Anda di halaman 1dari 14

STATUS UJIAN

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


RENCANA UPAYA PENANGGULANGAN PENYAKIT
ASKARIASIS

Disusun Oleh:
Tavip Kharisma Putra
1965050100

Pembimbing:
Dr. Yusias Hikmat Diani, M.Kes.

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


PERIODE 26 JULI – 4 SEPTEMBER 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2021
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

STATUS UJIAN
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PERIODE 26 JULI – 4 SEPTEMBER 2021

Masalah Kesehatan : Askariasis


Hari/Tanggal ujian : 2 September 2021
Tempat ujian : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Nama : Tavip Kharisma Putra


NIM : 1965050100
Tanda Tangan :

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 26 JULI – 4 SEPTEMBER 2021| 2
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

I. Pendahuluan
Penyakit kecacingan merupakan penyakit yang diakibatkan infeksi cacing
atau helminth. Penyakit ini merupakan penyakit endemik kronik dan cenderung
tidak mematikan namun dapat menyebabkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi,
kecerdasan dan produktivitas. Penyakit kecacingan banyak menimbulkan kerugian
karena menyebabkan berkurangnya penyerapan zat gizi makronutrien seperti
karbohidrat dan protein, serta menimbulkan berkurangnya jumlah darah dalam
tubuh. Penderita penyakit kecacingan biasanya mempunyai gejala lemah, lesu,
pucat, kurang bersemangat, berat badan menurun, batuk, kurang konsentrasi
dalam belajar. Hal ini dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia karena
menyebabkan gangguan tumbuh kembang dan kognitif manusia.1
Salah satu bentuk penyakit kecacingan adalah terinfeksi oleh cacing melalui
tanah atau disebut Soil Transmitted Helminthes (STH) yang kemudian
berkembang di dalam usus. Jenis cacing yang banyak menginfeksi manusia adalah
cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale
dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura). 1
Penyakit kecacingan termasuk dalam 17 Neglected Tropical Disease (NTD) /
penyakit tropis terabaikan.2 Penyakit kecacingan yang terjadi di Indonesia tahun
2012 adalah 22,6% sedangan target angka kecacingan di Indonesia menurut
Kementerian Kesehatan tahun 2017 adalah < 10% di setiap daerah kabupaten/
kota.3 WHO menyatakan lebih dari separuh kesakitan penduduk di negara
berkembang termasuk Indonesia disebabkan oleh infeksi parasitik cacing
(Kemenkes, 2012).
Berdasarkan Permenkes Nomor 15 Tahun 2017 tentang pedoman
pengendalian cacingan, Indikator dalam pencapaian target program
penanggulangan cacingan berupa penurunan prevalensi cacingan sampai dengan
di bawah 10% di setiap daerah kabupaten/kota. 3 Kejadian kecacingan yang masih

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 26 JULI – 4 SEPTEMBER 2021| 3
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

diatas 10% bisa disebabkan karena belum maksimalnya pelaksanaan program


kecacingan yang dilaksanakan, sehingga selain permasalahan dimasyarakat, perlu
juga diketahui permasalahan yang ada ditingkat penyelenggara kesehatan di
daerah
Penyakit cacing usus adalah infeksi kronik yang banyak menyerang populasi
balita dan anak usia sekolah dasar. Pemeriksaan tinja yang dilakukan oleh Sub Dit
Diare, pada tahun 2002-2009 yang dilakukan pada 398 SD/MI di 33 propinsi
menunjukkan hasil rata-rata prevalensi kecacingan sebesar 31,8%.4
Faktor- faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya infeksi cacing
kecacingan adalah faktor karakteristik (umur, jenis kelamin, imunitas), faktor
lingkungan fisik (tekstur dan kelembaban tanah, lahan pertanian/perkebunan,
sanitasi sekolah dan rumah), faktor biologis (keberadaan cacing tambang pada
kotoran hewan dan halaman rumah), faktor sosial ekonomi (pekerjaan,
pendidikan, dan penghasilan), faktor perilaku (kebiasaan tidak memakai alas kaki
di sekolah, di rumah dan saat bermain, kebiasaan bermain di tanah, perilaku
pengobatan mandiri), faktor budaya (budaya pemeliharaan anjing/kucing, bermain
tanpa alas kaki, defekasi di sembarang tempat) dan faktor lain, seperti program
pemberantasan penyakit.5

II. Faktor Resiko Terjadinya Askariasis Berdasarkan Teori Hendrik L. Bloom


Hendrik L. Blum dalam teori klasiknya menyatakan bahwa terdapat 4 faktor
yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan secara umum, yaitu lingkungan,
perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan (herediter). Faktor yang paling
berpengaruh terhadap status kesehatan adalah faktor lingkungan, yang meliputi
lingkungan fisik dan non fisik.6 Berdasarkan teori, akan dilakukan analisis
mengenai penyakit Askariasis.
1. Lingkungan

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 26 JULI – 4 SEPTEMBER 2021| 4
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

Faktor lingkungan memiliki peranan yang paling besar terhadap


kesehatan seseorang. Hendrik L. Blum menggolongkan faktor lingkungan
menjadi 2, yaitu lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan fisik meliputi
sampah, air, udara, tanah, iklim, dan perumahan. Lingkungan non fisik
meliputi sosial budaya dan ekonomi. Faktor lingkungan juga dapat
mempengaruhi perilaku seseorang.6
Pada infeksi askariasis lingkungan fisik yang berpengaruh terjadinya
keadaan askariasis adalah tanah yang terkontaminasi, tidak tersedianya air
bersih, tidak tersedianya jamban keluarga, jamban yang tidak sesuai
dengan kriteria rumah sehat, tidak tersedianya tempat penyimpanan
makanan yang aman, untuk lingkungan non fisik ekonomi yang kurang
mencukupi, social dan budaya yang berlaku dalam masyarakat setempat.
Askariasis merupakan infeksi cacing yang disebabkan oleh Ascaris
lumbricoides (cacing gelang), yang merupakan bagian dari soil
transmitted disease dimana spesies ditularkan melalui tanah. Pada daur
hidup cacing, setelah telur keluar bersama dengan tinja nantinya telur akan
menjadi telur infektif setelah kurang lebih 3 minggu berada ditanah.
Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah,
ditambah dengan adanya kebiasaan menggunakan tinja sebagai pupuk
menyebabkan angka kejadian askariasis semakin meningkat. Telur
askariasis berkembang maksimal menjadi telur infektif terutama di tanah
liat dengan kelembaban tinggi dan suhu 25-30o C.7
Pada air juga terkontaminasi telur cacing A. lumbricoides. Penyebab
terkontaminasinya air kareba lokasi jamban keluarga yang tidak memenuhi
kriteria rumah sehat, dimana jarak minimal jamban dengan sumber air
bersih adalah 8-10 meter8. Tidak menggunakan jamban leher angsa serta
tidak adanya septictank juga dapat meningkatkan resiko terkontaminasinya

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 26 JULI – 4 SEPTEMBER 2021| 5
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

air oleh telur cacing A. lumbricoides, selain itu juga dapat disebabkan oleh
buang air besar disumber air seperti sungai.
Ekonomi dapat berpengaruh pada lingkungan perumahan seperti
lingkungan padat penduduk yang mempermudah penularan dari askariasis.
Ekonomi yang kurang dapat mempengaruhi fasilitas perumahan,
penyediaan air bersih dan sanitasi yang pada dasarnya sangat berperan
terhadap timbulnya penyakit Infeksi. Hal ini juga dapat menyebabkan
keluarga tidak memiliki jamban keluarga, sehingga untuk pembuangan
tinja masih sembarangan seperti di sungai, di bawah pohon, di halaman
rumah, dan sebagainya.
Sosial budaya berpengaruh pada beberapa adat istiadat seperti adanya
kepercayaan mengubur tinja/kotoran manusia yang belum meninggal yang
diperoleh sejak zaman nenek moyang menyebabkan masyarakat Sumba
Barat khususnya Desa Taramanu kurang memperhatikan kondisi
lingkungan dan kebersihan perorangan.10
Penularan askariasis terjadi melalui fekal oral, dimana tinja yang
mengandung telur cacing dihinggapi oleh lalat yang selanjutnya hinggap
dimakanan yang tidak terlindungi dengan baik atau tidak disimpan dengan
baik.7

2. Perilaku
Perilaku atau tindakan merupakan proses lanjutan setelah pengetahuan
dan sikap dimana dimulai ketika seseorang mengetahui sesuatu kemudian
bagaimana orang itu menyikapi atau mendorongnya sehingga dia dapat
mempraktekkan apa yang dia tahu, namun tidak semua orang dapat
bertindak sesuai pengetahuan yang ia miliki karena ada faktor-faktor yang
dapat membuat dia tidak bertindak sesuai pengetahuannya.9 Hasil

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 26 JULI – 4 SEPTEMBER 2021| 6
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

wawancara dan observasi lapangan di Desa Taramanu Kabupaten Sumba


Barat, menunjukkan adanya faktor risiko yang menjadi masalah masih
tingginya kasus kecacingan adalah buruknya Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) masyarakat setempat. Perilaku hidup bersih dan sehat
adalah kunci agar terbebas dari masalah penyakit infeksi salah satunya
adalah kecacingan. Beberapa indikator PHBS terkait pada kesehatan
lingkungan seperti misalnya mencuci tangan dengan sabun, selalu
menggunakan air bersih dan menggunakan jamban sehat.10 Mencuci tangan
menggunakan sabun dan air bersih adalah salah satu perilaku hidup bersih
dan sehat yang dapat mencegah berbagai macam penyakit. Hasil penelitian
lain menunjukkan perilaku tidak mencuci tangan memakai air dan sabun
sebelum makan terbukti berhubungan secara bermakna dengan kejadian
kecacingan, demikian juga perilaku BAB tidak di jamban.11
Setiap rumah seharusnya tersedia jamban yang memenuhi syarat
kesehatan. Kebiasaan buang air besar sembarangan bisa menyebabkan
cepatnya penyebaran penyakit yang disebabkan oleh parasit yang
bersarang pada kotoran manusia antara lain kecacingan. Sehingga jamban
merupakan salah satu sarana pembuangan tinja yang sangat penting. 6
Orang yang terinfeksi cacingan dapat mengkontaminasi tanah karena
ketika BAB sembarangan dapat mengembang biakan telur dan dapat hidup
dalam waktu yang lama.12 Jika Hal tersebut dibiarkan dapat menyebabkan
kekurangan gizi seperti kalori dan protein serta kehilangan darah yang
berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan dapat menimbulkan gangguan
tumbuh kembang anak.13

3. Pelayanan Kesehatan

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 26 JULI – 4 SEPTEMBER 2021| 7
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

Pelayanan kesehatan yang terdiri atas pelayanan promotif, preventif,


kuratif dan rehabilitatif sangat berguna terutama pada kasus penanganan
askariasis. Hal yang menjadi faktor resiko askariasis ditinjau dari dari
pelayanan kesehatan yaitu kurangnya dilakukan penyuluhan tentang
pencegahan askariasis, kurangnya penyuluhan tentang PHBS, kurangnya
pelatihan tenaga kesehatan, kurang dilibatkannya pemuka adat dan agama,
dan kurang dilaksanakannya POPM cacingan. Belum efektifnya kegiatan
KIE dalam pencegahan askariasis, karena keterbatasan media KIE dan
biaya operasional.

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 26 JULI – 4 SEPTEMBER 2021| 8
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

GENETIK
Tidak ada hubungan

JLN
PELAYANAN LINGKUNGAN
KESEHATAN N

FISIK:
Kurangnya penyuluhan Tidak tersedianya jamban
tentang askariasis
Askariasis sehat

Kurangnya pelatihan Kontaminasi tanah


tenaga kesehatan
Kontaminasi sumber air
Program POPM yang
PERILAKU Tidak tersedianya tempat
berlum terlaksana dengan
penyimpanan makanan yang
baik
aman

Perilaku mencuci tangan NON-FISIK:


dengan sabun sebelum makan 1. Ekonomi yang
rendah
Perilaku mencuci tangan 2. Sosial budaya
dengan sabun setelah BAB mengubur tinja pada
Perilaku mencuci buah-buah suatu golongan
dan sayur mentah (lalapan) masyarakat
yang siap dikonsumsi
Perilaku memotong kuku jari
tangan

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 26 JULI – 4 SEPTEMBER 2021| 9
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

III. Rencana Upaya Pemecahan Masalah Penyakit Askariasis


1. Lingkungan
Ditinjau dari segi lingkungan, upaya pemecahan masalah Askariasis
dapat dilakukan pada lingkungan fisik & non fisik.
Lingkungan Non fisik:
Tujuan :
1) Untuk membantu meningkatkan pendidikan masyarakat
2) Untuk mengubah proses pikir masyarakat agar tidak terpaku dengan
kebudayaan yang sudah ada
3) Untuk membantu masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi rendah

Cara :
1) Bekerja sama dengan pemangku kepentingan atau pihak terkait untuk
pemerataan pendidikan di setiap daerah seperti pembangunan sekolah,
pembagian buku gratis, program wajib belajar 9 tahun bagi beberapa
daerah yang masih sulit dijangkau, dan bantuan beasiswa pendidikan,
sehingga dapat meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat.
2) Bekerja sama dengan pemangku kepentingan atau pihak terkait untuk
membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sesuai dengan
kemampuan atau keahliannya, sehingga dapat meningkatkan status
perekonomian sehingga dapat mencukupi kebutuhan gizi seimbang
3) Bekerja sama dengan pemangku kepentingan atau pihak terkait
mengenai budaya setempat agar dapat dilakukan promosi kesehatan
untuk mengubah tanggapan masyarakat terhadap mencuci tangan dan
buang air besar di jamban.

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 26 JULI – 4 SEPTEMBER 2021| 10
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

Lingkungan Fisik
Tujuan:
Untuk mencegah penularan askariasis melalui perbaikan sanitasi
lingkungan

Cara:
1) Bekerja sama dengan pemangku kepentingan atau pihak terkait untuk
menyediakan akses air bersih, khlorinasi, terlindungi dan terawasi atau
sumur gali dengan jarak minimal 10 m, kondisi lantai sumur kedap air,
tidak retak atau bocor serta sumur ditutup. Tidak tercemar oleh air
limbah dan kotaran.
2) Untuk air minum masyarakat membiasakan dengan memasak sampai
mendidih kurang lebih selama 10 menit.
3) Penyediaan jamban jenis leher angsa. Jamban sehat adalah tidak
mengotori permukaan tanah sekeliling jambat tersebut, tidak mengotori
air tanah sekitarnya, tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat,
kecoa, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan diperlihara,
sederahan designnya, murah dan dapat diterima oleh pemakainya.
4) Pengelolaan air limbah, kotoran dan sampah, harus benar sehingga
tidak mencemari lingkungan. Selokan/got dan limbah lainnya jangan
sampai dicemari oleh tinja manusia.
5) Pengawasan terhadap masakan dirumah dan penyajian pada penjual
makanan seperti membersihkan alat masak dan menutup makanan.

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 26 JULI – 4 SEPTEMBER 2021| 11
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

2. Perilaku
Tujuan:
Meningkatkan pelayanan promotif dan preventif untuk mencegah infeksi
askariasis

Cara:
1) Promosi Kesehatan  memberi penyuluhan mengenai definisi, gejala,
penyebab, cara penularan, pencegahan dari askariasis. Kegiatan ini
dapat membantu seseorang atau kelompok masyarakat menambah
pengetahuan dalam hal ini mengenai askariasis sehingga dapat
mengubah pola hidup individu tersebut.
2) Edukasi masyarakat untuk mengonsumsi makanan yang bergizi untuk
mempertahankan imun agar tidak mudah terkena penyakit infeksi
askariasis.
3) Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum makan, dan
Mencuci tangan dengan sabun setelah BAB dengan menggosok sela-
sela jari hingga bersih agar bakteri penyebab penyakit hilang.
4) Mencuci bersih buah-buahan dan sayur-sayuran mentah (lalapan) yang
siap dikonsumsi dengan air bersih
5) Menggunting kuku jari tangan 1 minggu sekali agar mencegah
penularan saat sesorang makan dengan tangan
6) Panaskan kembali secara benar makanan yang sudah dimasak
7) Lindungi makanan dari serangga, binatang mengerat dan binatag
lainnya
8) Buang air besar di jamban yang sesuai dengan kriteria rumah sehat.

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 26 JULI – 4 SEPTEMBER 2021| 12
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

3. Pelayanan Kesehatan
Tujuan:
Memberikan pelayanan kesehatan untuk mencegah terjadinya askariasis.

Cara:
1) Pelaksanaan program POPM (Pemberian Obat Pencegahan Masal)
cacingan secara maksimal agar dapat mencapai target penurunan
prevalensi cacingan sampai dengan di bawah 10% di setiap daerah
kabupaten/kota. POPM Cacingan dilaksanakan dua kali dalam 1 tahun
untuk daerah kabupaten/kota dengan prevalensi tinggi dan satu kali
dalam 1 tahun untuk daerah kabupaten/kota dengan prevalensi sedang.4

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 26 JULI – 4 SEPTEMBER 2021| 13
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

Daftar Pustaka
1. World Health Organization. Soil transmitted helminthes Intestinal Worms. [Internet]
Available from: http/www.who.int/intestinal worms/en
2. Centers for Disease Control and Prevention. Which diseases are considered neglected
tropical disease. [Internet] Available from
https://www.cdc.gov/globalhealth/ntd/diseases/index.html.
3. Kemenkes RI. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia no 15 Tahun 2017
tentang Penanggulangan Cacingan. Jakarta:Kemenkes RI. 2017
4. Kemenkes RI. Pedoman pengendalian kecacingan. Jakarta : Diretorat Jendral PP dan
PL, Kemenkes, 2012.
5. Sumanto, Didik. Faktor risiko infeksi cacing tambang pada anak sekolah. [Tesis].
Semarang: Universitas Diponegoro;2010.
6. Notoatmodjo S. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. 2003.
7. Sutanto dkk. Parasitologi Kedokteran, Edisi Keempat, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2008
8. Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan
Kesehatan Perumahan
9. Notoatmodjo, S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta. 2010.
10. Suharmiaty, Rochmansyah. Mengungkap Kejadian Infeksi Kecacingan Pada Anak
Sekolah Dasar (Studi Etnografi Di Desa Taramanu Kabupaten Sumba Barat. Badan
Litbangkes-Kemenkes RI. 2018; http://dx.doi.org/10.22435/hsr.v2Ii3.420
11. Umar Zaidina. 2008. Perilaku Cuci tangan Sebelum makan dan Kecacingan pada
Murid SD di kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat, Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional, 2 (6)
12. Onggwaluyo, J.S. 2001. Parasitologi Medik 1 Helmintologi. Jakarta: EGC.
13. Manalu SM, Biran S.I, 2006. Infeksi cacing tambang. Cermin Dunia Kedokteran, 19
(4).

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 26 JULI – 4 SEPTEMBER 2021| 14

Anda mungkin juga menyukai