Anda di halaman 1dari 26

Mesoscale Meteorology

Modul 1. Pendahuluan
Dalam bab ini, akan dicoba bagaimana memahami banyaknya fenomena mesoscale yang
sering ditemukan dalam kehidupan sehari hari di berbagai belahan dunia, seperti :
• gelombang gunung
• arus densitas
• gelombang gravitasi
• angin darat / laut
• sirkulasi pulau panas / heat island circulations
• turbulensi udara cerah / clear air turbulence
• low-level jets
• front
• mesoscale convective complexes
• squall lines
• supercells
• tornado
• angin topan / hurricanes
fokus selanjutnya adalah bagaimana memahami proses fisis dari berbagai fenomena
tersebut, dengan menggunakan bantuan persamaan dinamis untuk menjelaskan proses
pembentukan serta evolusinya.

1.1 Definisi Mesoscale

Kita cenderung mengklasifikasikan sistem cuaca berdasarkan skala waktu dan ruang intrinsik
atau karakteristiknya. Seringkali, pertimbangan teoritis dapat menentukan definisi tersebut.
Ada dua pendekatan umum yang digunakan untuk menentukan skala, yakni skala dinamis dan
skala-analisis.

1.1.1 Skala Dinamis

Dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang dapat digunakan dalam untuk mengetahui
proses dinamis seperti :
• Apa yang mengontrol skala ruang dan waktu dari gerakan atmosfer ?
• Mengapa petir memiliki ukuran tertentu?
• Mengapa lapisan batas planet (PBL) tidak berukuran 10 km?
• Mengapa hujan tidak sebesar ukuran bisbol?
• Mengapa kebanyakan siklon memiliki diameter beberapa ribu kilometer, tidak
beberapa ratus kilometer saja ?
1

•Tornado dan Siklon tropis keduanya sama-sama berputar, apa yang menentukan
Page

ukuran keduanya sangat berbeda?


Tentunya ada alasan secara teoretis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Bagaimana skala yang berbeda dalam gerakan atmosfer menentukan hal tersebut. Seperti
contoh berikut:

Gambar 1: Gambar plot setengah bola Hemispherica dari tinggi 500mb (kontur) dan vortisitas (warna)
yang menunjukkan gelombang skala global l

Gambar 2: Tekanan MSL (kontur hitam) dan analisis suhu (kontur merah) pada pukul 0200 CST
25 Juni 1953. Saat Squall line sedang berlangsung di Kansas bagian utara, Nebraska bagian
timur, dan Iowa. [Dari Markowski dan Richardson 2010]
2
Page
1.1.2 Spektrum Energi Atmosfer

Gerakan atmosfer terjadi secara terus menerus pada seluruh skala ruang dan waktu.
Skala spasial berkisar dari ∼0.1µm (mean free path of molecules) hingga ∼ 40,000 km (keliling
Bumi), sedangkan skala temporal berkisar antara sub-detik (turbulensi skala kecil) hingga
multi-minggu (planetary-scale Rossby waves). Pola cuaca dengan skala waktu pendek
(panjang) umumnya berhubunngan dengan skala ruang kecil (besar). Perbandinghan antara
ruang horizontal dan skala waktu kira-kira sama besarnya (∼10 ms − 1) untuk pola tersebut.
Saat melihat spektrum energi kinetik yang diplot sebagai fungsi dari waktu (Gambar 3)
terlihat ada beberapa skala waktu yang dominan di atmosfer. Gambar tersebut juga
menunjukkan bahwa spektrum energi gerakan atmosfer sebenarnya terjadi secara terus-
menerus.
Adanya puncak untuk skala lokal sekitar satu hari (berhubunngan dengan siklus
pemanasan matahari diurnal), dan puncak skala besar mendekati satu tahun (berhubunngan
dengan siklus tahunan karena perubahan sumbu rotasi bumi relatif terhadap matahari). Skala
waktu ini terutama ditentukan oleh kekuatan secara eksternal ke dalam atmosfer. Terdapat
pula puncak yang terjadi untuk beberapa hari sampai kisaran satu bulanan. Skala tersebut
berhubunngan dengan terjadinya siklon skala sinoptik (synoptic scale cyclones ) sampai pada
adanya gelombang skala planet (planetary scale waves). Tidak ada dorongan eksternal
dominan dalam periode beberapa hari. Dengan demikian, puncak tersebut haruslah berkaitan
dengan sesuatu yang bersifat internal di atmosfer. Ini sebenarnya adalah skala gerakan
atmosfer yang paling tidak stabil, seperti yang berhubunngan dengan ketidakstabilan
baroklinik dan barotropik.

Gambar 3: Energi kinetik rata-rata komponen angin barat-timur di atmosfer bebas (garis padat) dan di
dekat tanah (garis putus-putus). (Vinnichenko 1970; lihat juga Atkinson 1981)

Ada puncak lain pada kisaran satu menit. Hal ini tampaknya berhubunngan dengan
gerakan turbulensi berskala kecil, termasuk yang ditemukan dalam storm konvektif dan PBL.
Terlihat ada 'gap' atau ‘jarak’ antara beberapa jam hingga ∼30 menit (masih ada perdebatan
3

tentang interpretasi ‘gap’ ini). 'gap' ini sebenarnya berhubungan dengan mesoscale, yaitu
Page

subjek dari pembahasan saat ini.


Diketahui bahwa banyak fenomena cuaca terjadi pada mesoscale, meskipun
cenderung berselang dalam waktu dan ruang. Intermitensi (tidak seperti gelombang dan siklon
skala besar yang pernah ada) dapat menjadi alasan untuk ‘gap’ atau 'jarak'. Mesoscale diyakini
memainkan peran penting dalam mentransfer energi dari skala besar ke skala kecil. Mengutip
dari Dr. A. A. White, dari British Met Office: Pada suatu waktu tidak ada banyak air di pipa
keluar dari bak mandi, tetapi susah jika diblok. Pernyataan itu seperti konveksi mid-latitude,
tidak terjadi setiap hari, tetapi kita tidak dapat melakukannya tanpanya. Jika tidak, panas dan
kelembaban akan menumpuk di dekat tanah dan kita tidak akan bisa hidup di permukaan bumi.

1.1.3 Energy Cascade (Energi yang mengalir ke bawah)

Ketika skala berkurang, kita dapat melihat struktur yang semakin tipis dan bahkan
lebih tipis lagi. Banyak dari struktur ini disebabkan oleh jenis ketidakstabilan tertentu yang
secara inheren membatasi ukuran dan durasi fenomena. Ditemukan juga, ada pertukaran
energi, panas, kelembaban, dan momentum di antara keseluruhan skala. Sebagian besar
transfer energi di atmosfer bersifat downscale mulai dari penurunan pemanasan dengan garis
lintang dan kontrasnya antara daratan-laut pada skala planet. Energi di atmosfir juga dapat
mentransfer upscale, namun. Disini, disebutkan transfer energi di antara skala energi yang
mengalir ke bawah.
Contoh: Thunderstorm menggunakan ketidakstabilan konvektif (perhitungan CAPE)
dari Siklon. Thunderstorm juga memperoleh bagian dari energi kinetik dari gerak angin rata-
ratanya. Thunderstorm pada gilirannya dapat menghasilkan tornado dengan memusatkan
vortisitas ke area kecil. Angin kencang dalam tornado menciptakan eddy turbulen yang
kemudian menghilang dan akhirnya mengubah energi kinetik menjadi panas. Aktifitas
konvektif juga dapat memberikan umpan balik ke skala yang lebih besar dengan menguatkan
siklon skala sinoptik (transfer skala besar).

Pertanyaannya, apa hubungannya ini dengan mesoscale?


Ternyata mendefinisikan mesoscale tidak mudah. Secara historis, mesoscale pertama
kali diperkenalkan oleh Ligda (1951) dalam artikel yang mengulas penggunaan radar cuaca. Hal
tersebut digambarkan sebagai skala antara skala strom konvektif yang dapat dilihat secara
visual (beberapa kilometer atau kurang) dan batas resolvabilitas dari suatu jaringan
pengamatan sinoptik - yaitu, skala yang tidak dapat diamati. Mesoscale, pada awal 1950-an,
diantisipasi untuk diamati menggunakan radar cuaca.

4
Page

Gambar 4: Gambaran Energi Cascade. ε adalah energi dan k adalah bilangan gelombang.
1.1.4 Definisi Rough

Mesoscale dapat dianggap skala yang penting (baik adveksi ageostropik maupun
parameter Coriolis f ), yang lebih kecil dari radius deformasi Rossby (L = NH/f ~ 1000 km).
Dengan demikian, hal tersebut adalah skala gerakan atmosfer yang didorong oleh berbagai
mekanisme bukan oleh adanya sebuah ketidakstabilan yang dominan.
Untuk saat ini, kita dapat menggunakan definisi yang lebih kualitatif denngan
mencoba menghubungkan mesoscale dengan sesuatu yang lebih konkrit. Kira-kira
menganggap bahwa kata mesoscale mendefinisikan peristiwa-peristiwa meteorologis yang
memiliki dimensi spasial dari urutan satu keadaan. Dengan demikian, thunderstorm tunggal
atau awan cumulus dikecualikan karena skalanya berada pada orde beberapa kilometer.
Demikian pula, siklon skala sinoptik dikecualikan karena skala mereka berada di orde
beberapa ribu kilometer.

1.1.5 Klasifikasi Skala

Gambar 5: Definisi karakteristik skala waktu dan skala panjang horizontal dari berbagai fenomena
atmosfer. Skema Orlanski (1975) dan Fujita (1981). [ Markowski dan Richardson 2010]

1.1.6 Analisisa Skala


5
Page

Beberapa skala ruang dan waktu di atmosfer.


Skala waktu:
• siklus harian
• siklus tahunan
• periode osilasi inersia - karena rotasi bumi, parameter Coriolis f
• skala waktu adveksi - waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak tertentu
Skala ruang:
• global – berhubungan dengan radius bumi
• ketinggian atmosfer – berhubungan dengan massa total atmosfer dan gravitasi
• skala geografi tetap - ketinggian gunung, lebar, lebar benua, lautan, danau
Analisis skala (dipelajari pada dinamika) adalah metode yang sangat berguna untuk
menetapkan pentingnya berbagai proses di atmosfer dan suku2 dalam persamaan
pengaturnya. Berdasarkan kepentingan relatif dari proses / suku ini, kita dapat menyimpulkan
banyak perilaku gerak pada skala tersebut.
Pertimbangkan contoh sederhana ini:

𝑑𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑢 1 𝜕𝑝
= +𝑢 +𝑤 =− + 𝑓𝑣
𝑑𝑡 𝜕𝑡 𝜕𝑥 𝜕𝑧 𝜌 𝜕𝑥

Persamaan apakah ini?


Dapatkah mengidentifikasi suku -suku di dalamnya?
Dengan analisis skala, dicoba untuk menetapkan nilai-nilai karakteristik untuk masing-masing
variabel dalam persamaan untuk memperkirakan besarnya setiap suku dan menentukan
kepentingan relatif mereka. Sebagai contoh.

𝑑𝑢 ∆𝑢 𝑉
~ ~
𝑑𝑡 ∆𝑡 𝑇

di mana V adalah skala kecepatan (besarnya kecepatan atau amplitudo jika sebagai komponen
gelombang), dan T skala waktu (besaran waktu perubahan kecepatan ∆u, atau periode
gelombang ). Perlu ditekankan di sini bahwa besarnya perubahan yang menentukan skala, yang
tidak selalu sama dengan besarnya kuantitas itu sendiri. Suhu absolut adalah contoh yang baik,
seperti tekanan permukaan.
Untuk skala yang berbeda, suku dalam persamaan gerak memiliki kepentingan yang berbeda.
Ini mengarah pada perilaku gerakan yang berbeda, yang berarti ada signifikansi dinamis pada
skala tersebut.

1.1.7 Gerak Skala Sinoptik

Dapat dilakukan analisis skala untuk gerakan skala sinoptik menggunakan persamaan gerak
horizontal sebagai berikut:
• V ∼ 10 ms − 1 (variasi umum atau perubahan dalam kecepatan horizontal di atas jarak
tipikal)
• W ∼ 0.1 ms − 1 (variasi kecepatan vertikal)
6

• L ∼ 1000 km = 106 m (sekitar radius siklon)


Page

• H ∼ 10 km = 104 m (ketinggian troposfer)


• T ∼ L / V ∼ 105 s (waktu untuk parsel udara berpindah sejauh 1000 km)
• f ∼ 10−4 s − 1 (garis lintang tengah)
• ρ ∼ 1 kg m − 3
• ∆p horizontal ∼ 10 mb = 1000 Pa (variasi tekanan dari pusat ke tepi siklon. Perhatikan
bahwa ini adalah variasi khusus yang menentukan skala yang khusus, bukan nilai itu
sendiri, seperti dalam contoh ini. Menggunakan skala 1000 mb akan memberikan hasil
yang keliru)

𝜕𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑢 1 𝜕𝑝
+𝑢 +𝑤 =− + 𝑓𝑣
𝜕𝑡 𝜕𝑥 𝜕𝑧 𝜌 𝜕𝑥

𝑉 𝑉𝑉 𝑊𝑉 ∆𝑝
𝑓𝑉
𝑇 𝐿 𝐻 𝜌𝐿
10 102 0.1 × 10 103
10−4 × 10
105 106 104 1 × 106

10−4 10−4 10−4 10−3 10−3

Ternyata bahwa suku perubahan lokal dan suku adveksi dalam orde yang besarnya lebih kecil
pada gerak skala sinoptik. Gaya gradien tekanan dan gaya Coriolis berada dalam
keseimbangan. Gerak apa yang didapatkan dalam kasus ini? Yaitu gerak quasi-geostropik.
Analisis skala serupa dapat dilakukan pada persamaan gerak vertikal.
• ∆p terhadap skala panjang vertikal 𝐻 ~ 1000 𝑚𝑏 = 105 𝑃𝑎
𝜕𝑤 𝜕𝑤 𝜕𝑤 1 𝜕𝑝
+𝑢 +𝑤 =− −𝑔
𝜕𝑡 𝜕𝑥 𝜕𝑧 𝜌 𝜕𝑥
𝑊 𝑉𝑊 𝑊𝑊 ∆𝑝
𝑔
𝑇 𝐿 𝐻 𝜌𝐻
0.1 10 × 0.1 0.1 × 0.1 105
10
105 106 104 1 × 104
10−6 10−6 10 −6
10 10

Jelas, percepatan vertikal jauh lebih kecil daripada suku gradien tekanan vertikal dan
suku gravitasi, yang memiliki urutan besaran yang sama. Keseimbangan antara kedua suku ini
memberikan keseimbangan hidrostatik, dan keseimbangan ini merupakan pendekatan yang
sangat bagus untuk gerak skala sinoptik. Juga, gerakan vertikal jauh lebih kecil daripada
gerakan horizontal. Dapat disimpulkan yang terakhir dari persamaan kontinuitas massa 𝛻 ∙
⃗ ≈0
𝑉
Oleh karena itu, berdasarkan analisis skala sepanjang, diperoleh sifat-sifat dasar yang
mengalir pada gerak sinoptik: gerak tersebut adalah quasi-dua-dimensi, quasi-geostropik dan
hidrostatik. Dapat melihat dari contoh skala horizontal yang menentukan dinamika gerak.
Singkatnya, gerak skala synoptic (dan naik) adalah
• quasi dua dimensi (𝑤 << 𝑢)
• hidrostatik (kita dapat melihatnya dengan melakukan analisis skala untuk persamaan
7

gerak vertikal)
Page
• Gaya Coriolis adalah suku dominan dalam persamaan gerak dan dalam keseimbangan
dengan PGF geraknya quasi-geostropik

1.1.8 Gerak Mesoscale

Bagaimana dengan mesoscale? Kita katakan sebelumnya bahwa kita mendefinisikan skala
meso berada ratusan kilometer dalam ruang dan jam dalam waktu.
Kita melihat bahwa semua suku dalam persamaan memiliki besaran yang sama - tidak ada yang dapat
diabaikan - kita tidak lagi memiliki geostropik! Untuk arah vertikal, pendekatan hidrostatik masih
mungkin terhadap mesoscale.

Oleh karena itu, gerakan mesoscale bukan geostropik (komponen ageostrophic signifikan - lihat
definisi sebelumnya), gaya Coriolis tetap penting, dan juga keseimbangan hidrostatik. Geraknya
adalah dua dimensi (w << u atau v). Ini sebagai definisi dinamika dari mesoscale, atau dalam definisi
skala meso Orlanski, dan ringkasnya, gerak skala meso-β adalah:
 quasi dua dimensi
 hampir hidrostatik
 Gaya Coriolis tidak dapat diabaikan Kita bisa melangkah lebih jauh dengan melihat
konveksi cumulus atau bahkan badai supercell : L ∼ 10 km, V ∼ 10 ms − 1, T ∼ 1000 s.

Dalam arah vertikal:


8

Sekarang kita melihat bahwa gaya Coriolis besarnya dalam orde lebih kecil, sehingga dapat diabaikan
Page

saat mempelajari konveksi cumulus selama satu jam atau lebih. Terlihat suku percepatan sama
pentingnya dengan PGF.
Analisis skala dari persamaan gerak vertikal, berdasarkan persamaan gerakan Boussinesq adalah
sebagai berikut:

Di sini kita menggunakan densitas rata-rata vertikal sebagai skala densitas dalam suku
PGF. Bentuk persamaan Boussinesq digunakan karena ini adalah residu antara suku PGF dan
gaya bouyansi yang menggerakkan gerakan vertikal, oleh karena itu kita ingin memperkirakan
suku -suku dalam hal gangguan dari keadaan kestimbanngan hidrostatis.
Jelas, suku percepatan vertikal sekarang menjadi penting. Oleh karena itu,
pendekatan hidrostatik tidak lagi berlaku. Menurut definisi Orlanski (1975), ini masuk dalam
rentang skala meso, kadang disebut sebagai skala kecil atau konvektif. Pada skala ini, gerak
akan menjadi ageostrophic, nonhydrostatic, dan tiga dimensi (w ∼ u dan v).
Singkatnya, gerak skala meso adalah:
• tiga dimensi
• nonhidrostatik
• ageostrophic dan gaya Coriolis dapat diabaikan
Ketika bergerak lebih jauh ke skala mikro, dinamika dasar menjadi serupa dengan gerak skala
kecil geraknya menjadi:
• tiga dimensi
• nonhidrostatik
• ageostrophic dan gaya Coriolis dapat diabaikan

1.1.9 Ringkasan

Ada lebih dari satu cara untuk menentukan skala sistem cuaca. Definisi dapat didasarkan
pada skala waktu atau ruang (atau keduanya) dari sistem. Hal ini juga dapat didasarkan pada
parameter non-dimensi yang bermakna secara fisik (misalnya, bilangan Rossby berdasarkan skala
waktu Lagrangian sebagaimana dianjurkan oleh Emanuel 1986). Hal yang paling penting untuk
diketahui adalah karakteristik kunci yang berhubunngan dengan sistem cuaca / gangguan di
masing-masing skala ini, seperti yang diungkapkan oleh analisis skala. Analisis skala dapat
menyebabkan parameter non-dimensi dalam persamaan pengaturan non-dimensi. Secara fisik,
pendekatan terakhir (yang didasarkan pada parameter non-dimensi) sangat masuk akal.
Dalam pelajaran ini, kita akan fokus pada meso-β (atau mesoscale klasik) dan meso-γ
(atau skala kecil atau konvektif), dengan beberapa cakupan pada skala meso-α dan mikro-α
(misalnya, tornado).
9
Page
Meteorologi Skala Meso
Modul 2. Angin Orografi (Mountain Forced Flows)

Fenomena cuaca yang terkena langsung berhubungan dengan gerak orografi antara lain:
 mountain waves
 lee waves and clouds
 rotors and rotor clouds
 severe downslope windstorms
 lee vortices
 lee cyclogenesis
 frontal distortion across mountains
 cold-air damming
 track deflection of midlatitude and tropical cyclones
 coastally trapped disturbances
 orographically induced rain and flash flooding
 orographically influenced storm tracks.
Sebagian besar dari fenomena tersebut adalah termasuk dalam skala meso dan diinduksi oleh
angin orografi dan kondisi udaranya stabil

Gambar 1: gambar MODIS dari awan karena gelombang gunung di atas Turki. (credit: UCAR/COMET
10
Page
2.1 Gelombang Gunung

Gambar 2: Gelombang lee yang terperangkap meluas ke arah angin dari Kepulauan Hawaii.
(credit: UCAR/COMET)

Gambar 3: Awan-awan gelombang membentang dari arah angin dari Pulau Amsterdam.
(credit: Jeff Schmaltz/NASA)

Gambar 4: Awan-awan gelombang memanjang melawan arah angina di Danau Great Slave Kanada
(credit: Earth Snapshot)
11
Page
2.1.1 Primer: Modul COMET
Tipe awan pada Gelombang Gunung

Gambar 5: pola awan yang sering dikaitkan dengan sistem gelombang gunung. (credit: UCAR/COMET)

Gambar ini menunjukkan perkembangan khusus pola awan yang sering dikaitkan dengan
sistem gelombang gunung. Perhatikan gerak angin, dengan komponen kuat yang tegak lurus
dengan garis punggungan utama. Ini adalah kondisi pertumbuhan gelombang gunung, ketika
atmosfer stabil. Jika udara menekan di atas dataran, ia akan bergerak ke bawah sepanjang
lereng lee, lalu berosilasi dalam serangkaian gelombang ketika bergerak ke hilir. Kadang-
kadang gelombang ini dapat merambat untuk jarak yang jauh dalam " rangkaian gelombang
lee.

Awan Orografik

Gambar 6: Gambaran dari awan cap. (kredit: UCAR / COMET)


12

Cap cloud mengindikasikan kemungkinan adanya aktivitas gelombang di hilir pegunungan.


Yang sering muncul di sepanjang punggung gunung ketika udara didorong mengalir kedalam
Page

satu arus. Jika gerak tersebut cukup lembab, kelembapan akan menyebabkan pengembunan
dan menjadi sekumpulan besar awan yang mengikuti kontur gunung. Cukup sering, terjadi
hujan orografis dengan intensitas lebat terjadi di sisi angin yang menghadap ke atas
penghalang, terutama untuk penghalang yang terletak di dekat laut. Ketika gerak turun di
punggungan gunung, awan menguap. Dilihat dari hilir, awan cap sering muncul sebagai
dinding awan yang menggantung di atas puncak bukit.
Penting untuk diingat bahwa meskipun awan cap mengindikasikan kemungkinan aktivitas
gelombang, ketiadaan cap tidak berarti bahwa gelombang tidak ada. Dalam kondisi yang
lebih kering, gelombang mungkin hadir tanpa awan cap.

Perambatan Gelombang Vertikal

Gambar 7: Gambaran gelombang yang menyebar secara vertikal. (credit: UCAR / COMET)

Rambatan Gelombang vertikal paling sering terjadi terhadap gelombang pertama angin
longitudinal dari penghalang gunung. Gelombang ini seringkali menjadi lebih kuat dan miring
ke atas terhadap ketinggian. kemiringan, gelombang yang kuat dapat menyebabkan pesawat
mengalami turbulensi lapisan atas atmosfer. Clear Air Turbulence sering terjadi di dekat
tropopause karena gelombang yang menyebar secara vertikal. Luar biasanya gelombang
vertikal tersebut pernah tercatat hingga mencapai ketinggian 70 km bahkan lebih.
Breaking Waves

Gambar 8: Gambaran gelombang yang putus. (kredit: UCAR / COMET)


Gelombang yang menyebar secara vertikal dengan amplitudo yang cukup dapat pecah di
13

troposfer atau stratosfer bawah. Pemutusan gelombang dapat mengakibatkan turbulensi


Page

ekstrim yang ekstrim di dalam wilayah pemecah gelombang dan di dekatnya, biasanya antara
7 dan 14 km. Jika gelombang merambat vertikal tidak pecah, pesawat kemungkinan akan
mengalami getaran gelombang yang cukup besar, tetapi sedikit turbulensi.

Downslope Wind

Gambar 9: Gabaran dari gelombang pecah. (Credit: UCAR / COMET)

Kadang-kadang, angin downslope yang kuat menyertai sistem gelombang gunung. Pada
kejadian angin downslope yang kuat biasanya dikaitkan dengan gerak lintas penghalang yang
kuat, gelombang memecah di lapisan atas, dan terjadi inversi didekat puncak penghalang.
Dalam kasus ekstrim, angin bisa melebihi 100 knot. Ini mungkin dua atau tiga kecepatan angin
di puncak gunung. Angin kencang ini sering menyebabkan turbulensi dan shear angin di
permukaan, menyebabkan bahaya signifikan terhadap pesawat dan kerusakan di permukaan.
Windstorms Downslope sering tiba-tiba berakhir di "jump region," meskipun turbulensi yang
lebih moderat bisa ada di hilir. Wilayah lompatan adalah daerah yang sangat turbulen yang
dapat mencapai hingga 3 km.

Rotor

14

Gambar 10: Pola-Pola tipikal yang sering dikaitkan dengan rotor dan awan rotor.
Page

(Credit: UCAR / COMET)


Rotor adalah bagian dari zona turbulen lapisan bawah yang sering terbentuk dalam
kaitannya dengan sistem gelombang gunung. Rotors juga disebut horizontal roll vortices
karena mereka membentuk pola rotasi lengkap, dengan sumbu rotasi sejajar dengan tanah.
Zona turbulen lapisan bawah adalah wilayah lain dari turbulensi yang berpotensi signifikan.
Zona tersebut akan cepat terbentuk pada hilir daerah lompat dan di bawah puncak
gelombang. Sumbu rotor biasanya terjadi pada ketinggian yang sama dengan atau di lapisan
bawah puncak gunung dan dalam jarak 20 mil dari garis punggungan. Rotasi skala kecil yang
menempel dalam zona turbulen lapisan bawah dapat menyebabkan terguling yang melebihi
kemampuan pesawat terbang untuk tetap rata. Hal ini paling sering terjadi ketika
pertumbuhan lapisan batas konvektif membantu gerakan ke atas yang kuat di daerah jump.
Lokasi rotor dapat sering diidentifikasi jika tersedia kelembaban yang cukup untuk
membentuk rotor awan yang berhubunngan. Awan rotor ditemukan di dekat bagian atas
sirkulasi rotor dan di bawah awan lenticular yang lebih tinggi. Tepat di atas awan rotor, udara
yang halus dan bergelombang akan terlihat.
Awan rotor dapat terlihat tidak berbahaya, tetapi mengandung turbulensi yang kuat
dan harus dihindari oleh pilot. Akhirnya, kita dapat mengharapkan model NWP operasional
untuk menyelesaikan masaah ini, sehingga dapat diidentifikasi ada atau tidak adanya awan
rotor.

Gelombang Trapped Lee dan Awan

Gambar 11: Ciri-ciri khusus yang sering dikaitkan dengan gelombang lee yang terperangkap.
(Credit: UCAR / COMET)

Gelombang Lee yang energinya tidak menyebar secara vertikal karena shear angin yang kuat
atau stabilitas bawah di atas dikatakan "terperangkap." Gelombang lee yang terperangkap
sering ditemukan di hilir zona rotor, meskipun rotor yang lemah mungkin ada di bawah setiap
gelombang lee. Gelombang ini biasanya berada di ketinggian dalam beberapa ribu kaki dari
puncak puncak gunung dan turbulensi umumnya terbatas pada ketinggian di bawah 8 km.
Turbulensi yang kuat dapat terjadi antara dasar-dasar awan lentikular yang berhubunngan dan
tanah.
15

Awan lenticularis terbentuk di dekat puncak gelombang gunung. Saat udara naik dan
mendingin, embun mengembun, membentuk awan. Saat udara turun di puncak lambang
Page
gelombang, awan menguap. Karena udara mengalir melalui awan sementara awan itu sendiri
relatif stasioner, banyak orang menyebut awan ini sebagai lenticularis berdiri.

Perluasan Area dari Gelombang Gunung

Aktivitas gelombang gunung dapat terjadi di wilayah yang luas. Gambar 1 menunjukkan awan
gelombang yang meliputi sebagian besar Turki, wilayah yang mencakup sekitar 1000 km!
Namun, meskipun terkadang sanngat luas, daerah turbulensi kuat atau ekstrim dalam sistem
gelombang gunung sering skalanya terbatas baik secara horizontal maupun vertikal.

2.1.2 Dinamika Umum Gelombang Internal Gravitasi

Kita umumnya menghubungkan gelombang dengan yang muncul di permukaan air, mis. di
danau atau lautan. Gelombang seperti ini disebut sebagai gelombang permukaan atau gelombang
eksternal karena mereka terbentuk di sepanjang antarmuka dua fluida dengan densitas yang sangat
berbeda dan memiliki amplitudo maksimum pada antarmuka ini (permukaan eksternal yang lebih
bawah, umumnya fluidanya homogen dan inkompresibe).
Sebaliknya, gelombang internal ditemukan dalam fluida dengan densitas yang terus berubah dan
memiliki amplitudo maksimum dalam fluida. Sayangnya, dua jenis gelombang ini berperilaku sangat
berbeda, sehingga pemahaman intuitif kita tentang gelombang eksternal tidak banyak membantu
pemahaman kita tentang gelombang di atmosfer.
Dengan demikian, kita harus menggunakan persamaan gerak untuk mengembangkan pemahaman
kita tentang gelombang ini. Persamaan momentum, kontinuitas, dan termodinamika dinyatakan
sebagai

dimana,
• D/Dt = ∂/∂t + u∂/∂x + v∂/∂y + w∂/∂z → total derivatif
• Frx, Fry, Frz → suku viskositas
• cp → kapasitas panas udara kering pada tekanan konstan
• q˙→ pemanasan diabatis
Untuk menyederhanakan analisis, kita membuat beberapa asumsi:
16

• gerak dua dimensi → v = 0, ∂ / ∂y = 0


• abaikan Coriolis → f = 0
Page

• abaikan viskositas → Frx, Fry, Frz = 0


• gerak adiabatik → q˙ = 0
• mengabaikan variasi densitas , tetapi mempertahankan variasi rata-rata dengan
tinggi → ρ = ρ (z)
• approximate buoyancy → gθ’/θ, di mana θ = θ (z)

Dengan asumsi tersebut persamaan gerak menjadi

dimana p’ adalah tekanan awal dari keadaan dasar hidrostatik (∂p/∂z = −ρg) dan θ = θ + θ’ .
Mayoritas perilaku gelombang dipertahankan bahkan ketika perturbasi diasumsikan kecil
dibandingkan dengan gerak rata-rata. Dengan demikian, cara termudah untuk
mendemonstrasikan solusi dari gelombang ini adalah untuk melinierkan persamaan di atas
dengan mengasumsikan bahwa gerak terdiri dari bagian rata-rata (diasumsikan konstan atau
hanya bervariasi dengan tinggi) dan bagian berfluktuasi amplitudo yang lebih kecil (bervariasi
dalam ruang dan waktu).

Suku -suku ini kemudian dimasukkan kedalam persamaan. (6) - (9) dan semua suku nonlinier
(yang termasuk suku kelipatan gangguan) diabaikan. Dengan mengabaikan suku non-linear,
kita kehilangan sifat fisik yang lengkap dari gelombang (misalnya, gelombang non-linear
steepening), tetapi menyimpan informasi yang cukup untuk menjelaskan perilaku dasarnya.
Persamaan gerak linier yang dihasilkan sekarang diberikan oleh

17
Page
2.1.1 Gerak dua dimensi, steady state, adiabatik, inviscid, non-rotating, Boussinesq mengalir di
atas gunung dengan amplitudo kecil.

Mari kita pertimbangkan gerak di atas gunung. Kita menganggap bidang hanya
bervariasi dalam arah x, sehingga gelombang dihasilkan dalam bidang x-z. Dengan demikian,
kita mempertahankan asumsi yang sama yang menyebabkan persamaan (11) - (14). Karena
gaya pada gelombang adalah stasioner, selanjutnya kita mengasumsikan keadaan steady

(∂t = 0). Persamaan tersebut dikurangi menjadi :

𝝏𝒖′ ̅
𝝏𝒖 𝟏 𝝏𝒑′
̅
𝒖 + 𝒘′ 𝝏𝒛 + =𝟎 (15)
𝝏𝒙 𝝆 𝝏𝒙

𝛛𝐰′ 𝟏 𝛛𝐩′ 𝛉′
𝐮
̅ + 𝛒̅ + 𝐠𝛉 =𝟎 (16)
𝛛𝐱 𝛛𝐳

𝛛𝐮′ 𝛛𝐰′
+ =𝟎 (17)
𝛛𝐱 𝛛𝐳

𝝏∅′ ̅
𝑵𝟐 ∅
̅
𝒖 𝝏𝒙
+ 𝒘′ 𝒈
=𝟎 (18)

𝑔
̅ /𝜕𝑧 adalah frekuensi Brunt-Väisälä. Selanjutnya, kita ambil
Di mana N = √(∅̅) 𝜕∅
∂(Pers. 15)/ ∂z dan ∂(Pers. 16)/ ∂x.

𝝏 𝝏𝒖′ 𝟏 𝝏𝟐 𝒑′ 𝝏𝟐 𝒖
̅
̅
𝒖 +𝝆 + 𝒘′ 𝝏𝒛𝟐 = 𝟎 (19)
𝝏𝒙 𝝏𝒛 𝝏𝒙𝝏𝒛

𝝏 𝝏𝒖′ 𝟏 𝝏𝟐 𝒑′ 𝝏𝟐 𝒖
̅
̅
𝒖 +𝝆 + 𝒘′ 𝝏𝒛𝟐 = 𝟎 (20)
𝝏𝒙 𝝏𝒛 𝝏𝒙𝝏𝒛

Kemudian, kita kurangi Pers. (19) dari Pers. (20) untuk menghilangkan p΄, yang menghasilkan

𝝏 𝝏𝒘′ 𝝏𝒖′ 𝝏𝟐 𝒖
̅ 𝒈 𝝏∅′
̅ ( −
𝒖 ) − 𝒘′ 𝝏𝒛𝟐 − ∅̅ (21)
𝝏𝒙 𝝏𝒙 𝝏𝒛 𝝏𝒙

Selanjutnya, gunakan persamaan 18 untuk menghilangkan ∂∅2 / ∂z :

𝝏 𝝏𝒘′ 𝝏𝒖′ 𝑵𝟐 𝝏𝟐 𝒖
̅
̅ ( −
𝒖 ) + 𝒘′ ̅
− 𝒘′ 𝝏𝒛𝟐 (22)
𝝏𝒙 𝝏𝒙 𝝏𝒛 𝒖
I II III

Ini dapat ditafsirkan sebagai persamaan vortisitas, di mana (I) adalah laju perubahan
vortisitas mengikuti partikel fluida, (II) adalah laju produksi vortisitas oleh gaya apung, dan
(III) adalah laju produksi vortisitas oleh redistribusi vertikal dari vortisitas dasatr .
18

Untuk lebih menyederhanakan persamaan tersebut, kita bagi dengan Pers. (22)
Page

dengan u dan menurunkan dengan ∂/∂x, menghasilkan


𝛛𝟐 𝐰′ 𝛛 𝛛𝐮′ 𝐍𝟐 𝟏 𝛛𝟐 𝐮
− + 𝐰′ ( 𝐮̅𝟐 − )=0 (23)
𝛛𝐱 𝟐 𝛛𝐳 𝛛𝐱 𝐮 𝛛𝐳 𝟐

Akhirnya, dengan menggunakan persamaan (17) untuk mengeliminasi ∂/ ∂x dan sampai pada
persamaan Score (1954) :

𝜵𝟐 𝒘′ + 𝒍𝟐 (𝒛)𝒘′ = 𝟎 (24)

Dimana, ∇2 = ∂2 / ∂x 2 + ∂2 / ∂z 2 adalah operator Laplacian dua dimensi dan l adalah


parameter Scorer (Scorer 1949), yang didefinisikan

𝑵𝟐 𝟏 𝝏𝟐 𝒖
𝒍(𝒛) = √ 𝒖̅𝟐 − ̅ 𝝏𝒛𝟐
𝒖
(25)

Persamaan (24) berfungsi sebagai alat sentral untuk berbagai studi teoritis dari amplitudo
kecil, gelombang gunung dua dimensi. Dalam kasus ekstrim dari parameter Scorer yang
sangat kecil, misalnya, ketika N = 0 dan geser vertikal nol, Persamaan (24) mengurangi gerak
irrotasional atau potensial,

𝛁𝟐𝐰′ = 𝟎 (26)

Jika gaya simetris dalam arah gerak dasar, seperti silinder dalam cairan tak terbatas atau
gunung yang berbentuk lonceng dalam setengah bidang, lalu geraknya simetris.

Gambar 12: Streamlines gerak steady-state di atas gunung yang terisolasi berbentuk lonceng. [Lin
(2010)]
19

Untuk kasus khusus tersbut, tidak terjadi hambatan yang dihasilkan di gunung karena
Page

fluifdanya tidak beraturan.


2.1.2 Arus di Atas Pegunungan Sinusoidal Dua Dimensi

Kita mulai dengan persamaan yang menggambarkan gerak gerak dua dimensi, steady-state,
adiabatik, inviscid, non-rotating, Boussinesq di atas gunung dengan amplitudo kecil. Karena
bidang nya sinusoidal, kita berasumsi bahwa Persamaan (24) akan mengharapkan solusi
dalam bentuk

w ′ = Ɍ[ŵ(z)exp(i∅)] (27)

Dimana R menunjukkan bagian nyata dari suku bracketing (diasumsikan selanjutnya), wˆ (z)
adalah amplitudo gelombang, φ = kx - ωt adalah fasa gelombang, k = 2π / Lx adalah bilangan
gelombang, dan Lx adalah jarak pemisahan antara pegunungan. Karena geraknya stabil
(gelombang gravitasi tidak bergerak), maka ω = 0. Dengan demikian, solusinya menjadi

w ′ = [ŵ(z)exp(ikx)] (28)

Perhatikan bahwa amplitudo kompleks diperlukan agar sesuai dengan kondisi batas bawah
free-slip yang diberikan setiap profil medan yang berubah-ubah. Untuk gerak fluida inviscid,
kondisi batas bawah ini membutuhkan gerak menjadi tangensial terhadap bidang (yaitu,
partikel fluida harus mengikuti bidang , sehingga kemiringan streamline sama dengan
kemiringan lereng lokal). Dalam hal ini, bidang berperilaku mengikuti

h(x) = hm sin kx (29)

di mana hm adalah ketinggian gunung. Kemudian, karena gerak di batas bawah harus sejajar
dengan batas, gangguan kecepatan vertikal pada batas diberikan oleh lapisan di mana
perubahan ketinggian batasnya mengikuti gerakan:

Dh ∂h
w ′ (x, 0) = Dt ≈ u̅ ∂x = u̅khm coskx (30)
z=0

Persamaan (30) merepresentasikan kondisi batas bawah yang dilinierisasi. Pada batas
atas, kita memerlukan fluks energi karena gerak terganggu menuju ke nol sebagai z → inf
atau diarahkan ke atas dari permukaan (yaitu, tidak ada sumber di infinity diizinkan untuk
menyebarkan energi ke dalam domain).
Jika kita mengganti Persamaan (28) menjadi Persamaan (24), kita sampai pada persamaan
Taylor-Goldstein yang dimodifikasi

∂2 ŵ
+ (l2 − k 2 )ŵ = 0 (31)
∂z2
20

Kita akan mendapatkan solusi yang sangat berbeda tergantung pada hubungan antara l dan k.
Page
Mari kita asumsikan bahwa gerak rata-rata u(z) dan stabilitas N (z) keduanya konstan
terhadap tinggi. Dalam hal ini, l2 diubah menjadi N 2/ u2 dan persamaan diferensial dua
dimensi homogen untuk w

∂2 ŵ
+ m2 ŵ=0 (32)
∂z2

Dimana m = √(N 2 / u̅2 − k 2 ).

Dalam memecahkan persamaan homogen orde dua untuk y(x) dari bentuk generic

∂2 y ∂y
a ∂x2 + b ∂x + cy = 0 (33)

kita melihat persamaan karakteristik. Persamaan karakteristik diperoleh dengan mengganti


∂2y/∂x2, ∂y/∂x,dan y dengan r2, r,dan 1.Ini menghasilkan persamaan kuadrat yang dapat
dipecahkan dengan mudah

𝑎𝑟 2 + 𝑏𝑟 + 𝑐 = 0 (34)

yang akarnya diberikan oleh

−𝑏±√𝑏 2 −4𝑎𝑐
𝑟= (35)
2𝑎

Jika akarnya rumit, maka bisa ditulis sebagai p±𝑖𝑞 ,di mana i menunjukkan angka imajiner
(𝑖 2 = −1).
Bentuk umum dari persamaan ini kemudian ditunjukkan dengan

𝑦(𝑥) = 𝑒𝑥𝑝(𝑝𝑥)[𝐴𝑒𝑥𝑝(𝑖𝑞𝑟) + 𝐵 𝑒𝑥𝑝(−𝑖𝑞𝑟)] (36)

di mana, A dan B adalah konstata amplitudo kompleks. Jika kita menerapkan teknik ini ke
Persamaan (32), kemudian a=1, b=0, dan c= m2, artinya adalah akar ±𝑖𝑚. Solusi yang diberikan
adalah

ŵ(𝑧) = 𝐴 𝑒𝑥𝑝(𝑖𝑚𝑧) + 𝐵 𝑒𝑥𝑝(−𝑖𝑚𝑧) (37)

Pergantian Persamaan (37) dalam Persamaan (28) menghasilkan solusi untuk wj , ditunjukkan
dengan

ŵ(𝑧) = 𝐴 𝑒𝑥𝑝(𝑖[𝑘𝑥 + 𝑚𝑧]) + 𝐵 𝑒𝑥𝑝(𝑖[𝑘𝑥 − 𝑚𝑧]) (38)

Ada dua kemungkinan kasus dari persamaan (38) : ketika m real dan ketika m adalah imajiner.
Kita akan membahasnya di periode berikutnya, ditambah dengan memeriksa gerak dengan
mekanisme gaya lainnya.
21
Page
2.1.4 Arus di atas Pegunungan Sinusoidal Dua Dimensi

Sebelumnya, kita membahas gaya pada gerak gunung, meninjau sifat umum gravitasi internal,
dan mulai mempertimbangkan contoh spesifik dari dua dimensi, keadaan steady, adiabatik,
inviscid, non-rotating, gerak fluida Boussinesq melewati pegunungan sinusoidal dua dimensi.

Sebagai bagian dari analisis, kita mendapatkan persamaan Scorer.

∇2 𝑤 + 𝑙 2 (𝑧)𝑤 ′ = 0 (24)

di mana 𝑙 adalah parameter Scorer, yang didefinisikan sebagai:

𝑁2 1 𝜕2 𝑢
̅
𝑙(𝑧) = √ 𝑢̅2 − ̅ 𝜕𝑧 2
. (25)
𝑢

Dalam contoh bidang sinusoidal, kita juga mengasumsikan bahwa gerak rata-rata 𝑢̅(𝑧) dan
stabilitas 𝑁(𝑧) keduanya konstan dengan ketinggian. Dalam skenario ini, 𝑙 2 menjadi 𝑁 2 /𝑢̅2 .
Juga karena bidang sinusoidal, kita berasumsi bahwa solusi untuk Persamaan (24) adalah dari
bentuk:

𝑤′ = 𝑤
̂(𝑧) exp(𝑖[𝑘𝑥 + 𝑚𝑧]), (28)

di mana 𝑘 = 2𝜋/𝐿𝑥 adalah bilangan gelombang, 𝐿𝑥 adalah jarak antara punggung


𝑁2
pegunungan, 𝑚 = √(𝑙 2 − 𝑘 2 ) = √( 𝑢̅2 − 𝑘 2 ), dan 𝑤
̂(𝑧) adalah amplitudo gelombang yang
dijelaskan oleh Persamaan Taylor-Goldstein yang termodifikasi, didefinisikan sebagai

𝜕2 𝑤
̂
+ 𝑚2 𝑤
̂ =0. (31)
𝜕𝑧 2

Jadi kita menggabungkan solusi untuk Persamaan. (31) dengan Persamaan. (28), dan
mendapatkan solusi berikut untuk 𝑤′

𝑤 ′ = 𝐴 exp(𝑖[𝑘𝑥 + 𝑚𝑧]) + 𝐵 exp(𝑖[𝑘𝑥 − 𝑚𝑧]), (38)

di mana A dan B merupakan amplitudo kompleks konstan. Sekarang kita akan memeriksa dua
kemungkinan kasus dari Persamaan. (38): yaitu ketika m adalah bilangan real dan m adalah
bilangan imajiner.

𝒎 bilangan real

Ingat bahwa 𝑚 ditentukan oleh √(𝑙 2 − 𝑘 2 ) . Ketika m real, maka

𝐿
𝑁 𝑁 2𝜋 ( 𝑢̅𝑥 )
𝑙>𝑘 → >𝑘 → > → 𝑁𝐿𝑥 > 2𝜋𝑢̅ → > 1.
22

𝑢̅ 𝑢̅ 𝐿𝑥 2𝜋
(𝑁)
Page
𝐿𝑥
Pembilang ̅
𝑢
, mewakili waktu adveksi parcel udara melewati satu panjang gelombang medan,
2𝜋
sementara penyebut 𝑁 mewakili periode osilasi apung akibat stratifikasi. Ini berarti bahwa
waktu yang diperlukan parsel udara untuk melewati bidang lebih dari yang dibutuhkan untuk
osilasi vertikal karena gaya apung. Dengan kata lain, daya apung memainkan peran yang lebih
besar daripada adveksi horizontal.

Karena 𝑚 real, kita mengharapkan solusi untuk mengikuti Persamaan. (38), di mana A dan B
harus ditentukan. Ingat bahwa kondisi batas atas untuk masalah ini menyatakan bahwa
gelombang harus mengangkut energi dari sumber energinya (hindari refleksi). Hal ini dapat
ditunjukkan bahwa gelombang solusi dari bentuk exp(𝑖[𝑘𝑥 + 𝑚𝑧]) memiliki fluks energi yang
diarahkan ke atas, sedangkan dari bentuk exp(𝑖[𝑘𝑥 − 𝑚𝑧]) memiliki fluks energi ke bawah.
Untuk memenuhi syarat batas atas, ini berarti B = 0, menghasilkan solusi dalam bentuk

𝑤 ′ = 𝐴 exp(𝑖[𝑘𝑥 + 𝑚𝑧]) = 𝐴1 cos(𝑘𝑥 + 𝑚𝑧) + 𝐴2 sin(𝑘𝑥 + 𝑚𝑧) (39)

Untuk memecahkan A1 dan A2, kita melihat kondisi batas bawah. Ingat bahwa dari kelas
terakhir, medan berperilaku sesuai

ℎ(𝑥) = ℎ𝑚 𝑠𝑖𝑛 𝑘𝑥 , 29

di mana ℎ𝑚 adalah ketinggian gunung. Kemudian, karena gerak di batas bawah harus sejajar
dengan batas, gangguan kecepatan vertikal pada batas diberikan oleh lapisan di mana
perubahan ketinggian batas mengikuti gerakan:

𝐷ℎ 𝜕ℎ
𝑤 ′ (𝑥, 0) = 𝐷𝑡 ≈ 𝑢̅ 𝜕𝑥 = 𝑢̅𝑘ℎ𝑚 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑥) 30
𝑧=0

Sekarang kita bandingkan Persamaan. (30) dan Persamaan. (39) pada 𝑧 = 0

𝑤 ′ (𝑥, 0) = 𝑢̅𝑘ℎ𝑚 cos(𝑘𝑥) = 𝐴1 cos(𝑘𝑥) + 𝐴2 sin(𝑘𝑥).

Ini berarti 𝐴1 = 𝑢̅𝑘ℎ𝑚 dan 𝐴2 = 0. Jadi, solusinya adalah

𝑤 ′ = 𝑢̅𝑘ℎ𝑚 cos(𝑘𝑥 + 𝑚𝑧) (41)

Ini menggambarkan gelombang yang menyebar secara vertikal tanpa kehilangan amplitudo.

𝒎 adalah imajiner

Ketika 𝑚 adalah imajiner, lalu


𝐿
𝑁 𝑁 2𝜋 ( 𝑢̅𝑥 )
𝑙<𝑘 → <𝑘 → > → 𝑁𝐿𝑥 < 2𝜋𝑢̅ → < 1.
𝑢̅ 𝑢̅ 𝐿𝑥 2𝜋
(𝑁)
23
Page
Ini berarti bahwa waktu yang diperlukan parsel udara untuk melewati bidang kurang dari yang
dibutuhkan untuk osilasi vertikal karena gaya apung. Dengan kata lain, daya apung memainkan
peran yang lebih kecil daripada adveksi horizontal.
Karena 𝑚 adalah imajiner, kita menetapkan 𝑚 = 𝑖𝜇, dimana 𝜇 = |𝑚| adalah bilangan
real. Jika kita mengganti persamaan ini menjadi Persamaan (38), kita akan mendapat solusi
yang diharapkan untuk kasus di mana 𝑚 adalah imajiner:

𝑤 ′ = 𝐴 exp(𝑖𝑘𝑥) exp(−𝜇𝑧) + 𝐵𝑒𝑥𝑝(𝑖𝑘𝑥)exp(𝜇𝑧) (42)

Kita pertama kali menerapkan kondisi batas atas kita untuk membantu menentukan koefisien.
Dalam hal ini, suku B mewakili gelombang yang amplitudonya tumbuh secara eksponensial
tanpa batas terhadap tinggi. Ini tidak bersifat fisik karena sumber energinya adalah permukaan
gunung. Ini menyiratkan bahwa B = 0, menghasilkan solusi dari persamaan

𝑤 ′ = 𝐴 exp(𝑖𝑘𝑥) exp(−𝜇𝑧) = 𝐴1 𝑒𝑥𝑝(−𝜇𝑧) cos(𝑘𝑥) + 𝐴2 𝑒𝑥𝑝(−𝜇𝑧) sin(𝑘𝑥)

Sekarang kita bandingkan Persamaan (30) dan Persamaan (43) pada z = 0

𝑤 ′ (𝑥, 0) = 𝑢̅𝑘ℎ𝑚 cos(𝑘𝑥) = 𝐴1 cos(𝑘𝑥) + 𝐴2 sin(𝑘𝑥) (44)

Ini lagi menyiratkan bahwa 𝐴1 = 𝑢̅𝑘ℎ𝑚 dan 𝐴2 = 0. Dengan demikian, solusinya adalah

𝑤 ′ = 𝑢̅𝑘ℎ𝑚 exp(−𝜇𝑧) cos(𝑘𝑥) (45)

Ini menggambarkan gelombang yang meluruh secara eksponensial dengan ketinggian.

Alasan fisik terhadap perbedaan antara dua kasus

Ketika 𝑚 real, itu berarti bahwa 𝑙 > 𝑘, atau 𝑁 > 𝑢̅𝑘. Disini, 𝑢̅𝑘 dikenal sebagai frekuensi
intrinsik, yang merupakan frekuensi yang akan dimiliki gelombang jika diamati dalam referensi
pergerakan dengan angin rata-rata. Jika kita mengatur ulang definisi 𝑚 kita sebelumnya untuk
menyelesaikannya, kita akan mendapatkan
𝑁2
𝑢̅ = ±√ 2
𝑚 + 𝑘2

Dengan menggunakan persamaan ini, pertidaksamaan menjadi

𝑁𝑘
𝑁>±
√𝑚2 + 𝑘 2

Ketika 𝑚 real, jumlah gelombang total dapat dianggap sebagai vektor, diarahkan tegak lurus
terhadap garis fase konstan, dan ke arah peningkatan fasa. Dalam hal ini, vektor bilangan
gelombang dimiringkan pada suatu sudut ∅ relatif ke arah vertikal, dengan komponen
𝑘
horizontal dari 𝑘 dan komponen vertikal 𝑚. Jadi, ini dapat menunjukkan bahwa 2 2
=
24

√𝑚 +𝑘
𝑐𝑜𝑠∅. Dengan demikian, ketidaksetaraan menjadi
Page
𝑁 > 𝑁𝑐𝑜𝑠∅

Dengan daya apung sebagai gaya pemulih, atmosfer dapat mendukung osilasi dengan
frekuensi yang kurang dari atau sama dengan N untuk sudut-sudut yang berkaitan dengan
variasi vertikal antara 90 derajat (horisontal) dan 0 derajat (vertikal). Untuk menghubungkan
ini dengan masalah gelombang gunung, kita harus menyadari bahwa gerak di atas bidang
menyebabkan osilasi pada frekuensi dengan magnitude yang sama dengan 𝜇𝑘. Selama
frekuensi ini kurang dari N kita dapat menemukan jalur miring di mana osilasi dapat didukung.
Setelah frekuensi melebihi N, tidak ada sudut real ∅ yang memenuhi pertidaksamaan. Dengan
demikian, tidak ada jalur miring yang memungkinkan dan gelombang-gelombangnya meluruh
dengan ketinggian, yang merupakan kasus di mana 𝑚 adalah imajiner.

Gambar 1 Streamlines dalam gerak stabil melalui serangkaian ridges sinusoidal yang tak
terbatas (a) untuk kasus di mana 𝑙 > 𝑘. dan (b) untuk kasus di mana 𝑙 < 𝑘.. Garis putus-putus
di (a) menunjukkan fase perpindahan ke atas maksimum, yang miring ke arah barat dengan
ketinggian (Dari Markowski dan Richardson)

Jenis gelombang dipartisi oleh parameter Scorer

Kita telah menemukan bahwa ketika 𝑙 > 𝑘, gelombang yang menekan oleh bidang sinusoidal
miring dan menyebar secara vertikal, sementara 𝑙 < 𝑘 menghasilkan gelombang yang cepat
berlalu. Sekarang kita mempertimbangkan batasan di kedua arah. Seperti yang tercakup di
kelas sebelumnya, ketika 𝑙 ≪ 𝑘, advokasi mendominasi daya apung dan Persamaan. (24)
mengurangi menjadi

∇2 𝑤 ′ = 0 (26)

yang mewakili gerak irrotasional atau potensial. Sebaliknya, ketika 𝑙 ≫ 𝑘, daya apung
mendominasi adveksi dan persamaan governing menjadi
25

∇2 𝑤 ′ + 𝑙 2 𝑤′ = 0
Page

(46)
Dengan kata lain, gaya gradien tekanan vertikal dan gaya apung seimbang secara kasarnya dan
percepatan vertikal dapat diabaikan. Dengan demikian, gelombang gunung menjadi
hidrostatik. Disini pola gerak berulang dengan sendirinya di vertikal dengan panjang
2𝜋 ̅̅̅̅
2𝜋𝑢
gelombang 𝐿𝑧 = 𝑙 = 𝑁 , yang juga disebut sebagai panjang gelombang hidrostatik vertikal.

Batas antara rezim gelombang merambat vertikal dan gelombang cepat berlalu dapat
̅̅̅̅
2𝜋𝑢
ditemukan dengan membiarkan 𝑙 = 𝑘, yang mengarah ke 𝐿 = 𝑁

Gambar 2. Hubungan antara gelombang gunung yang berbeda seperti yang ditentukan oleh
l=k, di mana l adalah parameter Scorer dan k adalah bilangan gelombang. [Dari Lin (2010)]

2.1.5 Gerak di atas pegunungan terisolasi dua dimensi

Sebelumnya kita memperoleh solusi gelombang gunung yang menekan oleh


orographic sinusoidal. Namun, rangkaian pegunungan yang tak terbatas bukanlah bentuk
umum topografi. Lebih sering topografi terdiri dari gunung yang terisolasi atau rantai gunung
tunggal, diperkirakan sebagai punggungan dua dimensi tunggal. Pada bagian ini, kita
memperluas hasil dari bagian sebelumnya ke punggungan yang terisolasi. Untuk melakukan
ini, kita melakukan transformasi Fourier pada orografi nyata, oleh karena itu setiap orografi
dapat dianggap sebagai penjumlahan dari banyak mode sinusoidal atau komponen
gelombang.

Ketika orografi rendah, solusi gelombang hampir linier, oleh karena itu solusi total adalah
jumlah dari semua gelombang.

Jika 𝑤
̂ menjadi amplitudo dari komponen gelombang dengan bilangan gelombang k,
persamaan (31) yang kita peroleh sebelumnya diperluas menjadi

𝜕2 𝑤
̂
𝜕𝑧 2
+ (𝑙 2 − 𝑘 2 )𝑤
̂=0 (47)

Transformasi Fourier dari kondisi batas bawah linear adalah

̂(𝑘, 𝑧 = 0) = 𝑖𝑘𝑢̅ℎ̂(𝑘)
𝑤 (48)
26
Page

Anda mungkin juga menyukai