Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Persaingan industri menjadi sangat ketat ketika dibukanya pasar bebas,


terlebih lagi diberlakukannya standarisasi kualitas dengan tujuan melindungi
konsumen. Hal ini bisa kita lihat dengan diharuskanya perusahaan mempunyai
sertifikasi ISO dan sejenisnya sebagai salah satu persyaratan dari konsumen.
Meningkatnya intensitas persaingan dan jumlah pesaing menuntut perusahaan untuk
memperhatikan kebutuhan dan keinginan konsumen serta memenuhi harapan
konsumen dengan memberikan jaminan kualitas dari produk yang dihasilkan. Saat
ini konsumen semakin kritis dalam menilai suatu produk. Dalam hal untuk
memenangkan persaingan bisnis di bidang otomotif, produktivitas yang tinggi
dengan waste yang rendah dan efisiensi yg tinggi ditunjang dengan kualitas produk
yang baik merupakan salah satu tujuan yang harus dicapai oleh perusahaan.
Salah satu aspek yang bisa mempengaruhi keuntungan perusahaan adalah
banyaknya kegagalan produk selama proses produksi, semakin tinggi produk gagal
yang dihasilkan maka semakin banyak pula bahan baku yang terbuang sia-sia dalam
produksi. Produk gagal atau cacat merupakan barang atau jasa yang dibuat dalam
proses namun memiliki kekurangan yang menyebabkan nilai kualitasnya kurang
baik atau kurang sempurna. Produk cacat merupakan suatu produk yang tidak
memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan, juga tidak sesuai dengan standar
kualitas yang telah ditetapkan. Produk cacat yang terjadi selama proses produksi
mengacu pada produk yang tidak diterima oleh konsumen. Produk cacat yang tidak
memenuhi standar mutu yang telah ditentukan tetapi dengan mengeluarkan biaya
pengerjaan kembali untuk memperbaiki. Produk tersebut secara ekonomis dapat
disempurnakan menjadi produk yang lebih baik lagi.Diharapkan dapat menurunkan
Cost Of Poor Quality (COPQ) serta lebih lanjut lagi agar produk tidak akanjatuh ke
tangan konsumen yang akan berdampak pada image perusahaan menjadi buruk.
PT. Tuffindo Nittoku Autoneum (TNA) merupakan perusahaan yang
bergerak dibidang industri komponen otomotif pabrikan Jepang. Salah satu part
yang dihasilkan adalah insulator dashboardyang merupakan satu komponen
peredam suara dari otomotif.

1
Meningkatnya permintaan dan kualitas yang tinggi memicu perusahaan
untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan. Permasalahan yang timbul adalah
ditemukannya defect atau cacat yang terjadi pada part highgradeA melebihi standar
yang telah ditetapkan perusahaan yaitu 0.30% Berikut catatan hasil input data OEE
pada bulan Agustus hingga Oktober 2018 berupa data part rework seperti pada tabel
1.1
Tabel 1. 1 Data OEE produksi Part Highgrade A Department produksi Pada Bulan
Agustus Hingga Oktober 2018

TOTAL PRODUKSI (pcs) 7266 6064 5066

PART REWORK PER BULAN (Pcs) JUMLA


No JENIS DEFECT H RATI
. REWORK AUG REWOR O (%)
% SEPT % OKT %
S K (Pcs)

1 TERKELUPAS 175 2.41 301 4.96 521 10.28 997 5.9

2 MENGEMBANG 20 0.28 111 1.83 232 4.58 363 2.2

3 EVAC PECAH 114 1.57 112 1.85 138 2.724 364 2

(Sumber OEE Produksi PT. Tuffindo Nittoku Autoneum) 2018


Dari gamabar tabel 1.1 diatas disebutkan ada 3 jenis defect yang terjadi pada
part Highgrade A yaitu defect terkelupas, defect mengembang dan defect Evac
pecah. Defect terkelupas merupakan part hasil proses trim (pemotongan) yang
terdapat celah atau gab anatara material hard dengan material soft. Defect
mengembang adalah part yang ketebalanya melebihi standart. Dan difect Evac

2
pecah adalah terjadinya keretakan atau kerusakan pada bagian Evac.

Pareto Kegagalan Produk


100
1700
90
1500
80
1300
70
1100 997 60
900 50
700 40
500 364 363 30
300 20
100 10
TERKELUPAS EVAC PECAH MENGEMBANG

JUMLAH PERSENTASE KUMULATIF %

Gambar 1.2 Diagram pareto jenis difect part highgrade A dari bulan
Agustus sampai bulan Oktober 2018 pada PT.TNA
Melihat fenomena yang terjadi pada gambar 1.2 pengambilan data yang
telah dilakukan di PT. TNA dari bulan Agustus hingga Oktober 2018 berupa data
inspeksi part highgrade A mengalami kegagalan tertingi pada defect terkelupas997
pcs, 5.9% dari total produksi atau 57.8% dari percentase kegagalan produk.
Dalam mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan suatu metode yang tepat
untuk mengetahui penyebab defect guna menekan tingkat defect pada
partterkelupas. Sehingga perlu adanya pengendalian kualitas untuk menekan defect
yang disebabkan proses produksi dan menghasilkan produk yang berkualitas.
Untuk melihat potensi-potensi defect atau cacat yang akan terjadi pada
proses produksi, Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan salah satu
teknik yang sistematis untuk menganalisa kegagalan dalam proses produksi. Dengan
adanya FMEA dalam menganalisa suatu kegagalan diharapkan dapat membawa
pengaruh besar terhadap kualitas produk yang dihasilkan dan juga menekan dalam
hal biaya. Berdasarkan fenomena yang terjadi dan data masalah yang didapat maka
penulis mengambil praktek kerja lapangan sekaligus melakukan analisa dan
penelitian terkait hal tersebut.

3
1.2 Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas maka masalah yang dapat diidentifikasi sebagai
berikut :
1. Kegagalan produk tertingi terjadi pada defect terkelupas
2. Dibutuhkan analisa penyebab defectterkelupas..
3. Diperlukan usulan perbaikan untuk menurunkan kegagalan produk pada
proses produksi.
4. Adanyacost of poor quality yang dihasilkan pada saat proses produksi.

1.3 Ruang Lingkup

Berdasarkan permasalahan yang telah diidentifikasi, dalam melaksanakan


PKL dan penelitian penulis membatasi ruang lingkup data dan informasi yang
diambil berdasarkan hal atau masalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab kegagalan part terkelupas ?
2. Bagaimana menganalisa kegagalan part terkelupas pada proses produksi
dengan menggunakan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)?
3. Bagaimana usulan menurunkan defect berdasarkan rekomendasi FMEA
tersebut ?
4. Berapa biaya yang ditimbulkan akibat defect terkelupas tersebut?

1.4 Tujuan dan Manfaat

Mengacu pada permasalahan yang ada maka tujuan dari PKL dan penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan part
terkelupas yang timbul.
2. Menganalisa kegagalan part terkelupas pada proses produksi dari incoming
Raw material sampai dengan Deliverydengan tahapan metode FMEA.
3. Membuat usulan perbaikan kegagalan part terkelupas dengan metode
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).
4. Mengetahui biaya yang ditimbulkan akibat defect terkelupas?
Adapun manfaat dari PKL dan penelitian ini secara langsung maupun tidak
adalah sebagai berikut :

4
1. Perusahaan
Dapat digunakan sebagai masukan untuk menganalisa mode kegagalan pada
proses produksi insulator dashboard yang akan terjadi dikemudian hari.
2. Penulis
Hasil dari penelitian yang telah dilakukan diharapkan dapat menambah
pengetahuan penulis mengenai FMEA, selain itu juga dapat menambah
pengalaman dalam mengolah data, menganalisa serta mengambil kesimpulan
berdasarkan teori yang diperoleh semasa perkuliahan berlangsung.
3. Pembaca
Diharapkan hasil penelitian dapat beguna menambah pengetahuan dan
menjadi referensi bagi pembaca mengenai FMEA.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)


Sejarah FMEA dimulai pada tahun 1940-an oleh militer AS. FMEA
dikembangankan lebih lanjut oleh industri kedirgantaraan dan automotive. Beberapa
industri mempertahankan standar formal FMEA. Kemudian sekitar tahun 1960-an
FMEA dipergunakan sebagai metodologi formal pada industri aerospace dan
pertahanan. Sejak saat itu kemudian digunakan dan distandarisasikan oleh berbagai
industri di seluruh dunia. (Hasbullah Hasbullah dkk, 2017)[9]

2.1.1 Definisi failure mode and effect analysis (FMEA)


FMEA adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan
mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan. Suatu mode kegagalan adalah apa
saja yang termasuk dalam kecacatan atau kegagalan dalam desain, kondisi di luar
batas spesifikasi yang telah ditetapkan atau perubahan pada produk yang
menyebabkan terganggunya fungsi fungsi dari produk tersebut. Melalui
menghilangnya mode kegagalan, dimana FMEA akan meningkatkan keandalan dari
produk dan pelayanan sehingga meningkatkan kepuasan konsumen akan produk

5
atau pelayanan tersebut. (Badariah Nurlailah, 2016)[2].Jadi FMEA digunakan untuk
mengidentifikasi potensi kegagalan, efek yang diimbulkan pada operasi dari produk
dan mengidentifikasi aksi untuk mengatasi masalah tersebut.

2.1.2 Jenis-jenis FMEA


Secara umum ada 2 jenis FMEA yaitu proses FMEA dan desain FMEA.
Penerapan FMEA dilakukan melalui team yang dibentuk khusus untuk tahapan
langkah-langkahnya.

2.1.3 Proses FMEA


PFMEA merupakan tipe dari FMEA, PFMEA mengutamakan analisis
kegagalan melalui proses produksi, dan tidak bertanggung jawab pada perubahaan
desain produk yang dapat menyebabkan kegagalan pada suatu proses. PFMEA
biasanya diselesaikan menurut pertimbangan tenaga kerja, mesin, metode, material,
pengukuran, dan lingkungan (Parwati Indri, 2016)[10].
Elemen failure mode and effect analysis (FMEA) dibangun berdasarkan
informasi yang mendukung analisa elemen-elemen FMEA sebagai berikut :
1. Fungsi proses
Merupakan deskripsi singkat mengenai proses pembuatan item dimana
sistem akan dianalisa
2. Mode kegagalan
Merupakan suatu kemungkinan penyebab kecacatan terhadap tiap proses
3. Efek potensial dari kegagalan
Suatu efek dari bentuk kegagalan dari pelangggan
4. Tingkat keparahan (Severity (S))
Penilaian efek penyebab dari bentuk kegagalan potensial.
5. Penyebab potensial (Potensial cause (s))
Menggambarkan bagimana kegagalan tersebut bisa terjadi
6. Kejadian (Occurance (O))
Sesering apa penyebab kegagalan spesifik dari suatu proyek tersebut terjadi.
7. Deteksi (Detection (D))
Merupakan penilaian dari kemungkinan alat tersebut dapat mendeteksi
penyebab potensi terjadinya suatu bentuk kegagalan.
8. Nomor prioritas resiko (Risk Priority Number (RPN))

6
Merupakan angka prioritas resiko yang didapatkan dari perkalian severity,
occurance, dan detection.RPN = S x O x D
9. Tindakan yang direkomendasikan (Recommended Action)
Setelah nilai RPN didapatkan lalu diurutkan berdasarkan tingkat tertinggi
sampai terendah, maka tindakan perbaikan harus segera dilakukan terhadap bentuk
kegagalan dengan nilai RPN tertinggi.

2.1.4 Desain FMEA


Design FMEA (DFMEA) adalah suatu analisa teknik untuk memahami
potential kegagalan pada design produk. Asumsi dibuat bahwa produksi sudah
membuat produk sesuai design, akan tetapi produk masih tidak berfungsi atau tidak
berfungsi optimal. Kegagalan pada design produk dapat berupa produk tidak
berfungsi maksimal, produk tidak dapat bekerja pada kondisi tertentu, produk
dibuatdengan tingkatan reject yang tinggi, produk sulit untuk dibuat atau
diassembly (design for manufacturability and design assembly). Design FMEA
selain mempertimbangkan kegagalan pada produk, juga mempertimbangkan
keterbatasan / kemampuan manufacturing dan assembly, seperti misalnya :
keterbatasan ruang untuk melakukan assembly, keterbatasan/ kemampuan mesin,
keterbatasan / kemudahan servise dan recycle produk, misalnya : ruang untuk akses
tooling untuk perbaikan, kemampuan diagnostic, klasifikasi material (untuk
kepuasan recycle)(Parwati Indri, 2016)[10].

2.1.5 Tujuan FMEA


Gasperz,(2012)[7] menyatakan secara umum tujuan yang dapat dicapai oleh
perusahaan dengan penerapan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi mode kegagalan dan tingkat keparahan efeknya.
2. Mengidentifikasi karakteristik keritis dan karakteristik signifikan.
3. Untuk mengurutkan pesanan desain potensial dan definisiproses.
4. Membantu fokus engineer dalam mengurangi perhatian terhadap produk dan
proses serta membantu mencegah timbulnya permasalahan.
5. Membantu dalam memelihara desain alternatif yang memiliki keandalan dan
keselamatan potensial yang tinggi selama fase desain

7
6. Untuk menjamin bahwa semua bentuk mode kegagalan yang dapat
diperkirakan berikut dampak yang ditimbulkan terhadap kesuksesan
oprasional sistem telah dipertimbangkan.
7. Membuat daftar kegagalan potensial dan mengidentifikasi seberapa besar
dampak yang ditimbulkan.
8. Sebagai basis analisa kualitatif keandalan dan ketersediaan.

2.1.6 Langkah-langkah dasar failure mode and effect analysis (FMEA)


Terdapat langkah-langkah dasar dalam proses Failure Mode and Effect
Analysis (FMEA) yaitu sebagai berikut (Gasperzs, 2012)[7] :
1. Mengidentifikasi fungsi pada proses produksi.
2. Mengidentifikasi potensi failure mode proses produksi.
3. Mengidentifikasi potensi efek kegagalan produksi.
4. Mengidentifikasi penyebab-penyebab kegagalan proses produksi.
5. Mengidentifikasi mode-mode deteksi proses produksi.
6. Menentukan rating terhadap severity, occurance, detecion dan RPN proses
produksi.
7. Usulan perbaikan
2.1.7 Severity (Tingkat keparahan)
Tingkat Keparahan (Severity) adalah penilaian terhadap keseriusan dari efek
yang ditimbulkan. Dalam arti setiap kegagalan yang timbul akan dinilai seberapa
besarkah tingkat keseriusannya.Terdapat hubungan secara langsung antara efek dan
severity. Sebagai contoh, apabila efek yang terjadi adalah efek yang kritis,maka
nilai severity pun akan tinggi. Dengan demikian, apabila efek yang terjadi bukan
merupakan efek yang kritis, maka nilai severity pun akan sangat rendah.
Table 1.2 tingkat Severity FMEA proses

Efek Ranking Kriteria


Berbahaya tanpa ada 10 Dapat membahayakan operator (mesin
peringatan atau peralatan) tanpa adanya peringatan
Berbahaya dengan 9 Dapat membahayakan operator dengan
peringatan peringatan
Gangguan bersifat 8 Seluruh komponen (100%) yang
mayor dihasilkan tidak dapat digunakan (scrap)
Gangguan yang 7 Sebagian komponen (<100%) yang

8
signifikan dihasilkan tidak dapat digunakan (scrap)
Gangguan yang bersifat 6 Seluruh (100%) komponen yang
sedang dihasilkan perlu dilakukan pengerjaan
ulang secara off-line dan diterima
(rework)
Gangguan yang bersifat 5 Sebagian (<100%) komponen yang
sedang dihasilkan perlu dilakukan pengerjaan
ulang secara off-line dan diterima
(rework)
Gangguan yang bersifat 4 Seluruh (100%) komponen yang
sedang dihasilkan perlu dilakukan pengerjaan
ulang in-station sebelum menuju proses
selanjutnya
3 Sebagian (100%) komponen yang
dihasilkan perlu dilakukan pengerjaan
ulang in-station sebelum menuju proses
selanjutnya
Gangguan bersifat minor 2 Efek yang kecil pada proses, operasi
atau operator
Tidak Ada 1 Tanpa efek
Sumber : McDermott dkk (2009)[3]
2.1.8.Occurance (Tingkat Kejadian)
Tingkat Kejadian (Occurance) adalah kemungkinan bahwa penyebab
tersebut akan terjadi dan menghasilkan bentuk kegagalan selama masa penggunaan
produk. Occurance merupakan nilai rating yang disesuaikan dengan frekuensi yang
diperkirakan dan atau angka kumulatifdari kegagalan yangdapat terjadi.
Table 1.2 tingkat Occurance FMEA proses

 Kemungkinan Kegagalan Tingkat Kegagalan  Ranking 


 ≥ 100 dari 1000 satuan  10
Sangat tinggi : kegagalan terus
menerus terjadi   50 dari 1000 satuan  9
 20 dari 1000 satuan  8
Tinggi : kegagalan sering terjadi   10 dari 1000 satuan  7
 5 dari 1000 satuan  6
Menengah : Kegagalan kadang-
kadang terjadi   2 dari 1000 satuan  5

9
 1 dari 1000 satuan  4
 0,5 dari 1000 satuan  3
Rendah : Kegagalan jarang terjadi   0,1 dari 1000 satuan  2
 Hampir tidak ada kegagalan terjadi  ≤ 0,01 dari 1000 satuan  1
Sumber : McDermott dkk (2009)[3]

2.1.9 Detection (Pengendalian yang dilakukan)


Nilai detection diasosiasikan dengan pengendalian saat ini. Detection adalah
pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan /mengontrol kegagalan yang
dapat terjadi. Risk Priority Number (RPN) merupakan produk dari hasil perkalian
tingkat keparahan, tingkat kejadian, dan tingkat deteksi. RPN menentukan prioritas
dari kegagalan. RPN tidak memiliki nilai atau arti. Nilai tersebut digunakan untuk
meranking kegagalan proses yang potensial.
Table 1.2 tingkat detection FMEA proses

SKOR
KEMAMPUAN METODE DETEKSI TERHADAP RESIKO
DETECTI
Tidak ada metode deteksi, mode deteksi yang tidak mampu memberikan ccukup
9 atau 10
waktu melaksanakan rencana kontingensi
Metode deteksi tidak terbukti atau tidak efektif, metode deteksi tidak diketahui
7 atau 8
untuk mendeteksi tepat waktu
5 atau 6 Metode deteksi memiliki tingkat efektifitas yang rata-rata medium

3 atau 4 Metode deteksi memiliki tingkat efektifitas yang tinggi

Metode deteksi sangat efektif dan hampir pasti resiko akan terdeteksi dengan
1 atau 2
waktu yang cukup melaksanakan rencana kontingensi

2.1.10 Nilai prioritas resiko (RPN)


Menurut Gasperzs(2012)[7] nilai ini merupakan produk dari hasil perkalian
tingkat keparahan, tingkat kejadian, dan tingkat deteksi, RPN menentukan prioritas
dari kegagalan. Setelah mendapatkan nilai severity, occurrance, dan detection akan
diperoleh nilai RPN, dengan cara mengalikan nilai severity, occurance, dan
detection (RPN = SxOxD). Kemudian dilakukan pengurutan berdasarkan nilai RPN
tertingi sampai terendah.
2.2 Pengertian Kualitas

10
Mutu atau kualitas adalah faktor-faktor yang terdapat dalam suatu barang
atau hasil yang menyebabkan barang atau hasil tersebut sesuai dengan tujuan untuk
apa barang atau hasil tersebut dimaksudkan.(Tjandrawan I.D. 2005)[12].
Berdasarkan definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa mutu suatu barang
ditentukan oleh keseluruhan sifat serta faktor yang saling berhubungan yang
terdapat pada barang tersebut yang harus sesuai dengan tujuan untuk apa barang
tersebut dibutuhkan agar dapat memenuhi keinginan atau kebutuhan konsumen.
Pada dasarnya sistem kualitas modern dapat dicirikan oleh lima karakteristik
sebagai berikut :
1. Sistem kualitas modern berorientasi pada pelanggan
2. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya pastisipasi aktif yang dipimpin
oleh manajemen puncak dalam proses peningkatan kualitas secara terus –
menerus
3. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanyapemahaman dari setiap orang
terhadap tanggungjawab spesifik terhadap kualitas
4. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanyaaktifitas yang berorientasi
kepada tindakanpencegahan kerusakan, bukan berfokus pada upayauntuk
mendeteksi kerusakan saja.
Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya suatufilosofi yang
menganggap bahwa kualitas merupakan “jalan hidup” (way of life).
(Puspitasari,2015)[11].
Terdapat 3 (tiga) jenis kegagalan produk yang terjadi pada kegiatan
produksi, yaitu :
1. Dijual Langsung
Kegagalan yang djual langsung adalah jenis produk gagal atau produk cacat
yang tidak lulus terhadap inspeksi, namun masih layak untuk dijual langsung
kepada konsumen yang siap menampung produk jenis cacat seperti ini.
2. Dikerjakan Kembali (reworked)
Kegagalan ini merupakan jenis cacat yang dapat dimasukkan ke dalam
proses produksi lagi untuk diproses lebih lanjut, untuk menghasilkan suatu produk
lain dalam kondisi yang tidak cacat lagi.
3. Dibuang Langsung (scrap)
Kegagalan ini merupakan jenis produk cacat yang paling parah. Artinya
produk cacat ini merupakan hasil dari proses produksi yang sudah tidak ada artinya

11
lagi. Dalam artian, produk cacat tersebut sudah tidak mungkin pula untuk dijual,
karena tingkat kegagalan jenis produk ini, merupakan kegagalan yang tidak dapat
diusahakan apa – apa. (Puspitasari,2015)[11].

2.2.1 Cost of poor quality (COPQ)


Cost of poor qualityatau biaya akibat kualitas yang rendah merupakan
pemborosan dalam organisasi six sigma, sehingga banyak perusahaan kelas dunia
yang menerapkan program six sigma menggunakan indikator pengukuran biaya
kualitas sebagai pengukuran kinerja efektifitas keberhasilan dari program six sigma
yang ditetapkan (Gasperzs, 2014)[5].

2.2.2 Biaya kualiatas


Pada dasarnya biaya kualitas dapat dikategorikan berdasarkan jenisnya.
Berikut jenis-jenis biaya (Gasperz, 2011)[6] :
1. Biaya kegagalan internal (Internal failure costs), merupakan biaya-biaya
yang berhubungan dengan kesalahan nonkonformasi yang ditemukan
sebelum menyerahkan produk tersebut ke pelanggan.
a. Scrap merupakan biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja, material,
dan biasanya “overhead” pada produk cacat yang secara ekonomis tidak
dapat diperbaiki kembali.
b. Pekerjaan ulang (rework) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
memperbaiki kesalahan (mengerjakan ulang produk) untuk memeuhi
spesifikasi produk yang ditentukan.
c. Analisis kegagalan (failure analysis) adalah biaya yangdikeluarkan
untuk menganalisa kegagalan produk guna menentukan penyebab-
penyebab kegagalan.
2. Biaya kegagalan eksternal (external failure costs) merupakan biaya yang
berhubungan dengan kesalahan dan nonkonformasi yang ditemukan setelah
produk diserahkan kepelanggan.
a. Jaminan (waranty) adalah biaya yang dikeluarkan untuk pengantian atau
perbaikan kembali produk yang masih dalah masa jaminan.
b. Penyelesaian keluhan (complain adjustment) adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk penyelidikan dan penyelesaian keluhan yang
berkaitan dengan produk cacat.

12
c. Produk dikembalikan (returned product) adalah biaya yang berkaitan
dengan penerumaan dan penempatan produk cacat yang dikembalikan
oleh pelanggan.
3. Biaya penilaian (appraisal costs) merupakan biaya-biaya yang berhubungan
dengan penentuan derajat konformasi terhadap persyaratan kualitas
(spesifikasi yang diharapkan).
a. Inspeksi dan pengujian kedatangan material merupakan biaya yang
berkaitan dengan penentuan kualitas dari material yang dibeli, apakah
melalui proses inspeksi pada saat penerimaan, melalui inspeksi yang
dilakukan pada pemasok, atau melalui ispeksi yang dilakukan pihak
ketiga.
b. Inspeksi dan pengujian produk akhir, biaya yang berkaitan dengan
evaluasi tentang konformasi produk dalam proses terhadap persyaratan
kualitas.
c. Audit kualitas produk, biaya-biaya untuk melakukan audit kualitas pada
produk dalam proses atau produk akhir.
4. Biaya pencegahan (prevention costs) merupakan biaya-biaya yang
berhubungan dengan upaya pencegahan terjadinya kegagalan internal
maupun external, sehingga meminimum biaya kegagalan.
a. Perencanaan kualitas, biaya-biaya yang berkaitan dengan aktivitas
perencanaan kualitas secara keseluruhan, termasuk penyiapan prosedur-
prosedur yang diperlukan untuk mengkomunikasikan rencana kualitas
ke seluruh pihak yang berkepentingan.
b. Peninjauan ulang produk baru (new product review), biaya yang
berkaitan dengan rekayasa kendala dan aktivitas lain terkait dengan
kualitas.
c. Pengendalian proses, biaya inspeksi dan pengujian dalam proses untuk
menentukan status dari proses.
d. Audit kualitas merupakan biaya yang berkaitan dengan evaluasi atas
pelaksanaa aktivitas dalam rencana kualitas secara keseluruhan.

2.3 Seven Tools

13
Seven tools merupakan 7 alat atau teknik yang berbentuk grafik untuk
mengidentifikasi dan menganalisa persoalan atau permasalahan yang berkaitan
dengan kualitas dalam proses produksi.

2.3.1 Flowchart (Diagram alir)


Flowchart adalah suatu bagan dengan simbol-simbol tertentu yang
menggambarkan urutan proses secara mendetail dan hubungan antara suatu proses
(instruksi) dengan proses lainnya dalam suatu program. Gambaran dalam bentuk
diagram aliran dan algoritma – algoritma dalam suatu program, yang menyatakan
arah alur program tersebut. Salah satu langkah kritis awal dalam proses
pengembangan adalah mendefinisikan proses, yaitu dengan mengunakan
flowchart.Menurut Confucius, (Ginting, 2007)[8] mengatakan bahwa seuah gambar
sederhana dari sebuah proses.
Tabel 2.4Simbol-simbol Flowchart

(Sumber: Ginting, R 2007)

14
2.3.2Lembar periksa (check sheet)
Lembar periksa merupakan suatu formulir dimana item-item yang akan
diperiksa telah dicetak dalam formulir itu, dengan maksud agar dapat dikumpulkan
secara mudah dan tingkas.
1. Dalam pengunaan check sheet bertujuan untuk memudahkan proses
pengumpulan data terutama untuk mengetahui bagaimana sesuatu masalah
sering terjadi.
2. Mengumpulkan data tentang jenis masalah yang sedang terjadi, juga
menyusun data secara otomastis, memisahkan antara opini dan fakta.

Gamabar 2.1 Contoh Check Sheet


(sumber: Ishikawa 1989)

2.3.3Diagram pareto
Diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukan masalah
berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi
ditunjukan oleh grafik batang pertama yang tertingi serta ditempatkan pada sisi
paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukan
oleh grafik batang terakhir yang terrendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan.
Pada dasarnya diagram pareto dapat dipergunakan sebagai alat interpretasi
yaitu menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau
penyebab-penyebab dari masalah yang ada. Kemudian memfokuskan perhatian
pada isu-isu kritis dan penting, melalui pemberian rangkingterhadap masalah-
masalah atau penyebab dari masalah itu dalam bentuk signifikan.

15
Pareto Chart of Jumlah

300 100

250 80

200
60

Percent
Defect
150
40
100

20
50

0 0
Jumlah 665 212 239 332 345 224 266 238 Other
Defect 56 55 41 34 34 32 22 21 12
Percent 18,2 17,9 13,4 11,1 11,1 10,4 7,2 6,8 3,9
Cum % 18,2 36,2 49,5 60,6 71,7 82,1 89,3 96,1 100,0

Gambar 2.2 Contoh Diagram Pareto


(sumber: Ishikawa 1989)

2.3.4Diagram sebab-akibat
Diagram sebab–akibat (cause-efect diagram)adalah suatu diagram yang
menunjukkan hubungan diantara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian
proses statistikal, diagram sebab-akibat dipergunakan untuk menunjukan faktor-
faktor penyebab dan karakteristik kualitas yang disebabkan faktor-faktor penyebab
tesebut. Diagram ini sering disebut juga diagram tulang ikan atau ishikawa`s
diagram. Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk
mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah, untuk membantu menemukan
ide-ide untuk solusi suatu masalah, juga untuk menyelidiki atau mencari fakta lain
lebih lanjut. Ada 5 faktor untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya
penyimpangan kerja secara detail, yaitu :
1. Manusia (man)
2. Metode kerja (work method)
3. Mesin atau perlalatan (machine/equipment)
4. Bahan baku (raw material)
5. Lingkungan kerja (work environment)

16
Cause-and-Effect Diagram
Measurements Material Personnel

Environment Methods Machines

Gambar 2.3Contoh cause and efect diagram


(sumber: ishikawa 1989)

2.4 Definisi 5W+2H


Merupakan teknik definisi masalah yang bekerja dengan mengajukan
pertanyaan kepada responden, dalam memberikan usulan dapat mengunakan
panduan bertanya mengenai 5W+2H (Gaspersz, 2011)[6]. Sebagai berikut :
1. Who (siapa) ?
a. Siapa yang akan melaksanakan ?
b. Siapa yang sedang melaksanakan ?
c. Siapa yang seharusnya melaksanakan ?
d. Siapa yang dapat melaksanakan ?
2. What (apa) ?
a. Apa yang harus dilaksanakan ?
b. Apa yang sedang dilaksanakan ?
c. Apa yang seharusnya dilaksanakan ?
d. Apa lagi yang dapat dilaksanakan ?
3. Where (dimana) ?
a. Dimana akan melaksanakan ?
b. Dimana sedang dilaksanakan ?
c. Dimana seharusnya dilaksanakan ?
4. When (kapan) ?

17
a. Kapan akan melaksanakan ?
b. Kapan seharusnya melaksanakan ?
c. Kapan lagi dapat dilaksanakan ?
d. Kapan lagi seharusnya dilaksanakan ?
5. Why (mengapa) ?
a. Mengapa melaksanakan ?
b. Mengapa melaksanakan disana ?
c. Mengapa melaksanakan pada saat itu ?
d. Mengapa melaksanakan dengan cara itu ?
6. How (bagaimana) ?
a. Bagaimana akan melaksanakan ?
b. Bagaimana seharusnya melaksanakan ?
7. How much (berapa banyak) ?
a. Berapa biaya spesifik yang dibutuhkan ?
b. Berapa biaya akhir yang dibutuhkan
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Tempat pelaksanaan PKL


Pelaksanaa praktek kerja lapangan dilakukan di PT. Tuffindo Nittoku
Autoneum (PT.TNA). PT. TNA adalah salah satu perusahaan manufactur di
Kawasan industry surya cipta Karawang.Berdiri pada tahun 2013, dengan Presiden
Direktur dari Japan yaitu Masahide Sakurai. PT. TNA merupakan gabungan dari
tiga perusahaan dari Indonesia (PT.Tuffindo), dari Japan (NITTOKU Co.,Ltd) dan
dari Swiss (Autoneum). Yang ketiga perusahaan tersebut sebelumya telah berdiri
lebih dari 30 tahun di negaranya masing-masing dan memproduksi komponen-
komponen otomotif.
Produk pertama yang dihasilkan PT. TNA adalah Melt sheet dengan
pelanggan Daihatsu, semenjak itu PT. TNA berkembang dengan cukup pesat
dengan bertambahnya kapasitas produksi dan bertambahnya Line produksi yang
lain. Samapi saat ini produk yang dihasilkan adalah Melt Sheet, Karpet, Dash Panel
dan Insulator Dashboard. Semua produk yang dihasilkan adalah komponen-
komponen otomotif pabrikan Japan seperti Toyota, Honda, Mitsubishi, Nissan dan

18
Daihatsu. Dalam menjalankan bisnisnya ada beberapa perusahaan-perusahaan
kompetitor sejenis yang memproduksi produk yang sejenis dengan PT. TNA. Hal
tersebut menjadi salah satu alasan agar pasar yang selama ini sudah didapatkan
tidak berpindah ke kompetitor dan bisa memperluas pasar yang belum dikuasai
dengan meningkatkan teknologi dan menjaga loyalitas pelanggan dengan
memperhatikan kualitas produk yang dihasilkanya.

3.2 Flow Chart Penelitian

19
DIAGRAM ALIRAN METODOLOGI PENELITIAN

Mulai
TAHAP AWAL PENELITIAN

Identifikasi masalah

Perumusan masalah

Dasar Kualitas Literatur penunjang:


Melakukan studi
,teori seven Jurnal, artikel buku,
literatur
tools, FMEA skripsi dan thesis
PENGUMPULAN
TAHAP

DATA

Data sekunder Pengumpulan data Data primer


PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

Prioritas defect
menggunakan Pareto

Identifikasi penyebab defect


menggunakan fish bone

Pengolahan data FMEA

5W+2H
TAHAP AKHIR

Kesimpulan

Selesai

3.3 Tahapan Pelaksanaan


1. Pendahuluaan
Pendahuluan merupakan langkah awal dalam melakukan penelitian dengan
mengumpulkan informasi diawal tentang penelitian yang akan dilakukan.
Studi pendahuluan dilakukan untuk menjamin kelayakan penelitian
berkenaan dengan prosedur penelitian dan hal lainnya yang belum jelas.
2. Perumusan masalah dan tujuan penelitian

20
Tanpa perumusan masalah suatu kegiatan penelitian akan menjadi melebar
dan bahkan tidak akan membuahkan hasil. Dalam beberapa penelitian
dimana permasalahan sangat sederhana terlihat bahwa tujuan penelitian
merupakan jawaban dari rumusan masalah.
3. Studi pustaka
Pada tahap ini peneliti melakukan studi literatur terhadap landasan teori
yang akan digunakan sebagai acuan pada pembahasan nanti.
4. Pengumpulan data
a. Data primer
Studi lapangan adalah pengumpulan data secara langsung ke lapangan
dengan menggunakan teknik pengumpulan data seperti observasi.
b. Data sekunder
Studi pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi
penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan
laporan-laporan yang ada hubungan dengan masalah yang dipecahkan.
5. Diagram pareto
Dengan menggunakan diagram pareto, penulis dapat mengklasifikasikan
kendala-kendala terbesar yang terjadi. Bila telah ditemukan kendala terbesar
maka penulis mulai mencari akar masalah mengunakan metode
selanjutnya.Langkah-langkah membuat diagram pareto :
a. Menentukan masalah apa yang akan diteliti, mengidentifikasi penyebab-
penyebab permasalahan yang akan dibandingkan.
b. Membuat ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi kejadian
dari masalah yang telah diteliti menggunakan datacheck sheet.
c. Membuat daftar masalah secara urut berdasarkan frekuensi kejadian
mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah, kemudian hitung
frekuensi kumulatif, presentase total kejadian secara kumulatif.
6. Cause and Effect Analysis
Menggunakan cause and effect diagram ini penulis menganalisa akar nilai
RPN terbesar yang sangat berpengaruh pada produktivitas. Bila akar
permasalahan diketahui maka penulis menberi usulan dengan harapan dapat
meningkatkan kualitas produk.Langkah-langkah membuat cause and effect
diagram, adalah sebagai berikut :
a. Mulai dengan pertanyaan masalah-masalah utama yang penting.

21
b. Tulis pertanyaan masalah itu pada kepala ikan yang merupakan akibat
(effect). Tuliskan pada sisi sebelah kanan kertas kemudian gambarkan
tulang belakang dari kiri ke kanan dan tempat pertanyaan masalah itu
didalam kotak.
c. Tuliskan faktor-faktor penyebab utama yang mempengaruhi masalah
sebagai tulangbesar, juga tempatkan dalam kotak faktor-faktor penyebab
utama dapat dikembangkan melalui stratifikasi kedalam pengelompokan
dari faktor-faktor manusia, mesin, material, metode kerja, lingkungan,
dan lain-lain. Faktor-faktor penyebab masalah dapat dikembangkan
dengan cara brainstorming.
d. Tuliskan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebab
utama, serta penyebab-penyebab sekunder itu dinyatakan sebagai tulang
sedang.
e. Tuliskan penyebab-penyebab tersier yang mempengaruhi penyebab-
penyebab sekunder, serta penyebab-penyebab tersier itu dinyatakan
sebagai tulang kecil.
f. Tentukan item-item penting dari setiap faktor dan berilah faktor-faktor
penting tertentu yang mempunyai pengaruh nyata terhadap masalah.
g. Catatlah informasi penting yang ada didalam diagram.
7. Pengolahan data FMEA
Berdasarkan data yang diperoleh kemudian dianalisa menggunakan metode
failure mode and effect analysis (FMEA). Berikut ini merupakan tapan-
tahapan dalam melakukan proses pengolahan data :
a. Nilai severity
Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa resiko, yang
menghitung seberapa besar dampak atau intensitas kejadian
mempengaruhi hasil akhir proses, dampak tersebut dirating mulai skala 1
sampai 10, dimana 10 merupakan dampak terburuk dan penentuan
terhadap rating.
b. Nilai occurance
Apabila sudah ditentukan rating pada proses severity, maka tahap
berikutnya adalah menentukan rating terhadap nilai occurance.
Occuranceadalah kemungkinan penyebab kegagalan yang akan terjadi
dan menghasilkan bentuk kegagalan selama masa proses produksi.

22
c. Nilai detection
Setelah memperoleh nilai occurance, selanjutnya menentukan nilai
detection. Detection merupakan fungsi untuk upaya pencegahan terhadap
proses produksi dan mengurangi tingkat kegagalan pada proses produksi.
Setelah memperoleh nilai severity, occurrance dan detection pada proses
produsi part holder wire maka akan diperoleh nilai RPN dengan cara mengkalikan
nilai severity, occurance dan detection (RPN= S x O x D). Kemudian dilakukan
pengurutan berdasarkan nilai RPN tertinggi sampai yang terendah. Setelah itu,
kegiatan proses produksi yang mempunyai nilai RPN paling besar dan mempunyai
peranan penting dalam suatu kegiatan produksi, diberikan usulan perbaikan untuk
menurunkan tingkat defectpada produk.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

23
4.1 PenentuanDefect Kritis
Identifikasidefect merupakan salah satu tahapan yang dilakukan oleh quality.
Dalam pelaksanaan penelitian ini perlu dilakukan identifikasi defectpada proses
yang sering menjadi penyebab terjadinya cacat suatu produk pada proses produksi
yang menyebabkan tingginya kegagalan atau cacat pada part Highgrade A.
Berdasarkan data dari departement quality PT.TNA pada part highgrade A
bulan Agustus hingga Oktober 2016, (seperti terlampir pada BAB I gambar 1.2
pareto defect di PT. TNA pada bulan Agustus hingga Oktober 2018)dari diagram
pareto tersebut didapat bahwa prioritas perbaikan dilakukan pada defecttidak
menempel yang mengalami defect paling besar.

4.2 Analisis Diagram Sebab Akibat


Dari data diagram pareto(pada BAB I gambar 1.2 pareto defect di PT. TNA pada
bulan Agustus hingga Oktober 2018), selanjutnya dianalisa menggunakan diagram
sebab akibat. Sehinggaanalisa terhadap faktor yang memberikan dampak terbesar
pada defecttidak menempeldapat diketahui.Dalam penelitian dilibatkan dalam
sebuah timuntuk memberikan saran dan masukan untuk perbaikan, dengan tujuan
untuk mengetahui penyebab terjadinya defect tidak menempel, berikut susunan tim
yang dibentuk oleh pihak perusahaan:
1. Hafizurahman
Jabatan pada PT.TNA sebagai Supervisor produksi sebagai team
leaderdalam pelaksanaan penelitian.
2. Kamaludin
Jabatan pada PT.TNA sebagai Leader produksi perwakilanyang bertugas
padapenelitian ini untuk memberikan masukan.
3. Uzer Abdul Aziz
Jabatan pada PT.TNA sebagai perwakilan dari departement engineering
yang bertugas padapenelitian ini membantu dalam pengambilan data.
4. Agung Yoke B
Jabatan pada PT.TNA sebagai Manager Quality yang bertugas
padapenelitian ini memberikan arahan dan memberikan masukan
berdasarkan pengamatan pada saat proses.

24
5. Safi`i
Jabatan pada PT.TNA sebagai Foreman produksi yang padapenelitian ini
bertugas untuk memberikan masukan dan memberikan pendapat
berdasarkan fakta dilapangan (Mahasiswa STT Karawang).
Tim ini dibentuk dengan tujuan untuk mendiskusikan mengenai penyebab
defect terkelupas pada proses produksi highgrade A. Dari hasil diskusi tersebut
kemudian dimasukkan dalam diagram sebab akibat. Dari diagram sebab akibat
tersebut dapat diketahui beberapa faktor yang berpengaruh terhadap penyebab
defect terkelupas, dapat dilihat pada gambar 4.1 sebagai berikut :
Material Man
Material Felt mentah bagian Tidak menjalankan
tengah BIQ

Raw material yang kurang Kurang pemahaman


baik
Kurang training

Produk
terkelupas/
tidak
Bagian part kurang mendapatkan menempel
tekanan
kekeliruan dalam design
Pemotongan produk saat Part menempel di dies
produk masih panas Kapasitas mesin chiller kurang
dies kotor
Stanbye one flow procces Chiller panas
Dies overheat belum ada planing cleaning dies
Methode Machine/tools

4.3 Tahapan Analisa Failure Mode and Effect Analysis


4.3.1 Tahapan proses produksi Highgrade A

Berikut ini adalah gambaran alur proses produksi dari produk highgrade A,
yang terbagi menjadi dua line produksi yang berbeda

25
Recycle

Gambar 4.1 Alur proses produksi lembar felt Highgrade A

Persiapan material soft

Gambar 4.2 Alur proses produksi Finish good highgrade A


Dibawah ini merupakan uraian dari proses produksinya, yang terbagi
menjadi dua bagian yaitu proses produksi lembaran felt / produk work in process
(WIP) dan proses produksi Finish Good
1. Identifikasi proses produksi produk highgrade A

26
a. Recieveing material merupakan proses penerimaan bahan baku dari supplier
yang dikerjakan oleh departemen warehouse bersama dengan quality untuk
melakukan inspeksi
b. Penyimpanan material merupakan tempat penyimpanan material dengan
memisah-misahkan sesuai dengan areanya
c. Persiapan raw material adalah proses pengambilan Raw material dari
gudang untuk dikeluarkan ke bagian produksi. Yang terdiri dari Raw
material A, B, C, dan D.
d. Mixing adalah proses pencamuran Raw material A, B, C dan D
menggunakan mesin pencampur dengan komposisi yang sudah ditentukan.
Ada dua jenis produk yang dihasilkan dari sini yaitu material hard dan
material soft, yang membedakan adalah komposisi dari raw material
tersebut.
e. Forming merupakan proses pembentukan dari serpihan-serpihan raw
material yang berasal dari mixing dan mesin recycle (dengan persentase
yang sudah ditentukan) menjadi bentuk lembaran felt dengan mesin forming.
Dalam proses ini ditentukan pula gramase dari lembaran felt yang akan
diproduksi.
f. Oven merupakan proses pemanasan lembaran felt dari mesin forming
dengan suhu yang sudah ditentukan sehingga didapatkan lembaran felt yang
terbentuk.
g. Cutting merupakan proses pemotongan lembaran felt dengan ukuran panjang
dan lebar sesuai dengan kebutuhan dengan mengaturnya pada panel
pengoperasian. Dalam proses ini juga dilakukan pengepakan/penyusunan
lembaran felt yang sudah jadi kedalam palet. Dalam proses ini juga
dilakukan proses pengecekan dan pemisahan felt yang OK dan yang scrap,
untuk direcycle kembali.
h. Storage adalah tempat penyimpanan palet-palet yang berisi lembaran felt
sesuai dengan jenis dan gramasenya.
2. Proses produksi finish good
a. Persiapan material merupakan proses pengambilan lembaran felt dari
gudang untuk dikeluarkan ke line berikutnya.

27
b. Oven hard merupakan proses pemanasan dari lembarn felt hard dengan
seting waktu dan suhu yang sudah ditentukan agar lembaran felt tersebut
bisa dibentuk sesuai dengan yang diharapkan.
c. Press Forming hard adalah proses pembentukan dari material yang sudah
dipanaskan dengan menggunakan dies yang sudah ditentukan.
d. Glue spray adalah pelapisan material hard yang sudah dibentuk
menggunakan adhesive.
e. Pemanasan septum merupakan proses pemanasan septum dengan
mengguanakan meja heater agar bisa dibentuk sesuai dengan yang telah
ditentukan.
f. Press hard + septum merupakan proses perekatan dan pembentukan septum
dengan felt hard hasil dari press forming hard.
g. Trim 1 merupakan proses pemotongan produk proses sebelumya
menggunakan dies. Dalam proses ini selain mendapatkan produk untuk
proses selanjutnya juga menghasilkan recycle felt dan scrap dari sisa-sisa
potongan kecilnya.
h. Glue spray merupakan proses pelapisan adhesive produk hasil dari trim 1
i. Oven soft merupakan proses pemanasan lembaran felt soft dengan seting
waktu dan suhu yang sudah ditentukan.
j. Press forming hard+septum+soft merupakan penggabungan produk hasil
trim 1 yang sudah dilapisi adhesive dengan material felt soft yang sudah
dipanaskan menggunakan dies yang sudah ditentukan.
k. Final trim adalah proses pemotongan produk dari proses sebelumya (press
forming hard+septum+soft) menjadi produk jadi. Dalam proses ini selain
mengasilkan produk jadi juga menghasilkan recycle felt dan scrap.
l. Assembly merupakan proses pemasangan komponen-komponen yang
dibutuhkan dalam produk hasil final trim.
m. Final inspection merupakan proses pengecekan part 100% terhadap produk
produk jadi yang sudah dilakukan perakitan komponen.
n. Packing merupakan proses pengepakan produk jadi yang sudah dilakukan
pengecekan dan dinyatakan part OK dengan penempelan kanban dan QC
pass pada palet packingnya.
o. Pulling merupakan proses penarikan part finish good dari area produksi
untuk dilakukan penyimpanan di gudang.

28
p. Storage merupakan tempat penyimpanan produk finish good dalam lokasi
yang sudah ditentukan.
q. Quality predelivery merupakan pengecekan ulang produk yang sudah
dipersiapkan dari gudang sebelum dilakukanya pengiriman ke pelanggan,
untuk menjamin produk yang dikirim sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
4.3.2 Identifikasi potensi kegagalan proses produksi highgrade A
Tabel 4.1 Identifikasi mode kegagalan produk

PROSES POTENSI KEGAGALAN


-Raw material tidak sesuai dengan spesifikasi
Receiving material
-Raw material rusak saat pengiriman
-Terjadi kerusakan saat penyimpanan
Storage raw material
-Raw material terlalu lama tersimpan
-Terjadi kesalahan jenis Raw material
Prepare raw material -Terjadi kerusakan saat proses prepare
-Terjadi kekurangan kebutuhan produksi
-Terjadi kesalahan komposisi Raw material
Mixing
-Masuknya benda asing kedalam mixing
Forming -Lembaran kurang terbentuk
-Lembaran felt tidak matang sempurna
Oven -Lembaran felt banyak kotoran
-Lembaran felt terlalu matang
-Ukuran tidak standart
-Berat tidak standart
Cuting
-Lembaran Felt rusak
-Pemotongan tidak sempurna
-Tercampurnya material yang berbeda
spesifikasinya
Storage raw material
-Lembar felt terlalu lama tersimpan
-Terjadi kerusakan lembar felt saat penyimpanan
-Terjadi kesalahan material
Prepare material -Terjadi kekurangan material
-Terjadi kerusakan material
-Material rusak
-Material terlalu matang (gosong)
Oven haed
-Material kurang panas
-Kesalahan material

29
PROSES POTENSI KEGAGALAN
-Produk tidak terbentuk
Press forming hard+trim -Pounch dies aus / produk tidak terpotong
-Produk rusak
-Pemberian adheshive tidak sesuai dengan
Glue spray robot
bagianya
Preheat septum -Lembar septum kurang matang
  -Lembar septum terlalu matang / rusak
-Penempatan /seting produk tidak sesuai kontur
Press hard+septum dies
-Produk rusak / septum pecah/sobek
-Pounch dies aus / produk tidak terpotong
Trim 1
-Hole produk melenceng
-Pemberian adheshive tidak sesuai dengan
Glue spray
bagianya
material rusak
-Material terlalu matang (gosong)
Oven soft
-Material kurang panas
-Kesalahan material
-Penempatan /seting produk tidak sesuai kontur
Press hard+septum+soft dies
-Produk rusak
-Pounch dies aus / produk tidak terpotong
-Hole produk melenceng
Final trim
-Hole / slite tidak terpotong
-Ada bagian produk yang tidak menempel
-Fastener / label tidak terpasang
-Fastener / label terbalik
Assembly -Ukuran fastener salah
-Label salah
-Staples tidak terkunci sempurna
-Berat produk diluar standart
Inspection
-Appearance produk NG
-Kesalahan jumlah packing
Packing
-Misspacking / tercampurnya part NG
-Terjadi kerusakan produk saat proses pulling
Pulling
-Misspulling / salah produk WIP yang diambil

30
PROSES POTENSI KEGAGALAN
-Produk tercampur
Storage finish good -Produk rusak saat penyimpanan
-Produk tidak FIFO
-Produk NG
Q-Gate and Repacking
-Kuantity produk tidak sesuai
-Produk tidak sesuai dengan surat jalan
Delivery
-Produk tidak ada identitas
Data tersebut diatas diperoleh dari hasil pengamatan dan observasi langsung
dilapangan mulai dari proses kedatangan material sampai dengan proses pengiriman
dari proses produksi highgrade A.
4.3.3 Pembobotan nilai severity
Tabel 4.2 Pembobotan nilai severity
NILAI
PROSES POTENSI KEGAGALAN AKIBAT POTENSIAL KEGAGALAN SEVERITY
(S)

Incoming Raw material tidak sesuai dengan spesifikasi Tidak bisa digunakan untuk produksi 8
material Raw material rusak saat pengiriman Tidak bisa digunakan untuk produksi 7

Storage raw Terjadi kerusakan saat penyimpanan Tidak bisa digunakan untuk produksi 6
material Raw material terlalu lama tersimpan Tidak bisa digunakan untuk produksi 7

Terjadi kesalahan jenis Raw material Tidak bisa digunakan untuk produksi 8
Prepare raw
Terjadi kerusakan saat proses prepare Tidak bisa digunakan untuk produksi 3
material
Terjadi kekurangan kebutuhan produksi Poduksi tidak bisa membuat produk 3

terjadi kesalahan komposisi Raw material Produk NG 7


Mixing
masuknya benda asing kedalam mixing Roll mesin akan rusak 9

Forming Lembaran kurang terbentuk Produk NG dan di recycle 7

Finis Good yang dihasilkan mengembang, menambah 5


Lembaran felt tidak matang sempurna
waktu untuk rework produk

Oven heat Lembaran felt banyak kotoran Finis Good yang dihasilkan kotor 5

Dengan suhu Oven standart akan menghasilkan produk 5


Lembaran felt terlalu matang
FG yang gosong

Ukuran tidak standart Lembar felt NG dan direcycle 6

Berat tidak standart Lembar felt NG dan direcycle 6

Cuting Cuting aus Lembar felt rusak 5

Sisa potongan felt masuk ke bagian bawah Oven RUL 6


Pemotongan tidak sempurna
yang berpotensi kebakaran

Operator kesusahan dalam prepare 3


Tercampurnya material yang berbeda spesifikasinya
FIFO material tidak akan berjalan 3
Material storage
terjadi kerusakan lembar felt saat penyimpanan Material tidak bisa digunakan pada proses berikutnya 5

Terjadi kesalahan material Produk finish Good NG 7

prepare material Terjadi kekurangan material Tidak bisa memproduksi produk 2

Terjadi kerusakan material Tidak bisa digunakan dan direcycle 5

31
NILAI
PROSES POTENSI KEGAGALAN AKIBAT POTENSIAL KEGAGALAN
SEVERITY

Penempatan material tidak sesui Bagian material tidak matang 5

Oven hard Suhu oven tidak stabil Material kurang panas/overheat 5

Kesalahan material Produk finish Good NG 8

Seting material di dies tidak tepat Produk overcut 3


Press forming
produk tidak terpotong sempurna 4
hard+trim Pounch dies aus
Menambah CT proses 2

Perbaikan Teacing robot Ada bagian part yang tidak terkena Melt 6
Glue spray robot
Nosle Spray gun bermasalah Penyemprotan tidak sempurna 5

Suhu Table heater tidak stabil Septum(Evac) pecah 6


Preheat septum
Pemanggangan terlalu lama Septum(Evac) lumer 8

Press Seting produk tidak sesuai kontur dies Produk melenceng 8


hard+septum Dies panas (over heat) Produk lengket di dies 4

Pounch dies aus Produk tidak terpotong sempurna 5


Trim 1

Penempatan produk di dies tidak tepat Produk melenceng 7

Penyemprotan terlalu tipis Produk mengelupas 5


Glue spray
Nosle Spray gun bermasalah Penyemprotan tidak sempurna 6

Penempatan material tidak sesui Bagian material tidak matang 6

Oven soft Suhu oven tidak stabil Material kurang panas/overheat 5

Kesalahan material Produk finish Good NG 8


Press Penempatan /seting produk tidak sesuai kontur dies Produk melenceng 5
hard+septum+so
Dies panas (over heat) Produk terkelupas / tidak menempel 5
ft

Seting produk di dies tidak tepat Part melenceng 7

Final trim
Pounch dies aus Hole/slit tidak terpotong 5

Penyumbatan di lubang dies Hole/slit tidak terpotong 5

Fastener / label tidak terpasang Produk NG dan banyak part rework 6

Fastener / label terbalik Produk NG dan banyak part rework 6

Assembly Ukuran fastener salah Produk NG dan banyak part rework 6

Label salah Produk NG dan banyak part rework 6

Staples tidak terkunci sempurna Produk NG dan banyak part rework 6

Berat produk diluar standart Produk NG dan bisa diperbaiki ulang 8


Inspection
Appearance produk NG Produk NG dan banyak part rework 8

Packing Produk rusak saat packing Produk NG dan banyak part rework 6

Pulling Terjadi kerusakan produk saat proses pulling Produk NG dan banyak part rework 6

Storage finish Produk tercampur FIFO produk tidak berjalan 4


good Produk rusak saat penyimpanan Produk NG 6

Q-Gate and Produk NG saat repacking Terkirim ke customer 8


Repacking kuantity produk tidak sesuai Klaim customer 8

Produk tidak sesuai dengan surat jalan Kesalahan pengiriman barang 8


Delivery
Produk tidak ada identitas Produk tidak sesuai dengan keinginan customer 8

32
4.3.4 Pembobotan nilai occurance
Tabel 4.3 Pembobotan nilai occurance
NILAI
NILAI
PROSES POTENSI KEGAGALAN AKIBAT POTENSIAL KEGAGALAN SEVERITY PENYEBAB POTENSIAL KEGAGALAN
OCCURANCE (O)
(S)

Incoming Raw material tidak sesuai dengan spesifikasi Tidak bisa digunakan untuk produksi 8 Kesalahan pengiriman dari suplier 1
material Raw material rusak saat pengiriman Tidak bisa digunakan untuk produksi 7 Kesalahan prosedur pengiriman dari suplier 2

Storage raw Terjadi kerusakan saat penyimpanan Tidak bisa digunakan untuk produksi 6 Terkena air selama penyimpanan 3
material Raw material terlalu lama tersimpan Tidak bisa digunakan untuk produksi 7 Tidak mengikuti FIFO 3

Terjadi kesalahan jenis Raw material Tidak bisa digunakan untuk produksi 8 Identitas kurang jelas 3
Prepare raw
Terjadi kerusakan saat proses prepare Tidak bisa digunakan untuk produksi 3 Kesalahan prosedur pengiriman warehouse 2
material
Terjadi kekurangan kebutuhan produksi Poduksi tidak bisa membuat produk 3 Stok raw material habis 5

terjadi kesalahan komposisi Raw material Produk NG 7 Kesalahan presentase penimbangan raw 3
Mixing material
masuknya benda asing kedalam mixing Roll mesin akan rusak 9 Kualitas raw material kurang 3

Forming Lembaran kurang terbentuk Produk NG dan di recycle 7 Komposisi raw material saat mixing kurang baik 3

Finis Good yang dihasilkan mengembang, menambah Kualitas raw material kurang 4
Lembaran felt tidak matang sempurna 5
waktu untuk rework produk Saringan oven kotor 6

Oven heat Lembaran felt banyak kotoran Finis Good yang dihasilkan kotor 5 Kualitas raw material kurang 5

Dengan suhu Oven standart akan menghasilkan produk 5 3


Lembaran felt terlalu matang Suhu burner oven tidak stabil
FG yang gosong

Ukuran tidak standart Lembar felt NG dan direcycle 6 Kesalahan saat seting ukuran material 3

Berat tidak standart Lembar felt NG dan direcycle 6 Kesalahan saat seting gramase material 3

Cuting Cuting aus Lembar felt rusak 5 Lama pemakaian 3

Sisa potongan felt masuk ke bagian bawah Oven RUL Cuter pemotong tumpul 3
Pemotongan tidak sempurna 6
yang berpotensi kebakaran Sliter pemotong tumpul 3

Operator kesusahan dalam prepare 3 Area penyimpanan kurang 6


Tercampurnya material yang berbeda spesifikasinya
FIFO material tidak akan berjalan 3 Area penyimpanan kurang 6
Material storage
Terkena air hujan saat penyimpanan 3
terjadi kerusakan lembar felt saat penyimpanan Material tidak bisa digunakan pada proses berikutnya 5
Terkontaminasi benda asing 2

Terjadi kesalahan material Produk finish Good NG 7 Identitas material kurang jelas 4

prepare material Terjadi kekurangan material Tidak bisa memproduksi produk 2 Kesalahan planing PPIC 5

Terjadi kerusakan material Tidak bisa digunakan dan direcycle 5 Proses prepare material kurang baik 2
5 Bagian ujung/pangkal material tidak terkena hembusan panas 4
Penempatan material tidak sesui Bagian material tidak matang oven

Termokople oven bermasalah 3


Oven hard Suhu oven tidak stabil Material kurang panas/overheat 5
Saringan sirkulasi oven kotor 4

Kesalahan material Produk finish Good NG 8 Identitas material kurang jelas 4

Seting material di dies tidak tepat Produk overcut 3 Kesalahan ukuran material 3
Press forming
produk tidak terpotong sempurna 4 Lama pemakaian 5
hard+trim Pounch dies aus
Menambah CT proses 2 Pemotongan manual 4

33
NILAI NILAI
PROSES POTENSI KEGAGALAN AKIBAT POTENSIAL KEGAGALAN PENYEBAB POTENSIAL KEGAGALAN
SEVERITY OCCURANCE (O)

Perbaikan Teacing robot Ada bagian part yang tidak terkena Melt 6 Teaching awal kurang tepat 3
Glue spray robot
Nosle Spray gun bermasalah Penyemprotan tidak sempurna 5 Ada kotoran masuk 3

Suhu Table heater tidak stabil Septum(Evac) pecah 6 Termokople meja heater bermasalah 2
Preheat septum
Pemanggangan terlalu lama Septum(Evac) lumer 8 Suhu meja heater tida rata 3

Seting produk tidak sesuai kontur dies Produk melenceng 8 Operator belum mengetahui datum point saat 3
Press
seting produk
hard+septum Dies panas (over heat) Produk lengket di dies 4 Chiller mesin panas 7

Lama pemakaian 3
Pounch dies aus Produk tidak terpotong sempurna 5
Trim 1 Kerataan mesin kurang bagus 2

Penempatan produk di dies tidak tepat Produk melenceng 7 Operator belum mengetahui datum point saat 3
seting produk
Penyemprotan terlalu tipis Produk mengelupas 5 Semburan spray gun melt kurang baik 3
Glue spray
Nosle Spray gun bermasalah Penyemprotan tidak sempurna 6 Ada kotoran masuk 3
6 Bagian ujung/pangkal material tidak terkena hembusan panas 4
Penempatan material tidak sesui Bagian material tidak matang oven

Termokople oven bermasalah 3


Oven soft Suhu oven tidak stabil Material kurang panas/overheat 5
Saringan sirkulasi oven kotor 4

Kesalahan material Produk finish Good NG 8 Identitas material kurang jelas 4


Press Penempatan /seting produk tidak sesuai kontur dies Produk melenceng 5 Operator terburu-buru saat seting produk 5
hard+septum+so
Dies panas (over heat) Produk terkelupas / tidak menempel 5 Chiller mesin panas 9
ft
Produk sudah melenceng saat proses sebelumnya 2
Seting produk di dies tidak tepat Part melenceng 7
Operator belum mengetahui datum point saat 3
Final trim seting produk
Pounch dies aus Hole/slit tidak terpotong 5 Lama pemakaian 3

Penyumbatan di lubang dies Hole/slit tidak terpotong 5 Operator tidak teratur dalam pengambilan scrap 5

Fastener / label tidak terpasang Produk NG dan banyak part rework 6 Jumping proses 3

Fastener / label terbalik Produk NG dan banyak part rework 6 Tidak mematuhi Instruksi kerja 2

Assembly Ukuran fastener salah Produk NG dan banyak part rework 6 Kesalahan saat persiapan material 2

Label salah Produk NG dan banyak part rework 6 Label tercampur 3

Staples tidak terkunci sempurna Produk NG dan banyak part rework 6 Jig staples rusak 4

Berat produk diluar standart Produk NG dan bisa diperbaiki ulang 8 Material tidak sesuai standart 2
Inspection
Appearance produk NG Produk NG dan banyak part rework 8 Kesalahan saat proses produksi 4

Packing Produk rusak saat packing Produk NG dan banyak part rework 6 Cara packing tidak sesuai Instruksi kerja 3

Pulling Terjadi kerusakan produk saat proses pulling Produk NG dan banyak part rework 6 Proses puling kurang berhati-hati 3

Storage finish Produk tercampur FIFO produk tidak berjalan 4 Area penyimpanan kurang 3
good Produk rusak saat penyimpanan Produk NG 6 Terpapar benda asing 2

Q-Gate and Produk NG saat repacking Terkirim ke customer 8 Cara packing tidak sesuai Instruksi kerja 2
Repacking kuantity produk tidak sesuai Klaim customer 8 Misspacking 2

Produk tidak sesuai dengan surat jalan Kesalahan pengiriman barang 8 Misspacking 1
Delivery
Produk tidak ada identitas Produk tidak sesuai dengan keinginan customer 8 Kesalahan part saat pengangkutan 1

34
4.3.5 Pembobotan nilai detection dan nilai RPN
Tabel 4.4 Pembobotan nilai detection dan nilai RPN
NILAI
NILAI NILAI RPN
PROSES POTENSI KEGAGALAN AKIBAT POTENSIAL KEGAGALAN SEVERITY PENYEBAB POTENSIAL KEGAGALAN KONTROL PROSES YANG DILAKUKAN
OCCURANCE (O) DETECTION (D)
(S)

Raw material tidak sesuai dengan spesifikasi Tidak bisa digunakan untuk produksi 8 Kesalahan pengiriman dari suplier 1 3 24
Incoming material Check sampling kedatangan material
Raw material rusak saat pengiriman Tidak bisa digunakan untuk produksi 7 Kesalahan prosedur pengiriman dari suplier 2 2 28
Terjadi kerusakan saat penyimpanan Tidak bisa digunakan untuk produksi 6 Terkena air selama penyimpanan 3 pengecekan area penyimpanan 3 54
Storage raw material
Raw material terlalu lama tersimpan Tidak bisa digunakan untuk produksi 7 Tidak mengikuti FIFO 3 pengecekan area penyimpanan 3 63
Terjadi kesalahan jenis Raw material Tidak bisa digunakan untuk produksi 8 Identitas kurang jelas 3 Pengelompokan Raw material sesuai 2 48
jenisnya
Prepare raw material Terjadi kerusakan saat proses prepare Tidak bisa digunakan untuk produksi 3 Kesalahan prosedur pengiriman warehouse 2 Retraining operator 4 24
Terjadi kekurangan kebutuhan produksi Poduksi tidak bisa membuat produk 3 Stok raw material habis 5 Kontrol stok 4 60
terjadi kesalahan komposisi Raw material Produk NG 7 Kesalahan presentase penimbangan raw material 3 Retraining operator 4 84
Mixing
masuknya benda asing kedalam mixing Roll mesin akan rusak 9 Kualitas raw material kurang 3 Visual kontrol 2 54
Forming Lembaran kurang terbentuk Produk NG dan di recycle 7 Komposisi raw material saat mixing kurang baik 3 Visual kontrol 3 63
Finis Good yang dihasilkan mengembang, menambah Kualitas raw material kurang 4 Visual kontrol 3 60
Lembaran felt tidak matang sempurna 5
waktu untuk rework produk Saringan oven kotor 6 Klining 2kali 1minggu 2 60
Oven heat Lembaran felt banyak kotoran Finis Good yang dihasilkan kotor 5 Kualitas raw material kurang 5 Visual kontrol 3 75
Dengan suhu Oven standart akan menghasilkan produk FG Visual kontrol 3 45
Lembaran felt terlalu matang 5 Suhu burner oven tidak stabil 3
yang gosong Pengaturan suhu oven 3 45
Ukuran tidak standart Lembar felt NG dan direcycle 6 Kesalahan saat seting ukuran material 3 Kontrol ukuran 3 54
Berat tidak standart Lembar felt NG dan direcycle 6 Kesalahan saat seting gramase material 3 Penimbangan 3 54
Cuting Cuting aus Lembar felt rusak 5 Lama pemakaian 3 Spare part penggantian 2 30
Sisa potongan felt masuk ke bagian bawah Oven RUL yang Cuter pemotong tumpul 3 Visual kontrol 4 72
Pemotongan tidak sempurna 6
berpotensi kebakaran Sliter pemotong tumpul 3 Visual kontrol 4 72
Operator kesusahan dalam prepare 3 Area penyimpanan kurang 6 Check area penyimpanan 4 72
Tercampurnya material yang berbeda spesifikasinya
FIFO material tidak akan berjalan 3 Area penyimpanan kurang 6 Check area penyimpanan 4 72
Material storage
Terkena air hujan saat penyimpanan 3 Check area penyimpanan 4 60
terjadi kerusakan lembar felt saat penyimpanan Material tidak bisa digunakan pada proses berikutnya 5
Terkontaminasi benda asing 2 Check area penyimpanan 4 40
Terjadi kesalahan material Produk finish Good NG 7 Identitas material kurang jelas 4 Kanban produksi 2 56
prepare material Terjadi kekurangan material Tidak bisa memproduksi produk 2 Kesalahan planing PPIC 5 Kontrol stok 2 20
Terjadi kerusakan material Tidak bisa digunakan dan direcycle 5 Proses prepare material kurang baik 2 Retraining operator 4 40
Penempatan material tidak sesui Bagian material tidak matang 5 Bagian ujung/pangkal material tidak terkena hembusan panas oven 4 Marking posisi material berdasarkan IK 2 40
Termokople oven bermasalah 3 Thermo kontrol 5 75
Oven hard Suhu oven tidak stabil Material kurang panas/overheat 5
Saringan sirkulasi oven kotor 4 Klining rutin tiap minggu 2 40
Kesalahan material Produk finish Good NG 8 Identitas material kurang jelas 4 Kanban produksi, Visual 2 64
Seting material di dies tidak tepat Produk overcut 3 Kesalahan ukuran material 3 Visual kontrol 3 27
Press forming
produk tidak terpotong sempurna 4 Lama pemakaian 5 Repair dies 4 80
hard+trim Pounch dies aus
Menambah CT proses 2 Pemotongan manual 4 Visual kontrol 3 24

35
NILAI NILAI NILAI RPN
PROSES POTENSI KEGAGALAN AKIBAT POTENSIAL KEGAGALAN PENYEBAB POTENSIAL KEGAGALAN KONTROL PROSES YANG DILAKUKAN
SEVERITY OCCURANCE (O) DETECTION (D)

Perbaikan Teacing robot Ada bagian part yang tidak terkena Melt 6 Teaching awal kurang tepat 3 Visual kontrol 3 54
Glue spray robot
Nosle Spray gun bermasalah Penyemprotan tidak sempurna 5 Ada kotoran masuk 3 Visual kontrol 3 45
Suhu Table heater tidak stabil Septum(Evac) pecah 6 Termokople meja heater bermasalah 2 Thermo kontrol 5 60
Preheat septum
Pemanggangan terlalu lama Septum(Evac) lumer 8 Suhu meja heater tida rata 3 Visual kontrol 3 72
Seting produk tidak sesuai kontur dies Produk melenceng 8 Operator belum mengetahui datum point saat seting 3 Marking pada kritikal datum 3 72
Press hard+septum produk
Dies panas (over heat) Produk lengket di dies 4 Chiller mesin panas 7 Pemberian silikon saat mulai lengket 3 84
Lama pemakaian 3 Visual kontrol 3 45
Pounch dies aus Produk tidak terpotong sempurna 5
Trim 1 Kerataan mesin kurang bagus 2 Preventive Maintenance 2 20
Penempatan produk di dies tidak tepat Produk melenceng 7 Operator belum mengetahui datum point saat seting 3 Marking pada kritikal datum 3 63
produk
Penyemprotan terlalu tipis Produk mengelupas 5 Semburan spray gun melt kurang baik 3 Visual kontrol 3 45
Glue spray
Nosle Spray gun bermasalah Penyemprotan tidak sempurna 6 Ada kotoran masuk 3 Visual kontrol 3 54
Penempatan material tidak sesui Bagian material tidak matang 6 Bagian ujung/pangkal material tidak terkena hembusan panas oven 4 Marking posisi material berdasarkan IK 2 48
Termokople oven bermasalah 3 Thermo kontrol 5 75
Oven soft Suhu oven tidak stabil Material kurang panas/overheat 5
Saringan sirkulasi oven kotor 4 Klining rutin tiap minggu 2 40
Kesalahan material Produk finish Good NG 8 Identitas material kurang jelas 4 Kanban produksi, Visual 2 64
Press Penempatan /seting produk tidak sesuai kontur dies Produk melenceng 5 Operator terburu-buru saat seting produk 5 Review proses 3 75
hard+septum+soft Dies panas (over heat) Produk terkelupas / tidak menempel 5 Chiller mesin panas 9 pemasangan chiller dan blower 3 135
Produk sudah melenceng saat proses sebelumnya 2 Pengecekan dengan Checking Fixture 5 70
Seting produk di dies tidak tepat Part melenceng 7
Operator belum mengetahui datum point saat seting 3 Pengarahan / training dari leader 4 84
Final trim produk
Pounch dies aus Hole/slit tidak terpotong 5 Lama pemakaian 3 Visual kontrol 3 45
Penyumbatan di lubang dies Hole/slit tidak terpotong 5 Operator tidak teratur dalam pengambilan scrap 5 Pengambilan scrap setiap kali press 3 75
Fastener / label tidak terpasang Produk NG dan banyak part rework 6 Jumping proses 3 Pengarahan / training dari leader 4 72
Fastener / label terbalik Produk NG dan banyak part rework 6 Tidak mematuhi Instruksi kerja 2 Pengarahan / training dari leader 4 48
Assembly Ukuran fastener salah Produk NG dan banyak part rework 6 Kesalahan saat persiapan material 2 Visual kontrol 3 36
Label salah Produk NG dan banyak part rework 6 Label tercampur 3 Visual kontrol 3 54
Staples tidak terkunci sempurna Produk NG dan banyak part rework 6 Jig staples rusak 4 Visual kontrol 3 72
Berat produk diluar standart Produk NG dan bisa diperbaiki ulang 8 Material tidak sesuai standart 2 Penimbangan part awal, tengah, akhir 2 32
Inspection produksi
Appearance produk NG Produk NG dan banyak part rework 8 Kesalahan saat proses produksi 4 Visual kontrol 3 96
Packing Produk rusak saat packing Produk NG dan banyak part rework 6 Cara packing tidak sesuai Instruksi kerja 3 Review proses 4 72
Pulling Terjadi kerusakan produk saat proses pulling Produk NG dan banyak part rework 6 Proses puling kurang berhati-hati 3 Pengarahan / training dari leader 4 72
Produk tercampur FIFO produk tidak berjalan 4 Area penyimpanan kurang 3 Kontrol stok 2 24
Storage finish good
Produk rusak saat penyimpanan Produk NG 6 Terpapar benda asing 2 Check area penyimpanan 4 48
Produk NG saat repacking Terkirim ke customer 8 Cara packing tidak sesuai Instruksi kerja 2 Pengarahan / training dari leader 4 64
Q-Gate and Repacking
kuantity produk tidak sesuai Klaim customer 8 Misspacking 2 Check quantity sebelum delivery 2 32
Produk tidak sesuai dengan surat jalan Kesalahan pengiriman barang 8 Misspacking 1 Check produk sebelum delivery 2 16
Delivery
Produk tidak ada identitas Produk tidak sesuai dengan keinginan customer 8 Kesalahan part saat pengangkutan 1 Check produk sebelum delivery 2 16

36
Dari tabel diatas bisa dilihat bahwa proses press hard+septum+soft memiliki nilai
RPN tertinggi pada kegagalan dies panas. Sehingga perlu dilakukan perbaikan dengan segera.
Dari diagram fishbone diketahui bahwa penyebab produk terkelupas adaah karena
beberapa faktor dari faktor mesin, manusia, metode dan material.

4.4 Analisa 5W + 2H
Tabel 4.5 analisa 5W + 2H
What Where Why (akar permasalahan)
When (waktu Who
(defect (sumber Faktor How (usulan perbaikan)
kejadian) Penyebab defect (PIC)
apa) defect) penyebab
Selama proses Produk Proses Manusia Kurang training Dalam setiap minggu rutin Produksi
press hard terkelupas pendingin dilakukan pertemuan semua
+evac + soft an produk leader dan operator
kurang
baik Material Kualitas Raw material dibuatkan rencana audit suplier Eng.
kurang baik rutin
Metode Pemotongan saat Penambahan meja pendinginan Eng.
produk masih panas sebelum pemotongan

Mesin / Kapasitas mesin Reskedul plan produksi PPIC


tool chiller kurang highgrade dilaakukan diawal
Kegiatan Klining mesin Chiller Mtc
dan saluran lebih diintensifkan

Bagian part kurang Check kembali clearance dies Eng


mendapatkan tekanan dengan standart ketebalan
saat press produk
Belum adanya Pembuatan planing cleaning Produksi
planing cleaning dies
4.5 Perhitungan Biaya
Pada penelitian ini dapat dihitung hasil dari proses yang ditimbulkan karena adanya
defect terkelupas pada produk highgrade A, sehingga harus dilakukan perbaikan atau
reworkpada produk tersebut. Dalam pengerjaan rework dibutuhkan waktu selama 60 detik
untuk 1 piece produk. Dalam pengerjaan rework dilakukan pada jam over time dikarenakan
operator yang terbatas. Berikut perhitungan biaya reworksebagai berikut:
Jumlah unit defect x lama rework per piece
Waktu yang dibutuhkan (jam) ¿
3.600 detik
GP
Biaya lembur 1 jam¿
173
Rp . 4.526 .000
Biaya lembur 1 jam ¿ = Rp. 26.162
173

37
Dalam satu hari perusahaan menetapkan karyawan tidak boleh menjalankan lembur
lebih dari 3 jam pada hari kerja. Perhitungan upah lembur perusahaan juga sudah
menggunakan perhitungan jam berjalan yaitu 1,5x upah perjam pada jam pertama lembur
dan 2x upah perjam pada jam seterusnya.
Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan setiap kali over time sebanyak 3 orang, yaitu
satu orang produksi, satu orang quality dan satu orang warehouse.
Material yang dibutuhkan untuk melakukan perbaikan adalah glue stik, kebutuhan
untuk satu piece part rework rata-rata satu batang. Harga glue stik perbatang sebesar tiga
ratus rupiah. Sehingga besar biaya materialnya adalah jumlah part rework x Rp.300.
Total biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan perbaikan produk bisa
dirumuskan dengan jumlah biaya tenaga kerja ditambah dengan jumlah biaya material yang
dibutuhkan.

1. Perhitungan biaya rework produk terkelupas bulan Agustus

175 x 60 detik
Waktu yang dibutuhkan (jam) ¿ = 1,9 jam = 2 jam
3.600 detik
Tabel 4.6 jumlah jam lembur sebelum perbaikan bulan Agustus
Jam upah lembur
Hari ke-
lembur jam ke-1 jam ke-2 jam ke-3
1 2 1,5x 2x  
TOTAL 3,5x

# Biaya tenaga kerja yang dibutuhkan untuk rework = (3,5 jam x Rp.26.162) x 3 orang

= Rp. 274.700

# Biaya material yang dikeluarkan = 175 pcs x Rp.300

= Rp. 52.000

Total biaya yang dikeluarkan = Rp. 274.700 + Rp. 52.000

= Rp. 326.700

38
2. Perhitungan biaya rework produk terkelupas bulan September

301 x 60 detik
Waktu yang dibutuhkan (jam) ¿ = 2,9 jam = 3 jam
3.600 detik

Tabel 4.7 jumlah jam lembur sebelum perbaikan bulan September


Jam upah lembur
Hari ke-
lembur jam ke-1 jam ke-2 jam ke-3
1 3 1,5x 2x 2x
TOTAL 5,5x

# Biaya tenaga kerja yang dibutuhkan untuk rework = ( 5,5jam x Rp.26.162) x 3 orang

= Rp.431.700

# Biaya material yang dikeluarkan = 301 pcs x Rp.300

= Rp. 90.300

Total biaya yang dikeluarkan = Rp. 431.700 + Rp. 90.300

= Rp. 522.000

3. Perhitungan biaya rework produk terkelupas bulan Oktober

521 x 60 detik
Waktu yang dibutuhkan (jam) ¿ = 8,6 jam = 9 jam
3.600 detik
Tabel 4.8 jumlah jam lembur sebelum perbaikan bulan Oktober
Jam upah lembur
Hari ke-
lembur jam ke-1 jam ke-2 jam ke-3
1 3 1,5x 2x 2x
2 3 1,5x 2x 2x
3 3 1,5x 2x 2x
TOTAL 16,5x

# Biaya tenaga kerja yang dibutuhkan untuk rework = ( 16,5 jam x Rp.26.162) x 3 orang

= Rp.1.295.000

39
# Biaya material yang dikeluarkan = 521 pcs x Rp.300

= Rp. 153.300

Total biaya yang dikeluarkan = Rp. 1.295.000 + Rp. 153.300

= Rp. 1.451.300

4.5.1 Cost setelah perbaikan


Di bulan November masih mengalami kenaikan untuk defect terkelupas dalam satu
bulan. Setelah dilakukan perbaikan dengan menerapkan beberapa usulan 5w+2h dari faktor
manusia dan dies terjadi penurunan defect pada bulan Desember 2018,diiringi terjadinya
penurunan cost akibat kualitas yang rendah. Berikut data hasil inspeksi pada bulan November
sampai bulan Desember 2018 dilihat pada tabel 4.7 dibawah.

Tabel 4.9 Data Inspeksi Part rework highgrade A bulan November dan Desember 2018
TOTAL PRODUKSI
6918 5262
(pcs)
PART REWORK PER JUMLAH
No BULAN
JENIS REWORK REWOR
.
Nov % Des % K (Pcs)
5,4
1 TERKELUPAS 588 8,5 286 874
4
0,0
2 MENGEMBANG 6 0 0 6
9
2,2 0,9
3 EVAC PECAH 158 50 208
8 5
Untuk mengetahui harga dari jumlah defect yang dialami produk dalam satu bulan di
bulan Desember yaitu:
286 x 60 detik
Waktu yang dibutuhkan (jam) ¿ = 4,8 jam = 5 jam
3.600 detik
Tabel 4.10 jumlah jam lembur setelah perbaikan bulan Desember 2018
Jam upah lembur
Hari ke-
lembur jam ke-1 jam ke-2 jam ke-3
1 3 1,5x 2x 2x
2 2 1,5x 2x  
TOTAL 9x

40
# Biaya tenaga kerja yang dibutuhkan untuk rework = ( 9 jam x Rp.26.162) x 3 orang

= Rp.706.400

# Biaya material yang dikeluarkan = 286 pcs x Rp.300

= Rp. 85.800

Total biaya yang dikeluarkan = Rp. 706.400 + Rp. 85.800

= Rp. 792.200

Tabel 4.11Result Cost Defect terkelupas produk highgrade A

N SEBELUM PERBAIKAN SETELAH PERBAIKAN


o BULAN BIAYA (Rp) BULAN BIAYA (Rp)
1 AGUSTUS 326.700 DESEMBER 792.200

2 SEPTEMBER 522.000    

3 NOVEMBER 1.451.300    

Dari tabel 4.11 dapat dilihat terjadi penurunan biaya yang cukup signifikan pada bulan
Desember 2018 setelah diterapkan usulan perbaikan berdasarkan analisis 5w + 2h.

41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan tahapan yang sudah dilakukan pada tahap annalisa sebagai usulan
perbaikan untuk mengurangi tingkat defect pada produksi part Highgrade A dengan
menggunakan metode FMEA. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
yaitu sebagai berikut :
1. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penyebab utama sering terjadinyadefect
terkelupas pada produk highgrade A adalah diesyang sudah panas.
2. Analisa yang telah dilakukan dengan tahapan FMEA berdasarkan hasil dari diskusi
team, diperoleh hasil penilaianseverity, occurrencedan detection.Didapat hasil
penyebab potensial defect terkelupas yaitu dies sudah panas dengan nilai severity7,
nilai occurrance6 dan nilai detection 5. Diperoleh nilai RPN yaitu 210.
3. Diperoleh nilai RPN tertingi pada produk part highgrade yang disebabkan oleh
kapasitas mesin chiller yang kurang sehingga saat air sirkulasi dalam chiller tidak bisa
mendinginkan dies, produk saat dipress yang seharusnya mengalami cooling down
untuk perekatan hotmelt dies sudah panas. Sehingga diperlukan proses pendinginan di
luar setelah proses press soft, sehingga diharapkan terjadi pengurangan defect.
4. Cost yang ditimbulkan untuk proses rework pada partdefect terkelupasterjadi
kenaikan berturut-turut selama tiga bulan terakhir yaitu pada bulan Agustus 2018
hingga Oktober 2018. Biaya tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2016 yaitu sebesar
Rp. 863.346. Bulan November belum mengalami penurunan karena masih dalam
proses analisa. Penurunan defect terjadi pada bulan Desember setelah menerapkan
beberapa usulan.

42
5.2 Saran
Beberapa saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian di PT. Tuffindo Nittoku
Autoneum adalah sebagai berikut:
1. Karena biaya untuk penambahan mesin chiller sangat mahal, hal yang bisa dilakukan
yang lebih murah adalah dengan memaksimalkan proses cooling down part after
presssebelum dilakukan pemotongan.
2. Diperlukan pengujian adheshive lain yang bisa mempunyai daya rekat pada suhu
tinggi sebagai alternative pengganti.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Alfi Rizki (2016). Anallisa tingkat resiko kegagalan proses produksi pasted bag
kemasan semen dengan metode FMEA
2. Badariah Nurlailah dkk (2016). Penerapan metode Failure Motode and Effect analysis
(FMEA) dan Expert System (Sistem Pakar).
3. Dermott Mc dkk (2009). Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) sebagai tindakan
pencegahan pada kegagalan pengujian
4. Ellianto Dwi SM dkk (2015). Usulan penerapan learn six sigma, FMEA dan fuzzy
untuk meningkatkan kualitas produk botol sabun cair.
5. Gasperz, V (2014). Pedoman Implementasi Program SIX SIGMA Terintegrasi
Dengan ISO 9001:2000, MBNQA, dan HACCP. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka
Utama.
6. Gasperz, V. (2011). Total Quality Management Untuk Praktisi Bisnis dan Industri.
Bogor. PT. Niaga Swadaya.
7. Gasperz, V. (2012). All-In-One Management Toolbook. Bogor. PT.Gramedia Pustaka
Utama.
8. Ginting, R. (2007). Sistem Produksi.Yogyakarta. PT. Graha Ilmu.
9. Hasbullah Hasbullah dkk (2017). Analisis Kegagalan Proses Insulasi Pada Produksi
Automotive Wires (AW) Dengan Metode Failure Mode and effect Analysis (FMEA)
pada PT. JLC.
10. Parwati Indri C dan Sibarani Pranto J (2016). Analisis Pengendalian Kualitas Produk
Steel Pipes dan Tubulars Menggunakan Metode Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA) Pada PT. Dwi Sumber Arca Waja Batam.
11. Puspitasari NB (2014). Penggunaan FMEA dalam mengidentifikasi resiko kegagalan
proses produksi sarung ATM (Alat Tenun Mesin).
12.Tjandrawan Iskandar Denny (2005). Total Quality Management Dalam Upaya
Meningkatkan Mutu Produk Guna Menunjang Aktivitas Perusahaan.

44

Anda mungkin juga menyukai