KUNING
KUNING
1. Ummu Hani
2. Gina Maula Rasyid
3. Eti Fitria Jumiati
4. Lalu Sadar Abdul Majid
5. Leny Sastrawati
6. Nining Haerunisa
7. Nur Widianingsih
8. Rizal Efendi
9. Sri Wahyuningsih
10. Thariq Ziadi
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang “Mitigasi
Bencana Banjir Pasang (ROB) ”.
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan ini bisa
teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyusun makalah ini. Semoga bantuannya
mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua. Terutama bagi teman-teman yang ingin meneruskan makalah ini
sehingga menjadi lebih baik lagi.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................3
B. Rumusan Masalah.........................................................................................5
C. Tujuan...........................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................7
PEMBAHASAN......................................................................................................7
A. Banjir Pasang (rob).......................................................................................7
B. Penyebab Banjir Pasang (rob).......................................................................8
C. Bahaya (Resiko) (risk), dan Kerentanan Bencana Banjir rob.....................19
D. Dampak Banjir Pasang (rob).......................................................................26
E. Mitigasi terhadap Banjir Pasang (rob)........................................................27
F. Pengendalian Banjir rob..............................................................................28
G. Strategi Pengelolaan Kawasan Potensi Banjir Pasang (Rob)......................36
H. Adaptasi Masyarakat...................................................................................37
BAB III..................................................................................................................40
PENUTUP..............................................................................................................40
A. Kesimpulan.................................................................................................40
B. Saran............................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................44
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
lingkungan, dan bertambahnya jumlah penduduk makin memperbesar ancaman
resiko bencana.Bencana tersebut telah menimbulkan korban jiwa dan kerugian
yang besar.Dimasa mendatang, dampak banjir rob ni diprediksikan semakain
besar dengan adanya scenario kenaikan muka air laut sebagai efek pemanasan
global. Bahkan banjir rob dikawasan pesisir akan semakin parah dengan adanya
genangan air hujan atau banjir kiriman, dan banjir local akibat saluran drainase
yang kurang terawat (Suriyanti, 2009).
Marfai dan King (2009) dalam Pratiwi (2012) menyatakan bahwa kota
Semarang merupakan wilayah pesisir dengan penggunaan lahan yang bervariasi
dan aktivitas yang dinamis. Kompleksitas kota Semarang antara lain aktivitas
industri dan pelabuhan, aktivitas pertanian, pertumbuhan populasi penduduk,
penggunaan air tanah, perkembangan penduduk, aktivitas rekreasi, dan perikanan.
Kompleksitas kegiatan dan aktivitas yang ada diwilayah semarang menyebabkan
besarnya tekanan diwilayah tersebut. Lebih lanjut dijelaskan bahwa luas lahan
yang mengalami penurunan di kawasan pesisir Semarang dapat mencapai 2.227
ha pada tahun 2020.Antisipasi banjir yang selam ini mendera wilayah Semarang
harus diperhatikan melalui tiga hal, yaitu melalui pemanenan air hujan didaerah
atas, pembuatan pompa untuk daerah bawah dan membendung air laut yang
masuk ke wilayah daratan. Selain penurunan muka tanah, banjir rob disebabkan
juga oleh peningkatan muka air laut, luapan sungai karena hujan sebagai akibat
kurangnya pemeliharaan terhadap jaringan drainase kota, berkurangnya daerah
tangkapan air dan timbul banjir sebagai dampak dari perubahan penggunaan lahan
diwilayah Semarang atas.
Dampak yang ditimbulkan oleh banjir robbagi aktivitas social-ekonomi
masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota
pantai, (b) gangguan terhadap prasarana dan sarana seperti jaringan jalan,
pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap pemukiman penduduk, (d)
pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko wabah penyakit
dan sebagainya. Soedarsono (1996) menambahkan bahwa terjadinya banjir rob
menyebabkan anak-anak rentan terhadap penyakit dan infeksi dari genangan
banjir tersebut. Penyakit tersebut antara lain : diare, demam, dan malaria menjadi
lebih mudah menyerang selama banjir karena kondisi buruk. Banjir rob juga
5
mempengaruhi kualitas bangunan atau kondisi bangunan. Akibat genangan pada
bangunan secara kontinyu dan frekuensi
Rahayu (2009) menambahkan Semarang merupakan daerah yang sering
mengalami banjir pasang (rob) hingga menggenangi kawasan yang berjarak tiga
kilometerdari pesisir utara Semarang dengan ketinggian air diatas mata kaki orang
dewasa.Pemerintah dan masyarakat dapat melakukan adaptasi dan mitigasi untuk
mengurangi resiko rob. Pengetahuan warga dalam mengenal datangnya suatu
bencana akan berpengaruh terhadap kesigapan mereka dalam menghadapi
bencana tersebut. Pengetahuan ini berkaitan dengan kebiasaan membaca tanda-
tanda alam terhadap datangnya bencana tersebut. Diberbagai daerah di Indonesia
dengan kearifan local masyarakat setempat dalam membaca tanda-tanda alam
akan datangnya bencana mampu menyelamatkan nyawa banyak orang, namun
tidak semua warga masyarakat mengetahui atau mencermati tanda-tanda tersebut
(Mardiatno, 2012). Dengan semakin meluasnya area genangan banjir rob maka
hal ini bukan hanya mempengaruhi penggunaan lahan.Oleh karena itu diperlukan
suatu upaya dalam pegurangan risiko bencana yang memadukan upaya mitigasi
dan adaptasi yang terkait secara langsung dengan pembangunan berkelanjutan
sebagai upaya untuk mengurangi resiko terhadap kerugian dan penghidupan
masyarakat serta peningkatan daya tahan (resilience) masyarakat terhadap
berbagai potensi bencana.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Kriteria dan paameter penyebab terjadinya bencana rob?
2. Bagiamana cara Menganalisis tingkat bahaya (hazard), tingkat kerentanan
(vulnerability) dan kapasitas masyarakat terhadap bencana banjir pasang
(rob)?
3. Bagaimana Strategi pengelola kawsan potensi banjir pasang (rob)?
4. Bagaimana cara adaptasi masyarakat terhadap banjir pasang?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut :
1. Kriteria dan parameter penyebab terjadinya bencana rob
2. Menganalisis tingkat bahaya (hazard), tingkat kerentanan (vulnerability)
dan kapasitas masyarakat terhadap bencana banjir pasang (rob)
6
3. Strategi pengelola kawsan potensi banjir pasang (rob)
4. cara adaptasi masyarakat terhadap banjir pasang?
7
BAB II
PEMBAHASAN
8
apabila pada lahan ataupun kawasan telah ada genangan air yang diakibatkan yang
diakibatkan banjir local maupun luapan air dari drainase yang tidak berfungsi
dengan baik.
9
Berdasarkan penelitian Wirasatrian (2005) dalam Arif et al., (2012)
menyebutkan bahwa kenaikan muka laut akibat dari pemanasan global
menjadi satu penyebab terjadinya banjir pasang (rob) kota Semarang.
Penelitian tersebut didasari dengan melakukan analisis dari stasiun pasang
surut Semarang dalam 20 tahun terakhir. Hal tersebut didukung oleh
penelitian Gumilar et al., (2009) yang menyatakan bahwa telah terjadi
penurunan permukaan tanah diwilayah Semarang, dimana hal tersebut
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya banjir pasang (rob) di
kota Semarang. Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa penurunan
permukaan tanahakan selalu meningkat seiring dengan meningkatnya
populasi dan pembangunan perkotaan diwilayah tersebut melalui
pengambilan air tanah yang berlebihan dan beban bangunan.
Hasil penelitian sanjaka el al., (2013) berdasarkan hasil analisis model
banjir rob (inundasi) didapatkan jarak terjauh mencapai 4,295 km
diKecamatan Genuk sedangkan jarak terdekat mencapai 488,93 m. Untuk
luas banjir maksimal terjadi di KecamatanTugu dengan luas 3450,1 Ha saat
pasang purnama, sedangkan wilayah yang paling sedikit terendam di
Kecamatangayamsari dengan luas 71,228 Ha saat pasang perbani. Secara
wilayah fenomena banjir rob ini sudah menjangkauwilayah Kecamatan
yang tidak berbatasan langsung dengan garis pantai, seperti Kecamatan
Gayamsari dan SemarangTimur.
Banjir rob yang terjadi di Semarang umumnya disebabkan oleh
pasang tertingi setiap periodenya dan menyebabkan air masuk dan
menggenangi daratan. berikut ini adalah hasil análisis daerah banjir rob
pada saat pasang tertinggi perbani dan purnamasehingga didapat jarak dan
luas banjir rob pada tiap kecamatan. Data yang diambil dibagi menjadi 2,
yaitu scenario mínimum dan maksimum.Skenario mínimum menjelaskan
nilai terendah yang terjadi pada saat kondisi pasut perbaniatau
purnama.Dan skenario maksimum menjelaskan nilai tertinggi yang terjadi
pada saat kondisi pasut perbani ataupurnama.
10
Adapun hasilnya disajikan pada table berikut :
11
Berdasarkan penelitian Wirasatriya (2005) menyatakan mendapatkan
bahwa nilai kenaikanmuka laut di Semarang akibatpemanasan global
adalah sebesar 2,65mm/tahun, dimana angka ini didapatkandengan
mengkoreksi data kenaikanmuka laut total yang terekam padaAWLR di
stasiun Pasut PelabuhanTanjung Emas dengan data penurunantanah pada
lokasi AWLR tersebut.Ternyata hasil penelitian ini mendekatinilai
kenaikan muka laut global yangdiperoleh berdasarkan data satelitaltimetri
yaitu 2,4 mm/tahun. Jadi dapatdisimpulkan bahwa naiknya air
lautberekspansi ke daratan yangmenyebabkan banjir rob di
beberapawilayah di Semarang, kenaikan sebesar2,65 mm/tahun
disumbangkan olehkenaikan muka laut global.
c. Posisi Geografis
Semarang memiliki keunikan geologis yang jarang dimiliki kota-kota
lain di Indonesia, yaitu kondisi alam yang secara geologis terdiri dari
wilayah perbukitan, daratan dan wilayah pantai. Pengembangan kota
Semarang sebagai kota pantai sejogyanya dipegang sebagai satu panduan
utama pembangunan kota yang berwawasan lingkungan.
Secara topografis, kota semarang memiliki potensi yang cukup besar
untuk terjadinya banjir. Kenaikan muka air laut akibat pasang naik akan
memasuki daratan yang permukaan tanahnya relatif rendah, hanya berbeda
1.3 – 5.0 meter terhadap muka iar laut sehingga pengaruh pasang naik dan
pasang surut menjadi semakin terasa, Sementara didaerah rendah di utara
ditutupi bahan induk alluvial sungai dan marin, wilayah perbukitan
limpatan ditempati oleh batuan sedimen. Susunan bahan ini mempunyai
sumbangan yang cukup dalam menentukan perbandingan jumlah air yang
mengalir dipermukaan dan air yang masuk kedalam tanah.Diperbukitan
lipatan terdapat lapisan yang kedap air, sehingga menyebabkan sulitnya air
meresap kedalam tanah.Selain itu terdapat juga lereng tang cukup terjal
dengan kemiringan > 40%, maka aliran permukaan yang terjadi masih
cukup besar.Dan bahan induk didataran rendah memiliki permeabilitas
12
lambat sehingga mengakibatkan terjadinya genangan dipemukiman
(Suwardi, 1999).
d. Iklim
Salah satu faktor iklim yang mempengaruhi terjadinya banjir rob
dikota semarang adalah curah hujan. Berikut data curah hujan dan lamanya
tahun 2008-2012 :
Tabel 1. Data Curah Hujan Dan Rata-rata curah hujan tiap kecamatan di
Kota Semarang Tahun 2008-2011
13
Kondisi tersebut diperparah dengan adanya perkembangan
pemukiman yang menimbulkan banyak banyak bangunan yang didirikan
dikiri-kanan saluran bahkan ada yang diatas saluran.Hal ini menyebabkan
saluran menyempit dan sulit dibersihkan.Jika terjadi hujan lebat, maka
saluran-saluran drainase yang ada tidak mampu menampung aliran air
sehingga terjadi banjir.Disamping itu tumbuhnya wilayah pemukiman di
wilayah Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat juga menyebabkan
pola dan kapasitas saluran drainase didataran fluvio-marin tidak lagi
mendukung saluran sehingga mengakibatkan banjir.
Kisdianto (2013) menambahkan secara hidrologis, air tanah bebas
merupakan air tanah yang terdapat pada lapisan pembawa air (aquifer) dan
tidak tertutup oleh lapisan kedap air. Permukaan air tanah bebas ini sangat
dipengaruhi oleh musim dan keadaan lingkungan sekitarnya. Penduduk
kota Semarang yang berada didaerah dataran rendah banyak memanfaatkan
air tanah ini dengan membuat sumur-sumur galian (dangkal) dengan
kedalaman rata-rata 3-18 meter.
14
Gambar 3. Pergerakan limpasan Rob kota Semarang
15
yang dipompa berada lebih rendah dari permukaan laut dan apabila akifer
tidak tebal, penerobosan peneobosan air laut dapat menyebar ke pantai.
Selain itu jika tekanan air tanah pada mulut akifer dilaut menjadi lebih
rendah dari tekanan air laut maka intuisi akan lebih mudah terjadi
(Suwardi. 1999).
2. Pengaruh kegiatan manusia
a. Perubahan Penggunaan Lahan
Semarang termasuk wilayah pesisir yang spesifik, sebab berada
diperbatasan antara pengaruh daratan dan lautan.Wilayah pesisir bersifat
dinamis karena cepat dan berkembang bila dibandingan dengan wilayah
pedalaman.Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan wilayah pesisir
memerlukan perencanaan yang baik, agar mampu memenuhi kebutuhan
lahan bagi pengguna. Perkembangan kota Semarang didukung kegiatan
pembangunan yang padat, sehingga ketersediaan lahan untuk membangun
kawasan pemukiman, industri dan fasilitas umum semakin menyempit.
Pembangunan yang terus menerus berkembang menambah bebean
terhadap tanah, hal ini akan menimbulkan penurunan tanah, selanjutnya
dapat mengakibatkan naiknya permukaan air laut sehingga genangan air
pasang semakin meluas.
Suryanti (2008) menambahkan bahwa Terjadinya perubahan pada
penggunaan lahan pada wilayah pantai, contohnya lahan tambak, rawa dan
sawah yang dulu secara alami berfungsi sebagai penahan dan penampung
laju masuknya air pada saat pasang kini peruntukannya telah berubah
menjadi pemukiman, kawasan industri, dan pemanfaatan lainnya.
Perubahan ini dilakukan dengan cara menimbun atau meninggikan daerah-
daerah tersebut sehingga apabila terjadi pasang air laut maka akan
menggenangi daerah yang lebih rendah.
Tabel 2.Perbadingan Persentasi Penggunaan Lahan antara Tahun 2007 dan
2012.
Keterangan Tahun 2007 Tahun 2012
Areal terbangun (indusrti, perumahan dll). 37.64% 40.70%
Tegalan 15.77% 20.89 %
Kebun Campuran 13.47% 7.81%
16
Sawah 12.96% 10.24%
Tambak 6.96 % 6.27%
Hutan 3.69 % 2.85%
Lain-lain 9.51% 11.24%
Sumber :BPS, 2007 dan 2012
17
Gambar 4. Peta Penurunan Muka Tanah (land subsidence) Kota Semarang
(Sumber : Bakti, 2010)
18
Terjadinya penurunan permukaan tanah atau amblesan tanah (land
subsidence) yang besarnya berkisar antara 2-25 cm/thn.Amblesan
permukaan tanah ini disebabkan adanya tekanan konus bangunan dan
infrastruktur yang dibangun diatas lahan yang tanahnya bersifat labil
(alluvial).Amblesan tanah yang terjadi didaratan Semarang disebabkan
oleh dua faktor yaitu penurunan muka air tanah akibat adanya pemompaan
dan penungkatan beban karena pengurungan tanah.Tektonik di Pulau Jawa
yang cukup aktif pada Pliosen akhir – Plistosen tengah, menghasilkan pola
struktur geologi yang kompleks di daerah selatan. Struktur sesar yang aktif
belum diketahui dengan jelas pengaruhnya terhadap proses amblesan tanah
didataran alluvial semarang. Akibatnya apabila berlangsung terus-
menerus, beberapa wilayah justru lebih rendah daripada permukaan laut
(Kisdianto,2013). Bakti (2010) menambahkan penanggulangan penurunan
muka tanah dapat direalisasikan melalui pemantauan yang bertujuan
menentukan parameter penurunan muka tanah yang terkait denganwaktu,
yaitu kecepatan dan percepatan penurunan muka tanah.
c. Degradasi lingkungan
Adapun degradasi lingkungan yang terjadi seperti hilangnya
tumbuhan penutup lahan pada catchment area, pendangkalan sungai akibat
sedimentasi, penyempitan alur sungai dan sebagainya sehingga
menyebabkan terjadinya banjir rob (Hildaliyani, 2011). Suwardi (1999)
menambahkan bahwa di kota Semarang terdapat beberapa sungai yang
bermuara ke Laut Jawa, diantaranya Kali Semarang dan Kali Banger.
Berdasarkan analisis Semarang Drainase proyek (1983) bahwa jumlah
sedimen yang mengendap di Kali Semarang sebesar 12.146 m 3/tahun dan
Kali Banger sebesar 8.056 m3/tahun. Pantai semarang menurut
morfologinya berbentuk teluk. Pada musim barat arus laut membawa
sedimen dan mengendap dimuara, dan pada musim timur arus laut tidak
dapat membuang kembali sedimen yang terbawa pada musim barat. Hal
ini karena terhalang oleh bangunan pemecah gelombang yang terletak
disebelah timur muara Kali Semarang, akibatnya sedimen terus menerus
bertambah dan mengendap dimuara.
19
d. Reklamasi Pantai
Reklamasi pantai utara Semarang dapat berpengaruh terhadap kondisi
hidrologi wilayah sekitar, terutama terhadap lingkungan air permukaan
yang berasal dari pasang surut air laut.Penambahan daratan didepan
daratan alluvial menjadi ledok fluvial apabila lahan baru itu lebih tinggi.
Proses geomorfologi yang dapat terjadi pada daerah adalah banjir berkala
atau banjir permanen. Dampak reklamasi pantai Semarang yang saat ini
timbul adalah adanya genangan banjir disekitar perumahan Tanah Mas
akibat daerah hasil reklamasi lebih tinggi daripada daerah asli disebelah
selatannya, sehingga menjadi cekungan.Pada saat hujan dan pasang naik
terisi air sehingga menimbulkan banjir genangan.
Meluasnya area limpasan rob, yang terjadi berkaitan dengan
pelaksanaan reklamasi pantai. Hal ini terjadi karena hempasan air laut
yang biasanya menggenangi area yang direklamasi kemudian mencari
tempat lain yang lebih rendah. Celakanya justru area sekitarnya yang
merupakan pemukiman penduduk dan diwilayah ini terdapat infrastruktur
utama kota, seperti pelabuhan, Tanjung Mas, Stasiun KA Tawang,
Terminal Bus Terboyo, Bandar Udara Ahmad Yani, sistem drainase, air
bersih, pengolahan air limbah, persampahan dan jalan raya kelas I, II, III
dan jalan lingkungan. Juga kawasan perumahan mewah, kumuh, kawasan
industri dan perdagangan serta kawasan wisata pantai (Kisdianto,2013).
e. Sikap Masyarakat
Kurangnya kesadaran masyarakat yang tinggal disepanjang sungai dan
saluran drainase, misalnya kegiatan pemanfaatan sungai dan saluran
drainase untuk pembuangan sampah.Perilaku masyarakat yang kurang
menyadari bahwa sampah yang dibuang tersebut mengurangi kapasitas
saluran dan menghambat aliran, sehingga mengakibatkan terjadinya banjir.
20
atau kerusakan hutan.Adapun daerah yang tergenang banjir rob di kota Semarang
periode tahun 2000 dan 2010 berdasarkan penelitian Bakti (2010) adalah sebagai
berikut :
Gambar 7. Peta Genangan Banjir Rob Di Wilayah Kota Semarang Tahun 2000
(Sumber :Bakti, 2010)
Gambar 8. Peta Genangan Banjir Rob Di Wilayah Kota Semarang Tahun 2010
(Sumber : Bakti, 2010)
21
Berdasarkan hasil penelitian Miladan (2009) diketahui adanya prediksi
bahwa wilayah pesisir kota Semarang yang tergenang setelah kenaikan paras
muka air lautdalam 20 tahun mendatang sebesar 16 cm yakni seluas 2672,2 Ha.
Hasil interprestasi dataSIG yang ada diketahui bahwa dari 6 Kecamatan Pesisir
Kota Semarang, 5kecamatan yang diprediksikan sebagian wilayahnya akan
tergenang banjir dan rob akibatkenaikan permukaan air laut. Kecamatan-
kecamatan tersebut yakni Kecamatan Genuk,Kecamatan Gayamsari, Kecamatan
Semarang Barat, Kecamatan Semarang Utara, danKecamatan Tugu.Sedangkan
Kecamatan Semarang Timur yang juga termasuk padaKecamatan Pesisir Kota
Semarang diprediksi pada 20 tahun mendatang belum terjadikerawanan
tersebut.Dari kecamatan-kecamatan tersebut, tidak seluruh wilayahnyatergenang
namun hanya di beberapa kelurahan saja terutamanya yang
berada/berbatasanlangsung dengan Laut Jawa.
Tabel 3.Prediksi wilayah pesisir kota Semarang yang diprediksi tergenang akibat
kenaikan air laut tahun 2029 (15 tahun mendatang).
Luas Luas
%
Kecamatan Kelurahan Kelurahan Genangan
Tergenang
(ha) (ha)
Mangkang Kulon 544,221 287,456 52,820
Mangunharjo 461,084 326,171 70,740
Mangkang Wetan 404,766 192,232 47,492
Tugu Randu Garut 477,111 291,243 61,043
Karang Anyar 412,388 230,103 55,798
Tugu Rejo 577,035 305,982 53,026
Jerakah 143,342 55,927 39,016
Tanjung Mas 384,415 197,311 51,328
Semarang Utara Bandarharjo 222,836 110,752 49,701
Panggung Lor 190,974 45,827 23,996
Tawangsari 362,370 62,036 17,120
Semarang Barat
Tambakharjo 534,161 212,279 39,741
Terboyo Kulon 275,939 155,611 56,393
Genuk Terboyo Wetan 194,481 67,545 34,731
Trimulyo 331,528 127,983 38,604
Gayamsari Tambakrejo 103,276 3,754 3,635
Total 5619,928 2672,212 47,549
22
Adapun prediksi dari pengunaan lahan yang akan hilang akibat kenaikan
air laut pada tahun 2029 disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4. Pengunaan lahan yang akan hilang akibat kenaikan air laut pada tahun
2029 (15 tahun mendatang).
Penggunaan Lahan Luas (ha)
Bandar Udara 158,65
Campuran Perdagangan dan Jasa, Permukiman 1,89
Industri 893,24
Instalasi Pengolahan Limbah Cair (WWTP) 13,17
Konservasi 285,09
Lap. Penumpukan 59,19
Olah Raga dan Rekreasi 100,32
Pelabuhan Laut 18,25
Pergudangan 36,28
Perkantoran 11,92
Permukiman 203,52
Pertanian Lahan Basah 79,78
PLTU Tambak Lorok 0,25
Pusat Pendaratan Ikan (PPI) 16,21
Rencana jalan 0,03
Taman 18,06
Tambak 776,34
Total 2672,21
23
yang akan hilang akibat kenaikan air laut pada tahun 2029 disajikan pada peta
dibawah ini :
Gambar 5. Peta penggunaan lahan rawan genangan banjir rob akibat kenaikan air
laut di wilayah kota Semarang tahun 2029 (sumber : Miladan, 2009)
Kedua kerentanan (vulnerability) adalah suatu kondisi yang dditentukan
oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, social, ekonomi, dan lingkunganyang
mengakibatkan peningkatan kerawanan masyarakat dalam mengjasapi bahaya
atau kerawanan (hazard). Diposaptono (2005)dalam Miladan (2009)
menambahkan bahwa kerentanan ditujukan pada upaya mengidentifikasi dampak
terjadinya bencanaberupa jatuhnya korban jiwa maupun kerugian ekonomi dalam
jangka pendek yang terdiridari hancurnya permukiman infrastruktur, sarana dan
prasarana serta bangunan lainnya,maupun kerugian ekonomi jangka panjang
berupa terganggunya roda perekonomianakibat trauma maupun kerusakan sumber
daya alam lainnya. Analisis kerentananditekankan pada kondisi fisik kawasan dan
dampak kondisi sosial ekonomi masyarakatlokal.Kerentanan bencana merupakan
bagian dalam penilaian resikobencana. Resiko bencana merupakan potensi
kerugian yang ditimbulkan akibat bencanapada wilayah dan kurun waktu tertentu
24
yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwaterancam, hilangnya rasa aman,
mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dangangguan kegiatan masyarakat.
Terkait dengan kerentanan, penentuan kerentanan bencana secara total
berdasar pada beberapa jenis kerentanan bencana yang meliputi kerentananfisik,
kerentanan sosial ekonomi, kerentanan sosial kependudukan, kerentanan
lingkungandan kerentanan ekonomi wilayah. Berdasarkan penelitian Miladan
(2009) bahwa bahwa pada Wilayah Pesisir Kota Semarang untuk kerentanan
total/final terdiri ataskerentanan rendah hingga sedang.Tidak ada kawasan yang
termasuk dalam kategorikerentanan tinggi. Kerentanan Sedang hanya terjadi di
Kelurahan Bandarharjo, KelurahanMangkang Wetan, Kelurahan Mangunharjo,
Kelurahan Tanjung Mas, Kelurahan TerboyoKulon, Kelurahan Trimulyo.
Kerentanan sedang terluas berada di Kelurahan TanjungMas dengan luas kawasan
seluas 197,31 Ha atau keseluruhan dari luas wilayah kelurahantersebut.
Kerentanan sedang ini tidak berada di seluruh luasan wilayah 6 kelurahan
tersebut.Hal ini karena terdapat 5 kelurahan yang memiliki kawasan kerentanan
sedang dankerentanan rendah yang meliputi Kelurahan Mangunharjo, Kelurahan
Terboyo Kulon,Kelurahan Trimulyo, Kelurahan Bandarharjo dan Kelurahan
Mangkang Wetan.Sedangkan 10 Kelurahan lainnya yang meliputi Kelurahan
Panggung Lor, KelurahanRandu Garut, Kelurahan Tambakharjo, Kelurahan
Tambakrejo, Kelurahan Tawang Sari,Kelurahan Terboyo Wetan, Kelurahan Tugu
Rejo, Kelurahan Jerakah, Kelurahan KarangAnyar dan Kelurahan Mangkang
Kulon termasuk pada kategori kerentanan rendah.Kelurahan-kelurahan yang
memiliki kerentanan rendah ini tentunyapenanganan/penentuan strateginya akan
lebih mudah daripada kelurahan-kelurahan yangmemiliki kerentanan sedang.
Temuan-temuan kerentanan ini selanjutnya akan dijadikandasar pada penentuan
strategi dalam penanganan kerentanan bencana kenaikan air laut diWilayah Pesisir
Kota Semarang. Adapun detail dari kerentanan total akibat kenaikan air laut
diwilayah kota Semarang tahun 2029 disajikan pada peta berikut :
25
Gambar 6. Kerentanan Total Akibat Kenaikan Air Laut Diwilayah Kota Semarang
Tahun 2029 (sumber : Miladan, 2009)
26
tidak dapat berfungsi secara normal untuk menunjang kegiatan rumah
tangga.Sebagian masyarakat nyaris tidak dapat melanjutkan pekerjaan harian
mereka untuk menghidupi keluarganya. Terjadinya rob juga berdampak pada
pekerja domestic wanita datau penjaga rumah yang mengalami kesulitan dalam
mengamankan peralatan rumah tangga selama banjir rob, membersihkan rumah
dan lingkungan setelah banjir rob surut (Kobayash, 2003).
Sukamdi (2010) mengemukakan bahwa adapun dampak yang ditimbulkan
oleh banjir rob antara lain :
a. Kerusakan bangunan tempat tinggal karena selain mengenangi permukaan
lantai dan halaman, banjir rob bersifat korosi dan merusak pada bangunan.
b. Salinitas (Keasinan) Air disebabkan banjir rob semakin luas dan lama
genangan banjir rob, maka mempengaruhi kualitas air tanah dan air
permukaan.
c. Kehilangan lahan disebabkan banjir rob yang semakin tinggi sehingga banyak
lahan di pesisir pantai tenggelam dan tidak dapat lagi dimanfaatkan.
d. Kerusakan lahan tambak mempengaruhi nilai produksi dan menyebabkan
kerugian yang cukup besar.
Gumilar et al., (2009) dalam Arif (2012) menambahkan bahwa akibat
banjir pasang (rob) akan menghasilkan kerugian ekonomi langsung (direct
economics losses) seperti bangunan yang rusak, dan hancurnya fasilitas-fasilitas
umum, dan kerugian ekonomi tak langsung (indirect economics losses) seperti
guncangan pada dunia bisnis, berkurangnya pendapatan, dan meningkatnya
pengeluaran sector public, dan juga kerugian yang ditanggung individu dan rumah
tangga.
27
dilakukan, mengingat keterbatasan data dan kevalidan data tersebut sulit
didapatkan.Oleh karena itu dalam pelaksanaan pemetaan ini diperlukan kajian
pemodelan yang tepat sehingga dapat dihasilkan peta resiko yang benar-benar
sesuai dengan kondisi sebenarnya (Arif et al., 2012).
Beberapa langkah penanggulangan yang ditempuh PemerintahKota
Semarang untuk mengatasi banjir, antara lain: (1) normalisasi dan pengerukan
sedimen sungai-sungai utama, (2) instalasi pompa air di beberapa lokasi untuk
memperlancar aliran air, (3) pembuatan embung-embung penampung air di
beberapa lokasi, (4) pembuatan Waduk Jatibarang dan Polder Tawang; (5)
penyusunan Master plan drainase Kota Semarang pada Tahun 2007 (Bakti, 2010).
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan dalam penanganan bencana antara lain :
pencegahan, mitigasi, kesigapan, dan penanggulangan kedaruratan. Titik berat
dari tindakan yang dapat dilakukan pra bencana adalah tindakan mitigasi bencana.
Secara spesifik mitigasi bencana wilayah pesisir yakni upaya untuk mengurangi
risiko bencana secara struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami atau
buatan maupun nonstruktur atau non fisik melalui peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana diwilayah pesisir datau pulau-pulau kecil (UU
nomor 24 dan 27 dalam Miladan, 2009).
Forum Mitigasi (2007) membedakan mitigasi bencana atas dua macam,
yaitu mitigasi pasif (non structural) dan mitigasi aktif (structural). Mitigasi pasif
(non structural) terdiri dari : (1) penyusunan peraturan perundang-undangan,(2)
penyesuaian rencana tata ruang berdasarkan peta risiko bencana serta pemetaan
masalah, (3) pembuatan pedoman/standar/produser, (4) pembuatan brosur/poster,
(5) pembuatan rencana alternative tindakan kedaruratan (contingency plan), (6)
penelitian/pengkajian karakteristik bencana/analisis risiko bencana, (7)
internalisasi penanggulangan bencana (PB) dalam muatan local pendidikan, (8)
pembentukan satuan tugas bencana/perkuatan unit-unit social masyarakat, (9)
pengarutusan PB dalam pembangunan dan sosialisasi. Sementara mitigasi aktif
(structural) meliputi : (1) pembuatan dan penempatan tanda peringatan, bahaya,
larangan memasuki daerah rawan bencana atau tanda peringatannya, (2)
pemindahan penduduk dari daerah yang rawan ke daerah aman, (3) pembangunan
bangunan penampungan sementara, daerah jalur evakuasi, (4) pembuatan
28
bangunan struktur seperti : pengamanan lereng (slope protection/seawalls),
pemecah ombak (breakwater/detached breakwater), krib tegak lurus penahan
gerakan sedimentasi sejajar grisik (groyne) dan pengamanan gisik (beach
protective).
Perencanaan tata ruang kawasan pesisir mencakup penetapan peruntukan
lahan yang terbagi menjadi empat zone yaitu (1) zona preservasi (2) zona
konservasi (3) zona penyangga dan (4) zona budidaya (zona pemanfaatan)
(Dahuri dkk, 2004).Miladan (2009) dalam Arif (2012) pelaksanaan pemetaan
kerentanan dilakukan sebagai landasan salam melakukan penanganan banjir
pasang (rob) menggunakan strategi akomodatif dan strategi akomodatif dan
strategi mundur daalam perencanaan tata ruang wilayah yang terkena dampak
banjir tersebut. Adapun pemetaan kerentanan meliputi : kerentanan fisik, social
ekonomi wilayah, dimana dalam penentuan komponen-komponen kerentanan
tersebut didasarkan pada Undang-undang Penanggulangan Bencana, Perencanaan
tata kota pengelolaan wilayah pesisir dn pulau-pulau kesil serta konsep praktis
dari good local governance (GLG) Provinsi Jawa Tengah dan Bakornas
Penanggulangan Bencana.
29
pola penataan sungai yang ada di Kota Semarang. Hal ini masih
berkaitan dengan ketentuan-ketentuan antara lain : UU No. 11 tahun
1974 tentang pengairan, UU No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan
air dan PP. No. 35 Tahun 1991 tentang sungai serta Permen PU No.
63/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai,
Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai serta peraturan-peraturan
daerah yang berlaku di kota Semarang itu sendiri.
Kisdianto (2013) mengemukakan normalisasi sungai, perbaikan
sistem drainase, peningkatan aspek operasi dan pemeliharaan, penertiban
pengambilan air tanah, pembangunan waduk Jati Barang (kreo) serta
penanganan di daerah hulu.
30
bertambah yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya limpasan
permukaan (run off) yang tinggi.
Pembangunan Dam Lepas Pantai (DLP).
Kisdianto (2013) mengemukakan bahwa adapun proyek ini bertujuan
untuk mengatasi banjir rob yang selalu melanda pantai utara Jawa,
terutama kota Semarang, yaitu dengan membangun DLP sebagai pemisah
laut da daratan di kabupaten Kendal hingga kabupaten Jepara sepanjang
139 km. luasan keseluruhan yang tercover adalah seluas 45.000 ha. DLP
dibangun paling jauh 15 km dari bibir pantai ke tengah laut dengan
kedalaman ± 20 m. pembuatan dam ini akan menghasilkan tambahan
tanah seluas 15.000 ha termasuk area untuk pembangunan pelabuhan
baru dan akan memunculkan 2 danau seluas 21.000 ha yang akan
menghasilkan air tawar dengan kandungan garam yang rendah (5%) yang
dapat digunakan untuk industri, kebutuhan perkotaan dsb. Dam yang
terbangun dan lahan yang akan muncul tersebut akan dikembangkan
untuk :(1) pembangunan pelabuhan samudera yang baru dan fasilitas
penunjangnya, (2) pembangunan infrastruktur dan pengembangan
Bandara Ahmad Yani, (3) pembangunan Kawasan Industri dan
Komersial dan (4) pembangunan Apartemen, pemukiman dan public area
untuk rekreasi.
31
Sumber : Kisdianto (2013)
Lebih lanjut Wahyudi (2010) menambahkan bahwa selain upaya diatas,
langkah lain yang dapat diambil dalam pengendalian banjir rob adalah
pembangunan sistem polder. Dalam upaya menanggulangi bencana
banjir rob, sungai yang membawa air dari wilayah atas disalurkan
langsung ke laut dengan talud sungai yang relatif tinggi. Sedangkan
sungai yang mengalirkan air dari dalam kota secara gravitasi tidak dapat
menuju ke laut pada saat air laut pasang. Untuk itu sungai tersebut di
tutup dan diisolasi dari aliran dari air laut, sehingga memerlukan sistem
polder. Sungai principal drainase kota semarang yang direncanakan dan
dikonstruksi adalah Sungai Semarang dengan rencana sistem polder
dengan stasiun pompa (Semarang Pumping Station) dengan kapasitas 30
m3/s. Sedangkan sistem polder yang juga dalam perencanaan dan
konstruksi adalah sistem polder Kali Banger dengan stasiun pompa 6
m3/s.
Peta situasi Sistem Polder Kali Semarang dapat dilihat dalam gambar
7. Antara sungai dan laut ditutup oleh pintu gerak.Air yang dari sungai
ditampung di kolam sebelum dipompa. Untuk itu disediakan station
pompa yang direncanakan memiliki kapasitas terbesar yaitu 30 m3/s.
didepan station pompa dilindungi dengan talud yang sekaligus akan
32
dijadikan tempat untuk penampungan sedimen hasil pengerukan kolam
dan sedimen dari sungai di sistem drainase Kali Semarang.
Polder Kali Banger memiliki catchment area 675 Ha, adapun wilayah
administrasi ada di kecamatan Semarang Timur yang meliputi 9
Kelurahan yaitu: Kelurahan Rejomulyo, Kelurahan Mlati Baru,
Kelurahan Mlatiharjo,Kelurahan Sari Rejo, Keluarahan Bugangan,
Kelurahan Rejo Sari, Kelurahan Karang Turi, Kelurahan Karang Tempel
dan Kelurahan Kemijen. Sistem Polder Kali Banger memiliki komponen
infrastruktur yang terdiri dari (Herman Mondeel, 2010dalam Wahyudi,
2010): Northern dike (Pembangunan Tanggul Arteri Utara), melindungi
kawasan Polder Kali Banger dari muka air laut, Eastern dike
(Pembangunan Tanggul Banjir Kanal Timur) melindungi kawasan Polder
dari Sungai Banjir kanal Timur, Dam Kali Banger (Pembangunan
Bendung K. Banger) yang akan menutup koneksi aliran dari kawasan
Polder dengan sungai dan laut, Pumping station difungsikan untuk
mengendalikan elevasi air karena kawasan Polder ditutup bending,
33
Retention basin (Kolam Retensi) digunakan untuk pengendalian elevasi
air sistem polder sebelum dipompa. Elevasi air dalam kolam retensi
dikendalikan -2 m MSL
Pembangunan landscape Mangrove diwilayah pesisir.
Seperti diketahui bersama bahwa salah satu fungsi mangrove adalah
sebagai pelindung pantai dari hempasan gelombang laut penyebab abrasi
dan banjir rob dikawasan pesisir. Penelitian membuktikan bahwa
keberadaan vegetasi mangrove dengan perakarannya yang rapat dan kuat,
mampu memperkecil kekuatan hempasan gelombang pada saat menerjang
pantai dan mengurangi dan masuknya air laut kedaratan pada saat
terjadinya pasang.
Penanaman mangrove dikawasan pesisir Semarang merupakan salah
satu upaya yang ramah lingkungan, tidak membutuhkan biaya yang
relative besar, namun yang aling penting adalah manfaat yang dapat
diperoleh dari ekosistem mangrove dapat dirasakan dalam jangka panjang
terutama dalam melindungi terhadap terjadinya bencana dikawasan
pesisir.Tak hanya itu, manfaat mangrove lainnya yaitu sebagai tempat
pemijahan, pengasuhan dan pencarian makan bagi ikan dan binatang laut
lainnya. Oleh sebab itu dapat diterapkan sebagai salah satu upaya mitigasi
bencana banjir rob di pesisir kota Semarang. Adapun rencana landscape
mangrove yang dapat diterapkan dipesisir Kota Semarang adalah sebagai
berikut ;
34
Gambar 8. Rencana landscape mangrove dalam mitigasi banjir rob di
Semarang
(a)
35
(b)
Gambar 9. Langkah penanaman Mangrove dikawasan Pesisir
Semarang
36
bersama antara perwakilan masyarakat, pemerintah dan sektor usaha.Pada
tahap pembangunan, mendampingi agar sesuai dengan perencanaan dan
mengakomodasi kepentingan masyarakat.Dan tugas utama.
Badan ini adalah saat operasional dan pemeliharaan baik secara teknis,
non-teknis dan pendanaan.Dengan mengupayakan pendanaan dari
pemerintah dan menggali pendanaan dari masyarakat di kawasan Polder
diantaranya untuk kepedulian. Bidang pengelolaan pada tahap operasional
secara teknis dapat dibagi menjadi 3 yaitu: pengelolaan sampah dan
sedimen, pengelolaan elevasi air melalui pompa dan pengelolaan tanggul.
Dalam pelaksanaan operasional dan pemeliharaan ini BPPB SIMA
memerlukan pelaksana harian.
37
kemudahan perizinan bagi investor/masyarakat yang akan dan telah
meninggikan lahan skala kawasan (reklamasi) secara swadaya dan memberikan
gambaran kerentanan yang ada, memindahkan bangunan-bangunan dan
penduduk terancam, memperkirakan pergerakan kenaikan air laut, mengatur
realignment garis pantai, menciptakan penyangga/jalur hijau dikawasan upland
dan konversi fungsi lahan tergenang menjadi kawasan tambak ikan, hutan
mangrove dan kawasan wisata.
b. Pada kawasan yang memiliki tingkat kerentanan sedang maka strategi yang
digunakan meliputi perubahan tataguna lahan dan pemanfaatan ruang
(memperluas jalur hijau/konservasi, meningkatkan sistem drainase/kanalisasi
peninggian kawasan modifikasi bangunan, pembangunan seawall /tanggul
/revetment, perencanaan dan penyediaan jalur evakuasi dan emergensi,
meningkatkan kelembagaan siaga bencana, pengaturan dan regulassi yang ketat
dalam pembangunan kawasan, memberikan kemudahan perizinan bagi
investor/masyarakat yang menggikan kawasan/lahan (reklamasi) secara
swadaya dan memperkirakan pergerakan kenaikan air laut.
H. Adaptasi Masyarakat
Adaptasi merupakan suatu strategi penyesuaian diri yang digunakan
manusia selama hidupnya Adaptasi merupakan suatu strategipenyesuaian diri
yang digunakan manusiaselama hidupnya untuk merespon terhadapperubahan-
perubahan lingkungan dansosial.Banjir pasang (rob) yang hampir terjadi setiap
tahun memaksa masyarakat untuk melakukan adaptasi terus menerus. Adaptasi ini
dilakukan sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap lingkungan baru. Proses
adaptasi yang sangat dinamis karena lingkungan dan manusia berkembang dan
berubah secara terus-menerus. Umumnya masyarakat yang telah tebiasa terkena
banjir enggan untuk pindah. Mereka tetap memilih tinggal di daerah asal
meskipun tiap tahun mengalami langganan banjir rob.
Faktor yang menyebabkan masyarakat enggan untuk berpindah antara
lain : (1) sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan ataupun buruh
industri ddisekitar daerah pelabuhan (2) sebagian masyarakat berasal dari
golongan ekonomi menengah kebawah yang tidak memiliki modal untuk
38
berpindah ketempat lain.Berbagai adaptasi telah dilakukan oleh masyarakat.
Menurut Kobayashi (2001) adaptasi yag dilakukan oleh masyarakat yang terkena
banjir rob antara lain : pindah kelokasi yang lebih aman, membangun polder dan
pompa, menambah tanah tempat yang rendah merubah jenis bangunan (rumah
panggung atau rumah susun).
Sedangkan menurut Suryanti dan Marfai (2008) adaptasi yang telah
dilakukan masyarakat antara lain : (1) membuat tanggul kecil/urug didalam rumah
atau meninggikan pondasi rumah (2) membuat talud dan tanggul permanen dan
non permanen dipantai (3) meninggikan jalan sekitar 1-1,5 meter untuk
menghindari agar jalan tidak tergenang saat rob terjadi sehingga akses untuk
transportasi tetap lancar (4) sebagian warga telah membangun rumah panggung.
Sukamdi (2010) mengemukakan bahwa beberapa adaptasi yang dilakukan
masyarakat terhadap banjir rob antara lain :
a. Adaptasi pada tempat tinggal yang dilakukan masyarakat yakni dengan
membuat tanggul, meninggikan rumah dan atapnya, meninggikan lantai rumah
dengan cara mengurug , membuat saluran air disekitar rumah.
39
b. Adaptasi pada ketersediaan air bersih dilakukan karena banjir rob
berdampak pada salinitas dan kualitas air di daerah tersebut. Sehingga
masyarakat membutuhkan air bersih layak konsumsi yang diperoleh dan
dipasok dari daerah lain, baik dari PAM maupun dari truk tangki air
bersih, untuk hal tersebut masyarakat harus mengeluarkan biaya.
40
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan :
1. Banjir rob yang terjadi dikota Semarang tidak hanya disebabkan oleh
naiknya permukaan air laut, melainkan juga disebabkan oleh aktivitas
manusia seperti meningkatnya alih fungsi lahan dan degradasi lahan
sehingga mengakibatkan penurunan muka tanah, reklamasi lahan serta
penyempitan saluran drainase yang memicu terjadinya banjir.
2. Dalam upaya mitigasi bencana banjir tidak hanya terpaku pada aspek
teknis saja, melainkan juga dilakukan pada aspek non teknis yakni pada
aspek social budaya.
B. Saran
Atas kesimpulan tersebut maka rekomendasi yang diberikan untuk
mengurangi dampak dari terjadinya banjir rob yakni :
1. Bagi Masyarakat Lokal
a. Agar memperkuat sistem kelembagaan penanganan potensi bencana
tersebut.Contohnya mengembangkan lembaga/paguyuban siaga bencana
khususmengantisipasi permasalahan ini.
b. Masyarakat harus berperan nyata dan proaktif dalam lembaga/paguyuban
siaga yang dibentuk, reaktif dan patuh terhadap kebijakan/strategi yang
akan digunakanoleh Pemerintah Kota Semarang dalam menghadapi resiko
bencana ini.
2. Selain saran diatas, untuk masyarakat yang berada dikawasan pesisir dan
tinggal di wilayah zona rawan banjir dapat mengadopsi konsep rumah
panggung yang telah diterapkan diwilayah pemukiman pesisir Jakarta Utara
(pemukiman angke dan pemukiman marunda).
Berdasarkan penelitian Listiyanti (2011) terdapat tiga tipe rumah yang
dapat diadopsi oleh masyarakat yang tinggal diwilayah rawan bencana banjir
rob, antara lain :
41
Gambar 11. Tipe pemukiman angke dan pemukiman marunda
a. Tipe A
Rumah tipe A masih terlihat kepanggunannya. Rumah ini terdapat
diarea pinggir pantai yang landau.Sehingga rumah tipe ini memerlukan
tiang penopang yang lebih tinggi sekitar 2-3 meter.Meskipun cukup tinggi,
ruang “kolong” ini tidak pernah dipakai untuk beraktivitas karena selalu
digenangi oleh air laut. Adapun hasil tingkat pengujian pada tipe rumah A
tersebut adalah sebagai berikut :
42
b. Tipe B
Tipe rumah B masih terlihat kepanggungannya.Rumah ini terdapat
daratan sedikit menjauh dari pinggir pantai. Tiangnya yang digunakan pada
rumah tipe B lebih rendah dibandingkan dengan rumah tipe A. rumah ini
terdiei dari tiang yang setinggi 1-2 meter .
c. Tipe C
Rumah tipe C merupakan hasil renovasi sehingga hampir tidak ada
keterkaitan dengan rumah panggung. Rumah tipe ini biasanya berada sedikit
jauh dari bibir pantai. Adapun hasil tingkat pengujian pada tipe rumah A
tersebut adalah sebagai berikut :
43
44
DAFTAR PUSTAKA
Desmawan BT. 2012. Adaptasi Masyarakat Kawasan Pesisir Terhadap Banjir Rob
Di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Jurnal Bumi
Indonesia.1(1) : 1-9
Pratiwi MR. 2012. Dampak Dinamika Banjir Pasang (Rob) Terhadap Sistem
Sosial Ekologis Kota Semarang (Studi Kasus di Kelurahan Tanjung Mas).
Tesis. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
45
Mardiatno D, Marfai MA, Rahmawati K, Tanjung R, Sianturi RS, Mutiarni
YS.2012. Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob Di Kecamatan
Pekalongan Utara.Rahmawati N, editor. Yogyakarta (ID): Pohon Cahaya.
Utomo WY. 2013. Analisis Potensi Rawan (hazard) dan Resiko (Risk) Bencana
Banjir dan Longsor (Studi Kasus Provinsi Jawa Barat).Tesis. Bogor.
Institut Pertanian Bogor.
Wahyudi SI. 2007. Tingkat Pengaruh Elevasi Pasang Laut Terhadap Banjir dan
Rob Di Kawasan Kaligawe Semarang. Riptek. 1 (1) : 27-34
46