Anda di halaman 1dari 4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Kesulitan Intubasi


Kesulitan Intubasi adalah keadaan dimana intubasi dengan beberapa upaya
laringoskopi, manuver dan atau scalpel digunakan oleh seorang dokter ahli yang
berpengalaman. Kesulitan intubasi berkaitan dengan ketidakjelasan lapang pandang
plica vokalis pada laringoskop dan perlunya penggunaan alat atau teknik khusus.
(Dinata, 2015).
B. Faktor prediktor
(Hashimoto dkk, 2014; Saito dkk, 2015).

• L—Look externally: Yang dievaluasi adalah dengan melihat seluruh bagian wajah.
Adanya hal-hal yang menyebabkan pasien membutuhkan tindakan ventilasi atau
intubasi dan evaluasi kesulitan secara fisik. Pada umumnya jika jalan napas terlihat
sulit, maka kesulitan jalan napas benar terjadi. Perhatikan apakah pasien memiliki
leher pendek, trauma wajah, gigi yang besar, kumis atau jenggot tebal, dan lidah yang
besar.

• E—Evaluate 3-3-2: Langkah ini merupakan gabungan dari buka mulut dan ukuran
mandibula terhadap posisi laring. Penentuan jarak anatomis menggunakan jari sebagai
alat ukur untuk mengetahui seberapa besar pembukaan mulut dan ukuran mandibula
dengan posisi laring pada leher dalam memungkinkan keberhasilan visualisasi glotis
dengan laringoskopi langsung. 3: Kecukupan akses oral. Jarak interincisor 3 jari
pasien. Mulut harus terbuka secara memadai untuk memungkinkan visualisasi
melewati lidah ketika laringoskop dan tabung endotrakeal berada dalam rongga mulut.
3: Kapasitas ruang mandibula untuk memuat lidah ketika laringoskopi. Jarak
mentothyoid 3 jari pasien. Mandibula harus memiliki ukuran (panjang) yang cukup
untuk memungkinkan lidah tergeser sepenuhnya ke dalam ruang submandibular. 2:
Mengidentifikasi letak laring berkaitan dengan dasar lidah. Jarak thyrothyoid 2 jari
pasien. Glottis harus terletak pada jarak yang cukup caudal ke pangkal lidah yang
merupakan garis pandang langsung dari luar mulut ke pita suara.

• M—Mallampati score: alat klasifikasi untuk menilai visualisasi hipofaring, caranya


pasien berbaring dalam posisi supine, membuka mulut sambil menjulurkan lidah.

1
Skoring Mallampati adalah suatu sistem yang didasarkan pada anatomi mulut dan
pandangan dari berbagai struktur anatomi apabila seseorang membuka mulut selebar
mungkin. Penilaian dilakukan dalam posisi duduk dan tidak dapat dilakukan dalam
keadaan darurat. Skor kelas I diartikan mudah, dan kelas IV adalah yang paling sulit.
5,6,7

Kelas I : Palatum mole, pilar fausial dan tampak uvula

Kelas II : Palatum mole terlihat dan pilar fausial

Kelas III : Palatum mole, dasar uvula dan palatum durum

Kelas IV : Palatum durum saja terlihat

Kelas I dan II merupakan bentuk yang paling mudah untuk dilakukan intubasi
dibandingkan kelas III dan IV, kelas III dan IV merupakan kelas yang paling sulit
untuk dilakukan intubasi. Untuk menghindari hasil positif palsu atau negative palsu,
tes ini sebaiknya di ulang sebanyak dua kali.

• O—Obstruction/obesity: Adanya pertanda kesulitan jalan napas harus selalu kita


pertimbangkan sebagai akibat adanya obstruksi pada jalan napas. Menilai adanya
keadaan yang dapat menyebabkan obstruksi misalkan abses peritonsil, trauma karena
obesitas dapat menyebabkan sulitnya intubasi karena memperberat ketika melakukan
laringoskop dan mengurangi visualisasi laring. Empat tanda utama adanya obstruksi
jalan napas atas yaitu muffled voice (hot potato voice), kesulitan menelan (karena rasa
sakit atau obstruksi), stridor, dan sensasi dispnea. Dua tanda pertama tidak biasanya
menunjukkan adanya obstruksi total pada jalan napas atas pada orang dewasa. Namun
adanya obstruksi kritis biasa ditandai jika sensasi dispnea terjadi. Stridor merupakan
tanda yang terburuk karena mengindikasikan jalan napas telah tereduksi menjadi
kurang dari 50 % dari normalnya, atay diameternya menjadi kurang dari 4,5 mm.
Meskipun masih kontroversial namun pasien obesitas sering memiliki kondisi
pandangan glotis yang buruk dengan laringoskopi langsung ataupun video.

• N—Neck mobility: Keterbatasan mobilisasi leher harus dipertimbangan sebagai


suatu kesulitan dalam intubasi. Menilai apakah ada deformitas leher yang dapat
menyebabkan berkurangnya range of movement dari leher sehingga intubasi menjadi

2
sulit. Mobilisasi leher dapat dinilai dengan Ekstensi sendi atlanto - oksipital yaitu
posisi leher fleksi dengan menyuruh pasien memfleksikan kepalanya kemudian
mengangkat mukanya, hal ini untuk menguji ekstensi daripada sendi atlanto - oksipital.
Aksis oral, faring dan laring menjadi satu garis lurus dikenal dengan posisi Magill.
Ektensi leher "normal" adalah 35o (The atlantooksipital/ A-O joint). Keterbatasan
ektensi sendi terdapat pada spondylosis, rheumatoid arthritis, dan pasien dengan gejala
yang menunjukkan kompresi saraf dengan ekstensi servikal.

3
4

Anda mungkin juga menyukai