Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

IMUNOLOGI DASAR
JENIS REAKSI Ag-Ab : Hemaglutinasi, Hemolisis dan Inhibisi Aglutinasi

Oleh :

Bintari Tri Anggraeni : 2320332002

Dosen Mata Kuliah

Dr. dr. Dwitya Elvira, SpPD-KAI

S2 ILMU KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas


limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “ JENIS REAKSI Ag-Ab : Hemaglutinasi, Hemolisis dan Inhibisi
Aglutinasi”. Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Individu pada mata
kuliah Imunologi Dasar yang diampu oleh Dr.dr. Dwitya Elvira, SpPD-KAI
pada Program Pascasarjana Ilmu Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas Padang.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis menerima saran dan kritikan yang
sifatnya membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
khususnya bagi mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Kebidanan.
Akhir kata hanya kepada Allah penulis memohon agar semua keikhlasan
yang telah diberikan dibalas oleh-Nya.

Padang, 16 Januari 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1 Latar Belakang........................................................................................4
1.2 Tujuan.......................................................................................................4
1.2.1 Tujuan Umum........................................................................................................4
1.2.2 Tujuan Khusus.......................................................................................................4
1.3 Manfaat....................................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6
2.1 Antigen.....................................................................................................6
2.2 Antibodi....................................................................................................9
2.3 Jenis-Jenis Reaksi Ag-Ab......................................................................12
2.3.1 Hemaglutinasi......................................................................................................13
2.3.2 Hemolisis..............................................................................................................13
2.3.3 Netralisasi (Inhibisi Aglutinasi)......................................................................14
2.4 Faktor yang mempengaruhi reaksi Ag-Ab..........................................14
BAB 3 KESIMPULAN.........................................................................................20
3.1 Kesimpulan............................................................................................20
3.2 Saran.......................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................22

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tindakan transfusi darah baik PRC, Trombosit, WBC merupakan tindakan
yang sering dijumpai di Rumah Sakit, diantaranya untuk mengganti komponen
atau darah yang hilang, karena perdarahan atau anemia. Sebelum melakukan
Tindakan tersebut sebaiknya Bidan sebagai pemberi pelayanan mengetahui dan
memahami reaksi pada transfusi darah.
Ilmu yang mempelajari reaksi antigen dan antibody pada sel darah
khususnya sel darah merah disebut Imunohematologi. Konsep imunohematologi
yang digunakan dalam bidang pelayanan transfusi darah adalah pemeriksaan sebelum
transfusi (pre-transfusi test) dan mendeteksi adanya reaksi transfusi yang ditandai adanya
Ab terhadap sel darah. Selain pada proses transfusi, kondisi lain yang dapat mencetus Ab
terhadap sel darah adalah proses kehamilan.
Konsep dasar imunologi diperlukan untuk memahami reaksi Ag dan Ab. Reaksi
Ag dan Ab wajib dipahami terlebih dahulu, karena prinsip dasar metode pemeriksaan
untuk transfusi darah , pada umumnya, saat ini masih menggunakan reaksi Ag dan Ab.
Selain itu, konsep dasar mengenai sistem imun tubuh digunakan untuk memahami reaksi
transfusi pada pasien serta cara deteksi dan pencegahannya.
Pertama yang akan dijelaskan dalam Makalah ini ada mengenai konsep antigen
dan antibody pada sel darah. Antigen dimulai dari struktur, komponen dan sistemnya.
Selanjutnya dijelaskan tentang jenis-jenis antibody dan perbedaannya. Baru mahasiswa
akan masuk ke dalam topik jenis reaksi Ag-Ab.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang antibody, antigen mulai dari
struktur, system, jenis antibody, dan jenis-jenis reaksi Ag-Ab serta factor-
faktor yang mempengaruhinya.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa memahami tentang Antibodi
2. Mahasiswa memahami tentang Antigen

4
3. Mahasiswa memahami tentang Jenis-Jenis Reaksi Ag-Ab
4. Mahasiswa memahami tentang factor-faktor yang mempengaruhi reaksi
Ag-Ab.
1.3 Manfaat
Mahasiswa dapat memahami tentang antibody, antigen mulai dari struktur,
system, jenis antibody, dan jenis-jenis reaksi Ag-Ab serta factor-faktor
yang mempengaruhinya.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antigen
Imunohematologi yang diaplikasikan pada transfusi darah lebih
mengutamakan reaksi antara antigen (Ag) pada sel darah merah dengan antibodi
(Ab) pada serum/plasma. Istilah Ag selalu digunakan pada ruang lingkup analisis
laboratorium, namun demikian ketika kita berbicara mengenai respon imun tubuh,
maka Ab distimulus oleh substan asing yang dapat merangsang respon imun
tubuh yang disebut dengan imunogen. Istilah imunogen dan antigen, secara teori
sedikit berbeda, akan tetapi karena istilah Ag sudah digunakan secara luas, maka
Ag dianggap sama dengan imunogen. Hal ini berarti, Ag yang dimaksud pada
modul ini yaitu Ag yang bersifat imunogenik yang dapat merangsang respon imun
untuk memproduksi Ab.
Sebagai contoh, sel netrofil akan teraktivasi jika ada bakteri masuk ke
dalam tubuh dan dapat menghasilkan Ab. Dalam hal ini, unsur bakteri merupakan
Ag yang merangsang respon imun.

Ag merupakan unsur biologis yang mempunyai bentuk dengan struktur


kimia yang kompleks dan mempunyai berat molekul cukup besar untuk
menstimulus Ab. Oleh karena itu, umumnya jenis Ag berasal dari molekul
protein. Epitop (antigen determinan) merupakan bagian dari Ag yang bereaksi
dengan Ab atau dengan reseptor spesifik pada limfosit T. Bentuk epitop biasanya
kecil dengan berat molekul ± 10.000 Da. Epitop ini berada pada molekul

6
pembawa sel darah merah, sehingga pada permukaan membran sel darah merah,
terdapat banyak epitop yang menentukan spesifisitas dan kekuatan reaksi Ag dan
Ab, seperti terlihat pada Gambar 1.3.

Suatu substan dengan berat molekul < 10.000 Da, seperti obat antibiotik
umumnya tidak imunogenik, tetapi bila diikat pada protein pembawa yang cukup
besar, maka akan membentuk suatu kompleks yang dapat merangsang respon
imun untuk memproduksi Ab terhadap molekul tersebut. Substan tersebut adalah
hapten, yang bentuk kompleksnya dapat bereaksi dengan Ab, tetapi ia sendiri
tidak imunogenik. Ilustrasi hapten dapat dilihat pada Gambar 1.4 berikut ini.

2.1.1 Human Leucocyte Antigen (HLA) dan Human Neutrofil Antigen (HNA)
Sistem HLA diketahui juga sebagai Major HIstocompatibility Complex
(MHC). HLA merupakan produk dari ekspresi gen HLA-A, -B, -C, -DR, -DQ,
dan gen –DP di kromosom 6. HLA diekspresikan di membran sel berinti, yaitu sel
limfosit, granulosit, monosit, trombosit, dan beberapa organ, walaupun diketahui
trombosit tidak mempunyai inti sel. Berdasarkan struktur biokimianya, HLA
dikategorikan menjadi HLA kelas I dan II. HLA kelas I terdiri atas : HLA-A, -B, -

7
C. HLA jenis ini berada di sel darah berinti di peredaran darah tepi dan trombosit.
HLA kelas II terdiri atas : HLA-DR, -DQ dan HLA-DP. HLA kelas II terdapat di
monosit dan limfosit B.

HLA bersifat sangat imunogenik. Pada proses transfusi, kehamilan dan


transplantasi organ, individu normal dapat membentuk Ab terhadap HLA. Oleh
karena itu, pada transplantasi organ, untuk menghindari proses penolakan organ di
tubuh pasien, dilakukan terlebih dulu pemeriksaan HLA typing, untuk
menentukan kecocokan donor dan pasien.
Pada proses transfusi, untuk menghindari reaksi transfusi karena
ketidakcocokan HLA donor dan pasien, maka komponen darah yang
ditransfusikan dihilangkan sel lekositnya dengan cara disaring menggunakan filter
khusus lekosit. Komponen darah ini disebut dengan leukoreduction atau
leucopoor.
Reaksi ketidakcocokan HLA dapat menghasilkan Ab terhadap HLA. Ab
HLA biasanya terdapat pada wanita yang mempunyai riwayat sering melahirkan.
Jenis Ab ini dapat ditemukan pada reaksi transfusi yang diberi nama : transfusion
related acute lung injury (TRALI) yang akan dibahas di Bab 4. Selain HLA,
terdapat juga jenis Ag lekosit yaitu Human Netrofil Antigen / HNA di sel netrofil.
Reaksi Ag dan Ab netrofil dapat menyebabkan kondisi penurunan sel netrofil
(neutropenia) pada bayi baru lahir dan penyakit TRALI.
2.1.2 Human Platelet Antigen (HPA)

8
Pada membran trombosit juga terdapat Ag khusus yang diberi nama
Human Platelet Antigen (HPA). Sebanyak 33 jenis HPA yang terletak di
glikoprotein membran trombosit telah diidentifikasi. Adanya ketidakcocokan
HPA menimbulkan Ab terhadap HPA. Antibodi (Ab) terhadap HPA
menyebabkan penurunan jumlah trombosit (trombositopenia).
Penurunan jumlah trombosit karena Ab terhadap HPA dapat terjadi pada
janin ataupun pada bayi baru lahir. Kondisi ini disebut dengan
Fetomaternal/neonatal alloimune thrombocytopenia (FNAIT/NAIT). Selain itu,
anti HPA juga dapat menyebabkan reaksi transfusi yang ditandai dengan
kegagalan untuk meningkatkan jumlah trombosit setelah transfusi darah dan dapat
disertai dengan perdarahan dan timbulnya bintik/bercak merah (purpura).
Antigen pada sel darah merah diklasifikasikan di sistem golongan darah
(ABO, Rh Lewis, Kell, Kid, Duffy, dsb). Antigen pada sel lekosit diklasifikasikan
pada sistem HLA, HNA. Antigen pada trombosit diklasifikasikan ke dalam sistem
HPA. Jenis Ag ini tidak murni hanya berada di satu jenis sel darah saja,
terkadang terdapat beberapa jenis Ag sel darah merah yang terdapat di sel darah
lain seperti trombosit, contoh: ABO atau HLA yang juga terdapat di trombosit.
2.2 Antibodi
Antibodi merupakan jenis protein yang dihasilkan oleh sel limfosit karena
adanya paparan terhadap Ag yang spesifik. Struktur dasar Ab terdiri atas 2 rantai
berat (Heavy-chain) dan 2 rantai ringan (Light-chain) yang identik. Setiap rantai
ringan terikat pada rantai berat melalui ikatan disulfida (S-S), seperti terlihat pada
gambar berikut ini.

9
Fragmen Fab dengan antigen binding site, berfungsi mengikat Ag, oleh
karena itu susunan asam amino di area ini berbeda antar molekul Ab yang
disesuaikan dengan variabilitas Ag yang merangsang pembentukannya. Fragmen
FC merupakan fragmen yang konstan, yang tidak mempunyai kemampuan
mengikat Ag, tetapi dapat bersifat sebagai Ag. Fragmen ini mempunyai fungsi
sebagai efektor sekunder dan menentukan sifat biologik Ab, misalnya kemampuan
untuk melekat pada sel, fiksasi komplemen, kemampuan menembus plasenta,
dsbnya.
Jenis Ab terbagi ke dalam lima kelas, yaitu : IgG, IgM, IgA, IgE, IgD. IgG
merupakan satu-satunya immunoglobulin yang mampu melewati plasenta,
sedangkan IgM tidak dapat melalui plasenta dan disintesis pertama kali sebagai
stimulus terhadap Ag. IgG dan IgM, karena yang banyak terlibat dalam reaksi
transfusi dan terkait dengan pemeriksaan sebelum transfusi (pre-transfusi tes)
adalah jenis immunoglobulin tersebut. Adapun jenis immunoglobulin lainnya ,
seperti IgE, berperan dalam reaksi alergi yang disebabkan oleh transfusi (akan
dibahas pada bab 4). IgE berperan dalam reaksi alergi yang mengakibatkan sel
melepaskan histamin. IgA ditemukan dalam sekresi eksternal, sebagai contoh
pada mukosa saluran nafas, intestinal, urin, saliva, air mata, dsb. Fungsi dari IgA
adalah dapat menetralisir virus dan menghalangi penempelan bakteri pada sel
epitelium. IgD merupakan penanda permukaan sel B yang matang dengan jumlah
yang sedikit di dalam serum.

10
2.2.1 Antibodi jenis IgG
Ab IgG merupakan jenis Ab yang berperan pada imunitas jangka panjang.
Reaksi transfusi, umumnya menghasilkan Ab IgG. Ab jenis ini dapat
menghasilkan reaksi hemolisis di dalam pembuluh darah dengan cara Ab
mensensitisasi sel darah merah dan mengaktifkan komplemen pada kondisi
optimal. Ab IgG tidak dapat beraglutinasi membentuk gumpalan darah secara
langsung, hal ini dikarenakan bentuk IgG yang cukup kecil, yang terdiri hanya
satu sub unit immunoglobulin (monomer) dengan 2 area pengikatan Ag (antigen
binding site). Karena bentuknya yang kecil, maka hanya IgG yang dapat
menembus plasenta. Kondisi inilah yang dapat menyebabkan reaksi pada janin

(dijelaskan lebih detail pada bab 2). Ab IgG bereaksi optimal pada suhu 37 o C,
oleh karena itu seringkali disebut dengan ‘warm antibody’.
2.2.2 Antibodi jenis IgM
Ab jenis IgM merupakan jenis Ab yang pertama dibentuk karena adanya
paparan terhadap Ag dan respon IgM biasanya pendek yaitu hanya beberapa hari
yang kemudian konsentrasinya menurun. Molekul IgM lebih besar dibandingkan
IgG, dengan bentuk pentamer yang terdiri atas 5 sub unit immunoglobulin dengan
10 tempat pengikatan Ag (antigen binding site). Ab IgM bereaksi optimal pada

suhu 4OC atau di bawah 30OC, dan seringkali disebut dengan ‘cold antibody’. Ab
IgM dapat mengikat komplemen dan menghasilkan reaksi lisis. Berikut adalah
gambaran antara molekul Ab IgG dan IgM. Perbandingan struktur antara molekul
IgG dan IgM dapat dilihat pada Gambar 1.7.

11
2.3 Jenis-Jenis Reaksi Ag-Ab
Reaksi Ag dan Ab dipelajari untuk mengetahui cara deteksi Ag dan Ab
yang digunakan pada pemeriksaan transfusi darah. Reaksi Ab dan Ag pada sel
darah merah dimulai ketika Ab dan Ag berada pada suatu medium. Ketika Ab dan
Ag pada medium tersebut sesuai, maka Ag mendekat di fragment antigen binding
site (Fab) Ab dan Ab mulai tersensitisasi. Tahapan ini tidak dapat diamati. Reaksi
ini berlangsung cukup cepat dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang akan
dibahas selanjutnya.
Tahap berikutnya adalah, perlekatan Ag dan Ab sehingga membentuk
ikatan yang stabil yang terlihat sebagai aglutinasi. Tahapan ini membutuhkan
waktu cukup lama untuk dapat diamati secara visual jika dibandingkan tahapan
pertama. Untuk memperkuat reaksi Ag dan Ab yaitu aglutinasi, maka dapat
dilakukan sentifugasi. Jika Ag dan Ab tidak sesuai, maka setelah perlakuan, tidak
akan terjadi reaksi , seperti aglutinasi. Terdapat beberapa jenis reaksi Ag dan Ab
yang digunakan pada pemeriksaan imunohematologi. Reaksi yang dihasilkan
tergantung jenis Ag dan Ab, pereaksi serta jenis medium yang digunakan. Berikut
adalah jenis reaksi yang digunakan pada pemeriksaan imunohematologi.

12
13
2.3.1 Hemaglutinasi
Reaksi hemaglutinasi yaitu reaksi aglutinasi yang terjadi pada sel darah
merah. Contoh : Reaksi hemaglutinasi adalah reaksi pada sistem golongan darah
ABO. Adanya Ab pada serum/plasma (contoh : anti A) yang direaksikan dengan
sel darah merah yang sesuai (yaitu Ag A) akan membentuk aglutinasi/gumpalan
pada sel darah merah, seperti terlihat pada Gambar 1.9. Gumpalan tersebut dapat
berupa gumpalan besar sampai dengan kecil. Reaksi ini dapat dilakukan dan
diamati di tabung reaksi, mikroplate, mikrowell.

2.3.2 Hemolisis
Reaksi Ag dan Ab dapat menghasilkan hemolisis. Hemolisis adalah
kondisi pecahnya membran eritrosit, sehingga melepaskan molekul hemoglobin
(Hb). Reaksi ini dapat terjadi karena adanya pengaktifan komplemen. Komplemen
adalah suatu jenis protein serum yang dapat teraktifkan jika suatu jenis Ab yang
sesuai melekat ke Ag atau mensensitisasi sel darah merah. Kondisi tersebut dapat
memunculkan reaksi berantai pengaktifan komplemen dengan titik akhirnya
adalah hemolisis sel darah merah. Sebagai contoh, pada Gambar 1.10. dapat
dilihat Ag A pada donor akan bereaksi dengan anti A pada pasien, menyebabkan
sel darah aglutinasi (menggumpal), kemudian mengaktifkan komplemen dan hasil
akhir adalah lisis sel darah merah.

14
2.3.3 Netralisasi (Inhibisi Aglutinasi)
Reaksi netralisasi biasanya diaplikasikan pada Ag terlarut di cairan tubuh
seperti saliva. Saliva yang mengandung Ag A terlarut direaksikan dengan
reagensia anti A akan mengalami reaksi netralisasi, yaitu anti A tidak dapat
bereaksi dengan Ag A pada sel darah merah yang ditambah sesudahnya, karena
Fab pada anti A diinhibisi oleh Ag A terlarut. Ilustrasi reaksi netralisasi dapat
dilihat pada Gambar 1.11.

2.4 Faktor yang mempengaruhi reaksi Ag-Ab


1. Letak dan jumlah Ag
Letak Ag pada membran sel darah merah dapat mempengaruhi reaksi Ag
dan Ab. Letak Ag yang menjorok ke luar membran seperti Ag A, B lebih cepat
membentuk reaksi aglutinasi dengan Ab jika dibandingkan dengan jenis Ag yang
letaknya tidak terlalu menonjol dari membran sel darah merah (ilustrasi pada
Gambar 1.12).

15
Jumlah Ag juga dapat mempengaruhi reaksi Ag dan Ab. Sebagai contoh,
Ag A, B pada sistem golongan darah ABO mempunyai jumlah sekitar 1 juta
dengan letak Ag yang menghadap ke luar membran, sehingga Ag lebih mudah
terikat dengan Ab yang sesuai. Sedangkan Ag Rh mempunyai jumlah Ag per
eritrosit yang lebih sedikit, yaitu sekitar 10.000 – 30.000 Ag. Selain itu, jenis Ag
Rh yang merupakan protein intra membran, dengan letak Ag tidak terlalu
menjorok ke luar membran sel, dapat berpengaruh terhadap lamanya reaksi
aglutinasi yang tidak secepat Ag A, B.
2. Jumlah epitop Ag di membran sel darah
Jika sel darah merah mempunyai epitop Ag (tempat pengikatan Ag) dalam
jumlah banyak, maka Ab akan lebih mudah bereaksi dibandingkan dengan sel
darah merah yang jumlah epitopnya sedikit di membran. Hal ini berkaitan dengan
sifat homozigot atau heterozigot suatu genotip. Jika Ag dengan genotip
homozygot (contoh: AA) diekspresikan di sel eritrosit, maka sel tersebut
mempunyai lebih banyak epitop (tempat pengikatan Ag) dibandingkan Ag dengan
genotip heterozygot (contoh : Aa). Jenis genotip berkaitan dengan dosis Ag
(dosage effect), genotip homozigot umumnya disebut dengan ‘double dose’, dan
heterozigot ‘single dose’. Ilustrasi epitop Ag dapat dilihat pada Gambar 1.13.

16
3. Tempat pengikatan Ag (Fragmen antigen binding sites/Fab)
Antibodi Ag IgM mempunyai 10 Fab, sedangkan Ab IgG hanya
mempunyai dua Fab. Untuk reaksi aglutinasi dua sel darah merah, maka satu
molekul Ab IgM dapat mengikat beberapa Ag di satu sel darah merah dan
beberapa di sel darah merah lainnya. Ikatan yang dihasilkan cukup kuat. Pada
molekul Ab IgG, hanya dapat mengikat satu Ag di satu sel darah merah dan satu
Ag di sel darah merah lain, atau dapat juga Ab IgG hanya mensensitisasi sel darah
merah, artinya hanya mengikat di satu sel darah merah dan tidak mengikat sel
darah merah lainnya, sehingga ikatan yang dihasilkan lebih lemah dibandingkan
Ab IgM, seperti tampak pada ilustrasi di Gambar 1.14.

4. Jarak Ag dan Ab
Semakin dekat jarak antara Ag dan Ab, maka reaksi ikatan Ag dan Ab
akan lebih cepat terjadi. Sebagai contoh, Ab IgM akan lebih cepat mengikat Ag
dibandingkan dengan jenis Ab IgG. Molekul Ab IgM mempunyai panjang 300 Å

17
dan Ab IgG mempunyai panjang 120 Å. Semakin besar bentuk molekul, maka
akan memperkecil jarak Ag dan Ab. Ilustrasi bentuk dan jarak Ab IgM dan IgG
dapat dilihat pada gambar 1.15.

5. Afinitas Ab dan Ag
Reaksi Ag dan Ab bekerja seperti kunci dan gembok. Ketika Ag dan Ab
cocok satu sama lain, maka reaksi yang dihasilkan kuat, namun jika afinitas Ag
dan Ab tidak terlalu kuat, maka menghasilkan reaksi yang lemah.

6. Konsentrasi Ag dan Ab
Reaksi Ag dan Ab yang terbaik, dihasilkan dari Ab dan Ag dalam jumlah
seimbang. Kondisi Ag berlebihan (postzone effect) akan mengakibatkan
melarutnya kembali kompleks yang terbentuk dan Ab berlebihan (prozone effect)
menyebabkan kompleks Ag dan Ab tetap ada dalam larutan.
7. Ion negatif antar sel darah merah

18
Zeta potensial Setiap sel darah merah mempunyai ion negatif di sekitar
area membran yang berfungsi untuk menjaga jarak antar sel darah merah dan
mencegah Ab yang mensensitisasi atau melekat pada sel darah merah untuk
beraglutinasi. Zeta potensial harus dikurangi jika ingin memperkecil jarak Ab
yang mensensitisasi sel darah merah sehingga reaksi aglutinasi dapat dipercepat.

8. Suhu
Reaksi Ag dan Ab dipengaruhi oleh suhu. Hal ini berkaitan dengan jenis
ikatan kimia dan jenis Ag, Ab. Pada ikatan hidrogen, reaksi optimal terjadi pada
suhu rendah. Jenis reaksi ini terdapat pada jenis Ag karbohidrat. Molekul non
polar membentuk ikatan hidrofobik, reaksi optimal terjadi pada suhu yang lebih
tinggi. Jenis reaksi ini terdapat pada Ag jenis protein.
Suhu reaksi Ag dan Ab juga merupakan indikasi makna klinis jenis Ag

dan Ab tersebut. Sebagai contoh, jenis Ab IgG dengan suhu reaksi optimal 37 0 C
(warm Ab) dapat dilemahkan reaksinya dengan menurunkan suhu, sehingga
terjadi penurunan reaksi ikatan Ag dan Ab. Jenis Ab cold, akan bereaksi dengan

baik untuk aglutinasi maupun sensitisasi sel darah merah pada suhu +2 0 C s/d

+100 C. Jika suhu dinaikkan, maka reaksi Ag dan Ab perlahan akan terdisosiasi
atau terlepas.
9. Waktu

19
Reaksi Ag dan Ab membutuhkan waktu optimum untuk inkubasi. Jika
waktu inkubasi terlalu cepat, maka Ag dan Ab tidak mempunyai cukup waktu
untuk menghasilkan reaksi yang baik. Jika waktu inkubasi terlalu lama, maka
ikatan Ag dan Ab yang sudah terjadi, dapat terurai kembali. Pada saat melakukan
tahapan inkubasi untuk suatu pemeriksaan, maka waktu optimum inkubasi harus
sesuai dan ditepati.
10. Konsentrasi ion
Untuk mempercepat reaksi Ag dan Ab, maka konsentrasi ion di suatu
larutan harus diperkecil. Hal ini dikarenakan ion yang terdapat di dalam larutan
dapat menetralisir muatan molekul Ag dan Ab, sehingga reaksi antar keduanya
terganggu. Maka dari itu, pada reaksi Ag dan Ab di imunohematologi disarankan
untuk menggunakan larutan dengan kandungan ion rendah, yaitu larutan Low
Ionic Strengh Saline (LISS).
11. pH
Pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui derajat basa atau asam suatu
larutan. Kisaran pH optimal untuk reaksi Ag dan Ab adalah pH 6,5 – 7,5. Pada
kisaran pH tersebut, muatan Ag dan Ab berlawanan, sehingga reaksi Ag dan Ab
optimal. Sebagai contoh, anti M bereaksi optimal pada pH di bawah 7. Namun
demikian, jika pH terlalu rendah, maka akan meningkatkan reaksi pelepasan
ikatan Ag dan Ab.

20
BAB 3
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Ilmu yang mempelajari reaksi antigen dan antibody dalam sel darah merah
adalah imunohematologi. Prinsip mendasar dalam imunologi adaah reaksi Ag dan
Ab, termasuk dalam pemberian produk darah (transfuse). Imunohematologi yang
diaplikasikan pada transfusi darah lebih mengutamakan reaksi antara antigen (Ag)
pada sel darah merah dengan antibodi (Ab) pada serum/plasma.
Sistem HLA diketahui juga sebagai Major HIstocompatibility Complex
(MHC) . HLA diekspresikan di membran sel berinti, yaitu sel limfosit, granulosit,
monosit, trombosit, dan beberapa organ, walaupun diketahui trombosit tidak
mempunyai inti sel .HLA bersifat sangat imunogenik. Pada proses transfusi,
kehamilan dan transplantasi organ, individu normal dapat membentuk Ab
terhadap HLA. elain HLA, terdapat juga jenis Ag lekosit yaitu Human Netrofil
Antigen / HNA di sel netrofil. Reaksi Ag dan Ab netrofil dapat menyebabkan
kondisi penurunan sel netrofil (neutropenia) pada bayi baru lahir dan penyakit
TRALI.
Pada membran trombosit juga terdapat Ag khusus yang diberi nama
Human Platelet Antigen (HPA). anti HPA juga dapat menyebabkan reaksi
transfusi yang ditandai dengan kegagalan untuk meningkatkan jumlah trombosit
setelah transfusi darah dan dapat disertai dengan perdarahan dan timbulnya
bintik/bercak merah (purpura).
Antibodi merupakan jenis protein yang dihasilkan oleh sel limfosit karena
adanya paparan terhadap Ag yang spesifik. Jenis Ab terbagi ke dalam lima kelas,
yaitu : IgG, IgM, IgA, IgE, IgD. IgG merupakan satu-satunya immunoglobulin
yang mampu melewati plasenta, sedangkan IgM tidak dapat melalui plasenta dan
disintesis pertama kali sebagai stimulus terhadap Ag. Ig G dan Ig M lebih banyak
terlibat dalam proses reaksi transfuse. Ab jenis ini dapat menghasilkan reaksi
hemolisis di dalam pembuluh darah dengan cara Ab mensensitisasi sel darah
merah dan mengaktifkan komplemen pada kondisi optimal. b jenis IgM
merupakan jenis Ab yang pertama dibentuk karena adanya paparan terhadap Ag

21
dan respon IgM biasanya pendek yaitu hanya beberapa hari yang kemudian
konsentrasinya menurun.
Reaksi Ab dan Ag pada sel darah merah dimulai ketika Ab dan Ag berada
pada suatu medium. Ketika Ab dan Ag pada medium tersebut sesuai, maka Ag
mendekat di fragment antigen binding site (Fab) Ab dan Ab mulai tersensitisasi.
Reaksi-reaksi yang dapat terjadi adalah Reaksi hemaglutinasi yaitu reaki
aglutinasi yang terjadi pada sel darah merah. Reaksi Ag dan Ab dapat
menghasilkan hemolisis. Hemolisis adalah kondisi pecahnya membran eritrosit,
sehingga melepaskan molekul hemoglobin (Hb). Reaksi netralisasi biasanya
diaplikasikan pada Ag terlarut di cairan tubuh seperti saliva.
3.2 Saran
Mahasiswa dapat memahami proses sebelum mulai melakukan Tindakan
seperti transfuse, serta mengetahui prosesnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Aldi, Yufri dkk. 2023 Imunologi Serologi. Padang : Andalas University Press
Maharani, Eva Ayu. 2018. Imunohematologi dan Bank Darah. Jakarta : BPPSDM
Kemenekes .

23

Anda mungkin juga menyukai