Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam ilmu kedokteran, gula darah adalah istilah yang mengacu
pada tingkat glukosa dalam darah. Konsentrasi gula darah atau tingkat
glukosa serum diatur dengan ketat dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan
melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Kadar
glukosa darah puasa tidak boleh lebih tinggi dari 110 mg/dl dan jangan
lebih rendah dari 60 mg/dl. Untuk mengatur hal ini tubuh mempunyai
mekanisme pengaturannya.
Apabila mekanisme pengaturan kadar gula dalam darah tidak
berjalan dengan baik atau terjadi kerusakan pada organ-organ tubuh maka
akan mengakibatkan ganguan pada proses metabolisme glukosa, oleh karena
itu perlu adanya pemeriksaan kdar glukosa dalam darah sehingga dapat
diketahui kadar glukosa melebihi batas normal atau tidak.
Tujuan pemeriksaan glukosa darah ini salah satunya adalah untuk
menentukan ada tidaknya penyakit diabetes mellitus. Diabetes
mellitus adalah penyakit yang paling menonjol yang disebabkan oleh
gagalnya pengaturan gula darah atau kelainan metabolisme karbohidrat.
Dalam kasus ini glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik,
sehingga mengakibatkan keadaan hiperglikemia.
Penundaan waktu pemeriksaan dapat menyebabkan penurunan kadar
glukosa darah. Hal ini disebabkan oleh glikolisis sel-sel darah dimana
sampel serum dan plasma harus segera dipisahkan dari sel-sel darah sebab
eritrosit dan leukosit dalam darah biarpun sudah berada diluar tubuh tetap
merombak glukosa untuk metabolismenya (Widmann, 1995). Hal tersebut
mencerminkan aktivitas glukosa tetap terjadi meski berada di luar tubuh.
Dari pengalaman dan survei yang didapat dari lapangan,
pemeriksaan kimiawi khususnya pemeriksaan glukosa darah tidak pernah
menggunakan sampel plasma EDTA terkadang sampel plasma dijadikan

1
2

pilihan untuk pemeriksaan glukosa darah apabila adanya permintaan


glukosa yang cito (segera), karena dari segi efisiensi waktu sampel plasma
lebih cepat didapat dibandingkan dengan serum. Akan tetapi pemeriksaan
glukosa darah lebih akurat jika menggunakan sampel serum dibandingkan
dengan sampel plasma EDTA.
Pada pengalaman juga selama praktek di laboratorium klinik pada
tahap praanalitik yang dimulai dari pengambilan sampel darah, sampel
darah yang diambil atau dikumpulkan kemudian diperiksa secara bersama-
sama. Sampel yang pertama kali datang diperiksa bersamaan dengan sampel
yang terakhir kali datang sehingga pada sampel yang pertama kali datang
mengalami penundaan waktu pemeriksaan. Fenomena seperti ini biasanya
disebabkan karena jumlah sampel yang diperiksa dan untuk mengefektifkan
waktu dan mengefisienkan pemakaian reagen dan hal ini juga disebabkan
karena pemeriksaan dilakukan secara seri.
Selama melakukan penelitian di Rumah Sakit dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya bahwa banyak pasiean yang melakukan pemeriksaan
glukosa darah pada bulan februari-juni 2014. Pada bulan februari
pemeriksaan GDS 145 orang sedangkan yang melakukan pemeriksaan GDP
dan G2JPP ada 85 orang, bulan maret GDS 637 orang, G2JPP 294, pada
bulan april GDS 732 orang, G2JPP 239, pada bulan mei GDS 659 orang,
G2JPP 220, pada bulan juni GDS 690 orang, G2JPP 354 orang.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Perbedaan Kadar Glukosa Darah Puasa
Menggunakan Sampel Plasma EDTA dan Serum yang Langsung
Diperiksa dan yang Ditunda Selama Dua Jam”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil antara plasma EDTA dan
serum glukosa darah puasa yang diperiksa langsung dan yang ditunda
selama dua jam. Penelitian ini dilakukan terhadap sampel glukosa darah
puasa. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
3

B. Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan hasil pemeriksaan glukosa darah puasa
yang diperiksa langsung dan yang ditunda selama dua jam antara serum
dan plasma EDTA?

C. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada sampel plasma EDTA dan serum hanya
melihat perbedaan dan berapa besar tingkat penurunanya.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan antara
kadar glukosa darah puasa dan tingkat penurunanya yang menggunakan
plasma EDTA dan serum yang diperiksa langsung dan ditunda selama dua
jam.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak berikut.
1. Laboratorium Klinik
Telitian ini dapat digunakan sebagai acuan pemeriksaan kadar glukosa
darah.
2. Mahasiswa Analis Kesehatan
Telitian ini dapat mernjadi acuan untuk penelitian. Penelitian
berikutnya yang berkaitan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah
3. Peneliti
Telitian ini merupakan pengalaman baru bagi peneliti sehingga dapat
menambah wawasan peneliti dalam bidang analis kesehatan.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Glukosa
Glukosa merupakan salah satu karbohidrat penting yang digunakan
sebagai sumber tenaga. Glukosa dapat diperoleh dari makanan yang
mengandung karbohidrat. Glukosa berperan sebagai molekul utama bagi
pembentukan energi di dalam tubuh, sebagai sumber energi utama bagi
kerja otak, dan merupakan bahan bakar utama untuk jaringan tertentu seperti
otak dan sel darah merah (Marks, 1996).
Energi untuk sebagian besar fungsi sel dan jaringan berasal dari
glukosa. Pembentukan energi alternatif juga dapat berasal dari metabolisme
asam lemak. Tetapi jalur ini kurang efisien dibandingkan dengan
pembakaran langsung glukosa. Proses ini juga menghasilkan metabolit-
metabolit asam yang berbahaya apabila dibiarkan oleh beberapa mekanisme
homeostatik yang dalam keadaan sehat dapat mempertahankan kadar dalam
rentang 70 sampai 110 mg/dl dalam keaadan puasa (Sacher, 2004).
Metabolisme glukosa menghasilkan asam piruvat, asam laktat, dan
asetil-coenzim A. Jika glukosa dioksidasi total maka akan menghasilkan
karbondioksida, air, dan energi yang akan disimpan didalam hati atau otot
dalam bentuk glikogen. Hati dapat mengubah glukosa yang tidak terpakai
melalui jalur-jalur metabolik lain menjadi asam lemak yang disimpan
sebagai trigliserida atau menjadi asam amino untuk membentuk protein.
Hati berperan dalam menentuka apakah glukosa langsung dipakai untuk
menghasilkan energi, disimpan atau digunakan untuk tujuan struktural
(Sacher, 2004).
Banyak hormon ikut serta dalam mempertahankan kadar glukosa
darah yang adekuat, baik dalam keaadan normal maupun sebagai respon
terhadap stres. Hormon yang berperan dan mengatur metabolisme
karbohidrat adalah hormon insulin. Insulin adalah zat atau hormon yang
dikeluarkan oleh sel beta di pankreas.

4
5

Insulin berasal dari kata insula yang berarti ‘pulau’. Insulin


merupakan suatu polipeptida yang disekresikan oleh sel-sel pulau
Langerhans. Kadar insulin yang rendah akan mengurangi penyerapan
glukosa dan tubuh akan menggunakan lemak sebagai sumber energi. Insulin
digunakan dalam pengobatan diabetes melitus. Kadar glukosa dalam tubuh
dapat meningkat apabila pankreas yang memproduksi insulin mengalami
gangguan dan tidak dapat bekerja dengan baik.
Glukosa darah dikatakan abnormal apabila kurang atau melebihi
nilai rujukan. Nilai rujukan glukosa adalah pada rentang 60–110 mg/dl
(Widmman, 1995). Kadar gula darah yang terlalu tinggi dinamakan
hiperglikemia. Kadar glukosa kurang dari normal dinamakan hipoglikemia.
Dalam tubuh manusia glukosa yang telah diserap oleh usus halus kemudian
akan terdistribusi ke dalam semua sel tubuh melalui aliran darah.

B. Jenis Pemeriksaan Glukosa Darah


Dahulu pengukuran glukosa darah dilakukan terhadap darah
lengkap, tetapi sekarang sebagian besar laboratorium melakukan
pengukuran kadar glukosa dalam serum. Karena eritrosit memiliki kadar
protein (yaitu hemoglobin) yang lebih tinggi daripada serum dimana serum
memiliki kadar melarutkan lebih banyak glukosa (Sacher, 2004).
Pengukuran glukosa darah sering dilakukan untuk memantau keberhasilan
mekanisme-mekanisme regulatorik ini. Penyimpangan yang berlebihan dari
normal, baik terlalu tinggi atau terlalu rendah mengisyaratkan gangguan
homeostasis dan dari hal tersebut mendorong kita melakukan pemeriksaan
untuk mencari etiologinya (Sacher, 2004).
Salah satu proses metabolisme glukosa yang terjadi adalah glikolisis,
Proses ini bertujuan agar sel-sel darah terutama eritrosit tetap memperoleh
energi.
6

Menurut Hardjoeno (2003) macam-macam pemeriksaan glukosa


darah adalah sebagai berikut.
1) Glukosa darah sewaktu (GDS)
Pemeriksaan glukosa darah sewaktu adalah pemeriksaan yang
dilakukan seketika waktu itu, dan lakukan kapan saja, tanpa ada puasa.
Nilai normal kadar glukosa darah sewaktu adalah 70 – 125 mg/dl.
2) Glukosa darah puasa (GDP)
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui kemampuan
seseorang dalam mengatur kadar glukosa darah supaya dapat terkontrol
secara baik. Sebelum dilakukan pemeriksaan pasien disarankan agar
puasa lebih dahulu puasa selama 8–10 jam. Nilai normal glukosa darah
puasa adalah 60–110 mg/dl.
3) Glukosa darah dua jam post prandial (G2JPP)
Pemeriksaan ini merupakan tes penyaring untuk mengetahui
kemampuan seseorang dalam menghilangkan beban glukosa yang ada
dalam tubuh. Setelah melakukan puasa selama 8–10 jam kemudian
pasien diminta untuk puasa kembal selama dua jam. Nilai normal kadar
glukosa G2JPP adalah 100–140 mg/dl.
4) Test toleransi glukosa oral ( TTGO)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk tes jika kadar glukosa dua jam
post prandial tidak normal (abnormal). Test ini bertujuan memberikan
keterangan yang lebih lengkap mengenai adanya ganguan metabolisme
karbohidrat. Pada test toleransi glukosa oral, kadar glukosa darah puasa
diukur, nilai normal TTGO >140 mg/dl.
7

C. Fungsi Pemeriksaan Glukosa Darah


Menurut Hardjoeno (2003) kepentingan/fungsi pemeriksaan
glukosa darah adalah sebagai berikut.
1. Tes Saring
Tes saring digunakan untuk mendeteksi kasus diabetes melitus
sedini mungkin sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya
komplikasi kronik akibat penyakit ini. Tes saring biasanya mengambil
glukosa darah sewaktu sebagai sampel pemeriksaan.
2. Tes Diagnostik
Tes ini bertujuan untuk memastikan diagnosis Diabetes melitus
pada individu dengan keluhan klinis khas diabetes melitus, atau mereka
yang terdiagnosis pada tes saring. Tes diagnostik ini biasanya mengambil
glukosa darah puasa dan glukosa darah dua jam post prandial sebagai
sampel pemeriksaan.
3. Tes Pengendalian
Tes ini bertujuan untuk memantau keberhasilan pengobatan untuk
mencegah terjadinya komplikasi kronik. Untuk mengetahui tingkat
keberhasilan proses terapi pengobatan dilakukan pemeriksaan glukosa
darah sewaktu, glukosa darah puasa dan glukosa darah dua jam post
prandial. Apabila pemeriksaan glukosa darah dua jam post prandial
abnormal maka dapat dilakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa oral.
Menurut Hardjoeno (2003) hal penting mengenai tes glukosa darah
adalah.
1. Menggambarkan faktor risiko penyakit kardivaskular (penyakit
gangguan pada jantung dan pembuluh darah) dan
2. Glukosa post prandial merupakan pemeriksaan yang lebih akurat dan
baik dibandingkan dengan glukosa darah puasa.
8

D. Klasifikasi Tipe Diabetes Mellitus


Menurut WHO diabetes adalah penyakit kronik yang terjadi ketika
pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang cukup, atau sebaliknya
ketika tubuh tidak mampu secara efektif menngunakan insulin yang
diproduksi. American Diabetes Association (ADA) memberikan
klasifikasi diabetes mellitus tipe 1,tipe 2, diabetes melitus gestational, dan
diabetes melitus tipe khusus lain. Klasifikasi ini telah disepakati oleh
WHO dan telah dipakai diselurruh dunia (ADA, 2010).
1. Diabetes melitus tipe 1 (IDDM: Insulin Dependent Diabetes
Melitus)
Diabetes melitus tipe 1 adalah diabetes yang tergantung dengan
insulin. Pada tipe ini terdapat kerusakan sel-sel dalam pankreas
sehingga tidak dapat memproduksi insulin lagi, akibatnya sel-sel tidak
bisa meyerap glukosa dari darah. Tipe 1 banyak diderita oleh orang-
orang dibawah usia 30 tahun dan paling sering dimulai pada usia
remaja 10-13 tahun. Tipe 1 biasanya diterapi dengan pemberian
insulin.
2. Diabetes melitus tipe 2 (NIDDM: Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus)
Diabetes melitus tipe 2 adalah diabetes yang tidak tergantung dengn
insulin akibat proses dari penuaan. Banyak penderita jenis ini
mengalami penurunan fungsi sel-sel dalam pankreas sehingga insulin
yang dihasilkan jumlahnya berkurang. Umumnya tipe ini dimulai pada
usia diatas 40 tahun dengan kejadian lebih banyak pada orang gemuk.
3. Diabetes gestational ini biasanya terjadi akibat kenaikan kadar
gula darah pada masa kehamilan
Wanita hamil yang belum pernah mengalami diabetes namum
memiliki kadar gula yang tinggi. Diabetes gestational biasanya
terdeteksi pertama kali pada usia kehamilan trisemester II atau III
(setelah usia kehamilan 3 atau 6 bulan) dan umumnya hilang dengan
sendirinya setelah melahirkan. Diabetes ini belum diketahui secara
9

pasti, namun besar kemungkinan terjadi akibat hambatan sehingga


terjadi resistensi insulin yang membuat tubuh bekerja untuk
menghasilkan insulin sebanyak tiga kali normalnya. Diabetes ini
terjadi ketika tubuh tidak dapat membuat dan seluruh insulin yang
digunakan selama kehamilan. Tanpa insulin glukosa tidak dapat
dihantarkan ke jaringan untuk diubah menjadi energi dan
mengakibatkan glukosa meningkat didalam darah.
4. Pra-Diabetes merupakan diabetes yang terjadi sebelum
berkembang menjadi tipe dua.
Penyakit ini ditandai dengan naiknya kadar glukosa didalam darah
melebihi nilai normal, kadar glukosa darah puasa berada diantara 60-
110 mg/dl.

E. Metode Pemeriksaan Glukosa Darah


Pemeriksaan glukosa darah dapat dilakukan dengan beberapa
metode yaitu metode enzimatik, metode kimia, dan alat meter.
1. Metode Enzimatik
Metode ezimatik biasanya digunakan pada pemeriksaan
glukosa darah karena metode ini memberikan hasil speksifitas yang
tinggi. Metode ini hanya mengukur kadar glukosa dalam darah. Ada
dua macam metode enzimatik yang digunakan yaitu metode glukosa
oksidase dan metode heksokinase.
a. Metode Glukosa Oksidase (GOD-PAP)
Metode glukosa oksidase (GOD-PAP) adalah metode
spesifik untuk melakukan pengukuran kadar glukosa dalam
serum atau plasma melalui reaksi dengan glukosa oksidase.
Prinsip metode ini adalah glukosa oksidasi secara enzimatis
menggunakan enzim glukosa oksidase (GOD), membentuk asam
glukonik dan H2O2 kemudian bereaksi dengan fenol dan 4-
aminoantipirin dengan enzim peroksidase (POD) sebagai
katalisator membentuk quinonemine. Intensitas warna yang
10

terbentuk sebanding dengan konsentrasi dalam serum spesimen


dan diukur secara fotometris (Depkes, 2005)
Reaksi pembentukan warna quinonemine dari glukosa
dapat dilihat (Depkes, 2005).
Glukosa Oksidase
Glukosa + O2+ H2O Asam Glukonik + H2O 2 2
H2O2 + 4 – Aminophenazone + Phenol POD Quinonemine + 4 H
2O

Reaksi glukosa oksidase (GOD)


b. Metode Heksokinase
Metode ini digunakan untuk pengukuran glukosa. Metode ini
dianjurkan oleh WHO dan IFCC.
Prinsip pemeriksaan pada metode ini adalah heksokinase akan
mengkatalisis reaksi fosforilasi glukosa dengan ATP, membentuk
glukosa-6-fosfat, dan ADP. Enzim kedua yaitu glukosa-6-posfat
dengan nicotinamide adenin dinocloetide phosphate (NADP) (Depkes,
2005).
Reaksi yang terjadi pada heksokinase

Heksokinase
Glukosa + ATP Glukosa-6-fosfat + ADP

Glukosa -6-fosfat + NADP (p)G-6-DP 6-fosfoglukonat + NAD(p)


H+H +

Metode heksokinase jarang digunakan karena menggunakan


alat-alat yang otomatis. Kelebihan metode ini yaitu lebih kecil
kemungkinan untuk terjadi human error (kesalahan oleh manusia).
Waktu inkubasi sedikit lebih cepat dan penggunaan reagen lebih irit
bila dibandingkan dengan metode GOD PAP. Pemeriksaan kadar
glukosa sekarang sudah diisyaratkan dengan cara enzimatik, tidak lagi
dengan prinsip reduksi untuk menghindari ikut terukurnya zat-zat lain
yang akan memberikan hasil tinggi/rendah palsu.
11

2. Metode Kimiawi
Metode kimiawi metode yang memanfaatkan sifat mereduksi
dari glukosa dengan bahan indikator yang akan berubah warna
apabila terduksi. Akan tetapi, metode ini tidak spesifik karena
senyawa-senyawa lain yang ada di dalam darah juga dapat
mereduksi (misalnya:urea, yang dapat meningkat, cukup bermakna
pada uremia) (Sacher, 2004) contoh metode kimiawi yang masih
digunakan untuk pemeriksaan glukosa adalah metode toluidin.
Metode ini murah, dengan cara kerja yang sederhana dan bahan
mudah didapat ( Depkes, 2005).
3. Cara Strip POCT (Point Of Care Testing )
POCT merupakan alat pemeriksaan laboratorium sederhana
yang dirancang hanya untuk penggunaan sampel darah kapiler,
bukan untuk sampel serum atau plasma.
Prinsip pemeriksaan pada metode ini adalah strip test diletakan
pada alat. Ketika darah diteteskan pada zona reaksi tes strip,
katalisator glukosa akan mereduksi glukosa dalam darah. Intensitas
dari elektron yang terbentuk dalam strip setara dengan konsentrasi
glukosa dalam darah (Depkes, 2005).
Kelebihan dari cara strip ini adalah hasil pemeriksaan dapat
segera diketahui. Pemeriksaan jenis ini hanya membutuhkan sampel
yang sedikit, tidak membutuhkan reagen khusus, praktis, dan mudah
dibawa kemana-mana. Kekurangan dari cara strip adalah akurasinya
belum diketahui serta memiliki keterbatasan yang dipengaruhi oleh
suhu, volume sampel yang kurang. Cara strip ini tidak untuk
menegakkan diagnosis klinis.
12

F. HbA1c ( Hemoglobin A1c)


Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA1, HbA2, HbF( fetus)
Hemoglobin A (HbA) terdiri atas 91% sampai 95% dari jumlah
hemoglobin total.
Molekul glukosa berikatan dengan HbA1 yang merupakan bagian
dari hemoglobin. Proses pengikatan ini disebut glikosilasi atau
hemoglobin terglikosilasi atau hemoglobin A. Dalam proses ini terdapat
ikatan antara glukosa dan hemoglobin. Pada penyandang DM, glikolisasi
hemoglobin meningkat secara proporsional dengan kadar rata-rata glukosa
darah selama 120 hari terakhir, bila kadar glukosa darah berada dalam
kisaran normal selama 120 hari terakhir, maka hasil hemoglobin A1c akan
menunjukkan nilai normal. Hasil pemeriksaan hemoglobin A1c
merupakan pemeriksaan tunggal yang sangat akurat untuk menilai status
glikemik jangka panjang dan berguna pada semua tipe penyandang DM.
Pemeriksaan ini bermanfaat bagi pasien yang membutuhkan kendali
glikemik.
Pembentukan HbA1c terjadi dengan lambat yaitu selama 120 hari,
yang merupakan rentang hidup sel darah merah. HbA1 terdiri atas tiga
molekul, HbA1a, HbA1b dan HbA1c sebesar 70 %, HbA1c dalam bentuk
70% terglikosilasi (mengabsorbsi glukosa). Jumlah hemoglobin yang
terglikolisasi bergantung pada jumlah glukosa yang tersedia. Jika kadar
glukosa darah meningkat selama waktu yang lama, sel darah merah akan
tersaturasi dengan glukosa menghasilkan glikohemoglobin (Kee, 2003).
Kadar HbA1c merupakan kontrol glukosa jangka panjang,
menggambarkan kondisi 8-12 minggu sebelumnya, karena paruh waktu
eritrosit 120 hari karena mencerminkan keadaan glikemik selama 2-3
bulan maka pemeriksaan HbA1c dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan.
Peningkatan kadar HbA1c >8% mengindikasikan DM yang tidak
terkendali dan beresiko tinggi untuk menjadikan komplikasi jangka
panjang seperti nefropati, retinopati, atau kardiopati, Penurunan 1% dari
HbA1c akan menurunkan komplikasi sebesar 35% (Kee, 2003).
13

Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada pasien


DM Pemeriksaan pertama untuk mengetahui keadaan glikemik pada tahap
awal penanganan, pemeriksaan selanjutnya merupakan pemantauan
terhadap keberhasilan pengendalian (Kee, 2003).
Ada beberapa kondisi dimana pemeriksaan kadar HbA1c akan
sangat terganggu dan tidak akurat, misalnya :
1. Spesimen Ikterik
Warna kekuningan pada serum akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh
yang menandakan terjadinya gangguan fungsi dari hepar (Widmann,
2004).
2. Spesimen Hemolisis
Pada destruksi Eritrosit , membran sel pecah sehingga Hb keluar dari sel,
hemolisis menunjukkan destruksi eritrosit yang terlalu cepat, baik kelainan
intrinsik maupun proses ektrinsik terhadap eritrosit dan serum berwarna
merah atau kemerahan( Widmann, 2004)
3. Penurunan Sel Darah Merah (Anemia, talasemia, kehilangan darah
jangka panjang) mengakibatkan penurunanan kadar HbA1c palsu.
Anemia didefenisikan sebagai berkurangnya kadar Hb darah, penurunan
kadar Hb biasanya disertai penurunan Eritrosit dan Hematokrit.

G. Sampel untuk Pemeriksaan Glukosa Darah Puasa


Glukosa darah puasa dapat diperiksa dengan menggunakan sampel
serum dan sampel dengan antikoagulan (EDTA).
1. Plasma
Plasma adalah komponen darah dalam tabung yang telah berisi
antikoagulan yang kemudian disentrifuge dalam waktu tertentu dengan
kecepatan tertentu sehingga bagian plasma dan bagian lainnya terpisah.
Plasma yang masih mengandung fibrinogen tidak mengandung faktor-
fakt or pembekuan II, V, VIII, tetapi mengandung serotinin tinggi.
Plasma masih mengandung fibrinogen karena penambahan antikoagulan
yang mencegah terjadinya pembekuan darah tersebut (Guder, 2009).
14

Plasma hanya digunakan sebagai alternatif pengganti serum apabila


serum yang diperoleh sangat sedikit pada kondisi darurat.
2. Serum
Serum adalah plasma darah tanpa fibrinogen. Serum merupakan
fraksi cair dari seluruh darah yang dikumpulkan setelah darah
diperbolehkan untuk membeku. Bekuan dihilangkan dengan sentrifugasi
dan supernatan yang dihasilkan.
Serum merupakan bagian cairan darah tanpa faktor pembekuan
atau sel darah. Serum didapatkan dengan cara membiarkan darah di
dalam tabung reaksi tanpa antikoagulan membeku dan kemudian
disentrifuge dengan kecepatan tinggi untuk mengendapkan semua sel-
selnya. Cairan di atas yang berwarna kuning jernih disebut serum.
Serum mempunyai susunan yang sama seperti plasma, kecuali
fibrinogen dan faktor pembekuan faktor II, V, VIII, XIII yang sudah
tidak ada (Widmann, 1995).
Penggunaan serum dalam kimia klinik lebih luas dibandingkan
penggunaan plasma. Hal ini disebabkan serum tidak mengandung bahan-
bahan dari luar seperti adanya penambahan antikoagulan sehingga
komponen-komponen yang terkandung di dalam serum tidak terganggu
aktifitas atau reaksinya.
Kandungan yang ada pada serum adalah antigen, antibodi,
hormon, dan 6-8% protein yang membentuk darah. Serum ini terdiri dari
tiga jenis berdasarkan komponen yang terkandung di dalamnya yaitu
serum albumin, serum globulin, dan serum lipoprotein.
15

3. Perbedaan Serum dan Plasma


Tabel 1: Ciri – ciri plasma dan serum ( Sadikin, 2001).
Ciri –ciri Serum Plasma
Warna Agak kuning dan jernih Agak kuning dan
jernih
Kekeruhan Lebih kental dari air Lebih kental dari air
Antikoagulan Tidak pakai Pakai
Pemisahan sel Penggumpalan spontan Pemusingan
Selter kumpul Gumpalan Endapan (sedimen)
didalam
Suspensi Tidak ada Dapat
kembali sel
Fibrinogen Tidak ada lagi Masih ada
Dari tabel 1 diatas menunjukkan bahwa ada perbedaan antara
serum dan plasma. Perbedaan itu terjadi karena cara pemisahan cairan
dalam keadaan yang berbeda. Serum dipisahkan dengan cara membiarkan
darah beberapa lama dalam tabung agar darah tersebut akan membeku.
Selanjutnya serum akan mengalami penggumpalan akibat terperasnya
cairan dari dalam bekuan. Darah biasanya sudah membeku dalam jangka
waktu 10 menit. Pemisahan tersebut dapat dilakukan dengan alat pemusing
(sentrifuge) dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Sedangkan
plasma dipisahkan dengan cara menambahkan antikoagulan secukupnya
pada tabung yang kemudian diisi sejumlah volume darah lalu diputar
(sentrifuge) dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit (Depkes RI,
2010).
Menurut Sacher (2004) perbandingan plasma dan serum yaitu
plasma adalah bagian cair dari darah. Di luar sistem vaskuler, darah dapat
tetap cair dengan mengeluarkan fibrinogen atau menambahkan
antikoagulan, yang sebagian besar mencegah koagulasi dengan mengelasi
atau menyingkirkan ion-ion kalsium, sitrat, okasalat, EDTA. Serum adalah
cairan yang tersisa setelah darah menggumpal atau membeku serum
16

normal tidak mengandung fibrinogen dan beberapa faktor koagulasi


lainnya, sedangkan plasma yang baru diambil mengandung semua protein
yang terdapat di dalam darah yang bersikulasi

H. Faktor-faktor yang Memengaruhi Hasil Pemeriksaan Glukosa


Darah
1. Pengaruh obat: obat kortison, tiazid dan “loop”- diuretik dapat
menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah
2. Trauma atau stress, dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa
darah
3. Merokok, dapat meningkatan kadar glukosa darah
4. Aktifitas yang berat sebelum uji laboratorium, dapat menurunkan
kadar glukosa darah.
5. Penundaan pemeriksaan
Penundaan pemeriksaan akan menurunkan kadar glukosa darah
dalam sampel. Hal ini dikarenakan adanya aktifitas yang dilakukan sel
darah. Penyimpanan sampel pada suhu kamar akan menyebabkan
penurunanan kadar glukosa darah kurang lebih 1-2 % per jam (Kee,
2003).
Berdasarkan berbagai faktor yang disebut diatas, hal tersebut dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan, sehingga pada penderitaan diabetes
disarankan melakukan pemeriksaan HbA1c karena glukosa darah rata-rata
sebenarnya selama 2-3 bulan sebelum dilakukan pemeriksaan dapat
diketahui, karena kadar HbA1c ini tidak dipengaruhi oleh fluktuasi
glukosa harian sehingga dapat diketahui kepatuhan penderita untuk
pengontrolan diabetes selama waktu itu membaik atau semakin
memburuk. Pemeriksaan HbA1c ini dapat memberi gambaran kadar gula
darah dalam kurun waktu 3 bulan ke belakang sehingga pemeriksaan
HbA1c ini banyak manfaatnya baik untuk penderita diabetes atau juga
orang yang memiliki resiko terkena penyakit diabetes. . Pemeriksaan ini
adalah pemeriksaan yang cukup penting untuk penderita diabetes apakah
17

kadar gulanya terkontrol dengan baik atau tidak. Hal ini juga dapat
memberikan informasi apakah obat diabetes yang diminum cukup efektif
atau tidak dalam mengendalikan kadar gula darah.
18

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 19-31 Mei 2014 di
Instalansi Laboratorium Patologi Klinik, ruang kimia klinik RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangkaraya.

B. Metode penelitian
Karya tulis ilmiah ini menggunakan metode deskriptif
kuantitatif. Metode deskriftif kuantitatif suatu metode penelitian yang
dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi
tentang suatu keadaan secara objektif dan membahas data-data yang ada
dengan menggunakan parameter serta hipotesis sebagai tolak ukur
(Notoatmodjo, 1993)

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti. Sebagai
tujuan utama atau sebagai populasi dalam penelitian ini adalah
pasien yang melakukan pemeriksaan glukosa darah puasa di Rumah
Sakit dr. Doris Sylvanus Palangkaraya pada tanggal 19-31 Mei 2014
sebanyak 198 pasien yang melakukan pemeriksaan glukosa darah.
2. Sampel
Sampel diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi
objek penelitian (Imron, 2010). Teknik pengambilan sampel dengan
cara purposive sampling, Pengambilan secara purposive sampling
didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti
sendiri berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya (Notoatmodjo, 1993). Sampel yang diambil adalah pasien
yang melakukan pemeriksaan glukosa darah puasa dimana sampel yg

18
19

diambil tidak semua dari populasi melainkan hanya 35 orang saja yang
diambil sebagai sampel 35 sampel yang diambil sesuai dengan
pemeriksaan yang dilakukan sehingga volume sampelnya dapat
diambil sebagian sebagai sampel penelitian peneliti.

D. Variabel dan Definisi Operasional Variabel


1. Variabel
a. Variabel bebas
Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau
berubah variabel terikat, jadi variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi. Pada penelitian ini, yang dimaksud dengan
variabel bebas adalah penggunaan sampel plasma EDTA dan
serum yang langsung diperiksa dan yang ditunda selama dua jam.
b. Variabel terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel bebas, pada penelitian ini,
yang dimaksud variabel terikat adalah kadar glukosa darah puasa.
2. Definisi Operasional Variabel
Bahwa variabel adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal
yang didefinisikan yang dapat diamati (diobservasi), dan sesuatu
yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau
didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian
tertentu (Notoatmodjo, 1993).
a. Penggunaan sampel plasma EDTA dan serum yang langsung
diperiksa dan yang ditunda selama dua jam adalah jeda waktu dan
penggunaan sampel yang sengaja dilakukan untuk melakukan
pemeriksaan glukosa darah puasa.
Serum adalah cairan yang berwarna kuning jernih yang
diperoleh dari darah yang dibekukan dan dipusingkan
menggunakan sentrifuge.
20

Plasma adalah cairan kuning jernih yang diperoleh dengan cara


darah diberikan antikoagulan didalam tabung reaksi lalu di
pisahkan dengan sentrifuge.
b. Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah merupakan
pusat dari metabolisme yang sangat penting bagi tubuh, sebagai
sumber energi dan bahan bakar utama untuk jaringan tertentu
seperti otak dan sel darah merah

E. Teknik Pengambilan Data


Penelitian ini dilakukan dengan cara obsevarsi eksperimental yaitu
pengamatan laboratorium klinik dengan mengukur kadar glukosa darah
puasa secara fotometris yang diperiksa dan ditunda waktu
pemeriksaaannya selama dua jam. Dalam penelitian ini plasma didapat
dengan cara menggunakan antikoagulan EDTA dan serum tanpa
antikoagulan.

F. Instrumentasi Penelitian
1. Alat
a. Fotometer
b. Sentrifuge
c. Spuit 5 cc
d. Mikro pipet 1000 µl
e. Mikro pipet 10 µl
f. Tabung reaksi 12 x 75 mm
g. Tabung reaksi 15 x 100 mm
h. Tip putih dan tip biru
i. Rak tabung reaksi
j. Stopwatch / timer
2. Bahan
a. Kit reagen glukosa
b. Antikoagulan ( EDTA)
21

c. Aquades
d. Sampel : serum dan plasma EDTA
3. Langkah – langkah penelitian
a. Metode
Metode pemeriksaan yang digunakan pada pemeriksaan
yaitu menggunakan metode GOD – PAP
b. Prinsip
Glukosa oksidasi secara enzimatis menggunakan enzim
glukosa oksidase (GOD), membentuk asam glukonik dan H2O2
kemudian bereaksi dengan fenol dan 4 – aminoantipirin dengan
enzim peroksidase (POD) sebagai katalisator memebentuk
quinonemine. Intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan
konsentrasi dalam serum spesimen da diukur secara fotometris
(Depkes, 2005). Reaksi pembentukan warna quinonemine adalah

Glukosa + O2 + H2O Glukosa Oksidase Asam Glukonik + H2O


POD
2 2 H2O2 + 4 – Aminophenazone + Phenol
Quinonemine + 4 H 2O

c. Pengambilan sampel
Sampel serum dan plasma diperoleh dari darah vena yang
diambil sebanyak lima cc lalu darah dibagi dua masing – masing
2,5 cc untuk plasma dan serum yang dimasukkan ke dalam tabung
reaksi ukuran 15 x 100 mm kemudian diperiksa langsung dan
didiamkan selama dua jam
1) Cara pembuatan serum
Darah yag berada di dalam tabung reaksi dibiarkan
dalam suhu ruang 20–250C selama 10 menit, kemudian
disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit.
2) Cara pembuatan plasma
Darah yang berada di dalam tabung reaksi yang sudah
berisi antikoagulan EDTA segera dikocok perlahan–lahan,
22

kemudian disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10


menit.
d. Langkah –langkah pemeriksaan
Pemeriksaan ini dilakukan secara photometris, maka
diperlukan preparasi, dari pembuatan blanko, blanko reagen,
standar dan sampel.
a. Siapkan semua alat dan bahan
b. Lakukan preparasi blanko, blanko reagen, standar dan sampel
dengan melakukan pipetasi
Blanko Standar
Sampel
Reagen Glukosa
Sampel - - 10 µl
Standar Glukosa - 10 µl -
Reagen 1000 µl 1000 µl 1000 µl
c. Homogenkan, lalu inkubasi selama 10 menit pada suhu 20-
250C atau 5 menit pada suhu 370C.
d. Lakukan pengukuran menggunaka fotometer Hitachi 4020
dengan panjang gelombang 546 nm
Sumber (Leaflet Reagen Glukosa)

G. Teknik Analisa Data


1. Pengujian Hipotesis
Data hasil penelitian kadar glukosa darah puasa antara sampel
serum dan plasma EDTA dianalisis menggunkan uji-t untuk 2 sampel
bebas. Uji t-test untuk 2 sampel bebas adalah uji statistik parametrik yang
digunakan untuk menguji perbedaan dari data indenpenden (sampel
bebas). Dengan dua jenis sampel diukur dengan metode yang sama dan
hasil pengukuran sampel pertama dan kedua dibandingkan dengan taraf
α t
signifikansi α = 0,01 α = 0.005, t-tabel = 2/2, n1 + n2 – 2 = t 0.005,

35+35-2= t 0.005, 68= 2.6501


23

Uji Hipotesis adalah :

Ho : µ1 = µ2

Ha : µ1≠µ2

Keterangan :

Ho = tidak ada perbedaan pemeriksaan glukosa antara plasma dan serum

Ha = ada perbedaan hasil pemeriksaan glukosa antara plasma dan serum

µ1 = kadar glukosa pada serum

µ2 = kadar glukosa pada plasma

Kriteria :

Jika, thitung < ttabel maka Ho diterima

Jika, thitung>ttabel maka Ha ditolak

Rumus t-test untuk dua sampel bebas

(n1  1).S12  (n2  1).s22


Sp2=
n1  n2  2

x1  x2
th=
2
S (1 / n1  1 / n2 )
P

Keterangan :
24

S2p = Standar devisiasi gabungan


n1= Jumlah sampel serum
n1= Jumlah sampel plasma
n2= Jumlah sample serum
n2= Jumlah sample plasma

x1 = Nilai rata–rata serum

x1 = Nilai rata–rata plasma

x2 = Nilai rata–rata serum

x2 = Nilai rata–rata plasma

S1 = Standar devisiasi serum


S1 = Standar devisiasi plasma
S2= Standar devisiasi serum
S2= Standar devisiasi plasma
th= Nilai t-hitung

2. Persentase Penurunan

Data hasil penelitian kadar glukosa darah pada pasien yang


melakukan pemeriksaan glukosa darah puasa dihitung penurunan
kadar glukosa darah puasa dengan menggunakan rumus presentase,
yaitu


% = x 100%

Keterangan :
A= Rata-rata kadar glukosa darah yang langsung di periksa
B= Rata-rata kadar glukosa darah setelah di tunda dua jam
25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Doris
Sylvanus Palangkaraya. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang
melakukan pemeriksaan glukosa darah puasa di laboratorium patologi
klinik Rumah Sakit Umum Daerah dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
Penelitian ini dilakukan tanggal 19-31 Mei 2014.

Hasil penelitian perbedaan kadar glukosa darah puasa


menggunakan sampel plasma EDTA dan serum yang langsung diperiksa
dan yang ditunda selama dua jam dengan jumlah sampel 35 orang
diperoleh nilai rata-rata (mean) kadar glukosa darah puasa seperti pada
tabel berikut ini.
Tabel 4.1. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa antara serum dan
plasm yang langsung diperiksa dan yang ditunda selama dua jam.
No Rata-rata pemeriksaan kadar glukosa darah puasa (mg/dl)
Sampel Langsung Ditunda
1 156,4 mg/dl
Serum 162,1 mg/dl

2 Plasma
158,4 mg/dl 147,9 mg/dl

Tabel 4.1 menunjukkan terjadinya bahwa terjadi penurunan kadar


glukosa darah setelah dilakukan penundaan pemeriksaan selama dua jam.
Nilai rata-rata kadar glukosa darah menggunakan sampel serum yang
langsung diperiksa adalah 162,1 mg/dl dan sampel plasma yang langsung
diperiksa adalah 158,4 mg/dl sedangkan yang ditunda selama dua jam di
peroleh nilai rata-rata sampel serum yang ditunda 2 jam adalah sebesar
156,4 mg/dl, sampel plasma 147,9 mg/dl, perbedaan penurunan sampel
serum adalah 3,5%, sedangkan pada sampel plasma adalah 6,6%.

25
26

RERATA HASIL PEMERIKSAAN KADAR GDP (mg/lt)


165.0
162.1
160.0
158.4
156.5
155.0
Serum
150.0
Plasma
147.7
145.0

140.0
Langsung Diperiksa Ditunda Dua Jam

Gambar 4.2 Grafik rata-rata pemeriksaan kadar glukosa darah puasa


dengan sampel plasma dan serum

B. Persentase penurunan kadar glukosa darah pada sampel serum dan


plasma yang langsung diperiksa dan ditunda selama dua jam.
Persentase penurunan kadar glukosa darah yang langsung diperiksa
dan ditunda selama dua jam dapat dilihat pada lampiran 4. Dari hasil
perhitungan persentase penurunan glukosa darah yang langsung diperiksa
dan ditunda selama dua jam adalah untuk serum sebesar 3,5% untuk
plasma 6,6%.

C. Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis nol (Ho) yang
berbunyi tidak ada perbedaan kadar serum dan kadar plasma sedangkan
hipotesis alternatif (Ha) berbunyi ada perbedaan antara kadar serum dan
kadar plasma.
Setelah menganalisa data dengan rumus yang sudah ditentukan
langkah berikutnya yaitu memberikan interpretasi terhadap th, dengan
terlebih dahulu memperhitungkan dua jenis sampel diukur dengan metode
yang sama dan hasil pengukuran sampel pertama dan kedua dibandingkan
27

α
dengan taraf signifikansi α = 0,01 α = 0.005, t-tabel = t 2/2, n1 + n2 – 2 =
t
0.005, 35+35-2=t 0.005, 68= 2.6501. Dengan membandingkan besarnya
“t” yang sudah diperoleh dari perhitungan untuk serum (th=0,2073) dan
besarnya “t” yang tercantum pada tabel nilai t (ttabel =2,6501) maka dapat
diketahui untuk sampel serum bahwa th lebih kecil dari ttabel yaitu
th=0,2073 < ttabel =2,6501. Untuk plasma (th=0,2431) dan besarnya “t” yang
tercantum pada tabel nilai t (tt=2,6501) maka dapat diketahui bahwa th
lebih kecil dari ttabel yaitu th=0,2431 < ttabel =2,6501.
Karena th lebih kecil dari ttabel maka hipotesis Ho diterima ini
berarti tidak ada perbedaan hasil pemeriksaan antara glukosa darah puasa
mengunakan serum dan plasma. Berdasarkan hasil uji “t” didapat (Ho)
yang berbunyi tidak ada perbedaan pemeriksaan antara serum yang
langsung diperiksa dan yang ditunda dua jam dan tidak ada perbedaan
pemeriksaan antara plasma yang langsung diperiksa dan yang tunda dua
jam. Sedangkan hipotesis alternatif (Ha) berbunyi ada perbedaan
pemeriksaan antara serum yang langsung diperiksa dan yang ditunda dua
jam dan tidak ada perbedaan pemeriksaan antara plasma yang langsung
diperiksa dan yang tunda dua jam. Ini menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang berarti pada hasil pemeriksaan glukosa darah puasa
menggunakan sampel serum yang langsung diperiksa dan yang ditunda
dua jam.

D. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar glukosa
darah puasa dengan menggunakan sampel plasma dan serum dan untuk
mengetahui persentase penurunan kadar glukosa darah puasa.
Data ini diperoleh dengan membandingkan hasil pemeriksaan
kadar glukosa darah puasa dengan sampel serum dan plasma dan
presentase hasil penurunan kadar glukosa kadar puasa yang ditunda selama
dua jam. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskritif yang bertujuan
untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif, kemudian
28

dilakukan analisis statistik untuk perbandingan dua varian, dan melakukan


persentase.
Berdasarkan penelitian, perbedaan pemeriksaan glukosa darah
puasa dengan menggunakan sampel plasma EDTA dan serum yang
langsung diperiksa dan yang ditunda selama dua jam dimana kadar serum
yang langsung diperiksa sebesar 162,1 mg/dl yang ditunda 156,4 mg/dl
dan plasma yang langsung diperiksa 158,4mg/dl dan yang ditunda 147,9
mg/dl.
Perbedaan itu terjadi karena pemakaian plasma yang rentan
tercampur dengan eritrosit akan mempengaruhi hasil- hasil pemeriksaan
dan cara pemisahan yang berbeda. Sampel serum dipisahkan dengan cara
membiarkan darah beberapa lama didalam tabung kemudian darah
tersebut akan membeku dan selanjutnya akan mengalami penggumpalan
dengan akibat terperasnya cairan dari dalam bekuan, darah biasanya
membeku dalam waktu 10 menit (Depkes, 2010). Dalam pembuatan serum
sel-sel darah menggumpal secara baur dan terjebak dalam suatu anyaman
yang luas dan kontraktif dari jaring serat-serat fibrin. Dalam pembuatan
plasma sel-sel darah terendapka secara jelas didasar tabung, seperti
pengendapan suspensi partikel lain (Sadikin, 2001). Perbedaam yang
terjadi antara serum da plasma juga disebabkan karena pada plasma yang
didalamnya masih terdapat fibrinogen dan juga ada partikel antikoagulan
EDTA yang ada didalam plasma sehingga dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan sedangkan pada sampel serum sudah tidak terdapat
fibrinogen dan tidak adanya partikel antikoagulant EDTA.
Namun setelah dilakukan uji statistik menggunakan uji-t untuk dua
sampel bebas dengan mencari terlebih dahulu th-nya yang kemudian
membandingkan dengan ttabel pada tingkat signifikansi 0,01% sehingga
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kadar glukosa
darah puasa dengan menggunakan serum yang langsung diperiksa dan
yang ditunda dua jam dan tidak ada perbedaan pemeriksaan antara plasma
yang langsung diperiksa dan yang tunda dua jam. Karena th lebih kecil dari
29

ttabel, untuk sampel serum dimana th=0,2073 < ttabel =2,6501, untuk plasma
th=0,2431< ttabel =2,6501, karena th lebih kecil dari ttabel maka hipotesis Ho
diterima artinya tidak ada perbedaan antara pemeriksaan glukosa darah
puasa dengan menggunakan sampel serum ataupun sampel plasma.
Berdasarkan presentase penurunan kadar glukosa darah puasa hasil
penelitian ini membuktikan bahwa penundaan waktu selama dua jam
untuk pemeriksaan glukosa darah puasa mengalami penurunan kadar
glukosa dalam darah setelah dibiarkan atau ditunda pemeriksaannya pada
suhu ruang selama dua jam. Penurunan kadar glukosa darah puasa yang
ditunda selama dua jam antara serum dan plasma adalah pada serum
sebesar 3,5% dan plasma 6,6%.
Penelitian sebelumnya tentang penundaan waktu pemeriksaan
glukosa pada pasien diabetes melitus terjadi penurunan kadar sebesar 10,7
mg/dl (Dedi, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa penurunan kadar glukosa
pada pasien normal relatif sedikit dan tidak lebih besar dibandingkan pada
pasien dengan diabetes melitus. Di karenakan pada pasien diabetes
melitus sel-sel darah sudah mengalami kerusakan dan rentan kontaminasi
bakteri sehingga proses glikolisis terjadi cukup cepat dan banyak
sedangkan pada pasien normal proses glikolisis terjadi tidak cukup cepat
dan banyak.
30

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan
Pada penelitian tentang perbedaan pemeriksaan kadar glukosa
darah puasa dengan menggunakan sampel plasma EDTA dan serum yang
langsung diperiksa dan yang ditunda selama dua jam di Rumah Sakit
Umum Daerah Doris Sylvanus Palangka Raya dapat disimpulkan sebagai
berikut. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pemeriksaan kadar
glukosa darah dengan menggunakan sampel serum dan plasma, sehingga
pemeriksaan kadar glukosa darah dapat menggunakan sampel serum
ataupun plasma.
Nilai rata-rata kadar glukosa darah yang langsung diperiksa pada
serum adalah sebesar 162,1 mg/dl dan yang ditunda dua jam 156,4 mg/dl,
pada sampel plasma yang diperiksa langsung diperoleh nilai rata-rata
158,4 mg/dl, dan yang ditunda dua jam 147,9 mg/dl
Penurunan kadar glukosa darah puasa serum sebesar 3,5%, plasma
6,6%.
B. Saran
1. Untuk petugas laboratorium
Pemeriksaan kadar glukosa sebaiknya dilakukan secara langsung
setelah sampel diperoleh agar hasil yang didapat sesuai dengan
keadaan tubuh pasien. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi
kesalahan hasil yang bisa memungkinkan hasil tinggi palsu dan
rendah palsu.
2. Untuk mahasiswa analis kesehatan
Supaya mengetahui bagaimana yang seharusnya cara pemeriksaan
glukosa dengan baik dan benar dan dapat mengetahui kapan waktu
yang tepat untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah

30

Anda mungkin juga menyukai