DISUSUN OLEH:
USSI SULISTIAWATI
(2248201019)
DOSEN PENGAMPU:
WAHYU RAMADHAN, S.Si., M.Sc
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil 'Alamin, Segala puji bagi Allah Swt. Tuhan semesta alam atas
segala karunia nikmat-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini dengan sebaik- baiknya.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi satu di antara tugas mata kuliah Imunologi
Serologi yang diampu oleh Bapak Wahyu Ramadhan, s.Si., M.Sc. Makalah ini berisi tentang
reaksi antigen dan antibody. Saat penyusunannya melibatkan berbagai pihak. Oleh sebab itu,
saya mengucapkan banyak terima kasih atas segala kontribusinya dalam membantupenyusunan
makalah ini. Meski telah disusun secara maksimal, penulis sebagai manusia biasa menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karenanya penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sekalian. Demikian apa yang bisa saya sampaikan,
semoga pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................... 2
2.1 Antigen ......................................................................................................................... 2
2.2 Antibodi ....................................................................................................................... 2
2.3 Reaksi Antigen Antibody ............................................................................................. 2
2.4 Reaksi Primer, Sekunder dan Tersier Antigen Antibody .............................................. 6
BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 14
3.1. Kesimpulan ................................................................................................................. 14
3.2. Saran............................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.3 Tujuan
1. Mengetahui reaksi dari antigen antibody
2. Mengetahui reaksi primer, sekunder dan tersier dari antigen antibody
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Reaksi in vivo
Merupakan reaksi yang terjadi di dalam organisme hidup yang mengarah pada eliminasi,
penghancuran, dan penghilangan antigen. Reaksi in vivo terdiri dari :
a. Reaksi aglutinasi
Melalui proses ini sel-sel asing seperti bakteri atau sel darah merah yang berbeda
golongan menyatu membentuk gumpalan.
b. Reaksi presipitasi
Proses ini melibatkan antigen terlarut, misalnya toksin tetanus. Antigen asing yang
2
masuk akan diendapkan oleh antibodi dalam suatu larutan.
c. Fiksasi komplemen
Sel-sel bakteri yang masuk akan ditempeli oleh antibodi kemudia terbentuk lubang.
Lubang-lubang tersebut memudahkan enzim lisozim masuk untuk memecahkan sel
bakteri tersebut
d. Netralisasi
Antibodi berikatan dengan bakteri atau antigen virus. Antibodi dapat menetralkan
beberapa virus dengan berikatan dengan antigen permukaannya dan mencegah virus
masuk ke dalam sel.
f. Immobilazation
a. Tahap primer
b. Tahap sekunder
c. Tahap tersier
2. Reaksi in vitro
a. Reaksi aglutinasi
3
daripada presipitasi. Hal ini dikarenakan molekul dari antigen besar dan tidak
larut sehingga jumlah antibodi yang sangat sedikit dapat membuat terjadinya
reaksi aglutinasi.
b. Reaksi presipitasi
c. Fiksasi komplemen
d. Netralisasi
e. ELISA
f. Radioimmunoassay
g. Immunochromatography (ICT)
Contoh reaksi antigen antibodi in vitro, di pasien, oksigen yang melebihi area maka
nontoksigenik diffteria. Garis kesehatan ini adalah garis tegak lurus yang terbentuk
setelah pembentukan tubuh antigen, dan digit mucul dari garis ini, antibodi akan
datang dan kemudian pada garis tegak lurus mereka akan bertemu jadi ini adalah
contoh positif terhadap gerakan melawan arus listrik. Antigen antibodi bergerak
menuju satu sama lain dan zona ekivalen mereka akan membentuk garis-garis ini
sehingga dapat mendeteksi beberapa antigen antibodi berdasarkan elektroforesis
imuno.
Reaksi Ab dan Ag pada sel darah merah dimulai ketika Ab dan Ag berada pada suatu
medium. Ketika Ab dan Ag pada medium tersebut sesuai, maka Ag mendekat di fragment
antigen binding site (Fab) Ab dan Ab mulai tersensitisasi. Tahapan ini tidak dapat diamati.
Reaksi ini berlangsung cukup cepat dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang akan dibahas
selanjutnya. Tahap berikutnya adalah, perlekatan Ag dan Ab sehingga membentuk ikatan yang
stabil yang terlihat sebagai aglutinasi. Tahapan ini membutuhkan waktu cukup lama untuk
dapat diamati secara visual jika dibandingkan tahapan pertama. Untuk memperkuat reaksi Ag
dan Ab yaitu aglutinasi, maka dapat dilakukan sentifugasi. Jika Ag dan Ab tidak sesuai, maka
setelah perlakuan, tidak akan terjadi reaksi , seperti aglutinasi (Aldi et al.,2023).
4
Gambar 2. Tahapan aglutinasi, tahap pertama (kiri) dan tahap kedua (kanan)
g. Reaksi hemaglutinasi
Reaksi hemaglutinasi yaitu reaksi aglutinasi yang terjadi pada sel darah merah. Contoh reaksi
hemaglutinasi adalah reaksi pada sistem golongan darah ABO. Adanya Ab pada serum/plasma
(contoh : anti A) yang direaksikan dengan sel darah merah yang sesuai (yaitu Ag A) akan
membentuk aglutinasi/gumpalan pada sel darah merah, seperti terlihat pada Gambar 3.
Gumpalan tersebut dapat berupa gumpalan besarsampai dengan kecil.
Reaksi ini dapat dilakukan dan diamati di tabung reaksi, mikroplate, mikrowell.
7
mulai meningkat.
d. Zona equivalence adalah suatu daerah dimana terjadi keseimbangan antara antigen-
antibodi sehingga terjadi aglutinasi.
a. Aglutinasi direk Ag harus berupa partikel atau sel mis pada Widal menggunakan
kuman S.typhi dan S.paratyphi sebagai ag. Ab dalam serum dapat ditentukan
titernya dengan cara pengenceran. Penentuan golongan darah juga menggunakan
teknik ini.
b. Aglutinasi indirek (pasif) Pada teknik ini sering dipakai partikel dari lateks atau
eritrosit yang dipakai sebagai carrier. Eritrosit domba dilapisi ag kemudian
direaksikan dengan ab yang terdapat dalam serum dimana ab ini sebelumnya
diabsorben dulu untuk menghindari reaksi non-spesifik. Contoh :
- Pemeriksaan TPHA, ag berasal dari Treponema pallidum yang dipakai melapisi
eritrosit domba.
- Uji faktor rheumatoid menggunakan lateks.
c. Aglutinasi pasif terbalik (reversed passive hemagglutination assay = RPHA) Teknik
ini digunakan untuk mendeteksi ag yang larut dalam serum atau cairan tubuh lain.
Ab spesifik dilekatkan pada permukaan carrier baik eritrosit atau partikel lain. Ag
yang terdapat dalam serum di absorpsi dalam larutan absorben.
d. Uji hambatan aglutinasi Teknik ini digunakan untuk deteksi ag yang larut,
pengujian ini dinyatakan positif bila tidak terjadi aglutinasi.
8
• Kompleks ag-ab yang terbentuk kemudian dipisahkan dari ag dan ab yang bebas
(dicuci), lalu diinkubasi dengan kromogen yang semula tak berwarna, tapi kemudian
menjadi berwarna apabila dihidrolisis oleh enzim.
• Intensitas warna yang terbentuk dapat diukur.
• ELISA adalah asai yang biasanya menggunakan ab yang diimobilisasi pada fase solid
dan menggunakan ag yang berlabel enzim.
• Enzim yang sering digunakan adalah :
a. ALP
b. GOD
c. G-6PD
d. Peroksidase
• Ada dua jenis pemeriksaan ELISA :
a. Langsung (direk) Untuk penentuan antigen atau antibody.
b. Tidak langsung (indirek) Untuk penentuan antibody.
• Penentuan Ag-Ab dengan ELISA, dapat secara :
a. Kompetitif (persaingan)
b. Teknik Sandwich langsung
c. Teknik Sandwich tidak langsung
d. Teknik Inhibisi
e. Teknik Inhibisi tidak langsung
Slide Test
10
Tube test Kahn
Tube Test (Syphillis)
Imunodifusi
Rocket Immunoelectrophoresis
Ukuran roketnya menujukkan seberapa banyak antigen yang ada. Dalam Rocket
immunoelectrophoresis, agar-agar dituang yang dihomogenisasi dengan antiserum.
Kemudian sebuah sumur dibuat di mana antigen ditambahkan. Setelah elektroforesis,
11
antigen yang bermuatan negatif akan bermigrasi ke arah antibodi yang bermuatan
positif. Migrasi antigen ini pada interaksi dengan antibodi akan membentuk sebuah
kompleks muncul sebagai garis precipitin yang terlihat dalam bentuk roket. Ketinggian
pergerakan roket berbanding lurus dengan jumlah antigen yang dimuat ke dalam sumur
Kebalikan dari reaksi fase sekunder, reaksi fase tersier hanya terjadi secara in vivo dan
itu pun hanya terjadi dalam kondisi abnormal dan bersifat patologis. Reaksi fase tersier
merupakan kelanjutan dari reaksi fase sekunder, jika secara in vivo terjadi pembentukan
kompleks antigen- antibodi maka kompleks ini akan mengundang sejumlah mediator imunitas,
seperti komplemen, enzim proteolitik, termasuk sitokin pro-inflamasi dan sejumlah sel-sel
fagosit.
Reaksi yang terjadi akan menyebabkan kerusakan jaringan yang diakibatkan inflamasi
oleh faktor humoral dan seluler imunitas. Kompleks imun dapat mengendap dimana saja bisa
di kulit, di ginjal, bahkan di dalam persendian. Manifestasi dari reaksi ini seperti reaksi Arthus,
serum sickness, dan penyakit terkait kompleks imun.
Pada reaksi Arthus terjadi ketika antigen disuntikan secara intravena bertemu dengan
antibodi yang sudah terdapat di dalam darah. Seketika antibodi dan antigen akan bereaksi
membentuk kompleks imun, jika kompleks ini terus membesar maka akan semakin
meningkatkan aktivasi sistem komplemen. Sebagaimana diketahui komplemen bekerja untuk
menghancurkan antigen namun jika reaksi ini tidak terkendali komponen komplemen C3a
dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang dapat memicu
kebocoran yang berlanjut pad udema (pembengkakan jaringan akibat cairan). Sistem
komplemen juga bersifat kemotaktik terhadap sel-sel fagosit termasuk trombosit.
Reaksi ini akan memicu terjadinya thrombosis atau sumbatan, yang pada akhirnya akan
berujung pada pendarahan dan nekrosis jaringan setempat. Dari mekanisme ini menjadi alasan
kenapa vaksinasi aktif tidak diberikan secara intravena, karena dapat memicu reaksi Arthus
jika antobodi yang bersangkutan telah ada sebelumnya selain karena bukan rute imunogenik.
Beberapa penyakit juga terkaitan dengan reaksi fase tersier ini, seperti kasus Rheumatik
12
Jnatung yang ditimbulkan Streptococcus A, komponen bakteri atau bakteri itu sendiri dapat
masuk ke peredaran darah (bakteriemia) secara khusus komponen ini memiliki afinitas yang
baik terhadap sel-sel jantung. Penempenlan komponen asing ini menyebabkan sel dikenali
sebagai sesuatu yang asing bagi sistem imun dan menyebabkan daerah ini mengalami reaksi
antigen-antibodi, terbentuk laj kompleks imun yang selanjutnya memicu reaksi inflamasi yang
merusak jaringan. Contoh lain ialah pada sindrom Goodpasture (yang ditandai pendarahan di
jaringan paru-paru), dan Glomeronefritis (adanya pembentukan kompleksantigen-antibodi di
membran basalis epitel ginjal).
Dalam praktik laboratorium reaksi fase tersier ini dikembangkan menjadi beberapa tes
yang terkait dengan uji hipersensitivitas, seperti tes Mantoux, dan tes reaksi alergi obat dengan
cara menyuntikan obat yang dianggap sebagai antigen secara subkutan.
Kulit diketahui juga sebagai salah satu organ yang terkain sistem imunitas karena pada
kulit terdapat sistem SALT (Skin Association Lympoid Tissue). Dalam kulit terdapat sel-sel
imunokompeten (APC) yang dikenal dengan sel Langerhans, sejumlah seri sel limfosit, serta
ada sel-sel efektor seperti sel mastosit atau sel mast. Sel-sel ini lah terutama sel mast yang
digunakan untuk pengujian reaksi alergi obat yang terkait hipersensitivitas tipe I atau umum
dikenal dengan alergi dengan mediator utama pelepasan histamin.
13
BAB III
KESIMPULAN
Reaksi antibodi antigen dan reaksi antibodi digit adalah reaksi spesifik non-manusia yang
dapat dibalik antara antigen dan antibody, jika kita melihat antibodi antigen, antibodi lebih kecil
dan selalu larut. Sedangkan antigen dapat larut semua, lebih kecil atau tidak larut. Jika antigen larut
dan bergabung dengan antibodi maka disebut sebagai reaksi presipitasi. Selanjutnya Jika ketika
antigen larut bereaksi dengan antibodi larut reaksi ini disebut sebagai reaksi aglutinasi. Reaksi
antibodi antigen dan reaksi antibodi ini, dapat berupa reaksi in vivo atau in vitro pada manusia.
Reaksi terjadi di dalam organisme hidup dan ini adalah reaksi yang mengarah pada eliminasi
penghancuran dan penghilangan antigen di mana reaksi in vivo dilakukan di laboratorium dan reaksi
ini dapat kita dapat mendeteksi antibodi atau antigen secara in vitro sekarang dengan mudah. Reaksi
antigen-antibodi terbagi lagi menjadi 3, yaitu reaksi primer, sekunder dan tersier.
14
DAFTAR PUSTAKA
Darwin, E., Elvira, D., & Elfi, E. F. (2021). Imunologi dan Infeksi. In andalas University
Press (1st ed., Vol. 5, Issue 3).
15