak dan kedewasaan. Kita terus tumbuh dengan dunia yang “Kita mesti
kita kenal, yang dapat dipandang sebagai ilusi yang bersahabat. Bersahabat belajar melihat
dunia yang baru”
karena ia membantu kita untuk berkembang secara efisien, sekalipun hal
itu merupakan ilusi. (Albert Einstein)
Kita dapat memahami model mental kita dengan melihat dari mana model-
model tersebut berasal. Ada perdebatan panjang mengenai pengaruh alam
(nature) versus pengaruh perkembangan (nurture) dalam pembentukan
cara berpikir kita. Sekarang ini tampak semakin kuat bahwa alam, dalam
bentuk genetik, memainkan peran penting dalam menentukan siapa kita.
Banyak kemampuan dasar otak, seperti bahasa, tampak ditentukan sejak
kelahiran berdasarkan sifat genetik yang kita warisi.
Jelas bahwa kita dilahirkan dengan perangkat keras dan jaringan fisik yang
mempengaruhi cara kita melihat dunia. Genetik tampaknya memberikan
basis fundamental mengenai siapa kita dan apa yang dapat kita lakukan,
dan kemudian pengalaman memainkan peranan besar dalam membentuk
kemampuan ini, memperkuat dan memperlemah bagian yang lainnya.
Sejumlah faktor pengembangan (nurture) membentuk ulang model mental
kita, termasuk pendidikan, pelatihan, pengaruh orang lain, penghargaan dan
insentif serta pengalaman pribadi.
“Perubahan yang
paling bermakna dalam
hidup adalah
Otak kita luar biasa. Di dalam otak terdapat 100 milyar sel, masing-masing
perubahan sikap. berhubungan dan berkomunikasi dengan 10.000 sel-sel lainnya. Mereka
Sikap yang benar akan
menghasilkan tindakan
bersama membentuk jaringan kompleks beberapa quadrillion
yang benar.” (1.000.000.000.000.000) penghubung yang menuntun cara kita bicara,
makan, bernafas, dan bergerak.
(William J. Johnston)
Menurut teori, bagian kiri merupakan bagian yang penting, bagian yang
membuat kita sebagai manusia. Otak kanan bagian pelengkap - merupakan
sisa-sisa perkembangan awal manusia. Wilayah kiri berisi rasional, analitis
dan logis. Intinya semua yang kita pandang layak dalam otak.Wilayah kanan
sifatnya diam, tidak logis dan instingtif - suatu jejak yang ditinggalkan alam
untuk mengingatkan bahwa manusia sudah berkembang.
Dahulu kala pada zaman Hippocrates, para dokter meyakini bahwa otak
kiri, karena ukurannya yang sama, dianggap tempat kediaman hati dan
merupakan bagian yang esensial. Dan pada tahun 1800-an, ilmuwan mulai
mengumpulkan bukti-bukti mendukung pandangan tersebut. Tahun 1860-
an, ahli syaraf Perancis, Paul Broca, menemukan bahwa bagian otak kiri
mengendalikan kemampuan berbahasa.
Sepuluh tahun kemudian, Carl Wernicke, seorang ahli syaraf dari Jerman
menemukan hal yang serupa, yakni kemampuan untuk memahami bahasa.
Penemuan tersebut mendukung lahirnya silogisme yang sesuai dan
meyakinkan. Bahasalah yang membedakan manusia dari binatang. Bahasa
menghuni otak kiri. Oleh karena itu otak kiri-lah yang membuat kita sebagai
manusia.
Pemahaman tentang hal ini sangat penting bagi seorang fasilitator, karena
fasilitator tidak hanya akan mengolah pengetahuan dan analisis tetapi harus
sekaligus menguasai pilihan kata, bahasa non verbal dan emosi. Pengetahuan
ini akan sangat berguna dalam dunia kefasilitasian.
Bukan Seperti
Tombol ‘On and Off’
Kedua wilayah otak tidak bekerja seperti tombol “on” dan “off ”, yang satu
segera mati bila yang lain dinyalakan. Kedua belahan memainkan peran hampir
dalam segala hal yang kita lakukan. Kita bisa mengatakan bahwa wilayah
otak tertentu lebih aktif dibandingkan yang lain jika melakukan fungsi tertentu,
namun kita tidak bisa mengatakan bahwa fungsi tersebut terikat pada
wilayah tertentu.
Hal ini dapat dengan jelas kita lihat pada kejadian stroke. Stroke yang
menyerang bagian otak kanan seseorang, maka akan menyebabkan
seseorang sulit menggerakkan bagian tubuh sisi kiri, demikian pula stroke
“Otak bukanlah yang otak kiri akan menyebabkan kelumpuhan bagian tubuh sisi kanan.
terutama, tapi apa yang
memandunya –
karakter, hati, kualitas Umumnya 90% populasi bersifat ‘tangan kanan’. Itu berarti 90% populasi
kebaikan, dan ide-ide otak kiri mereka yang mengontrol bagian penting seperti menulis, makan
progresif.”
dan menggerakkan mouse komputer. Keadaan kontralateral terjadi tidak
(Fyodor Dostoyevsky, hanya jika kita menuliskan nama atau menyepak bola, tetapi juga jika
novelis Rusia)
menggerakkan mata atau kepala.
dan menulis. Sebaliknya otak kanan tidak berjalan dalam rentetan tertata
A-B-C-D-E. Talenta uniknya adalah kemampuan untuk menafsirkan
sesuatu secara simultan. Sisi kanan otak kita ini “ahli” dalam melihat
banyak hal sekaligus; dalam melihat semua bagian dari suatu benda
geometris dan menangkap bentuknya, atau dalam melihat semua unsur
suatu situasi, dan memahami maksudnya. Hal ini membuat otak kanan
secara khusus berguna dalam menafsirkan wajah-wajah. Dan hal itu
memberi manusia keuntungan komparatif melebihi komputer.
Kebanyakan bahasa berasal dari otak kiri (ini benar untuk 95% orang
tangan kanan dan 70% untuk tangan kiri). Sisanya, 8% populasi,
pembedaan kerja bahasa jauh lebih kompleks. Namun otak kanan tidak
meletakkan tanggung jawab sepenuhnya kepada otak kiri. Melainkan,
kedua sisi melakukan fungsi yang saling melengkapi.
Perbedaan antara otak kiri dan otak kanan lebih kompleks dibandingkan
perbedaan antara kata verbal dan non verbal, petunjuk emosional yang
disampaikan. Perbedaan teks/konteks, yang berasal dari Robert
Ornstein, diterapkan semakin luas. Misalnya, bahasa-bahasa tertentu
sangat tergantung pada konteks.
Pembelajaran Kontekstual
Setelah era pembelajaran berbasis kemampuan otak, selanjutnya
berkembang pula apa yang disebut sebagai pembelajaran berbasis
kontekstual. Pembelajaran ini dilandasi oleh filosofi bahwa seorang
pembelajar akan mau dan mampu menyerap materi pelajaran jika ia dapat
menangkap makna dari pembelajaran tersebut. Dengan kata lain, ia dapat
melihat hubungan hal yang dipelajarinya dengan kenyataan sehari-hari
dalam kehidupannya.
Hingga saat ini, model pembelajaran pedagogi ini masih banyak digunakan
orang; tidak hanya di dunia pendidikan formal (sekolah, kuliah), tetapi juga
dalam pendidikan non formal dan pelatihan-pelatihan.
“Entah dalam
percakapan berdua atau
dalam kelompok,
Andragogi
jika Anda menguasai
seluruh pembicaraan,
Anda, membosankan
Pelatihan biasanya dikaitkan dengan pendidikan bagi orang dewasa, dan
bagi orang lain!” untuk melaksanakannya orang menerapkan model pembelajaran bagi orang
dewasa (andragogi). Model ini mempercayai bahwa orang dewasa
(Helen Gurley Brown)
mempunyai berbagai kebiasaan dalam belajar. Oleh karena itu seorang
pelatih perlu memperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan
kebiasaan orang dewasa belajar:
• Gaya Belajar. Orang belajar dengan cara atau gaya yang berbeda.
Ada yang lebih suka mendengarkan, ada yang lebih suka
menggunakan gambar, dengan mengikuti instruksi, dan sebagian
Kuliah/mengajar 5%
Membaca 10%
Audiovisual 20%
Demonstrasi/peragaan 30%
Diskusi 50%
Praktek/mengerjakan 75%
Mengajar orang lain 90%
Temuan ini sejalan dengan temuan Albert Mehrabian pada tahun 1967,
bahwa hanya 7% dari suatu pesan yang dapat diterima dengan baik bila
disampaikan dengan kata-kata, 38% oleh cara menyampaikannya dan 55%
oleh raut muka dan bahasa tubuh. Mengapa kebanyakan orang dewasa
cenderung lupa apa yang mereka dengar? Karena perbandingan antara
jumlah kata-kata yang diucapkan seorang pelatih tidak seimbang dengan
jumlah kata-kata yang mampu ditangkap peserta. Kebanyakan pelatih
mengucapkan antara 200 sampai 300 kata per menit, sementara pesertanya,
bila berkonsentrasi penuh, hanya mampu menangkap 50 sampai 100 kata
permenit, atau setengah dari kata-kata yang diucapkan pelatih. Itu karena
mereka memikirkan banyak hal ketika sedang mendengarkan si pelatih.
Jadi, sungguh sulit untuk mengikuti pelatih yang senang ngoceh. Bahkan
meskipun materinya menarik, sulit berkonsentrasi untuk rentang waktu
yang lama. Sebuah hasil studi menunjukkan bahwa mahasiswa di ruang
kuliah tidak memperhatikan sebanyak 40% dari jam kuliah (Pollio, 1984).
Lebih jauh lagi, meskipun mahasiswa dapat mengingat 70% dari apa yang ia
dengar pada 10 menit pertama, mereka hanya dapat mengingat 20% dari
10 menit terakhir (McKeachie, 1986). David dan Roger Johnson bersama
Karl Smith mengemukakan beberapa masalah yang dapat ditemui bila
metode kuliah digunakan tanpa jeda (Johnson, Johnson, and Smith, 1991):
cara (metode) dan sarana (media) yang kita gunakan dalam proses (Roy LeBlond)
pembelajaran, akan semakin banyak aspek kecerdasan yang dapat kita
sentuh, dan akan semakin gencarlah terjadi rangsangan di dalam otak yang
akan membuat orang menjadi lebih kreatif. Bila Anda ingin menjadi fasilitator
yang membantu peserta menjadi kreatif, pertanyaan-pertanyaan berikut
perlu Anda jawab:
Manajemen
Kreativitas
Belenggu 1. Paradigma
Paradigma terdiri dari ekstraksi teori, prinsip, dan nilai-nilai yang kita miliki
yang sudah terinternalisasi sedemikian rupa sehingga ada kalanya kita tidak
menyadari bahwa kita memilikinya. Paradigma inilah yang merupakan
infrastruktur yang menentukan pola pikir dan cara kita memandang dunia.
Di sisi lain, paradigma berfungsi sebagai ‘sistem kekebalan’ yang
memusnahkan pikiran atau ide yang dapat mengganggu sistem nilai kita.
Yang menjadi masalah adalah bila paradigma kita terlalu kaku sehingga ia
akan memusnahkan semua ide-ide yang baru dan berbeda.
Model Berpikir adalah ‘alat’ yang kita gunakan untuk membuat prediksi,
menjadi acuan kita bertindak dan memahami dunia. Satu model cocok
untuk menyelesaikan satu masalah, sementara model lain menjawab hal
yang berbeda. Kita seringkali terjebak bahwa masalah A hanya bisa dijawab
dengan B. Sementara B sama sekali tidak bisa digunakan untuk
menyelesaikan C. Padahal, di dunia yang selalu berubah ini, bisa jadi B bukan
solusi yang paling tepat untuk A. Atau bahkan B bisa digunakan untuk
menyelesaikan A dan C sekaligus. Tidak ada satu hal pun yang absolut dan
tak tergantikan. Kita selalu bisa menemukan solusi yang lebih tepat, lebih
efektif untuk satu hal. Kita pun akan bisa menjawab lebih banyak pertanyaan “Kreativitas adalah
keberanian untuk
jika kita mau membebaskan diri dari belenggu bahwa hanya ada satu jawaban melepaskan diri dari
yang pasti untuk satu masalah. kepastian”
(Erich Fromm)
Belenggu 3. Takut
Pengetahuan yang Anda miliki hanya akan menjadi sesuatu yang berarti
bila Anda mampu memberikan konteks. Pemberian konteks yang berbeda,
lagi-lagi dengan memanfaatkan kreativitas dan inovasi, akan menyajikan
pemahaman yang berbeda pula dari pengetahuan tersebut. Misalnya,
pengetahuan akan bunga-bunga yang enak dimakan akan membawa kita
ke pilihan lain dari sayur untuk teman makan nasi. Pemahaman terhadap
pengetahuan pada akhirnya akan mewujudkan wisdom (kebijaksanaan).
Ketika itulah Anda akan menjadi seseorang yang berbeda dari orang-orang
lainnya karena Anda mampu menarik esensi dari sebuah pengetahuan dan
menerjemahkannya menjadi satu pengetahuan baru.
Perubahan baru akan terjadi jika kita memanfaatkan pengetahuan yang
kita punya. Atau dengan kata lain mengelola pengetahuan.
Selain kreativitas dan inovasi, cara lain untuk mengelola pengetahuan kita “Peluang akan
adalah dengan mengkomunikasikannya kepada pihak lain. Membagikan menggandakan diri jika
diraih. Akan mati jika
pengetahuan yang kita miliki ke orang lain akan membuat kita menemukan diabaikan. Hidup adalah
sesuatu yang baru dari pengetahuan itu. Dialog yang terjadi antara pemberi sebuah garis peluang
dan penerima pengetahuan akan memperkaya pengetahuan awal kita. panjang.”
Karena pengetahuan kita terus menerus berubah, maka pengelolaan (John Wicker)
pengetahuan bersifat nurturing. Organik dan bukan mekanistis. Artinya,
semakin sering kita membuka diri, beradaptasi dengan perubahan dan
memberi makna baru dari pengetahuan kita, maka lingkar pengetahuan
kitapun akan semakin besar.
Peran Fasilitasi
Dunia fasilitasi menjadi kian mengemuka
belakangan ini seiring dengan
berkembangnya era otonomi daerah.
Proses pembangunan dengan semangat
partisipasi melatarbelakangi semakin
berkembangnya proses-proses yang
melibatkan masyarakat di dalamnya.
Dalam kerangka tersebut peran
fasilitator menjadi salah satu hal yang
cukup mengemuka. Dan karenanya
fasilitator kemudian menjadi sebuah
profesi pilihan yang cukup menjanjikan
masa depan bagi sebagian orang.
Kedua pola pendekatan budaya ini tidak selalu berhasil melahirkan pola
pendekatan yang terpadu di antara keduanya. Masing-masing pola budaya
tersebut hanya menunjukkan sisi persepsional mereka saja terhadap
masyarakat, bukan berdasarkan pada realitas yang terjadi pada masyarakat.
Kenjlimetan pola budaya yang pertama dan ketergesaan pola kedua
seringkali tidak dapat menjawab persoalan dinamika masyarakat. Kedua
pola budaya ini kemudian melahirkan bias dalam pembangunan.
Zaltman dan Duncan (dalam Nasution, 1998) menyebut kedua bias
tersebut sebagai bias rasional (rasionalistic bias) dan bias teknokrasi
(technocratic bias). Rasionalistic bias adalah bias yang terjadi karena para
ilmuwan merasa bahwa tugas yang mereka emban hanya sebatas
memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang perlu dilakukan
oleh masyarakat. Para ilmuwan ini yakin bahwa secara otomatis masyarakat
akan melakukan informasinya karena sangat logis. Bias ini mencerminkan
kenaifan pandangan sebagian ilmuwan dan agen pembangunan tentang
sistem kepercayaan dan sistem nilai masyarakat tentang perubahan.
Sedangkan technocratic bias adalah bias yang lahir sebagai akibat keyakinan
sebagian ilmuwan dan agen pembangunan bahwa anggota masyarakat pasti
dapat mengimplementasikan berbagai gagasan perubahan yang didesain
oleh ilmuwan atau agen pembangunan.
“Taburlah pikiran,
petiklah perbuatan,
taburlah perbuatan,
petiklah kebiasaan,
taburlah kebiasaan,
petiklah watak, taburlah
watak, petiklah
keuntungan”
(Anonim)
Bias ini seringkali menjadi suatu persimpangan jalan antara persepsi ilmuwan
atau agen pembangunan yang meyakini masyarakat harus mengikuti
rekomendasinya sebagai suatu hal yang logis dengan persepsi masyarakat
Dengan dasar filosofi semacam ini, maka jelas sekali bahwa konsep
community-based development sangat menekankan pada peran serta
masyarakat, baik pada tataran perencanaan pembangunan sampai dengan
tahap implementasinya. Hanya dengan mendudukkan masyarakat sebagai
subyek pembangunan maka akan terciptalah apa yang disebut sebagai
development for society (pembangunan untuk masyarakat) dan bukannya
society for development (masyarakat untuk pembangunan) seperti yang
selama ini kita rasakan terhadap pembangunan.
Atas dasar pijak hal tersebut, maka kemudian menyeruaklah peran fasilitator
sebagai sebuah tantangan yang dibutuhkan untuk mempertemukan
berbagai perbedaan pandangan secara damai. Peran fasilitator menjadi
penting manakala semakin banyak orang yang membutuhkan mengambil
keputusan secara berkelompok atau secara bersama-sama harus
merencanakan, membuat inovasi, implementasi dan berbagi tanggung jawab.
Fasilitatorlah yang memiliki tanggungjawab untuk mengerahkan energi yang
luar biasa tersebut untuk membuat sesuatu yang tidak mungkin mereka
putuskan sendirian.
Secara umum, beberapa kata kunci yang bisa dikaitkan dengan dunia
fasilitator adalah:
1. Untuk memudahkan
2. Untuk bebas dari kesulitan dan hambatan
3. Untuk mengurangi beban tugas yang sulit
4. Untuk menyenangkan
5. Untuk menggalakkan
6. Membantu supaya menjadi yang terdepan
7. Pemudah cara
Tim (team) adalah sejenis kelompok yang anggota dan pimpinannya sangat
dekat dalam bekerja sama mencapai hasil kesepakatan yang menguntungkan.
Kata ‘tim’ berimplikasi pada kemandirian dan sinergi; tim juga bisa
dibayangkan seperti kelompok yang berfungsi dengan sangat baik. Dalam
situasi pencapaian tujuan dan tugas sebagai sebuah kelompok, sebuah
tim dapat berubah menjadi satu unit kohesif dan mampu memperbaiki
keahlian anggota timnya.
Tingkatan Fasilitasi
Ada tiga tahapan perkembangan fasilitator secara umum. Semakin tinggi
tingkatannya, akan semakin rumit tugas yang diembannya. Bisanya dibedakan
menjadi: 1) Fasilitator pertemuan; 2) Fasilitator kelompok/tim; 3) Fasilitator
organisasi/sistem.
Pada tingkatan dasar, atau fasilitator pertemuan, peran fasilitator lebih banyak
berguna untuk mengarahkan sebuah diskusi atau pertemuan. Pada tahapan
selanjutnya, fasilitator pada tingkat kelompok/tim diperlukan untuk bekerja
dengan tim yang sudah berjalan, tim-tim mandiri, dan tim proyek lintas “Seorang fasilitator
fungsi. Sedangkan pada tingkatan berikutnya, yaitu fasilitator organisasi, tidak hanya
membutuhkan
memiliki keahlian yang tinggi, berpengalaman dalam memfasilitasi berbagai seperangkat metode dan
pertemuan, mengerti secara benar topik-topik yang menjadi bahasan dan teknik, tetapi
kultur yang dihadapi oleh sebuah organisasi. Fasilitator pada tingkatan ini pemahaman tentang
bagaimana dan mengapa
seringkali menghasilkan gagasan-gagasan besar perubahan kelompok. dia melakukan itu.”
(Roger Schwarz)
(Irving Janis)
Fasilitator haruslah selalu mengingatkan peserta agar mereka tidak “Adalah tidak benar
menganggapnya sebagai seorang pemimpin, mengajarkan pada kelompok bahwa apa yang
berguna itu indah, ia
untuk tidak bergantung padanya. Fasilitator harus melepaskan kehendak adalah keindahan yang
mempengaruhi keputusan dan keinginan untuk dilihat sebagai “sang ahli”. berguna. Keindahan
dapat meningkatkan
Mengapa begitu? Karena anggota kelompok dalam sebuah proses tersebut cara hidup dan berpikir
sedang meningkatkan keterampilan mereka dalam mengambil keputusan orang-orang”
dan memecahkan masalah dalam kelompok. Para fasilitator memang (Anna Castelli Ferrieri,
mempengaruhi kesuksesan kelompok, tetapi tidak pada substansi pekerjaan desainer furniture)
kelompok, mereka hanya terlibat dalam panduan proses, keterampilan
kelompok dan struktur. Fasilitator memang mengambil resiko, seperti juga
seorang pemimpin, tetapi hanya di arena proses kelompok terjadi.
Partisipasi Penuh
Kadang-kadang ada sebagian orang yang tidak mengatakan apa yang mereka
pikirkan sesungguhnya. Seringkali terjadi proses editing sebelum seseorang
mengungkapkan pendapatnya. Fasilitator harus berhati-hati terhadap hal-
hal seperti ini, dan seorang fasilitator harus dapat membantu orang yang
mengalaminya agar dia dapat mengungkapkan hal yang dipikirkannya secara
terbuka dan menjaga pendapatnya agar tidak mendapatkan serangan
pendapat yang prematur dari peserta diskusi.
Kesepahaman Mutual
Kelompok tidak akan dapat mencapai pemikiran yang terbaik bila tidak
ada saling mengerti antara satu dengan yang lain. Seorang fasilitator harus
membantu kelompok untuk menyadari produktivitas tim dibangun atas
dasar kesepahaman yang saling menguntungkan.
(Eva Burrows)
Solusi Inklusif
Banyak orang yang terjebak dengan cara berpikir konvensional, di mana
dalam memecahkan masalah dan memecahkan konflik cenderung masih
memilih salah satu atau dua usulan dari peserta. Fasilitator berpengalaman
harus tahu bagaimana mengelola kelompok agar menemukan ide-ide yang
inovatif. Fasilitator harus memahami mekanisme membangun kesepakatan
yang berkelanjutan. Ketika kelompok menemukan ide-ide baru yang inovatif
tersebut, maka kadang mereka akan memiliki harapan yang lebih baik akan
efektivitas kelompok.
Berbagi Tanggungjawab
Banyak hal yang menjadi penyebab kegagalan pertemuan yang melibatkan
banyak pihak. Salah satunya, peserta mendominasi pertemuan. Seorang
fasilitator memiliki kesempatan dan bertanggungjawab mengajari anggota
kelompok cara mendesain dan mengelola sharing yang efektif, pemecahan
masalah dan proses pengambilan keputusan. Ingatkan kerugian jika memiliki
agenda yang buruk dan ketidakjelasan tujuan pertemuan.
Peran Fasilitator
Fasilitasi berasal dari kata “facile” yang berarti “mudah”. To facile berarti
“membuat sesuatu menjadi lebih mudah”. Peran fasilitator, membuat
kelompok sukses mencapai tujuan dengan cara-cara mudah dan proses
kelompok yang efektif. Fasilitator akan menganjurkan anggota kelompok
menggunakan metode yang paling efektif dalam menyelesaikan tugas, dengan
tetap memberi waktu kepada ide atau alternatif lain. Fasilitator
menempatkan dirinya sebagai seorang pemandu, pembantu dan katalisator
untuk membantu kelompok menyelesaikan pekerjaannya
“Pastikan Anda
mengukur dan
memberi penghargaan
pada perilaku-
perilaku yang tepat.”
(Steven Kerr)
√ Third Party. Fasilitator perlu menjadi pihak ketiga agar bisa tetap netral
dalam memandu sebuah proses diskusi. Bila kita juga anggota kelompok
atau sang pemimpin, biasanya kita pun akan diminta untuk memberikan
pendapat. Padahal sesungguhnya, saat kita diminta untuk memfasilitasi,
maka kita harus menjadi pihak yang tidak berkepentingan terhadap
keputusan yang diambil kelompok.
Menciptakan Perubahan
di Mana Saja
Fasilitator dan pemimpin dituntut untuk memiliki cita rasa kemanusiaan
dan spirit dalam organisasi. Dengan proses partisipatif yang dirancangnya,
seorang fasilitator mampu mendorong kelompok untuk aktif berkreasi
dan berinovasi. Peran ini tidak hanya terbatas pada ruangan pelatihan saja.
Melainkan juga dapat dimainkan dalam kehidupan sehari-hari.
Jika dengan kreativitas dan inovasi kelompok dapat dibangun oleh fasilitasi,
maka dengan sendirinya fasilitator mampu menciptakan berbagai
perubahan dengan menggunakan alat, metode, teknik dan keterampilan
yang dikuasainya. Kemampuan ini sangat penting dan bermanfaat ketika
fasilitator berada dalam situasi seperti di Indonesia sekarang ini. Fasilitasi
dapat membantu perorangan atau kelompok untuk merencanakan sesuatu
dan memecahkan masalah.
Langkah pertama yang harus kita lakukan adalah mengubah cara berpikir
kita, karena sesungguhnya realita sosial itu ciptaaan otak kita. Jika kita
mengubah cara berpikir, maka realitas sosial pun berubah. Seorang fasilitator
akan membuat perbedaan manakala ia sadar sedang membantu sistem
untuk mengelola perubahannya sendiri. Sebagai sistem, mereka hanya bisa
diusik dan digugah. Tanpa usikan berarti, mereka akan selalu berada di
zona nyaman alias comfort zone.
Empati
Sebagai fasilitator, Anda haruslah mampu menempatkan diri dalam situasi
yang dihadapi orang lain guna memahami perspektif yang mereka miliki
terhadap isu-isu tertentu. Empati menjadi sangat penting ketika kita bekerja
dengan komunitas untuk bisa mengerti keragaman kondisi, situasi dan
kepentingan mereka. Hal ini terkadang sulit untuk dilakukan, karena kita
harus bebas dari persepsi orang lain dan harus bekerja keras untuk
menempatkan diri kita dalam posisi tertentu.
Tantangan terbesar dalam hal ini, bila Anda memfasilitasi sebuah kelompok,
maka Anda harus bisa berempati kepada banyak orang secara bersama-
sama. Tetapi bila Anda bisa mengembangkan sikap ini, maka ganjarannya
adalah orang akan lebih percaya kepada Anda dan karenanya mereka juga
akan responsif.Yang sulit adalah bersikap empati dengan menjaga kenetralan.
Berpikir Positif
Hal ini berarti bahwa apapun pendapat, pandangan, perilaku, jender ataupun
latar belakang seseorang, Anda harus selalu menghormati keunikan setiap
individu dan menghargai potensi yang dimilikinya. Anda harus menerima
orang lain apa adanya ketika Anda memfasilitasi. Bila dapat menghargai
perbedaan-perbedaan ini, maka Anda akan mampu memfasilitasi mereka.
BAB 5
Keterampilan Dasar
Fasilitator
“systems thinking
didasarkan pada
pertukaran
fundamental dari
dunia sebagai sebuah
mesin menjadi dunia
sebagai sebuah sistem
yang hidup.”
(Fritjof Capra)
Yang penting kita pastikan adalah ketika bertanya kita tidak memasukkan
gagasan-gagasan sendiri. Umpamanya, “Menurut saya, menggunakan X adalah
cara terbaik. Bagaimana menurut Anda?”. Bila Anda melakukan hal itu, maka
yang Anda lakukan namanya bukan lagi memfasilitasi, tetapi mem”fasipulasi”
(pura-pura memfasilitasi, pada hal sebetulnya memanipulasi).
dan probing dapat membuat berputar-putar pada satu tempat saja, tidak
bisa kemana-mana.
Anda bisa mengecek berbagai pendapat bukan hanya pada apa yang
dikatakan melainkan juga pada bahasa non verbalnya karena seringkali
pendapat juga dipengaruhi oleh bagaimana cara pendapat tersebut
diungkapkan. Misalnya untuk tataran individu, Anda dapat mengecek pada
intonasi suara, gaya komunikasi, ekspresi muka, kontak mata, gerakan tubuh,
dan postur tubuh. Sedangkan pada tingkatan kelompok Anda dapat
mengecek beberapa hal berikut: Siapa mengatakan apa? Siapa melakukan
apa? Siapa melihat siapa ketika mengatakan sesuatu? Siapa menghindari
terjadinya kontak mata? Siapa duduk di dekat siapa? Bagaimana tingkat
energi kelompok? Bagaimana tingkat minat kelompok?
Seni Menyimak
Banyak fasilitator melewatkan substansi komunikasi “dua arah”, yang
sejatinya sangat penting dalam meningkatkan kesepahaman antara berbagai
pihak. Keterampilan menyimak adalah keterampilan kunci seorang fasilitator.
Hal ini sangat penting bagi seorang fasilitator karena cara Anda menyimak
akan mempunyai arti yang sangat penting bagi orang yang berbicara dan
“Proses kritik
membantu meningkatkan kualitas komunikasi antara Anda dan orang itu. harus dimulai
Di samping itu, fasilitator juga bertanggungjawab untuk meningkatkan dengan pujian dan
penghargaan yang
kualitas komunikasi dalam kelompok dan membantu anggota kelompok jujur”
untuk saling menyimak dengan lebih baik.
(Dale Carnegie)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyimak antara lain adalah:
• Menyimak dengan baik lebih sulit dari dugaan kita. Hal ini terjadi
karena banyak hal yang ternyata menyebabkan kita menjadi sulit
untuk menyimak. Misalnya, karena proses kita berpikir lebih cepat
daripada orang berbicara, maka kadang-kadang pada saat seseorang
belum selesai berbicara mereka telah menggunakan kemampuannya
untuk berpikir ha lain. Atau misalnya, mendadak emosi dan terbakar
amarahnya saat mendengar orang lain berpendapat, mendengar
dengan melamun, menyimak dengan telinga terbuka tetapi pikiran
tertutup, menganggap isu-isu yang diungkapkan terlalu berat
sehingga bias dan menyimak dengan serta merta menggoyang
keyakinan orang lain.
Metode Lokakarya
untuk Membangun Konsensus
Pernahkah Anda melihat sebuah kelompok yang lesu, tidak ada kegiatan
apapun, tak berenergi, dan tak punya ide-ide kreatif? Atau sebaliknya, sebuah
kelompok dengan energi yang tak terbatas dan kaya dengan ide-ide kreatif
tapi tidak termanfaatkan dengan baik, sehingga tidak ada keputusan yang
disetujui semua anggota kelompok? Kita juga pernah melihat situasi dimana
terjadi diskusi yang tidak terarah untuk mendapatkan keputusan-
keputusan praktis, atau anggota kelompok mempertanyakan keputusan
yang telah dibuat, atau lebih parah lagi, diskusi berlangsung alot karena
keterbatasan pengetahuan kelompok.
“Jika cerita
menghampirimu, rawatlah
mereka. Dan, belajarlah
melepaskannya jika
mereka perlu. Kadang-
kadang, seseorang lebih
butuh cerita ketimbang
makanan.”
(Barry Lopez,
penulis Arctic Dreams)
Langkah 1 - Konteks
• Sampaikanlah latar belakang diskusi. Apa topik yang akan dibahas.
• Berikan sebuah pertanyaan kunci untuk dijawab peserta. Jelaskan
maksud pertanyaan, untuk memastikan agar jawaban yang mereka
berikan tepat.
• Minta semua peserta berpartisipasi.
Langkah 5 - Refleksi
• Minta peserta melihat semua jawaban, dan memastikan bahwa jawaban
jawaban itu telah menjawab pertanyaan kunci.
• Tanyakan apakah ada kemungkinan jawaban yang perlu disempurnakan,
atau jawaban lain yang perlu ditambahkan. Bila ada, minta mereka
menambahkannya.
• Pastikan bahwa semua pesera telah setuju dengan semua jawaban itu.
• Tekankan bahwa inilah konsensus mereka terhadap pertanyaan kunci.
• Tanyakan bagaimana perasaan mereka setelah melalui proses ini.
Sejarah
Metode lokakarya ini pertama kali ditemukan oleh Walt Disney, produser
film-film animasi terkenal. Di dunia perfilman dikenal istilah “storyboard”
yakni gambaran suatu adegan yang digambarkan pada kartu-kartu dan
dilengkapi dengan text dialog atau narasi. Awalnya bermula ketika Disney
menyusun gambar-gambar animasi yang begitu banyak dari para
penggambarnya. Dia menempelkannya di dinding, mengelompokkan yang
saling berhubungan, sehingga terlihat pekerjaan-pekerjaan mana yang sudah
selesai dan mana yang belum tuntas. Pekerjaan memilah dan menyusun
itu oleh Disney dinamakan storyboarding.
Metode storyboard atau lokakarya adalah salah satu teknik yang paling baik
untuk memecahkan suatu masalah yang kompleks, dan merupakan suatu
metode sumbang saran yang terstruktur, praktis dan efisien untuk
merumuskan solusi yang kelihatannya pelik. Tidak ada teknik perencanaan
lain yang menyajikan fleksibilitas seperti ini. Cara ini sangat ideal untuk
berbagi ide dan konsep, kemudian melemparkannya kepada publik untuk
menjadi sebuah pembahasan, dan menjadi suatu kekuatan perumusan
pemecahan masalah secara bersama. Metode ini juga menawarkan format
yang fleksibel dan mudah dimodifikasi.
Berikut ini beberapa hal yang perlu Anda perhatikan bila menggunakan
metode ini:
• Tidak ada bias.
• Ciptakan suasana yang tidak formal dan menyenangkan.
• Pimpinlah diskusi untuk menyatukan energi kreativitas kelompok.
• Lakukan feedback yang positif.
• Pelihara proses agar tetap bergerak dan hidup.
• Berikanlah pertanyaan-pertanyaan yang jelas.
• Beri semangat kepada kelompok untuk mengelola proses
storyboard ini.
• Ciptakan rasa ingin tahu.
(Roger Martin,
dekan Rotman School of
Management)
Forming
Tahap orang berkumpul dan membentuk sebuah kelompok. Mungkin ada
yang mengikuti pertemuan karena penugasan. Mungkin ada beberapa
peserta yang masih diliputi perasaan keraguan dan was-was. Apakah saya
akan bisa cocok dengan yang lain? Sebagai fasilitator Anda harus dapat
memastikan agar mereka merasa nyaman. Berikan perhatian secara khusus
kepada peserta. Beri waktu kepada mereka untuk saling berkenalan dan
Anda juga bisa gunakan permainan atau icebreaker.
Informing
Tahap penjelasan di mana anggota kelompok diberi penjelasan tentang
tujuan dari tugas yang akan dilakukan. Ada interaksi antar anggota karena
mereka sadar bahwa mereka menuju pada tujuan yang sama. Sebagai
fasilitator Anda dapat mencari titik pijak yang sama, dan membentuk
sendiri visi, misi serta tujuan kelompok. Gunakan kegiatan-kegiatan
pengenalan dan agenda yang jelas.
Storming
“Tindakan
adalah buah
pengetahuan.”
Pada tahapan ini adalah dimulainya membangun peran di antara masing-
masing peserta. Tahapan ini adalah sebuah fase yang sangat penting karena
(Thomas sangat mungkin dalam tahapan ini akan terjadi tarik menarik, uji coba dan
Fuller)
bahkan terjadinya konflik. Benturan antar pribadi sangat mungkin akan
terjadi, bahkan benturan dengan pemimpin kelompok. Sebagai fasilitator
Anda harus memberikan dukungan kepada seluruh kelompok. Kembangkan
dan gunakan teknik-teknik fasilitasi serta ingatkan peserta akan tujuan dan
norma-norma kelompok. Usahakan terjadinya keterbukaan dan keinginan
untuk mengatasi konflik.
Norming
Tahapan ini adalah fase stabilisasi dimana aturan, ritual, dan prosedur
ditetapkan dan diterima. Identitas peran disepakati bersama dan tercipta
Mourning
Transforming
Forming
Informing Performing
Storming Norming
Mourning
Anda telah memasuki tahap akhir. Dalam tahapan ini tugas sudah selesai
dikerjakan, dan tujuan utama pembentukan kelompok sudah terpenuhi.
Siklus kehidupan kelompok secara resmi sudah berakhir. Ada rasa sedih
dan anggota mulai memikirkan tugas lain. Sebagai fasilitator Anda perlu
untuk mempersiapkan peserta agar bisa menghadapi transisi dari “Kebaikan yang
semakin
pembentukan kelompok menuju bubarnya kelompok. Pastikan bahwa ada dikomunikasikan akan
semacam ritual perpisahan, baik secara individu maupun sebagai kelompok. semakin bertumbuh
Gunakan beberapa metode umpan balik akhir. dengan melimpah”.
(John Milton)
Transforming
Pada tahap ini tim menjadi dinamis dan tidak statis karena pembentukan
kelompok sudah terjadi dan mulai ada perubahan baik di masing-masing
anggota maupun pada kelompok secara keseluruhan. Sebagai fasilitator
Anda dapat menunjukkan dukungan dan rasa percaya pada kelompok.
Hargai perubahan yang terjadi dengan memberikan pujian tetapi jaga agar
tidak berlebihan.
(Ursula LeGuin)
“Cintailah
kebenaran, dan
manfaatkanlah
kesalahan”
(Voltaire)
Efektivitas Kelompok
Sebagai fasilitator Anda diharapkan selalu bisa memantau proses efektivitas
kelompok, mengidentifikasi faktor-faktor dan elemen apa yang bisa
membantu proses kelompok untuk menjadi lebih efektif, dan memastikan
saat-saat dimana diperlukan untuk melakukan intervensi. Anda bisa
memulainya dengan mengidentifikasi tiga kriteria efektivitas kelompok
(Hackman dalam Schwarz, 2002):
(Denis Waitley)
Teori Permata
Sebagai seorang fasilitator, Anda juga perlu mengetahui bagaimana dinamika
proses pengambilan keputusan dalam kelompok. Para peserta pertemuan
biasanya mempunyai tujuan, keinginan dan pendapat yang berbeda-beda,
dan semuanya berupaya mencapai tujuan terbaiknya, terutama saat harus
memecahkan perkara sulit. Dalam keadaan seperti itu, proses pengambilan
keputusan akan berlangsung sangat dinamis.
(Pramoedya Ananta
Toer,
Bumi Manusia )
Penjelasan lebih lengkap mengenai teori ini dapat Anda lihat di modul
Mendesain Kegiatan Interaktif. Dengan memahami teori ini, Anda akan
dapat memastikan kelompok yang Anda pimpin atau fasilitasi akan berhasil
mencapai tujuan terbaiknya.
(Thomas Edison)
Gambaran Proses
Merancang Aksi Bersama
Tetapkan Tujuan
Hal pertama yang harus dilakukan dalam menerapkan Merancang Aksi
Bersama adalah menetapkan tujuan: Apa yang ingin dicapai melalui diskusi
yang akan dilakukan menggunakan metode ini? Tujuan ini dirumuskan dari
sudut rasional (karsa) dan eksperiensial (rasa).
Tujuan rasional mencakup:
• Apa yang Anda inginkan untuk dialami oleh kelompok selama proses
diskusi. Kegembiraankah? Rasa ingin tahukah?
• Apresiasi dari beragam perspektif, perbedaan pendapat.
Kesepakatan bersama dibalik semua keragaman yang ada.
Perlu diingat bahwa kejelasan tujuan kegiatan akan membantu Anda untuk
benar-benar siap memfasilitasi workshop perencanaan (action planning).
• Siapa saja yang akan terlibat (siapa pesertanya, siapa yang menjadi
pelaksananya)?
• Apa asumsi para pelaksana ini (peserta pelatihan Anda) tentang hal-hal
yang akan mempengaruhi pelaksanaannya nanti?
Perlu dicatat bahwa pada akhir tahap ini, Anda hendaklah berhasil
membuat kelompok sangat bersemangat dan termotivasi. Jika tidak, mungkin
akan sulit bagi mereka untuk menyelesaikan langkah-langkah selanjutnya
dari sesi perencanaan ini. Untuk itu, rumusan indikator keberhasilan ini
“Sepanjang hidup, saya
dapat Anda tuliskan dengan cara yang membangkitkan semangat, seperti tidak pernah secuil pun
dalam lingkaran cahaya, dalam awan dan sebagainya. Gunakanlah cara-cara belajar dari mereka yang
yang kreatif. setuju pada saya.”
Kekuatan: Apa yang telah mereka capai sejauh ini, dan apa kekuatan
yang mereka miliki sehingga berhasil meraih pencapaian tersebut. Ini semua
adalah aset yang dapat mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan kegiatan
yang baru saja dirumuskan tadi.
Peluang: Apa saja peluang yang ada di luar diri atau kelompok mereka,
yang akan memungkinkan mereka mencapai tujuan itu.
Agar lebih mudah diingat, hubungan keempat unsur SOAR ini sebaiknya
digambarkan karena gambar lebih mudah diingat. Umpamanya seperi di
bawah ini.
(William James)
Tahap 4 – Komitmen
Pada tahap ini, mintalah peserta Anda melihat kembali tujuan yang ingin
mereka capai melalui keberhasilan kegiatan yang direncanakan ini (Lingkar
Keberhasilan) dan analisis mereka terhadap kekuatan dan peluang yang
ada itu. Berdasarkan kedua hal itu, tanyakanlah apa komitmen mereka,
atau apa yang bersedia mereka berikan pada kegiatan tersebut, dalam
rangka memanfaatkan kekuatan dan peluang yang ada itu, untuk mencapai
tujuan di dalam lingkar keberhasilan.
Penjelasan lengkap cara melakukan metode lokakarya terdapat di halaman “Berbuat apapaun lebih
62-65. Ada beberapa hal yang perlu Anda perhatikan dalam melokakarya- baik dari pada tidak
berbuat apa-apa
kan penentuan kegiatan kunci ini, antara lain: sama sekali”.
• Pastikan bahwa paling tidak ada dua orang dalam setiap tim kerja.
Bila ada tim yang jumlah anggotanya terlalu sedikit sementara jenis/
bobot pekerjaannya banyak/berat, mintalah anggota tim kerja lain
untuk secara suka rela pindah ke tim yang kekurangan anggota ini,
yakni dengan memindahkan namanya sendiri ke tim tersebut. Jangan
“Bertindaklah dengan
tujuan, semangat,
keyakinan, keahlian, dan
kecerdasan, sampai
semua hal ini masuk di
alam bawah sadar Anda”.
(Brian Tracy)
Dalam pleno, mintalah wakil dari setiap tim kerja melaporkan kalender
kegiatan mereka dengan meriah. Umpamanya dengan menambahkan
gambar-gambar lucu, dan semua anggota tim meneriakkan slogan/
moto tim.
Tahap 7 - Refleksi
Setelah kalender kegiatan selesai, beri waktu pada kelompok untuk
mengamatinya secara menyeluruh, dan tanyakan apakah dengan rencana
yang sudah ada ini, kegiatan yang dimaksud dapat diwujudkan. Pada tahap
ini, ada baiknya untuk menghubungkannya kembali dengan indikator-
indikator pada Lingkar Keberhasilan, untuk memeriksa apakah semua
indikator sudah tercakup dalam rencana yang baru mereka buat. Untuk
“Masa depan adalah
milik mereka yang ini Anda bisa menggunakan ORIK.
percaya pada
keindahan
mimpinya”. Berikut ini contoh sebuah rencana yang dibuat mengikuti langkah-langkah
Merancang Aksi Bersama ini.
(Eleanor Roosevelt)
Tujuan rasional:
Untuk melihat tahapan-tahapan kegiatan yang diperlukan selama setahun
dalam program pengelolaan sumber daya hutan/dataran tinggi di Damai.
Tujuan eksperiensial:
Untuk membuat Kelompok Kerja Teknis merasa bahwa mereka adalah
bagian dari “Tim Lingkungan Pemenang” (The Winning Environmental Team).
Tahap 1: Konteks
Gambaran Kegiatan:
Apa : Penyusunan rencana untuk Sektor Kehutanan Dataran
Tinggi Damai
Kapan : September 1996 sampai Agustus 1997
Dimana : Masyarakat tanah tinggi yang ditargetkan di kota-kota
pilihan di Damai
Mengapa : Perlindungan dan pemeliharaan sumber-sumber hutan
yang tersisa
Bagaimana : Melalui kolaborasi LG-NGO yang lebih fungsional dalam
pengelolaan sumberdaya hutan berbasiskan masyarakat
Oleh Siapa : Unit pemerintah daerah, bekerjasama dengan para
pemangku kepentingan utama dalam komunitas, misalnya;
NGO dan LG
“Apapun yang Anda
Asumsi : Tersedianya dana Rp.100.000.000 dalam APBD lakukan, atau yang Anda
Provinsi, tersedianya dana Reboisasi dari Pemerintah Pusat impikan dapat Anda
lakukan, mulailah.
sebesar Rp. 250.000.000 Keberanian memiliki
kejeniusan, kekuatan, dan
keajaiban di dalamnya”,
Tahap 2: Lingkar Keberhasilan
(Johann Goethe)
Kegiatan ini dirancang untuk meningkatkan kesadaran dan komitmen para
pejabat dan staf Pemda, LSM mitra dan masyarakat untuk melindungi dan
memelihara sumber-sumber hutan Damai yang tersisa. Tujuan akhir
(aspiration): Perencanaan pengelolaan hutan dataran tinggi Damai yang
inklusif melibatkan semua pihak terkait.
Kekuatan (Strengths)
o Kepemimpinan provinsi yang aktif dan dinamis
o Transparansi para pemimpin
o Komitmen personal para pelaku utama
o Kolaborasi Pemda LSM
o Staf terlatih dalam pengolahan lingkungan
Peluang (Opportunities)
o Sumber-sumber hutan Damai yang kaya dan luas
o Peningkatan kualitas pengelolaan daerah resapan air
o Peluang hidup untuk Bihotanos
o Potensi Eco-tourism
o Damai sebagai penerima penghargaan dalam bidang lingkungan
hidup
Tahap 4: Komitmen
Kegiatan
9 Eco-caravan keliling Damai.
9 Mengadakan workshop perencanaan.
9 Menginventarisasi kebijakan dan peraturan lingkungan dataran
tinggi yang ada.
9 Menyusun modul pelatihan tentang pertanian yang
berkesinambungan.
9 Mengorganisasikan badan multisektoral.
Anggota Tim
Dian, Joko, Baldi, Vera , Rudi, Indri, Manto,Yusi
Romi, Edi, Lando Roni, Parto, Neneng
Alex, Odi
Tahap 7: Refleksi
Tujuan Penutupan
Secara sederhana, penutupan adalah kegiatan mengakhiri sesuatu dan
melihat nilainya, dan membantu individu-individu yang terlibat di dalamnya
melihat sejauh mana mereka telah melaluinya dan bagaimana proses yang
telah mereka lalui itu dilaksanakan.
Ketika kita bertanya kepada para peserta mengapa kita perlu melakukan
penutupan dalam sebuah pelatihan, beberapa jawaban mereka tergambar
seperti di bawah ini:
Mengevaluasi Kegiatan
Evaluasi kegiatan dapat dilaksanakan dengan berbagai cara. Pilihlah yang
sesuai dengan situasi dan kondisi Anda. Di bawah ini beberapa contoh
yang dapat Anda perkaya atau modifikasi. Dalam setiap kegiatan lakukanlah
sekurang-kurangnya dua diantaranya, yakni evaluasi pencapaian harapan,
dan salah satu evaluasi yang lainnya.
Silahkan ciptakan cara yang lebih seru yang khas gaya Anda.
Evaluasi tertulis
Ini adalah cara yang paling lazim digunakan. Ada beragam bentuk instrumen
untuk melaksanakan evaluasi tertulis ini, tergantung pada aspek apa saja
yang Anda inginkan untuk dievaluasi peserta. Di bawah ini salah satu
kemungkinan bentuknya. Silahkan Anda kembangkan sesuai dengan
kebutuhan dan selera Anda.
LEMBAR EVALUASI
“Pertanyaan yang
sebenarnya bagi tiap
orang dalam hidupnya
bukannya apa yang
telah diperolehnya, Skor :
melainkan apa yang 5 = sangat baik; 4 = baik; 3 = sedang; 2 = kurang baik; 1 = buruk
telah diperbuatnya”
(Thomas Carlyle)
Memberikan penghargaan
Peserta pelatihan Anda telah melalui serangkaian proses dan telah banyak
saling berbagi pandangan dan pengalaman, yang hampir dapat dipastikan,
telah memperkaya proses pelatihan yang Anda pimpin. Untuk itu mereka
berhak mendapatkan penghargaan.
Bila Anda memutuskan menyerahkan acara paling akhir ini kepada peserta,
mintalah mereka membuat sesuatu yang berkesan.Anda akan takjub melihat
betapa kreatifnya peserta Anda. Anda cukup menyediakan saja sarana dan
peralatan yang diperlukan, seperti kertas aneka rupa, spidol dan crayon
warna-warni, alat musik atau balon.
Bila anda sudah selesai menjelaskan materi pelatihan atau pelajaran dan
peserta mulai mengerjakan latihannya, mundurlah dulu sejenak. Tahan diri
untuk tidak merespon, tidak menengahi, atau tidak tergesa-gesa
mengintervensi. Beri mereka kesempatan untuk aktif dan nyaman dengan
tugasnya itu. Biasanya, dalam pelatihan-pelatihan, orang sudah biasa dibantu.
Karena itu, mungkin saja ada satu-dua peserta yang mengacungkan tangan
minta Anda bantu. Atau mungkin salah satu kelompok terlihat bertentangan
dengan kelompok lain. Bila ini terjadi, biarkan saja dulu. Jangan langsung
turun tangan. Katakan atau perlihatkan Anda masih harus menyiapkan
sesuatu dan akan bersama mereka sebentar lagi, dan biarkan mereka
memecahkan sendiri dulu persoalan mereka. Pada saat itulah, ketika peserta
mencoba mengatasi sendiri masalah tersebut, sesungguhnya proses
berpikir mereka terjadi, dan menjadi baik.
Ketika kita kecil, tak ada hari yang kita lewatkan tanpa bermain.Tidak hanya
kegembiraan yang kita dapat, ada banyak pelajaran yang kita petik dari
‘sekedar’ bermain. Kini kami mengajak Anda untuk bermain yang bukan
main-main. Bermain yang ini adalah bentuk lain dari belajar. Belajar dengan
cara ini akan membuat hati kita terbuka dan memudahkan kita untuk
mengambil hikmah dari permainan itu. Permainan atau games yang biasa
dilakukan dalam sebuah proses fasilitasi terdiri dari beberapa macam, yaitu:
a. Icebreaker
b. Energizer
c. Learning Games
Ice Breaker
Seperti juga namanya, ice breaker bertujuan untuk memecah kebekuan
yang terjadi di antara para peserta. Bisa jadi karena para peserta belum
saling mengenal atau karena pertemuan baru saja dimulai. Ada aneka
macam permainan yang bisa digunakan untuk ice breaker, yang penting “Saya percaya,
permainan tersebut bisa membuat setiap peserta mendapat kesempatan tujuan utama hidup
kita mencari
untuk berinteraksi dengan peserta-peserta lainnya. Permainan dapat yang kebahagiaan.
bersifat fun, riang, dengan menggunakan gerak dan lagu sebagai media, seperti Kita semua mencari
sesuatu yang lebih
misalnya permainan “Apa Kabar?”. Bisa pula menggunakan permainan yang baik
bersifat kontemplatif, misalnya “Pilih Kartumu” yang meminta peserta untuk dalam hidup.”
mengambil kartu yang mereka sukai dan menceritakan kepada kelompok (Dalai Lama)
mengapa kartu tersebut ‘memanggilnya’. Fasilitator dapat bergabung dengan
peserta mengikuti permainan agar kepercayaan peserta terhadap fasilitator
bertambah.
Energizer
Energizer adalah permainan yang bersifat membangkitkan semangat atau
meningkatkan suasana hati para peserta, terutama diberikan ketika peserta
terlihat sudah menurun semangatnya karena lelah atau karena suasana
hati mulai menurun. Energizer biasa diberikan di antara sesi atau setelah
makan siang ketika peserta tampak sudah mulai kelelahan. Bila dirasa perlu,
energizer juga bisa diberikan di tengah-tengah sesi. Karena tujuannya untuk
membangkitkan semangat dan suasana hati peserta, maka permainan untuk
energizer biasanya dipilih permainan yang melibatkan panca indra
(sensorik), dinamis dan fun. Permainan “Samurai” atau “Transfer Stick” adalah
sebagian dari permainan yang bisa digunakan sebagai energizer.
Learning Games
Dalam pengajaran orang dewasa metafora memegang peranan penting.
Learning games adalah permainan yang dilakukan untuk mengantarkan
peserta untuk memahami materi yang diantarkan dalam sesi tersebut.
Permainan yang digunakan bisa berupa permainan kognitif (berpikir) yang
serius ataupun fun, yang penting peserta dapat mengambil hikmah dari
permainan tersebut sesuai dengan materi sesi.
Perhatikan …
a. Instruksi. Utarakan aturan permainan dengan singkat dan jelas. Jangan
memulai bila masih ada peserta yang belum mengerti. Untuk itu hapalkan
instruksi sebelum proses fasilitasi dimulai. Kalau perlu berlatihlah dengan
beberapa teman sebagai peserta agar Anda bisa menemukan rangkaian
instruksi yang jelas dan mudah dimengerti.
“Sebagai anggota
tim pencipta dari
evolusi kita sendiri,
b. Pilih yang sesuai. Faktor budaya di satu tempat harus diperhatikan
kita masih bisa bila hendak memilih games. Jangan sampai peserta enggan melakukan
memilih pindah ke
era baru dunia
karena permainan tersebut bertentangan dengan budaya dan
partnership.” keyakinannya. Misalnya, di Aceh, permainan “transfer stick” dimodifikasi
dengan mengelompokkan peserta sesuai dengan jenis kelaminnya.
(Riane Eisler,
1987, The Chalice and
the Blade) c. Have fun! Karena ini adalah permainan, maka sebagai fasilitator Anda
diharuskan untuk bisa menularkan atmosfer bermain pada peserta. Jika
Anda saja tidak enjoy, bagaimana peserta bisa yakin kalau permainan ini
menyenangkan?
Refleksi
a. Kuasai permainan
Fasilitator harus tahu betul apa saja yang bisa digali dari permainan
tersebut. Ia juga harus sudah tahu kata kunci dari sesi yang akan
diantarkan. Dari situ fasilitator bisa dengan mudah memandu refleksi
peserta fasilitasi.
2. Isi lebih penting dari penampilan presentasi. Jadi kuasai betul apa
yang hendak Anda sampaikan.
Bagi Anda yang tidak memiliki akses ke peralatan komputer, tidak mampu
atau “gaptek”, tidak perlu berkecil hati melihat fasilitator lain atau
narasumber menggunakan penyampaian digital dengan program PowerPoint
atau Keynote, proyektor visual, dan layar besar di tengah ruangan. Sekarang
ini, malah ada banyak fasilitator yang bosan menggunakan peralatan
teknologi seperti itu atau mengalami hambatan ketika akan melakukannya
di daerah-daerah pelosok yang tuna listrik. Mereka kemudian lebih banyak
menggunakan alat belajar yang paling populer, kertas plano dan papan flip
chart.
Cara Efektif
Menggunakan Flip Chart
Supaya penggunaan flip chart Anda hidup dan bertenaga, ada 13 hal penting
yang perlu diperhatikan ketika menggunakannya.
dan tidak jelas. Jangan gunakan terlalu banyak warna. Cukup satu
warna gelap dan satu warna aksen.
5. Siapkan sebelumnya. Menciptakan gambar yang menarik minat
pendengar di flip chart memakan waktu yang lebih lama dari yang
Anda bayangkan. Pastikan Anda punya cukup waktu untuk
memeriksa ulang lembaran-lembaran penyampaian Anda dan
melakukan perubahan atau koreksi sebelum penyampaian dimulai.
Dengan cara begini, hadirin pertemuan tidak perlu menunggu terlalu
lama.
6. Halaman pertama kosong. Halaman pertama sebaiknya
dibiarkan kosong atau menjadi “halaman judul”, misalnya subyek
presentasi Anda. Dengan cara ini, halaman pertama Anda tidak akan
terlalu mengganggu hadirin.
7. Tulis kata kunci materi selanjutnya dengan pensil. Hadirin
tidak akan bisa melihatnya. Menulis kata kunci topik selanjutnya di
bagian bawah kertas akan membantu Anda agar dapat membuat
jembatan pengantar yang tepat dan pantas.
10. Pastikan tulisan bersih dan jelas. Jika tulisan tangan Anda sulit
dibaca, mintalah bantuan pada orang lain untuk menuliskan materi
penyampaian di bawah arahan Anda.
11. Hemat. Anda tidak perlu mengganti kertas flip chart dan
“Anda dapat coba menggambar/menulis ulang hanya karena kesalahan kecil. Gunakan
memaksa makhluk hidup
seperti mesin, tapi
cairan penutup untuk kesalahan minim atau tempelkan potongan
mereka tidak akan kertas plano untuk kesalahan yang lebih besar.
menjadi mesin.”
(Elisabet Sahtouris) 12. Halaman antara. Selalu selipkan halaman kosong, di antara setiap
lembar yang telah disiapkan. Cara itu membuat Anda dapat
menuliskan detil-detil tambahan atau jadi tempat
mendokumentasikan komentar-komentar hadirin tanpa harus
repot-repot membuka banyak halaman untuk mendapatkan bagian
yang kosong.
1. Penggunaan metaplan:
Metaplan atau kertas warna-warni yang digunakan dan dipotong-potong
empat persegi sangat efektif digunanakan untuk metode-metode
parisipatif misalnya ‘Membangun Konsensus” atau ‘Rencana Aksi’, atau
materi lainnya yang dapat memakai metaplan. Dalam penggunaannya jika
di lakukan secara benar akan sangat efektif, misalnya:
2. Penggunaan selotip
Menggunakan selotip sebaiknya yang terbuat dari kertas agar mudah
merobeknya. Perhatikan cara menggulungnya agar jangan terlalu kecil
juga tidak terlalu besar. Yang terpenting cukup leluasa untuk
memasukkan jari tangan. Hal ini agar memudahkan fasilitator melakukan
proses penjelaskan dengan mulus.
Selamat memfasilitasi.
(Twyla Tharp)
Lampiran 1
TES KEPRIBADIAN MBTI
INTROVERT (I)
SENSORIK (S)
INTUITIF (N)
PEMIKIR/THINKING (T)
PERASA/FEELING (F)
Periksalah sekarang setiap halaman, dan tandai tipe kepribadian mana yang
jumlah nilainya lebih tinggi. Umpamanya, untuk aspek keterbukaan,
ekstravert atau introvert (E atau I). Untuk aspek cara pikir, lebih tinggi
thinking atau feeling (T atau F). Begitu seterusnya untuk keempat aspek
tersebut. Lalu gabungkan keempat huruf yang nilainya lebih tinggi pada
setiap aspek itu. Akan ada 16 kemungkinan kombinasi, seperti di bawah ini.
David West Keirsey menggabungkan 2 aspek dari sudut temperamen
(dicetak dengan warna biru), dan membuat 4 kategori besar: NF - idealis;
NT – rasional, SJ - penolong; dan SP - seniman.
Bila kebetulan jumlah nilai Anda untuk salah satu atau beberapa aspek
sama, tuliskan keduanya (E dan I, atau P dan J). Lalu pasangkan masing-
masing dengan tiga yang lainnya. Berarti Anda mempunyai dua atau lebih
tipe kepribadian.
Lampiran 2
Extrovert (E) dan Introvert (I)
Daftar di bawah ini merupakan paduan kata-kata yang mengambar-
kan ciri-ciri utama kepribadian Extrovert dan Introvert.
Anda paling mirip dengan yang mana?
MENGENAL
TIPE KEPRIBADIAN Extrovert Introvert
Senang berinteraksi Senang menyendiri
mbti
Senang berkelompok Senang berduaan saja
Bertindak atau bicara Berpikir dulu baru
dulu baru berpikir bicara atau bertindak
Penuh energi Menyimpan energi
Fokus keluar Fokus ke dalam
Cerewet Pendiam
Senang variasi dan Senang fokus pada
suasana hidup satu hal
Terbuka Tertutup
Berpikir sambil bicara Berpikir sendiri
Senang diskusi Senang melakukan
Apa kepribadian refleksi
Anda? Mengenal
ciri-ciri kepribadian
diri sendiri dan
orang lain bisa Dalam konteks ini, kepribadian Extrovert tidak
membantu berarti cerewet dan Introvert tidak berarti
memperbaiki relasi pemalu. Kedua kata tersebut menggambarkan
kita dengan apakah seseorang mendapat energi dari dunia
orang lain luar atau dunia di dalam dirinya.
• Jika perlu energi, bergaul lah Ingatkan diri anda bahwa pikiran dan
dengan dunia luar. Kalau tidak pendapat anda juga penting dan
ada teman untuk berpergian, berharga.
carilah tempat atau kegiatan • Daripada selalu memikirkan satu
yang ramai. masalah sendiri saja, sekali-kali
• Ambil waktu untuk berpikir berusahalah untuk berbagi dengan
dan mempertimbangkan pilihan orang lain.
secara lebih mendalam sebelum • Kalau pergi ke sebuah acara yang
mengambil tindakan. ramai, usahakan untuk setidaknya
• Usahakan mengenal diri anda, membawa satu kawan akrab yang bisa
lakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung anda.
anda sukai yang tidak harus • Usahakan untuk lebih ekspresif dan
melibatkan orang lain memberikan pujian kepada orang lain
(membaca, melukis, menulis, (terutama Extrovert).
dst).
APAKAH ANDA SEORANG
PEMIKIR?
Ingat !
Perasaan seorang pemikir tidak selalu
tampak. Sebaliknya seorang perasa
tidak selalu mengungkapkan
logikanya. Kedua karakter ini sama-
Karakter Pemikir
sama mampu mengunakan akal
sehatnya. Keduanya hanya bereda • Suka menganalisis masalah
dalam proses mengambil keputusan: • Objektif dan meyakinkan dengan akalnya
logika vs. nilai-nilai. Bila kedua cara • Terus terang
melihat proses pengambilan • Nilai-nilai keahlian
keputusan bias dipadukan, kedua tiap • Menentukan semua hal pakai kepalanya
orang ini bisa saling melengkapi. • Nilai-nilai keadilan
• Tidak sensitive
Bagaimana bekerja dengan • Pintar mengkritik orang
Pemikir • Jarang memasukkan ke dalam hati
• Hargai analisis mereka yang Tegas
dalam dan kemampuan tetap
Karakter Perasa
tenang.
• Bertanyalah tentang informasi • Simpati dengan masalah orang lain
atau nasehat tentang sesuatu • Meyakinkan dengan nilai-nilai kebaikan
yang ia tahu. • Tidah terus terang
• Jangan paksa ia berbicara soal • Nilai-nilai perkawanan
hati dan perasaannya. • Menentukan sesuatu dengan hatinya
• Bertanyalah tentang apa yang ia • Nilai-nilai keharmonisan
pikirkan ketimbang apa yang ia • Terlalu berperasaan
rasakan. • Senang menghargai orang atau sesuatu
• Ijinkan ia mengkritik keadaan atau • Sering mengaitkan semua hal sebagai
orang tanpa menjadi reaktif atau masalah pribadi dalam hati
defensif.
Berhati lembut
• Tunjukkan ketidaksetujuan Anda
tanpa khawatir bertindak tidak
sopan.
ekonomi, ilmu-ilmu sains atau logika. Belajarlah bermain catur atau kartu.
Lampiran 3
KOMPETENSI FASILITATOR
Lampiran 4
KOMPETENSI PENDUKUNG BAGI FASILITATOR
Berikanlah tanda cek (√ ) pada bagian yang Anda rasa paling menggambarkan
diri Anda.