Anda di halaman 1dari 42

PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK


MENINGKATKAN KE AKTIFAN BELAJAR PAI ( PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM ) DI KELAS XI IPS SMA NEGERI SINDANGKERTA
KABUPATEN BANDUNG BARAT

Oleh

Tete Sumitra, S.Ag.

Guru Mata Pelajaran PAI

PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG)


DALAM JABATAN TA 2019
DIREKTORAT PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM
KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

TETE SUMITRA

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK


MENINGKATKAN KE AKTIFAN BELAJAR PAI ( PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM ) DI KELAS XI IPS SMA NEGERI SINDANGKERTA
KABUPATEN BANDUNG BARAT

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH

PEMBIMBING PROPOSAL

______________________
NIP.

PENGUJI SEMINAR PROPOSAL

Dr. H. Y. Suyitno, M.Pd.


NIP. 195009081981011001

Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Drs. Nana Djumhana, M. Pd


NIP. 195905081984031002
LEMBAR PENGESAHAN

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK


MENINGKATKAN KE AKTIFAN BELAJAR PAI ( PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM ) DI KELAS XI IPS SMA NEGERI SINDANGKERTA
KABUPATEN BANDUNG BARAT

Bandung Barat, 07 Oktober 2021


Oleh :
TETE SUMITRA

Mengetahui,
PEMBIMBING PROPOSAL

Drs. Dharma Kesuma, M.Pd


NIP. 195509271985031 001
A. JUDUL PENELITIAN
Penerapan Model Discovery Learning untuk meningkatkan ke aktifan belajar
PAI Materi QS: An-Nisa 4:59, Al-Maidah 5:48 dan At-Taubah 9:105 Pada
Peserta Didik di Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sindangkerta Kabupaten
Bandung Barat.

B. BIDANG KAJIAN
A. Mata Pelajaran yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah Pendidikan
Agama Islam (PAI)
B. Bidang Kajian penelitian ini adalah materi Materi QS: An-Nisa 4:59, Al-
Maidah 5:48 dan At-Taubah 9:105

C. LATAR BELAKANG MASALAH


Terwujudnya kondisi pembelajaran peserta didik aktif merupakan
harapan dari semua komponen pendidikan termasuk masyarakat dan para
praktisi dunia pendidikan. Oleh karena itu dalam dalam kegiatan
pembelajaran dituntut suatu strategi pembelajaran yang direncanakan oleh
guru dengan mengedepankan keaktifan peserta didik saat proses belajar
mengajar sedang berlangsung. Dengan proses mengajar yang mengedepankan
keaktifan peserta didik diharapkan mampu meningkatkan motivasi belajar
peserta didik sehingga hasil belajar menjadi lebih maksimal sesuai dengan
tujuan pendidikan di sekolah.

Menurut Suparno,[1] peserta didik yang aktif dalam proses


pembelajaran dicirikan oleh dua aktivitas, yaitu aktivitas dalam berfikir
(minds-on), dan aktivitas dalam berbuat (hands-on). Perbuatan nyata peserta
didik dalam pembelajaran merupakan hasil keterlibatan berfikir peserta didik
terhadap kegiatan belajarnya. Dengan demikian proses pembelajaran peserta
didik aktif dalam kegiatan belajar mengajar merupakan suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dilaksanakan secara terus menerus dan tidak
berhenti. Hal ini dilakukan apabila interaksi antara guru dan peserta didik
terjalin dengan baik. Sebab menurut Usman,[2] interaksi dan hubungan
timbal balik antara Guru dengan Peserta didik itu merupakan syarat utama
bagi berlangsungnya proses belajar mengajar.

Terdapat opini yang menyatakan bahwa terdapat beberapa masalah


pembelajaran di sekolah yang antara lain adalah:

1. Materi ajar yang tidak bermakna.


2. Belajar hanya berisi ceramah yang membosankan.
3. Guru hanya menyuapi (spoon feeding) siswa dengan pengetahuan yang
bersifat superficial
4. Proses belajar bukan merupakan proses yang menyenangkan tapi malah
menakutkan.

Berdasarkan pada pendapat tersebut, menunjukkan bahwa aktivitas


peserta didik dalam proses belajar mengajar sangatlah diperlukan. Namun
yang lebih penting lagi dalam meningkatkan aktivitas peserta didik tersebut
ialah kemampuan Guru dalam merencanakan suatu kegiatan belajar mengajar
sehingga dengan rencana tersebut peserta didik dapat beraktivitas dalam
proses belajar mengajar hingga dicapai tujuan pembelajaran.

Dalam pengalaman penulis, masih sering menjumpai beberapa sekolah


yang terdapat guru-guru yang masih menerapkan pendekatan konvensional
dalam pembelajaran. Pembelajaran yang diselenggarakan banyak
menggunakan metode-metode cenderung monoton dan membosankan, seperti
metode ceramah.

Dampak dari penggunaan pendekatan yang tidak produktif dan tidak


menarik berdampak pada rendahnya motivasi dan minat belajar siswa yang
pada akhirnya menghasilkan prestasi belajar siswa rendah. Hal ini dibuktikan
oleh adanya data hasil belajar siswa kelas XI SMA Negeri 1 Sindangkerta
yang mencapai ketuntasan belajar di bawah rata-rata, yakni 70.[3]

Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa di atas, dipandang perlu


menggunakan pendekatan lain sebagai solusi. Di antara pendekatan yang
memungkinkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa adalah Metode
Pendekatan Berbasis Aktivitas. Pendekatan ini memiliki kemampuan untuk
mendorong siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran yang pada
gilirannya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Pandangan ini di
dasarkan pada sejumlah kelebihan yang dimiliki oleh pendekatan tersebut.

Berbagai kelebihan Kelebihan Penggunaan Metode Pembelajaran Yang


Berbasis pada Aktivitas Peserta didik,[4] yakni:

a. Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan


keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan
merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara
belajarnya.
b. Pengetahuan yang diperoleh melalui strategi ini sangat pribadi dan ampuh
karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
c. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki
dan berhasil.
d. Strategi ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai
dengan kecepatannya sendiri.
e. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan
melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
f. Strategi ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena
memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
g. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan
gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan
sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
h. Membantu peserta didik menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena
mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
i. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
j. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses
belajar yang baru.
k. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
l. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
m. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.
n. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
o. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan
manusia seutuhnya.
p. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
q. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber
belajar.
r. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

Berdasarkan pemikiran di atas, Penulis menganggap penting untuk


melakukan penelitian lebih jauh tentang Penerapan Model Discovery
Learning untuk meningkatkan ke aktifan belajar PAI Materi QS: An-Nisa
4:59, Al-Maidah 5:48 dan At-Taubah 9:105 Pada Peserta Didik di Kelas XI
IPS SMA Negeri 1 Sindangkerta Kabupaten Bandung Barat.

D. RUMUSAN MASALAH
Merujuk pada latar belakang yang telah dipaparkan , peneliti merumuskan
masalah utama dalam penelitian ini yaitu “Bagaimanakah Penerapan Model
Discovery Learning untuk meningkatkan ke aktifan belajar PAI Materi QS: An-
Nisa 4:59, Al-Maidah 5:48 dan At-Taubah 9:105 Pada Peserta Didik di Kelas XI
IPS SMA Negeri 1 Sindangkerta Kabupaten Bandung Barat.?”. Secara spesifik
rumusan masalah dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peningkatan pembelajaran Model Discovery Learning untuk
meningkatkan ke aktifan belajar PAI Materi QS: An-Nisa 4:59, Al-Maidah
5:48 dan At-Taubah 9:105 Pada Peserta Didik di Kelas XI IPS SMA Negeri 1
Sindangkerta?
2. Bagaimana peningkatan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran PAI
Materi QS: An-Nisa 4:59, Al-Maidah 5:48 dan At-Taubah 9:105 Pada Peserta
Didik di Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sindangkerta?
E. TUJUAN PENELITIAN

Sejalan dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini secara umum adalah “Untuk memperoleh dan mendeskripsikan data
mengenai penerapan Model Discovery Learning untuk meningkatkan
pembelajaran Materi QS: An-Nisa 4:59, Al-Maidah 5:48 dan At-Taubah 9:105
Pada Peserta Didik di Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sindangkerta?. Secara khusus
tujuan penelitian ini adalah sebgai berikut:
1. Untuk memperoleh dan mendeskripsikan data mengenai
peningkatan pembelajaran materi QS: An-Nisa 4:59, Al-Maidah 5:48 dan At-
Taubah 9:105 Pada Peserta Didik di Kelas XI IPS SMA Negeri 1
Sindangkerta?
2. Untuk memperoleh dan mendeskripsikan data mengenai peningkatan hasil
belajar peserta didik pada pembelajaran PAI materi QS: An-Nisa 4:59, Al-
Maidah 5:48 dan At-Taubah 9:105 Pada Peserta Didik di Kelas XI IPS SMA
Negeri 1 Sindangkerta?

F. MANFAAT HASIL PENELITIAN


Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat teoritis
Melalui kegiatan penelitian ini diharapkan diperoleh suatu model
pembelajaran yang tepat dalam melaksanakan pembelajaran PAI sebagai salah
satu upaya meningkatkan pemahaman pembelajaran PAI khususnya materi QS:
An-Nisa 4:59, Al-Maidah 5:48 dan At-Taubah 9:105 yang nantinya dapat
dijadikan sebagai refrensi bagi peneliti selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peserta didik
1. Meningkatkan pemahaman peserta didik mengenai materi QS: An-
Nisa 4:59, Al-Maidah 5:48 dan At-Taubah 9:105.
2. Mendorong peserta didik lebih aktif, kreatif, dan berani
mengungkapkan pendapat
3. Mendapatkan pengajaran yang konkrit yaitu tidak hanya sekedar
konsep melainkan proses suatu kejadian
4. Menjadikan suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga
peserta didik termotivasi dan merasa antusias dalam mengikuti
pembelajaran.
b. Bagi guru
1. Meningkatnya kemampuan guru dalam mengatasi kendala
pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
2. Dapat memberikan inspirasi bagi guru untuk melakukan proses belajar
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang inovatif
sehingga tercipta pembelajaran yang menyenangkan.
3. Melatih keprofesionalan seorang guru dalam mengembangkan model
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik
c. Bagi sekolah
1. Hasil penelitian dapat dijadikan acuan dalam upaya pengadaan inovasi
pembelajaran bagi para guru lain dalam mengajarkan materi.
2. Sebagai masukan dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas
pembelajaran secara intensif dan menggunakan model pembelajaran
yang lebih inovatif agar kualitas pembelajaran lebih efektif khususnya
pada kualitas sekolah.

G. KAJIAN PUSTAKA

1. Kajian Teori
1) Model Pembelajaran Discovery Learning
a. Pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning
Discovery berasal dari bahasa Inggris “discovery”, yang berarti
penemuan. Secara umum discovery learning adalah proses dimana
para saintis mengajukan pertanyaan tentang alam dunia ini dan
bagaimana mereka secara sistematis mencari jawabannya. Secara
khusus, discovery learning adalah metode yang menekankan pada
proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan jawaban dari suatu masalah.”[5]
Sedangkan menurut Budiningsih menyebutkan Model Discovery
Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui
proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan.
[6] Adapun Brune, Discovery Learning merupakan pembelajaran
berdasarkan penemuan (inquirybased), konstruktivis dan teori
bagaimana belajar. Model pembelajaran yang diberikan kepada
siswa memiliki skenario pembelajaran untuk memecahkan
masalah yang nyata dan mendorong mereka untuk memecahkan
masalah mereka sendiri.[7]
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk
mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan
sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia
dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa.
Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berfikir analisis
dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi.
Kebiasaan ini akan di transfer dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Langkah Persiapan Model Discovery Learning
1) Menentukan tujuan pembelajaran.
2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal,
minat, gaya belajar, dan sebagainya).
3) Memilih materi pelajaran.
4) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara
induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
5) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-
contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
6) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke
kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif,
ikonik sampai ke simbolik.
7) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
c. Prosedur Aplikasi Model Discovery Learning[8]
1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini peserta didik dihadapkan pada
sesuatu yang menimbulkan tanda tanya, kemudian dilanjutkan
untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk
menyelidiki sendiri. Di samping itu guru dapat memulai
kegiatan poses belajar mengajar dengan mengajukan
pertanyaan, anjuran membaca buku, dan kegiatan belajar
lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi
interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu
siswa dalam mengeksplorasi bahan.
2) Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan
dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah). Permasalahan yang dipilih itu
selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau
hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas
pertanyaan yang diajukan. Memberikan kesempatan siswa
untuk mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan yang
mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam
membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan
suatu masalah.
3) Data Collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan
kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-
banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis[9]. Tahap ini berfungsi untuk menjawab
pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.
Dengan demikian peserta didik diberi kesempatan untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca
literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber,
melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari
tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan
sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang
dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa
menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah
dimiliki.
Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif
untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan
permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak
disengaja siswa menghubungkan masalah dengan
pengetahuan yang telah dimiliki.
4)  Data Processing (Pengolahan Data)
Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan
sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan,
ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu
serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu[10]
Data processing disebut juga dengan pengkodean atau
kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan
generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan
mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/
penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
5) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang
ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan
hasil data processing[11] Verification menurut Bruner,
bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan
kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman
melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi
yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan
terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak,
apakah terbukti atau tidak.
6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik
sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan
berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama,
dengan memperhatikan hasil verifikasi[12]. Berdasarkan hasil
verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari
generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus
memperhatikan proses generalisasi yang menekankan
pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau
prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman
seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan
generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
Sebagai model pembelajaran, Discovery Learning mempunyai
prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem
Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga
istilah ini. Discovery Learning lebih menekankan pada
ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak
diketahui. Perbedaan inkuiri dan problem solving dengan
Discovery Learning ialah bahwa pada discovery learning
masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah
yang direkayasa oleh guru.

d.  Tujuan Model Pembelajaran Penemuan (Discovery)


Menurut Trianto[13] fungsi model pembelajaran adalah sebagai
pedoman bagi perancang pengajar dan para guru dalam
melaksanakan pembelajaran. Untuk memilih model ini sangat
dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, dan juga
dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran
tersebut serta tingkat kemampuan peserta didik. Di samping itu
pula, setiap model pembelajaran juga mempunyai tahap-tahap
(sintaks) yang dapat dilakukan siswa dengan bimbingan guru.
Antara sintaks yang satu dengan sintaks yang lain juga
mempunyai perbedaan. Perbedaan-perbedaan ini, di antaranya
pembukaan dan penutupan pembelajaran yang berbeda antara satu
dengan yang lain. Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat
menerapkan berbagai keterampilan mengajar, agar dapat mencapai
tujuan pembelajaran yang beraneka ragam dan lingkungan belajar
yang menjadi ciri sekolah pada dewasa ini.

Metode pembelajaran penemuan (discovery) dalam proses belajar


mengajar mempunyai beberapa tujuan antara lain :
1) Meningkatkan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam
memperoleh dan memproses perolehan belajar.
2) Mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup.
3) Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu-satunya
sumber informasi yang diperlukan oleh para siswa.
4) Melatih peserta didik untuk mengeksplorasi atau
memanfaatkan lingkungan sebagai informasi yang tidak akan
pernah tuntas digali[14].
e. Kelebihan Penerapan Discovery Learning
Setiap model pembelajaran tentunya memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Oleh karena itu, guru harus kreatif
dalam memilih model pembelajaran yang akan digunakan. Model
discovery learning memudahkan siswa untuk menemukan sendiri
konsep-konsep pembelajaran yang tidak diperoleh siswa dengan
cara mendengarkan penjelasan dari guru.
Menurut Kemendikbud[15], mengatakan mengenai kelebihan dari
discovery learning adalah sebagai berikut.
1) Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan
keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha
penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang
tergantung bagaimana cara belajarnya.
2) Pengetahuan yang diperoleh melalui strategi ini sangat pribadi
dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan
transfer.
3) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa
menyelidiki dan berhasil.
4) Strategi ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat
dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
5) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri
dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
6) Strategi ini dapat membantu siswa memperkuat konsep
dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan
yang lainnya.
7) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif
mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat
bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi
diskusi.
8) Membantu peserta didik menghilangkan skeptisme (keragu-
raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan
tertentu atau pasti.
9) Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
10) Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada
situasi proses belajar yang baru.
11) Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
12) Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis
sendiri.
13) Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.
14) Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
15) Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada
pembentukan manusia seutuhnya.
16) Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
17) Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai
jenis sumber belajar.
18) Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
f. Kekurangan Penerapan Discovery Learning
Metode itu berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru
hanya sebagai teman belajar saja, membantu bila diperlukan.
Metode penemuan (discovery) ini mempunyai kelemahan yaitu
sebagai berikut:
1) Siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental
2) Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui
keadaan sekitarnya dengan baik
3) Metode ini kurang berhasil digunakan di kelas besar
4) Bagi guru dan siswa yang sudah terbiasa dengan perencanaan
dan pengajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila di
ganti dengan metode penemuan (discovery)
5) Dengan menggunakan metode penemuan (discovery) ini
proses mental terlalu mementingkan proses pengertian saja
atau pembentukan sikap dan keterampilan siswa[16].
Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan
kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver,
seorang scientis, historis, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak
disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk
melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi,
membandingkan, mengkategorikan, menganalisis,
mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat
kesimpulan-kesimpulan.
Model pembelajaran discovery learning ini menimbulkan asumsi
bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang
pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau
mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis
atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
Pada intinya tidak ada model pembelajaran yang sempurna. setiap
model pembelajaran memiliki ke;ebihan dan kekurangannya.
Tinggal kemampuan para guru untuk dapat memilah dan memilih
model pembelajaran yang mana yang paling cocok dengan materi
pembelajaran.
2) Motivasi Belajar  
a. Pengertian Motivasi Belajar
Dalam buku psikologi pendidikan Drs. M. Dalyono memaparkan
bahwa “motivasi adalah daya penggerak/pendorong untuk
melakukan sesuatu pekerjaan, yang bisa berasal dari dalam diri
dan juga dari luar”[17].
Dalam bukunya Ngalim Purwanto, Sartain mengatakan bahwa
motivasi adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu
organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan
(goal) atau perangsang (incentive). Tujuan adalah yang
membatasi/menentukan tingkah laku organisme itu[18].
Dengan demikian motivasi dalam proses pembelajaran sangat
dibutuhkan untuk terjadinya percepatan dalam mencapai tujuan
pendidikan dan pembelajaran secara khusus.
Belajar dalam arti luas dapat diartikan sebagai suatu proses yang
memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku
sebagai hasil dari terbentuknya respon utama, dengan sarat bahwa
perubahan atau munculnya tingkah laku baru itu bukan disebabkan
oleh adanya kematangan atau oleh adanya perubahan sementara
oleh suatu hal[19].
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar pada
dasarnya ada dua yaitu: motivasi yang datang sendiri dan motivasi
yang ada karena adanya rangsangan dari luar. Kedua bentuk
motivasi belajar ini sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar.
Setiap motivasi itu bertalian erat hubungan dengan tujuan atau
suatu cita-cita, maka makin tinggi harga suatu tujuan itu, maka
makin kuat motivasi seseorang untuk mencapai tujuan.
b. Jenis-jenis Motivasi Belajar[20]
Berdasarkan pengertian dan analisis tentang motivasi yang telah
dibahas diatas maka pada pokoknya motivasi dapat dibagi menjadi
dua jenis yaitu: (a) motivasi intrinsik dan (b) motivasi ekstrinsik.
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tercangkup di dalam situasi
belajar mengajar serta memenuhi kebutuhan dan tujuan-tujuan para
murid. Motivasi seperti ini juga sering disbut dengan motivasi
murni yakni motivasi yang sebenarnya timbul dari dalam diri
peserta didik sendiri, seperti keinginan untuk mendapat
keterampilan tertentu, keinginan untuk memperoleh informai,
keinginan untuk diterima oleh orang lain dan lain sebagainya.
Jadi, motivasi ini timbul murni dari dalam (intern) tanpa pengaruh
dari luar (ekstern), maka motivasi intrinnsik adalah motivasi yang
muncul dari dalam diri peserta didik dan sangat berguna dalam
situasi belajar mengajar yang funsional. Dalam hal ini hadiah,
pujian ataupun sejenisnya tidak diperlukan oleh karena tidak akan
menyebabkan peserta didik bekerja atau belajar untuk mendapatkan
hadian ataupun pujian yang dimaksud, sebagaimana yang dikatakan
Emerson: The reward of a thing well done is to have done it.
c. Prinsip-prinsip Motivasi Belajar
Ada beberapa prninsip-prinsip motivasi belajar yakni.[21]
1) Pujian lebih efektif dari pada hukuman
Hukuman bersifat menghentikan suatu perbuatan, sedangkan
pujian bersifat menghargai apa yang telah dilakukan. Karena
itu pujian lebih besar nilainya bagi motivasi belajar peserta
didik.
2) Kebutuhan psikologis
Semua peserta didik mempunyai kebutuhan-kebutuhan
psikologis (yang bersifat mendasar) tertentu yang harus
mendapatkan kepuasan. Kebutuhan-kebutuhan ini dinyatakan
dalam bentuk diri yang berbeda-beda. Peserta didik yang dapat
memenuhi dirinya secara efektif melalui kegiatan-kegiatan
belajar dan hanya memerlukan sedikit bantuan di dalam
memotivasi dan disiplin.
3) Prinsip intrinsik
Motivasi yang berasal dari dalam diri individu lebih efektif
dari pada motivasi yang berasal dari luar individu yang
sifatnya dipaksakan. Ini disebabkan karena kepuasan yang
diperoleh oleh individu itu sesuai dengan ukuran yang ada
dalam diri peserta didik sendiri.
4)     Prinsip pemantapan.
Perbuatan belajar yang diharapkan bisa menuai hasil dan dapat
dilihat maka perlu diulang beberapa saat setelah
menyampaikan materi yang telah disampaikan sehingga
hasilnya tetap mantap dan pemantapan itu perlu dilakukan
dalam setiap tingkatan pengalaman belajar.
5)    Prinsip minat
Motivasi itu mudah menjalar dan menyebar terhadap orang
lain, Guru yang berminat tinggi dan antusias akan
menghasilkan peserta didik yang berminat tinggi dan antusias
pula, sehingga peserta didik yang antusias akan mendorong
motivasi peserta didik lainnya.
6)    Prinsip pemahaman
Pemahaman nyang jelas terhadap tujuan-tujuan itu akan
merangsang motivasi. Jadi, apabila seseorang telah menyadari
tujuan yang hendak dicapai maka perbiatannya kearah itu akan
lebih besar daya dorongnya.
7) Prinsip beban
Tugas-tugas yang dibebankan oleh diri sendiri akan
menimbulkan minat yang lebih besar untuk mengerjakan dari
pada tugas itu dipaksakan oleh guru, apabila peserta didik
diberikan kesempatan menemukan masalahnya sendiri dan
memecahkannya sendiri maka akan berkembang motivasi dan
disiplin yang lebih baik pada dirinya.
8) Prinsip external reward
Puji-pujian yang datangnya dari luar(external reward) kadang-
kadang diperlukan dan cukup efektif untuk merangsang minat
yang sebenarnya.Berkat dorongan oranglain, misalnya untuk
mewmperoleh angka yang tinggi maka akan berusaha lebih giat
karna minatnya akan lebih besar.
9) Prinsif kreativitas
Motivasi yang besar dan erat hubungannya dengan kreativitas
peserta didik. Dengan teknik mengajar tertentu, maka
motivasi  peserta didik dapat diajukan kepada kegiatan-
kegiatan kreatif. Motivasi yang telah dimiliki oleh peserta didik
apabila diberi semacam penghalang seperti ada ujian
mendadak, peraturan-peraturan sekolah dan lain-lain. Maka,
kegiatan kreatif akan timbul sehingga akan lolos dari
penghalang-penghalangnya.
Prinsip-prinsip tersebut dapat digunakan oleh pendidik dalam
upaya peningkatan motivasi peserta didik dalam mengikuti
kegiatan belajar mengajar, sehingga didapatkan hasil dan
prestasi yang optimal. Diantanya yaitu sebagai berikut:
a)      Kebermaknaan
Pelajaran akan menjadi lebih bermakna bagi peserta didik
jika seorang Guru berusaha menghubungkannya dengan
pengalaman masa lampau atau dengan pengalaman-
pengalaman yang mereka miliki sebelumnya. Sesuatu yang
menarik minat dan nilai-nilai tinggi bagi peserta didik berarti
bermakna bagi mereka. Oleh sebab itu guru hendaknya
berusaha menyesuaikan pelajaran dengan minat para peserta
didiknya, dengan cara memberikan kesempatan kepada para
peserta didik untuk berperan serta memilih.
b)    Modeling (keteladanan)
Peserta didik akan suka memperoleh tingkah laku baru bila
dilaksanakan dan ditirunya, pelajaran akan lebih mudah
dihayati dan diterapkan oleh peserta didik jika guru mengajar
dalam bentuk tingkah laku model (keteladanan), bukan hanya
dengan cara berceramah atau bercerita secara lisan. Dengan
mode tingkah laku itu, peserta didik dapat mengamati dan
menirukan apa yang diinginkan oleh guru.
c)     Komunikasi terbuka
Peserta didik akan lebih suka belajar bila penyajiannya
terstruktural sehingga pesa-pesan guru lebih terbuka dengan
pengamatan peserta didiknya.
d)      Prasyarat
Apa yang telah dipelajari peserta didik sebelumnya
mungkin merupakan faktor penting yang dapat menentukan
keberhasilan peserta didik dalam belajar. Oleh karena itu
hendaknya guru berusaha mengetahui atau mengenali
prasyarat-prasyarat yang telah mereka miliki, yakni: peserta
didik yang berada dalam kelompok yang berprasyarat akan
mudah mengamati hubungan antara pengetahuan yang
sederhana yang telah dimiliki dengan pengetahuan yang
kompleks yang akan dipelajari.
e)    Novelty
Peserta didik akan lebih senang belajar bila pengetahuan
dan pengalamannya di tarik dengan penyajian-penyajian yang
baru (novelty) atau masih asing.
f)     Latihan / praktek yang aktif dan bermanfaat
Latihan ataupun praktek secara aktif bararti peserta didik
mengerjakan sendiri apa yang dipelajari, bukan mendengarkan
ceramah atau menulis pada buku yang ditugaskan oleh
gurunya.
g)    Latihan terbagi
Peserta didik lebih senang belajar jika latihan dibagi-bagi
berdasarkan jumlah kurun waktu yang pendek. Latihan yang
demikian akan meningkatkan motivasi peserta didik dalam
belajar dibandingkan dengan latihan yang dilakukan sekaligus
dalam jangka waktu yang panjang.
h)    Kurangi secara sitematik cara belajar paksaan
Peserta didik perlu diberikan paksaan atau pemompaan
semangat motivasi. Akan tetapi bagi peserta didik yang sudah
mulai menguasai pelajaran, maka secara sistematik
pemompaan itu dikurangi dan akhirnya peserta didik dapat
belajar mandiri.
i)     Kondisi yang menyenangkan
Peserta didik akan lebih senag melanjutkan belajarnya jika
kondisi belajar mengajarnya menyenangkan dan menarik
hatinya.
d. Cara mengaktifkan motivasi belajar peserta didik[22]
Guna dapat menggunakan berbagai cara untuk menggerakkan atau
membangkitkan motivasi belajar peserta didik, diperlukan sebagai
berikut :
1)        Memberi angka
Umumnya peserta didik ingin mengetahui hasil pekerjaannya
yakni berupa angka yang diberikan oleh guru, peserta didik yang
mendapat angka (nilai) baik itu akan menambah motivasi
belajarnya sebaliknya peserta didik yang mendapat angka kurang
baik akan terjadi dua kemungkinan yakni peserta didik itu frustasi
ataupun akan menjadi pendorong motivasi agar belajar lebih baik.
2)        Pujian
Peserta didik yang mendapat pujian dari gurunya akan merasa
puas, senang dan merasa diperhatikan sehingga akan menambah
motivasinya untuk belajar. Contoh pujian yang sederhana antara
lain: bagus nak, pintar nak, membenarkannya walaupun keliru
jawaban si anak dengan kata-kata “benar” dan lain sebagainya.
3)        Memberikan hadiah
Cara ini dapa juga dilakukan oleh guru dalam batas-batas tertentu,
misalnya pemberian hadiah hasil belaja pada akhir tahun kepada
para peserta didik yang mendapat atau menunjukkan hasil belajar
yang baik, memberikan hadiah bagi para pemenang sayembara
atau p[ertandingan olah raga.
4)        Kerja kelompok
Dalam kerja kelompok dimana peserta didik melakukan kerjasama
dalam belajar dan setiap anggaota kelompok turut mendukung
kelompoknya. Demi nama baik kelompok itu menjadi pendorong
yang kuat dalam perbuatan belajar.
5)        Persaingan
Persaingan secara individu maupun secara kelompok akan
memberikan motif-motif sosial bagi peserta didik. Hanya saja
persaingan individu akan memberikan pengaruh yang tidak baik,
seperti : rusaknya hubungan persahabatan, perkelahian,
pertentangan, persaingan antar kelompok belajar.
6)        Tujuan dan level of aspiration
Dalam keluarga atau pendidikan informal sangat berpengaruh
besar untuk mendorong kegiatan peserta didik.
7)        Sarkames
Dalam batas-batas tertentu sarkames dapat mendorong kegiatan
belajar demi nama baiknya, tapi pihak lain dapat sebaliknya,
sehingga memungkinkan timbulnya konflik antara peserta didik
dan garu.
8)        Penilaian
Penilaian secara berkesinambungan akan memotivasi peserta didik
untuk belajar, karena setiap anak cendrung ingin dapat nilai yang
baik, disamping itu peserta didik selalu mendapat tantangan dan
masalah yang harus dihadapi dan dipecahkan sehingga
mendorongnya belajar lebih teliti dan saksama.
9)        Karya wisata atau ekskursi
Cara ini akan menimbulkan mmotivasi belajar, karena dalam
kegiatan ini akan mendapat pengalaman langsung dan bermakna
baginya, selain karena obyek yang dikunjungi menarik, bebas,
lepas dari keterikatan ruang kelas juga besar manfaatnya untuk
menghilangkan kepengatan yang ada, sehingga kegiatan belajar
mengajar menjadi lebih menyenangkan bagi peserta didik.
10)    Film pendidikan (balajr melalui visual)
Setiap orang pasti senang menonton film lebih-lebih filmnya
menarik, namun disini yang dimaksud film viksi ilmiah, gambaran
dan isi cerita yang menarik akan menarik perhatian peserta didik,
para peserta didik akan mendapat pengalaman baru yang
merupakan suatu unit cerita yang bermakna.
11)    Belajar melalui audio
Mendengar radio lebih diperhatikan dari pada mendengan ceramah
guru, kendatipun demikian radio tidak mungkin dapat
menggantikan posisi guru dalam mengajar. Masih banyak cara
untuk membangkitkan motivasi peserta didiknya, namun yang
lebih penting ialah motivasi yang timbul dari diri peserta didik
seperti dorongan kebutuhan, kesadaran dan pribadi guru sendiri
merupakan contoh yang dapat meransang motivasi mereka.
3.      Pokok Bahasan Tawadduk

H. METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN


A. Setting Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan berbentuk Penelitian Tindakan Kelas,
untuk itu peneliti mempersiapkan setting penelitian berupa keterangan
lokasi penelitian, waktu penelitian, sarana dan prasarana, kondisi Guru
dan Siswa, serta gambaran umum sekolah penelitian. Berikut penjelasan
lebih rinci mengenai setting penelitian diantaranya:
1. Tempat Penelitian Lokasi penelitian yaitu di SMAN 1 Sindangkerta
Kabupaten Bandung Barat,
2. Kondisi Guru Tenaga Guru terdapat 40 orang yang secara keseluruhan
sudah berpendidikan S1, tetapi baru 15 orang yang sudah lulus
sertifikasi 15 orang pegawai negri sipil (PNS) dan 25 orang guru
honor.
3. Kondisi Jumlah siswa keseluruhan sebanyak 645 orang, kelas X
sebanyak orang, kelas XI sebanyak orang dan kelas XII sebanyak
orang.

B. Jenis Penelitian
Melihat judul penelitian yang lokasi penelitiannya di kelas, maka dapat
diketahui bahwa penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK).
Menurut Hopkins dalam Bambang Warsito, Penelitian Tindakan Kelas
atau yang lebih dikenal dengan sebutan classroom action research
merupakan kajian sistematik tentang upaya meningkatkan mutu praktik
pendidikan oleh seklompok masyarakat melalui tindakan praktis yang
mereka lakukan dan merefleksi hasil tindakannya.[28]

C. Prosedur Penelitian
1. Sumber Data
Adapun data pada penelitian ini bersumber dari para responden yaitu
peserta didik kelas XI IPS SMAN 1 Sindangkerta Kabupaten Bandung
Barat yang berjumlah 30 orang.
2. Jenis Data
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yang dibutuhkan yakni:
data kualitatif berupa situasi pembelajaran pada saat praktik
penggunaan metode pendekatan berbasis aktivitas; dan data kuantitatif
berupa hasil tes ulangan harian.
3. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan jenis data penelitian di atas maka teknik pengumpulan
data dilakukan dengan dua metode yaitu:
a. Metode tes, yakni metode ini digunakan untuk mendapatkan data
hasil belajar siswa.
b. Metode observasi, yakni metode ini digunakan untuk mendapatkan
data tentang situasi dan praktik metode pendekatan berbasis
aktivitas.
4. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis
yaitu:
a. Instrumen Tes, yakni tes tertulis ini berupa tes awal (pretes) dan tes
akhir (postes). Tes awal (prestes) adalah tes yang dilaksanakan
sebelum bahan pelajaran diberikan kepada peserta didik, karena
butir-butir soalnya dibuat yang mudah-mudah. Sedangkan tes akhir
(postes) adalah bahan-bahan pelajaran yang tergolong penting,
yang telah di ajarkan kepada para peserta didik dan biasanya
naskah tes akhir ini dibuat sama dengan naskah tes awal;
b. Instrumen Non Tes yang menggunakan lembar observasi, yakni
lembar observasi proses kegiatan belajar mengajar yaitu untuk
mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai aktivitas
belajar siswa, aktifitas guru dan proses pembelajaran dengan
menggunakan metode pendekatan berbasis aktivitas. Juga
menggunakan lembar wawancara, studi kepustakaan berupa
pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku yang ada
kaitannya dengan objek yang diteliti serta yang menunjang
pelakasanaan penelitian. Dan tidak kalah penting yaitu metode
dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data atau informasi
dengan mengambil foto-foto pada saat pembelajaran berlangsung.
5. Metode Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis secara
kualitatif deskriptif dan kuantitatif. Data kualitatif deskriptif yang
berbentuk kalimat-kalimat yang memberikan gambaran-gambaran
proses pembelajaran dan praktik metode pendekatan berbasis
aktivitas. Data kuantitatif meliputi data statistik yang meliputi rata-
rata, nilai maksimum atau minimum, standar deviasi yang sesuai
indikator keberhasilan.
Dalam menganalisis data hasil belajar pada aspek kognitif atau
penguasaan konsep menggunakan analisis deskriptif dari setiap siklus
menggunakan gain skor. Gain skor adalah selisih antara nilai postes
dan pretes, gain menunjukan peningkatan pemahaman atau
penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran yang dilakukan guru.
Untuk mengetahui selisih nilai tersebut, menggunakan Normalized
Gain.

Dengan kategori:
g tinggi : nilai (g) > 0,70
g sedang : 0,70 > (g) > 0,3
g rendah : nilai (g) < 0,3

D. Pelaksanaan Tindakan (Langkah-langkah)


Secara umum, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan dalam
bentuk siklus berulang-ulang, empat bagian utama yang ada dalam setiap
siklus adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan (Planning)
Tahap perencanaan merupakan tahap awal yang harus dilakukan oleh
peneliti. Dalam hal perencanaan, peneliti bersama guru kelas bersama-
sama dalam merancang proses pembelajaran pada siklus I. Adapun
kegiatan yang dilakukan oleh guru bersama peneliti pada tahap
perencanaan ini adalah:
a. Peneliti mensosialisasikan tentang apa itu Model Discovery
Learning dan kaitannya dengan motivasi belajar.
b. Mempersiapkan RPP dan skenario pembelajaran.
c. Mempersiapkan lembar observasi untuk siswa dan guru.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, perencanaa siklus I meliputi
pembuatan skenario pembelajaran, membuat format pembelajaran,
serta mempersiapkan alat-alat atau bahan yang dibutuhkan siswa
selama proses pembelajaran, kemudian memberikan tes untuk
mengetahui tingkat pemahaman peserta didik
2. Tindakan (Acting)
Adapun pada tahap tindakan pada siklus ini, guru dan peneliti
menjalin kerjasama, dimana peneliti sebagai observer dan guru
sebagai pelaksana pembelajaran yaitu dengan menggunakan Model
Discovery Learning, rincian tindakannya sebagai berikut:
a. Pendahuluan yang terdiri dari tujuan motivasi dan appersepsi
1) Guru memperkenalkan diri kemudian menyemangati siswa.
2) Appersepsi kepada siswa dilakukan dengan mengaitkan materi
yang sudah dibahas sebelumnya dengan materi yang akan
dibahas dengan cara tanya jawab.
b. Tahap pengembangan dengan rincian sebagai berikut:
1) Guru menjelaskan dengan singkat tentang materi yang akan
diajar.
2) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya
tentang materi yang belum dimengerti.
3) Guru mengarahkan kepada siswa mengenai metode yang
digunakan, dengan cara:
a. Masing-masing siswa diberikan katu indeks yang berisi
materi pelajaran. Kartu indeks dibuat berpasangan
berdasarkan definisi, kategori/kelompok.
b. Guru menunjukkan salah satu siswa yang memegang kartu,
siswa yang lain diminta berpasangan dengan siswa tersebut
bila merasa kartu yang dipegangnya memiliki kesamaan
definisi atau kategori.
c. Agar situasinya agak seru dapat diberikan hukuman bagi
siswa yang melakukan kesalahan. Jenis hukuman dibuat
atas kesepakatan bersama.
d. Guru dapat membuat catatan penting di papan tulis pada
saat prosesi terjadi.
e. Guru dapat menyuruh siswa untuk mempersentasikannya di
depan kelas.
3. Observasi (Observasing)
Pada tahap ini, peneliti sebagai observer akan mengamati proses
pembelajaran dengan menggunakan format observasi untuk melihat
tingkat motivasi belajar siswa dalam proses pembelajaran. Dan
kegiatan guru akan diobservasi langsung oleh peneliti. Adapun yang
diobservasi adalah mengamati cara mengajar atau kegiatan guru
dengan menggunakan format observasi.
Dapat disimpulkan bahwa, observasi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah observasi langsung. Menurut Moh. Nazir pengumpulan data
dengan observasi langsung atau dengan pengamatan langsung adalah
cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada
pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Adapun
manfaat dari penggunaan observasi langsung atau pengamatan secara
langsung adalah sebagai berikut:
a. Dengan pengamatan secara langsung, kemungkinan untuk mencatat
hal- hal, perilaku, pertumbuhan, dan sebagainya, sewaktu kejadian
tersebut berlaku dan sewaktu kejadian tersebut terjadi.
b. Pengamatan langsung dapat memperoleh data dari subjek yang
tidak dapat berkomunikasi secara verbal atau yang tak mau
berkomunikasi secara verbal.[29]
Hasil dari observasi terhadap aktivitas guru dan analisis tingkat
motivasi belajar siswa dianalisis secara deskriptif, maksudnya suatu
laporan yang hanya terbatas pada apa yang nampak dan terdengar
saja[30], kemudian dianalisis melalui lembar observasi yang sudah
dipersiapkan sebelumnya.
4. Refleksi
Pada tahap refleksi, peneliti bersama guru kelas menganalisis
kelemahan pelaksanaan siklus I, baik dari segi kegiatan guru maupun
analisis tingkat motivasi belajar siswa. Refleksi dilakukan pada akhir
siklus. Pada tahap ini, peneliti bersama guru mengkaji pelakasanaan
dan hasil yang diperoleh dalam pemberian tindakan. Sebagai acuan
dari refleksi ini adalah hasil observasi terhadap segala proses
pembelajaran dengan menggunakan Model Discovery Learning pada
semua tahap. Hasil ini digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki
serta menyempurnakan perencanaan dan pelaksanaan tindakan pada
siklus selanjutnya dengan tahapan yang sama, namun ada perbaikan-
perbaikan sesuai temuan.
Refleksi merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang
sudah dilakukan.[31] Adapun menurut Kunandar, hal-hal yang perlu
diperhatikan pada tahap refleksi adalah sebagai berikut:
a. Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan yang meliputi
evaluasi mutu, jumlah dan waktu dari setiap macam tindakan.
b. Melakukan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi tentang
skenario pembajaran.
c. Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi, untuk
dilakukan pada siklus berikutnya.

E. Siklus Penelitian Tindakan Kelas


Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan
dalam 2 (dua) siklus. Apabila siklus I tidak tuntas, maka dilanjutkan
dengan siklus II. Model penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah model Kurt Lewin. Konsep pokok penelitian
tindakan model Kurt Lewin terdiri dari empat komponen yaitu
perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan
refleksi (reflecting).
Hubungan antara keempat komponen pada penelitian tindakan model
Kurt Lewin dipandang sebagai satu siklus yang dapat digambarkan
sebagai berikut.[32]

Gambar 3.1: Model Siklus dalam Penelitian Tindakan Kelas

F. Jadwal Penelitian
Penelitian rencananya akan dilaksanakan mulai tanggal Oktober sampai
Oktober 2021, sesuai dengan jadwal mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam dan Budi Pekerti diajarkan di SMA Negeri 1 Sindangkerta.
I. JADWAL PENELITIAN
Waktu penelitian adalah empat bulan terhitung mulai bulan Oktober 2021.
Urutan kegiatan beserta jadwal pelaksanaannya disajikan pada berikut.

Bulan
No Uraian Kegiatan Oktober April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Perencanaan
Penyusunan
2
Proposal
Pelaksanaan
3
Tindakan
4 Pengumpulan Data
5 Pengelolaan Data
Penyusunan Laporan
6
dan Bimbingan
7 Sidang

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, 2001, perspektif islam tentang pola hubungan guru-murid,


Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Arifin, Anwar. 1998.Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar Ringkas.
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Bafadal,. 1994. Proses Perubahan di Sekolah. Disertasi Tidak
Dipublikasikan Program Pascasarjana IKIP Malang.
Budiningsih, A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Bruner http://www.lifecircles- inc.com (diakses jam 14.00 tgl 14 Oktober
2019)
Bogdan,R.C., 8s Biklen, S. K. 1982. Qualitative Research in Education.
Boston: Allyn & Bacon
Cholid Narbuko, Abu Achmadi, 2015, Metodologi
Penelitian, Jakarta: PT Bumi Aksara
Dalyono. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Daryanto, 2011, Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan
Sekolah.Yogyakarta: Gava Media
Dimyati, Moedjiono. 1993. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Djamarah Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta :
Rineka Cipta.
Dokumen Guru PAI Kelas VII.1 SMPN 1 Praya Timur, Tahun 2019
Guba, E. G., &. Lincoln, Y.S 1981 Effective Evaluation. San Fransisco:
Jossey-Bass Publishers.
Hamalik, O.2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hamalik; O, 2002. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Sistem. Jakarta:
PT Bumi Aksara
Kemendikbud (dalam buku pelatihan guru Implementasi Kuriulum 2013)
Khozin Abu Faqih, 2015, Tangga Kemuliaan Menuju Tawadhu, Jakarta:
Al-Itishom
Muhammad Ali, 2002, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung:
Sinar Baru
Mulyasa, 2011, Praktik Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Miles, M. B, 8s Hubermen, A.M.1984. Analisis Data Qualitatif
Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Universitas Indonesia, Jakarta.
Moh. Nazir,2005, Metode Penelitian, (Bogor Selatan: Ghalia Indonesia.
Moleong, L. J. 1995. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
remaja Rosdakarya.
Moleong, L. J. 1995. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
remaja Rosdakarya.
Nasution, S. 1988. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung :
Penerbit Tarsito
Ngalim Purwanto. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nurhadi, 2002. Pendekatan Kontekstual. Malang: Universitas Negeri
Malang
Nurhadi. Senduk, G., A., 2003. Pembelajaran Kontekstual dan
Penerapannyadalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.
Noehi Nasution dkk. 1992. Materi Pokok Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Depdikbud.
Rusdi, 2013, Ajaibnya Tawadhu dan Istiqamah. Yogyakarta: Diva Press,
Sadijan, dkk. 2019. Jurnal Penelitian Forum Komunikasi
Pengembangan Profesi Pendidikan Kota Surakarta (Surakarta:
Forum Komunikasi Guru Pengawas).
Spradley, J., P. 1980. Participant Observation. New York: Holt, Rinehart
and Winston
Suharsimi Arikunto, Suhardjono dan Supardi, 2009 Penelitian Tindakan
Kelas, (Jakarta: PT Bumi Aksara.
Suparno, p., Rohandi, R., Sukadi, G., Kartono, S. 2001. Reformasi
Pendidikan Sebuah Rekomendasi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Syah. 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Warsito, Bambang. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (Malang: Surya
Pena Gemilang)
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif.
Jakarta: Kencana Prenada Media
Usman, Uzer, M. 2002. Menjadi Guru Profesional. Edisi kedua.
Cetakkan ke empat belas. Bandung : PT Remaia Rosdakarya.
Yunahar Ilyas, 2007, Kuliah Akhlaq, Yogyakarta: LIPI Pustaka Pelajar
Zuriah, N. 2003. Penelitian Tindakan dalam Bidang Pendidikan dan
Sosial. Edisi Pertama. Malang: Bayu Media Publishing.

[1] Suparno, p., Rohandi, R., Sukadi, G., Kartono, S. 2001. Reformasi
Pendidikan Sebuah Rekomendasi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, hal. 17
[2] Usman, Uzer, M. 2002. Menjadi Guru Profesional. Edisi kedua.
Cet,akkan ke empat belas. Bandung: PT Remaia Rosdakarya, hal. 31
[3] Dokumen Guru PAI Kelas VII.1 SMPN 1 Praya Timur
[4] Kemendikbud (dalam buku pelatihan guru Implementasi Kuriulum
2013), hal. 31
[5] Sadijan, dkk. 2019. Jurnal Penelitian Forum Komunikasi
Pengembangan Profesi Pendidikan Kota Surakarta (Surakarta: Forum
Komunikasi Guru Pengawas), hlm. 22.
[6] Budiningsih, A. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka
Cipta, hal 43
[7] Bruner http://www.lifecircles- inc.com (diakses jam 14.00 tgl 14
Oktober 2019)
[8] Syah. 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, hal. 244
[9] Syah. 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru...hal 244
[10] Djamarah Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta :
Rineka Cipta, hal. 22
[11] Syah. 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru...hal 245
[12] Syah. 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru...hal 247
[13] Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif.
Jakarta: Kencana Prenada Media, hal. 53
[14] Dimyati, Moedjiono. (1993). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. hal. 83
[15] Kemendikbud (dalam buku pelatihan guru Implementasi Kuriulum
2013, hal. 31
[16] Djamarah Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta :
Rineka Cipta, hal. 83
[17] Dalyono. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, hal.55
[18] Ngalim Purwanto. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, hal. 61
[19] Noehi Nasution dkk. (1992). Materi Pokok Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Depdikbud, hal. 3
[20] Ngalim Purwanto. 2007. Psikologi Pendidikan... hal. 75
[21] Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi
Aksara, hal. 32
[22] Hamalik, O. Proses Belajar Mengajar... hal. 37
[23] Yunahar Ilyas, 2007, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: LIPI Pustaka
Pelajar), hal. 120
[24] Yunahar Ilyas,2007, Kuliah Akhlaq... hal. 123
[25] Rusdi, Ajaibnya Tawadhu dan Istiqamah. (Yogyakarta: Diva Press,
2013), hal. 34-36
[26] Khozin Abu Faqih, Tangga Kemuliaan Menuju Tawadhu, (Jakarta:
Al-Itishom), hal. 41-46
[27] Abuddin Nata, perspektif islam tentang pola hubungan guru-murid,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 41-44
[28] Warsito, Bambang. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (Malang: Surya
Pena Gemilang), hlm. 5.
[29] Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor Selatan: Ghalia Indonesia,
2005), h.175.
[30] Cholid Narbuko, Abu Achmadi, Metodologi Penelitian,
(Jakarta: PT Bumi Aksara,2015),h. 160.
[31] Suharsimi Arikunto, Suhardjono dan Supardi, Penelitian Tindakan
Kelas, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), h. 19.
[32] Mulyasa, Praktik Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), h.
10-11.

LAMPIRAN
Lembar Observasi Pengelolaan Pembelajaran oleh Guru
No Aspek yang diamati Skor Keterangan

Pengamatan KBM
A.      Pendahuluan

 Memotivasi siswa
 Menyampaikan tujuan pembelajaran

B.      Kegiatan Inti

 Mendiskusikan langkah-langkah
kegiatan bersama siswa
 Membimbing siswa melakukan
kegiatan
 Membimbing siswa mendiskusikan
I
hasil kegiatan dalam kelompok
 Memberikan kesempatan pada siswa
untuk mempresentasikan hasil
kegiatan belajar mengajar
 Membimbing siswa merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep

C.      Penutup

 Membimbing siswa membuat


rangkuman
 Memberikan evaluasi

II Pengelolaan Waktu
Antusiasme Kelas

III  Siswa Antusias


 Guru Antusias

Jumlah
Keterangan           :    
 Nilai       Kriteria
1 : Tidak Baik
2 : Kurang Baik
3 : Cukup Baik
4 : Baik
Lembar Observasi Aktivitas Guru dan Murid
No Aktivitas Guru yang diamati Skor Presentase Keterangan
1 Menyampaikan tujuan
2 Memotivasi siswa/merumuskan masalah
3 Mengkaitkan dengan pelajaran berikutnya
4 Menyampaikan materi/langkah-
5 langkah/strategi
6 Menjelaskan materi yang sulit
7 Membimbing dan mengamati siswa dalam
8 menentukan konsep
9 Meminta siswa menyajikan dan
mendiskusikan hasil kegiatan
Memberikan umpan balik
Membimbing siswa merangkum pelajaran
No Aktivitas Siswa yang diamati Skor
1 Mendengarkan/memperhatikan penjelasan
2 guru
3 Membaca buku siswa
4 Bekerja dengan sesama anggota kelompok
5 Diskusi antar siswa/antara siswa dengan
6 guru
7 Menyajikan hasil pembelajaran
8 Mengajukan/menanggapi pertanyaan/ide
9 Menulis yang relevan dengan KBM
Merangkum pembelajaran
Mengerjakan tes evaluasi/latihan

Keterangan           :    
 Nilai       Kriteria
1 : Tidak Baik
2 : Kurang Baik
3 : Cukup Baik
4 : Baik
Keterangan presentase dan pengkategorian sikap
n
Presentase (%) = x 100 %
N

Ket :
n : skor yang diperole 81%-100% : sangat baik
N : Skor maksimal 61%-80% : Baik
% : Tingkat presentase yang dicapai 41%-60% : Cukup
21%-40% : Kurang Baik
<20% : Sangat kurang
Lembar Observasi Kinerja Guru
N DESKRIPTOR SKOR
O

I PERENCANAAN PEMBELAJARAN

1 Merumuskan tujuan pembelajaran

2 Memilih dan mengorganisasikan materi ajar sesuai dengan


tujuan

3 Memilih sumber dan media sesuai dengan tujuan dan materi

4 Merumuskan scenario pembelajaran dengan jelas, rinci dan


sesuai dengan tujuan

5 Menyususn instrument penelitian dengan lengkap dan sesuai


dengan tujuan

II PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

6 Mengingatkan kembali pelajaran yang lalu dan menjelaskan


pentingnya materi pembelajaran

7 Menunjukan penguasaan materi pembelajaran

8 Mengaitkan materi dengan pengetahuan lain yang relevan


dengan realitas kehidupan

9 Menyampaikan materi secara logis dan jelas (Auditori)

10 Melaksanakan pembelajaran secara sistematis

11 Mengelola waktu pembelajaran secara efektif

12 Mampu mengelola kelas

13 Melaksanakan pembelajaran dengan membagi peserta didik


dalam kelompok dengan cara setiap kelompok terdiri dari
peserta didik yang heterogen

14 Menggunakan media visual (PPT/Video/Gambar/Macromedia


Flash)

15 Melaksanakan pembelajaran yang dapat menumbuhkan


motivasi peserta didik dalam belajar melalui presentasi hasil
diskusi kelompok (kinestetik)
16 Memberikan penguatan dari hasil diskusi kelompok

17 Memberikan penghargaan kepada peserta didik

18 Merangsang peserta didik untuk bertanya

Menanggapi dengan terbuka terhadap pertanyaan dan respon


peserta didik

19 Menumbuhkan keceriaan dan antusiasme peserta didik

20 Menggunakan bahasa lisan dan tulis dengan jelas, baik, dan


benar

21 Melakukan penilaian akhir sesuai dengan tujuan pembelajaran

22 Melakukan refleksi atau membuat rangkuman pembelajaran


dengan melibatkan peserta didik

JUMLAH SKOR

SOAL PRE TEST


Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan baik dan benar !
1.
SOAL POST TEST

Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan baik dan benar !

Anda mungkin juga menyukai