Anda di halaman 1dari 20

BAB II

BAHASA INDONESIA BAKU

A. Bahasa Indonesia dan Pemakaiannya

Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup dan mengalami

perkembangan yang cukup pesat terutama di bidang kosa kata.

Perkembangan tersebut sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi, serta perkembangan kehidupan masyarakat pada umumnya.

Perkembangan bahasa di bidang kosa kata yang berkaitan dengan

penyerapan istilah sering menimbulkan masalah. Dalam pembentukan,

sering terjadi variasi bentukan dan penggunaan yang tidak konsisten. Ada

sebagian masyarakat pemakai bahasa yang senang menggunakan

menterjamahkan ada pula sekelompok masyarakat yang senang

menggunakan menerjamahkan. Sebenarnya variasi bentukan tersebut tidak

perlu terjadi jika pemakai bahasa tetap berpegang teguh kepada kaidah

bahasa. Jika mereka mau memperhatikan kaidah bahasa, tentu saja

mereka mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Ragam bahasa baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui

oleh sebagian besar masyarakat pemakainnya sebagai bahasa resmi dan

sebagai kerangka acuan norma bahasa dalam penggunaannya. Ragam

baku dapat berupa ragam baku lisan dan ragam baku tulis. Dengan

pembakuan bahasa yang mencakup bidang ejaan, ucapan atau lafal,

perbendaharaan kata, istilah, dan tata bahasa, diharapkan agar ada

keseragaman di dalam pemakaian bahasa bagi seluruh masyarakat

pemakaian bahasa Indonesia. Hal ini juga untuk menghindari pertentangan

12
antara benar dan salah dalam pemakaian bahasa Indonesia akibat variasi-

variasi yang timbul karena perkembangan bahasa tersebut.

B. Penggunaan Bahasa Indonesia Baku

Ragam bahasa Indonesia baku digunakan dalam situasi-situasi resmi

seperti, a) komunikasi resmi: surat menyurat resmi (dinas), pengumuman

resmi, dan perundang-undangan; b) pembicaraan resmi: pidato, ceramah,

memberi kuliah, memimpin rapat dinas, dan atau berdiskusi; c) penulisan

karya ilmiah, dan d) laporan resmi.

Penggunaan bahasa Indonesia baku artinya penggunaan bahasa

Indonesia dengan pemilihan kosa kata yang baku dan penggunaan kaidah

tata bahasa yang baku pula. Penggunaan kosa kata “ngapain” misalnya,

merupakan pemilihan kosa kata yang tidak tepat jika digunakan pada situasi

resmi sebab untuk ragam baku terdapat kosa kata ”mengapa.” Penggunaan

struktur kalimat ”Banyak para pembantu yang menjdi korban kekerasan

dalam rumah tangga” juga merupakan penggunaan struktur yang tidak tepat

sebab pada masyarakat Indonesia terdapat konvensi bahwa bentuk jamak

sebaiknya tidak digunakan secara berlebihan. Kata “banyak” pada kalimat

tersebut merupakan kata sifat yang bermakna jamak. Oleh karena itu, kata

“banyak” tidak perlu diikuti kata “para” yang bermakna jamak pula.

Dalam ragam lisan resmi, penggunaan bentuk-bentuk yang tidak baku

masih dapat digunakan jika bentuk itu digunakan sebagai contoh atau

hanya sebagai selingan. Selingan dengan logat-logat dan atau kosa kata

tidak baku sering digunakan dalam ragam lisan resmi sebab hal itu untuk

menghindari kejenuhan audience.

13
C. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Penggunaan bahasa Indonesia yang benar adalah penggunaan

bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.

Penggunaan bahasa Indonesia yang baik adalah penggunaan bahasa

Indonesia yang sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaian. Situasi yang

resmi perlu menggunakan bahasa ragam resmi (baku). Situasi yang tidak

resmi cukup menggunakan bahasa ragam santai (tidak baku).

Penggunaan bahasa Indonesia baku juga merupakan hasrat seluruh

rakyat Indonesia. Hal itu tampak dituangkannya masalah penggunaan

bahasa Indonesia baku itu dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1988 tentang

Grais-Garis Besar Haluan Negara Sektor Kebudayaan butir f, yang

menyatakan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia perlu

ditingkatkan, serta penggunaannya secara baik, benar, dan penuh

kebanggaan perlu dimasyarakatkan sehingga bahasa Indonesia menjadi

wahana komunikasi yang mampu memperkokoh persatuan dan kesatuan

serta mendukung pembangunan bangsa (Kusnaeni,1995:20).

Salah satu hasil putusan Kongres V Bahasa Indonesia 1988

menyatakan bahwa dalam konteks budaya yang memberi penekanan dalam

prinsip anutan, kongres pengimbau agar para pejabat lebih berhati-hati

dalam memakai bahasa Indonesia sehinga masyarakat mendapat masukan

bahasa yang baik dan benar. Putusan tersebut sebenarnya cukup beralasan

karena dalam masyarakat kita terdapat nilai biudaya yang banyak

berorientasi vertikal kearah tokoh, pembesar, orang-orang yang berpangkat

tinggi, atasan, dan senior. Oleh karena itu, diharapkan para tokoh
14
masyarakat, pembesar, dan para pejabat dapat menjadi anutan masyarakat

dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

D. Salah Ucap atau Salah Eja dalam Penggunaan Bahasa Indonesia

Dalam pemakaian bahasa Indonesia, sering kita jumpai kata-kata yang

dieja atau diucapkan dengan tidak tepat. Kesalahan dalam mengucapkan

kata-kata itu kadang-kadang berpangkal dalam kesalahan ejaan. Karena

ejaannya salah, kata-kata yang betul sering dibaca dengan lafal yang salah.

Oleh karena itu, penulisan dengan menggunakan pedoman ejaan yang

disempurnakan (PUEBI) tetap sangat diperlukan.

Salah eja dan salah ucap dalam bahasa Indonesia harus dihindari

dalam situasi resmi meskipun pembakuan di bidang lafal belum

dilaksanakan. Salah eja dan salah ucap sebagian terjadi karena bahasa

daerah. Beberapa contoh bentuk kata-kata yang baku dan tidak baku dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Kata Tidak Baku Kata Baku

Kuatir Khawatir

Mbesuk Besok

Nomer Nomor

Senen Senin

Rebo Rabu

Kemis Kamis

Pebruari Februari

Nopember November

Kadang-kadang ejaanya benar tetapi diucapkan dengan tidak benar.


15
Kata Tidak Baku Kata Baku

Memungkinken Memungkinkan

Menyataken Menyatakan

Semangkin Semakin

Tindak-an Tindakan

Tanjak-an Tanjakan

Kesalahan ucapan dapat disebabkan pula adanya bunyi yang berbeda

tetapi dalam ejaan tidak dibedakan. Kata teras „serambi‟ sering dilafalkan

teras (dengan pepet), kata peka „sensitif‟ yang seharusnya di baca péka

sering di ucapkan pêka (pepet).

Kesalahan ejaan sering dijumpai dalam penulisan kata-kata yang

berasal dari bahasa asing. Beberapa contoh kesalahan dalam ejaan adalah

sebagai berikut.

Kata Tidak Baku Kata Baku

Aktifitas Aktivitas

Analisa Analisis

Apotik Apotek

Hakekat Hakikat

Identivikasi Identifikasi

Kaedah Kaidah

Katagori Kategori

Kongkrit Konkret

Kwalitas Kualitas

Jadual Jadwal
16
Kwitansi Kuitansi

Metoda Metode

Managemen Manajemen

Produktifitas Produktivitas

Resiko Risiko

Sintesa Sintesis

Sistim Sistem

Tehnik Teknik

Teoritis Teoretis

Thesis Tesis

Tilpun Telepon

Varitas Varietas

E. Pemakaian Huruf Besar dan Huruf Kecil dalam Bahasa Indonesia

Dalam penulisan sering terdapat kesalahan dalam hal pemakaian

huruf besar dan huruf kecil. Ada kata-kata huruf awal seharusnya ditulis

dengan huruf besar atau kapital, tetapi kadang-kadang ditulis dengan huruf

kecil, atau sebaliknya. Kata-kata yang menyatakan hubungan persaudaraan

ada kalanya ditulis dengan huruf kapital dan adakalanya ditulis dengan

huruf kecil. Contoh: Saudara, adik, kakak, ibu, bapak, dsb. Kata-kata

tersebut apabila berfungsi sebagai kata benda, huruf awalnya di tulis

dengan huruf kecil.

Contoh:

(1) Saya mempunyai lima saudara.


17
(2) Anak harus patuh kepada bapak dan ibunya.

Huruf awal kata-kata “saudara, bapak, kakak, adik,” dsb. harus ditulis

dengan huruf besar apabila di pakai sebagai kata sapaan, yaitu apabila

digunakan untuk menyebut orang kedua atau lawan bicara.

Contoh:

(3) Kami harap Saudara hadir dalam rapat ini.

(4) Apakah Bapak sudah siap?

(5) Saya harap Kakak jangan pulang dahulu.

Dalam contoh-contoh berikut, kata-kata yang sama ada yang diawali

dengan huruf kapital dan ada yang tidak.

Contoh:

(6) Rumah Saudara berdekatan dengan rumah saudara saya.

(7) Sebagai seorang ibu yang bijaksana, sebaiknya Ibu jangan lekas

percaya kepada orang lain.

Nama-nama jabatan seperti: presiden, gubernur, bupati, menteri,

rektor, dsb. tidak harus diawali dengan huruf kapital. Perhatikan cintoh-

contoh berikut ini.

(8) Masa jabatan presiden lima tahun.

(9) Pabrik itu diresmikan oleh Presiden Soeharto

(10). Universitas dipimpin oleh seorang rektor.

(11). Saya akan menghadap rektor.

Ketentuan tersebut berlaku juga untuk nama wilayah, nama tempat, dan

bagian, seperti: propinsi, kabupaten, laut, selat, jalan, universitas, fakultas,

jurusan, dsb. Dalam pengertian umum (tidak diikuti nama lembaga atau

nama diri) kata-kata tersebut tidak perlu diawali dengan huruf kapital.
18
Contoh:

(12) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas


Muhammadiyah Purwokerto mempunyai sembilan program studi.

F. Penggunaan Bentuk yang Dirangkai dan Tidak Dirangkai

Dalam buku Pedoman Ejaan Yang Disempurnakan ada ketentuan

mengenai kata-kata yang ditulis serangkai dan kata-kata yang harus ditulis

terpisah. Kesalahan sering terjadi dalam penulisan kata-kata yang

seharusnya ditulis serangkai ternyata dipisah dan seharusnya ditulis

terpisah ternyata dirangkai.

1. Awalan di- dan ke-

Awalan di- harus ditulis serangkai dengan kata dasarnya, sebaliknya

kata depan di dan ke harus dituliskan terpisah dari kata-kata yang

mengikutnya.

Contoh:

di- sebagai awalan: dimakan, ditulis, diambil, atau dibaca.

ke- sebagai awalan: kehujanan, ketahanan, atau keracunan.

di- sebagai kata depan: di dalam, di sini, di sana, diantara

ke sebagai kata depan: ke dalam, ke pasar, ke sana

Bentuk di pada contoh di atas berfungsi menyatakan „tempat‟ atau „arah‟,

penulisannya dipisah. Apabila bentuk di- mempunyai persamaan bentuk

me- dan diikuti kata kerja, maka penulisannya dirangkai.

Contoh:

Ditulis – menulis, dimakan – memakan,

Dipukul – memukul, dibawa – membawa


19
2. Gabungan Kata

Jika gabungan kata hanya mendapat awalan atau akhiran, awalan

atau akhiran itu ditulis serangkai dengan kata yang bersangkutan.

Contoh:

hancur leburkan menghancurleburkan

berterima kasih penghancuran lebur

bertanda tangan

beri tahukan

sebar luaskan

Jika gabungan kata sekaligus mendapat awalan dan akhiran, bentuk kata

turunanya harus dituliskan serangkai.

Contoh:

Menghancurleburkan mempertanggungjawabkan

Kesimpangsiuran pemberitahuan

Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi,

gabungan kata itu ditulis serangkai.

Contoh:

antarkota antikomunis

caturtunggal dasawarsa

ekstrakurikuler infrastruktur

kontrarevolusi multilateral

nonteknis saptakrida

semiprofesional subseksi

20
3. Penulisan unsur Pra-, Pasca-, dan Purna-

Dalam bahasa Indonesia tedapat semacam awalan pra-, pasca-, dan

purna-. Baik Pra-, pasca-, maupun purna- dipungut ke dalam bahasa

Indonesia dari bahasa Sansekerta melalui bahasa Jawa Kuno. Pra- masih

ada hubungannya dengan pre- dalam bahasa Inggris, artinya „sebelum‟,

misalnya:

prasarjana -sebelum sarjana (under graduate)

prasejarah -sebelum sejarah (sebelum ada peninggalan


tertulis)

prasekolah -sebelum sekolah

Pasca- berasal dari bahasa Sansekerta pasca (t), jadi ucapannya

pasca bukan paska. Bentuk ini masih ada hubunganya dengan post- dalam

bahasa Inggris, artinya „sesudah‟

pascasarjana -sesudah sarjana (postgraduate)

pascarawat -sesudah perawatan (posttreatment)

pascapanen -sesudah panen

Kadang-kadang bentuk pasca- dan purna- digunakan dengan arti yang

sama. Ada bentukan pascasarjana, ada purnasarjana; ada pascajual, ada,

ada purnajual. Apabila yang dimaksud „sesudah‟, maka bentuk yang betul

ialah yang mempergunakan pasca-. Pascasarjana bukan purnasarjana,

pascajual bukan purnajual. Pendidikan pascasarjana ialah pendidikan pada

tingkat „sesudah sarjana‟, yaitu program pendidikan strata dua dan strata

tiga (S-2 dan S-3), sedangkan purnasarjana adalah sarjana yang sempurna,

sarjana penuh atau lengkap. Purnasarjana bukan hanya bachelor, master

atau sarjana strata satu, melainkan juga dokter.


21
4. Pemakaian dari dan daripada

Dari pengamatan terhadap pemakaian bahasa Indonesia, dapat

diketahui bahwa kata depan dari dan daripada sering digunakan secara

tidak tepat.

Contoh:

(13) usaha dari pada pemerintah untuk meningkatkan pendapatan


dilakukan melalui berbagai bidang.

Pemakaian kata depan daripada pada kalimat di atas tidak benar.

Kesalahan pertama yaitu cara menulis kata dari pada yang seharusnya

ditulis daripada (disatukan). Kesalahan kedua, penggunaan kata tersebut

tidak tepat, karena kata daripada dipakai untuk membandingkan antara

sesuatu dengan yang lain. Perbandingan dalam bahasa Indonesia

diungkapkan dengan memakai bentuk lebih ….dari atau lebih ….. daripada

Contoh:

(14) Rumah ini lebih baik daripada rumah itu.

(15) Amir lebih pandai dari Hasan.

5. Pemakaian di mana dan yang mana sebagai Penghubung

Di dalam bahasa Indonesia sering dijumpai pemakaian bentuk-bentuk

“di mana, yang mana” sebagai penghubung.

Contoh yang salah:


(16) pemerintah berupaya meningkatkan pendapatan melalui ekspor
nonmigas di mana hal ini berkaitan erat dengan usaha untuk
meningkatkan pertambahan nilai produksi dalam negri.

(17) konferensi itu diprakarsai oleh Indonesia dengan beberapa negara


sahabat yang mana bertujuan untuk memperjuangkan nasib
bangsa yang sedang berkembang.
22
Dalam bahasa Indonesia memang terdapat bentuk di mana, yang

mana dan yang sejenisnya tetapi tidak lazim digunakan sebagai

penghubung. Bentuk-bentuk tersebut lazim dipakai untuk menandai kalimat

tanya. Bentuk di mana dipakai untuk menanyakan „tempat,‟ dan bentuk yang

mana dipakaii untuk menanyakan „pilihan,‟ Kalimat (16) dan (17) sebaiknya

diubah sebagaii berikut:

(16a) Pemerintah berupaya meningkatkan pendapatan melalui ekspor


nonmigas yang (tujuannya) berkaitan erat dengan usaha untuk
meningkatkan pertambahan nilai produk dalam negeri.
(17a) Konferensi itu diparkrasai oleh Indonesia dengan beberapa
negara sahabat yang bertujuan untuk memperjuangkan nasib
bangsa yang sedang berkembang.

6. Pemakaian bentuk yang mubazir

Kita sering menjumpai penggunaan kata yang mubazir, baik dalam

penulisan maupun dalam bentuk lisan. Dikatakan mubazir karena

pemakaian bentuk bahasa, baik berupa kata, frasa, maupun yang lain yang

sebenarnya tidak diperlukan apabila dipandang dari segi informasi yang

hendak disampaikan.

Contoh:
(18) Pemeliharaan kebersihan dan keindahan kota adalah merupakan
tanggung jawab bersama.

(19) Ia adalah seorang pengusaha yang sukses.

(20) Permeliharaan saluran air perlu ditingkatkan agar supaya tidak


terjadi penyumbatan.

(21) Di daerah ini sangat banyak sekali ditemukan industri kecil yang
mampu untuk dikembangkan.

Kata-kata yang digaris bawahpada kalimat di atas termasuk mubazir,

karena kata adalah artinya sama atau hampir sama dengan kata merupakan

sehingga dalam pemakaiannya gunakan salah satu saja. Demikian juga


23
kata agar dan supaya pada kalimat (20) dan kata sangat … sekali pada

kalimat (21) merupakan kata yang bersinonim. Penggunaan kata adalah

pada kalimat (19) juga tergolong mubazir karena sama sekali tidak

diperlukan, oleh karena itu, dihilangkan saja. Bentuk-bentuk lain yang sama

sekali tidak diperlukan lebih baik dihilangkan saja. Bentuk-bentuk lain yang

tergolong mubazir yaitu:

sejak dari

lalu kemudian

disebabkan oleh karena

saling tolong-menolong

semua barang-barang

7. Penulisan Lambang Bilangan

Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilang atau nomor. Dalam

penulisan sering terjadi kesalahan untuk menulis kata bilangan tingkat.

Penulisan kata bilangan tingkat dapat dilakukan sebagai berikut:

(22) Abad XX ini dikenal juga sebagai abad teknologi.

(23) Abad ke-20 ini dikenal juga sebagai abad teknologi.

(24) Abad kedua puluh ini dikenal juga sebagai abad teknologi.

Berdasarkan contoh di atas, penulisan bilangan tingkat seperti ke XX

atau ke-XX, dan ke dua puluh termasuk penulisan yang tidak baku (salah).

Di dalam dokumen-dokumen resmi, seperti akta dan kuitansi, penulisan

angka dapat diikuti dengan penulisan huruf, dan selain hal itu tidak perlu.

Contoh penulisan yang salah:

(25) Jumlah pegawai di kantor ini 20 (dua puluh) orang.

(26) Di perpustakaan itu terdapat 235 (dua ratus tiga puluh lima) buku.
24
8. Penanggalan Unsur Pembentukan Kata

Dalam bahasa jurnalistik sering kita jumpai penanggalan awalan meN-.

Hal ini disebabkan oleh adanya usaha „ekonomi kata‟ dalam bahasa

tersebut atau penghematan kata yang merupakan ciri dari bahasa

jurnalistik. Dalam penggunaan kata, kita memang harus hemat akan tetapi

penghematan tersebut jangan sampai merusak kaidah bahasa, apalagi

menimbulkan salah paham. Beberapa contoh kesalahan dalam

penanggalan imbuhan adalah sebagai berikut.

a. Penanggalan awalan meN-

(27) Presiden lantik lima orang duta besar.

(28) Indonesia tempatkan semua pemain di final All England.

(29) Menpen RI-Brune tanda tagani kerja sama penyiaran.

Kalimat-kalimat di atas termasuk kalimat aktif transitif. Menurut kaidah

bahasa, predikat kalimat aktif transitif wajib berawalan meN-. Jadi, kata-

kata yang digaris bawah pada kalimat di atas harus berawalan meN-,

karena bukan kata kerja imperative/perintah.

b. Peluluhan fonem /c/ pada kata dasar

Sesuai dengan kaidah yang berlaku, apabila bentuk kata dasar diawali

fonem /c/ dan memperoleh awalan meng-, fonem /c/ tersebut tidak luluh.

Pada kenyataannya sering dijumpai pembentukan seperti berikut ini.

(30) Pelanggaran yang sangat menyolok telah dilakukan oleh Israel.

(31) Sebagai warga negara yang baik, Saudara harus menyoblos

salah satu tanda gambar dalam pemilu.


25
(32) Pemerintah harus sudah mulai menyicil hutang luar negri.

(33) Kita perlu menyontoh negara tetangga dalam kepariwisataan.

Dalam ragam tulis baku, kata-kata yang digaris bawahpada kalimat di

atas seharus-nya menjadi mencolok, mencoblos, mencicil, dan mencontoh,

karena fonem /c/ pada kata dasar tidak luluh. Kata-kata lain yang sejenis

harus dikembalikan dalam bentuk baku seperti: menyintai, menyampuri,

menyaplok, menyekik, menyelupkan. Kata-kata tersebut harus dituliskan

mencintai, mencampuri, mencaplok, mencekik, mencelupkan.

c. Fonem /k/, /p/, /t/ dan /s/ pada Awal Kata Dasar

Menurut kaidah bahasa Indonesia, fonem /k/, /p/, /t/ dan /s/ pada awal

kata dasar jika memperoleh awalan meng- atau peng- lebur menjadi

sengau, yaitu /k/ menjadi /ng/; /p/ menjadi /m/; /t/ menjadi /n/; /s/ menjadi

/ny/. Di dalam pemakaian sering dijumpai penulisan bentukan sebagai

berikut (bentuk yang tidak baku).

(33) Pemerintah mentargetkan agar sector pariwisata menjadi andalan


pendapatan nonmigas.

(34) Untuk pembangunan dalam skala besar perlu adanya


pentahapan-pentahapan dan pensesuaian dengan kondisi.

(35) Kita harus ikut mensukseskan pesta demokrasi tahun 1992.

Kata-kata yang digaris bawah harus diubah menjadi menargetkan,

penahapan, menyukseskan. Bentukan-bentukan lain yang perlu

diperhatikan yaitu:

TIDAK BAKU BAKU

menterjemehkan menerjemahkan

memparkir memarkir

26
kait-mengkait kait-mengait

mensejajarkan menyejajarkan

mempopulerkan memopulerkan

mempelopori memelopori

memproklamasikan mengritik

memroklamasikan

d. Masalah akhiran – ir

Dalam bahasa Indonesia baku, akhiran yang tepat untuk padanan –ir

yang berasal dari bahasa arab adalah –asi atau –isasi. Bentuk-bentuk

mengkoordinir, memproklamirkan, atau didramatisir

Kata benda Kata kerja

legalisatie (Bld.) legaliseren = mengesahkan, membenarkan,


melegalisasi
legalization (Ing.)

proclamatie (Bld.) proclemeren = memproklamasikan

proclamation (Ing.)

Tidak Baku Baku

mengkoordinir mengkoordinasi

memproklamirkan memproklamasikan

didramatisir didramatisasi

mendominir mendomonisasi

turinisasi usaha penanam turi


27
lelenisasi usaha peternakan lele

neonisasi usaha pemasangan neon

e. Kesalahan Penulisan Singkatan

1) Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan

atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal

kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.

Contoh: DPR, PGRI, PT, KTP

Kesalahan umum

DIP (Daftar Isian Proyek)

SPK (Surat Perjanjian Kerja)

GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara)

Yang dianjurkan yaitu keterangannya dahulu, kemudian diikuti

singkatannya.

Daftar Isian Proyek (DIP)

Surat Perintah Kerja (SPK), dst.

2) Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda

titik.

Contoh: dsb., sdr., Yth.

3) Singkatan umum yang terdiri atas dua huruf, setiap hurufnya diikuti

dengan titik.

Contoh: a.n., d.a., u.b.

28
4) Akronim nama diri dan berupa gabungan suku kata atau gabungan

huruf dan suku kata dari deret kata diawali huruf kapital.

Contoh: Bappenas Kowani

Sespa Sepeda

5) Akronim yang bukan nama diri dan berupa gabungan huruf, suku kata,

atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata, seluruhnya ditulis

dengan huruf kecil.

Contoh: pemilu rapim

rudal tilang

9. Penggunaan Kata dan Istilah

a. Penggunaan Istilah Asing

Penggunaan istilah dari bahasa asing dalam surat resmi sedapat

mungkin dihindari dan gunakan istilah dalam bahasa Indonesia.

Kata Asing Kata Indonesia

Po Box Kotak Pos

monitor pantau

sparepart suku cadang

joint venture usaha patungan

flexibel fleksibel (lentur)

ranking peringkat

work shop loka karya

input masukan

29
b. Penggunaan Ungkapan Idiomatik

Ungkapan idiomatik merupakan ungkapan yang sudah senyawa. Oleh

karena itu di dalam pemakaian ungkapan tersebut tidak boleh diubah. Yang

termasuk ungkapan idiomatik antara lain:

sesuai dengan berhubung dengan

bertemu dengan bertalian dengan

sehubung dengan sejalan dengan

bersama dengan seirama dengan

berbicara tentang berdiskusi tentang

berkenaan dengan terbuat dari

terdir atas tidak berbeda dengan

disebabkan oleh luput dari

10. Penggunaan Kalimat

Kalimat-kalimat yang digunakan dalam surat resmi, baik untuk dinas

pemerintah maupun swasta hendaknya berupa kalimat efektif. Kalimat

ringkas, sesuai dengan kaidah bahasa, dan mudah dipahami. Unsur subjek

dan predikat harus dimiliki, kalimatnya tidak bertele-tele, dan bukan

merupakan kalimat rancu. Urutan pengungkapannya harus runtut;

hubungan antara alinea pembuka, alinea isi, dan alinea penutup hendaknya

serasi sehingga mudah dipahami.

a. Penggunaan kata sapaan hendaknya konsisten

Jika pada awal surat sudah menggunakan sebutan Bapak, Saudara,

atau Tuan, maka untuk sebutan-sebutan berikutnya juga harus sama.


30
1) Sesuai dengan surat Saudara No. 23/XI/1994 tanggal 22 November
1994, dengan ini kami beri tahukan bahwa semua barang yang Bapak
pesan ada dalam persediaan.

Kalimat 1) tidak konsisten dalam menggunakan sebutan, karena itu

salah satu kata sapaan harus disesuaikan. Kalimat tersebut dapat diubah

menjadi:

1a) Sesuai dengan surat Saudara No. 23/XI/1994 tanggal 22


November 1994, dengan ini kami beri tahukan bahwa semua
barang yang Saudara pesan ada dalam persediaan.

1b) Sesuai dengan surat Saudara No. 23/XI/1994 tanggal 22


November 1994, dengan ini kami diberitahukan bahwa semua
barang yang dipesan ada dalam persediaan.

---000---

31

Anda mungkin juga menyukai