Anda di halaman 1dari 12

A.

Pengertian Modifikasi Pasca Transkripsi

Prinsip Dasar Transkripsi

Fungsi dasar kedua yang harus dijalankan oleh DNA sebagai materi genetik adalah fungsi fenotipik.
Artinya, DNA harus mampu mengatur pertumbuhan dan diferensiasi individu organisme sehingga
dihasilkan suatu fenotipe tertentu. Fungsi ini dilaksanakan melalui ekspresi gen, yang tahap
pertamanya adalah proses transkripsi, yaitu perubahan urutan basa molekul DNA menjadi urutan basa
molekul RNA. Dengan perkataan lain, transkripsi merupakan proses sintesis RNA menggunakan
salah satu untai molekul DNA sebagai cetakan (templat)nya.

Transkripsi mempunyai ciri-ciri kimiawi yang serupa dengan sintesis/ replikasi DNA, yaitu :

Adanya sumber basa nitrogen berupa nukleosida trifosfat. Bedanya dengan sumber basa untuk sintesis
DNA hanyalah pada molekul gula pentosanya yang tidak berupa deoksiribosa tetapi ribosa dan tidak
adanya basa timin tetapi digantikan oleh urasil. Jadi, keempat nukleosida trifosfat yang diperlukan
adalah adenosin trifosfat (ATP), guanosin trifosfat (GTP), sitidin trifosfat (CTP), dan uridin trifosfat
(UTP).

Adanya untai molekul DNA sebagai cetakan. Dalam hal ini hanya salah satu di antara kedua untai DNA
yang akan berfungsi sebagai cetakan bagi sintesis molekul RNA. Untai DNA ini mempunyai urutan basa
yang komplementer dengan urutan basa RNA 48 hasil transkripsinya, dan disebut sebagai pita
antisens. Sementara itu, untai DNA pasangannya, yang mempunyai urutan basa sama dengan urutan
basa RNA, disebut sebagai pita sens. Meskipun demikian, sebenarnya transkripsi pada umumnya tidak
terjadi pada urutan basa di sepanjang salah satu untai DNA. Jadi, bisa saja urutan basa yang ditranskripsi
terdapat berselang-seling di antara kedua untai DNA.

Sintesis berlangsung dengan arah 5′ → 3′ seperti halnya arah sintesis DNA. 4. Gugus 3′ – OH pada
suatu nukleotida bereaksi dengan gugus 5′ – trifosfat pada nukleotida berikutnya menghasilkan
ikatan fosofodiester dengan membebaskan dua atom pirofosfat anorganik (PPi). Reaksi ini jelas
sama dengan reaksi polimerisasi DNA. Hanya saja enzim yang bekerja bukannya DNA polimerase,
melainkan RNA polimerase. Perbedaan yang sangat nyata di antara kedua enzim ini terletak pada
kemampuan enzim RNA polimerase untuk melakukan inisiasi sintesis RNA tanpa adanya molekul
primer. Secara garis besar transkripsi berlangsung dalam empat tahap, yaitu pengenalan promoter,
inisiasi, elongasi, dan teminasi. Masing-masing tahap akan dijelaskan secara singkat sebagai berikut.

B. Tahapan Modifikasi Pasca Transkripsi


Hasil transkripsi dari gen-gen pengkode protein, RNA-r, RNA-t dan RNA-sn pada dasarnya belum siap
pakai baik pada mahluk hidup prokariotik maupun eukariotik. Proses pembentukan RNA siap pakai
(RNA-d, RNA-r, RNA-t) terutama pada mahluk hidup prokariotik maupun eukariotik.

1. Pembuatan RNA-d

Molekul RNA-d pada mahluk hidup prokariotik maupun eukariotik dapat dipilih menjadi tiga bagian,
yaitu urutan-urutan kepala 5′ (5′ leader sequence), urutan-urutan pengkode protein (protein-coding
sequence), dan urutan-urutan ekor 3′ (3′ trailer sequence). Perhatikan gambar 3.1

Pada urutan-urutan kepala ini terdapat informasi yang akan dibaca oleh ribosom, untuk
mengarahkannya secara tepat dalam rangka memulai biosintesis protein, basa-basa pada urutan kepala
ini tidak di transkripsikan menjadi asam-asam amino. Urutan-urutan pengkode protein menentukan
urutan-urutan asam amino pada biosintesis protein, ukuran panjang bagian ini tergantung pada ukuran
panjang protein yang dikode. Sebagaimana urutan-urutan kepala, urutan-urutan ekor tidak
ditranslasikan menjadi asam amino pada biosintesis protein, ukuran panjangnya bervariasi antara RNA-
d.

2. RNA-d siap pakai paada mahluk hidup prokariotik

Pembuatan RNA-d siap pakai di kalangan mahluk hidup prokariotik dan eukariotik secara mendasar
berbeda. Pada mahluk hidup prokariotik RNA hasil transkripsi langsung berfungsi sebagai molekul RNA-d
yang akan di translasikan pada saat biosintesis protein (Brown, 1989; Russel, 1992), bahkan suatu RNA-d
sudah mulai ditranslasikan sebelum lengkap ditranskripsikan, dan dinyatakan bahwa transkripsi dan
translasi berlangsung berpasangan.

Bahwa transkripsi dan translasi berlangsung berpasangan pada mahluk hidup prokariotik semacam E.
coli, hal ini dapat terjadi karena suatu sel prokariotik tidak terpisah, misalnya menjadi bagian di dalam
inti dan di luar inti, seperti pada sel eukariotik, proses transkripsi berlangsung di sekitar ribosom. Pasa
sel eukariotik, RNA hasil transkripsi terlebih dahulu keluar dari dalam inti menuju sitoplasma sebelum
berlangsungnya proses translasi.
3. RNA-d siap pakai pada mahluk hidup eukariotik.

RNA-d siap pakai pada mahluk hidup eukariotik bukan merupakan hasil transkripsi langsung,
sebagaimana yang ditemukan pada mahluk hidup prokariotik, tetapi merupakan hasil modifikasi pasca
transkripsi yang dikatalisasi oleh enzim-enzim spesifik (Russel,1992). Bagian gen pengkode protein pada
kebanyakan mahluk hidup eukariotik antara tapak inisiasi dan terminasi, di samping urut-urutan exon
terdapat pula urutan-urutan intron, dan hasil transkripsi dari urutan-urutan intron akan dipisahkan
sehingga tidak menjadi bagian dari RNA-d siap pakai. Selain penyingkiran intron, ujung-ujung dari calon
RNA-d juga dimodifikasi. Pada ujung 5′ dari calon RNA-d ditambahkan suatu penutup (cap) melalui suatu
proses yang disebut 5′ capping. Sedangkan pada ujung 3’akan ditambahkan suatu ekor poly (A)

4. Penyingkiran Hasil Transkripsi Intron.

Pada peristiwa penyingkiran hasil transkripsi intron terjadi pula penyambungan hasil-hasil transkripsi
exon. Secara bersama, peristiwa penyingkiran hasil transkripsi exon disebut sebagai mRNA spilicing.
Secara sederhana penyingkiran hasil transkripsi intron setelah terlebih dahulu urut-urutan tersebut
melengkung keluar, dan lengkungan keluar itu terputus oleh enzim nuclease (Russel,1992), lebih lanjut
hasil-hasil transkripsi exon bergabung satu sama lain membentuk molekul RNA-d yang lebih pendek.

Pada gambar 3.4. terlihat bahwa ujung 5′ hasil transkripsi intron mempunyai urutan nukleotida berbasa
GU, sedangkan ujung 3′ memiliki urutan nukleotida berbasa AG. Dalam hubungan ini memang sudah
diketahui bahwa urutan basa nukleotida di ujung 5′ dan 3′ dari hasil transkripsi intron bersifat spesifik,
masing-masing GU dan AG. Lebih lanjut sambungan di ujung 5′ mungkin melibatkan sekurang-kurangnya
7 nukleotida hasil transkripsi intron, sedangkan sambungan di ujung 3′ melibatkan sekurang-kurangnya
10 nuklotida.

Rincian kejadian m-RNA splicing sebagaimana yang ditunjukan pada Gambar 3.4 akan dikemukakan lebih
lanjut. Pada tahap pertama terjadi pemutusan pada sambunagan di ujung 5′ yang memisahkan hasil
transkripsi exon 1 dari bagian molekul RNA lain, (Russel, 1992), selanjutnya ujung 5′ yang bebas dari
hasil transkripsi intron melengkung dan berhubungan dengan suatu nukleotida berbasa A (nukleotida
tersebut merupakan bagian dari suatu urut-urutan yang disebut urut-urutan titik cabang atau branch
point sequence) yang terletak du hulu ujung sambungan 3′. Terbentuknya struktur lengkung keluar (atau
ke belakang) oleh ujung 5′ hasil transkripsi intron itu merupakan tahap ke dua dari mRNA spicing, dan
struktur lengkung tersebut disebut sebagai “struktur lariat” atau lariat structure (Ressul, 1992). Tahap
terakhir atau tahap ke tiga daari mRNA splicing adalah pemutusan hubungan hasil transkripsi intron-
exon di ujung 3′ dan penyambungan kedua exon. Pada tahap terakhir inilah hasil transkripsi intron, dan
terbentuklah RNA-d tanpa hasil transkripsi intron.

Urutan-urutan konsensus (consensus sequence) titik cabang pada sel-sel mamalia (gambar 3.4) adalah
YNCURAY (Y adalah suatau pirimidin, R adalah suatu purin sedangkan N adalah suatu basa apapun).
Nukleotida bebas A terletak pada posisi nukleotida ke 18 hingga 38 ke arah hulu ujung sambungan 3′.
Pada ragi dibutuhkan suatu urut-urutan yang lebih kokoh (rigid) untuk titik cabang, sekalipun posisinya
lebih bervariasi, urut-urutannya UACUAAC (garis bawah pada huruf A itu menunjukan bahwa pada posisi
A itu terdapat hubungan dengan ujung 5′ hasil transkripsi interon.

Hubungan yang terbentuk antara ujung 5′ hasil transkripsi interon yang melengkung dengan nukleotida
berbasa A di titik cabang, sebenarnya terjadi karena terbentuknya ikatan fosfodiester 3′-5′ tak lazim
(Russel, 1992). Ikatan kimiai itu terbentuk antara gugus OH di karbon nomor 2 dari nukleotida berbasa A
di titik cabang, dan gugus fosfat di karbon nomor 5 dari nukleotida berbasa G di ujung 3′ hasil transkripsi
interon.

Hasil transkripsi interon yang tersingkir pada mulanya tetap bertahan dalam “struktur lariat”. Pada
proses selanjutnya hasil transkripsi interon berstruktur lariat itu di ubah menjadi struktur linier dengan
bantuan suatu enzim penghilangan cabang atau de-branching enzyme (Russel, 1992), selanjutnya
struktur linier itu mengalami degradasi.

Proses penyingkiran hasil transkripsi interon dari RNA-d precursor sebagaimana yang telah
dikemukakan, secara ekslusif berlangsung di dalam inti tepatnya pada struktur yang disebut spliceosome
(Brown, 19989, Tamarin, dkk,1991, Russel, 1992). Spliceosome adalah struktur/kompleks penyambung
atau splicing complex (Russel, 1992). Dewasa ini spliceosome secara ekstensif sudah dipelajari pada sel-
sel ragi dan mamalia.

Secara struktural suatu splicosome merupakan asosiasi dari beberapa RNP-sn atau sn-RNP (small nuclear
ribonucleoprotein particle) yang terikat pada RNA-d precursor (Ressul, 1992) dan RNP-sn adalah asosiasi
antara RNA-sn atau sn-RNA (small nuclear RNA) dan protein. Berkenaan dengan RNA-sn tersebut dikenal
6 i dalam inti RNA-sn utama di dalam inti yang disebut U1 – U6, enam RNA-sn itu berasosiasi dengan 6
hingga 10 macam protein membentuk RNP-sn. Beberapa macam protein bersifat spesifik untuk RNP-sn
tertentu, sedangkan yag lainnya bersifat umum. U4 dan U6 berada bersama-sama pada RNP-sn yang
sama (RNP-sn U4/U6 atau U4/U6 sn-RNP), sedangkan yang lainnya ditemukan pada RNP-sn khusus
sendiri-sendiri. Tiap macam RNP-sn berlimpah di dalam inti, sekurang-kurangnya kopi per sel. Struktur
sekunder dugaan RNA-sn manusia di tunjukan pada gambar 3.7 (struktur itu berikatan dengan
sambungan di ujung 5′).

Model perakitan spliceosome di tunjukan pada gambar 3.8. tahap-tahap pembentuk spliceosome akan
dikemukakan lebih lanjut (Russel, 1992).

RNP-sn U1 berikatan dengan tapak penyambungan di ujung 5′. Pengikatan itu terutama merupakan
akibat perpasangan basa dari RNP-sn U1 dengan urutan tapak penyambungan di ujung 5′.

RNP-sn U2 berikatan dengan daerah titik cabang.

Suatu partikel U4/U6/U5 yang belum dirakit bergabung dengan struktur atau kompleks yang sedang
terbentuk. Hal tersebut terjadi karena asosiasi partikel itu dengan RNP-sn U1 dan U2 yang sudah lebih
dahulu terikat.

RNP-sn U4 berasosiasi dari struktur atau kompleks, dan hal itu berakibat terbentuknya spliceosome
aktif.

Sekalipun tahap-tahap perakitan spliceosome pada sel-sel khamir dan mamalia cukup banyak dipahami,
ternyata masih belum banyak diketahui bagaimana peranan spliceosome pada penyingkiran hasil
transkripsi intron. Salah satu kemungkinan adalah bahwa RNP-sn membantu pelipatan RNA-d precursor
menjadi suatu struktur sedemikian sehingga RNA-d precursor dapat mengkatalisasi penyambungan
sendiri.

Seperti yang telah disebutkan selain penyingkiran hasil transkripsi intron, kedua ujung calon RNA-d juga
dimodifikasi, dan modifikasi itu terjadi melalui suatu penutup di ujung 5′ serta penambahan akar poly
(A) di ujung 3′.

5. Capping
Sebagaimana yang telah dikemukakan pula proses penambahan suatu penutup di ujung 5′ dari calon
RNA-d di sebut sebagai 3′ capping. Proses itu sendiri mencakup penambahan suatu nukleotida berbasa
guanin (biasanya 7-methyl guanosine) pada nukleotida di ujung 5′ (Brown, 1989, Russel, 1992),
penambahan itu terjadi berupa terbentuknya ikatan tak lazim antara 5′ dan 5′ (ikatan yang lazim adalah
antara karbon 5′ dan 3′). Proses 5’capping itu juga dilengkapi dengan penambahan dua gugus CH3 pada
dua nukleotida pertama dari rantai RNA.

Tahap kejadian 5′ capping akan dikemukakan lebih lanjut. Enzim RNA polymerase II memulai trnslasi
pada nukleotida yang memiliki basa tempat penambahan penutup atau cap, tapak DNA itu disebut
sebagai tapak penutup atau cap site (Russel, 1992). Dalam hubungan ini tidak ada templat DNA untuk
menutup (cap) di ujung 5′ tersebut. Akan tetapi jika hasil transkripsi mula-mula (transkripsi primer)
sudah sepanjang sekitar 20 hingga 30 nukleotida, suatu struktur penutup (yang telah mengalami
metilasi) di tambahkan pad ujung 5′ dari hasil transkripsi tersebut. Penutup atau cap itulah yang
merupakan tempat ujung 5′ dari RNA-d berikatan dengan robosom.

6. Penambahan ekor poly (A)

Pada modifikasi pasca transkripsi ujung 3′ RNA-d eukariotik terjadi penambahan suatu urut-urutan
nukleotida yang berjumlah sekitar 50 hingga 250 nukleotida berbasa adenin (Russel,1992), dan itulah
yang disebut sebagai “ekor poly (A)”. Dalam hubungan ini tidak ada templat DNA unutk ujung poly (A),
dan ujung poly (A) tersebut juga tidak ditemukan pada molekul-molekul RNA-t maupun RNA-r ekor poly
(A) ditemukan pada kebanyakan molekul RNA-d dari seluruh spesis mahluk hidup eukariotik, sekurang-
kurangnya pada sel mamlia, RNA-d protein kistron merupakan pengecualian karena tidak mempunyai
ekor poly (A).

Penambahan ekor poly (A) merupakan suatu mekanisme yang memberi sinyal ujung akhir dari RNA-d
eukariotik (Russel, 1992). Pada mahluk hidup eukariotik tidak ada urut-urutan nukleotida terminasi
transkripsi di dekat ujung akhir dari sesuatu molekul RNA-d. Kenyataan itu berbeda dengan yang di
jumpai pada prokariotik, seperti diketahui pada mahluk hidup prokariotik ada urut-urutan nukleotida
terminasi transkripsi spesifik yang menadai akhir suatu molekul RNA-d. Oleh karena itu, seperti yang
terungkap pada beberapa kasus, transkripsi (untuk RNA-d) berlangsung terus hingga mencapai ratusan
bahkan ribuan nukleotida melalui tapak penambahan poly (A). Pada waktunya terjadi pemutusan di
tapak itu (dengan bantuan suatu enzim endonuklease yang khas RNA) sehingga dihasilkan suatu ujung 3′
OH, dan selanjutnya pada ujung itu di tambahkan ekor poly (A) seperti yang telah disebutkan.
Dewasa ini urut-urutan nukleotida yang bertanggungjawab mengontrol penambahan poly (A) suda
berhasil di identifikasi. Diketahui bahwa pada posisi sekitar 10 hingga. bertanggung-jawab manadai
lokasi tapak poly (A), pada kenyataannya ada juga urut-urutan nukleotida lain di hilir tapak poly (A) yng
juga ikut berperan (Russel, 1992).

Peranan ekor poly (A) di pandang sangat penting dalam hubungannya dengan stabilitas RNA-d,
beberapa telaah telah memperlihatkan hal tersebut (Russel, 1992). Sebagai contoh misalnya RNA-d
protein globin yang masih memiliki ekor poly (A) normal, yang di suntikan kedalam oosit katak, akan
tetapi aktif (ditranslasikan) selama suatu jangka yang cukup lama, sebaliknya jika yang dimsukkan ke
dalam oosit katak adalah RNA-d globin tanpa ekor poly (A), maka RNA-d tersebut tidak lama bertahan
aktif karena segera mangalami degradasi

7. Pembuatan RNA-t

Produk pertama transkripsi gen RNA-t pada mahluk hidup prokariotik maupun eukariotik disebut
sebagai RNA-t precursor atau pre-tRNA. Sebagaimana RNA-d pada mahluk hidup eukariotik, RNA-t
precursor pada mahluk hidup prokariotik maupun eukariotik lebih panjang daripada RNA-t yang siap
pakai, RNA-t precursor tersebut juga mempunyai urut-urutan kepala (leader) di ujung 5′ dan urut-urutan
ekor (trailer) di ujung 5′ (Russel, 1992). Perhatikan gambar 3.11. (pada susunan yang semacam itu juga di
temukan pada mahluk hidup eukariotik). Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, urut-urutan
kepala maupun urut-urutan ekor tetap dipertahankan pada RNA-d yang siap pakai baik di kalangan
mahluk hidup prokariotik maupun eukariotik. Akan tetapi urut-urutan kepala maupun urut-urutan ekor
tersebut disingkirkan selama proses pembentukan RNA-t siap pakai, baik pada mahluk hidup prokariotik
maupun eukariotik (Ressul, 1992). Dalam hubungan ini dinyatakan bahwa proses pembentukan RNA-t
siap pakai pada mahluk hidp eukariotik berlangsung di dalam inti. RNA-t siap pakai berukuran sekitar 4S
serta terdiri dari suatu rantai tunggal yang mempunyai 75 hingga 90 nukleotida. Antara macam-macam
RNA-t terdapat perbedaan urut-urutan nukleotida.

Sebagaimana yang telah di kemukakan sebelumnya bahwa sebagian gen RNA-t berkelompok. Berkenaan
dengan adanya kelompok gen RNA-t itu, ada bukti yang memperlihatkan di kalangan mahluk hidup
prokariotik, suatu kelompok gen RNA-t dapat di transkripsikan bersama, menghasilkan suatu transkripsi
RNA tunggal yang mengandung sejumlah urut-urutan nukleotida RNA-t (Russel,1992), pada mahluk
hidup eukariotik, kejadiannya tidak demikian. Berikut ini ditunjukan molekul-molekul RNA-t precursor
dari beberapa RNA-t.
5‘—-kepala/leader—-(RNA-t—-penyela/spacer)—RNA-t—-ekor/trail.

Dalam hal ini adalah jumlah penyela/spacer—-RNA-t yang merupakan ciri suatu kelompok gen RNA-t.
Seprti pada gambar 3.12 yang memperlihatkan suatu molekul RNA-t precursor pada E. coli yang
mengandung dua urut-urutan nukleotida RNA-t.

Transkripsi, Proses Pengakutan RNA, dan Translasi Pada Sel Eukariot

Pada sel eukariot, proses transkripsi tidak terjadi secara bersamaan, transkripsi terjadi di dalam inti sel
sedangkan translasi terjadi di dalam sitoplasma. Proses transkripsi dan translasi pada eukariot lebih
kompleks bila dibandingkan dengan sel prokariot, termasuk proses pembentukan mRNA.

mRNA pada eukariot diturunkan dari gen primer transkrip dan melibatkan beberapa proses, yaitu (1)
pemotongan sebagian besar precursor mRNA (pre-mRNA) menjadi molekul mRNA yang lebih kecil, (2)
penambahan kelompok 7-metil guanosin pada ujung 5’ (“topi ujung 5’”)molekul, (3) penambahan sekitar
200 nukleotida dengan urutan adenilat nukleotida ( ujung “poly-A”) yang panjang pada ujung 3’ molekul,
(4) pembentukan protein spesifik yang kompleks. Proses pemotongan melibatkan perubahan pre-mRNA
menjadi molekul mRNA dan juga sering melibatkan pemindahan urutan utama dari ujung 5’ ke kodon
inisial translasi, dan segmen bukan kodon diantara daerah kodon.

Tidak semua transkripsi gen melalui keseluruhan 4 tahap di atas. Tidak semua mRNA mempunyai “topi
ujung 5’”, begitu juga ujung “poly-A”. hal ini membuat kita sulit menentukan fungsi modifikasi pasca
transkripsi.

Tidak semua ribosom RNAs disitesis di dalam inti sel eukariot yang mengandung molekul yang memiliki
ukuran yang sangat besar (10S-200S, atau panjangnya sekitar 1000-50000 nukleotida). RNA ini disebut
“heterogeneous nuclear RNA” (hnRNA). Pada proses pembentukan mRNA dari pre-mRNA dihasilkan gen
transkrip di dalam sel eukariot. Proses ini melibatkan pemotongan daerah nonkodon yang terletak
diantara daerah kodon.

Proses translasi pada eukariot analog dengan translasi pada prokariot. Yang membedakannya hanya
inisial tRNA belum dibentuk dan sebagian besar mRNAs pada sel eukariot bersifat monogenic, oleh
karena itu hanya satu molekul polipeptida yang diterjemahkan dari tiap-tiap mRNA.

Pemindahan Urutan Intron dari Penyambungan RNA

Sebagian besar gen pada sel eukariot mengandung lebih banyak daerah nonkodon (intron) yang
memisahkan daerah kodon (exons). Tidak banyak gen pada sel prokariot yang mengandung daerah
intron. Proses penyambungan RNA harus dilakukan secara hati-hati . Daerah exon harus bergabung
dengan nukleotida tunggal dan kodon tersebut harus bisa diterjemahkan dengan tepat.

Pada struktur gen mitokondria dan kloroplas, struktur penghubung exon-intron berbeda dengan gen
pada umumnya sehingga proses penyambungan RNA juga berbeda. Hanya ada satu urutan pendek yang
mengandung intron, yang biasa disebut “TACTAAC box”. Sisa adeninpada urutan ke-6 pada “TACTAAC
box” mempunyai peranan yang penting dalam proses penyambungan RNA. Ada 3 tipe pemotongan
intron pada proses transkripsi RNA, yaitu:

Intron precursor tRNA dipotong tepat pada saat pembelahan inti dan reaksi ligasi yang dikatalisis oleh
enzim endonuklease.
Intron pada Tetrahymena precursor rRNA dipindah ke reaksi khusus dan molekul RNA itu sendiri yang
berfungsi sebagai medianya.

Intron dari hnRNA digabungkan melalui dua tahap reaksi yang dipengaruhi kompleks partikel
ribonukleoprotein yang disebut “spliceosomes”.

Penyambungan Precursor tRNA

Proses penyambungan precursor tRNA telah bekerja secara efektif pada jamur ragi (Saccaromyces sp.).
system penyambungan secara invitro maupun penyambungan mutan telah digunakan pada proses
penyambungan tRNA pada jamur ragi. Proses pemotongan precursor tRNA terjadi dalam dua tahap.
Pertama-tama ikatan membran nuclear menggabungkan endonuklease dan membuat pemotongan
tersebut terjadi tepat pada ujung intron. Kemudian dengan adanya suatu reaksi kompleks, ligase
digabungkan dengan tujuan untuk menggabungkan 2 bagian tRNA sehingga dihasilkan molekul tRNA
yang utuh. Kekhususan dari reaksi ini terletak pada proses pengkonversian 3 pola struktur precursor
tRNA.

Pemotongan precursor menghasilkan ujung 5’-OH dan kelompok 2’-3’ phospat yang siklik pada ujung 3’.
Tahap kedua pada proses ligasi melibatkan 4 reaksi yang terpisah, yaitu:

Penambahan kelompok phospat pada ujung 5’-OH. Reaksi ini membutuhkan aktifitas enzim kinase dan
donor phospat.

Kelompok 5’ phospat diaktifkan dengan memindahkan AMP ke ujung molekul.

ikatan siklik 2’-3’ phospat terbuka karena aktivitas enzim cyclic phosphodiesterase yang menghasilkan 2’
phospat dan gugus 3’ hidroksil.

Reaksi ligasi yang terakhir adalah proses pemecahan gugus 3’-OH dengan melepaskan AMP.
Hampir seluruh organisme memiliki mekanisme pemotongan intron yang sama. Mekanisme tersebut
juga terjadi pada sel-sel tumbuhan. Akan tetapi mekanisme pemotongan intron pada sel mamalia sedikit
berbeda dengan sel-sel yang lain.

Penyambungan Autokatalisis Pada Precursor Tetrahymena tRNA

Pada ilmu biologi umu dijelaskan bahwa proses metabolisme terjadi karena reaksi katalisis enzim.
Enzim-enzim tersebut merupakan polypeptida tunggal dan ezim tersebut membutuhkan kofaktor yang
mempunyai struktur bukan protein agar enzim tersebut bisa berfungsi dengan baik. Jadi, intron pada
precursor tRNA dari Tetrahymena dipotong tanpa menggunakan protein dan proses pemotongan ini
sangat penting bagi tRNA itu sendiri. Beberapa proses autokatalisis tersebut terjadi pada precursor rRNA
beberapa eukariot dan precursor rRNA, tRNA, dan mRNA mitokondria.

Pemotongan secara autokatalisis pada intron dalam precursor rRNA Tetrahymena tidak membutuhkan
tenaga eksternal dan juga protein. Akan tetapi proses tersebut membutuhkan transfer phospphodiester
untuk memotong intron. Dua bagian intron yang telah dipotong akan dipindah ke ikatan
phosphodiuester yang lain. Aktivitas autokatalisis ini tergantung pada struktur intron atau struktur
sekunder dari precursor tRNA

Penyambungan Pre-mRNA: snRNAs, snRNPs, dan Spliceosome

Intron precursor pada inti sel dipotong melalui dua tahap seperti yang terjadi pada jamur ragi. Akan
tetapi pada precursor inti intronnya tidak dipotong oleh enzim nuklease atau ligase. Intron tersebut
dipotong oleh struktur protein yang disebut Spliceosome. Spliceosome mengandung suatu molekul RNA
yang disebut snRNA.

Tahap awal pemotongan terjadi pada ujung 5’ intron dan 2’-5’ phosphodiester dibentuk diantara posisi
5’-G yang ditempatkan dekat ujung3’ intron. Pada tahap kedua gen digabungkan oleh ikatan 3’-5’
phosphodiester dan intron yang telah dibentuk akan dilepaskan. Tahap-tahap ini terjadi pada
Spliceosome dan membutuhkan hidrolisis ATP. Molekul lain yang terkandung pada spliceosome adalah
molekul RNA yang disebut snRNP. Molekul snRNP akan ditambahkan pada proses pemotongan adar
prosesnya berlangsung secara sempurna. Molekul snRNP U2 diikat pada suatu jaringan yang khusus dan
membentuk percabangan. Kemudian snRNP U5 dan U4 atau U6 ditambahkan untuk menghasilkan
spliceosome yang sempurna. Pada pembelahan ujung 5’ intron, snRNA U4 dilepaskan dari spliceosome.
Setelah intron dipotong, dua bagian exon digabungkan dengan menyambungan 5’-3’ phosphodiester
sehingga mRNA yang sudah dipotong siap dipindah ke sitoplasma dan melanjutkan proses transkripsi
selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai