Referat CHF Syela Leatemia 112019208
Referat CHF Syela Leatemia 112019208
Oleh:
Syela Leatemia
112019208
Pembimbing :
Halaman
Definisi ................................................................................................ 1
Epidemiologi ............................................................................................... . 3
Etiologi ................................................................................................ 3
Patofisiologi ................................................................................................. 4
Tatalaksana ................................................................................................ 10
Prognosis ………………………………………………………………. 12
Etiologi
Gagal jantung kongestif (CHF) memiliki berbagai penyebab antara lain seperti
coronary artery disease ( iskemia dan infark), hipertensi juga menjadi penyebab dari gagal
jantung, kardiomiopati antara lain seperti dilatasi kardiomiopati, hipertrofi/ obstruktif
kardiomiopati, restrictive seperti amyloidosis, sarcoidosis dan hemochromatosis, selain itu
yang menjadi penyebab gagal jantung yaitu adanya kelainan katup dan penyakit jantung
kongenital seperti penyakit katup mitral dan penyakit katup aorta sementara pada penyakit
jantung kongenita seperti atrial septal defect, ventricular septal defect. Penyebab gagal
jantung juga disebabkan oleh gangguan irama jantung seperti takikardi , bradikardi, dan atrial
fibrilasi. Selain itu juga penyebab gagal jantung bisa disebabkan oleh alkahol dan obat-
obatan. Namun dari berbagai penyebab yang menjadi penyebab sering dari gagal ginjal
kongestif (CHF) yaitu acute coronary disease, hipertensi dan kelainan katup. 5
Disritmia berupa bradikardi ataupun takikardi, dan kontraksi prematur yang sering dapat
menurunkan curah jantung. Malfungsi katup, dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh
kelebihan beban tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa ruang, seperti stenosis
katup aortik atau stenosis pulmonal), atau dengan kelebihan beban volume yang menunjukan
peningkatan volume darah ke ventrikel kiri. Sedangkan abnormalitas otot jantung,
menyebabkan kegagalan ventrikel meliputi infark miokard, fibrosis miokard luas (biasanya
dari aterosklerosis koroner jantung atau hipertensi lama), fibrosis endokardium, penyakit
miokard primer (kardiomiopati). 5
Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa
penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme,
termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi
ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta
memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan
perkembangan gagal jantung.5
Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut
maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang
berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik).
Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan
gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat – obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung.
Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat
menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung. Disfungsi
miokard akibat penyakit jantung koroner.5
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya gagal jantung dikarenakan jantung yang gagal
mengkompensasi kelainan yang dialaminya untuk menyesuaikan kebutuhan supply darah dan
Oksigen bagi tubuh. kelainan atau kerusakan apapun pada jantung mengakibatkan kerja yang
berlebih pada ventrikel. Ketika ventrikel mendapatkan kerja yang berlebih dari biasanya, ia
akan memompa lebih keras untuk mengusahakan tercapainya kebutuhan supply tubuh.
kondisi yang terus-menerus ini akan mengakibatkan ventrikel jantung semakin membesar
sebagai kompensasi kerja yang berlebih. Namun kerja yang berlebih ini seringkali tidak
mencukupi kebutuhan supply tubuh , sehingga sistem saraf simpatis diaktifkan menyebabkan
takikardi. Diharapkan kenaikan frekuensi dapat mengkompensasi keadaan yang abnormal ini.
Begitu simpatis diaktifkan akan merangsang pengaktifan sistem RAA yang memberikan efek
pengaktifan aldosteron dan ADH. Pengaktifan ini akan memberikan efek retensi natrium dan
air yang semakin memperbanyak filling jantung sehingga kerjanya semakin berat. Ketika
jantung mendapatkan porsi kerja yang semakin besar ditambah dengan kelainan yang
dimilikinya , proses progresif ini akan mengakibatkan jantung tidak dapat lagi bekerja. Gejala
klinis yang ditimbulkan merupakan akibat dari gagalnya ventrikel memompa sehingga
menyebabkan hipoperfusi pada ginjal yang mengakibatkan gagal ginjal, oedem paru karena
aliran darah terbendung di paru serta oedem jaringan. 6
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari gagal jantung kongestif dapat muncul sebagai kombinasi dari
gagal jantung kanan dan kiri. Adapun gejala pada gagal jantung kanan adalah edema perifer
baik di ekstremitas, organ maupun peritoneum.7,8 Sekalipun kegagalan ventrikel kanan dapat
timbul karena penyakit paru, seperti PPOK, tetapi penyebab utama biasanya adalah
kegagalan jantung kiri. Oleh karena itu, kegagalan ventrikel kanan jarang terjadi sendirian,
biasanya disertai dengan gagal ventrikel kiri. Pada kegagalan ventrikel kanan, ventrikel ini
mengadakan kompensasi sebagai respons terhadap peningkatan tekanan dari arteria
pulmonal. Jantung menjadi kurang efektif dan tidak mampu mempertahankan curahnya yang
cukup terhadap tahanan yang meningkat. Akibatnya, darah terbendung dan kembali ke dalam
sirkulasi sistemis dan menimbulkan edema pitting perifer.7,8
Edema pitting ini timbul pada bagian-bagian tubuh, seperti kedua kaki dan bagian
sacrum. Mulai dari kedua kaki, edema dapat sampai ke kedua paha, genitalia eksterna, dan
tubuh bagian bawah. Edema yang berat ini dapat membuat cairan merembes melalui kulit
yang retak dan disebut weeping edema. Hati juga membesar karena menahan banyak
cairan.Pasien merasa nyeri pada abdomen atas kanan. Semakin berat stasis darah vena,
tekanan pada sistem portal juga makin meningkat dan cairan terkumpul dalam rongga
abdomen. Rongga abdomen dapat terisi sampai 10liter cairan yang menekan diafragma.
Tekanan pada diafragma akan membuat pasien menjadi sulit dan dapat timbul gawat napas.7,8
Sementara itu pada gagal jantung kiri, biasanya terjadi edema paru yang menyebabkan
gangguan pernapasan ataupun infeksi saluran pernapasan karena ventrikel kiri tidak dapat
memompakan darah yang kaya oksigen dari paru-paru dalam volume yang volume yang
diperlukan tubuh.Gejala-gejala yang timbul adalah akibat dari kongesti pulmonal ketika
cairan masuk ke dalam jaringan paru-paru dan mengakibatkan edema pulmonal atau efusi
pleura. Kelebihan cairan juga terdapat dalam kantong alveoli dan bronkiale. Gejala dan tanda
yang dapat muncul adalah dispnea, ortopnea, batuk dan kelelahan. Dispnea adalah gejala
pertama yang dirasakan pasien, akibat terganggunya pertukaran oksigen dan karbon dioksida
dalam alveoli yang berisi cairan. Dispnea akan diperberat dengan melakukan aktivitas, seperti
naik tangga dan mengangkat barang yang berat. 7,8
Ortopnea adalah kesulitan bernapas apabila berbaring terlentang. Pasien ini tidur
dengan tiga bantal atau setengah duduk. Kadang-kadang ortopnea timbul beberapa jam
setelah pasien tidur dan membuatnya terbangun dengan rasa panik karena ia merasa seperti
mau tenggelam. Rasa mau tenggelam disertai dengan dispnea berat dan batuk. Dispnea yang
timbul secara tiba-tiba waktu pasien tidur disebut dispnea nocturnal paroksimal terjadi karena
akumulasi cairan dalam paru ketika pasien tidur. Batuk yang tidak mau hilang berupa batuk
produktif dengan banyak sputum yang berbuih, kadang-kadang bercampur sedikit darah.
Batuk ini disebabkan oleh kongesti cairan yang mengadakan rangsangan pada bronki. Pada
pasien dengan PND, gejala menetap walau dengan posisi duduk tegak. Depresi pusat
pernafasan selama tidur menurunkan ventilasi yang cukup untuk mengurangi tegangan
oksigen arteri, terutama pada pasien dengan edema paru interstisial dan berkurangnya
kelenturan paru. Fungsi ventrikel juga mungkin terganggu lebih lanjut pada malam hari
karena berkurangnya rangsangan adrenergic pada fungsi miokard. Pada auskultasi terdapat
krekels atau rales pada akhir inspirasi. Pasien ini juga merasa lelah melakukan kegiatan yang
biasanya tidak membuatnya lelah. Kelelahan ini disebabkan otot-otot tidak menerima cukup
darah karena curah jantung yang kurang. 7,8
New York Heart Association (NYHA) membuat sistem klasifikasi untuk CHF yang
digunakan sebagai metode untuk mengukur tingkat keparahan gejala. Sistem klasifikasi
NYHA merupakan prediktor mortalitas yang baik dan dapat digunakan untuk diagnosis dan
monitor respon terapi. Sistem klasifikasi NYHA mengkategorikan gagal jantung kronik
dengan skala I sampai IV. 9
1. Elektrokardiografi (EKG)
EKG merupakan alat yang dapat merekam aktivitas dan aliran impuls jantung serta memberi
informasi tentang fungsi & struktur jantung. Gambaran EKG pada pasien miokard infark
biasanya terdapat gelombang Q patologis. Namun gelombang Q patologis ini tidak dapat
membedakan antara kasus akut atau yang sudah pernah terjadi beberapa minggu/tahun yang
11
lalu. Pada pasien gagal jantung sering ditemukan gambaran ekg seperti adanya Sinus
takikardi, sinus rradikardi, Atrial fibrilasi, miokard/infark, aritmia ventrikel, hipertrofi
ventrikel kiri (LVH), dan blok AV.9
2. Rontgen thorax
Chest X-ray berguna untuk melihat ukuran ruang jantung dan keadaan sistem pulmonal
sebagai konsekuensi dari penyakit jantung namun bukan merupakan pemeriksaan yang
spesifik untuk gagal jantung kronik. Gambaran rontgen thorax yang dapat ditemukan pada
pasien gagal jantung yaitu gambaran cranialisasi pembuluh darah, edema interstitial sebagai
akibat adanya peningkatan pengisian pada ventrikel kiri, kardiomegali yang sebabkan akibat
dilatasi ventrikel kiri, ventrikel kanan, atria, dan efusi perikard, adanya gambaran efusi pleura
karena gagal jantung dengan peningkatan tekanan pengisian jika efusi bilateral Infeksi paru,
pasca bedah/ keganasan, adanya hipertrofi ventrikel sebagai akibat dari Hipertensi, stenosis
aorta, kardiomiopati hipertrofi, aadanya garis kerley B sebagai akibat dari peningkatan
tekanan limfatik, adanya area paru hiperlusen karena adanya emboli paru atau emfisema,
adanya infeksi paru karena Pneumonia sekunder akibat kongesti paru, adanya infiltrate paru
akibat penyakit sistemik.9
Gambar 3. Kardiomegali. 12 Gambar 4. Karley B.12
3. Echocardiography
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan penunjang pada penyakit jantung
yang non-infasif, aman dan tidak terlalu mahal. Pada ekokardiografi kita dapat
melihat ukuran dan fungsi ventrikel serta ada tidaknya abnormalitas pada dinding
maupun katup jantung. Hasil ekokardiografi yang dapat dilihat pada pasien miokard
infark beserta komplikasinya yaitu pergerakan dinding ventrikel yang abnormal,
thrombus di ventrikel kiri, aneurisma dinding ventrikel, ruptur septum (aliran Doppler
abnormal), dan ruptur musculus papillaris.13
4. NT pro BNP
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil darah pasien dengan serum
darah. Umur dan jenis kelamin pasien harus diperhatikan karena kadarnya tinggi pada
orang tua dan perempuan. Natriuretic peptides adalah molekul protein yang
disekresikan oleh otot ventrikel sebagai respon dari kelebihan tekanan atau volume.
BNP adalah molekul protein yang di produksi dari prekusor proBNP yang ada di
dalam otot ventrikel. Setelah kelebihan volume dan tekanan, otot ventrikel akan
mengsekresi pre-proBNP yang akan menjadi BNP aktif dan NT-proBP inert. 11 kadar
normal untuk BNP adalah < 100 pg/mL dan untuk NT pro BNP adalah < 300 pg/mL.
5. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk mengetahui faktor resiko yaitu Gula
Darah Sewaktu (GDS) dan HbA1c untuk medeteksi faktor resiko diabetes, selain itu
dapat melakukan pemeriksaan Hb, serum kreatinin, natrium, kalium, albumin,
urinalisis selain itu dapat melakukan pemeriksaan enzim jantung troponin T. 9
Tatalaksana
Tujuan dilakukannya pengobatan yaitu untuk menurunkan prognosi dengan
menurunkan mortalitas, sementara untuk morbiditas dengan meringankan gejala dan tanda,
memperbaiki kualitas hidup, menghilangkan edema dan retensi cairan, meningkatkan
kapasitas aktifitas fisik, mengurangi kelelahan dan sesak nafas, mengurangi kebutuhan rawat
inap, menyediakan perawatan akhir hayat dan pada pencegahannya untuk mencegah
timbulnya kerusakan miokard, perburukan kerusakan miokard, remodelling miokard dan
mencegah timbul kembali gejala dan akumulasi cairan. 9
Tatalaksana medika mentosa untuk pasien gagal jantung menurut ESC guidelines adalah
Gambar 6. Obat umum pasien CHF. 9
ACE inhibitor memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi
perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan angka
kelangsungan hidup. Indikasi dari pemberian ACEI jika fraksi ejeksi ≤ 40% dengan atau
tanpa gejala. Kontra indikasi dari ACEI apabila ada riwayat angioderma, srenosis renal
bilateral, kadar kalium serum > 5,0 mmol/L, serum kreatinin > 2,5% mg/dL dan stenosis
aorta berat. ACE inhibitor kadang menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemi,
hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang). Oleh sebab itu ACE inhibitor hanya
diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal. 9
Β-blocker di indikasikan untuk pasien dengan gejala ringan sampai berat (NYHA
kelas II-IV), sudah diberikan ACE inhibitor/ARB, stabil secara klinis (tidak ada perubahan
dosis diuretic, tidak ada kebutuhan inotropic iv dan tidak ada retensi cairan berat). Β-blocker
di kontraindikasikan pada pasien asma, sick sinus syndrome, blok AV (Atrio Ventikular)
derajat 2 & 3, sinus bradikardia.< 50. 9
Penambahan obat antagonis aldosterone harus dipertimbangkan pada pasien gagal
jantung simtomatik berat (NYHA kelas III-IV) tanpa hiperkalemi & gangguan fungsi ginjal
berat. Kontra indikasi dari pemberian obat ini yaitu kadar kalium serum > 5,0 mmol/L, serum
kreatinin > 2,5% mg/dL, kombinasi ACEI dan ARB. Selain itu antagonis aldosterone juga
diindikasikan pada pasien yang sudah diberikan dosis optimal β-blocker dan ACE
inhibitor/ARB.9
ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung yang tetap simtomatik walaupun
sudah diberikan ACE inhibitor dan β-blocker dosis optimal (kecuali juga medapat antagonis
aldosterone). ARB juga direkomendasikan sebagai pilihan alternative pada pasien dengan
gejala ringan-berat (NYHA kelas II-IV) yang intoleran ACE inhibitor. ARB memiliki efek
samping sama dengan ACE inhibitor tetapi ARB tidak menyebabkan batuk.
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk
memperlambat laju ventrikel yang cepat meskipun obat lain seperti β-blocker lebih
diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik dengan irama sinus, digoksin dapat
mengurangi gejala tetapi tidak mempunyai efek terhadap angka kelangsungan hidup.
Digoksin di kontraindikasikan pada pasien blok AV derajat 2&3, sick sinus syndrome, pre-
eksitasi syndrome, riwayat intoleransi digoksin. 9
Diuretic direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala
kongesti. Tujuan pemberian diuretic adalah untuk mencapat status warn and dry dengan dosis
serendah mungkin - harus diatur sesuai kebutuhan pasien untuk menghindari
resistensi/dehidrasi.
Tatalaksana non-farmakologis
Sementara pemantauan berat badan mandiri pasien harus bisa memantau berat badan
rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus
menaikan dosis diuretik atas pertmbangan dokter. Asupan cairan Restriksi cairan 1,5 - 2
Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala berat yang disertai
hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang
tidak memberikan keuntungan klinis. Sementara pada pengurangan berat badan pasien
obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal jantung sangat perlu dipertimbangkan untuk
mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.
Latihan fisik Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik
stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit atau
di rumah. 9
Prognosis
Prognosis gagal jantung tergantung secara primer pada sifat penyakit jantung yang
mendasari dan pada ada atau tidaknya factor pencetus yang dapat diobati. Apabila factor
pencetus diketahui dan dapat diobati, maka prognosis akan lebih baik daripada pada gagal
jantung yang tidak terlihat factor pencetusnya. Pada gagal jantung yang terjadi tanpa factor
pencetus yang dapat terlihat, kelangsungan hidup biasanya berkisar antara 6 bulan sampai 4
tahun, tergantung keparahan gagal jantung. Prognosis juga dapat dinilai hanya dengan
melihat hasil terapi. Jika perbaikan klinis terjadi hanya dengan pembatasan sedang garam
dalam diet dan digitalis atau diuretic dosis kecil, hasilnya akan jauh lebih baik. jika
pengobatan diperlukan tambahan berupa diuretic intensif .
Edukasi
Tidur dengan posisi kepala yang lebih tinggi, dan hindari infus untuk mencegah
bertambahnya akumulasi cairan. Mengontrol retensi cairan, pengurangan asupan natrium.
Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya bila timbul
keluhan, dan dasar pengobatan. Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas
seksual, serta rehabilitasi. Menghentikan gaya hidup tidak sehat seperti merokok, atau minum
alkohol. Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan badan yang tiba-tiba.
Daftar Pustaka
1. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipti EA. Kapita Selekta Kedokteran essentials of
medicine. Edisi IV. Media Aesculapius. 2014. h.742
2.Wylie L. Esensial Anatomi & Fisiologi dalam Asuhan Meternitas. Edisi 2. Jakarta:
EGC; 2011. h.80-1
3.Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sel. Edisi 8. Jakarta: EGC; 2016. h.326-35
4.Rispawati BH. Pengaruh Konseling Diet Jantung Terhadap Pengetahuan Diet Jantung
Pasien Congestive Heart Failure (CHF). RNJ: 2019; 2(2)
5. Panggabean MM. Gagal jantung. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi ke-
5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 1583-5.
6.Cheitlin Melvin D, sokolow Maurice, McIlory Malcolm B. clinical cardiology, 6 th
edition. USA: prentice-Hall international Inc; 1995.pg 320-354.
7. Mubin H. Kedaruratan penyakit dalam: diagnosis dan terapi. Jakarta: EGC; 2009.
h.53-66.
8.Manurung D. Gagal jantung akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi ke-
5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 1586-8.
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana Gagal
Jantung. Edisi I. 2015.
http://www.inaheart.org/upload/image/Pedoman_TataLaksana_Gagal_Jantung_2015.pd
f
10. Macedo EDA, Rosa MLG, Jorge AJL, Leite AR, Santos LHS, Vieira JS. Increased
Left Atrial Volume and Its Relationship to Vitamin D in Primary Care. International
Journal of Cardiovascular Sciences: 2019;32(5)
11. Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. Philadelphia : Wolters Kluwer; 2016
12. Cremers S, Bradshaw J, Herfkens S. Radiographic signs of congestive heart failure on
the chest X-ray. 2019. https://radiologyassistant.nl/chest/chest-x-ray/heart-failure
13. Plessis VD, Weerakkody Y. congestive cardiac failure. Radiopaedia [seri online].
available from: https://radiopaedia.org/articles/congestive-cardiac-failure