Anda di halaman 1dari 4

Cara Bijak Memilih Pengobatan Sangkal Putung Sebagai Terapi Alternatif Kesehatan

Patah Tulang kira2 aman ngga yah ke


Sangkal Putung? Ok agar tidak salah arah,
mari kita carik tahuuuu….

Patah tulang atau fraktur adalah


kondisi ketika tulang patah sehingga posisi
atau bentuknya berubah. Patah tulang dapat
terjadi jika tulang menerima tekanan atau
benturan yang kekuatannya lebih besar
daripada kekuatan tulang.

Patah tulang atau fraktur juga dapat diartikan hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan
dan lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non-trauma. (Utami, 2015)

Keterlambatan berobat pada penderita patah tulang dari segi klinis mengacu pada istilah
Neglected fracture yaitu suatu patah tulang dengan atau tanpa dislokasi yang tidak ditangani atau
ditangani dengan tidak semestinya sehingga menghasilkan keadaan keterlambatan dalam
penanganan, atau kondisi yang lebih buruk dan bahkan kecacatan. Nah.. salah satu faktor
mengenai permasalahan keterlambatan berobat patah tulang adalah mengenai perilaku kesehatan.
Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit
dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkunga (Adliyani, 2015). Perilaku
kesehatan masyarakat menentukan pilihan masyarakat terhadap berbagai fasilitas pelayanan
kesehatan mana yang digunakan untuk mendapatkan penanganan fraktur.

Dalam kenyataannya pada saat ini, perkembangan praktik-praktik pengobatan medis


modern baik yang dikelola oleh lembaga pemerintah maupun swasta selalu diiringi dengan
perkembangan praktik-praktik pengobatan tradisional. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya
pengobatan tradisional yang masih tetap hidup dan menjadi model pengobatan alternatif dalam
masyarakat. (Sumirat, 2015)
Hasil observasi peneliti pada pengobatan tradisional sangkal putung H. Atmo Saidi di
salah satu bagian provinsi Jawa, menunjukan bahwa pengobatan tradisional masih diterima
masyarakat sebagai terobosan selain pada pengobatan medis. Masih banyak masyarakat yang
memakai pengobatan tradisional sangkal putung dan datang berobat pada pengobatan tersebut.
Observasi yang dilakukan peneliti menunjukan cukup banyak masyarakat yang datang untuk
berobat pada pengobatan tradisional sangkal putung (Sumirat, 2015)

Guru Besar Bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia (FKUI) Prof Ismail Hadisoebroto Dilego dilansir dalam berita detikhealt (Minggu, 21
Apr 2019 13:00 WIB) tak menampik kecenderungan tersebut. Cedera tulang sebetulnya tak
selalu ditangani dengan operasi, terutama pada kasus baru yang belum mendapat penanganan
sebelumnya. Ia mengatakan bahwa "Patah tulang nggak harus operasi karena kita punya sekitar 9
modalitas penanganan cedera. Operasi jadi pilihan pada kasus yang sempat mengalami salah
penanganan, misal sempat ke dukun tulang tapi belum sembuh. Kasus cedera tulang termasuk
patah bersifat patologis sehingga harusnya medis jadi pilihan utama."

Sangkat putung adalah teknik pengobatan tulang yang dipercaya lebih manjur
dibandingkan pengobatan medis atau dukun tulang lainnya. Metode yang digunakan adalah
mengoleskan minyak urut kepada pasien, kemudian tratakk, terdengar bunyi yang saat tulang
pasien ditarik (dipijat). Pijat memang memiliki beberapa manfaat kesehatan. Akan tetapi, dipijat
saat patah tulang tidak dianjurkan karena dapat berisiko menimbulkan beragam komplikasi
kesehatan, yaitu:

1. Bengkak berulang

Pada kondisi patah tulang, biasanya terjadi proses perdarahan. Pada kondisi ini, tubuh
memiliki mekanisme perdarahan sendiri guna membuat suatu proses penyembuhan
tulang. Pemijatan yang dilakukan pada saat kondisi patah tulang dapat menyebabkan
penekanan kembali pada jaringan lunak sekitar dan tulang itu sendiri. Akibatnya,
perdarahan baru bisa terjadi.
Akibat perdarahan yang disebabkan gesekan tulang dan jaringan lunak ini maka darah
akan menumpuk di satu tempat yang akhirnya akan terlihat kondisi bengkak pada
tampak fisik luar.
2. Nyeri Hebat
Pada kondisi patah tulang, rangsangan nyeri seseorang akan meningkat. Tindak
pemijatan akan menambahkan sensasi nyeri hebat melalui sentuhan, bahkan
penekanan. Bengkak yang dihasilkan karena pemijatan juga dapat menekan syaraf di
sekitar anatomi letak patah tulang yang akhirnya akan mentransfer rangsangan nyeri.
3. Kelainan struktur tulang
Tak sedikit pasien yang datang ke dokter dengan keadaan tangan atau kaki yang
sudah bengkok usai pemijatan. Sebenarnya, tulang bisa menyatu kembali dengan
sendirinya walaupun dengan proses yang sangat panjang, yakni bulanan bahkan
tahunan. 
4. Infeksi
Infeksi biasanya terjadi pada kasus-kasus pemijatan yang dilakukan pada patah tulang
terbuka. Pada keadaan ini, darah, jaringan lunak, dan tulang terekspos ke dunia luar
dan bertemu dengan bahan asing yang terkontaminasi.
5. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen terjadi ketika tekanan berlebihan menumpuk pada ruang
otot tertutup di dalam tubuh. Sindrom kompartemen biasanya merupakan hasil dari
perdarahan atau pembengkakan setelah cedera. 

Jadi jika ingin mendapatkan pelayanan kesehatan terbaik, dipikirkan berkali-kali yaa gaes 😊
Segera menemui dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Dengan penanganan yang
tepat, tulang akan dapat menyatu kembali.
Referensi :

Adliyani, Z. O. N. (2015). Pengaruh Perilaku Individu terhadap Hidup Sehat. Perubahan


Perilaku Dan Konsep Diri Remaja Yang Sulit Bergaul Setelah Menjalani Pelatihan
Keterampilan Sosial, 4(7), 109–114.

Detik Health. 2019. Terapi Cedera Tulang, Pilih ke Dokter Tulang atau ke Dukun?.
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4518717/terapi-cedera-tulang-pilih-ke-dokter-
tulang-atau-ke-dukun (diakses tanggal 7 Mei 2021)
Sumirat, W. (2015). Perilaku Masyarakat Pada Pengobatan Tradisional Sangkal Putung H. Atmo
Saidi Di Desa Sroyo Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar (Studi Kasus Pada
Masyarakat Pemakai Dan Bukan Pemakai Pengobatan Tradisional Sangkal Putung).
Sosialitas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Sosiologi-Antropologi, 5(2).

Utami, M. N. (2015). Faktor-faktor Pemilihan Pengobatan Tradisional pada Kasus Patah Tulang.
Jurnal Agromed Unila, 2(3), 339–342.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/agro/article/view/1371/pdf

Anda mungkin juga menyukai