Anda di halaman 1dari 22

READING ASSIGNMENT II

PERTOLONGAN PERTAMA DAN PENGELOLAAN DALAM CEDERA


RINGAN

Disusun Oleh :

ADYASKA DZICKRY ROBBY

NRP : 55192112545

PROGRAM DIPLOMA IV

JURUSAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PERMESINAN PERIKANAN

POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN

JAKARTA

2021
JUDUL BUKU

First Aid and Management of Minor Injuries

READING ASSIGNMENT II

Tugas ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti

Ujian Akhir Semester III

Politeknik Ahli Usaha Perikanan Jakarta

Disusun Oleh :

ADYASKA DZICKRY ROBBY

NRP. 55192112545

PROGRAM DIPLOMA IV

JURUSAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PERMESINAN PERIKANAN

JAKARTA

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : ADYASKA DZICKRY ROBBY

NRP/Angkatan : 55192112545 / 55

Semester : III

Jurusan : Teknologi Penangkapan Ikan

Program Studi : Teknologi Permesinan Perikanan (TMP)

Judul : “ PERTOLONGAN PERTAMA DAN PENGELOLAAN

DALAM CEDERA RINGAN “

Judul Buku : First Aid and Management of Minor Injuries

Penulis Buku : Jon Dallimore

Tahun Terbit : 2003

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

(Gunadi Z.A., A.Pi., M.St.Pi.)

Tanggal Pengesahan Reading Assignment II : Jakarta, 23 Januari 2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena hanya dengan ijin dan
kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan Reading Assignment II, dengan judul
“Pertolongan Pertama dan Pengelolaan dalam Cedera Ringan” yang disusun sebagai
salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Semester III.

Dengan terselesaikannya Reading Assignment III ini, penulis mengucapkan


terima kasih kepada Bapak Gunadi Z.A., A.Pi., M.St.Pi. selaku dosen pembimbing
yang telah banyak memberi masukan dan saran. Penghargaan penulis sampaikan pada

1. Bapak Ilham, S.St.Pi., M.Sc., M.Aq., Ph.D. selaku Direktur Politeknik Ahli Usaha
Perikanan

2. Bapak Basino, A.Pi., MT selaku Ketua Program Studi Permesinan Perikanan

3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Reading Assignment II ini

Penulis menyadari bahwa Reading Assignment II ini masih memiliki banyak


kekurangan, sehingga kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan
penulis, sehingga Reading Assignment II ini dapat bermanfaat sebagai ilmu
pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua

Jakarta, 8 Januari 2021

Penulis

ADYASKA DZICKRY ROBBY


PERTOLONGAN PERTAMA DAN PENGELOLAAN DALAM CEDERA
RINGAN

Jarang terjadi kecelakaan dan cedera serius dalam sebuah ekspedisi. Namun, cedera
ringan dari satu jenis atau lainnya terjadi di sebagian besar ekspedisi. Dalam beberapa
kasus, anggota ekspedisi yang cedera perlu dievakuasi ke perawatan medis, tetapi
sebagian besar cedera dapat ditangani dengan baik langsung di lapangan. Buku-buku
tentang pertolongan pertama hanya digunakan sebatas untuk ekspedisi ke luar negeri,
karena buku tersebut sangat menekankan cara-cara untuk mendapatkan bantuan medis
yang di berbagai belahan dunia mungkin memerlukan perjalanan beberapa hari untuk
mendapatkan bantuan medis. Bab ini mencakup topik-topik sebagai berikut:

• Pendekatan kepada korban yang cedera


• Resusitasi
• Gangguan kesadaran
• Perawatan luka
• Infeksi luka
• Luka bakar
• Masalah pada tulang dan sendi
• Pengaturan rasa nyeri

PENDEKATAN KEPADA KORBAN CEDERA


Saat mendekati pasien yang terluka, berhenti dan berpikirlah. Saat sebuah kecelakaan
terjadi, sangat penting untuk untuk kita gar menghindari terjadinya korban kecelakaan
yang lain. Bertanyalah pada diri sendiri: "Apakah saya sudah dalam kondisi aman?"
Jika sudah aman untuk mendekat kepada korban kecelakaan, usahakan agar korban
kecelakaan tersebut tidak lagi dipindah-pindahkan. Kadang-kadang anda perlu untuk
"angkut dan lari", misalnya jika ada bahaya dari batu yang jatuh atau longsor. Dalam
kasus ini, segera pindahkan korban ke tempat yang aman dengan berhati-hati dan
lakukan secepat mungkin. Perawatan lebih lanjut akan diperlukan jika anda mencurigai
adanya cedera di punggung atau leher. Gunakanlah prinsip-prinsip dari pertolongan
pertama untuk mengetahui kondisi korban.

OBAT EKSPEDISI
TABEL 13.1 PRINSIP-PRINSIP PERTOLONGAN PERTAMA
• Menilai situasi
• Menciptakan keaamnan di area sekitar kecelakaan
• Menilai seberapa parah kondisi korban
- dimulai dengan cara resusitasi PBP
- mengidentifikasi cedera atau penyakit
• Berikan perawatan yang mudah, tepat dan memadai dalam urutan prioritas yang benar
• Lakukan pelaporan kejadian
• Mengatur pemindahan korban ke perawatan sekunder jika dibutuhkan

Petugas pertolongan pertama akan terbiasa dengan sistem berikut ini yang biasa
digunakan untuk menilai dan memeriksa keadaan setiap korban: PBPSCE (Tabel 13.2).
TABEL 13.2 PRINSIP RESUSITASI
P Penilaian terhadap suasana sekitar
B Buka jalan pernafasan dengan kontrol leher
P Pernapasan
S Sirkulasi dengan mengontrol perdarahan
C Kecacatan
E Penguraian kecelakaan dengan kontrol lingkungan

RESUSITASI DASAR
Bantuan keselamatan paling mendasar adalah pemeliharaan saluran dan sirkulasi
pernapasan tanpa menggunakan peralatan selain dari alat saluran pernapasan sederhana
atau pelindung yang digunakan untuk melindungi orang yang sedang diresusitasi dari
kemungkinan infeksi. Kombinasi (mulut ke mulut) dari resusitasi udara yang sudah di
ekspirasi dan kompresi dada yang dikenal sebagai resusitasi kardiopulmoner (CPR).
Cara terbaik untuk mempelajari CPR adalah dengan mengikuti kursus pertolongan
pertama (lihat Bab 4). Poin-poin utama dirangkum di sini sebagai pengingat.

Hasil dari resusitasi kardiopulmoner


Korban serangan jantung kemungkinan besar dapat bertahan jika ada yang melihat
korban tersebut pingsan, lalu dilakukan resusitasi kardiopulmoner dan defibrilasi
(pengobatan pada jantung menggunakan kejut listrik) lalu peralalatan penyelamatan
lanjutan tahap awal telah digunakan. Pada sebuah ekspedisi, kemungkinan peralatan
penyelamatan lanjutan tidak akan tersedia. Jika upaya resusitasi tidak berhasil dalam
30 menit, kemungkinan korban serangan jantung untuk selamat sangat rendah.

Terdapat dua pengecualian penting: di mana jika korban tersambar petir atau
tercebur kedalam dalam air yang dingin. Dalam kasus ini, resusitasi yang berhasil
terjadi dapat memakan waktu berjam-jam atau lebih.

Catatan penting. Jika denyut nadi tidak ada (henti jantung), kemungkinan korban
untuk pulih kecil dan itu hanya dari hasil resusitasi kardiopulmonernya saja. Setelah
jantung berhenti berdetak, korbannya mati, dan jika usaha anda untuk meresustasi tidak
berhasil, korban tetap akan mati. Hal ini perlu diingat jika korban tidak pulih.

Garis besar resusitasi (pedoman yang direvisi 2000)


Yang perlu anda lakukan jika di tempat kejadian dalam sebuah ekspedisi di mana
tampaknya tidak ada respons dari pasien kecelakaan adalah:

• Berhenti dan berpikir.


• Jangan menempatkan diri anda dalam bahaya – bertanya dalam diri anda "Apakah
saya sudah aman?"
• Dekati korban dan cermati situasinya.
• Lihatlah bagaimana tanggapan korban; katakan dengan lantang: "Apakah kamu baik-
baik saja?" Goyangkan bahu korban dengan hati-hati.
Jika korban merespon hal tersebut:
• Cermati dan obati setiap cedera atau kondisi medis (lihat Bab 12).
• Pertimbangkan untuk menempatkan korban dalam posisi pemulihan (Gambar 13.1),
tetapi selalu ingat bahwa mungkin terdapat cedera tulang belakang.

Gambar 13.1 Posisi pemulihan

PENGOBATAN DALAM EKSPEDISI


Jika tidak ada tanggapan:

• Teriak minta tolong.


• Bukalah aliran pernapasan dengan mengangkat rahang ke atas (mengangkat dagu),
tetapi hindari meregangkan leher lebih dari yang diperlukan (kepala miring).
• Singkirkan penghalang yang terlihat jelas di mulut korban tetapi jangan menyodoknya
dengan jari secara membabi buta ke dalam mulut.
• Lihatlah ke bagian dada, dengarkan dan rasakan selama beberapa detik jika korban
menghembuskan napas di pipi anda.

Jika tidak ada pernapasan:

• Berikan dua napas resusitasi udara ekspirasi. Jepit lubang hidung korban, tarik napas,
letakkan bibir di atas bibir korban dan keluarkan dengan yakin ke dada korban. Hal ini
akan memakan waktu 2 detik. Pastikan bahwa dada terangkat. Gunakan lah pelindung
jika tersedia.
• Setelah memberikan dua tarikan napas, periksa denyut nadi karotis (jika dilatih untuk
melakukannya) di leher selama 10 detik dan cari tanda peredaran darah lainnya:
tersedak, batuk, tidak pucat lagi.

Jika tidak ada denyut nadi atau tanda sirkulasi mulailah lakukan kompresi dada.

• Pertama-tama kenalilah posisi untuk melakukan kompresi dada: gerakkan jari anda
di sepanjang tepi tulang rusuk ke tulang dada.
• Letakkan jari telunjuk dan jari tengah anda bersamaan pada titik ini, lalu geser tumit
tangan anda yang lain hingga menyentuh di atas jari anda. Pastikan hanya tumit tangan
yang bersentuhan dengan korban.
• Kuncilah jari-jari anda dan condongkan tubuh anda ke korban dengan lengan lurus,
tekan secara vertikal dengan kecepatan kira-kira 100 kompresi per menit. Untuk orang
dewasa, kedalaman kompresi harus sekitar kedalaman 4-5cm. Fase kompresi dan rilis
harus dalam waktu yang sama.
• Setelah 15 kompresi berikan dua napas resusitasi udara yang telah di ekspirasi dan
ulangi. Jangan berhenti untuk memeriksa denyut nadi - jika resusitasi berhasil, korban
akan mulai batuk, menelan atau tersedak.

Bahaya resusitasi
Terdapat perhatian yang kita harus mengerti tentang penularan penyakit yang
ditularkan melalui darah selama resusitasi - terutama HIV dan hepatitis. Meskipun
virus tersebut dapat diisolasi dari air liur orang yang terinfeksi, penularan jarang terjadi
dan hanya ada lima belas kasus infeksi terkait CPR yang terdokumentasi dalam
literatur. Tiga kasus HIV telah dilaporkan dan terjadi saat meresusitasi pasien yang
terinfeksi virus tersebut dengan dua kali dari luka tusuk jarum dan yang ketiga setelah
kontaminasi berat pada kulit yang rusak.
Untuk meminimalkan risiko tertular infeksi, penolong harus memakai sarung
tangan dan menggunakan pelindung bila memungkinkan. Juga harus berhati-hati
dengan benda tajam.

GANGGUAN KESADARAN
Sungguh mengkhawatirkan jika seseorang tidak dapat merespon secara normal dalam
suatu ekspedisi karena kecelakaan atau penyakit. Ada banyak alasan mengapa
seseorang mungkin tidak sepenuhnya sadar; beberapa penyebab umum adalah:

• Cedera kepala
• Pingsan
• Kejang
• Kematian.

Cedera kepala
Cedera kepala merupakan risiko yang signifikan dalam sebuah ekspedisi, terutama
kecelakaan dalam pendakian gunung , kecelakaan kendaraan bermotor dan di lokasi
proyek pembangunan. Cedera kepala dapat mengakibatkan perubahan tingkat
kesadaran, pendarahan, infeksi dan kecacatan.
Sangatlah penting untuk menghindari cedera leher saat memindahkan pasien
yang mengalami cedera kepala karena sekitar 10 % orang yang mengalami cedera
kepala yang menyebabkan ketidaksadaran akan mengalami cedera leher juga.
Waspadai cedera leher pada siapa pun yang mengalami cedera parah di atas tulang
selangka.
Cedera kepala ringan dapat menyebabkan hilangnya kesadaran sementara,
tetapi cedera kepala yang terbuka biasanya akan cepat berakibat fatal. Akan sangat
membantu apabila kita mengetahui lebih banyak tentang cedera kepala sehingga kita
bisa memutuskan perlunya dilakukan evakuasi .Berikut adalah jenis-jenis cedera
kepala yang akan dibahas:
• Cedera kepala tertutup
• Cedera kepala tertutup
- dengan pendarahan internal
- dengan pembengkakan otak
• Cedera kepala terbuka
• Keretakan dasar tengkorak.

Cedera kepala tertutup


Pada cedera kepala tertutup tengkorak tetap utuh dan tidak ada komunikasi antara otak
dan dunia luar. Pendarahan atau pembengkakan otak dapat memperumit cedera kepala
tertutup.

Cedera kepala tertutup dengan perdarahan internal


Setiap cedera kepala dapat menyebabkan hilangnya kesadaran. Jika cedera kepala
serius, pasien mungkin tidak akan pernah sadar kembali; sebaliknya, cedera ringan
dapat menyebabkan hilangnya kesadaran singkat dengan gegar otak ringan (hilangnya
fungsi otak sementara). Jika pendarahan di dalam tengkorak memperumit cedera
kepala, pasien mungkin pingsan saat cedera, sadar kembali (interval lucid) dan
kemudian kehilangan kesadaran lagi. Saat darah terkumpul di dalam tengkorak, darah
tersebut memberikan tekanan pada jaringan otak. Tekanan yang meningkat di dalam
tengkorak menyebabkan peningkatan koma dan akhirnya kematian. Skala Koma
Glasgow menggambarkan secara mendalam perubahan saat pasien menjadi tidak sadar
(lihat halaman 125-7).

Cedera kepala tertutup dengan pembengkakan otak


Selama cedera kepala, otak bergerak di dalam tengkorak dan mungkin rusak terhadap
tonjolan tulang di dalam dasar tengkorak atau karena benturan di bagian dalam
tengkorak. Semakin besar derajat pembengkakan, kemungkinan koma semakin dalam
dan lama.
Cedera kepala terbuka
Cedera ini biasanya berdampak serius karena ada komunikasi antara bagian dalam
tengkorak dan dunia luar sehingga bahaya utamanya adalah risiko infeksi. Skenario
umumnya mungkin adalah laserasi kulit kepala besar dengan fraktur tengkorak yang
mendasarinya. Jika tersedia, antibiotik harus diberikan selama evakuasi. Pada cedera
kepala terbuka yang parah, tengkorak terbuka dengan substansi otak terpapar.
Kekuatan besar diperlukan untuk menghasilkan cedera ini dan akibatnya biasanya
cacat parah atau kematian, bahkan jika cedera terjadi di dekat rumah sakit yang
memiliki peralatan lengkap.

Keretakan dasar tengkorak


Ini adalah jenis cedera kepala terbuka, karena pada retak tulang dasar tengkorak infeksi
dapat menyebar dari hidung, telinga atau sinus. Ciri-ciri retak tulang dasar tengkorak
adalah sebagai berikut:

• Mata racoon - memar di sekitar kedua mata setelah pukulan di kepala


• Tanda pertempuran - di belakang telinga
• Cairan serebrospinal bocor dari telinga atau hidung.

Cairan serebrospinal (CSF) adalah cairan berwarna jerami yang membasahi otak dan
sumsum tulang belakang dan membantu melindunginya dari cedera. Cairan bernoda
seperti darah yang keluar dari telinga atau hidung mungkin mengandung darah dan
CSF. Jika cairan menetes ke selembar kain atau saputangan, dua cincin konsentris akan
terbentuk jika terdapat darah dan cairan serebrospinal. Karena adanya resiko infeksi,
antibiotik harus diberikan selama evakuasi.

Perawatan cedera kepala


Semua cedera kepala harus dirawat sesuai dengan prinsip pertolongan pertama:
P Penilaian TKP. Pastikan Anda tidak membahayakan diri sendiri.
B Berikan pernapasan dengan kontrol leher. Memberikan pernapasan kepada korban
yang tidak sadar berisiko karena banyak orang muntah setelah cedera kepala. Muntah
dan batuk secara reflek mungkin tidak berfungsi normal untuk melancarkan pemberian
pernapasan, tergantung pada tingkat ketidaksadaran, jadi penting untuk menempatkan
korban dengan hati-hati dalam posisi pemulihan (lihat Gambar 13.1). Pengangkatan
dagu dan kepala secara miring biasanya akan membuka aliran pernapasan. Ingatlah
kemungkinan terjadinya cedera leher,selalu berikan prioritas jalan napas. Cobalah
untuk menghindari leher yang diposisikan terlalu panjang dan stabilkan leher dalam
posisi netral.
B Pernapasan. Setelah aliran pernapasan aman, periksa apakah pernapasan memadai
dan ukur laju pernapasan.
S Sirkulasi dengan mengontrol perdarahan. Carilah pendarahan luar yang jelas dan
kendalikan perdarahan tersebut dengan tekanan langsung. Ukur denyut nadi.
C Cacat. Kaji tingkat respons menggunakan BSNT:

• Bangun dan Waspada


• Suara - merespons suara
• Nyeri - merespons nyeri
• Tidak responsif.

Lihatlah bagian pupil mata dan periksa apakah mereka mengerut saat cahaya menyinari
mata. Meningkatnya tekanan di dalam tengkorak dapat berarti bahwa salah satu atau
kedua pupil tetap melabar yang artinya korban gagal merespons cahaya. Ini pertanda
serius dan berarti evakuasi harus segera dilakukan.
Menggunakan metode Skala Koma Glasgow (lihat Bab 12) memungkinkan
pengujian ketidaksadaran yang lebih komprehensif.
P Pemeriksaan dengan pengendalian lingkungan. Periksalah korban secara hati-hati
dari kepala ujung sampai ujung kaki dengan membuka pakaiannya, tetapi selalu
waspadai risiko hipotermia. Jangan memindahkan korban jika tidak perlu.

Cedera kepala dan perlunya evakuasi


Ketika cedera kepala terjadi di tempat terpencil, seringkali sulit untuk mengetahui
apakah kita harus membatalkan rencana ekspedisi lalu pergi ke rumah sakit terdekat
atau apakah aman-aman saja untuk kita mengamati sendiri korban di base camp atau
semacamnya.
Berikut ini adalah tiga kelompok pasien cedera kepala yang selalu memerlukan
evakuasi agar mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut dari ahli medis:

1. Pasien yang tetap tidak sadar


2. Pasien yang mengalami patah tulang terbuka atau dasar tengkorak.
3. Pasien yang kejang atau fit.

Lebih sulit untuk memutuskan apakah kita perlu untuk mengevakuasi pasien yang
telah sadar setelah mengalami cedera kepala. Berikut ini adalah petunjuk yang
mungkin berguna dalam memutuskan siapa pasien cedera kepala yang harus
dievakuasi:

• Sakit kepala yang semakin parah


• Muntah
• Mengantuk
• Kebingungan
• Pupil yang melebar dan tidak responsif pada satu atau kedua sisi
• Kejang
• Darah atau cairan merembes dari telinga atau hidung
• Laserasi dalam di kulit kepala
• Nilai Glasgow Coma Scale memburuk.
Akan lebih baik jika kita selalu berhati-hati dalam hal cedera kepala. Jika ragu, lakukan
evakuasi pasien untuk pemeriksaan lebih lanjut di rumah sakit.

Skala Koma Glasgow


Skala ini (lihat Gambar 12.7, halaman 126) digunakan untuk mengetahui seberapa
parah cedera kepala korban selama evakuasi yang kita lakukan. Nilai GCS pasien diliat
dari kemampuan korban untuk membuka mata, respons verbal dan motorik mereka.
Setiap pasien harus diawasi dengan ketat secara teratur, setidaknya setiap jam,
setelah cedera kepala yang signifikan. Penurunan skor GCS akan mengingatkan Anda
akan perlunya evakuasi segera.

Pingsan
Pingsan biasanya bukanlah kondisi yang serius dan dapat terjadi karena rasa sakit yang
parah, kelelahan, dehidrasi (misalnya, karena diare), kekurangan makanan atau
gangguan emosi. Pingsan disebabkan oleh penurunan sementara aliran darah ke otak.
Denyut nadi menjadi sangat lambat saat pingsan, tidak seperti saat syok di mana denyut
nadi cepat.
Seseorang yang akan pingsan biasanya menjadi sangat pucat, mulai berkeringat
dan mungkin merasa mual. Saat terlihat tanda awal pingsan, doronglah pasien untuk
duduk dengan kepala di antara kedua kaki atau berbaring. Jika pasien kehilangan
kesadaran, baringkan dia, kendurkan pakaian ketat dan angkatlah kakinya. Biasanya,
ketidaksadaran hanya berlangsung beberapa menit; terkadang ada gerakan kejang
selama pingsan. Setelah sadar kembali, korban harus dipastikan dan diperiksa apakah
ada cedera yang mungkin terjadi selama jatuh ke tanah.

Kejang Kejang
Sebuah fit atau kejang disebabkan oleh aktivitas listrik yang tidak normal di satu atau
lebih bagian otak. Fits paling sering terlihat pada orang yang mengidap epilepsi tetapi
dapat terjadi karena infeksi otak (meningitis dan encepalitis) atau cedera otak
sejenisnya. Penderita diabetes mungkin akan terlihat bugar ketika kadar gula darahnya
sedang rendah. Orang dengan masalah alkohol dan narkoba mungkin akan mengalami
fit selama sedang berhenti atau mengurangi asupan alkohol atau narkobanya. Jika ada
penderita epilepsi di dalam tim ekspedisi anda, sebaiknya pelajari lebih lanjut tentang
penanganan penyakit penyakitnya. Jika terjadi fit, penting untuk diperhatikan hal-hal
berikut:

• Berapa lama fit terjadi?


• Apakah terjadi kehilangan kesadaran?
• Apakah semua anggota tubuh mengalami kejang?
• Apakah terjadi eye rolling, salivasi, dan inkontinensia?
• Apakah ada periode mengantuk setelah fit?

Selama fit terjadi, gigi bisa patah dan lidah bisa tergigit. Terkadang terdapat muntahan
yang dihirup ke paru-paru yang dapat menyebabkan pneumonia atau asfiksia. Cedera
dapat terjadi akibat terjatuh pada awal kejang. Serangan berkepanjangan dapat
membuat otak kekurangan oksigen dan menyebabkan kerusakan otak, meskipun hal ini
jarang terjadi.

Perawatan terhadap seseorang yang fit (lihat juga Bab 15, halaman 173)
• Jangan menahan orang tersebut kecuali mungkin terjadi cedera.
• Buka aliran pernapasan dengan head tilt dan chin lift.
• JANGAN memaksakan untuk memasukkan sesuatu di antara gigi karena gigi anda
bisa patah atau tergigit.
• Tempatkan korban dalam posisi pemulihan (lihat Gambar 13.1).
• Jika terjadi cedera kepala setelah cedera, segera lakukan evakuasi.
• Jika muncul meningitis segera obati dengan antibiotik dan lakukanlah evakuasi.
Meningitis harus dicurigai jika pasien mengalami demam tinggi, sakit kepala hebat,
muntah atau leher kaku, sangat sensitif terhadap cahaya dan timbul ruam.
Diagnosis kematian
Sayangnya, kematian selalu menjadi risiko di alam liar yang terpencil. Oleh karena itu,
penting untuk kita dapat mendiagnosis kematian dengan pasti, terutama jika jenazah
akan dikuburkan di laut atau dikremasi di pegunungan. Korban hipotermia dan korban
tenggelam di air dingin tidak boleh dianggap meninggal sampai mereka hangat dan
mati. Dalam beberapa kasus di mana jenazah harus ditinggalkan, mungkin penting
untuk kita mengambil foto untuk menetapkan fakta kejadian.
Berikut adalah tanda-tanda kematian:
• Tidak responsif
• Tidak ada suara detak jantung (dengarkan dengan stetoskop atau tempelkan telinga
di dada selama beberapa menit)
• Tidak ada upaya pernapasan
• Pupil mata tetap dan melebar saat cahaya menyinari mereka
• Tanda selanjutnya termasuk rigor mortis (kaku) dan pengaburan pada kornea
mata.

PERAWATAN LUKA
Tersayat ringan dan tergores kecil adalah hal yang biasa terjadi pada sebuah ekspedisi.
Semua luka dapat ditangani dengan prinsip-prinsip berikut:

• Hentikan pendarahan yang terjadi.


• Kurangi risiko infeksi dengan membersihkan luka.
• Berikan pakaian kepada korban cedera untuk kenyamanan dan untuk menjaga
kebersihan.
• Lakukanlah fungsi-fungsi penyembuhan dan pemulihan.

Menghentikan pendarahan
Semua luka mengeluarkan banyak atau lebih sedikit darah. Dalam beberapa kasus,
pendarahan dapat mengancam nyawa. Seperti biasa, gunakan prinsip-prinsip
pertolongan pertama, yaitu:
• Berikan tekanan langsung pada luka dengan bahan atau balutan bersih yang tersedia.
• Baringkan korban.
• Angkat tungkai di atas ketinggian jantung.
• Gunakan pembalut yang lebih bagus untuk mengontrol pendarahan di atas bantalan
asli.
• Balut dengan kuat untuk menahan balutan.
Jika terdapat luka yang sangat dalam, pendarahan mungkin tidak dapat dikendalikan
dengan menekan permukaan kulit. Satu-satunya cara untuk menghentikan pendarahan
yang parah dan terus-menerus dari dalam luka mungkin dengan melepas perban,
membuka luka, menghilangkan gumpalan dan kotoran, dan membungkus luka terbuka
dengan kain kasa steril. Hindari penggunaa forsep arteri karena dapat merusak struktur
penting seperti tendon dan saraf. Tourniquets harus disediakan untuk cedera di mana
anggota tubuh telah diamputasi atau untuk pendarahan yang tidak terkendali. Torniket
harus dilepaskan setiap menit atau jika tidak, jaringan di luar tourniquet akan mati.

Mencegah infeksi
• Bersihkan semua luka dengan larutan antiseptik.
• Singkirkan semua benda asing.
• Tutup luka dengan balutan anti lengket.
• Perban untuk menahan balutan di tempatnya.

Jika ada benda asing yang tertanam dalam tubuh dan tidak dapat dikeluarkan dengan
mudah, benda asing tersebut harus ditinggalkan tetap di tempatnya untuk diangkat oleh
ahli bedah. Jika ada benda yang tertinggal, luka di sekitarnya masih harus dibersihkan
dengan hati-hati lalu dibalut. Di Inggris, luka dengan cepat dapat dilihat oleh dokter
atau perawat; Namun, selama ekspedisi mungkin perlu merawat luka selama berhari-
hari atau bahkan berminggu-minggu. Setiap luka harus diperiksa setidaknya setiap hari
dan tetap membersihkan balutan. Nanah atau eksudat harus dibuang dengan hati-hati
dan juga harus menghindari kerusakan pada jaringan penyembuhan. Jika balutan
lengket, lakukanlah perendaman untuk memungkinkan pelepasan balutan akan lebih
mudah. Infeksi tetanus seharusnya tidak menjadi risiko luka ekspedisi jika semua
anggota ekspedisi diimunisasi dengan benar sebelum perjalanan (lihat Bab 2), tetapi
juga harus selalu memeriksa status imunisasi tetanus korban.
Dressing dan pembalutab
Prinsip pembalutan luka adalah untuk memberikan lapisan untuk sebuah luka:

1. Balutan steril anti lengket pada luka (seperti Melolin atau Jelonet).
2. Penyeka kasa steril untuk menyerap nanah atau eksudat dari luka.
3. Perban krep, Tubinet atau Tubigrip untuk menahan balutan di tempatnya.

Perban tersebut harus mampu menahan balutan tanpa menimbulkan tekanan atau
penyempitan. Teknik perban diajarkan di semua kursus pertolongan pertama.

Melakukan penyembuhan dan fungsi pemulihan


Penyembuhan luka dibantu oleh pola makan dan istirahat yang sehat. Setiap luka yang
signifikan akan sembuh lebih cepat dengan peningkatan kadar oksigen pada ketinggian
di bawah 3.000 m. Pada awalnya istirahat memang dibutuhkan tetapi belat dalam waktu
yang lama menyebabkan kekakuan dan pengecilan otot. Sendi yang berdekatan dengan
luka atau luka bakar harus tetap bergerak.

Metode penutupan luka


Luka menganga akan sembuh lebih baik jika tepi kulit disatukan. Hal ini dapat
dilakukan dengan Steri-strips atau jahitan.

Steri-strips
Steri-strip adalah jahitan kertas yang tersedia dalam berbagai ukuran panjang dan lebar.
Mereka ditempatkan di seberang luka dan, jika dibiarkan selama seminggu atau lebih,
menghasilkan bekas luka yang bersih dan rapi. Steri-strip tidak seefektif di dekat
persendian, di telapak tangan dan telapak kaki, atau di kulit kepala. Namun, mereka
sangat baik untuk laserasi jari dan luka di wajah. Steri-strip kurang efektif menempel
di lingkungan yang lembab atau basah, seperti hutan atau laut. Menerapkan Balsam
Friar pada kulit dapat membantu menjaga Steristrip tetap di tempatnya.

Menjahit (Gambar 13.2)


Steri-strip harus digunakan jika memungkinkan. Jika Steri-strip tidak dapat menutup
luka, diperlukan jahitan. Hanya luka bersih yang berumur kurang dari 12 jam yang
cocok untuk dijahit. Luka dalam mungkin perlu ditutup berlapis-lapis oleh ahli bedah
yang berkualifikasi. Hal ini di luar keahlian paramedis ekspedisi; dalam kasus ini luka
harus dibersihkan, dibungkus terbuka dan diperbaiki setiap hari. Hal ini
memungkinkan luka sembuh dari bawah ke atas. Jahitan tidak boleh diterapkan pada
gigitan hewan atau manusia, luka dalam atau luka yang terkontaminasi.

Gambar 13.2 Menjahit sebuah luka: (a) penjahitan biasa; (b) penjahitan eversi

Jenis luka
Abrasi
Luka Ini adalah luka gores yang dimana permukaan atas kulit hilang. Luka abrasi harus
dibersihkan dan diberi balutan anti lengket. Kotoran yang membandel, jika tidak
dihilangkan, akan menyebabkan pembekasan luka dan kemungkinan besar infeksi luka.
Perban mungkin perlu diganti satu atau dua kali sehari tergantung pada lingkungan.
Balutan dapat lengket dan dapat dibasahi dengan air bersih atau garam.
Luka tusuk
Infeksi dapat terjadi di dasar luka yang dalam dan menembus. Tetanus berisiko,
terutama pada luka tusuk, dan semua anggota tim ekspedisi harus diimunisasi.
Permukaan kulit harus dicegah agar tidak menutup dengan memasang sumbu kecil ke
dalam luka. Hal ini memungkinkan penyembuhan terjadi dari bagian bawah luka
tusukan ke atas, jika tidak, pembentukan abses dapat terjadi.

Melepuh
Luka melepuh paling baik agar dicegah. Semua anggota kelompok ekspedisi harus
diperintahkan untuk berhenti berjalan dan menutupi “titik panas” sebelum luka makin
parah menjadi melepuh. Jika melepuh makin parah, cairan yang ada harus dikeringkan
menggunakan jarum bersih (steril) dan kemudian area tersebut ditutup dengan plester
perekat atau Moleskin. Compeed dan Spenco dapat digunakan sebagai pembalut
alternatif. Melepuh bisa menjadi terkelupas; dalam hal ini perlakukan seperti luka
tergores dengan pembalut yang non-adherent. Mengoleskan sedikit Balsam Friar di tepi
lepuh dapat membantu pembalut tetap melekat tempatnya. Penyembuhan lebih cepat
jika gesekan pada lokasi melepuh dapat dihilangkan. Biarkan melepuh tidak tertutup,
jika memungkinkan, membiarkan area luka tersebut mengering dapat membantu
penyembuhan.

Memar
Luka memar atau lebam biasanya disebabkan oleh pukulan langsung ke permukaan
kulit. Pendarahan di bawah kulit memberikan tampilan khas pada memar. Istirahat, es,
kompresi dan elevasi (IEKE) semuanya membantu mengurangi pembengkakan dan
nyeri. Kompresi dapat dilakukan dengan mengaplikasikan perban krep secara kuat di
sekitar area yang memar. Obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau aspirin juga dapat
membantu penyembuhan. Setelah satu atau dua hari, bagian yang sakit harus
digerakkan untuk mengurangi kekakuan. Hematoma subungual (lepuh darah di bawah
kuku jari) dapat dengan mudah diobati dengan meleburkan lubang melalui kuku
menggunakan klip kertas terbuka yang dipanaskan hingga menjadi merah panas dalam
nyala api. Ini ternyata tidak menimbulkan rasa sakit dan langsung meredakan nyeri.

Cedera remuk
Jaringan dapat mengalami kerusakan dalam jumlah besar saat terjadinya cedera remuk
dan berpotensi tinggi mengalami infeksi. Bagian yang hancur harus dibersihkan dengan
hati-hati dan kemudian diangkat. Pembengkakan di bagian yang cedera dapat
menghentikan suplai darah ke anggota tubuh setelah cedera. Jika cederanya parah
mungkin ada risiko kehilangan anggota tubuh dan penting untuk mengevakuasi korban
untuk penilaian medis.

Amputasi
Jari atau lengan dapat diganti dengan bedah mikro jika pasien dan bagian yang
diamputasi dapat dikirim ke ahli bedah dalam waktu kurang dari jam. Bagian yang
diamputasi harus tetap dingin, sebaiknya dalam wadah berisi es, tetapi tidak
bersentuhan langsung dengan es. Dalam pengaturan ekspedisi, sangat tidak mungkin
fasilitas bedah seperti itu akan tersedia; dalam kasus ini, obati perdarahan dengan
tekanan dan elevasi langsung. Tunggul harus dibersihkan dengan hati-hati dan
kemudian ditutup dengan pembalut yang tidak melekat seperti kain kasa parafin. Orang
dengan cedera ini perlu dievakuasi untuk memungkinkan mendapatkan perawatan
bedah untuk memperpendek ujung tulang dan menutupi tunggul dengan penutup kulit
sehingga dapat terjadi penyembuhan.

Penusukan
Benda tertusuk yang menonjol dari luka harus dibiarkan di tempatnya. Melepaskan
benda yang tertusuk dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut dan oleh karena itu
harus dilakukan di rumah sakit dengan peralatan yang sesuai. Benda besar, seperti
panah atau tiang pagar, mungkin perlu distabilkan dan dipotong dengan hati-hati untuk
memungkinkan evakuasi. Pereda nyeri akan dibutuhkan.

Anda mungkin juga menyukai