Anda di halaman 1dari 18

1

MODUL PERKULIAHAN

Sistem Angkutan
Umum
Evolusi Penggunaan Sistem
Angkutan Umum

Abstract Kompetensi
Modul ini membahas mengenai evolusi Diharapkan setelah membaca modul ini
penggunaan system angkutan umum, mahasiswa mampu menjelaskan tentang
karakteristik pengguna angkutan umum evolusi penggunaan system angkutan
dan karakteristik pola waktu. umum, karakteristik pengguna angkutan
umum dan karakteristik pola waktu.

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh


Teknik Teknik Sipil P112100003 Yosie Malinda ST.,MT

03
Pembahasan
Latar Belakang

Ada tiga hal yang membuat sebuah bangsa menjadi besar dan makmur, yaitu tanah
yang subur, kerja keras dan kelancaran perangkutan orang dan barang dari satu bagian
Negara ke bagian lainnya (Schumer, 1974). Tanah yang subur tidak banyak artinya apabila
tidak digarap, dimanfaatkan dan dikelola secara tepat. Sumber daya alam yang dimiliki suatu
Negara tidak berarti apa – apa bila tetap ada di tempatnya tanpa disentuh tangan manusia
ahli untuk dimanfaatkan. Pendayagunaan semua itu memerlukan kerja keras dengan
mengerahkan sumber daya manusia.
Jepang adalah contoh bangsa yang hidup di Negara yang dapat dikatakan tidak memiliki
banyak sumber daya alam. Namun, Jepang memiliki sumber daya manusia yang
mengabdikan keahliannya dengan sungguh – sungguh dengan bekerja keras, mencurahkan
tenaga dan pikirannya. Kekurangan sumber daya alam diisi dengan kemampuan sumber daya
manusia ini. Kemampuan daya cipta warganya memungkinkan diadakannya barang yang tak
ada di negerinya. Bahan baku yang tak dimiliki didatangkan dari Negara lain dan Jepang
bekerja dan berproduksi. Hasil produksi industri Jepang telah terbukti mampu melanda
pasaran dunia, dan Jepang menjadi bangsa “besar”.
Semua kegiatan tadi, yaitu mengimpor bahan baku, memasarkan hasil produksi,
menyediakan tenaga kerja yang didatangkan dari kawasan permukiman ke kawasan industri
dan sebaliknya, membutuhkan system perangkutan yang baik. Sistem tersebut adalah system
perangkutan yang menjamin keamanan, keselamatan, kecepatan, dan yang terjangkau oleh
daya beli masyarakatnya.
Dari uraian di atas tercermin bahwa perangkutan merupakan salah satu kunci
perkembangan. Peranan perangkutan sungguh sangat penting untuk saling menghubungkan
daerah sumber bahan baku, daerah produksi, daerah pemasaran dan daerah permukiman
sebagai tempat tinggal konsumen.
Dalam perencanaan wilayah maupun perencanaan kota, masalah perangkutan tak
dapat diabaikan. Masalah ini menjadi sangat penting artinya karena menyangkut hubungan
antardaerah perencanaan. Di daerah perkotaan, perangkutan berperan menghubungkan
kegiatan antarlahan sebagaimana yang ditetapkan dalam rencana.

2021 Sistem Angkutan Umum Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
2 Yosie Malinda ST.,MT http://pbael.mercubuana.ac.id/
Permintaan Perangkutan

Apabila menginginkan suatu barang, kita akan mencari seseorang, atau tempat, yang
dapat mengadakan barang tersebut, dan kita berusaha “membujuknya” agar memberikan
atau melakukan apa yang kita perlukan. Dalam ilmu ekonomi kita mengenal istilah “sediaan”
dan “permintaan” untuk menjelaskan hal di atas.
Kebanyakan barang dibutuhkan secara langsung, misalnya beras, perumahan dan
sebagainya. Kebutuhan lainnya disebut kebutuhan tak langsung. Dalam hal terakhir ini, benda
yang dibutuhkan atau diminta memang tidak dibutuhkan secara langsung melainkan hanya
sebagai sarana atau alat untuk memperoleh barang dan jasa yang diperlukan. Contohnya,
permintaan akan mesin jahit cukup besar dan terus menerus, tetapi tak seorang pun benar –
benar “membutuhkan” mesin jahit. Kita tak dapat memakannya, meminumnya, atau
mengenakannya. Mesin jahit diminta untuk digunakan dalam kegiatan jahit – menjahit. Kita
membutuhkan mesin jahit karena dengannya kita dapat memproduksi barang. Permintaan
mesin jahit adalah pemintaan turunan, diturunkan dari kebutuhan kita penggunaannya.
(Benson & Whitehead 1975).
Permintaan akan angkutan adalah jenis permintaan tak langsung, berawal dari
kebutuhan manusia akan berbagai jenis barang dan jasa. Kita membutuhkan pengangkutan
radio transistor buatan Jepang karena membutuhkan hiburan siaran radio. Kebutuhan kita
akan taksi, misalnya disebabkan kita perlu pergi ke dokter gigi untuk mendapatkan pelayanan
pengobatan. Sarana angkutan adalah barang produsen yang turut berperan dalam proses
produksi. Fungsi utamanya adalah menjembatani jarak geografi antara produsen dan
konsumen. (Benson & Whitehead 1975).
Angkutan memungkinkan orang dan/atau barang bergerak atau berpindah dari satu
tempat ke tempat lain. Angkutan juga melayani kota, dan berbagai cara digunakan sesuai
dengan kemampuan – bayar pemakai. Bila kebutuhan akan angkutan meningkat, ada
“kewajiban” untuk memenuhi kebutuhan tersebut; bila angkutan tidak disediakan; maka
berbagai kebutuhan kota ybs. Tak akan dapat dipenuhi sebagaimana mestinya. Jadi,
pelayanan perangkutan dalam banyak hal sama pentingnya seperti listrik, gas, air, dan lain –
lain.
Penelaahan atas permintaan perangkutan cukup penting dilakukan karena dua
alasan, yaitu :
(1) Pernyataan atau keterangan tentang lintasan dan arus lalu – lintas akan tidak lengkap
tanpa memahami terlebih dahulu perihal permintaan atau kebutuhan; dan
(2) Penelaahan dapat memperjelas adanya kebutuhan hubungan antartempat.

Pola produksi, konsumsi, penduduk, permukiman, dan tenaga kerja adalah pokok
bahasan klasik pada penelitian geografi; dan selanjutnya, semua hal tersebut merupakan
2021 Sistem Angkutan Umum Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
3 Yosie Malinda ST.,MT http://pbael.mercubuana.ac.id/
bahan pokok bagi penelitian permintaan angkutan (Hay 1973). Unsur permintaan perangkutan
yang diperhatikan, sebagai berikut :
(1) Tempat asal
(2) Tempat tujuan
(3) Volume

Produsen dan Konsumen

Perangkutan berfungsi sebagai ‘jembatan’ yang menghubungkan produsen dan


konsumen, meniadakan jarak antar keduanya. Jarak tersebut dinyakan sebagai jarak waktu
maupun jarak geografi (Benson & Whitehead 1975). Jarak waktu timbul karena barang yang
dihasilkan hari ini mungkin belum dipergunakan sampai besok, atau bulan depan, atau tahun
depan. Jarak atau kesenjangan ini dijembatani melalui proses penggudangan dengan teknik
tertentu untuk mencegah kerusakan barang yang bersangkutan.
Perangkutan erat sekali kaitannya dengan penggudangan atau penyimpanan karena
keduanya meningkatkan manfaat barang. Angkutan menyebabkan barang dapat dipindahkan
dari satu tempat ke tempat lain sehingga bisa dipergunakan di tempat barang itu tak dapat
didapatkan dan dengan demikian menciptakan manfaat tempat. Penyimpanan atau
penggudangan juga memungkinkan barang disimpan sampai dengan waktu dibutuhkan, dan
ini berarti manfaat waktu (Schumer 1974).

Sumber Daya Perangkutan

Sumber daya, terutama sumber daya alam, hanya terdapat di sejumlah tempat tertentu
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Jenisnya tertentu pula. Contohnya, minyak, emas,
uranium, dan barang tambang lainnya. Selama sumber daya alam tersebut tetap berada di
tempatnya secara alami, dapat dikatakan tidak bermanfaat bagi manusia.
Dalam keadannya masih ‘tersembunyi’ barang tersebut belum mempunyai nilai
ekonomi. Namun setelah ditambang dan melalui proses pengolahan, semuanya dapat
mempunyai nilai ekonomi yang sangat berarti dan bahkan dapat mempunyai nilai politik.
Selain mampu menawarkan kesejahteraan bagi masyarakat yang memilikinya, barang
tersebut juga dapat dipergunakan sebagai alat diplomasi politik, seperti yang sudah dibuktikan
oleh minyak.
Barang tambang atau sumber daya alam yang lain pada umumnya adalah juga bahan
baku bagi produk lain yang dibutuhkan manusia. Bahan baku itu diolah melalui berbagai

2021 Sistem Angkutan Umum Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
4 Yosie Malinda ST.,MT http://pbael.mercubuana.ac.id/
proses menjadi barang setengah jadi atau barang siap pakai. Antara saat penambangan
bahan baku sampai dengan pemanfaatannya terdapat tenggang waktu. Bahan tambang akan
tetap berada di gudang sebelum diangkut. Kebutuhan akan gudang dan lamanya
penyimpanan bergantung pada kondisi alam atau musim, keuangan dan kebijaksanaan
nasional (Schumer 1974).

Pilihan Moda

Apabila kita akan mengembangkan system perangkutan yang rasional, mengetahui


jumlah pelaku perjalanan antarzone yang berbeda – beda di suatu daerah saja belum cukup.
Kita perlu mengetahui ‘bagaimana’ pelaku perjalanan itu terbagi – bagi ke dalam (atau
memilih) moda angkutan yang berbeda – beda. Pembagian ini dikenal dengan istilah pilihan
moda. Dengan kata lain, pilihan moda dapat didefinisikan sebagai pembagian atau proporsi
jumlah perjalanan ke dalam cara atau moda perjalanan yang berbeda – beda. Selain ‘cara’
melakukan perjalanan, moda dapat pula berarti alat angkut atau jenis kendaraan.
Dalam proses perencanaan perangkutan, berbagai prosedur telah dikembangkan
untuk menurunkan atau menyebarkan pilihan moda, yang didasarkan pada anggapan bahwa
proporsi pemintaan perjalanan yang dilayani oleh kendaraan umum dan kendaraan pribadi
bergantung pada penampilan setiap moda dalam persaingan dengan moda lain. Bruton
(1975) menunjukkan bahwa persaingan pelayanan pada umumnya diturunkan dari analisis
tiga rangkaian factor. Pertama, ciri perjalanan yang dilakukan, misalnya jarak perjalanan, saat
perjalanan dilakukan, tujuan perjalanan. Kedua, ciri pelaku perjalanan, misalnya kepemilikan
kendaraan, tingkat penghasilan, status social. Ketiga, ciri system perangkutan, misalnya lama
perjalanan, biaya, daya hubung, kenyamanan.
Dalam membahas pilihan moda perlu diingat adanya dua kelompok konsumen jasa
angkutan, yaitu paksawan, yaitu mereka yang tidak mampu memiliki kendaraan sendiri; dan
pilihwan, yaitu mereka yang mampu.
Pola perjalanan paksawan dapat diterangkan dengan model bangkitan lalu-lintas
regresi berganda atau analisis kelompok, dan kemudian dipencar ke tiap zone. Daya hubung
adalah peubah pembangkit yang penting, merupakan pantulan dari kebutuhan para paksawan
untuk memilih tempat tinggal pada zone yang memiliki beberapa pelayanan angkutan.
Sementara itu para pilihawan pada dasarnya sama sekali tidak bergantung pada
pelayanan jasa angkutan umum. Peubah yang menentukan bagi mereka adalah waktu nisbi
perjalanan setiap moda, ongkos nisbi perjalanan, kenyamanan nisbi termasuk berjalan dan
menunggu, dan status ekonomi para pilihwan.

2021 Sistem Angkutan Umum Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
5 Yosie Malinda ST.,MT http://pbael.mercubuana.ac.id/
Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Moda

Memilih moda angkutan di daerah perkotaan bukanlah proses acak, melainkan


dipengaruhi oleh factor kecepatan, jarak perjalanan, kenyamanan, kesenangan, biaya,
andalan, ketersediaan moda, ukuran kota, serta usia, komposisi dan status social ekonomi
pelaku perjalanan. Semua factor ini dapat berdiri sendiri – sendiri atau saling bergabung
(Bruton 1975).
1. Ciri Perjalanan

Ada dua factor pokok yang termasuk dalam kategori ini yakni jarak perjalanan dan tujuan
perjalanan.
a. Jarak perjalanan
Jarak perjalanan mempengaruhu orang dalam menentukan pilihan moda. Hal ini dapat
diukur dengan tiga cara popular, yaitu jarak fisik udara, jarak fisik yang diukur
sepanjang lintasan yang dilalui, dan jarak yang diukur dengan waktu perjalanan.
Lama waktu tempuh dari pintu ke pintu (tempat asal sebenarnyanya ke tempat tujuan
akhir) adalah ukuran waktu yang lebih banyak dipilih, karena dapat merangkum
seluruh waktu yang bersangkut – paut dengan perjalanan tersebut. (Bruton 1975).

Makin dekat jarak tempuh, pada umumnya orang makin cenderung memilih moda
yang paling praktis, bahkan mungkin memilih berjalan saja. Gambaran berikut ini,
walaupun didasarkan penelitian di Zurich (Overgaard 1966) dapat terjadi dimana saja.

Gambar 1.1. Pilihan moda berdasarkan jarak tempuh


Sumber : Warpani (1990)

2021 Sistem Angkutan Umum Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
6 Yosie Malinda ST.,MT http://pbael.mercubuana.ac.id/
b. Tujuan perjalanan
Tujuan perjalanan juga mempengaruhi pemilihan moda. Pengalaman menunjukkan
adanya keterkaitan antara jumlah pemakai angkutan umum dan tujuan perjalanan.
Untuk tujuan tertentu, ada yang memilih menggunakan kereta ulang-alik meski pun
memiliki kendaraan sendiri. Dengan alasan lain, sejumlah orang lain memilih
menggunakan bus.

2. Ciri Pelaku Perjalanan


Sejumlah factor penting yang termasuk dalam kategori ini adalah yang berkaitan dengan
ciri social-ekonomi keluarga pelaku perjalanan, termasuk :
a. Penghasilan
Penggunaan kendaraan untuk melakukan perjalanan bergantung pada kemampuan
orang untuk membayar dan merawatnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kepemilikan kendaraan adalah fungsi penghasilan, dan penghasilan mempengaruhi
pemilihan moda angkutan.

b. Kepemilikan kendaraan
Kepemilikan kendaraan, atau kesempatan menggunakan kendaraan, mungkin
merupakan factor yang paling berpengaruh pada pemilihan moda angkutan. Tingkatan
atau laju bangkitan pepergian keluarga pakswan jauh lebih rendah dibandingkan
dengan pilihwan. Di daerah perkotaan (seukuran apa pun) mereka yang tersebut
pertama adalah yang paling memerlukan angkutan umum untuk selalu bepergian.
Memperkirakan kepemilikan kendaraan di masa depan ternyata lebih mudah
dibandingkan dengan memperkirakan tingkat penghasilan pada zone yang sama
(Bruton 1975). Selanjutnya Bruton mengungkapkan bahwa pemilikan beberapa
kendaraan pada hakikatnya memang akan menaikkan banyaknya pepergian, namun
di daerah perkotaan yang luas hal ini hanya sedikit saja mengurangi jumlah perjalanan
yang menggunakan angkutan umum.

c. Kerapatan permukiman
Telah terbukti bahwa apabila kepadatan bersih daerah permukiman menurun, maka
penggunaan kendaraan umum menurun pula. Telaah perangkutan di Pittsburh (1958)
menemukan bahwa pepergian ke sekolah dengan angkutan umum berbanding terbalik
dengan kerapatan permukiman, sementara pepergian yang lain dengan angkutan
2021 Sistem Angkutan Umum Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
7 Yosie Malinda ST.,MT http://pbael.mercubuana.ac.id/
umum justru berbanding lurus dengan kerapatan permukiman. Perbandingan yang
terbalik itu ditandai oleh besarnya jumlah pejalan kaki ke sekolah di daerah yang lebih
padat (Bruton 1975).

d. Faktor social-ekonomi

Besarnya keluarga, struktur kelamin, usia anggota keluarga, proporsi angkatan kerja
perempuan yang kawin, jenis kekayaan yang dimiliki, dan jenis pekerjaan kepala
keluarga adalah sejumlah factor yang mempengaruhi pemilihan moda angkutan.

3. Ciri Sistem Perangkutan


Derajat pelayanan yang ditawarkan oleh berbagai moda angkutan adalah factor yang
patut diperhitungkan pengaruhnya pada pencaran atau pilihan moda angkutan. Di lain
pihak, waktu perjalanan dan banyaknya uang yang dibelanjakan untuk angkutan umum
maupun pribadi juga berpengaruh pada pilihan moda angkutan (Bruton 1970).
a. Waktu nisbi perjalanan
Waktu nisbi perjalanan dapat diterangkan sebagai nisbah waktu perjalanan dari pintu
ke pintu antara angkutan umum dengan angkutan pribadi. Salah satu bentuk nisbah
waktu perjalanan yang dikembangkan oleh Natonal Capital Transportation Agency di
Inggris adalah sebagai berikut :
𝑋1 + 𝑋2 + 𝑋3 + 𝑋4 + 𝑋5
𝑇𝑇𝑅 =
𝑋6 + 𝑋7 + 𝑋8
TTR = nisbah waktu perjalanan
X1 = lama waktu kendaraan umum
X2 = lama waktu perpindahan antarkendaraan umum
X3 = lama waktu menunggu kendaraan umum
X4 = lama waktu berjalan ke pemberhentian kendaraan umum
X5 = lama waktu berjalan dari perhentian kendaraan umum ke tujuan
X6 = lama waktu kendaraan pribadi
X7 = lama waktu memarkir kendaraan di tempat tujuan
X8 = lama waktu berjalan dari tempat parkir ke tujuan

Alternatif ukuran yang lain adalah selisih mutlak waktu perjalanan antara kendaraan
umum dan kendaraan pribadi.
TTR = Wu – Wp
TTR = nisbah waktu perjalanan

2021 Sistem Angkutan Umum Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
8 Yosie Malinda ST.,MT http://pbael.mercubuana.ac.id/
Wu = lama perjalanan dengan kendaraan umum
= (X1 + X2 + X3 + X4 + X5)
Wp = lama perjalanan dengan kendaraan pribadi
= (X6 + X7 + X8)
Cara ini terbukti lebih mengena dan pernah diterapkan di Leeds, Inggris (Bruton 1970).

Untuk jarak dekat, selisih waktu mungkin tidak terlalu berarti (misalnya hanya 3 menit
untuk jarak 3 km), namun untuk jarak jauh menjadi sangat berarti (misalnya 200 menit
atau > 3 jam untuk jarak 200 km).

b. Biaya nisbi perjalanan


Biaya nisbi perjalanan adalah perbandingan antara biaya perjalanan dengan
kendaraan umum dan kendaraan pribadi. National Capital Transportation Agency
mengembangkan perumusan nisbah sebagai berikut (Bruton 1970).
𝑋9
𝑇𝐶𝑅 =
(𝑋10 + 𝑋11 + 0.5𝑋12)/𝑋13

TCR = nisbah biaya perjalanan


X9 = biaya kendaraan umum
X10 = biaya bahan bakar
X11 = biaya minyak pelumas
X12 = biaya parkir
X13 = rata – rata banyaknya penumpang kendaraan pribadi
Biaya lain seperti pajak jalan dan asuransi diabaikan karena pengendara tidak lagi
memperhitungkan biaya tersebut untuk perjalanan tertentu. Dengan memperhtiungkan
kenyataan bahwa perumusan di atas berlaku untuk satu arah perjalanan, maka biaya
parkir hanya diperhitungkan setengahnya.

c. Derajat nisbi layanan


Derajat nisbi layanan yang ditawarkan oleh kendaraan umum dan kendaraan pribadi
dipengaruhi oleh berbagai factor yang pada umumnya bersifat subjektif dan sulit
dikualifikasikan seperti kenyamanan, kesenangan, kkemudahan berganti moda
angkutan. Ukuran yang dikembangkan oleh National Capital Transportation Agency
sangat khas dan ditentukan oleh factor yang disebut tambahan waktu perjalanan, yaitu
waktu yang dipergunakan di luar kendaraan (umum maupun pribadi) selama
perjalanan tertentu, misalnya waktu berjalan, menunggu, hambatan memarkir (Bruton
1970).
2021 Sistem Angkutan Umum Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
9 Yosie Malinda ST.,MT http://pbael.mercubuana.ac.id/
𝑋2 + 𝑋3 + 𝑋4 + 𝑋5
𝑇𝑆𝑅 =
𝑋7 + 𝑋8
TSR = nisbah layanan perjalanan

X2 = lama waktu berpindah antarkendaraan umum


X3 = lama waktu menunggu kendaraan umum
X4 = lama waktu berjalan ke perhentian kendaraan umum
X5 = lama waktu berjalan dari perhentian ke tujuan
X7 = lama waktu memarkir kendaraan pribadi di tempat tujuan
X8 = lama waktu berjalan dari tempat parkir ke tujuan

d. Indeks daya hubung

Indeks daya hubung telah digunakan sebagai ukuran mutu atau derajat layanan
berbagai moda angkutan umum, seperti yang diterapkan oleh Puget Sound (1960) dan
Southern Wisconsin Regional Land Use Transportation Study (1963) (Bruton 1970).
Indeks ini menunjukkan ukuran kemudahan cara mencapai tempat kegiatan dalam
suatu kawasan dari suatu zone tertentu dengan system angkutan tertentu. Misalnya :
daya hubung zone i ke zone j diperoleh sebagai produk tarikan pepergian zone j
dikalikan dengan factor hambatan perpindahan antarzone. Hasil ini kemudian dihitung
dari zone I ke semua zone dalam kawasan tersebut untuk memperoleh indeks daya
hubung zone i. Rumusan matematikanya adalah sebagi berikut :

Qi = ∑ Aj (Fij)
𝑗=1

Qi = indeks daya hubung zone I terhadap semua zone (dengan kendaraan umum
atau kendaraan pribadi)

Aj = tarikan zone j (dengan kendaraan umum atau kendaraan pribadi)


Fij = factor hambatan waktu perjalanan dari zone i ke zone j dengan Sistem
angkutan tertentu
n = banyaknya zone
Faktor hambatan perjalanan diturunkan dari hubungan berikut :
1
Fij =
(𝑡)𝑏
t = lama waktu perjalanan dari pintu ke pintu
b = tetapan empiris

2021 Sistem Angkutan Umum Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
10 Yosie Malinda ST.,MT http://pbael.mercubuana.ac.id/
Lama perjalanan dari pintu ke pintu dengan kendaraan bermotor meliputi pula lama
waktu berjalan kaki di tempat asal dan tujuan, di samping lama berkendaraan. Lama
perjalanan dari pintu ke pintu dengan kendaraan umum termasuk berjalan kaki dan
menunggu di tempat asal, lama berkendaraan, lama perpindahan kendaraan (bila
ada), lama berjalan kaki di tempat tujuan.

Pelayanan nisbi perjalanan antara dua system moda angkutan diukur sebagai nisbah
indeks daya hubng kendaraan pribadi dengan indeks daya hubung kendaraan umum.
𝑄𝑖 𝑝
RTS = 𝑢
𝑄𝑖
RTS = pelayanan perjalanan nisbi
Qip = indeks daya hubung kendaraan pribadi
Qiu = indeks daya hubung kendaraan umum
Penelitian lalu – lintas di London menggunakan perumusan indeks daya hubung yang
berbeda yang mencerminkan banyaknya lintasan yang melayani suatu zone serta
frekuensi layanan dan luas zone. Jadi, indeks daya hubung bus dirumuskan sebagai
berikut :
Nij = frekuensi bus pada jam sepi pada lintasan i dan melintasi zone j
Aj = luas zone j dalam mil persegi
Apabila rumus tersebut diterapkan bagi angkutan kereta api, maka :
Nij = banyaknya kereta api berhenti pada stasiun i di zone j selama jam sepi
Keuntungannya, semua indeks tersebut sederhana, rasional, dan mudah dihitung.

Meskipun demikian masih ada kelemahannya, indeks tersebut belum merupakan


ukuran yang cukup lengkap menunjukkan hubungan antarzone; misalnya zone asal
dilayani bus dengan sangat baik dan dengan frekuensi cukup, tetapi mungkin hanya
dihubungkan oleh satu titik (katakanlah pusat zone) dengan satu zone lain. Jadi, daya
hubung zone asal ke zone lainnya sangat rendah sedangkan pelayanan di dalam zone
itu sendiri cukup tinggi.

2021 Sistem Angkutan Umum Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
11 Yosie Malinda ST.,MT http://pbael.mercubuana.ac.id/
Kinerja Angkutan Umum Penumpang

Jumlah armada yang cukup besar juga jika tidak disesuaikan dengan kebutuhan
permintaan dan kapasitas jalan (selalu terbatas), menimbulkan persaingan antar angkutan
dalam hal tersebut penumpang dengan alasan kejar setoran sehingga memacu pengendara
untuk tidak disiplin berlalu lintas. Hal ini dapat mengakibatkan kemacetan dan kecelakaan lalu
lintas. Indikator kualitas pelayanan operasi angkutan dapat dilihat dari nilai kinerja operasi
yang dihasilkan, parameter yang digunakan frekuensi, headway, load factor, kecepatan-
kecepatan perjalanan dan waktu tempuh (Asikin, 2001).

Analisis untuk mengkaji kinerja rute dan operasi angkutan umum beberapa parameter
sebagai berikut :

 Faktor muat (load factor);


 Jumlah penumpang yang diangkut;
 Waktu antara (headway);
 Waktu tunggu penumpang;
 Kecepatan perjalanan;
 Sebab-sebab kelambatan;
 Ketersediaan angkutan; dan
 Tingkat konsumsi bahan bakar.

a. Load Factor (Faktor Muat)


Load factor didefinisikan sebagai rasio total penumpang kendaraan dengan jumlah
tempat duduk yang tersedia. Dengan diketahuinya load factor suatu angkutan kota akan
dapat diketahui beberapa jumlah penumpang yang diangkut oleh setiap angkutan kota
yang beroperasi sehingga akan didapatkan gambaran, apakah jumlah angkutan yang ada
sudah memadai dan memiliki kualitas pelayanan yang baik atau perlu diadakan
penambahan angkutan untuk memperbaiki kualitas pelayanan. Load factor pada
umumnya dipengaruhi besarnya kebutuhan angkutan, banyaknya angkutan kota yang
beroperasi, waktu yang dipergunakan pada jalur keberangkatan, rute, dan waktu dalam
satu hari (Warpani, 1990).
Load factor (LF) Merupakan perbandingan antara kapasitas terjual dan kapasitas yang
tersedia untuk satu perjalanan yang bisa dinyatakan dalam persen (%). Kapasitas
kendaraan adalah daya muat penumpang pada setiap kendaraan angkutan
umum dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut.

2021 Sistem Angkutan Umum Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
12 Yosie Malinda ST.,MT http://pbael.mercubuana.ac.id/
Tabel 1.1 Kapasitas Kendaraan

Penentuan kapasitas kendaraan yang menyatakan kemungkinan penumpang berdiri


adalah kendaraan dengan tinggi lebih dari 1,7 m dari lantai bus bagian dalam dan ruang
berdiri seluas 0,17 m per penumpang
Menurut Warpani (1990) load factor adalah ratio perbandingan antara jumlah penumpang
yang diangkut dalam kendaraan terhadap jumlah kapasitas kendaraan selama satu
lintasan, dengan rumus :

𝐽𝑃
𝐿𝐹 = 𝑥 100
𝐶

Dimana :

LF = Load Factor (%)

JP = Banyaknya penumpang yang diangkut sepanjang satu lintasan sekali jalan

C = Daya tampung kendaraan atau banyaknya tempat duduk

Menurut Abubakar, Dkk (1995) menyatakan bahwa nilai faktor muat (load factor) dalam
kondisi dinamis diambil 70%.

b. Headway
Menurut Nasution (2004), Headway adalah selisih waktu keberangkatan antara dua
pelayanan angkutan umum pada satu titik tertentu atau selisih waktu kedatangan anatara
kendaraan sebelumnya dengan kendaraan berikutnya. Menurut Asikin (2001), Headway
adalah waktu antara satu kendaraan dengan kendaraan lain yang berurutan di
belakangnya pada satu rute yang sama. Headway makin kecil menunjukkan frekuensi
semakin tinggi, sehingga akan menyebabkan waktu tunggu yang rendah. Hal ini
merupakan kondisi yang menguntungkan bagi penumpang, namun di sisi lain akan
menyebabkan proses bunching atau saling menempel antar kendaraan dan ini akan
2021 Sistem Angkutan Umum Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
13 Yosie Malinda ST.,MT http://pbael.mercubuana.ac.id/
mengakibatkan gangguan pada arus lalu lintas lainnya. Untuk menghindari efek bunching
ditetapkan minimum headway sebesar 1 menit.

Headway (Waktu Antara) kendaraan, dalam hal ini dipakai satuan menit. Dengan rumus:

60 𝑥 𝐶 𝑥 𝐿𝑓
𝐻=
𝑃

Dimana :
Keterangan :
H = Waktu antara (menit)
P = jumlah penumpang perjam pada seksi terpadat
C = kapasitas kendaraan
Lf = factor muat, diambil 70 % (pada kondisi dinamis)

c. Frekuensi
Frekuensi adalah jumlah perjalanan dalam satuan waktu kendaraan yang dapat
diidentifikasikan sebagai frekuensi tinggi atau frekuensi rendah. Frekuensi tinggi berarti
banyak perjalanan dalam periode waktu tertentu. Secara relatif frekuensi rendah berarti
sedikit perjalanan selama periode waktu tertentu. Frekuensi dapat diartikan juga sebagai
segi dari hidup tiap moda angkutan umum yang penting untuk penumpang dan
mempengaruhi moda yang ditetapkan untuk dipakai (Abubakar, 1995).
Menurut Morlok (1978) frekuensi adalah jumlah kendaraan yang lewat per satuan waktu.
Frekuensi dapat dirumuskan sebagai berikut :

1
𝐹=
𝐻

Dimana :
F = Frekuensi (kend/menit)
H = Headway (menit)

d. Waktu Tempuh
Menurut SK Dirjen Perhubungan Darat No.687 Tahun (2002) waktu tempuh merupakan
waktu perjalanan dari titik awal rute sampai titik akhir rute. Data waktu tempuh sendiri
diperoleh berdasarkan hasil survey di lapangan. Persyaratan yang ditentukan
berdasarkan SK Dirjen Perhubungan Darat No. 687/AJ.206/DRDJ/2002, dimana
standard untuk untuk waktu tunggu rata-rata 5-10 menit, waktu tunggu maksimum 20
menit. Persamaan waktu tunggu ratarata angkutan umum sesuai dengan persamaan
sebagai berikut :

2021 Sistem Angkutan Umum Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
14 Yosie Malinda ST.,MT http://pbael.mercubuana.ac.id/
Waktu tunggu = 0,5 x Headway (menit)

e. Waktu Sirkulasi
Waktu sirkulasi dengan pengaturan kecepatan kendaraan rata-rata 20 km perjam dengan
deviasi waktu sebesar 5 % dari waktu perjalanan. Waktu sirkulasi dihitung dengan rumus
:
CT ABA = (TAB+TBA) + (σAB + σBA) + (TTA+TTB)
Keterangan :
CT ABA = Waktu sirkulasi dari A ke B kembali ke A.
TAB = Waktu perjalanan rata-rata dari A ke B
TBA = Waktu perjalanan rata-rata dari B ke A
σAB = Deviasi waktu perjalanan dari A ke B
σBA = Deviasi waktu perjalanan dari B ke A
TTA = Waktu henti kendaraan di A
TTB = Waktu henti kendaraan di B

f. Waktu henti kendaraan di asal atau tujuan (TTA atau TTB) ditetapkan sebesar 10% dari
waktu perjalanan antar A dan B.

g. Kecepatan Tempuh
kecepatan tempuh merupakan kecepatan rata-rata (km/jam) arus lalu lintas dari panjang
ruas jalan dibagi waktu tempuh rata-rata kendaraan yang melalui segmen jalan tersebut
(MKJI 1997). Menurut Morlok (1978), kecepatan tempuh dari awal rute ke titik akhir rute
dan di rumuskan dengan :

𝑠
𝑉=
𝑡

Dimana :
V : Kecepatan rata-rata
S : Jarak tempuh
t : Waktu tempuh rata-rata

h. Kecepatan Perjalanan
Kecepatan perjalanan (Journey Speed), yaitu kecepatan efektif kendaraan yang sedang
dalam perjalanan antara dua tempat dan merupakan jarak antara dua tempat dibagi
dengan lama waktu kendaraan menyelesaikan perjalanan antara dua tempat tersebut.

2021 Sistem Angkutan Umum Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
15 Yosie Malinda ST.,MT http://pbael.mercubuana.ac.id/
Menurut Morlok (1978), kecepatan perjalanan dari awal rute ke titik akhir rute dan di
rumuskan dengan :

𝑠
𝑉=
𝑡

Dimana :

V : kecepatan tempuh (km/jam)

S : panjang rute (km)

t : waktu tempuh (jam)

i. Jumlah kendaraan
Jumlah kendaraan yang beroperasi di definisikan sebagai perbandingan antara jumlah
kendaaraan yang tersedia atau memperoleh izin trayek dengan jumlah kendaraan yang
ada atau beroperasi sesungguhnnya dilapangan pada suatu trayek atau rute tersebut
yang dinyatakan dalam persen (%).
Jumlah armada perwaktu sirkulasi yang diperlukan dihitung dengan formula :

𝐶𝑇
𝐾=
𝐻 𝑥 𝑓𝐴

Keterangan
K = jumlah kendaraan
Ct = waktu sirkulasi (menit)
H = Waktu antara (menit)
fA = Faktor ketersediaan kendaraan (100%)

j. Waktu Pelayanan
Waktu pelayanan merupakan waktu yang dibutuhkan angkutan umum untuk melayani
trayek atau rute tertentu dalam satu hari yang dihitung berdasarkan waktu awal
beroperasi hingga akhir beroperasi kendaraan melayani penumpang tersebut.

2021 Sistem Angkutan Umum Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
16 Yosie Malinda ST.,MT http://pbael.mercubuana.ac.id/
Produktivitas Angkutan

Pengertian total produksi kendaraan adalah rata-rata pencapain jumlah penumpang


yang dapat diangkut dalam satu hari dan satu kendaraan. Maka produktivitas dapat di
rumuskan menggunakan formulasi sebagai berikut :

Produktivitas = jumlah penumpang rata-rata (pnp/trip-kend) x jumlah trip rata-rata (trip/hari)

Kebutuhan Angkutan

Di dalam indikator kebutuhan angkutan atau kebutuhan armada yang menggunakan


formulasi empiris dengan mempertimbangkan produktivitas angkutan adalah jumlah
penumpang per harinya. Pengertian jumlah penumpang rata-rata jumlah penumpang per
armada per hari, untuk periode harian umumnya penumpang mencapai puncaknya pada pagi
dan siang hari.

jumlah penumpang perhari


Kebutuhan =
produktivitas angkutan

2021 Sistem Angkutan Umum Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
17 Yosie Malinda ST.,MT http://pbael.mercubuana.ac.id/
Daftar Pustaka

1. Abubakar.dkk. 1995. Sistim Transportasi Kota, Jakarta, Direktur Jenderal Perhubungan


Darat.
2. Asikin, M.Z. 2001. Sistem Manajemen Transportasi Kota, Philosophy Press Fakultas
Filsafat Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
3. Benson, Don, and Geoffrey Whitehead. 1975. Transport and Distribution , Made Simple
Kooks, W.H. Allen.
4. Bruton. M. J. 1985. Introduction to Transportation Planning. Melbourne: Hutchinson.
5. Departemen Pekerjaan Umum. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Direktorat
Jenderal Bina Marga dan Departemen Pekerjaan Umum Jakarta.
6. Direktorat Jenderal Perhubunan Darat. 2002. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan
Darat Nomor SK.687/AJ.206/DRJD/2002 Tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan
Angkutan Penumpang Umum Diwilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap Dan Teratur.
7. Morlok, Edward K. 1978. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. University of
Pennsyvania.
8. Nasution, M. Nur. 2004. Manajemen Transportasi. Ghalia Indonesia. Bogor.
9. Overgaard. 1966. Traffic Estimation In Urban Transportation Planning. The Danish
Academy of Technical Sciences.
10. Schumer. 1974. Planning for Public Transport. Hutchinson London.
11. Warpani, Suwardjoko. 1990. Merencanakan Sistem Pengangkutan. ITB. Bandung.

2021 Sistem Angkutan Umum Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
18 Yosie Malinda ST.,MT http://pbael.mercubuana.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai