TENTANG:
“PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN MASYARAKAT TERHADAP
UPAYA PEMELIHARAAN GIGI TIRUAN DI DESA PADANGIN RT.01
KECAMATAN TANTA ”
Dosen Pengajar
Dr. M. Zaenal Arifin Anis, M.Hum.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANJARMASIN
JURUSAN KEPERAWATAN GIGI PROGRAM DIPLOMA IV SEMESTER I
2021/2022
ANGGOTA KELOMPOK 2
KATA PENGANTAR
Segala Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat
dan karunia-Nya yang begitu besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Makalah Manajemen Kesehatan Gigi dan Mulut yang berjudul “PENGARUH
TINGKAT PENDIDIKAN MASYARAKAT TERHADAP UPAYA
PEMELIHARAAN GIGI TIRUAN DI DESA PADANGIN RT.01 KECAMATAN
TANTA” ini dapat diselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Shalawat
serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Junjungan kita Rasulullah SAW
yang mana telah membawa kita semua dari zaman jahiliyah menuju zaman yang
terang benderang seperti saat ini.
Terima kasih, penulis ucapkan kepada dosen pengasuh mata kuliah ini,
yaitu Dr.M. Zaenal Arifin Anis, M.Hum. yang telah membimbing, memberikan
arahan dan ilmu pengetahuan dalam perkuliahan ini. Kami berharap dengan
adanya makalah ini dapat menambah ilmu, wawasan serta kesadaran tentang
penrencanaan klinik mandiri dan menambah refrensi pengetahuan dalam mata
kuliah Manajemen Kesehatan Gigi dan Mulut. Kami menyadari masih ada banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Maka dari itu kami begitu
membutuhkan dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk
melengkapi dan memperbaiki kekurangan serta kesalahan.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ................................................................................................... 17
B. Saran ............................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................
18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gigi berperan penting bagi penampilan seseorang, di samping
untuk fungsi pengunyahan serta fungsi bicara. Gangguan pada gigi seperti
karies, penyakit periodontal dan trauma dapat mengakibatkan terjadinya
kehilangan gigi. Kehilangan gigi dapat berdampak emosional akibat
terganggunya fungsi bicara, pengunyahan, dan estetika. Penggunaan gigi
tiruan untuk menggantikan gigi yang hilang penting dilakukan untuk
mengembalikan kondisi fungsional dan estetika pasien.
Saat ini kesadaran masyarakat akan kesehatan gigi sudah semakin
meningkat. Hal ini memungkinkan meningkatnya penggunaan gigi tiruan
sebagai pengganti gigi yang hilang. Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas), persentase masyarakat yang menerima perawatan dari
tenaga medis gigi termasuk di dalamnya pemasangan gigi tiruan
meningkat dari 29,6% pada tahun 2007 menjadi 31,1% pada tahun 2013.
Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan
pentingnya gigi tiruan sudah semakin baik namun pengunaan gigi tiruan
tidak hanya sebatas penggantian gigi yang hilang saja, tetapi juga harus
dipelihara kebersihannya. Gigi tiruan yang tidak dipelihara kebersihannya,
akan menghadirkan masalah baru di rongga mulut.
Beberapa masalah yang timbul akibat pemeliharaan gigi tiruan
yang kurang baik antara lain karies, gingivitis, penyakit periodontal, dan
denture stomatitis. Angka kejadian denture stomatitis di Indonesia cukup
tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Marwati (2003) menunjukkan
hampir 50% pengguna gigi tiruan terdeteksi adanya candida albicans,
sedangkan penelitian oleh Sudarmawan (2009) menunjukkan 32,2% dari
30 pengguna gigi tiruan juga terdeteksi adanya candida albicans. Adanya
candida albicans pada pengguna gigi tiruan meningkatkan risiko denture
1
stomatitis karena candida albicans merupakan salah satu penyebab utama
terjadinya denture stomatitis. Penelitian yang dilakukan oleh Lahama et
al.8 (2015) di Kota Manado menunjukkan persentase masyarakat penderita
denture stomatitis sebesar 83,95%. Penelitian yang dilakukan oleh
Fernatubun et al.9 di Manado (2014) menunjukkan persentase gingivitis
sebesar 48,6% dan periodontitis 18,1% pada masyarakat pengguna gigi
tiruan. Terjadinya beberapa masalah ini berkaitan erat dengan perilaku
masyarakat pengguna gigi tiruan yang meliputi pengetahuan, sikap dan
tindakan dalam pemeliharaan gigi tiruan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gigi tiruan?
2. Bagaimana pengaruh tingkat pendidikan masyarakat terhadap upaya
pemeliharaan gigi tiruan di Desa Padangin Rt.01 Kecamatan Tanta?
3. Bagaimna cara meningkatkan upaya pemeliharaan gigi tiruan di Desa
Padangin Rt.01 Kecamatan Tanta?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian gigi tiruan.
2. Mengetahui pengaruh tingkat pendidikan masyarakat terhadap upaya
pemeliharaan gigi tiruan di Desa Padangin Rt.01 Kecamatan Tanta.
3. Meningkatkan upaya pemeliharaan gigi tiruan di Desa Padangin Rt.01
Kecamatan Tanta
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang fundamental dalam kehidupan
manusia. Pada umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
maka akan semakin tinggi pula statusnya sosialnya dalam masyarakat,
walaupun tingkat sosial seseorang ini tidak dapat diramalkan sepenuhnya
berdasarkan pendidikan saja namun pendidikan yangn tinggi berkaitan erat
dengan kedudukan sosial yang tinggi. Pendidikan dianggap sebagai jalan
untuk mencapai kedudukan yang lebih baik di dalam masyarakat. Makin
tinngi pendidikan yang diperoleh makin besar harapan untuk mencapai
tujuan itu, dengan demikian terbuka kesempatan meningkatkan golongan
sosial yang lebih tinggi. Pendidikan dilihat sebagai kesempatan untuk
beralih dari golongan yang satu ke golongan yang lebih tinggi. Dalam
pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan diartikan sebagai
usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensipotensi
pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang
ada dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha-usaha yang dilakukan
untuk
menanamkan nilai-nilai dan norma-norma tersebut serta mewariskannya
kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan
kehidupan.
Pendidikan di Indonesia menganut konsep pendidikan seumur
hidup yang bertolak dari suatu pandangan bahwa pendidikan adalah unsur
esensial sepanjang umur seseorang. Dengan demikian ruang lingkup
meliputi: Pendidikan informal, pendidikan formal, dan pendidikan non
formal.
3
1. Pendidikan informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan
pendidikan yang diperoleh seseorang dalam pendidikan tanpa
organisasi, yakni tanpa orang tertentu yang ditunjuk sebagai pendidik,
tanpa program yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu,
tanpaevaluasi yang formal berbentuk ujian. Namun demikian
pendidikan informal ini sangat penting bagi pembentukan pribadi
seseorang.
2. Pendidikan formal
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstrukrtur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi . Dalam pendidikan formal ini terdapat
organisasi yang ketat dan nyata dalam berbagai hal, yaitu; adanya
perjenjangan, program atau bahan pelajaran yang sudah diatur secara
formal, cara mengajar juga secara formal, waktu belajar dan lain-lain.
Jenjang pendidikan formal terdiri dari :
a. Pendidikan dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi
jenjang pendidikan menengah. disini yang dimaksud pendidikan
dasar adalah pendidikan yang diselenggarakan selama enam tahun
di sekolah dasar dan tiga tahun menengah lanjut tingkat pertama
atau satuan pendidikan yang sederajat.
b. Pendidikan menengah
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar, yang
terdiri atas pendidikan menengah dan pendidikan menengah
kejuruan . sekolah menengah umum adalah sekolah pada jenjang
pendidikan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan
dan peningkatan keterampilan siswa.
c. Pendidikan tinggi
4
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah yang mencangkup program pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi, yang diselanggarakan
terbuka. disini untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional
yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan kesenian.
3. Pendidikan Non Formal
Pendidikan non foramal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang
pendidikan ini meliputi berbagai usaha khususnya diselenggarakan
secara terorganisir agar terutama generasi muda dan juga orang
dewasa, yang tidak sepenuhnya atau sama sekali yang tidak
berkesempatan mengikuti pendidikan sekolah dapat memiliki
pengetahuan praktis dan keterampilan dasar yang mereka perlukan
sebagai warga negara yang produktif.
B. Gigi Tiruan
Gigi tiruan adalah suatu alat tiruan yang digunakan untuk
menggantikan sebagian atau seluruh gigi asli yang sudah hilang serta
mengembalikan perubahan-perubahan struktur jaringan yang terjadi akibat
hilangnya gigi asli. Tujuan pembuatan gigi tiruan pada hakikatnya adalah
untuk memperbaiki fungsi pengunyahan, pengecapan, estetik, menjaga
kesehatan jaringan serta mencegah kerusakan lebih lanjut. Gigi tiruan
secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu.
1. Gigi tiruan cekat
Gigi tiruan cekat adalah restorasi yang direkatkan secara permanen
pada gigi yang telah dipersiapkan untuk memperbaiki sebagian atau
5
seluruh permukaan gigi yang mengalami kerusakan atau kelainan
untuk menggantikan kehilangan gigi.
6
BAB III
HASIL PENELITIAN
Sedang 65 41,9
Tinggi 17 11
Upaya pemeliharaan
Frekuensi (n) Presentasi (%)
gigi tiruan
Buruk 21 13,6
Cukup 115 74,2
Baik 19 12,2
Total 155 100
7
Tingkat Upaya pemeliharaan gigi tiruan
pendidika
n Buruk % Cukup % Baik % Total (%)
responden
Rendah 17 23,3 51 69,9 5 6,8 73 100
Sedang 4 6,2 52 80 9 13,8 65 100
Tinggi 0 0 12 70,6 5 29,4 17 100
BAB IV
PEMBAHASAN
8
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Padangin RT.01, Kecamatan Tanta
terletak di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan dengan jumlah penduduk
sebesar 155 jiwa dan sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai
petani dan pedagang dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah. Masyarakat di
Desa Padangin RT.01, Kecamatan Tanta terdiri dari berbagai tingkatan
pendidikan mulai dari lulusan Sekolah Dasar sampai lulusan Perguruan Tinggi.
Berdasarkan data di puskesmas stempat menunjukkan jumlah masyarakat lulusan
tingkat pendidikan dasar masih sangat tinggi dan terdapat banyak pengguna gigi
tiruan. Pada pengamatan penulis ditemukan pula kondisi kebersihan gigi tiruan
yang masih tergolong buruk pada beberapa masyarakat pengguna gigi tiruan di
Desa Padangin RT.01, Kecamatan Tanta.
9
dapat memengaruhi tingkat pengetahuan individu. Melalui proses pendidikan
seorang individu akan memperoleh suatu pengetahuan yang lebih tinggi.
10
yang buruk sebesar 53,3%. Rendahnya tingkat pendidikan yang berdampak pada
kondisi ekonomi individu, akan menyebabkan individu mengalami kesulitan
untuk mengakses informasi. Saat ini teknologi informasi yang sudah sedemikian
majunya, sehingga memudahkan orang untuk mendapatkan berbagai informasi
termasuk informasi atau pengetahuan di bidang kesehatan gigi dan mulut. Status
ekonomi yang rendah dapat menyebabkan hambatan untuk memperoleh
pengetahuan atau informasi, sehingga berpengaruh pada pembentukan perilaku
kesehatan individu. Tabel 3 menunjukkan gambaran tingkat pendidikan responden
dan upaya pemeliharaan gigi tiruan yang digunakannya. Semakin tinggi tingkat
pendidikan, terlihat bahwa persentase upaya pemeliharaan gigi tiruan yang baik
semakin meningkat. Sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan responden
maka upaya pemeliharaan gigi tiruan yang buruk semakin meningkat. Menurut
asumsi kami tingkat pendidikan bukanlah satu-satunya faktor yang memengaruhi
perilaku individu. Perilaku individu berupa upaya pemeliharaan gigi tiruan dapat
dipengaruhi oleh faktor lainnya, meskipun tingkat pendidikan bisa dikatakan
sebagai salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada pembentukan perilaku..
Faktor yang turut memengaruhi sehingga banyak responden memiliki upaya
cukup dalam pemeliharaan gigi tiruan ialah lingkungan sekitar responden dan
media massa. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Tuerah et
al.17 di Manado yang menyebutkan hal yang mendorong seseorang dalam
perawatan gigi tiruan adalah lingkungan keluarga dan media massa. Lingkungan
sekitar individu merupakan faktor lainnya yang memiliki peranan penting dalam
membentuk perilaku individu. Responden bisa mendapatkan informasi atau
mencontoh dari individu atau keluarga lainnya di sekitar tempat tinggal, yang
memiliki pendidikan lebih tinggi dan memakai gigi tiruan. Faktor lainnya yang
menurut kami juga cukup memberikan pengaruh yaitu media massa. Media massa
yang dimaksudkan ialah media elektronik dan media cetak. Responden bisa
mendapat informasi melalui televisi dan koran yang sudah banyak menampilkan
cara pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut termasuk cara pemeliharaan gigi
tiruan. Media elektronik yaitu televisi yang dulunya termasuk kebutuhan mewah
sekarang tidak lagi, karena di zaman yang sudah semakin modern seperti sekarang
11
ini televisi sudah menjadi kebutuhan pokok bagi hampir sebagian besar
masyarakat. Asumsi penulis didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan
Mulyono18 di Kota Semarang yang menyebutkan 92,31% keluarga miskin di
Kecamatan Gajahmungkur memiliki televisi. Kondisi ekonomi sebagian besar
responden yang masih tergolong rendah tidak menjadi alasan bagi responden
untuk tidak memiliki televisi di rumah, karena bagi responden televisi sudah
merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Dengan demikian tingkat pendidikan
bukan satusatunya faktor yang berpengaruh pada perilaku individu, dalam hal ini
upaya pemeliharaan gigi tiruan responden yang diteliti. Faktor-faktor inilah
menurut penulis yang membuat sebagian besar responden memiliki upaya
pemeliharaan gigi tiruan yang tergolong cukup.
BAB V
PENUTUP
12
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian pada masyarakat di penelitian dilakukan di
Desa Padangin RT.01, Kecamatan Tanta dapat disimpulkan bahwa:
1. Tingkat pendidikan pengguna gigi tiruan umumnya tergolong rendah.
2. Masyarakat yang menggunakan gigi tiruan umumnya memiliki upaya
yang cukup dalam pemeliharaan gigi tiruan.
3. Terdapat pengaruh tingkat pendidikan masyarakat terhadap
pemeliharaan gigi tiruan.
B. Saran
1. Diharapkan pemerintah memperhatikan dan mengupayakan adanya
perbaikan tingkat pendidikan masyarakat dengan memberikan
kesempatan bagi masyarakat kurang mampu untuk memperoleh
pendidikan yang lebih tinggi.
2. Diharapkan dinas kesehatan dan puskesmas setempat agar lebih
proaktif dalam melakukan penyuluhan pada masyarakat khususnya
pada masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Adenan, Aprillia. (1990). St:udi Karies Masi.ng-masing Permukaan Gigi
Pada Murid Taman Kanak-kanak Yang Berusia 4-5 Tahun di p.t.p. Xii
Pengalengan
Kabupaten Bandung. Jumal kedokteran gigi PDGI p.37(2):19
Andlaw RT. (1992). Perawatan Gigi Anak. Jakarta : Widya Medika P.35.
13
Anitasari S, Liliwati. (2005). Pengaruh Frekuensi Menyikat Gigi
Terhad£1p Tingk£1t Kebersihan Gigi dan Mulut Siswa Siswi Sekolah
Dasar Negeri di
Kecamatan Pa/.aran Kotamadya Samarinda Propinsi Kalimant.an Timur.
Medan : Dentika Dental JurnaL 10. 1:22
Anak Usia 10-11 Tahun di SDN I Bawakaraeng dan SDN 3 Bangka. Jumal
DentifasiaL 6.2:80
Astuti S, Eko. (2007). Peran Siga Pada Karies Gigi Anak. Denpasar Jurnal
Chemiawan E, dkk. Prevelensi Nursing Mouth Caries pada Anak Usia 15-
60 bulan Berdasarkan Frekuensi Penyikatan Gigi di Posyandu Desa
Cileunyi Wetan
Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung
14
Natarniharja L. (1999). Pemilikan dan Pemakaian Sikat Gigi Masyarakat
Kelurahan Beringin Kecamatan Medan Baru. Majalah Kedokteran Gigi
Universitas Sumatra Utara P.4(2):1-2
Suwelo Is. (1992). Karies Gigi pada Anak dengan Pelbagi Faktor Etiologi.
Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.P.6-9, 14-23, 27-28
Yani E.W.R. (2005). Hubungan Pola Menyikat Gigi dengan Karies Gigi.
Jumal Kedokteran Gigi Universitas. P 12{1):16
15