Abstrak
Hydropneumotorax adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di dalam
rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Insidennya belum diketahui
secara pasti namun didapatkan insiden pneumotoraks berkisar antara 2,4-17,8/100.000
penduduk pertahun dengan 25% kasus pneumotoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam
pleuranya (efusi pleura)
Drugs induced liver injury (DILI) adalah gangguan hati akibat pemakaian obat anti
tuberkulosis, bukan akibat gangguan hati lain seperti hepatitis viral. Mekanisme DILI
secara umum terdapat dua teori: toksisitas dan idiosinkrasi.
1
Pendahuluan
Hydropneumotorax adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di dalam
rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Insidennya belum diketahui
secara pasti namun didapatkan insiden pneumotoraks berkisar antara 2,4- 17,8/100.000
penduduk pertahun dengan 25% kasus pneumotoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam
pleuranya (efusi pleura). 5,6
Terjadinya efusi pleura pada pasien dapat disebabkan oleh Infeksi tuberculosis
yang diperberat dengan keadaan hipoalbuminemia. Timbulnya efusi pada tuberculosis
disebabkan oleh rupturnya fokus subpleural dari jaringan nekrosis kaseosa, sehingga
tuberkuloprotein yang ada di dalamnya masuk ke rongga pleura. Dan udara dapat masuk ke
dalam cavum pleura dan menyebabkan hydropneumothorax. Kemungkinan lain terjadinya
hydropneumothorax pada pasien dapat disebabkan karena tindakan medis (iatrogenik)
yaitu thorakosintesis. Hal yang perlu diperhatikan pada saat tindakan medis seperti
2
thorakosinteis atau Water Seal Draignage ( WSD ) yaitu saat memasukkan selang ke dalam
pleura udara luar dapat ikut masuk dan terperangkap di dalam cavum pleura.10
Drugs induced liver injury (DILI) adalah gangguan hati akibat pemakaian obat,
bukan akibat gangguan hati lain seperti hepatitis viral. Angka kejadian berkisar 5 sampai 33
persen dari pemakaian OAT. Obat lini pertama tersering menimbulkan DILI adalah
isoniazid, rifampisin dan pirazinamid dengan angka kematian 27%.12
Hepatotoksisitas akibat obat secara umum dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu
hepatotoksisitas intrinsik dan hepatotoksisitas idiosinkratik. Klasifikasi lainnya yaitu
berdasarkan pola jejas hati, terdapat tiga macam yaitu pola jejas hepatoseluler, jejas
kolestatik, dan dan campuran. Gejala yang dapat timbul berupa lemas, mual, muntah,
kehilangan nafsu makan, nyeri perut terutama pada kuadran kana atas, icterus, dan gejala-
gejala hipersensitifitas obat, seperti demam, gatal, dan kemerahan pada kulit. Tatalaksana
DILI yang paling penting adalah segera menghentikan obat yang dicurigai sebagai
penyebab. Pada sebagian besar kasus, jejas hati akan menyembuh sendiri setelah obat
dihentikan. Apabila diperkirakan bahwa gangguan fungsi hati disebabkan oleh karena
OAT, pemberian semua OAT yang bersifat hepatotoksik harus dihentikan. Pengobatan
yang diberikan Streptomisin dan Etambutol sambil menunggu fungsi hati membaik. Bila
fungsi hati normal atau mendekati normal, berikan Rifampisin dengan dosis bertahap,
selanjutnya Isoniasid secara bertahap. 13
3
Kasus
Seorang wanita 46 tahun datang dengan keluhan sesak nafas,sesak nafas tidak
dipengaruhi oleh aktifitas dan cuaca. Pasien merasa terkadang dada sebelah kiri terasa nyeri
seperti di tusuk yang bersifat hilang timbul. Rasa nyeri dirasakan bertambah disaat pasien
batuk. Pasien mengaku lebih nyaman tidur miring ke kiri. Pasien juga mengeluhkan batuk
sekali-sekali yang dialami sejak 3 bulan ini,batuk kadang disertai dahak dan batuk berdarah
disangkal oleh pasien. Pasien juga merasa mata terlihat kuning sejak 1 bulan ini Pasien
mengatakan mengalami penurunan selera makan, makan hanya 3-4 sendok per tiap kali
makan, dan juga pasien merasa lemah dan cepat lelah disertai penurunan berat badan dan
pasien mengeluhkan mual tanpa disertai muntah. Pasien mengaku ada mengeluhkan
demam, demam yang tidak terlalu tinggi, demam dirasakan hilang timbul.Pasien juga
mengeluhkan sering berkeringat saat malam hari. Pasien dua bulan yang lalu didiagnosa
oleh dokter spesilais penyakit dalam di Pidie Jaya dengan Tuberculosis Paru,dan sudah
mendapat terapi OAT selama dua bulan ini. Obat OAT dikonsumsi secara teratur. Pasien
juga penderita Diabetes Melitus sejak 1 tahun ini tetapi tidak rutin berobat.
Pada riwayat sosio ekonomi didapatkan pasien adalah seorang ibu rumah tangga.
Pada riwayat keluarga didapatkan pasien sudah berumah tangga dan pada keluarga pasien
tidak pernah mengalami seperti pasien ini.
Pada pemeriksaan fisik saat pasien datang didapatkan pasien tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, tekanan darah 100/70 mmHg, frekuensi nadi 80x/ menit,
frekuensi nafas 22x/ menit dan suhu 36,80 C. Konjungtiva pucat tidak ditemukan dan sklera
terlihat ikterik. Pada pemeriksaan leher didapatkan tekanan vena jugular normal, tidak
teraba pembesaran kelenjar getah bening. Pemeriksaan jantung dalam batas normal,
pemeriksaan paru-paru didapatkan stem fremitus melemah diparu kiri,hipersonor pada 1/3
atas lapangan paru kiri,pekak pada dua per tiga lapangan paru kiri bawah dan vesikuler
menghilang pada dua per tiga lapangan paru kiri bawah. Tidak dijumpai ronkhi dan
wheezing. Pemeriksaan perut tampak soepel, hati dan limpa tidak teraba,tidak terdapat
nyeri tekan pada epigastrium, bising usus normal, tidak terdapat shifting dullnes. Pada
ekstremitas didapatkan akral hangat, perfusi perifer cukup, pucat (-), edema pitting (-).
4
Dari pemeriksaan laboratorium Rumah Sakit zainal abidin saat datang ke rumah
sakit didapatkan data Hb: 12,2 g/dl, Hematokrit: 36,0%, Leukosit: 5.800/ ul, Trombosit:
328.000/ ul. SGOT 98, SGPT 131, Bilirubin total 5,5 bilirubin direct 3,9 , Alkali
phosphatase 181, Glukosa Ad Random 165 mg/dL, elektrolit antara lain Natrium 131, /
Kalium 3,2/ Clorida 98 dan juga ureum 24, kreatinin 0,7 dan Asam urat 5,9 dan juga dari
hasil analisa cairan pleuranya warna kuning, kejernihan jernih, bekuan positif, Sel PMN 60,
MN sel 40, Leukosit 7650, total protein 3,0, albumin 1,4, glukosa 91 dan sitologi cairan
pleuranya ditemukan BTA +1 dan hasil pemeriksaan ADA tes didapatkan 112.
Dari foto thorak didapatkan kesan gambaran Hydropneumothorax paru sinstra dan
TB Paru. Dari hasil USG thorak didapatkan Hydropneumothorax pada dua pertiga bawah
pulmo sinistra.
5
Diskusi
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap
tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB
terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per
100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000
penduduk, prevalens HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB
yang muncul.2
6
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. 2,3
Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan
uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu
menunjukkan aktifitas penyakit.2
Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama
ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto
toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan
indikasi sebagai berikut: Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada
kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru
BTA positif.3
7
Pada kasus ini pasien datang sudah didiagnosa dengan tuberculosis kasus baru dan
sedang mengkonsumsi OAT selama dua bulan.
Timbulnya efusi pada TB disebabkan oleh rupturnya fokus subpleural dari jaringan
nekrosis kaseosa, sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura.
Dan udara daat masuk ke dalam cavum pleura dan menyebabkan hydropneumothorax.10
Hydropneumotorax adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di dalam
rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Insidennya belum diketahui
secara pasti namun didapatkan insiden pneumotoraks berkisar antara 2,4-17,8/100.000
penduduk pertahun dengan 25% kasus pneumotoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam
pleuranya (efusi pleura).10
Keadaan fisiologis dalam rongga dada pada waktu inspirasi tekanan intra pleura
lebih negatif dari tekanan intra bronkial, maka paru mengembang mengikuti gerakan
dinding dada sehingga udara dari luar akan terhisap masuk melalui bronkus hingga
mencapai alveoli. Pada saat ekspirasi dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan
intra pleura akan lebih tinggi dari pada tekanan udara alveoli atau di bronkus akibatnya
udara akan ditekan keluar melalui bronkus. Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila
ada tahanan pada saluran pernafasan akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan
batuk, bersin, atau mengejan. Peningkatan tekanan intrabronkial akan mencapai puncak
sesaat sebelumnya batuk, bersin, dan mengejan. Apabila di bagian perifer bronki atau
8
alveoli ada bagian yang melemah, maka kemungkinan terjadinya robekan bronki atau
alveoli akan sangat mudah. 10
Secara klinis pada pasien hydropneumothorax dijumpai gejala yang khas yaitu rasa
nyeri pada dada seperti ditusuk disertai sesak nafas dan kadang kadang disertai dengan
batuk batuk. Rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama dapat berkurang atau bertambah
hebat. Berat ringannya perasaan sesak nafas ini tergantung dari derajat penguncupan paru
dan apakah paru dalam keadaan sakit atau tidak. Sakit dada biasanya datang tiba tiba
seperti ditusuk tusuk setempat pada sisi paru yang terkena kadang kadang menyebar ke
arah bahu hipokondrium dan skapula. Rasa sakit bertambah waktu bernafas dan batuk.
Batuk batuk biasanya merupakan keluhan yang jarang bila tidak disertai penyakit paru lain,
biasanya tidak berlangsung lama dan tidak produktif. 10
Pada kasus hydropneumothorax akan ditemukan tanda tanda dari efusi pleura pada
bagian bawah dan tanda tanda pneumothorax pada bagian atas (saat pasien duduk tegak).
Tanda tanda khas dari pneumothorax adalah 4’S yaitu :
9
• Straight line dullness
Suara dullness pada perkusi yang muncul pada tinggi yang sama diakibatkan oleh
adanya batas udara dan air yang mendatar akibat posisi air yang mengikuti gravitasi
• Shifting dullness
Saat perkusi ditemukan suara dullness yang berpindah saat melakukan perkusi pada
posisi yang berbeda. Hal tersebut diakibatkan oleh pergerakan cairan pada rongga paru.
• Succusion splash
Merupakan suara yang muncul pada auskultasi dan terdengar saat penderita
menggoyangkan pasien, suaranya akan mirip dengan suara air yang digerkan.
• Sound of Coin
Adalah suara dari auskultasi pasien pneumothorax dengan menggunakan bantuan
koin dan akan terdengar metallic ringing sound yang tajam & diagnosis
Hydropneumothorax & dalam mendiagnosis hydropneumothorax harus ditemukan adanya
pengumpulan cairan pada rongga toraks dan adanya pneumothorax yang ada secara
bersamaan. Maka tanda tanda dari kedua hal tersebut harus ditemukan pada anamnesa
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.10
Pada pemeriksaan fisik yang ditemukan :
a. Inspeksi mungkin terlihat sesak nafas, pergerakan dada berkurang, batuk, sianosis serta
iktus kordis tergeser kearah yang sehat. .
b. Palpasi mungkin dijumpai spatium interkostalis yang melebar, Stem fremitus melemah,
trakea tergeser ke arah yang sehat dan iktus kordis tidak teraba atau tergeser ke arah yang
sehat.
c. Perkusi mungkin di jumpai sonor, hipersonor, sampai timpani. Pada kasus
hydropneumothorax ditemukan adanya straight line dullness dan shifting dullnes.
d.Auskultasi, mungkin diJumpai suara nafas yang melemah sampai menghilang. Suara khas
yang muncul pada hydropneumothorax adalah succusion splash dan sound of coin.
Tindakan pengobatan hydropneumothorax tergantung dari luasnya permukaan
hydropneumothorax. Tujuan dari penatalaksanaan ini yaitu untuk mengelurakan udara dan
cairan dari rongga pleura, sehingga paru-paru bias kembali mengembang. Pada
hydropneumothorax yang kecil biasanya tidak perlu dilakukan pengobatan, karena tidak
10
menyebabkan permasalahan pernafasan yang serius dan dalam beberapa hari udara akan
diserap.10
British Thoracic Sociaty dan American Collage of Chest Physicians telah memberikan
rekomendasi penanganan hydropneumothorax adalah :
a. Observasi dan pemberian tambahan oksigen
Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumothorax <15% dari hemithorax. Apabila
fistula dari alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara dalam rongga pleura
perlahan-lahan akan diresobsi. Laju resobsi diperkirakan 1,25 % dari sisi
pneumothorax perhari. Laju resobsi tersebut akan meningkat jika diberikan oksigen.
Observasi dilakukan dalam beberapa hari(minggu) dengan foto dada serial tiap 12-
24 jam selama 2 hari bisa dilakukan dengan tanpa harus dirawat di rumah sakit. Jika
pasien dirawat di rumah sakit dianjurkan untuk memberikan tambahan oksigen .
pasien dengan luas pneumothorax kecil unilateral dan stabil,tanpa gejala
diperbolehkan berobat jalan dan dalam 2-3 hari pasein harus kontrol lagi.
b. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi dengan atau
tanpa pleurodesis.
Pada kasus ini, akan dijelaskan lebih mendalam pada hydropneumothorax yang
terjadi. Tanda-tanda hydropneumothorax pada foto di atas adalah :
11
a. Hiperlusen avaskuler merupakan gambaran air density akibat adanya udara bebas dalam
cavum pleura yang meyebabkan kolaps bagian paru yang berada dibawah pleura sehingga
tidak terlihat corakan bronchovaskular pada bagian tersebut.
b. Pleural white line merupakan gambaran pleura visceralis yang terpisah dari pleura
parietalis oleh karena adanya udara dalam cavum pleura yang memisahkan diantara kedua
selaput tersebut. Tanda ini dilihat sebagai garis putih tipis yang mengikuti bentuk jaringan
paru yang terdesak akibat desakan udara diatasnya.
Pada kasus hydropneumothorax terjadi pembentukan air fluid level yang dapat
dilihat pada pemeriksaan radiologis, akibat adanya udara dan cairan secara bersamaan
dalam cavum pleura. Pada umumnya pada penumpukan cairan dalam cavum pleura akan
membentuk meniscus sign pada tampilan radiologi, namun pada hidropneumothorax selain
adanya cairan juga terdapat udara yang memberikan tekanan diatas permukaan cairan
sehingga pada hidropneumothorax tidak terbentuk meniscus sign seperti pada efusi pleura
biasanya. Tampilan tanda ini ditunjukan dengan garis putih pada foto thorax di atas.10
Terjadinya efusi pleura pada pasien ini dapat disebabkan oleh Infeksi TB yang
diperberat dengan keadaan hipoalbuminemia. Timbulnya efusi pada TB disebabkan oleh
rupturnya fokus subpleural dari jaringan nekrosis kaseosa, sehingga tuberkuloprotein yang
ada didalamnya masuk ke rongga pleura dan udara saat masuk ke dalam cavum pleura dan
menyebabkan hydropneumothorax. Kemungkinan lain terjadinya hydropneumothorax pada
pasien ini dapat disebabkan karena tindakan medis (iatrogenik) yaitu thorakosintesis. Hal
yang perlu diperhatikan pada saat tindakan medis sepeti torakosinteis atau WSD yaitu saat
12
memasukkan selang ke dalam pleura udara luar dapat ikut masuk dan terperangkap di
dalam cavum pleura. Pada CHF (Cronic Hearth Failure) khususnya gagal jantung kiri
terjadi aliran balik aliran darah jantung ke vena pulmonalis. Akibatnya tekanan hidrostatik
dalam pembuluh darah meningkat dan mengakibatkan perpindahan cairan ke dalam pleura.
Namun cairan pada CHF biasanya berupa transudat. Kemungkinan trauma dapat
disingkirkan karena berdasarkan anamnesis riwayat trauma disangkal dan tidak tampak
tanda trauma pada tubuh pasien, serta cairan yang tertampud dari WSD bukan merupakan
darah melainkan eksudat berwarna kuning keruh.10
Pada kasus ini di dapatkan pada anamnesa dengan keluhan sesak nafas. Keadaan ini
disertai dengan terkadang dada sebelah kiri terasa nyeri seperti di tusuk yang bersifat
hilang timbul. Rasa nyeri dirasakan bertambah disaat pasien batuk. Pasien merasa lebih
nyaman berbarbaring ke arah sebelah kiri. Pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien
ini adalah dari inspeksi didapatkan rongga dada terlihat simetris,terlihat berat saat
menarik nafas,pada palpasi dijumpai stem fremtius tidak sama kanan dengan kiri,
dirasakan paru kiri lebih lemah dari pada paru kanan, ictus cordis teraba lemah, pada
perkusi dijumpai suara pekak pada dua pertiga lapangan paru, dan hipersonor pada
sepertiga lapangan atas paru kiri, dan pada auskultasi ditemukan suara vesikuler
menghilang pada dua pertiga lapangan paru kiri bawah.. Pada kasus ini didapatkan
gambaran radiologi ,tampak gambaran infiltrat pada lapangan paru kanan, sudut
costofrenicus kiri terlihat tumpul,tampak pembentukan air fluid level pada sepertiga atas
lapangan paru kiri dan dilakukan tindakan thoracosintesis dan pemasangan mini WSD.
13
Gambar 1. Foto Thorax PA sebelum dilakukan tindakan Thoracosintesis
Drugs induced liver injury (DILI) adalah gangguan hati akibat pemakaian obat,
bukan akibat gangguan hati lain seperti hepatitis viral. Angka kejadian berkisar 5 sampai 33
persen dari pemakaian OAT. Obat lini pertama tersering menimbulkan DILI adalah
isoniazid, rifampisin dan pirazinamid dengan angka kematian 27%. Sementara angka
kejadian DILI pada terapi ARV berkisar antara 9-30%.12
14
Berbagai survei di dunia menunjukkan bahwa frekuensi DILI sebagai
penyebab penyakit hati akut maupun kronik relatif rendah. Insidens hepatotoksisitas imbas
obat dilaporkan sebesar 1:10.000 sampai 1:100.000 pasien. Dilaporkan sebesar 5%-
33% pasien yang menerima pengobatan OAT didiagnosis mengalami DILI. Meskipun
demikian, insidens DILI yang sebenarnya sulit diketahui. Jumlah aktual dapat jauh
lebih besar karena sistem pelaporan yang belum memadai, kesulitan mendeteksi atau
mendiagnosis, dan kurangnya observasi terhadap pasien-pasien yang mengalami DILI.
Gejala yang dapat timbul berupa lemas, mual, muntah, kehilangan nafsu makan,
nyeri perut terutama pada kuadran kanan atas, icterus, dan gejala-gejala hipersensitifitas
obat, seperti demam, gatal, dan kemerahan pada kulit. Gejala-gejala tersebut biasanya
terjadi pada DILI tipe hepatoselular. Sedangkan pada tipe kolestatik sendiri biasanya
asimtomatik. Bila gejala icterus telah muncul, hal tersebut dapat dijadikan alaram bahwa
kerusakan hepar yang terjadi sudah parah, bahkan angka mortalias pada pasien DILI
dengan gejala tersebut lebih tinggi dibandingkan gejala lainnya.
15
- OAT dihentikan sampai fungsi hati normal
- OAT dapat diberikan kembali (recahallenge, reintroduction) secara skuensial atau secara
simultan.
o Simultan : OAT diberikan dengan dosis penuh mulai hari pertama pemberian
o Sekuensial : diberikan secara bertahap, baik jenis maupun dosisnya
R dengan dosis maksimum sejak hari pertama H dengan dosis penuh sejak hari
ke-8 dan Z dengan dosis maksimamum sejak hari ke-15.
H dengan dosis 100 mg/hari pada hari pertama dan dosis maksimal mulai hari ke-
4. R dengan dosis 150 mg/ hari mulai hari ke-8 dan disis maksimal mulai hari ke-
11 Z mulai dosis 500 mg/ hari mulai hari ke-15 dan dosis maksimal mulai hari ke-
18.
Jika simptom berulang atau terjadi kembali peningkatan ALT maka obat terakhir
yang ditambahkan harus distop.
Pada kelompok yang mengalami hepatotoksik yang berat atau lama, harus berhati
hati dengan pemakain rifampisin.
Cara sekuensial akan memperkecil resiko terjadinya DILI ulang dan dapat
mengetahui obat yang hepatotoksik namun mengakibatkan pasien terpapar OAT
suboptimal dalam waktu cukup panjang, dampaknya konversi sputum dan waktu
pengobatan menjadi lebih lama.
Rechallenge OAT jarang menyebabkan berulangnya DILI (dibawah 10%)
Pada kasus berat sebaiknya jangan diberikan pirazinamid.
N acetylcystein, silymarin, antioxidant, S-adenosimethionine, ursodeoxycholic
acid dapat diberikan. N acetylcystein dapat mencegah kenaikan transaminase pada
pasien di atas 70 tahun.
Pemberian OAT juga dapat diberikan secara Desensitisasi (dosis obat dimulai dari
yang paling kecil dan dinaikan perlahan-lahan sambil menilai adakah kelainan toxic /alergi
yang terjadi. Desensitisasi dengan INH , dimulai dengan 25mg dan dinaikan dua kali dosis
sebelumnya setiap tiga hari (25-50-100-200-300-400 mg). Untuk rifampisin sama seperti
INH dan dimulai dengan dosis 75 mg (hari pertama 75 mg,hari ke 4 75 mg, hari ke 7 150
16
mg, hari ke 10 150 mg, hari ke 13 450 mg, hari ke 16 450mg , hari ke 19 600 mg).Untuk
mencegah terjadinya efek samping OAT perlu dilakukan pemeriksaan control seperti :
1. Tes warna untuk mata, bagi pasien yang memakai obat etambutol
2. Tes audiometri bagi yang memakai obat streptomisin
3. Pemeriksaan darah terhadap enzim hati, bilirubin, ureum/kreatinin, darah perifer
dan asam urat (untuk pemakai pyrazinamide)
Prinsip pemberian OAT: mengurangi jumlah obat yang hepatotoksik dari regimen
(terutama pirazinamid) dan memperpanjang lama pemberiannya.1
Pada kasus ini pasien sudah didiagnosa dengan tuberculosis paru dan sedang
menjalani terapi OAT selama 2 bulan ini. Kemudian pasien mengeluhkan mata terlihat
kuning, badan terasa lemah, penurunan nafsu makan,mual,berat badan pasien terasa
berkurang dan dengan hasil pemeiksaan laboratorium menunjukan peningkatan fungsi hati
yang mana SGOT 98, SGPT 131, Bilirubin total 5,5 bilirubin direct 3,9, Alkali phosphatase
181.
Tatalaksana selanjutnya pada pasien ini pemberian OAT dihentkan sementara
sampai semua hasil fungsi hati ditemukan normal kembali dan dilanjutkan dengan cara
Desensitisai yang mana diberikan secara bertahap baik jenis maupun dosisnya.Hari
pertama dimulai kembali pemberian OAT nya yaitu etambutol 1x1000 mg, isoniazid
1x75mg(selama 3 hari,setelah 3 hari dinaikan dosis isoniazid menjadi 150mg selama
3hari, kemudian dosis isoniazid dinaikan menjadi 300mg selama 4 hari dan ditambahkan
rifampisin 1x75mg selama 3hari,kemudian setelah 3 hari dosis rifampisin dinaikan menjadi
1x150 mg selama 2 hari,kemudian dinaikan menjadi 1x300 selama 7 hari dan ditambah
pirazinamide 1x250mg selama 1 hari, hari ke dua pirazinamide dinaikan menjadi 1x500
mg dan pada hari ke tiga dosis pyrazinamide dinaikan menjadi 750 mg selama 3 hari.
Pada umumnya prognosis tuberculosis paru dengan manifestasi hydropneumothorax
adalah baik, tergantung dari ada tidaknya komorbid (usia,penyakit kronik lain, disfungsi
organ). Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada
penderita yang dirawat.10
17
Kesimpulan
Telah di laporkan sebuah kasus, seorang wanita usia 46 tahun yang didiagnosa
dengan Tuberculosis paru yang disertai manifestasi hydropneumothorax dengan komplikasi
DILI. Pada penatalaksaan awal dilakukan tindakan thoracosintesis dengan penundaan
permberian OAT, setelah fungsi hati mengalami perbaikan, OAT diberikan dengan dosis
desensitisasi selama 2 minggu.Kemudian pasien mengalami perbaikan secara klinis dan
diperbolehkan untuk berobat jalan dan evaluasi melalui poli penyakit dalam divisi
pulmonologi.
18
Daftar Pustaka
1. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2015
2. PDPI .2006. Tuberculosis : Pedoman diagnostic dan penatalaksaan di Indonesia.
Jakarta.
3. Departemen Kesehatan RI. Pengendalian TB di Indonesia mendekati target
MDG. 2012. Available on: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-
release/857
4. Loscalzo J, et al. Harrison’s Pulmonary and Critical Care Medicine. New York:
The McGraw-Hill Companies; 2010
5. Singanayagam A. A Comparison between two strategies for monitoring hepatic
function during antituberculous therapy. Am J Respir Crit Care Med. 2012;
185(6):653-59.
6. Labao, Barbara dkk. 2013. Hydropneumothorax due tuberculosis .Departement
of internal medicine centro hospitalar de Setubal. Portugal.
7. Sharon, Lauren A dkk. 2016 A-22 years-old man with pleural tuberculosis
associated hydropneumothorax : case report and literature review.
Elsevier.Philadelpia . USA.
8. Menon, Balaktishnan. 2005. Interlobar hydropneumothorax. Departement of
respiratory allergi and applied immunologi, vallabhbhai patel chest
institute,university of delhi. India
9. Kartolglu zafer. Hydropneumothorax in patients with active pulmony
tuberculosis. Turkish journal of thorac and cardiovascular surgery 13 (1). 031-
036.
10. Kotan,Adelbetrice date dkk.2014. Hydropneumothorax . Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.,Makasar.
11. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI
(2013) PokokPokok Hasil Riskesdas 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
12. Kullack U, et al. Drug-induced Liver Injury: Recent Advances in Diagnosis and
Risk Assessment. 2017. BMJ Publishing Group. Switzerland. p1-13 3.
19
13. Maria IL, Hasan I. Drug-Induced Liver Injury- Tantangan dalam Diagnosis.
2014. CDK Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. vol 41 p167-
704.
14. Loscalzo J, et al. Harrison’s Pulmonary and Critical Care Medicine. New York:
The McGraw-Hill Companies; 2010.
15. Jong E, Conradie F, Berhanu R, Black A, John A, Meintjes G et al. Guideline
Consensus statement : Management of drug-induced liver injury in HIV-positive
patients treated for TB. September 2013. Vol 14:3.
20