Anda di halaman 1dari 64

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU PERSONAL


KEBERSIHAN GENITALIA TERHADAP KEJADIAN
KEPUTIHAN PADA SISWI MAN 3 SUMBAWA

Disusun Oleh :
Eni Katari
IPA20003B

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES GRIYA HUSADA SUMBAWA
2021

i
ii
HALAMAN PERSETUJUAN

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU PERSONAL


KEBERSIHAN GENITALIA TERHADAP KEJADIAN
KEPUTIHAN PADA SISWI MAN 3 SUMBAWA

Disusun Oleh :

Eni Katari
IPA20003B

Telah disetujui untuk dilakukan seminar proposal

Pada tanggal …………………..

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

(Evi Gustia Kesuma, S.Kep.,Ners.,M.Kes) (Iga Maliga, S.Pd.,M.IL)


NIK.199408082019085 NIK.199008072017051

i
2

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa dimana seorang anak akan tumbuh dan
berkembang menjadi remaja, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai
persiapan memasuki masa dewasa. Perkembangan ini akan tampak terlihat
berbagai macam bentuk perubahan, baik perubahan fisik maupun psikologis.
Perubahan fisik yang cepat termasuk didalamnya pertumbuhan organ-organ
reproduksi (organ seksual) untuk mencapai kematangan yang ditunjukkan dengan
kemampuan melaksanakan fungsi reproduksi. Periode untuk masa remaja ini
berkisar 10 – 19 tahun. Hal ini didefinisikan sebagai masa transisi (maturitas,
hubungan, sekolah, dan kemampuan) untuk dewasa. Remaja pada masa kini
diharapkan untuk mulai memperhatikan kebersihan diri (personal hygiene)
terutama kesehatan reproduksi (Eslami, 2015).
Berdasarkan hasil sensus penduduk 2020, diketahui bahwa jumlah
penduduk Indonesia tahun 2020 mencapai 270.203.917 jiwa (per September
2020), dan remaja usia 15 – 19 tahun sebanyak 11.809.104 jiwa. Kemudian
menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sumbawa pada tahun 2019
jumlah remaja sebesar 16.162 jiwa yang tersebar di 24 Kecamatan di Kabupaten
Sumbawa.
Salah satu masalah kesehatan reproduksi remaja putri yang berisiko adalah
keputihan. Keputihan adalah keluarnya cairan selain darah dari liang vagina di
luar kebiasaan, baik berbau ataupun tidak disertai rasa gatal yang dapat terjadi
secara normal (fisiologis) maupun abnormal (patologis) (Kusmiran 2012).
Terdapat dua jenis keputihan, keputihan normal dan tidak normal. Keputihan
tidak normal biasanya berwarna kuning, hijau, atau keabu-abuan, berbau amis
atau busuk, jumlahnya banyak dan disertai gatal dan rasa panas atau nyeri pada
daerah vagina (Kissanti, 2012). Sekitar 90% wanita di Indonesia, mengalami
keputihan karena negara indonesia adalah daerah yang beriklim tropis, sehingga
3

jamur mudah tumbuh dan berkembang sehingga mengakibatkan banyak


terjadinya keputihan pada wanita di Indonesia (Badaryati, 2012).
Masalah keputihan sering muncul di negara - negara berkembang seperti
Indonesia. Berdasarkan data penelitian kesehatan reproduksi wanita didapatkan
75% wanita di dunia pernah mengalami keputihan setidaknya satu kali dalam
hidupnya. Angka kejadian keputihan di Eropa hanya 25%, sedangkan di
Indonesia sendiri didapatkan 50% wanita mengalami keputihan (Pradnyandari et
al, 2019). Angka kejadian keputihan di Indonesia terus meningkat tiap tahunnya
hingga mencapai 70%. Semua wanita dengan segala umur dapat mengalami
keputihan.
Berdasarkan data penelitian tentang kesehatan reproduksi wanita
menunjukkan 75% wanita di dunia pasti menderita keputihan, paling tidak sekali
dalam hidupnya. Sedangkan wanita Indonesia sendiri 75% pasti mengalami
keputihan minimal satu kali dalam hidupnya. Lebih dari 70% wanita Indonesia
mengalami keputihan yang disebabkan oleh jamur dan parasit seperti cacing
kremi atau protozoa (Trichomonas vaginalis). Angka ini berbeda tajam dengan
Eropa yang hanya 25% saja karena cuaca di Indonesia yang lembab sehingga
mudah terinfeksi jamur Candida albicans yang merupakan salah satu penyebab
keputihan (Febiliawanti, 2012).
Sebanyak 75% wanita di Indonesia pernah mengalami keputihan minimal
satu kali dalam hidupnya dan 45% di antaranya mengalami keputihan sebanyak
dua kali atau lebih (Permatasari M dkk, 2012). Sebanyak 75% perempuan
termasuk di dalamnya remaja putri di seluruh dunia minimal pernah mengalami
keputihan satu kali dalam hidupnya. Sedangkan di Indonesia ada sekitar 70%
remaja putri mengalami masalah keputihan. Keputihan yang terjadi pada remaja
putri tersebut kebanyakan disebabkan oleh masih minimnya kesadaran untuk
menjaga kesehatan terutama dalam kebersihan organ genetalia (Hariana R, dkk,
2013).
4

Keputihan (white discharge, fluor albus, atau leucorhea) adalah nama


gejala yang diberikan kepada cairan yang dikeluarkan dari alat genital yang tidak
berupa darah. Keputihan ada yang normal dan ada yang tidak normal. Dalam
keadaan normal, vagina akan menghasilkan cairan yang berwarna putih, tidak
berbau dan dalam jumlah yang tidak berlebihan, cairan ini berperan sebagai
sesuatu sistem perlindungan dimana keputihan dapat mengurangkan gesekan
antara dinding vagina ketika berjalan maupun ketika melakukan hubungan
seksual. Wanita tidak seharusnya bimbang dengan masalah ini, keputihan yang
normal berlaku beberapa hari sebelum datang haid, peningkatan libido ketika
hamil atau selepas Menopause (Sari, 2012).
Pada dasarnya keputihan merupakan hal yang normal terjadi pada setiap
wanita, terutama yang sudah memasuki usia subur. Keputihan normal ini
umumnya tidak disertai keluhan lain yang mengganggu. Meski demikian,
waspadai jika terjadi perubahan warna dan berbau tidak sedap, karena bisa jadi
hal ini merupakan pertanda keputihan yang berbahaya. Keputihan yang tidak
normal bisa merupakan gejala penyakit, mulai dari infeksi jamur hingga kanker
serviks. Wanita yang mengalami keputihan tidak normal merupakan indikasi dari
berbagai penyakit seperti vaginitis, kandidiasis, dan trikomoniasis yang
merupakan salah satu dari gejala Penyakit Menular Seksual (PMS) (Marhaeni,
2016).
Guna mencegah terjadinya penyakit yang disebabkan oleh keputihan yang
tidak normal tersebut, maka sudah seharusnya para remaja mendapatkan
pendampingan. Remaja perlu pendampingan agar tidak menerima informasi yang
salah, selain itu remaja yang sedang berada pada masa sulit, tidak pasti, dan
cenderung labil akan mudah terpengaruh informasi global melalui visual yang
semakin mudah diakses namum minim informasi kesehatan reproduksi,
keterbatasan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, orangtua juga dapat
menjadi pencetus perilaku tidak sehat pada remaja. Globalisasi informasi
membawa dampak yang besar sehingga mendorong remaja untuk mencari
5

informasi megenai kesehatan reproduksi yang diperoleh remaja dari berbagai


sumber diantaranya orangtua, sekolah, dan media informasi, termasuk teman
sebaya (Irawati, 2013). Keputihan yang terjadi pada remaja putri tersebut
kebanyakan disebabkan oleh masih minimnya kesadaran untuk menjaga
kesehatan terutama dalam kebersihan organ genetalia (Hariana R, dkk, 2013).
Pengetahuan seseorang terhadap suatu objek dapat memiliki tingkat
persepsi yang berbeda-beda (Pradnyandari, 2019). Hal tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu faktor usia, pendidikan, dan lingkungan. Remaja umumnya
tidak memiliki cukup informasi mengenai kesehatan reproduksi dan memiliki
kesalahan persepsi mengenai kesehatan reproduksi. Sedangkan perilaku adalah
suatu kegiatan atau aktifitas yang dipengaruhi oleh perhatian, pengamatan,
pikiran, ingatan, dan fantasi. Penerimaan perilaku baru disadari oleh pengetahuan,
kesadaran, dan sikap yang positif. Perilaku juga didefinisikan sebagai respon atau
reaksi seseorang terhadap stimulus. Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa
pembentukan perilaku dapat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor
mempermudah (sikap, pengetahuan, konsep diri, nilai dan informasi), faktor
pendukung (sarana, prasarana, keahlian dan ketrampilan), dan faktor pendorong
(perilaku dan sikap dari orang lain atau lingkungan sekitarnya).
Minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh remaja dapat disebabkan oleh
kurangnya ketersediaan akses untuk mendapatkan informasi mengenai kesehatan
reproduksi. Hal ini menjadi pencetus semakin banyaknya kejadian keputihan pada
remaja. Terbukti dari banyaknya penelitian yang menyatakan rendahnya tingkat
pengetahuan menjaga kebersihan organ genitalia pada remaja putri (Pradnyandari,
2019). Secara tidak langsung perilaku menjadi faktor yang berhubungan dengan
kejadian keputihan pada remaja. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Tranggono pada tahun 2017 dimana didapatkan ada hubungan perilaku
vaginal hygiene dalam pencegahan keputihan. Sehingga, faktor pengetahuan dan
perilaku menjadi faktor yang diteliti dalam penelitian ini untuk mengetahui
hubungan keduanya dengan kejadian keputihan pada remaja.
6

Gambaran penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penelitian oleh


Risna (2013) menyatakan 60,7% dari 80 responden mengalami keputihan karena
perilaku remaja dalam memakai pembersih vagina. Penelitian Hilda (2012)
menunjukkan bahwa remaja yang mempunyai pengetahuan tentang pemeliharaan
organ reproduksi yang tidak baik akan mengalami keputihan sebanyak 52 orang
(88,1%), lebih tinggi dari pada responden yang memiliki pengetahuan baik
tentang pemeliharaan organ reproduksi dan tidak mengalami keputihan sebanyak
7 orang (11,9%). Penelitian Olfa (2015) menunjukan terdapat hubungan antara
perilaku menjaga kebersihan personal hygiene dengan kejadian keputihan
patologis dengan nilai p=0,002.
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Sumbawa dipilih menjadi lokasi
penelitian karena jumlah siswa yang bersekolah disini cukup banyak yaitu Jumlah
siswa di MAN 3 Sumbawa sebanyak 209 siswa yang terdiri dari 100 siswa laki-
laki dan 109 siswi perempuan kemudian terbagi kedalam 3 kelas, kelas X
berjumlah 66, kelas XI berjumlah 78 siswa, dan kelas XII berjumlah 65 siswa.
Sehingga ini akan cukup merepresentasikan jumlah remaja di Kecamatan
Empang. Selain itu, data yang didapatkan dari Puskesmas Kecamatan Empang
bahwa rata-rata remaja yang terdata yaitu 18 orang pada bulan Juni 2020 yang
memiliki kunjungan ke Puskesmas Kecamatan Empang dengan Keluhan
keputihan merupakan siswa MAN 3 Sumbawa. Hal ini mungkin hanya sebagian
kecil yang memberanikan diri untuk melakukan pemeriksaan ke pelayanan
kesehatan tentu saja dengan berbagai macam alasan seperti kurangnya
pengetahuan, rasa malu, hingga takut dicemooh oleh teman dan lingkungannya
apabila melakukan kunjungan mengenai kesehatan reproduksi.
Berdasarkan wawancara awal sebagai studi pendahuluan di lapangan, hasil
wawancara dengan 9 siswi MAN 3 Sumbawa pada bulan Juli 2021, didapatkan
hasil 5 dari 9 siswi mengeluh mengalami keputihan yang menyebabkan rasa tidak
nyaman. Artinya lebih dari 50% dari responden wawancara awal mengeluhkan
adanya gejala keputihan. Ketika ditanya lebih lanjut terkait dengan pengetahuan
7

awal (apersepsi) terkait dengan pengetahuan tentang keputihan, responden


cenderung tidak tahu dan mengabaikan gejala keputihan tanpa mampu
membedakan keputihan normal dan keputihan yang berbahaya.
Berdasarkan uraian teori dan fenomena diatas penulis merasa perlu untuk
meneliti hubungan pengetahuan dan perilaku personal kebersihan genitalia
terhadap kejadian keputihan pada siswi MAN 3 Sumbawa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan
“Apakah ada Hubungan Pengetahuan dan perilaku personal kebersihan genitalia
terhadap kejadian keputihan pada siswi MAN 3 Sumbawa”?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui Hubungan Pengetahuan dan perilaku personal kebersihan
genitalia terhadap kejadian keputihan pada siswi MAN 3 Sumbawa.
2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik responden pada penelitian hubungan


pengetahuan dan perilaku personal kebersihan genitalia terhadap
kejadian keputihan pada siswi MAN 3 Sumbawa.

b. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan responden pada penelitian


hubungan pengetahuan dan perilaku personal kebersihan genitalia
terhadap kejadian keputihan pada siswi MAN 3 Sumbawa.

c. Mengidentifikasi tingkat perilaku responden pada penelitian hubungan


pengetahuan dan perilaku personal kebersihan genitalia terhadap
kejadian keputihan pada siswi MAN 3 Sumbawa.
8

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Dapat menambah pengetahuan tentang ilmu keperawatan terutama di
bidang keperawatan keperawatan maternitas sebagai cabang ilmu
keperawatan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman bagi
peneliti di bidang keperawatan maternitas dalam meneliti secara langsung
di lapangan.
b. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan upaya untuk
meningkatkan penyuluhan berbagai macam hal berkaitan dengan masalah
kesehatan reproduksi khususnya disekolah-sekolah menengah atas.
c. Bagi Responden
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada
responden tentang kesehatan reproduksi remaja sehingga responden
mengetahui dan memahami pengertian kesehatan reproduksi remaja dan
perubahan yang dialami pada masa remaja.
d. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan
dan referensi dalam proses belajar mengajar dan dapat meningkatkan
kualitas pendidikan bagi mahasiswa-mahasiswi Prodi S1 Keperawatan
STIKES Griya Husada Sumbawa.
9

E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Nama Peneliti, Tahun,
No Tujuan Metodologi Perbedaan
Judul
1 Annisa Nur Hayati dkk. Untuk Cross - Karakteristik
2013. “Hubungan mengetahui Sectional Responden
Pengetahuan, sikap, dan Hubungan dengan - Variabel
perilaku vaginal hygiene Pengetahuan, menggunakan Penelitian
terhadap kejadian sikap, dan simple - Jenis
keputihan patologis perilaku vaginal random Penelitian
pada remaja putri usia hygiene sampling - Jumlah
13-17 tahun di Dearah terhadap dengan populasi dan
pondok cabe ilir” kejadian analisis data sampel
keputihan uji chi square. penelitian
patologis pada
remaja putri
usia 13-17
tahun di Dearah
pondok cabe
ilir.
2 Olfa Ari Purnama. 2015. Untuk Cross - Jumlah
“Hubungan mengetahui Sectional Populasi dan
Pengetahuan, Sikap, Hubungan Sampel
Perilaku Personal Pengetahuan, - Desain
hygiene dengan Sikap, Perilaku Penelitian
Kejadian keputihan Personal - Karakteristik
Patologis pada Remaja hygiene dengan Penelitian
Putri Kelas IX di MTSN Kejadian
Wonokromo Bantul”. keputihan
10

Patologis pada
Remaja Putri
Kelas IX di
MTSN
Wonokromo
Bantul.
3 Hilda Rukmawati Untuk Cross - Variabel
Fitrianingsih. 2012. mengetahui Sectional penelitian
“Hubungan Tingkat Tingkat - Populasi dan
Pengetahuan, sikap, Pengetahuan, sampel
Perilaku Organ sikap, Perilaku penelitian
Reproduksi dengan Organ - Desain
Resiko Kejadian Reproduksi penelitian
Keputihan pada Siswi dengan Resiko - Teknik
Kelas X SMA Negeri 1 Kejadian analisis data
Wonosari Kabupaten Keputihan pada
Klaten”. Siswi Kelas X
SMA Negeri
Wonosari
Kabupaten
Klaten.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
11

A. Dasar Teori
1. Tinjauan Pengetahuan
a. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan panca indranya dan berbeda dengan kepercayaan (beliefes),
takhayul (superstition), dan penerangan-penerangan yang keliru
(misinformation). Pengetahuan sangat berpengaruh terhadap terbentuknya
sikap seseorang karena ternyata sikap yang didasari oleh pengetahuan
lebih baik daripada sikap yang tidak didasari oleh pengetahuan (Martilova,
2020).
Pengetahuan (Knowledge) juga diartikan sebagai hasil
penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui
indra yang dimilikinya (mata, hidung dan sebagainya), dengan sendirinya
pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan. Hal
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap
objek (EB Barus, 2011).
Pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa keingintahuan melalui
proses sensoris, terutama pada mata dan telinga terhadap objek tertentu.
Pengetahuan merupakan domain yang penting dalam terbentuknya
perilaku terbuka atau open behavior (Donsu, 2017). Pengetahuan atau
knowledge adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap suatu objek melalui pancaindra yang dimilikinya. Panca indra
manusia guna penginderaan terhadap objek yakni penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Pada waktu penginderaan
untuk menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas
perhatiandan persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang sebagian
besar diperoleh melalui indra pendengaran dan indra penglihatan
(Notoatmodjo, 2014).
12

Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal dan sangat


erat hubungannya. Diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka akan
semakin luas pengetahuannya. Tetapi orang yang berpendidikan rendah
tidak mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak
mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, tetapi juga dapat diperoleh
dari pendidikan non formal. Pengetahuan akan suatu objek mengandung
dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini akan
menentukan sikap seseorang. Semakin banyak aspek positif dan objek
yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap semakin positif terhadap
objek tertentu (Notoatmojo, 2014).
b. Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif menurut
Notoatmodjo (2012) mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai recall atau memanggil memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu yang spesifik dan seluruh
bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu
disisni merupakan tingkatan yang paling rendah. Kata kerja yang
digunakan untuk mengukur orang yang tahu tentang apa yang
dipelajari yaitu dapat menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi,
menyatakan dan sebagainya.
2) Memahami (Comprehension).
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut,
juga tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus
dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui
tersebut.

3) Aplikasi (Application)
13

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan


materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real
(sebenarnya).
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (Synthesis)
Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk
menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Misalnya, mahasiswi dapat
membedakan antara keputihan yang normal dan tidak normal serta
melakukan pencegahan terhadap keputihan.
c. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Mubarak (2011), ada tujuh faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang, yaitu :
1) Tingkat pendidikan
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan seseorang agar dapat memahami suatu
hal. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi
pendidikan seseorang, semakin mudah orang tersebut menerima
informasi. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan
dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang
tersebut akan semakin luas pengetahuannya.
2) Pekerjaan
14

Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang harus dilakukan terutama untuk


memenuhi kebutuhan setiap hari. Lingkungan pekerjaan dapat
membuat seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya, seseorang yang
bekerja sebagai tenaga medis akan lebih mengerti mengenai penyakit
dan pengelolaanya daripada non tenaga medis.
3) Umur
Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Dengan bertambahnya umur individu, daya tangkap dan pola pikir
seseorang akan lebih berkembang, sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik.
4) Minat
Minat merupakan suatu keinginan yang tinggi terhadap sesuatu hal.
Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni, sehingga
seseorang memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
5) Pengalaman
Pengalaman merupakan suatu kejadian yang dialami seseorang pada
masa lalu. Pada umumnya semakin banyak pengalaman seseorang,
semakin bertambah pengetahuan yang didapatkan. Dalam hal ini,
pengetahuan ibu dari anak yang pernah atau bahkan sering mengalami
diare seharusnya lebih tinggi daripada pengetahuan ibu dari anak yang
belum pernah mengalami diare sebelumnya.
6) Lingkungan
Lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar individu,
baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan
berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam
individu yang berada didalam lingkungan tersebut. Contohnya, apabila
suatu wilayah mempunyai sikap menjaga kebersihan lingkungan,
15

maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap


menjaga kebersihan lingkungan.
7) Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan
mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Pada umumnya semakin
mudah memperoleh informasi semakin cepat seeorang memperoleh
pengetahuan yang baru.
d. Proses Perilaku Tahu
Menurut Rogers yang dikutip oleh Notoatmodjo (dalam Donsu,
2017) mengungkapkan proses adopsi perilaku yakni sebelum seseorang
mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi beberapa
proses, diantaranya :
1) Awareness ataupun kesadaran yakni apda tahap ini individu sudah
menyadari ada stimulus atau rangsangan yang datang padanya.
2) Interest atau merasa tertarik yakni individu mulai tertarik pada
stimulus tersebut.
3) Evaluation atau menimbang-nimbang dimana individu akan
mempertimbangkan baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
Inilah yang menyebabkan sikap individu menjadi lebih baik.
4) Trial atau percobaanyaitu dimana individu mulai mencoba perilaku
baru .
5) Adaption atau pengangkatan yaitu individu telah memiliki perilaku
baru sesuai dengan penegtahuan,, sikap dan kesadarannya terhadap
stimulus.
e. Kriteria Tingkat Pengetahuan
Menurut Nursalam (2016) pengetahuan seseorang dapat
diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
1) Pengetahuan Baik : 76 % - 100 %
2) Pengetahuan Cukup : 56 % - 75 %
16

3) Pengetahuan Kurang : < 56 %


2. Tinjauan Perilaku
a. Definisi Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam
pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud
dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku
merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal
dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa
tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan
tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat di
rumuskan sebagai bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan
lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap
tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif
tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi. Beberapa ahli
membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu
pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah
knowledge, attitude, practice (Sembiring, 2013).
Perilaku adalah totalitas penghayatan dan aktifitas yang merupakan
hasil akhir jalinan yang saling mempengaruhi antara berbagai macam
gejala seperti perhatian, pengamatan pikiran, ingatan, dan fantasi.
Penerimaan perilaku baru disadari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap
yang positif. Perilaku ditinjau dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau
aktifitas organisme yang bersangkutan, sehingga dimaksud dengan
perilaku manusia pada hakekatnya adalah tindakan atau aktifitas dari
manusia itu sendiri, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak
dapat diamati oleh pihak luar dan mempunyai bentangan yang sangat luas,
antara lain: berjalan, berbicara, menangis, bekerja, dan sebagainya
(Notoatmodjo, S. 2010).
17

Perilaku personal kebersihan adalah suatu pemahaman, sikap dan


praktik yang dilakukan oleh seseorang untuk meningkatkan derajat
kesehatan, memelihara kebersihan diri, meningkatkan rasa percaya diri,
dan mencegah timbulnya penyakit. Perilaku personal Kebersihan
merupakan pemeliharaan kebersihan dan kesehatan individu yang
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari sehingga terhindar dari gangguan
alat reproduksi dan mendapatkan kesejahteraan fisik dan psikis serta
meningkatkan derajat kesehatan (Sandriana, 2014).
Menjaga kesehatan berawal dari menjaga kebersihan. Hal ini juga
berlaku bagi kesehatan organ-organ seksual. Cara memelihara organ intim
tanpa kuman dilakukan sehari-hari dimulai bangun tidur dan mandi pagi.
Alat reproduksi dapat terkena sejenis jamur atau kutu yang dapat
menyebabkan rasa gatal atau tidak nyaman apabila tidak dirawat
kebersihannya. Mencuci vagina dengan air kotor, pemeriksaan dalam yang
tidak benar, penggunaan pembilas vagina yang berlebihan, pemeriksaan
yang tidak higienis, dan adanya benda asing dalam vagina dapat
menyebabkan keputihan yang abnormal. Keputihan juga bisa timbul
karena pengobatan abnormal, celana yang tidak menyerap keringat, dan
penyakit menular seksual (Eni, 2011).
b. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku
Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku dibagi menjadi 2, yaitu :
1) Faktor Internal
Karakteristik, orang yang bersangkutan bersifat bawaan, misalnya
tingkat pendidikan, tingkat emosional, konsep diri, dan sebagainya.
2) Faktor Eksternal
Lingkungan, baik lingkungan social, budaya, ekonomi dan
sebagainya. Factor lingkungan ini merupakan faktor yang dominan
membentuk perilaku seseorang dalam menjaga genitalia eksterna
hygiene, karena seseorang akan cenderung menyesuaikan dan
18

mengikuti perilaku hygiene sesuai dengan kebiasaan yang ada dalam


lingkungannya (Notoatmodjo, S. 2010).
Terdapat 3 faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan perilaku, yaitu:
1) Faktor yang mempermudah (predisposing factor)
Faktor utama yang mempengaruhi perilaku adalah sikap, pengetahuan,
konsep diri, kepercayaan, nilai, dan informasi.Selain itu factor seperti
demografi misalnya status ekonomi, keluarga juga mempengaruhi
perubahan perilaku.
2) Faktor pendukung
Faktor ini menentukan keinginan terlaksana seperti sarana, prasarana,
keahlian dan keterampilan.
3) Faktor pendukung
Faktor yang memperkuat perubahan perilaku genitalia eksterna
hygiene seorang dikarenakan adanya perilaku dan sikap orang lain
seperti guru, keluarga, teman sebaya, dan lingkungan sekitar lainnya
(Notoatmodjo, S. 2010).
c. Domain Perilaku
Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang
lingkup yang sangat luas. Perilaku dibagi dalam tiga domain
yaitu terdiri dari domain kognitif, domain afektf, dan domain
psikomotor. Dalam perkembangan selanjutnya para ahli
pendidikan dan untuk pengukuran hasil, maka dari tiga domain
tersebut harus diukur melalui pengetahuan, sikap, dan tindakan
(Fitriani, 2011).
1) Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau
hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang
dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Secara
19

garis besar dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan yaitu:


a) Tahu (Know)
b) Memahami (Comprehension)
c) Aplikasi (Application)
d) Analisis (Analysis)
e) Sintesis (Synthesis)
f) Evaluasi (Evaluation)
2) Sikap (Attitude)
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap
stimulus atau objek tertentu, yang telah melibatkan faktor
pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang- tidak
senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).
Komponen sikap antara lain :
a) Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek
b) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek
c) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
3) Tindakan atau Praktik (Practice)
Praktik atau tindakan merupakan suatu sikap yang
secara otomatis belum terwujud dalam suatu tindakan untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata dierlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkkinkan
(Fitriani, 2011). Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan
yaitu:
a) Persepsi (perseption)
b) Respon terpimpin (guided response)
c) Mekanisme (mecanisme)
d) Adopsi (adoption)
20

d. Klasifikasi Perilaku
Seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus, dan membedakannya
dibagi 2 jenis :

1) Respondent respons atau reflexive


Yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan tertentu, misal
makanan lezat yang menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya
terlalu terang membuat mata tertutup. Pada kategori ini juga mencakup
reaksi emosional, misalnya mendengar berita duka maka menjadi
sedih atau menangis.
2) Operanat respons atau instrumental respons
Yaitu respon yang timbul dan berkembang lalu diikuti oleh stimulus
tertentu, misalnya seorang pekerja yang melakukan pekerjaannya
dengan baik lalu memperoleh penghargaan dari atasannya, maka
pekerja tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.

Ditinjau dari bentuk respon terhadap stimulusnya, maka perilaku


dapat dibedakan menjadi 2 bentuk, yaitu :

1) Perilaku terbuka (overt behavior)


Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata dan
dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain.
2) Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon terhadap stimulus dalam bentuk tertutup ini masih terbatas
perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi
pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain (Notoatmodjo, S. 2010).
21

e. Pembentukan Perilaku
Perilaku terbesar manusia ialah perilaku yang dibentuk
dan dipelajari yang sesuai dengan harapan (Maulana, 2010).
Perilaku manusia dibentuk menggunakan tiga cara yaitu:

1) Conditioning/Kebiasaan
Cara ini dikemukakan oleh beberapa ahli yaitu Pavlon,
Thorndike, dan Skinner mengenai teori belajar conditioning.
Dari pandangan ketiga ahli tersebut, membentuk perilaku
perlu adanya pembiasaan, pembiasaan perilaku yang sesuai
dengan harapan.
2) Pengertian (Insight)
Pembentukan perilaku selain menggunakan kebiasaan juga
dapat menggunakan pengertian. Menurut ahli psikologi
Gestalt, Kohler, Cara ini berdasarkan teori belajar secara
kognitif yang disertai oleh pengertian (insight). Menurut
Thorndike, dalam belajar yang dipentingkan ialah latihan.
3) Menggunakan Model
Pembentukan perilaku selain menggunakan kebiasaan,
pengertian, juga dapat menggunakna model atau contoh.
Bandura (1977) mengemukakan pada teori belajar social
(social learning theory) atau observation learning theory
bahwa pembentukan perilaku pada dasarnya dapat ditempuh
menggunaan model atau contoh.
f. Perilaku Merawat Organ Reproduksi
Menurut Kusmiran (2011) beberapa cara merawat organ reproduksi
remaja putri adalah sebagai berikut :
1) Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh daerah kewanitaan.
22

2) Hindari menggunakan sabun mandi pada alat kelamin karena dapat


menyebabkan kekeringan dan iritasi kulit atau gatal.
3) Gunakan pembersih kewanitaan yang menggunakan Ph balance 3,5
untuk menghindari iritasi.
4) Mengeringkan daerah di sekitar vagina sebelum berpakaian sebab jika
tidak dikeringkan kan menyebabkan celana dalam yang dipakai
menjadi basah dan lembab. Selain tidak nyaman dipakai, celana basah
dan lembab berpotensi mengundang bakteri dan jamur.
5) Tidak diperbolehkan menaburkan bedak pada vagina dan daerah di
sekitarnya, karena kemungkinan bedak tersebut akan menggumpal di
sela-sela lipatan vagina yang sulit terjangkau tangan untuk dibersihkan
dan akan mengundang kuman.
6) Disediakan celana dalam ganti di dalam tas kemanapun pergi, hal ini
menghindari kemungkinan celana dalam kita basah. Pakailah celana
dalam dari bahan katun karena dapat menyerap keringat dengan
sempurna.
7) Menghindari pemakaian celana dalam dari satin ataupun bahan sintetik
lainnya karena menyebabkan organ intim menjadi panas dan lembab.
8) Membersihkan vagina dengan air sebaiknya dilakukan dengan
menggunakan shower toilet. Semprotlah permukaan luar vagina
dengan pelan dan menggosoknya dengan tangan.
9) Gantilah celana dalam sekurang-kurangnya dua sampai tiga kali sehari.
10) Penggunaan pantyliner sebaiknya digunakan antara dua sampai tiga
jam. Penggunaan pantyliner setiap hari ternyata justru dapat
mengakibatkan infeksi bakteri, jamur, serta jerawat atau bisul pada
daerah genetalia. Ini terjadi karena pantyliner membuat daerah
kewanitaan makin lembab. Meskipun lapisan atas pantyiner memiliki
daya serap untuk menjaga higienitas daerah kewanitaan, akan tetapi
bagian dasar dari pantyliner ini terbuat dari plastik, sehingga kulit
23

tidak bisa bernafas lega karena kurangnya sirkulasi udara. Jadi


sebaiknya jangan menggunakan pantyliner terlalu sering.
11) Sebaiknya tidak menggunakan celana ketat, berbahan nilon, jeans dan
kulit.
12) Saat cebok setelah BAB atau BAK, bilas dari arah depan ke belakang.
Hal ini untuk menghindari terbawanya kuman dari anus ke vagina.
13) Memotong atau mencukur rambut kemaluan sebelum panjang secara
teratur.
14) Memakai handuk khusus untuk mengeringkan daerah kemaluan.
15) Apabila kita menggunakan WC umum, sebaiknya sebelu duduk siram
dulu WC tersebut (di-flishing) terlebih dahulu baru kemudian kita
gunakan.
16) Jangan garuk organ intim segatal apa pun. Membilas dengan air hangat
juga tidak disarankan mengingat cara itu justru bisa membuat kulit di
sekitar Mrs. V bertambah merah dan membuat rasa gatal semakin
menjadi-jadi. Lebih baik kompres vagina dengan air es sehingga
pembuluh darah di wilayah organ intim tersebut menciut, warna
merahnya berkurang, dan rasa gatal menghilang. Alternatif lain, basuh
vagina dengan rebusan air sirih yang sudah didinginkan. Atau gunakan
PK yang dicampur dengan air dingin. Takarannya 1 sendok the untuk
air satu ember ukuran sedang. Penggunaan PK dengan dosis tidak tepat
bisa membakar kulit dan membuatnya kering berwarna kecoklatan.
17) Bersihkan vagina setiap buang air kecil (BAK) dan buang air besar
(BAB). Air yang digunakan untuk membasuh harus bersih, yakni air
mengalir yang langsung dari keran. Penelitian menguak air dalam bak /
ember di toilet-toilet umum mengandung 70% jamur candida albicans.
Sedangkan air yang mengalir dari keran di toilet umum mengandung
kurang lebih 10-20% jenis jamur yang sama. Kebersihan vagina juga
berkaitan erat dengan trik pembasuhannya. Yang benar adalah dari
24

arah depan (vagina) ke belakang (anus) dan bukan dari anus ke arah
vagina. Cara yang disebut terakhir itu hanya akan membuat bakteri
yang bersarang di daerah anus masuk ke liang vagina dan
mengakibatkan gatal-gatal. Setelah dibasuh, keringkan Mrs. V dengan
handuk lembut agar tidak basah.
18) Sebaiknya pilih pembalut yang berbahan lembut, dapat menyerap
dengan baik, tidak mengandung bahan yang membuat alergi (misalnya
parfum atau gel), dan merekat dengan baik pada pakaian dalam.
19) Tidak memasukkan benda asing ke dalam vagina
20) Menggunakan celana dalam yang menyerap keringat
21) Tidak menggunakan celana yang terlalu ketat
22) Pemakaian pembilas vagina secukupnya, tidak berlebihan.
g. Perilaku Pencegahan Keputihan
Penatalaksanaan pada keputihan menurut Kusmiran, 2012 tergantung
pada jenis kuman penyebab infeksi seperti jamur, parasit, atau bakteri.
Selain itu untuk mencegah keputihan patologis atau keputihan yang
berulang dianjurkan setiap perempuan termasuk remaja melaksanakan
perilaku sehat untuk menjaga kebersihan dan kesehatan intim yaitu
dengan cara :
1) Pola hidup sehat meliputi diet seimbang, istirahat cukup, hindari
rokok dan alkohol, olahraga teratur serta hindari stress yang
berkepanjangan.
2) Gunakan pakaian dalam yang berbahan katun
3) Mengganti pakaian dalam minimal 2x dalam sehari
4) Hindari penggunaan celana ketat
5) Mengganti pembalut, atau panty liner pada waktunya untuk
mencegah tumbuhnya bakteri. Ini semua untuk mejaga kebersihan
daerah vagina dan agar selalu tetap kering.
25

6) Membasuh vagina dengan cara yang benar yaitu dari depan


(vagina) ke belakang (anus) tiap kali buang air.
7) Tidak menggunakan cairan pembersih vagina, karena dapat
mematikan flora normal vagina.
8) Untuk mencegah iritasi pada vagina, hindari penggunaan bedak,
sabun, atau tisu dengan pewangi pada daerah vagina.
9) Jangan membiasakan meminjam barang yang memudahkan
penularan seperti alat-alat mandi dan sebagainya. Dan berhati-hati
bila menggunakan WC umum terutama untuk kloset duduk,
hindari duduk di atas kloset atau mengelapnya terlebih dahulu.
10) Tidak membiasakan mengkonsumsi jamu-jamuan untuk mengatasi
keputihan, konsultasikan terlebih dahulu ke dokter.
3. Tinjauan Konsep Dasar dan Perawatan Organ Reproduksi Wanita
a. Anatomi Fisiologi Organ Reproduksi Wanita
26

Gambar 2.1 Genitalia Externa Feminina (Netter, 2013)


1) Organ Eksterna Menurut Evelyn (2010)
a) Mons veneris adalah sebuah bantalan lemak yang teletak di depan
simpisis pubis. Daerah ini ditutupi bulu pada masa pubertas.
b) Labia mayora (bibir besar) adalah dua lipatan tebal yang
membentuk sisi vulva, dan terdiri atas kulit dan lemak, dan
jaringan otot polos, pembuluh darah dan serabut saraf. Labia
mayora panjngnya kira-kira 7,5 cm.
c) Nimfae/ labia minora adalah dua lipatan kecil dari klit diantara
bagia atas
labia mayora. Labianya mengandung jaringan erektil.
d) Klitoris (kelentit) adalah sebuah jaringan erektil kecil yang serupa
dengan penis laki-laki. Letaknya anterior dalam vestibula.
e) Vestibula disetiap sisi dibatasi lipatan labia dan bersambung
dengan vagina. Uretra juga termasuk dalam vestibula didepan
vagina, tepat dibelakang klistoris.
f) Kelenjar vestibularis mayor (Bartholini) terletak tepat dibelakang
labia mayora disetiap sisi. Kelenjar ini mengeluarkan lendir dan
salurannya keluar antara himen dan labia minora.
g) Himen adalah diafragma dari membran tipis, ditengahnya
berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar.
Letaknya dimulut vagina dan dengan demikian memisahkan
genetalia eksterna dan interna.
h) Vagina adalah tabung berotot yang dilapisi membran dari jenis
epitelium bergaris yang khusus, dialiri pembuluh darah dan
serabut saraf secara berlimpah. Panjang vagina dari vestibula
sampai uterus. Dinding-dindingnya bersambung secara normal,
dan mengelilingi bagian bawah servis uteri , dan disebelah
belakang naik lebih tinggi dari yang didepan.
27

2) Organ Interna Menurut Evelyn (2010)


a) Uterus (rahim) adalah organ yang tebal, berotot, yang berbentuk
buah pir, terletak didalam pelvis, antara rektum dibelakang dan
kandung kencing di depan. Ototnya disebut miometrium dan
selaput lendir yang melapisi sebelah dalamnya disebut
endometrium. Peritonium menutupi sebagian besar (tidak
seluruhnya) permukaan luar uterus.
b) Fundus adalah bagian cembung di atas muara tuba uterina
c) Badan uterus adalah bagian melebar dari fundus ke serviks,
sedangkan antara badan dan serviks trdapat ismus
d) Peritoneum melipat diantara badan uterus dan kandung kemih di
depannya, membentuk kantong utero vasikuler
e) Ovarium (indung telur) adalah kelenjar berbentuk biji buah kenari,
terletak dikanan dan kiri uterus, dibawah tuba uterina, dan terikat
di sebelah belakang oleh ligamentum latum uteri.
b. Konsep Dasar Vulva Higyene
Perempuan paling rentan pada kesehatan reproduksinya karena
bentuk organ reproduksi utama bersifat menerima atau dalam bentuk
lubang yang agak besar, sehingga pengaruh luar mudah masuk, baik
secara sengaja dengan hubungan seksual, maupun secara tidak sengaja
melalui media tertentu. Oleh karena itu,organ reproduksi perempuan
paling penting untuk diperhatikan (Maulana Mirza, 2009).
1) Pengertian Vulva Hygiene
Vulva hygiene atau perawatan organ genetalia eksterna merupakan
perawatan diri pada organ eksterna yang terdiri atas mons veneris
terletak didepan, labia mayora dua lipatan besar yang membentuk
vulva, labia minora dua lipatan kecil diantara atas labia mayora,
klistoris sebuah jaringan erektil yang serupa dengan penis laki-laki,
kemudian juga bagian yang terkait disekitar seperti uretra, vagina,
28

perineum, dan anus. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya


infeksi pada vulva dan menjaga kebersihan vagina (Hidayat, 2008).
2) Manfaat
Menurut Siswono (2011), perawatan vagina memiliki beberapa
manfaat antara lain :
a) Menjaga vagina dan daerah sekitarnya tetap bersih dan nyaman.
b) Mencegah munculnya keputihan, bau tidak sedap dan gatal-gatal.
c) Menjaga agar pH vagina tetap normal (3,5-4,5).
3) Tujuan
Menurut Siswono (2011) vulva hygiene ada beberapa tujuan antara
lain :
a) Menjaga kesehatan dan kebersihan vagina.
b) Memebersihkan bekas keringat dan bakteri yang ada disekitar
vulva diluar vagina.
c) Mempertahankan pH derajat keasaman vagina normal yaitu 3,5-
4,5.
d) Mencegah rangsangan tumbuhnya jamur, bakteri dan protozoa.
e) Mencegah timbulnya keputihan dan virus.
c. Kebersihan Genitalia
Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang
sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan
mempengaruhi kesehatan, kenyamanan, keamanan dan kesejahteraan.
Praktik hygiene seseorang di pengaruhi oleh factor pribadi, social dan
budaya. Hal-hal yang perlu diketahui, diperhatikan dan harus dilakukan
dalam memelihara kesehatan reproduksi wanita, yaitu :
1) Daerah kewanitaan perlu dijaga kebersihan untuk mencegah adanya
mikroorganisme pathogen penyebab keputihan. Area kewanitaan perlu
dibilas setiap setelah buang air, bukan hanya diseka dengan tissue.
Cara membilas area kewanitaan pun perlu diperhatikan. Area
29

kewanitaan dibilas dari arah depan ke belakang untuk menghindari


perpindahan bakteri dari anus ke vagina.
2) Penggunaan produk pembersih vagina tidak boleh digunakan secara
rutin dan berlebihan. Hal ini disebabkan karena pembersih tersebut
dapat menganggu keseimbangan flora normal yang ada di vagina yang
berfungsi melindungi vagina dari mikroorganisme pathogen dari luar.
3) Daerah kewanitaan harus selalu dalam keadaan kering. Setelah
melakukan buang air besar atau buang air kecil dan dibilas dengan air
dan diseka dengan tissue atau handuk bersih. Apabila daerah
kewanitaan dibiarkan basah, akan menciptakan lingkungan yang
lembab yang dapat memicu perkembangan mikroorganisme pathogen.
4) Celana luar dan celana dalam yang terlalu ketat sebaiknya tidak
digunakan selain karena friksinya yang dapat menyebabkan iritasi,
penggunaan celana luar dan celana dalam yang ketat juga dapat
meningkatkan kelembababn yang mendukung perkembangan bakteri
dan jamur pathogen. Celana dalam dan celana luar yang baik untuk
digunakan adalah celana yang berbahan katun dan diganti secara
teratur untuk menjaga kebersihan.
5) Saat menstruasi, pembalut yang sebaiknya digunakan adalah pembalut
yang tidak mengandung parfum. Selain itu, penggantian pembalut
dilakukan setiap 4 jam (Isroin, sulistyo. 2012).
d. Prosedur Langkah-langkah Melakukan Vulva Hygiene
Langkah-langkah melakukan vulva hygiene yang benar menurut
Kusmiran (2012) :
1) Mengganti celana dalam minimal dua kali sehari
2) Membersihkan kotoran yang keluar dari alat kelamin atau anus
dengan menggunakan air bersih atau kertas pembersih (tisu).
3) Gerakan cara membersihkan alat kelamin adalah dari arah vagina
kearah anus, untuk mencegah kotoran anus masuk ke vagina
30

4) Tidak menggunakan air kotor untuk membersihkan vagina


5) Dianjurkan untuk mencukur atau merapikan rambut kemaluan karena
bisa ditumbuhi jamur atau kutu yang dapat menimbulkan rasa gatal
dan tidak nyaman.
e. Efek Perawatan Yang Salah Pada Alat Reproduksi Eksternal
Bagaimana pun juga, perawatan pada organ reproduksi wanita
harus di lakukan secara benar. Jika perawatan yang anda lakukan tidak
benar, alih-alih mendapatkan sistem reproduksi yang sehat, efek
perawatan organ reproduksi eksterna yang salah antara lain (Andira,
2010):
1) Jika ada pembersih atau sabun berbahan daun sirih digunakan dalam
waktu lama, akan menyebabkan keseimbangan ekosistem terganggu.
2) Produk pembersih wanita yang mengandung bahan
povidoneiodine mempunyai efek samping dermatitis kontak sampai
reaksi elergi yang berat.
4. Tinjauan Keputihan
a. Definisi Keputihan
Keputihan atau yang biasa disebut flour alba adalah masalah
kesehatan area genitalia yang paling umum terjadi pada wanita. Keputihan
yang sering dialami wanita berupa fisiologi atau patologis. Menurut para
pakar seksologi, pada keputihan fisiologis cairan terkadang berupa muksus
yang mengandung banyak epitel dan leukosit cairan bening, tidak berbau
busuk dan tidak disertai rasa terbakar atau gatal pada area di bibir
kemaluan, sedangkan pada keputihan akibat patologis terdapat lebih
banyak leukosit, berbau busuk disertai rasa terbakar, serta dapat terjadi
perubahan warna (Dahron, 2012).
Keputihan merupakan kondisi yang sering dialami oleh wanita
sepanjang siklus kehidupannya mulai dari masa remaja, masa reproduksi
maupun masa menopause (Maryanti & Wuryani, 2019). Keputihan
31

dibedakan menjadi dua jenis yaitu keputihan normal atau fisiologis dan
abnormal atau patologis (Bagus & Aryana, 2019). Keputihan normal atau
fisiologis terjadi sesuai dengan siklus reproduksi wanita atau sesuai
dengan siklus tubuh wanita dengan jenis pengeluaran berwarna bening,
tidak berlebihan tidak berbau dan tidak menimbulkan rasa gatal atau perih.
Sedangkan keputihan yang patologis atau abnormal ditandai dengan
jumlah pengeluaran yang banyak, berwarna putih seperti susu basi, kuning
atau kehijauan, gatal, perih, dan disertai bau amis atau busuk. Warna
pengeluaran dari vagina akan berbeda sesuai dengan penyebab dari
keputihan. Penyebab keputihan abnormal yang tersering adalah bakteri,
jamur dan parasit (Marhaeni, 2016).
Keputihan adalah kondisi vagina saat mengeluarkan lendir atau
cairan menyerupai nanah yang disebabkan kuman. Terkadang keputihan
dapat menimbulkan rasa gatal, bau tidak enak dan berwarna (Bahari,
2012). Kebersihan genitalia yang kurang baik merupakan faktor risiko
yang dapat menyebabkan infeksi pada genitalia. Kejadian keputihan
sebagai salah satu gangguan kesehatan masih cukup tinggi berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan remaja tentang vulva hygiene (Mareta,
Budi, & Istiana, 2013).
Keputihan merupakan keluarnya cairan dari vagina secara
berlebihan. Keputihan dapat disebabkan oleh jamur dan parasit
(Trichomonas Vaginalis), pemakaian celana dalam yang tidak menyerap
keringat, penggunaan cairan pembersih vagina yang berlebihan, membilas
vagina dengan air yang kurang b ersih dan hubungan seksual pranikah
(Kusmiran, 2012).
Ada dua jenis keputihan yaitu keputihan normal (fisiologis) dan
tidak normal (patologi). Keputihan normal sering dianggap remeh oleh
sebagian wanita, hal ini dapat mengarah ke keputihan patologi. Keputihan
patologi apabila tidak segera ditangani dengan tepat akan menyebabkan
32

komplikasi atau berdampak pada penyakit yang serius. Dampak tersebut


adalah Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), Infeksi Menular Seksual (IMS),
candidiasis, gonorrhea, clamydia, kemandulan, hingga kanker serviks
(Shadine, 2012).
Keputihan abnormal dapat terjadi pada semua infeksi alat kelamin
(infeksi bibir kemaluan, liang sanggama, mulut rahim, rahim dan jaringan
penyangganya, dan pada infeksi penyakit hubungan kelamin). Keputihan
bukan penyakit tetapi gejala penyakit, sehingga sebab yang pasti perlu
ditetapkan.
Oleh karena itu untuk menentukan penyakit dilakukan berbagai
pemeriksaan cairan yang keluar tersebut. Keputihan sebagai gejala
penyakit dapat ditentukan melalui berbagai pertanyaan yang mencakup
kapan dimulai, berapa jumlahnya, apa gejala penyertanya, (gumpalan atau
encer, ada luka disekitar alat kelamin, pernah disertai darah, ada bau
busuk, menggunakan AKDR, adakah demam, dan rasa nyeri di daerah
kemaluan (Shadine, 2012).
b. Faktor Penyebab Keputihan
Menurut Marhaeni (2016) faktor – faktor penyebab keputihan
dibedakan menjadi dua yaitu :
1) Faktor – faktor penyebab keputihan fisiologis
a. Bayi yang baru lahir kira – kira 10 hari, keputihan ini disebabkan
oleh pengaruh hormone esterogen dari ibunya.
b. Masa sekitar menarche atau pertama kalinya haid datang, keadaan
ini ditunjang oleh hormon esterogen.
c. Masa di sekitar ovulasi karena produksi kalenjar – kalenjar rahim
dan pengaruh dari hormon esterogen serta progesterone.
d. Seorang wanita yang terangsang secara seksual. Rangsangan
seksual ini berkaitan dengan kesiapan vagina untuk menerima
33

penetrasi senggama, vagina mengeluarkan cairan yang digunakan


sebagai pelumas dalam senggama.
e. Kehamilan yang mengakibatkan meningkatnya suplai darah ke
vagina dan mulut rahim, serta penebalan dan melunaknya selaput
lender vagina.
f. Akseptor kontrasepsi pil yang mengandung hormon esterogen dan
progesteron yang dapat meningkatkan lender servik menjadi lebih
encer.
g. Pengeluaran lender yang bertambah pada wanita yang sedang
menderita penyakit kronik
2) Etiologi Keputihan Patologis
a) Kelelahan fisik
Kelelahan fisik merupakan kondisi yang dialami oleh seseorang
akibat meningkatnya pengeluaran energi karena terlalu
memaksakan tubuh untuk bekerja berlebihan dan menguras fisik
meningkatnya pengeluaran energi menekan sekresi hormon
esterogen. Menurunnya sekresi hormon esterogen menyebabkan
penurunan kadar glikogen. Glikogen digunakan oleh Lactobacillus
doderlein untuk metabolisme. Sisa dari metabolisme ini adalah
asam laktat yang digunakan untuk menjaga keasaman vagina. Jika
asam laktat yang dihasilkan sedikit, bakteri, jamur, dan parasit
mudah berkembang.
b) Ketegangan psikis
Ketegangan psikis merupakan kondisi yang dialami seseorang
akibat dari meningkatnya beban pikiran akibat dari kondisi yang
tidak menyenangkan atau sulit diatasi. Meningkatnya bebabn
pikiran memicu peningkatan hormon adrenalin. Meningkatnya
sekresi hormon adrenalin menyebabkan penyempitan pembuluh
darah dan mengurangi elastisitas pembuluh darah. Kondisi ini
34

menyebabkan aliran hormon esterogen ke organ – organ tertentu


termasuk vagina terhambat sehingga asam laktat yang dihasilkan
berkurang. Berkurangnya asam laktat menyebabkan keasaman
vagina berkurang sehingga bakteri, jamur dan parasit penyebab
keputihan mudah berkembang.
c) Kebersihan diri
Kebersihan diri merupakan suatu tindakan untuk menjaga
kebersihan dan kesehatan untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
Keputihan yang abnormal banyak dipicu oleh cara wanita dalam
menjaga kebersihan dirinya, terutama alat kelamin. Kegiatan
kebersihan diri yang dapat memicu keputihan adalah penggunaan
pakaian dalam yang ketat dan berbahan nilon, cara membersihkan
alat kelamin (cebok) yang tidak benar, penggunaan sabun vagina
dan pewangi vagina, penggunaan pembalut kecil yang terus
menerus di luar siklus menstruasi.
Menurut Setyana (2012), ada empat penyebab utama yang
dapat menyebabkan keputihan, yaitu :
a) Faktor fisiologis
Faktor fisiologis disebabkan antara lain terjadi saat menarche
karena mulai terdapat pengaruh hormon esterogen, wanita dewasa
apabila dirangsang sebelum dan saat koitus, akibat pengeluaran
transudate dari dinding vagina, saat ovulasi, dengan secret dari
kelenjar – kelenjar serviks uteri menjadi lebih encer.
b) Faktor konstitusi
Faktor konstitusi dapat disebabkan akibat kelelahan, stress
emosional, masalah keluarga, masalah pada pekerjaan, atau bisa
akibat dari penyakit serta bisa diakibatkan oleh status imun
seseorang yang menurun maupun obat – obatan.
c) Faktor iritasi
35

Faktor iritasi meliputi, penggunaan sabun untuk membersihkan


organ intim, penggunaan pembilas atau pengharum vagina,
ataupun bisa teriritasi oleh celana.
Menurut Abrori, Hernawan, dan Ermulyadi (2017) faktor
penyebab keputihan antara lain tidak mengeringkan genital setelah
buang air kecil (BAK), menggunakan pakaian yang ketat, tidak
menggunakan pakaian dalam yang berbahan katun, membasuh organ
kewanitaan kearah yang salah, tidak segera mengganti pembalut ketika
menstruasi, menggunakan sabun pembersih vagina, penggunaan
antibiotic dan kondisi stres. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya keputihan, tentunya dapat mempengaruhi derajat kesehatan
dan kesejahteraan perempuan. Oleh karena itu menjaga kebersihan diri
merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan.
Kemampuan seseorang dalam meningkatkan kebersihan
genitalia merupakan perilaku yang harus dimiliki untuk mencegah
terjadinya infeksi pada genitalia (Omidvar & Begum, 2011).
Perawatan Genitalia eksterna yang tidak baik akan memicu terjadinya
keputihan. Faktanya banyak remaja yang tidak mengerti dan peduli
bagaimana cara merawat organ reproduksinya (Ayuningtyas &
Suryaatmaja, 2011).
Keputihan patologis disebabkan oleh beberapa hal meliputi
bakteri, jamur, benda asing, luka pada vagina, kotoran dari
lingkungan, air yang tidak bersih, pemakaian tampon atau panty
liner. Berikut adalah penyebab umum dari keputihan pada wanita
usia reproduksi:
a) Infektif ( Non - menular seksual)
1) Bacterialvaginosis
Bacterial vaginosis merupakan penyebab terbanyak
penderita keputihan abnormal pada wanita usia produktif.
36

Telah dilaporkan prevalensi jenis kemungkinan dapat


dipengaruhi oleh faktor perilaku dan/atau sosiodemografi.
Hal ini dapat terjadi secara langsung yang ditandai oleh
tergantinya lactobacilli normal sehingga menyebabkan
peningkatan pH vagina (> 4,5). Tanda-tanda dan gejala khas
adalah keputihan sedikit, berbau amis, tidak gatal, keputihan
pada daerah vagina dan vestibula, tidak ada peradangan
pada vulva (BASHH, 2012).
2) Candida albicans
Penyebabnya berasal dari jamur Candida albicans.
Gejalanya adalah keputihan berwarna putih susu,
bergumpal seperti susu basi, disertai rasa gatal dan
kemerahan pada kelamin dan sekitarnya. PH pada vagina ≤
4,5. Pada keadaan normal, jamur ini terdapat di kulit
maupun dalam liang kemaluan wanita. Namun pada
keadaan tertentu jamur ini meluas sehingga menimbulkan
keputihan yang disebabkan oleh Candida albicans berwarna
putih, tidak berbau atau berbau asam, terkadang disertai
dengan rasa panas atau terbakar, disuria dan dispareuni
(Monalisa; Bubakar, 2012).
3) Gardnerellaaginalis
Keputihan yang disebabkan oleh Gardnerella vaginalis,
encer, homogen, berwarna putih hingga abu-abu terkadang
kekuningan dengan bau busuk atau bau amis dan melekat
pada dinding vagina, sering muncul di daerah labia
(Monalisa; Bubakar, 2012).
37

b) Infektif ( menular seksual)


1) Trichomoniasis vaginalis
Berasal dari parasit yang disebut Trichomonas vaginalis.
Gejalanya keputihan berwarna kuning atau kehijauan,
berbau dan berbusa, kecoklatan. PH pada vagina >4,5.
Biasanya disertai dengan gejala gatal di bagian labia mayor
(bibir kemaluan), nyeri saat kencing, dan terkadang sakit
pinggang. Keputihan yang disebabkan oleh Trichomonas
vaginalis biasanya tanpa gejala atau muncul keputihan yang
kental, berbau tidak sedap, warna kuning kehijauan, dan
disertai dengan pruritus pada vulva. Selain ada infeksi juga
terjadi peradangan vagina dan leher rahim, terkadang juga
ditemukan pada perdarahan minor dengan ulserasi serviks
(Monalisa; Bubakar, 2012)
2) Chlamydi atrachomatis
Chlamydia trachomatis merupakan bakteri yang paling
umum ditemukan di negara Inggris, biasanya tanpa gejala (
sekitar 70 % ). Akan tetapi, wanita dapat memiliki gejala
keputihan karena servisitis, perdarahan abnormal (postcoital
atau intermenstrual) karena servisitis atau endometritis,
nyeri perut bagian bawah, dispareunia atau disuria
(BASHH, 2012).
3) Neisseria gonorrhoeae
Keputihan yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae
memiliki ciri keputihan berwarna putih susu, tipis dan agak
berbau. Selain keluhan keputihan, infeksi disertai dengan
keluhan disuria, dyspareunia dan nyeri perut bagian bawah,
demam, mual dan muntah (Monalisa; Bubakar, 2012).
38

4) Virus herpes simpleks


Wanita dengan servisitis yang disebabkan karena infeksi
herpes simplex virus mungkin sesekali akan timbul
keputihan.
c) Non Infektif
Penyebab lain dari keputihan meliputi benda asing (kondom),
ektopik serviks atau polip, keganasan saluran genital, fistula
dan reaksi alergi. Pengecualian dari infeksi dan penyebab lain
akan menyebabkan keputihan fisiologis (BASHH, 2012).
c. Manifestasi Klinis Keputihan
1) Keputihan normal (fisiologis)
Sebenarnya tidak berwarna putih dan tidak cocok disebut
keputihan, banyak dipengaruhi oleh sistem hormonal, sehingga
banyak sedikitnya sekret/cairan vagina sangat bergantung pada
siklus bulanan dan stress yang juga dapat mempengaruhi siklus
bulanan itu sendiri.
a) Cairan sekresi berwarna bening, tidak lengket dan encer
b) Tidak mengeluarkan bau yang menyengat
c) Gejala ini merupakan proses normal sebelum atau sesudah haid
dan tanda masa subur pada wanita tertentu.
d) Pada bayi perempuan yang baru lahir, dalam waktu satu hingga
sepuluh hari, dari vaginanya dapat keluar cairan akibat
pengaruh hormon yang dihasilkan oleh plasenta atau uri.
e) Gadis muda kadang-kadang juga mengalami keputihan sesaat
sebelum masa pubertas, biasanya gejala ini akan hilang dengan
sendirinya.
f) Biasanya keputihan yang normal tidak disertai dengan rasa
gatal. Keputihan juga dapat dialami oleh wanita yang terlalu
lelah atau yang daya tahan tubuhnya lemah. Sebagian besar
39

cairan tersebut berasal dari leher rahim, walaupun ada yang


berasal dari vagina yang terinfeksi, atau alat kelamin luar.
g) Pada wanita hamil keputihan lebih sering timbul, karena pada
saat wanita hamil, maka kekebalan tubuhnya akan menurun.
h) Pada waktu menopause dimana keseimbangan hormonalnya
terganggu
i) Pada orang tua dimana kekebalan tubuhnya sudah menurun
dapat pula timbul keputihan
2) Keputihan abnormal (patologis)
a) Keluarnya cairan berwarna putih pekat, putih kekuningan,
putih kehijauan atau putih kelabu dari saluran vagina.
Cairan ini dapat encer atau kental, lengket dan kadang-
kadang berbusa.
b) Cairan ini mengeluarkan bau yang menyengat
c) Pada penderita tertentu, terdapat rasa gatal yang menyertainya
serta dapat mengakibatkan iritasi pada vagina.
d) Merupakan salah satu ciri-ciri penyakit infeksi vagina yang
berbahaya seperti HIV, Herpes, Candyloma (Sari, 2012).
d. Komplikasi Keputihan
Keputihan dapat menjadi infeksi dan menjalar ke organ reproduksi
bagian dalam seperti rahim dan saluran telur yang menyebabkan
peradangan di organ tersebut. Jaringan parut pada saluran tuba dapat
menutup saluran tuba dan menjadi salah satu penyebab sulit memiliki
anak. Komplikasi lainnya adalah infeksi saluran kencing, mengingat
letaknya yang berdekatan dengan vagina. Gejala yang dirasakan adalah
panas dan nyeri saat kencing. Keputihan menjadi salah satu tanda
adanya kelainan pada organ reproduksi wanita. kelainan tersebut dapat
40

berupa infeksi, polip leher rahim, keganasan (tumor dan kanker), serta
adanya benda asing (Sari, 2012).
e. Tindakan Pencegahan Keputihan
Cara menangani dan mencegah keputihan menurut Anggaraini
(2016) yaitu sebagai berikut :
1) Menjaga organ intim agar tidak lembab setelah buang air kecil atau air
besar, bilas sampai bersih, kemudian keringkan sebelum memakai
celana dalam.
2) Saat membersihkan vagina membilas dilakukan dari arah depan ke
belakang untuk menghindari kuman dari anus ke vagina.
3) Menghindari pakaian dalam yang ketat.
4) Saat menstruasi mengganti pembalut beberapa kali dalam sehari.
5) Jika diperlukan menggunakan cairan pembersih vagina.
Menurut D. Wijayanti (2009) tindakan yang dapat dilakukan untuk
mencegah keputihan yaitu :
1) Membersihkan daerah kewanitaan dengan air bersih setelah buang air,
dan dengan cara cebok yang benar yaitu dari arah depan (vagina) kea
rah belakang (anus), agar kotoran dari anus tidak masuk ke vagina.
2) Membersihkan daerah kewanitaan dengan pembersih yang tidak
mengganggu kestabilan pH di sekitar vagina, salah satunya yang
terbuat dari bahan dasar susu karena mampu menjaga keseimbangan
pH dan meningkatkan pertumbuhan flora normal serta menekan
pertumbuhan bakteri yang tak bersahabat.
3) Menjaga daerah kewanitaan tetap kering, agar tidak memicu
tumbuhnya bakteri dan jamur
4) Hindari pemakaian bedak pada organ intim agar vagina harum dan
kering sepanjang hari, karena partikel – partikel halus pada bedak bisa
mudah terselip pada vagina dan mengundang jamur dan bakteri
bersarang ditempat itu.
41

5) Gunakan celana dalam yang kering dan bahannya menyerap keringat,


seperti katun dan keringkan bagian vagina sebelum memakai celana
dalam dan gunakanlah rok atau celana bahan non jeans agar sirkulasi
udara di sekitar organ intim bergerak leluasa.
6) Sering – seringlah berganti pembalut ketika haid.
7) Jangan sering menggunakan panty liner dan tidak terlalu lama
memakainya karena dapat menimbulkan kelembapan.
8) Tidak meminjam atau bertukar celana dalam dan handuk dengan orang
lain untuk mencegah enularan penyakit.
9) Mencukur bulu di daerah kemaluan secara berkala, karena bulu di
daerah kemaluan bisa menjadi sarang kuman bila dibiarkan terlalu
panjang.
Marhaeni (2017) menyatakan pencegahan keputihan dapat
dilakukan dengan cara menjaga kebersihan alat kelamin, seperti
melakukan cara cebok yang baik dan benar dari arah depan ke belakang
sehingga kuman yang ada di anus tidak masuk ke vagina, menghindari
cuci vagina dengan menggunakan cairan antiseptik karena akan
membunuh flora normal pada vagina, mencuci tangan sebelum mencuci
kelamin karena tangan merupakan perantara dari kuman penyebab
terjadinya infeksi, sering mengganti pembalut saat menstruasi minimal 3-4
kali sehari agar tidak lembab, menjaga kebersihan pakaian dalam dengan
cara menyetrika karena bakteri, jamur dan parasit dapat mati dengan
pemanasan, tidak bertukar handuk karena handuk merupakan media
penyebaran bakteri, jamur dan parasit, menghindari pemakaian celana
yang terlalu ketat agar terhindar dari kelembaban yang memicu adanya
peningkatan kolonisasi kuman yang mengakibatkan kejadian keputihan,
mengelola stress, karena dapat meningkatkan hormon adrenalin yang
menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pembuluh darah yang sempit
42

menyebabkan aliran estrogen ke vagina terhambat sehingga dengan


menghindari stress dapat mengurangi keputihan.
f. Penatalaksanaan Keputihan
Pengobatan keputihan tergantung pada penyebabnya.
Oleh karena keputihan dapat menular melalui hubungan seksual,
maka pengobatan tidak hanya dilakukan pasien akan tetapi
pasangan (Sari, 2012). Adapun pengobatan yang dapat diberikan
adalah sebagai berikut :
1) Terapi farmakologi
Terapi yang dianjurkan untuk keputihan yang disebabkan
oleh Trichomonas vaginalis yaitu, metronidazol 2 gram secara oral
dosis tunggal atau tinidazol 2 g oral dosis tunggal. Adapun
alternatif regimen dapat diberikan oral 2 x 500 mg metronidazol
selama tujuh hari, atau tinidazol 2 x 500 mg selama lima hari.
Pasien juga disarankan untuk menjauhkan diri dari hubungan seks
hingga sembuh (pengobatan telah selesai dan pasien/pasangan
tanpa gejala seksual) (Monalisa; Bubakar, 2012).
Metronidazol dan clindamycin diberikan secara oral atau
pada vagina efektif dalam pengobatan Bacterial Vaginitis. Wanita
dengan gejala vulva dari kandidiasis vulvovaginal dapat
menggunakan obat antifungi topikal (selain oral atau pengobatan
vagina) hingga gejala hilang. Tidak diperlukan untuk skrining rutin
atau pengobatan mitra seksual dalam manajemen kandidiasis
(BASHH, 2012).
2) Terapi Non- Farmakologi
Pencegahan keputihan dapat dilakukan dengan menjaga
kebersihan organ kewanitaan dengan cara membiasakan menyiram
toilet sebelum menggunakannya untuk meminimalkan kontaminasi
43

mikroorganisme, menggunakan air yang mengalir untuk


membersihkan organ kewanitaan, Membersihkan vagina dengan
membersihkan bagian depan terlebih dahulu setelah itu bagian
belakang, tidak menyemprotkan sabun kedalam vagina,
menggunakan celana dalam berbahan katun tidak berbahan jeans
tanpa memakai celana dalam, mengganti pakaian dalam setiap hari,
menghindari pemakaian pembalut (panty liner) dapat
menyebabkan jumlah lendir yang dihasilkan lebih banyak, hanya
memakai panty liner ketika lendir keluar berlebihan, dan ketika
menstruasi sebaiknya mengganti pembalut setiap 3-4 jam sekali
(Sari, 2012)
5. Tinjauan Remaja
a. Pengertian
WHO (2014) dalam (Kemenkes, 2014) mengungkapkan bahwa
remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, menurut
peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah
penduduk dalam usia rentang 10-18 tahun dan menurut Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja
dalah 10-24 tahun dan belum menikah. Jumlah kelompok usia 10-19 tahun
di Indonesia menurut Sensus Penduduk berjumlah 1,2 milyar atau 18%
dari jumlah penduduk dunia.
Remaja atau “adolescence”(inggris), berasal dari bahasa latin
“adolescence” yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan
yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga
kematangan sosial dan psikologis. Batasan usia remaja menurut WHO
adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI antara 10-19 tahun dan
belum kawin dan menurut BKKBN adalah 10 sampai 19 tahun
(Widyastuti dkk, 2009).
44

Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya


perubahan fisik, emosi dan psikis. Pada masa remaja tersebut terjadilah
suatu perubahan organ-organ fisik secara cepat, dan perubahan tersebut
tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan (mental emosional). Pada
masa remaja tersebut terjadilah suatu perubahan organ-organ fisik secara
cepat, dan perubahan tersebut tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan
(mental emosional). Terjadinya perubahan besar ini umumnya
membingungkan remaja yang mengalaminya. Dalam hal ini bagi para ahli
dalam bidang ini, memandang perlu adanya pengertian, bimbingan dan
dukungan dari lingkungan sekitar, agar dalam sistem perubahan tersebut
terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sehat sedemikian rupa
sehingga kelak remaja tersebut menjadi manusia dewasa yang sehat
secara jasmani, rohani, sosial (Widyastuti, 2009).
b. Perkembangan Remaja dan Ciri-Cirinya
Berdasarkan sifat dan ciri perkembangannya, masa (rentang
waktu) remaja ada tiga tahap, yaitu : (Widyastuti dkk, 2009)
1) Masa remaja awal (10-12 tahun)
a) Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya.
b) Tampak dan merasa ingin bebas.
c) Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan
tubuhnya dan mulai berfikir yang khayal (abstrak).
2) Masa remaja tengah (13-15 tahun)
a) Tampak dan ingin merasa mencari identitas diri.
b) Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis.
c) Timbul perasaan cinta yang mendalam.
d) Kemampuan berfikir abstrak (berkhayal) makin berkembang
e) Berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual.
3) Masa remaja akhir (16-19 tahun)
a) Menampakkan pengungkapan kebebasan diri
45

b) Dalam mencari teman sebaya lebih selektif


c) Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) tentang dirinya.
d) Dapat mewujudkan perasaan cinta
e) Memiliki kemampuan berfikir khayal atau abstrak.
c. Perubahan Fisik Pada Remaja Putri
Perubahan yang terjadi pada pertumbuhan tersebut diikuti
munculnya tanda-tanda sebagai berikut :
1) Tanda-tanda seks primer
Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa puber. Namun
tingkat kecepatan organ antar organ satu dan lainnya berbeda. Berat
uterus pada anak usia 11 atau 12 tahun kira-kira 5,3 gram, pada usia 16
tahun rata-rata beratnya 43 gram. Sebagai tanda kematangan organ
reproduksi pada perempuan adalah datangnya haid. Ini adalah
permulaan dari serangkaian pengeluaran darah, lender dan jaringan sel
yang hancur dari uterus secara berkala, yang akan terjadi kira-kira
setiap 28 hari. Hal ini akan berlangsung terus sampai menjelang masa
menopause. Menopause bisa terjadi pada usia sekitar lima puluhan
(Widyastuti, 2010).
2) Tanda-tanda seks sekunder
a) Rambut
Rambut kemaluan pada wanita juga tumbuh seperti halnya remaja
laki- laki. Tumbuhnya rambut kemaluan ini terjadi setelah pinggul
dan payudara mulai berkembang. Bulu ketiak dan bulu pada kulit
wajah mulai tampak setelah haid. Semua rambut kecuali rambut
wajah mula-mula lurus dan terang warnanya, kemudian menjadi
lebih subur, lebih kasar, lebih gelap, dan agak keriting.
46

b) Pinggul
Pinggul pun menjadi berkembang, membesar dan membulat. Hal
ini sebagai akibat membesarnya tulang pinggul dan
berkembangnya lemak dibawah kulit.
c) Payudara
Seiring pinggul membesar, maka payudara juga membesar dan
putting susu menonjol. Hal ini terjadi secara harmonis sesuai pula
dengan berkembang dan makin besarnya kelenjar susu sehingga
payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.
d) Kulit
Kulit, seperti halnya laki-laki juga menjadi lebih kasar, lebih tebal,
pori- pori membesar. Akan tetapi berbeda dengan laki-laki kulit
pada wanita tetap lebih lembut.
e) Kelenjar lemak dan kelenjar keringat
Kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif.
Sumbatan kelenjar lemak dapat menyebabkan jerawat. Kelenjar
keringat dan baunya busuk sebelum dan selama masa haid.
f) Otot
Menjelang akhir masa puber, otot semakin membesar dan kuat.
Akibatnya akan membentuk bahu, lengan dan tungkai kaki.
g) Suara
Suara berubah semakin merdu. Suara serak jarang terjadi pada
wanita.
47

B. KERANGKA TEORI

 Usia
 Pendidikan
 Lingkungan PENGETAHUAN
 Pekerjaan N
 Sosial Ekonomi
 Informasi
 Pengalaman KEPUTIHAN
Rendah / Buruk -Fisiologis
 Keturunan -Patologis
 Jenis Kelamin
 Kepribadian
 Intelegensia
 Bakat PERILAKU
 Pendidikan
 Agama

C. HIPOTESIS
1. Ha :Terdapat hubungan antara pengetahuan kebersihan genetalia terhadap
kejadian keputihan pada Siswi MAN 3 Sumbawa
Ho :Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan kebersihan genetalia
terhadap kejadian keputihan pada Siswi MAN 3 Sumbawa
2. Ha :Terdapat hubungan antara perilaku personal kebersihan genetalia
terhadap kejadian keputihan pada Siswi MAN 3 Sumbawa
Ho:Tidak terdapat hubungan antara perilaku personal kebersihan genetalia
terhadap kejadian keputihan pada Siswi MAN 3 Sumbawa
48

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat
dikomunikasikan dan membetuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan
antar variabel (Nursalam, 2017). Adapun kerangka konsep dari penelitian ini
dapat dijabarkan seperti gambar di bawah ini :

Pengetahuan
 Tingkat Pendidikan
 Umur
 Pekerjaan
 Minat
 Pengalaman
 Lingkungan
 Informasi
KEPUTIHAN
Perilaku Personal
 Keturunan
 Jenis Kelamin
 Kepribadian
 Intelegensia
 Bakat
 Pendidikan
 Agama

Gambar 3.1. Kerangka Konsep


Keterangan:
: Variabel Penelitian
: Arah pengaruh variabel

B. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi . Desain


deskriptif korelasi adalah suatu penelitian untuk mengetahui hubungan
dan tingkat hubungan dua variabel aatau lebih tanpa ada upaya yang
49

mempengaruhi variabel tersebut sehingga tidak terdapat manipulasi variabel


( Faenkel dan Wallen,2008). Dalam penelitian ini untuk mengetahui
hubungan dukungan keluarga dan kemandirian lansia dalam keaktifan
mengikuti posyandu lansia.
C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MAN 3 Sumbawa di Kecamatan


Empang Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat dan akan
dilaksanakan pada bulan Oktober – Desember 2021.
D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian
Populasi merupakan suatu wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah
Siswi MAN 3 Sumbawa Sebanyak 109 siswi, yang terbagi dalam 3 Kelas
yaitu Kelas X sebanyak 37 siswi, Kelas XI sebanyak 41 siswi dan Kelas
XII sebanyak 31 Siswi.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah suatu bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2013). Sampel dalam penelitian ini
dihitung menggunakan rumus besar sampling yaitu rumus Slovin:
N
n=
1+ N ( e ) ²

Keterangan:
N : Besar populasi
n : Besar sampel
e : Nilai presisi 5% (0,05)
Penghitungan besar sampel sebagai berikut:
N
n = 1+N( e )²
50

109
n = 1+109(0,05)²
109
n = 1+109(0,0 025)
109
n = 1,27

n = 86
Berdasarkan hasil perhitungan sampel, didapatkan bahwa sampel
dalam penelitian ini yaitu berjumlah 86 responden.
3. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu dengan teknik Proportionate Stratified Random Sampling.
Berdasarkan jumlah sample yang dihitung menggunakan rumus
slovin yaitu sebesar 86 resonden, maka jumlah sample masing-masing
kelas tersebut ditentukan kembali dengan rumus n = Populasi
Kelas/Populasi total x Jumlah sampel
Kelas X = 37 /109 × 86 = 29
Kelas XI = 41 /109 × 86 = 33
Kelas XII= 31 /109 × 86 = 24
Sampel yang diambil didasarkan pada kriteria dasar, yaitu:
a. Siswi MAN 3 Sumbawa
b. Sudah pernah atau sedang mengalami keputihan
c. Bersedia menjadi responden
E. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja


yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013).
Variabel dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Variabel Independen
Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor,
antecedent. Variabel bebas atau independen adalah merupakan variabel
51

yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau


timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2013). Dalam penelitian
ini variabel bebas adalah Pengetahuan dan perilaku personal.
2. Variabel Dependen
Variabel ini sering disebut sebagai variabel output, kriteria,
konsekuen. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013).
Dalam penelitian ini variabel terikat adalah kejadian keputihan.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional dapat digunakan untuk membatasi ruang lingkup atau


untuk mendefinisikan variabel – variabel yang diteliti. Definisi operasional
juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan
terhadap variabel – variabel yang bersangkutan serta pengembangan
instrumen (alat ukur) (Notoatmodjo, 2012).
Tabel 3.1. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Skala Ukur Kategori


Ukur

Pengetahuan sesuatu yang Kuesione Nominal Dengan Skor :


Tentang dikatahui siswi r 0 = Jika jawaban salah
mengenai perilaku
Keputihan 1= Jika jawaban benar
personal kebersihan
genitaldan keputihan
tidak normal sesuai
kuesioner yang
diberikan.

Perilaku suatu tindakan untuk Kuesione Ordinal Dengan Skor :


personal memelihara kebersihan r 1= Sangat Tidak Setuju
Higiene dan kesehatan 2= Tidak Setuju
seseorang untuk 3= Setuju
52

kesejahteraan fisik dan 4= Sangat Setuju


psikis.
Kejadian keluarnya cairan dari Kuesione Nominal Terjadinya keputihan
Keputihan vagina selain darah r atau tidak

haid

G. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan
oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya (Siyoto and Sodik,
2015). Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh
langsung dari penyebaran kuesioner kepada responden penelitian
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh atau
dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti
sebagai tangan kedua) (Siyoto & Sodik, 2015). Data sekunder dalam
penelitian ini adalah data jumlah siswi MAN 3 Sumbawa, data jumlah
Siswi masing-masing kelas pada MAN 3 Sumbawa.
2. Cara Pengambilan Data
a. Data Primer
Penelitian ini dilakukan dengan cara mendatangi responden di
MAN 3 Sumbawa. Peneliti memilih responden sesuai dengan kriteria
dasar dan setelah itu melakukan pengacakan pada responden dan saat
sudah dilakukan pemilihan, kemudian menjelaskan kepada responden
mengenai tujuan dan prosedur pelaksanaan penelitian dan semua
responden yang sudah bersedia menjadi subjek penelitian kemudian
responden diminta untuk mengisi lembar persetujuan (informed
consent) untuk ditandatangani.
Pada saat dimulainya pengambilan data, pertama – tama
peneliti menyebarkan lembar kuisioner yang terdapat pertanyaan.
53

Setelah pengambilan data, peneliti mengecek kembali kelengkapan


data.
b. Data Sekunder
Pengambilan data dengan mengunjungi MAN 3 Sumbawa
yang berlokasi di Kecamatan Empang untuk mengambil data jumlah
Siswi, alamat siswi dan jadwal jumlah siswi masing-masing kelas.
H. Etika Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2010), etika penelitian mencakup perilaku


peneliti atau perlakuan peneliti terhadap subjek serta sesuatu yang dihasilkan
peneliti bagi masyarakat. Beberapa prinsip etika dalam penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Peneliti meyakinkan responden bahwa penelitian ini bebas dari bahaya,
tidak bersifat memaksa melainkan sukarela.
2. Responden berrhak untuk mendapatkan informasi lengkap diantaranya
mengenai tujuan, cara penelitian, cara pelaksanaan, manfaat penelitian dan
hal – hal lain yang berkaitan dengan penelitian.
3. Informed consent atau lembar persetujuan yang diberikan kepada
responden. Responden harus mengetahui kriteria yang harus ditentukan.
Lembar informed consent harus dilengkapi dengan judul penelitian dan
manfaat penelitian, bila responden menolak maka peneliti tidak boleh
memaksa dan menghormati hak – haknya.
4. Tanpa nama, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar
pertanyaan untuk menjaga kerahasian responden.
5. Confidentiality, kerahasian infromasi responden dijamin oleh peneliti dan
hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.
I. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas
Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari peneliti
sebelumnya dan telah dilakukan uji validitasnya sebelum digunakan.
54

Dalam penelitian ini, uji validitas kuesioner tidak dilakukan oleh


peneliti karena telah diuji validitas oleh peneliti sebelumnya yaitu
penelitian Rahmah (2017) dan Yunianti (2015), Hasil uji kuesioner
dianalisis menggunakan rumus uji korelasi pearson product moment
dengan software SPSS pada komputer. Dari hasil analisa tersebut
didapatkan r tabel adalah 0,444 dengan n=20 orang dan tingkat
kemaknaan 5%. Ketika r hitung > r tabel maka kuesioner dikatakan valid.
Berdasarkan uji validitas, didapatkan hasil 20 pernyataan pengetahuan
tentang keputihan dan 15 pernyataan tentang sikap personal hygiene
memiliki nilai r hitung > 0,444. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
semua pertanyaan sudah valid.
2. Reliabilitas
Uji reliabilitas pada kuesioner pengetahuan tentang keputihan dan
Perikalu personal Higiene telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yaitu
penelitian Rahmah (2017) dan Yunianti (2015). Uji reliabilitas ini
menggunakan teknik Alpha Cronbach. Dalam uji reliabilitas r hasil
adalah alpha. Jika r alpha > r tabel maka pernyataan tersebut reliabel,
begitu juga sebaliknya.
Nilai Alpha Cronbach pada uji reliabilitas instrumen penelitian
untuk pengetahuan tentang keputihan adalah 0,932 dan untuk sikap
personal hygiene adalah 0,916. Karena nilai r hasil > 0,444 maka
instrumen ini dianggap reliabel
J. Alat dan Bahan Penelitian

Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian.


Jadi Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan dalam mengukur
fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena
ini disebut variabel penelitian (Sugiyono, 2013).
1. Bagian Pertama
Identitas berisi tentang data demografi responden seperti umur,
jenis kelamin,alamat, pendidikan terakhir dan pekerjaan.
55

2. Pengetahuan tentang keputihan


Kuisioner diadopsi dari kusioner peneliti sebelumnya yaitu
Rahmah (2017). Kuisioner Pengetahuan tentang keputihan terdiri dari
pertanyaan 20 soal. Kuisioner ini menggunakan skala dengan kriteria:
Pertanyaan Positif (favorable)
1) Jawaban Benar :1
2) Jawaban Salah :0
3. Perilaku personal Higiene
Kuisioner diadopsi dari kuisioner peneliti sebelumnya yaitu
Yunianti (2015) . Kuesioner terdiri dari 15 pertanyaan yang dimana
Penilaian pada kuisioner ini menggunakan skala likert yaitu :
Dengan Skor :
1= Sangat Tidak Setuju
2= Tidak Setuju
3= Setuju
4= Sangat Setuju
4. Keaktifan Lansia
Kuesioner keaktifan lansia diadopsi dari penelitian Yunianti (2015),
dengan 5 butir pertanyaan kuesioner. Dimana kuesioner bersifat tertutup
dan terbuka, dalam artian responden hanya menjawab ya atau tidak atas
pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner dan menjawab bebas
berdasarkan pertanyaan.
K. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan
a. Mengurus Surat Studi Pendahuluan dari Program Studi Ilmu
Keperawatan STIKES Griya Husada Sumbawa
b. Melakukan Studi Pendahuluan pada siswi di MAN 3 Sumbawa di
Kecamatan Empang
c. Menyusun Proposal Penelitian
d. Bimbingan Proposal penelitian
e. Seminar Proposal penelitian
56

f. Revisi Proposal Penelitian


2. Tahap Pelaksanaan
a. Mengurus surat izin penelitian di kampus
b. Penelitian dilakukan di wilayah kerja MAN 3 Sumbawa
c. Pengambilan data dengan menggunakan kuesioner
d. Pengolahan data dilakukan oleh peneliti sendiri
e. Analisis data dilakukan oleh peneliti sendiri
3. Tahap akhir
a. Menyimpulkan hasil penelitian
b. Membuat laporan hasil penelitian
c. Konsultasi hasil penelitian pada pembimbing
d. Melaksanakan seminar hasil penelitian
e. Melakukan perbaikan atau revisi dari hasil yang telah diseminarkan
L. Metode Pengolahan dan Analisa Data

1. Teknik pengolahan data


Menurut (Notoatmodjo, 2012), pengolahan data merupakan satu
langkah penting, karena data yang diperoleh langsung dari penelitian
masih mentah, belum memberikan informasi apa – apa, dan belum siap
untuk disajikan. Proses pengolahan data dapat dilakukan melalui tahap –
tahap sebagai berikut:
a. Editing (Penyuntingan data)
Editing adalah kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian
kusioner. Pada penelitian ini yang dilakukan editing adalah:
1) Mengecek isian kuesioner apakah sudah lengkap, dalam artian
semua pernyataan sudah terisi dengan lengkap.
2) Mengecek jawaban atau tulisan dari masing – masing pernyataan
apakah cukup jelas.
b. Tabulation
Tabulasi adalah meberikan skor pada setiap item dan mengubah
jenis data dengan memodifikasi sesuai dengan teknik analisis yang
digunakan.
57

c. Coding (Membuat lembaran kode)


Coding merupakan kegiatan mengubah data berbentuk huruf
menjadi data berbentuk angka atau bilangan. Coding dalam penelitian
ini dilakukan dengan cara memberi kode jawaban untuk
mempermudah proses pemasukan data dan analisa data.
d. Processing
Setelah semua lembar kuisioner terisi penuh dan telah benar serta
sudah melewati pengkodean, langkah pengolahan selanjutnya adalah
memproses data agar yang sudah di-entry dapat dianalisis.
Pemprosesan data dilakukan dengan cara entry data dari lembar
kuisioner ke program SPSS pada komputer.
e. Cleaning (Pembersihan Data)
Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yangs
udah dientry apakah terdapat kesalahan atau tidak, seperti adanya
kesalahan – kesalahan kode, ketidaklengkapan,dan sebagainya,
kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
2. Analisa Data
a. Analisa Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan pada satu
variabel secara tunggal (Hasnidar et al., 2020). Dalam penelitian ini
dilakukan untuk mendeskripsikan masing – masing variabel. Analisa
univariat pada penelitian ini dilakukan dengan cara menyajikan hasil
dalam tabel distribusi frekuensi.
Rumus:
f
P= X 100 %
N
Keterangan:
P = Persentase
f = Frekuensi
N = Jumlah responden
58

b. Analisa Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan pada dua variabel
secara langsung yaitu variabel independen dan variabel dependen.
Analisa bivariat dilakukan dengan mengaitkan data variabel pertama
dengan variabel kedua (Hasnidar et al., 2020).
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen, yaitu hubungan perilaku
masyarakat dengan upaya pencegahan demam berdarah dengue. Uji
hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji Korelasi Rank
Spearman (Spearman Rho).
Korelasi Rank Spearman (Spearman Rho) pada prinsipnya
digunakan untuk menguji sebuah hipotesis korelasi dari data yang
mempunyai skala variabel minimal berskala ordinal (berbentuk
ranking) (Kurniawan &Yuniarto, 2016).
Rumus:
6 Σ d 2i
ρ=1−
n(n2 −1)

Ket:
ρ: Koefisiensi kolerasi peringkat Spearman
d i: Selisih antara kedua peringkat dari setiap pengamatan
n: jumlah pengamatan
59

Hasil interpretasi analisis Rank Spearman adalah sebagai berikut


(Dahlan, 2015) :
Tabel 3.3 Interpretasi Analisis Rank Spearman

No. Parameter Nilai Interpretasi


1 Kekuatan 0,0 - < 0,2 Sangat lemah
Korelasi 0,2 - < 0,4 Lemah
04 - < 0,6 Sedang
0,6 - < 0,8 Kuat
0,8 - < 1,00 Sangat kuat
2 Nilai p P < 0,05 Terdapat korelasi yang bermakna
antara dua variabel yang diuji
P > 0,05 Tidak terdapat korelasi yang
bermakna antara dua variabel yang
diuji
3 Arah kolerasi + (positif) Searah, semakin besasr nilai satu
variabel semakin besar pula nilai
variabel yang lain.
- (Negatif) Berlawanan arah, semakin besar nilai
suatu variabel, semakin kecil nilai
variabel lainnya
Sumber: Dahlan (2015).
60

KUESIONER PENELITIAN

A. KEJADIAN KEPUTIHAN

Pertanyaan Jawaban
1. Usia menarche (haid pertama kali)
2. Apakah saudara pernah mengalami
keputihan selama 3 bulan terakhir
? (Ya/tidak)
3. Pada saat kapan saudara
mengalami keputihan ?
a. sebelum haid
b. sesudah haid
c. saat stres
d. terus-menerus
4. Apakah keputihan yang disertai
rasa gatal, berbau, dan rasa panas
di vagina? (jika salah satu gejala
ada: jawaban Ya).
5. Keputihan ada berbentuk seperti
susu/ kelapa parut.

B. PENGETAHUAN TENTANG KEPUTIHAN

No Pernyataan Benar Salah


Pengetahuan tentang kebersihan alat kelamin
1 (vagina) dan keputihan hanya dapat di peroleh dari
orang tua.
Keputihan adalah keluarnya cairan selain darah dari
2 lubang kelamin(vagina) baik berbau maupun tidak
berbau.
Keputihan yang terjadi saat satu minggu sebelum
3
menstruasi termasuk keputihan yang normal.
Mencuci tangan sebelum membasuh daerah
4
kewanitaan adalah cara yang salah
Cara membasuh daerah kewanitaan adalah dari arah
5
depan (vagina) ke arah belakang (anus).
6 Menggunakan air mengalir saat membasuh daerah
kewanitaan tidak berpengaruh terhadap pencegahan
kejadian keputihan
7 Sebaiknya sebelum mengunakan wc umum disiram
terlebih dahulu
8 Sebaiknya membasuh daerah kewanitaan
menggunakan sabun dengan rutin
9 Sebaiknya membasuh daerah kewanitaan
61

menggunakan rebusan daun sirih dengan rutin


10 Lactacyd baik digunakan untuk membasuh daerah
Kewanitaan
11 Mengganti pembalut minimal 2 kali dalam sehari
dapat mencegah terjadinya keputihan.
12 Menggunakan pantyliners tanpa diganti dalam
sehari dapat menyebabkan keputihan.
Mengganti pakaian dalam 1 kali dalam 1 hari sudah
13 cukup untuk mencegah kelembapan daerah
kewanitaan.
14 Sering bertukar celana dalam dengan orang lain
dapat meningkatkan resiko terjadinya keputihan
15 Celana dalam yang terbuat dari katun lebih baik
digunakan daripada yang berbahan sintesis
Salah satu cara untuk mencegah terjadi kelembapan
16 pada daerah kewanitaan adalah dengan mencukur
rambut kemaluan
17 Mengeringkan daerah kewanitaan setelah buang air
mencegah kejadian keputihan
18 Mengeringkan daerah kewanitaan setelah buang air
lebih baik menggunakan handuk dari pada tissue
Membilas menggunakan air bersih tanpa sabun lebih
19 baik daripada menggunakan sabun dengan
Rutin
20 Keputihan disebabkan oleh parasit, bakteri dan
jamur tapi tidak disebabkan oleh virus.

C. PERILAKU PERSONAL HYIGIENE

No Pernyataan SS S TS STS
1. Kebersihan alat genital adalah hal yg sangat
penting untuk mencegah dari keputihan

2. Mencuci tangan harus dilakukan sebelum


menyentuh daerah kewanitaan

3. Cara yang baik untuk membasuh daerah


genitalia yaitu dari arah depan (vagina) ke
belakang (anus)

4. Membasuh alat genital dari depan ke


belakang berfungsi untuk mencegah bakteri
dari anus masuk ke vagina
62

5. Air yang baik digunakan untuk membasuh


alat genital yaitu dari air kran langsung

6. Untuk menghindari kelembaban pada


daerah kewanitaan, seharusnya alat kelamin
dikeringkan atau dilap dengan tissue non
parfum setelah BAK dan BAB
7. Cairan antiseptik pada daerah genetalia boleh
dipakai setiap hari
8. Pemakaian cairan antiseptik vagina dapat
menganggu keseimbangan flora normal dalam
vagina
9. Pembalut yang baik yaitu yang berbahan
lembut dan menyerap dengan baik
10. Saat menstruasi seharusnyamengganti
pembalut 2-3x sehari
11. Celana dalam yang baik digunakan adalah
yang berbahan katun dan dapat menyerap
keringat
12. Mengganti celana dalam 2x sehari adalah
contoh menjaga kebersihan alat genital
13. Celana dalam yang lembab akan
menyebabkan keputihan
14. Pantyliners yang digunakan terlalu lama >6
jam dapat meningkatkan resiko terjadinya
keputihan
15. Pantyliners yang baik adalah yang non
parfume.

Anda mungkin juga menyukai