Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS JURNAL

A. CRITICAL APPRAISAL

VALIDITY

 Desain

Penulis menggunakan penelitian retrospective cohort. Penelitian cohort suatu

penelitian yang berlangsung lama, dapat beruba observasi atau intervensi.

Validitas sutau jurnal tergantung dari hierarki desain studi, semakin tinggi maka

semakin valid. Studi cohort berada diposisi ketiga, dibawah systematic review dan

RCT. Studi cohort adalah jenis yang paling dianjurkan dalam menentukan

prognosis.

 Populasi dan Sampel

Peneliti tidak menjelaskan populasi dan sampel artikel yang diindentifikasi. Tidak

ada penjelasan berapa total artikel yang berhubungan dengan topik dan berapa

sampel akhirnya. Tidak ada keterangan pengumpulan dan penyeleksian artikel

dalam kurun waktu tertetu.

 Pengumpulan Sampel

Penulis juga tidak menyebutkan kriteria inklusi dan eksklusi dari artikel yang

dijadikan sampel.
IMPORTANCE

Pentingnya penelitian ini adalah peneliti membahas mengenai bukti ilmiah pengobatan

terkini pasien AA.Peneliti fokus pada pengobatan pasien AA dengan transplantasi stem

sel allogeneic dari donor HLA-matched siblingdan Horse anti-thymocyte globuline

(ATG) dengan cyclosporine A (CsA) atau anti-thymocyte globuline (ATG) kelinci

dengan cyclosporine A (CsA). Peneliti juga membahas penambahan agen pada anti-

thymocyte globuline (ATG) untuk memperbaiki kondisi pasien dengan AA.Harapannya

penelitian ini mampu memberi pandangan lebih jelas mengenai pengobatan AA saat ini

beserta tantangan dan manajemennya.

APPLICABILITY

1. Apakah hasil penelitian dapat diterapkan di Indonesia?

Pada review ini ada dua metode pengobatan pasien AA yaitu transplantasi stem sel

allogeneic dari donor HLA-matched sibling dan terapi imunosupresif

Menurut kami aplikasi transplantasi stem sel allogeneic dari donor HLA-matched

siblingmasih sulit dan menantang di Indonesia.Berdasarkan peneliti Indonesia

Hariman (2008) pada jurnalnya yang berjudul “The hematopoietic stem cell

transplantation in Indonesia: an unresolved dilemma” dan terbit di Bone Marrow

Transplantation dibawah Nature Journalmenyebutkan bahwa penerapan

transplantasi stem sel hematopoieticsudah dilakukan di Indonesia semenjak tahun

1996 namun gagal. Hal ini disebabkan karena jumlah pasien yang sedikit dan biaya

yang sangat mahal sehingga hanya bisa diraih beberapa kalangan tertentu, dan efek
samping yang muncul setelah transplantasi belum bisa ditangani.Selain itu, Indonesia

masih belum mampu mendirikan pusat transplantasi sendiri karena biaya

pengadaannya yang sangat mahal. Bahkan kegagalan transplantasi sel stem tersebut

dikarenakan memakan korban sehingga pemerintah menutup dini prakteknya. Untuk

itu, pada pasien yang akan menjalani transplantasi stem sel biasanya akan dirujuk ke

luar negeri.

Sementara itu untuk pengobatan yang kedua dengan terapiimunosupresif sangat

mungkin dilakukan di Indonesia karena terapi immunosupresif menggunakan obat-

obatan yang pengadaannya tidak semahal transplantasi stem sel allogeneic dari donor

HLA-matched sibling.

2. Apakah hasil penelitian ini dapat diaplikasikan ke pasien?

Hasil review penelitian ini bisa dijadikan dasar dalam manajemen pengobatan pasien

AA. Sudah banyak negara yang telah menerapkan transplantasi stem sel allogeneic

dari donor HLA-matched siblingseperti Amerika, Singapore, Taiwan dan Malaysia.

Pada penelitian juga menjelaskan bahwa transplantasi stem sel allogeneic dari donor

HLA-matched sibling menunjukkan outcome yang positif pada pasien berusia lanjut.

Dengan bukti ilmiah dari beberapa percobaan klinis maka ada kemungkinan bahwa

transplantasi tem sel allogeneic dari donor HLA-matched siblingbisa dilakukan pada

pasien berusia > 50 tahun.


Sementara itu, untukperkembangan terkini mengenai terapi immunosupresif

menunjukkan bahwa regimen standar Horse anti-thymocyte globuline (ATG) dengan

cyclosporine A (CsA) bisa digantikan dengan regimenanti-thymocyte globuline

(ATG) kelinci dengan cyclosporine A (CsA) hanya apabila regimen dari kuda (horse)

tidak tersedia.
ANALISIS PICO

1. PROBLEM

Anemia aplastic adalah sindroma klinik yang ditandai dengan fatty replacement dan

penurunan prekursor hematopoietic dari sumsum tulang, yang mana mengakibatkan

pancytopenia.Selama 4 dekade terakhir, pasien dengan anemia aplastic yang parah atau

sangat parah meninggal 1 hingga 2 tahun setelah didiagnosis karena infeksi yang fatal

atau komplikasi pendarahan. Namun, seiring berjalannya waktu ada pilihan pengobatan

terbaru untuk pasien yang memungkinkan peningkatan usia harapan hidup yaitu

transplantasi stem sel allogeneic dan terapi immunosupresif. Meskipun sudah ada

pengobatan yang menjanjikan, masih banyak tantangan dalam manajemen pasien AA

seperti kegagalan pasien dalam merespon pengobatan, kekambuhan, dan tidak

tersedianya donor untuk transplantasi. Sejauh ini masih sedikit review yang membahas

perkembangan terkini pengobatan AA dan menjelaskan pola baru pengobatan yang

mampu meningkatkan outcome pasien kedepannya. Untuk itu, peneliti berupaya

membahas hal ini.

2. INTERVENTION

Karena penelitian ini adalah penelitian review, maka peneliti tidak melakukan intervensi

apapun. Namun peneliti merangkum beberapa intervensi yang sudah diteliti seperti

nampak pada figure 1 yaitu 1) transplantasi stem sel allogeneic dan 2) terapi

imunosupresif.
3. COMPARISON

a. Perbandingan terapi terkini dengan konvensional

Sebelum munculnya transplantasi stem sel allogeneic dari donorHLA-matched sibling

dan terapi immunosupresif yang lebih relevan untuk pengobatan pasien AA, pengobatan

AA masih menggunakan androgen dosis tinggi dan transfusi darah yang mana memiliki

efektifitas yang rendah.

b. Perbandingan terapi imunosupresif menggunakan horse anti-thymocyte globuline

(ATG) dengan atau tanpa CsA

Setelah penemuan terapi imunosupresif dengan menggunakan horse anti-thymocyte

globuline (ATG), maka muncul banyak penelitian untuk menguji efektifitasnya.Penelitian


Stryckmans et.al (1984) menunjukkan bahwa pasien yang menjalani terapi

immunosupresif menggunakan kombinasi horse anti-thymocyte globuline (ATG) dan

CsA menunjukkan outcome yang baik selama 6 bulan daripada tanpa penambahan CsA.

Studi lain juga menunjukkan hal yang sama oleh (Marsh et.al, 1999; Rosenfeld et.al,

2003; dan Osugi et.al, 2007). Sehingga dapat disimpulkan bahwa horse anti-thymocyte

globuline (ATG) dan CsA sebagai standar terapi imunosupresif.

c. Perbandingan outcome pasien yang menjalani pengukuran beberapa biomarker

sebelum terapi imunosupresif

Pengukuran beberapa biomarker seperti absolute reticulocyte count dan absolute

lymphocyte count sebelum terapi imunosupresif menjadi indikator kesuksesan terapi

imunosupresif. Nilai yang tinggi dari absolute reticulocyte count dan absolute

lymphocyte countmeningkatkan respon terhadap terapi yang diberikan.

d. Perbandingan outcome pasien yang mendapatkan administrasi CsA yang cepat dan

lambat pada terapi imunosupresif menggunakan horse anti-thymocyte globuline (ATG)

Administrasi horse anti-thymocyte globuline (ATG) dan CsA juga menunjukkan respon

yang berbeda apabila injeksi CsA diberikan cepat atau lambat.Sarocco et.al menunjukkan

bahwa CsA yang diberikan cepat (< 1 tahun) meningkatkan resiko kekambuhan bila

dibandingkan dengan CsA yang diberikan lambat (setidaknya 1 tahun).


e. Perbandingan terapi imunosupresif pasien yang menerima horse anti-thymocyte

globuline (ATG) dan CsA atau rabbit anti-thymocyte globuline (ATG) dan CsA

Hasil perbandingan menunjukkan bahwa horse anti-thymocyte globuline (ATG) sebagai

prioritas pertama regimen imunosupresif dan regimen rabbit anti-thymocyte globuline

(ATG) dan CsA digunakan apabila horse ATG tidak tersedia.

f. Perbandingan pasien yang menerima terapi imunosupresif horse anti-thymocyte

globuline (ATG) dan CsA dengan atau tanpa penambahan regimen lain.

Penambahan eltomobrag pada horse anti-thymocyte globuline (ATG) dan CsA mampu

meningkatkan outcome pasien yang mengalami kegagalan dalam merespon terapi standar

imunosupresif
g. Perbandingan transplantasi stem sel allogeneic dari donor HLA-matched sibling

dan terapi imunosupresif

Transplantasi stem sel allogeneic dari donorHLA-matched sibling adalah pengobatan

pasien AA yang lebih dianjurkan daripada terapi imunosupresif pada pasien muda

kurnag dari sama dengan 50 tahun. Sementara itu, untuk pasien tua yang ingin

melakukan transplantasi stem sel makan dianjurkan menggunakan FLU-based

conditioning

4. OUTCOME

a. Terapi imunosupresif standar dengan menggunakan horse anti-thymocyte globuline

(ATG) dan CsAmenunjukkan efektifitas yang lebih tinggi untuk kelangsungan hidup

pasien AA dibandingkan menggunakan rabbit anti-thymocyte globuline (ATG) dan

CsA

b. Masih banyak penelitian yang menunjukkan kegagalan pada terapi imunosupresif

standar baik karena kondisi tubuh pasien atau regimen yang digunakan.

c. Transplantasi stem sel allogeneic dari donor HLA-matched sibling masih merupukan

terapi yang dianjurkan untuk pasien muda (< 50 tahun). Aplikasi terapi ini pada

pasien usia lanjut sebaiknya menggunakan FLU-based conditioning

d. Transplantasi stem sel allogeneic unrelated donor HLA bisa dijadikan pilihan pada

pasien yang gagal menerima terapi imunosupresif atau keadaan yang memaksa untuk

transplantasi stem sel


e. Transplantasi stem sel allogeneicfamilial mismatched donor bisa dijadikan pilihan

pada pasien yang memiliki keganasan hematologi dan tidak memiliki donor yang

pas

Anda mungkin juga menyukai