Anda di halaman 1dari 45

PERBANDINGAN PEMBERIAN DARAH ALLOGRAFT

DAN XENOGRAFT UNTUK INDUKSI HEWAN


MODEL AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA
PADA MENCIT BERDASARKAN GLOBULIN
TOTAL PROTEIN PLASMA (TPP)

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:
DAVID CHRISTIAN PRATAMA
155130101111077

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
PERBANDINGAN PEMBERIAN DARAH ALLOGRAFT
DAN XENOGRAFT UNTUK INDUKSI HEWAN
MODEL AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA
PADA MENCIT BERDASARKAN GLOBULIN
TOTAL PROTEIN PLASMA (TPP)

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:
DAVID CHRISTIAN PRATAMA
155130101111077

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019

ii
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI

Perbandingan Pemberian Darah Allograft dan Xenograft untuk Induksi


Hewan Model Autoimmune Hemolytic Anemia pada Mencit Berdasarkan
Globulin dan Total Protein Plasma (TPP)

Oleh:
DAVID CHRISTIAN PRATAMA
155130101111077

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Aulanni’am, drh. DES drh. Fajar Shodiq P., M.Biotech
NIP. 19600903 198802 2 001 NIP. 19870501 201504 1 001

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya

Dr. Ir. Sudarminto Setyo Yuwono, M.App.Sc


NIP. 19631216 198803 1 002

iii
LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : David Christian Pratama


NIM : 155130101111077
Program Studi : Kedokteran Hewan
Penulis proposal skripsi berjudul:

Perbandingan Pemberian Darah Allograft dan Xenograft untuk Induksi Hewan


Model Autoimmune Hemolytic Anemia pada Mencit Berdasarkan Globulin dan
Total Protein Plasma (TPP)

Dengan ini menyatakan bahwa:


1. Isi dari proposal skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri
dan tidak menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang termaktub di isi
dan tertulis di daftar pustaka dalam proposal skripsi ini.
2. Apabila di kemudian hari ternyata proposal skripsi yang saya tulis terbukti
hasil jiplakan, maka saya akan bersedia menanggung segala resiko yang akan
saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.

Malang, 2019
Yang menyatakan,

(David Christian Pratama)


NIM. 155130101111077

iv
Perbandingan Pemberian Darah Allograft dan Xenograft untuk Induksi
Hewan Model Autoimmune Hemolytic Anemia pada Mencit
Berdasarkan Globulin dan Total Protein Plasma (TPP)

ABSTRAK

Anemia bukanlah penyakit spesifik melainkan suatu gejala yang


menandakan penyakit tertentu. Anemia mengacu pada pengurangan sel darah
merah di sistem sirkulasi, hemoglobin, atau keduanya yang dapat menyebabkan
penderita anemia kekurangan oksigen karena rendahnya pasukan oksigen ke
jaringan akibat kurangnya hemoglobin pada darah. Autoimmune Hemolytic
Anemia (AIHA) merupakan penyakit pada sistem imun yang menyerang tubuh
dan menyebabkan hancurnya sel darah merah, AIHA lebih sering menyerang
anjing dengan mortalitas 30%-70% dan akan naik jika tidak didiagnosa sejak dini.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat hewan model mencit (Mus musculus)
AIHA dan mengetahui pengaruh pada globulin dan total protein plasma. Hewan
coba yang digunakan 18 ekor mencit (Mus musculus) berumur 8-12 minggu
dengan berat badan 15-20 gram. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
lengkap (RAL) dan dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan. Kelompok kontrol
negatif adalah kelompok yang tidak diberikan perlakuan apapun. Kelompok P1
adalah kelompok yang diinjeksikan darah allograft. Kelompok P2 adalah
kelompok yang diinjeksikan darah xenograft. Setiap mencit diberikan darah
allograft/xenograft sebanyak 0.2 ml setiap 5 hari perminggu selama 7 minggu.
Parameter yang digunakan adalah kadar globulin dan total protein plasma yang
diukur dengan elisa reader dengan panjang gelombang 630 nm dan
spectofotometri dengan panjang gelombang 630 nm. Data dianalisis secara
kuantitatif berdasarkan kadar globulin dan total protein plasma dengan uji One
Way ANOVA.

Kata kunci : Autoimmune hemolytic anemia, Elisa reader, Spektrofotometri,


Globulin, nilai Total Protein Plasma (TPP)

v
Comparison of Allograft and Xenograft Blood Transfusion for Autoimmune
Hemolytic Anemia Animal Model Induction on Mice Based on
the Globulin and TPP Value

ABSTRACT

Anemia is not a specific disease but symptoms for another diseases.


Anemia is referring to decreases of red blood cell in vascularization system,
hemoglobin, or both can cause the anemic patient does not have enough oxygen
because of low hemoglobin. Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) is an
immune disease that attacks the body and destroys red blood cell, and AIHA is
dominant in dogs, the mortality rate is 30%-70% and will increase when not get
treated and early diagnosed. This research purpose to make an animal model of
mice (Mus musculus) AIHA and side effects to globulin and the total of plasm
protein. The animal that used in this research is 18 mice aged 8-12 weeks with
weight 20-25 gram. This research uses Rancangan Acak Lengkap (RAL) and
divided into 3 group. A negative group is a group without any treatment. P1
Group is a group that got an injection of allograft blood. P2 group is a group that
got injection xenograft blood. The parameter that used in this research is the
amount of globulin and the total of plasm protein using elisa reader with
wavelength 630 nm and spectofotometry with wavelength 540 nm. Each mice is
injected with allograft/xenograft blood as much 0.2 ml every 5 days per week for
7 weeks. Quantitative analysis data based on conjugated bilirubin and
unconjugated bilirubin levels with One Way ANOVA test.

Keyword : Autoimmune hemolytic anemia, Elisa reader, Spektrofotometry,


Globulin, The total of plasm protein

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat
dan anugerah-Nya penulis dapat menyusun proposal penelitian dengan judul
“Pengaruh Induksi Darah Allograft dan Xenograft untuk Pembuatan Hewan
Model Autoimmune Hemolytic Anemia pada Mencit Berdasarkan Globulin
dan Total Protein Plasma (TPP)”. Penelitian ini merupakan bagian payung
penelitian yang diketuai oleh drh. Fajar Shodiq Permata, M.Biotech sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan.
Dalam penulisan proposal ini, penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Sudarminto Setyo Yuwono, M.App.Sc selaku dekan Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya atas dukungan, bimbingan dan
kesabarannya untuk memajukan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Brawijaya.
2. Prof. Dr. Aulanni’am, drh. DES selaku dosen pembimbing I dan drh. Fajar
Shodiq Permata, M.Biotech selaku dosen pembimbing II atas bimbingan,
kesabaran, waktu, serta kritik dan sarannya.
3. Dhita Evi Aryani, S.Farm, Apt., M.Farm.Klin dan drh. Albiruni Haryo, M.Sc,
M.Sc selaku dosen penguji atas segala ilmu, dukungan serta sarannya dalam
penyempurnaan penulisan proposal ini.
4. Kinaryo Budi dan Ervinna Retha selaku orang tua penulis serta Dheo
Yonathan W. dan Rachel Kathryn, saudara-saudara dari penulis yang
senantiasa membantu dan memberikan semangat, cinta serta dukungannya
kepada penulis.
5. Clara Widya Pithaloka, Immanuel Kavisson, Alvinda Ayu Kartikasari,
William Putra Utomo dan Ike Aurora Afifah sebagai rekan tim penelitian
AIHA.
6. Ratih Miftahul Jannah yang senantiasa memberi semangat dan dorongan
kepada penulis.

vii
7. Keluarga besar Decode (Kelas 2015 D) yang telah menjadi keluarga selama
menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Hewan dan menjadi penyemangat
untuk meraih kesuksesan.
8. Semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan kepada penulis
selama penyusunan proposal skripsi ini.
Proposal ini sudah disusun dengan sebaik-baiknya, namun penulis
menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu,
apabila ada kritik atau saran apapun yang membangun akan diterima dengan
senang hati oleh penulis. Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang berperan serta dalam penyusunan proposal ini hingga akhir.

Malang, 10 Juli 2019

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI............................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN.............................................................................. iv
ABSTRAK......................................................................................................... v
ABSTRACT....................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR....................................................................................... vii
DAFTAR ISI...................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xi
DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG........................................................... xii
BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 4
1.3 Batasan Masalah............................................................................ 4
1.4 Tujuan Penelitian........................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian......................................................................... 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 7
2.1 Autoimmune Hemolytic Anemia..................................................... 7
2.2 Respon Autoimun.......................................................................... 11
2.2.1 Normal......................................................................................... 11
2.2.2 Abnormal..................................................................................... 12
2.3 Allograft dan Xenograft................................................................. 13
2.4 Mencit............................................................................................ 14
2.5 PCV................................................................................................ 17
2.6 Hepar.............................................................................................. 19
BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN........... 22
3.1 Kerangka Konsep........................................................................... 22
3.2 Hipotesis Penelitian....................................................................... 24
BAB 4. METODE PENELITIAN................................................................... 25
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian........................................................ 25
4.2 Alat dan Bahan............................................................................... 25
4.2.1 Alat.............................................................................................. 25
4.2.2 Bahan........................................................................................... 25
4.3 Rancangan Penelitian..................................................................... 26
4.4 Sampel Penelitian.......................................................................... 26
4.5 Variabel Penelitian......................................................................... 27
4.6 Tahapan Penelitian......................................................................... 28

ix
4.6.1 Koleksi Darah Allograft dan Xenograft....................................... 28
4.6.2 Pembuatan Hewan Model Autoimmune Hemolytic Anemia........ 28
4.6.3 Pengambilan Sampel Darah dan Organ Hepar............................ 28
4.6.4 Pengukuran kadar Packed Cell Volume (PCV)........................... 29
4.6.5 Pembuatan Preparat Histopatologi Hepar................................... 30
4.6.6 Pengamatan Preparat Histopatologi Hepar.................................. 31
4.7 Analisis Data.................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 33
LAMPIRAN....................................................................................................... 36

x
DAFTAR TABEL

Gambar Halaman
4.1 Kelompok perlakuan.................................................................................... 26

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Ikterus pada membran mukosa (kiri) dan palatum molle (kanan)
pasien anjing pengidap AIHA.......................................................................... 9
2.2 Perbedaan antara aglutinasi darah dan formasi rouleaux pada darah anjing.......... 11
2.3 Mencit sebagai hewan model penelitian ilmiah..................................................... 15
2.4 Struktur hepar mencit............................................................................................ 20
2.5 Gambaran histopatologi lien anjing yang menderita AIHA.................................. 21
3.1 Kerangka konsep induksi hewan model autoimmune hemolytic anemia
pada mencit........................................................................................................... 22

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Kerangka operasional..................................................................................... 37
2. Metode Pengambilan Sampel Darah dan Organ Hepar.................................. 38
3. Metode Pengukuran Jumlah Sel Relatif CD4................................................. 39
4. Metode Pembuatan Preparat Histopatologi Hepar......................................... 40

xiii
DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG

AIHA : Autoimmune hemolytic anemia


C : Celcius
ml : mililiter
MPS : Mononuclear phagocytic system
rpm : revolutions per minute

xiv
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemia menjadi salah satu masalah yang sering terjadi pada makhluk

hidup baik pada manusia maupun hewan. Anemia merupakan kondisi

berkurangnya kadar eritrosit atau hemoglobin dalam darah, sehingga proses

penyebaran oksigen dalam tubuh tidak maksimal (Alamanda, 2013). Menurut

Rizkiawati (2012) yaitu, kondisi anemia dapat menyebabkan tubuh menjadi

lemas, tampak pucat pada area mukosa dan konjungtiva, turunnya nafsu makan,

dan gangguan pertumbuhan serta menurunnya imunitas sehingga tubuh menjadi

lebih mudah terinfeksi penyakit.

Auto-immune hemolytic anemia (AIHA) menjadi salah satu penyebab

anemia yang umum terjadi pada hewan kecil seperti anjing. Penyakit ini

disebabkan oleh respon imunitas tubuh yang menyerang dan merusak eritrosit,

sehingga menyebabkan penurunan massa sel darah merah yang cukup cepat

(Balch and Mackin, 2007). AIHA atau IMHA (Immune-mediated hemolytic

anemia) merupakan penyakit yang sangat langka yang memiliki karakteristik

yaitu rusaknya sel darah merah. Terjadinya AIHA ditandai dengan peningkatan

kerusakan sel darah merah karena adanya autoantibodi dengan aktivasi

komplemen (Zeerleder, 2011).

AIHA dibagi menjadi dua kelompok, yaitu AIHA primer dan AIHA

sekunder. Pada AIHA primer diduga bersifat idiopatik yang merupakan reaksi

1
autoimun terhadap self-antigen terhadap eritrosit. Sementara AIHA sekunder

merupakan respon imun terhadap antigen yang mengakibatkan destruksi eritrosit

tanpa adanya autoantibodi. AIHA sekunder dipicu oleh 4 hal yaitu: (1) infeksi

sistemik yang diakibatkan oleh protozoa, parasit darah dan berbagai penyakit akut

maupun kronis; (2) penggunaan obat seperti penicillin; (3) pemberian vaksinasi;

(4) dan penyakit neoplasia (Sharp and Kerl, 2008).

Kasus AIHA sering ditemukan pada anjing yang berusia tua, dan kondisi

ini dianggap memiliki prognosa yang buruk yaitu dengan tingkat mortalitas

mencapai 50-70% berdasarkan studi terdahulu dan 30-40% berdasarkan hasil

studi terkini (Swann and Skelly, 2016). Meskipun demikian, belum ada standar

terapi untuk menangani kasus AIHA, dan pada beberapa kasus masih menjadi

kontroversi mengenai penanganan dan terapi AIHA pada anjing. Hal ini diduga

karena kurangnya penelitian terkontrol mengenai kasus AIHA di dunia

kedokteran hewan agar standar terapi dapat ditetapkan. Sehingga sebagian terapi

yang telah diterapkan berasal dari studi retrospektif dan pengalaman serta

referensi pribadi (Swann and Skelly, 2016).

Menginjeksi darah dari hewan lain (xenograft) merupakan salah satu cara

sederhana untuk menciptakan kondisi AIHA. Perlakuan tersebut akan memicu

respon imun mencit terhadap eritrosit tikus dan juga respon autoimun terhadap

eritrosit mencit itu sendiri. Sel regulasi akan segera mengontrol respon dari

autoimun tersebut dalam beberapa hari, namun apabila aktivitas sel regulasi

terganggu atau menurun maka akan menciptakan kondisi AIHA (Tizard, 2013).

Respon tersebut akan berbeda apabila darah yang diinjeksikan berasal dari spesies

1
2

yang sama (allograft) yang biasa digunakan untuk transfusi darah dan untuk

meneliti reaksi hemolitik (Hod et al., 2008).

Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan penelitian mengenai

pembuatan hewan model AIHA dengan pemberian darah allograft dan xenograft

guna mengetahui penyebab terjadinya AIHA yang saat ini masih dianggap bersifat

idiopatik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang dapat

dirumuskan adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah perbandingan pemberian darah allograft dan xenograft untuk

induksi hewan model AIHA pada mencit berdasarkan kadar globulin?

2. Bagaimanakah perbandingan pemberian darah allograft dan xenograft untuk

induksi hewan model AIHA pada mencit berdasarkan kadar total protein

plasma?

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka batasan masalah

pada penelitian ini adalah:

1. Hewan model yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) jantan berumur

18-25 minggu dengan berat badan 15-20 gram.

2. Darah allograft yang akan diberikan untuk menginduksi AIHA pada mencit

berasal dari hewan mencit (Mus musculus) yang diambil melalui intraorbita
3

dengan menggunakan mikrohematokrit. Darah allograft disimpan dalam

vacutainer sodium sitrat selama 4-6 jam pada suhu ruang.

3. Darah xenograft yang akan diberikan untuk menginduksi AIHA pada mencit

berasal dari hewan kucing domestik (Felis catus) yang diambil melalui vena

jugularis dengan menggunakan spuit. Darah xenograft disimpan dalam

vacutainer sodium sitrat dan disimpan dalam suhu 2-6°C.

4. Pemberian darah allograft dan xenograft pada mencit dilakukan melalui

intraperitoneal sebanyak 0,2 ml, dengan interval 5 kali dalam seminggu

selama 7 minggu. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar

globulin dan kadar TPP menggunakan spectofotometri. .

5. Analisa hasil dilakukan secara kuantitatif menggunakan kadar globulin dan

kadar TPP dengan uji One Way ANOVA.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian

ini adalah:

1. Mengetahui perbandingan pemberian darah allograft dan xenograft untuk

induksi hewan model AIHA pada mencit berdasarkan globulin.

2. Mengetahui perbandingan pemberian darah allograft dan xenograft untuk

induksi hewan model AIHA pada mencit berdasarkan kadar total protein

plasma.
4

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai pengetahuan mengenai

perbedaan pemberian darah allograft dan xenograft untuk induksi hewan AIHA

pada mencit sehingga dapat digunakan untuk membuat hewan model AIHA

untuk penelitian-penelitian di masa yang akan datang mengenai AIHA, terutama

mengenai pemahaman patogenesis AIHA primer, pengembangan obat serta

deteksi dini AIHA.


BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Autoimmune Hemolytic Anemia

Auto-immune hemolytic anemia (AIHA) adalah gangguan yang terjadi

akibat destruksi eritrosit oleh sistem imun, gangguan ini secara umum masih

jarang terjadi namun sudah ditemukan beberapa kasus pada hewan kecil. AIHA

dapat bersifat idiopatik atau sekunder, dan diklasifikasikan dalam kategori

hangat, dingin dan campuran (Zanella and Barcellini, 2014).

AIHA merupakan reaksi hipersensitifitas tipe II yang ditandai dengan

pembentukan autoantibodi yang menempel pada permukaan eritrosit. Hasil

sintesis antibodi kemudian mengaktivasi sistem komplemen dan menyerang

membran sehingga terjadi hemolisis intravaskuler. Opsonisasi eritrosit oleh

molekul IgG kemudian menginduksi terjadinya hemolisis ekstravaskuler.

Mekanismenya yaitu meliputi pengenalan bagian Fc molekul immunoglobulin

dari makrofag pada organ lien dan hepar, dan juga memfagositosis sel target.

Sehingga destruksi eritrosit secara intravaskuler dan ekstravaskuler dapat

diperkirakan, dan aktivasi makrofag juga mengarah pada sintesis mediator pro-

inflamasi. Eritrosit yang dilapisi oleh antibodi akan berinteraksi dengan reseptor

Fc pada sel imun dan mengakibatkan terjadinya antibody-dependent cell-

mediated cytotoxity (Manev dan Marincheva, 2018). Hal tersebut dapat memicu

terjadinya hemolisis intravaskuler dan ekstravaskuler. Hemolisis intravaskuler

yaitu hemolisis yang terjadi akibat tingginya kadar antibodi yang berikatan

5
dengan membran sel, sehingga sel akan mengalami kerusakan yang

mengakibatkan cairan

6
ekstraseluler masuk kedalam sitoplasma yang mengakibatkan bengkak dan

rupturnya eritrosit di dalam sirkulasi. Sementara hemolisis ekstravaskuler yaitu

yang terjadi diluar sirkulasi yang kerusakan selnya masih dapat menyebabkan

peningkatan kecepatan destruksi eritrosit yang terkena makrofag jaringan

(Mackin, 2014).

Menurut Balch and Mackin (2007) yaitu AIHA menimbulkan anemia akut

yang menyebabkan hipoksia jaringan. Pada pemeriksaan fisik menunjukkan

adanya kepucatan, tachipnea, splenomegali, hepatomegali, ikterus pada membran

mukosa, pigmenturia dan demam. Pada pasien AIHA total hematokrit kurang dari

25% sampai 30%, karena terjadi hemolisis ditunjukkan dengan adanya

hemoglobinemia atau hemoglobinuria, antibodi menyerang RBC dengan

ditunjukkan adanya aglutinasi, spherositosis pada sel darah merah dan hasil positif

dari tes antiglobulin.

Pengobatan AIHA lebih mengutamakan mengobati anemia pada pasien,

dengan memberikan supply oxygen dan transfusi darah. Transfusi darah dapat

meperparah AIHA pada anjing jika PCV lebih dari 22% karena dapat

menyebabkan Tromboembolism. Fungsi dari transfusi darah untuk meningkatkan

oksigen pada tubuh anjing, namun lebih efektif jika langsung memberika supply

oxygen karena lebih aman, dan lebih cepat mengurangi gejala hipoksia. Anjing

yang mengalami AIHA perlu diberi terapi cairan, yang berfungsi untuk menjaga

keseimbangan Renal Perfusion dan membantu mengurangi tingginya kadar

bilirubin pada sistem vaskularisasi. Pengobatan pada AIHA juga menggunakan

kortikosteroid (Breton, 2015). Kortikosteroid merupakan hormon steroid yang di


keluarkan dari korteks ginjal, fungsi kortikosteroid sebagai anti-inflamasi,

immune-suppresive, dan cytotoxic properties. Kortikosteroid terbagi menjadi 2

macam yaitu, Glucocortiocoid dan Mineralocorticoids (Cimaz, 2015). Obat

steroid yang digunakan pada AIHA adalah glucocorticoid seperti prednisone dan

prednisolone, dengan menggunakan dosis yang tinggi pada AIHA dapat

membantu mengurangi fagositosis sel darah merah, penurunan produksi sitokin

dan menurunkan produksi antibodi IgG, namun prednisone dan prednisolone

tidak efektif pada c-AIHA. Perbedaan dari prednisone dan prednisolone adalah

tempat metabolismenya, dimana prednisone dimetabolisme oleh hati, namun

prednisone lebih cepet diserap tubuh pada jejunum dan berubah menjadi

prednisolone. Efek samping dari pengobatan steroid adalah polydipsia, polyuria

jika digabung dengan pengobatan anti-diuretik, polyphagia, panting, cepat lelah,

lemah otot, thromboembolic disease, dan proteinuria (Swann dan Skelly, 2016).

2.2 Allograft dan Xenograft

Allograft atau Homograft merupakan transplantasi jaringan antar

individu yang berbeda namun dengan spesies yang sama. Jaringan yang dapat di

transplantasikan meliputi tulang, tendon, pembuluh darah, kulit, kornea, dan yang

paling umum transfusi darah. Keuntungan dari melakukan Allograft yaitu

jaringan yang diambil untuk di transplantasikan dapat memperbaiki jaringan yang

rusak, dan tidak menimbulkan luka lain karena tidak diambil dari tubuh sendiri,

namun proses yang dilalui sangat kompleks, walaupun menggunakan antibiotik

dan teknik yang sesteril mungkin tetap dapat menimbulkan infeksi atau reaksi
setelah anastesi (Jacobsens, 2010). Xenograft merupakan transplantasi jaringan

antara spesies yang berbeda. Jaringan yang dibutuhkan pada metode Xenograft

dapat ditemukan dengan mudah, berbagai macam ukuran dan bentuk, tapi

menyebabkan kontaminasi silang seperti Bovine spongioform encephalopathy

atau porcine endogenous retroviruses (Ireland, 2010). Perbedaan dari Allograft

dan Xenograft berdasarkan sumber jaringan, spesies, dan metode yang digunakan.

Selain Allograft dan Xenograft ada beberapa macam istilah seperti Isograft dan

Autograft. Isograft merupakan transplantasi jaringan antar individu yang kembar

identik, sedangkan Autograf merupakan transplantasi jaringan pada individu yang

sama tapi berbeda tempat pengambilan jaringan (Qian, 2012).

Gambar 2.3 Macam-macam Graft (Qian, 2012).

Salah satu transplantasi dengan metode Xenograft atau

Xenotransplantation, hati dengan sistem ABO dari babi ke baboon. Hasil yang

didapat bahwa terjadi ketidak cocokan pada semua baboon. Dalam pemilihan

donor, yang terpenting adalah kecocokan organ atau jaringan yang akan

ditransplantasikan, namun saat kondisi hewan memerlukan transfusi darah,


kesamaan ABO perlu diperhatikan (Majado, 2002). Pada Xenotransplantation

darah manusia dan babi, menunjukkan bahwa manusia yang memiliki darah tipe

A atau O memiliki keberhasilan 10-30 kali lebih rendah dari tipe B atau AB jika

berhubungan dengan jantung babi. Saat melakukan perfusi jantung tipe darah O

memiliki keberhasilan lebih lama seperti saat jantung babi di perfusi oleh darah

babi, sedangkan tipe A memiliki keberhasilan lebih rendah dari tipe yang lain,

namun tetap terjadi hemolisis sel darah merah di akhir perfusi (Manji, 2004).

2.3 Metode pemberian darah

Pemberian darah pada mencit melalui rute Intraperitoneal. Rute ini sering

digunakan untuk pemberian dosis berlebih untuk mengamati terjadinya

komplikasi. Ada kemungkinan dalam pemberian melalui rute ini dapat

menyebabkan peritonitis jika mengenai saluran pencernaan dan menggunakan alat

dan bahan yang bersifat irritant. Waktu penyerapan di Intraperitoneal tergantung

dari substan yang diinjeksikan kedalam mencit, substans tersebut akan terserap

kedalam sistemik dan sirkulasi (Diehl, 2001).

2.4 Mencit (Mus musculus)

Pada sebuah penelitian, penggunaan hewan coba sangat dibutuhkan untuk

mendapat hasil yang diinginkan. Salah satu hewan coba yang dapat digunakan

dalam penelitian yaitu mencit (Mus musculus). Mencit merupakan mamalia

pengerat yang dapat berkembang biak dengan cepat, mudah dipelihara dalam
jumlah yang banyak dan memiliki karakteristik yang baik (Akbar, 2010). Adapun

klasifikasi mencit adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

Gambar 2.2 Mencit (Mus Musculus) (Liss, 2015).

Ciri-ciri dari mencit (Gambar 2.2) yaitu memiliki bentuk tubuh yang kecil

dan berwarna putih. Berat badan mencit dewasa dengan umur 35-60 hari yaitu 18-

35 gram. Sebagai hewan yang sering digunakan sebagai hewan coba, mencit

memiliki banyak keuntungan yaitu seperti siklus estrus yang teratur, periode

kebuntingan yang singkat dan memiliki keturunan yang cukup banyak pada satu

kali periode kelahiran (Akbar, 2010).


Etiologi dari keadaan AIHA yiatu adanya self-reactive autoantibodies

yang menyerang eritrosit. Percobaan penelitian hewan model AIHA sudah

dilakukan menggunakan mencit sebagai hewan coba. Hal tersebut mengikuti

model Playfair and Clarke yaitu menginjeksi mencit menggunakan eritrosit tikus

yang dilakukan secara berulang (Chatterjee and Saxena, 2017).

Selain mencit, hewan model yang telah dijadikan hewan model untuk

penelitian Autoimmune ini yaitu Tikus. Namun, kasus AIHA ini banyak terjadi

pada hewan kecil seperti kucing dan anjing.

2.3 Globulin

Serum globulin atau yang lebih dikenal dengan nama globulin adalah

protein termasuk gamma globulin (antibodi) dan beberapa variasi dari enzim dan

juga protein transport atau karier yang tidak larut, baik di dalam air maupun di

dalam larutan garam konsentrasi tinggi, tetapi larut dalam larutan garam

konsentrasi sedang. Globulin mempunyai rasio 35% dari protein plasma, berguna

untuk sirkulasi ion, hormon dan asam lemak dalam sistem kekebalan. Beberapa

jenis globulin mengikat hemoglobin, beberapa yang lain mengusung zat besi,

berfungsi untuk melawan infeksi, dan bertindak sebagai faktor koagulasi (Kaslow

2010).

Kekurangan globulin berarti akan menyebabkan defisiensi dari antibodi

(immunodefisiensi). Antibodi diproduksi oleh limfosit B yang sudah dimatangkan

atau maturasi, dan berubah nama menjadi plasma sel. Ada 4 grup besar dari

globulin yang dapat kita identifikasi, diantaranya adalah Gamma globulin (IgM,
IgA, IgG, IgD, IgE), Beta globulin, Alpha-2 globulin, dan Alpha-1 globulin. Hati

merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan Beta globulin.

Gamma globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan

sumsum tulang. Beta globulin hanya dibentuk di dalam hati (Luiz et al. 2003)

Konsentrasi globulin ditentukan dengan analisis langsung, yaitu dengan

mengurangi secara langsung konsentrasi total protein dengan konsentrasi albumin.

Rasio albumin–globulin (A/G) merupakan konsentrasi albumin dibagi dengan

konsentrasi globulin.

2.4 Total Protein Plasma

Total protein merupakan kumpulan unsur-unsur kimia darah di dalam

plasma atau pun serum. Penting untuk mengetahui fraksi protein dalam tubuh

meningkat atau menurun karena berhubungan dengan status kesehatan tubuh

tersebut sehat atau sedang mengalami suatu penyakit. Total protein meningkat

disebabkan oleh infeksi kronis, hypofungsi dari kelenjar adrenal, kegagalan fungís

hati, penyakit kolagen pada buluh darah, hypersensitif (alergi), dehidrasi, penyakit

saluran pernafasan (sesak nafas), hemolisis, leukemia. Total protein menurun

disebabkan karena malnutrisi dan malabsorbsi, penyakit hati, diare kronis maupun

non kronis, terbakar, ketidakseimbangan hormon, penyakit ginjal (proteinuria),

rendahnya albumin, rendahnya globulin, bunting. (Kaslow 2010)


BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Darah Allograft dari mencit Darah Xenograft dari kucing

Injeksi Darah secara Injeksi Darah secara


Intraperitoneal pada Mencit Intraperitoneal pada Mencit

Reaksi Hipersensitivitas tipe II

Destruksi Eritrosit

Autoimmune Hemolytica
Anemia

Globulin Total Protein Plasma

Gambar 3.1 Kerangka konsep induksi darah allograft dan xenograft pada
mencit

Keterangan : : Perlakuan

A : : : Parameter yang diamati


Hewan yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu mencit (Mus

musculus) jantan. Mencit diinjeksi dengan dua jenis darah yaitu darah allograft

dan xenograft. Darah allograft berasal dari mencit dengan strain yang sama

dengan hewan model, sedangkan darah xenograft yang berasal dari kucing

domestik juga diinjeksikan pada mencit berbeda. Setelah dilakukan injeksi dengan

darah xenograft akan menimbulkan reaksi hipersensitifitas, sementara injeksi

darah allograft tidak akan langsung mengalami penolakan. Pemberian darah

allograft dan xenograft secara terus menerus akan memicu reaksi autoimun

terhadap eritrosit itu sendiri. Eritrosit yang dilapisi oleh antibodi akan berinteraksi

dengan reseptor Fc pada sel imun lainnya mengakibatkan terjadinya antibody-

dependent cell-mediated cytotoxy.

Darah allograft dan xenograft yang diinjeksikan masuk kedalam tubuh

target akan dikenali sebagai antigen dan darah pada tubuh target sebagai self-

antigen. Darah yang diinjeksi akan di destruksi oleh makrofag secara bersamaan

dengan darah target. Proses destruksi akan dimulai dari sel darah yang masih

muda hingga yang sudah matur. Hasil destruksi eritrosit tersebut akan merubah

bentuk dari eritrosit yang normal (biconcave) menjadi spherocyte, sehingga

mengakibatkan persebaran oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh menjadi

terganggu. Hasil dari reaksi tersebut menyebabkan anemia dengan indikasi hewan

terlihat pucat dan lemas sehingga akan menimbulkan kerusakan pada beberapa

organ.

Mencit diinjeksi dengan darah allograft dari mencit dengan strain yang

sama dengan hewan model atau darah xenograft dari kucing domestik 5 hari
selama 7 minggu. Hal ini akan memicu terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe II

dan membuat sistem imun mencit menyerang eritrosit mencit lain/kucing yang

diinjeksikan. Pemberian darah allograft atau xenograft secara terus-menerus akan

memicu reaksi autoimun terhadap eritrosit mencit itu sendiri pula, sehingga terjadi

destruksi eritrosit yang menyebabkan kondisi autoimmune hemolytic anemia.

Kondisi anemia yang disebabkan oleh AIHA dapat menyebabkan hipoksia

dan suplai darah pada berbagai organ-organ tubuh tidak dapat terpenuhi. Hal ini

akan menyebabkan terjadinya infark pada jaringan, termasuk organ hepar yang

dapat menurunkan kadar dari globulin dan total protein.

3.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep yang telah dijabarkan, maka hipotesis dari

penelitian ini adalah:

1. Pemberian darah allograft dan xenograft untuk induksi hewan model AIHA

pada mencit dapat menyebabkan perubahan pada kadar globulin.

2. Pemberian darah allograft dan xenograft untuk induksi hewan model AIHA

pada mencit dapat menyebabkan perubahan pada kadar total protein.


BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga Agustus 2019 di

Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas

Brawijaya, Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas

Brawijaya, Laboratorium Anatomi dan Fisiologi Hewan Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya, Laboratorium Biosains

Universitas Brawijaya dan Laboratorium Universitas Islam Negeri Maulana

Malik Ibrahim Malang.

4.2 Alat dan Bahan

4.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kandang mencit

sebanyak 3 kandang beserta tempat minumnya, gunting, pinset, scalpel blade,

inkubator, oven, mikropipet, freezer, waterbath, vortex, sentrifus, elisa reader dan

spectofotometri.

4.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan meliputi 21 ekor mencit (Mus musculus) jantan,

darah mencit, darah kucing domestik, spuit 1 cc, spuit 3 cc, vacutainer sodium

sitrat, mikrohematokrit, pot sampel, formalin 10%, tabung eppendorf, reagen

albumin, reagen total protein dan PBS.


18

4.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental dengan menggunakan rancangan acak

lengkap (RAL), yaitu membagi subjek menjadi 3 kelompok secara acak. Setiap

kelompok terdiri dari 6 ekor mencit. Kelompok perlakuan dijelaskan dalam tabel

4.1.

Tabel 4.1 Kelompok perlakuan.

Tahapan Pengaplikasian Perlakuan Hasil yang Diharapkan


Kontrol Negatif Mencit dibiarkan hidup normal Kontrol pembanding P1
dengan pakan dan air minum dan P2
standar selama 7 minggu, pada
hari ke 50 dilakukan
pengambilan sampel darah,
euthanasia dan nekropsi
Perlakuan 1 (P1) Mencit diinjeksi darah dari Hewan model AIHA
mencit lain (allograft) sebanyak
0,2 ml untuk masing-masing
mencit
Perlakuan 2 (P2) Mencit diinjeksi darah dari Hewan model AIHA
kucing domestik (xenograft)
sebanyak 0,2 ml untuk masing-
masing mencit

4.4 Sampel Penelitian

Hewan model yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) jantan

berumur 18-25 minggu dengan berat badan antara 15-20 gram yang diberi pakan

standar serta air minum. Adapun estimasi besar sampel dapat dihitung

menggunakan rumus:
19

p(n-1) ≥ 15

3(n-1) ≥ 15

3n-3 ≥ 15

3n ≥ 18

n ≥6

Keterangan:

p : Jumlah kelompok perlakuan

n : Jumlah ulangan yang diperlukan

Berdasarkan perhitungan di atas, maka untuk 3 macam kelompok

perlakuan diperlukan jumlah ulangan paling sedikit 6 kali dalam setiap kelompok,

sehingga diperlukan 21 ekor tikus.

4.5 Variabel Penelitian

Adapun variabel dari penelitian ini yaitu:

Variabel bebas : Injeksi darah allograft dan xenograft pada mencit

Variabel terikat : kadar globulin dan kadar total protein

Variabel kendali : Hewan coba mencit jantan berumur 8-12 minggu dan berat

badan 15-20 gram


20

4.6 Tahapan Penelitian

4.6.1 Koleksi Darah Allograft dan Xenograft

Darah allograft diperoleh dari mencit yang memiliki strain yang sama

dengan hewan model. Mencit diambil darahnya melalui intraorbita dengan

menggunakan mikrohematokrit (Danneman et al., 2013), sementara darah

xenograft diperoleh dari kucing domestik yang diambil darahnya melalui vena

jugularis (Taylor, 2016). Darah kemudian disimpan dalam tabung vacutainer

sodium sitrat. Darah allograft dapat disimpan selama 4-6 jam pada suhu ruang,

sementara darah xenograft disimpan dalam suhu 2-6°C (Yagi and Holowaychuk,

2016).

4.6.2 Pembuatan Hewan Model Autoimmune Hemolytic Anemia

Pembuatan hewan model dilakukan dengan cara menginjeksikan darah

allograft atau xenograft pada mencit. Darah yang telah dikoleksi dicuci

menggunakan PBS dengan pH sebesar 7,3 dan diinjeksikan pada mencit melalui

intraperitoneal sebanyak 0,2 ml dengan menggunakan spuit 1 cc. Perlakuan ini

dilakukan dengan interval 5 kali dalam seminggu, selama 7 minggu (Cox and

Keast, 1973).

4.6.3 Pengambilan Sampel Darah

Mula-mula mencit dianesthesi, kemudian dibaringkan secara dorsal pada

permukaan datar. Jarum spuit ditusukkan melalui diafragma lateral ke kartilago


21

xiphoid dan diarahkan ke jantung. Darah kemudian dikoleksi dan disimpan dalam

vacutainer heparin (Danneman et al., 2013).

Setelah dipastikan bahwa mencit sudah mati, keempat kaki mencit

difiksasi dengan jarum dan dibuat sayatan kecil di daerah pubis dengan scalpel

blade, lalu sayatan diperpanjang hingga ke rahang bawah mencit. Cavum

abdomen dibuka dengan mengangkat sebagian kecil muskulus pada midline

abdomen dengan pinset dan memotongnya dengan gunting. Hasil sayatan

kemudian diperpanjang hingga os xiphoid dan pubis. Setelah cavum abdomen

terbuka, hepar mencit diangkat , kemudian dikoleksi dan disimpan dalam pot

sampel berisi formalin 10% (Scudamore, 2014).

4.6.4 Penentuan Nilai Globulin dan TPP

Sampel yang sudah dikoleksi dipisahkan menggunakan sentrifus untuk

diambil serum minimal 0.5 mL disimpan dalam microtainer plain, sampel harus

dilakukan pemeriksaan hasil hari itu juga, tidak boleh terkena sinar matahari

selama penyimpanan dan perjalanan menuju laboratorium patologi klinik untuk

melakukan pemeriksaan globulin dan total protein plasma menggunakan elisa

reader dan spectofometry dengan alat Cobas (MLabs, 2016). Serum total protein

akan di scan dengan panjang gelombang 540 nm, dan albumin akan muncul pada

puncaknya di gelombang 630 nm. Konsentrasi globulin ditentukan dengan analisis

langsung, yaitu dengan mengurangi secara langsung konsentrasi total protein

dengan konsentrasi albumin (Irani, 2009).


22

4.7 Analisis Data

Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dari kadar globulin dan total

proteim plasma yang diperoleh dari pemeriksaan pada elisa reader dan

spectofotometry dan dilanjutkan dengan uji analisis ragam One-Way ANOVA pada

setiap kelompok uji.


DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A. K., Lichtman, A. H. and Pillai, S. 2016. Basic Immunology: Functions


and Disorders of the Immune System, Fifth Edition. Philadelphia: Elsevier
Inc., 204, 220.

Aspinall, V. and Cappello, M. 2015. Introduction to Veterinary Anatomy and


Physiology Textbook, Third Edition. Philadelphia: Elsevier Inc., 90.

Balch, A. and Mackin, A. 2007. Canine Immune-Mediated Hemolytic Anemia:


Pathophysiology, Clinical Signs, and Diagnosis. Compend 29(4): 217-225.

Bogdanske, J. J., Hubbard-Van Stelle, S., Riley, M. R., and Schiffman, B. M.


2010. Laboratory Mouse Procedural Techniques: Manual and DVD. Boca
Raton: CRC Press.

Brenchley, J. M. and Bosselut, R. 2014. “CD4 and CD8 Molecules: Molecular


Biology, Expression, and Function.” Reference Module in Biomedical
Research, Third Edition. Maryland: National Institutes of Health, 1-9.

Colville, T. and Bassert, J. M. 2016. Clinical Anatomy and Physiology for


Veterinary Technicians, Third Edition. Philadelphia: Elsevier Inc, 314.

Cox, K. O. and Keast, D. 1973. Erythrocyte Autoantibodies Induced in Mice


Immunized with Rat Erythrocytes. Immunology 25: 531-539.

Danneman, P. J., Suckow, M. A., and Brayton, C. F. 2013. The Laboratory


Mouse, Second Edition. Boca Raton: CRC Press, 1, 160, 164.

Day, M. J. And Schultz, R. D. 2014. Veterinary Immunology: Principles and


Practice, Second Edition. Boca Raton: CRC Press, 95, 102-103.

Doan, T., Melvoid, R., Viselli, S. and Waltenbaugh, C. 2013. Lippincott’s


Illustrated Reviews: Immunology, Second Edition. Philadelphia: Lippincott
William and Wilkins, 115-116, 262.

Hod, E. A., Cadwell, C. M., Liepkalns, J. S., Zimring, J. C., Sokol, S. A.,
Schirmer, D. A., Jhang, J., and Spitalnik, S. L. 2008. Cytokine Storm in a
Mouse Model of IgG-Mediated Hemolytic Transfusion Reactions. Blood
112: 891-894.

Howie, H. L. and Hudson, K. E. 2018. Murine Models of Autoimmune Hemolytic


Anemia. Curr Opin Hematol 25(6): 473-481.

Ishihara, M., Fujino, Y., Setoguchi, A., Takahashi, M., Nakashima, K., Ohno, K.,
and Tsujimoto, H. 2010. Evaluation of Prognostic Factors and
24

Establishment of a Prognostic Scoring System for Canine Primary Immune


Mediated Hemolytic Anemia. J. Vet. Med. Sci. 72(4): 465-470.

Mackin, A. 2014. Immune-Mediated Hemolytic Anemia: Pathophysiology and


Diagnosis. Delaware Valley Academy Veterinary Medicine: 1-54.

Manev, I. and Marincheva, V. 2018. Canine Immune-Mediated Hemolytic


Anemia – Brief Review. Tradition and Modernity in Veterinary Medicine
3(1): 59-64.

McCullough, S. 2003. Immune-Mediated Hemolytic Anemia: Understanding the


Nemesis. Vet Clin Small Anim 33: 1295-1315.

McManus, P. M. 2001. Correlation Between Leukocytosis and Necropsy Findings


in Dogs with Immune-Mediated Hemolytic Anemia: 34 Cases (1994-
1999). JAVMA 218(8): 1308-1313.

Mescher, A. L. 2016. Junqueira’s Basic Histology: Text and Atlas, Fourteenth


Edition. New York: McGraw-Hill Education, 1-3, 288.

Paes, G., Paepe, D., Veldeman, J., Campos, M., and Daminet, S. 2010. Immune-
Mediated Hemolytic Anemia (IMHA) in Cats – Part 1: A Review. Vlaams
Diergeneeskundig Tijdschrift 79: 415-423.

Piek, C. J. 2011. Canine Idiopathic Immune-Mediated Haemolytic Anaemia: A


Review with Recommendations for Future Research. Veterinary Quarterly
31(3): 129-141.

Roffico, dan Djati, M. S. 2014. Efektivitas Pemberian Ekstrak Ethanol Daun


Polyscias obtusa dan Elephantopus scaber terhadap Modulasi Sel T CD4+
dan CD8+ pada Mencit Bunting BALB/c. Biotropika 2(3): 174-180.

Saigal, S., Bhargava, A., Mehra, S. K., and Dakwala, F. 2011. Identification of
Candida albicans by Using Different Culture Media and its Associations
in Potentially Malignant and Malignant Lesions. Contemp Clin Dent 2(3):
188-193.

Scudamore, C. L. 2014. A Practical Guide to the Histology of the Mouse. New


Jersey: John Wiley and Sons, Ltd, 6-10.

Sharp, C. and Kerl, M. E. 2008. Immune-Mediated Hemolytic Anemia. Standards


of Care – Emergency and Critical Care Medicine 10(10): 1-6.

Sirois, M. 2016. Laboratory Animal and Exotic Pet Medicine: Principles and
Procedures, Second Edition. Philadelphia: Elsevier Inc, 96, 98.

Studdert, V. P., Gay, C. C., and Blood, D. C. 2012. Saunders Comprehensive


Veterinary Dictionary, Fourth Edition. Philadelphia: Elsevier Inc, 497.
25

Swann, J. W. and Skelly, B. J. 2016. Canine Autoimmune Hemolytic Anemia:


Management Challenges. Veterinary Medicine – Research and Reports 7:
101-112.

Swann, J. W., Szladovits, B. and Glanemann, B. 2016. Demographic


Characteristics, Survival and Prognostic Factors for Mortality in Cats with
Primary Immune-Mediated Hemolytic Anemia. J Vet Intern Med: 147-
156.

Taylor, S. M. 2016. Small Animal Clinical Techniques, Second Edition.


Philadelphia: Elsevier Inc., 1-3.

Tizard, I. 2013. Veterinary Immunology, Ninth Edition. Philadelphia: Elsevier


Inc., 402-403.

Treuting, P. M., Dintzis, S. M., and Montine, K. S. 2018. Comparative Anatomy


and Histology: A Mouse, Rat, and Human Atlas, Second Edition.
Cambridge: Academic Press, 393.

Villiers, E. and Ristić, J. 2016. BSAVA Manual of Canine and Feline Clinical
Pathology, Third Edition. Quedgeley: British Small Animal Veterinary
Association, 49.

Xu, L., Zhang, T., Liu, Z., Li, Q., Xu, Z. And Ren, T. 2012. Critical Role of Th17
Cells in Development of Autoimmune Hemolytic Anemia. Experimental
Hematology 40(12): 994-1004.

Yagi, K. and Holowaychuk, M. K. 2016. Manual of Veterinary Transfusion


Medicine and Blood Banking. New Jersey: John Wiley and Sons, Ltd, 250.

Yogeshpriya, S., Jayalakshmi, K., Veeraselvam, M., Krishnakumar, S., and


Selvaraj, P. 2017. Review on Immune Mediated Haemolytic Anemia.
International Journal of Science, Environment and Technology 6(1): 267-
275.
LAMPIRAN
27

Lampiran 1. Kerangka Operasional

18 ekor tikus

H1 Aklimatisasi 7 hari

Kontrol (-) Perlakuan 1 Perlakuan 1


H8 Tanpa perlakuan Injeksi IP darah Injeksi IP darah

Pakan standar allograft xenograft
H 57
Pakan standar Pakan standar

H 58 Pengambilan darah dan nekropsi

Koleksi serum

Penghitungan kadar Penghitungan kadar


Globulin Total Protein Plasma

Analisa Hasil
28

Lampiran 2. Pengambilan Sampel Darah

Mencit dianesthesi

Dibaringkan secara dorsal

Jarum spuit ditusukkan melalui diafragma lateral ke kartilago


xiphoid dan diarahkan ke jantung

Darah dikoleksi dan disimpan dalam microtainer plain

Darah hasil koleksi dimiringkan dan ditunggu selama 15 menit

Darah hasil koleksi disentifuse selama 15 menit

Serum dipisahkan dan disimpan dalam microtainer plain


29

Lampiran 3. Penentuan kadar Globulin

Tabung mikrovacutainer diisi darah ¾ tabung

Disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit

Dilakukan pengenceran Diluent Solution

Dilakukan pengenceran sampel beserta diluent sol.

Disiapkan Wash Solution

Diinkubasi lalu well plate dicuci dengan larutan Wash Solution


sebanyak 4 kali dengan menggunakan alat Elisa Washer

Disiapkan 100x enzyme-antibody conjugate yang diencerkan


menjadi 1x

Dimasukkan kemasing-masing well 100 µl enzim yang telah


diencerkan

Dilakukan pencucian kembali dengan larutan Wash Solution


sebanyak 4 kali dengan menggunakan alat Elisa Washer
30

Lampiran 4. Penentuan Kadar Total Protein Plasma

Diambil satu bagian hepar yang diduga terdapat lesi

Fiksasi: Sampel difiksasi dalam larutan formalin 10% selama minimal 10


jam

Dehidrasi: Sampel dimasukkan ke dalam tissue cassette dan dimasukkan ke


dalam alkohol bertingkat (70%, 80%, 90%, 95%, ethanol absolut I, II, III)
selama masing-masing 1 jam

Clearing: Sampel dimasukkan ke dalam xylol I, II dan II selama masing-


masing 20 menit

Infiltrasi paraffin: Sampel dimasukkan ke dalam paraffin cair I, II dan III


pada oven suhu 58-60°C

Embedding: Paraffin IV dicairkan dan dituangkan pada cetakan paraffin,


lalu sampel ditanamkan di dalamnya dan ditutup dengan tissue cassette,
paraffin dibiarkan mengeras dan disimpan di dalam freezer

Sectioning: Blok paraffin sampel organ dipasang pada microtome dan


dipotong dengan ketebalan 5 µm, potongannya diletakkan pada wadah
berisi air, diambil dengan object glass berlapis EWIT dan dipindahkan ke
waterbath suhu ±40°C, kemudian preparat diangin-anginkan

Staining: Preparat diberi pewarnaan hematoxylin selama 5-20 menit, diberi


larutan alkohol asam selama 4-10 detik, dicuci dengan air mengalir selama
20 menit dan diberi pewarna eosin selama 10-30 menit

Mounting: Sampel organ lien ditetesi entelan dan xylol dengan


perbandingan 1:1, ditutup dengan cover glass dan diangin-anginkan

Preparat diamati dengan mikroskop cahaya perbesaran 100x, 400x dan


1000x

Anda mungkin juga menyukai