DI INDONESIA
Sebuah Tinjauan Sosial, Budaya, dan Politik
i
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
Undang-Undang No.28 Th. 2014, Tentang Hak Cipta
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana penjara paling lama 1
(satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) hufuf c, huruf d,
huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam
bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp. 4.000.000,00 (empat miliar rupiah).
ii
iii
AKAR RADIKALISME DI INDONESIA
Sebuah Tinjauan Sosial, Budaya, dan Politik
©Copyright Lawwana
Cetakan Pertama, Oktober 2020
hlm: xxxiv+178 14 cm x 20,5 cm
ISBN : 978-623-94829-2-3
Diterbitkan oleh:
CV Lawwana
Jl. Totem VI B9 NO 22
Kel. Sadeng, Kec. Gunungpati, Semarang Jawa Tengah.
lawwana.com | penerbitlawwana@gmail.com | CP: 08122-688866-2
iv
TESTIMONI
“Islam, semua agama dan seluruh pandangan kemanusiaan
universal, hadir untuk membebaskan manusia dari penderitaan,
penindasan, kekerasan dan kebodohan, di satu sisi, dan menegakkan
keadilan, kesetaraan, kesalingan membagi kasih, menyebarkan
ilmu pengetahuan di sisi yang lain. Atas dasar ini, maka Islam dan
seluruh agama serta etika spiritualisme menentang keras cara-
cara yang dilakukan oleh gerakan radikalisme dan ekstremisme di
manapun dan kapanpun. Radikalisme dan ekstremisme kekerasan
harus dilawan dengan mengembangkan dan menyebarkan nalar
Islam wasathi atau moderat. Buku ini menjadi penting untuk dibaca
sampai titik terakhir. Selamat.”
KH. Husein Muhammad (Cendekiawan Muslim)
v
yang menunjukkan keragaman praktik keagamaan sama dinamisnya
dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat Indonesia.
Kumpulan tulisan yang tersusun dalam buku ini merupakan sebuah
kisah perjalanan dari para intelektual dengan semangat muda untuk
merekam dinamika itu, sekaligus memberi tawaran yang mungkin
memberi rasa baru kehidupan bersama di Indonesia sekarang. Saya
memberikan salut kepada mereka, dan mengucapkan selamat atas
terbitnya buku ini.
Andi Achdian (Sejarawan dan Pengajar di Prodi Sosiologi, FISIP UNAS)
vi
“Agama lahir untuk membebaskan manusia dari segala bentuk
kekerasan. Saat agama berubah menjadi institusi yang radikal, saat
itu agama tidak lagi sebagai agama, melainkan sebagai alat untuk
menjustifikasi kekerasan atas nama agama. Mengapa hal ini dapat
terjadi? Jawabannya dapat pembaca telusuri dari kumpulan tulisan
yang mencoba menguak akar radikalisme itu dari aspek sosial,
budaya, dan politik dalam buku ini.
Dr. Abdul Aziz, M.Ag (Dosen Hukum Islam di Fakultas Syariah IAIN
Surakarta)
vii
“Bagi orang-orang yang mendedikasikan kelompoknya menjadi
tangan Tuhan, kemudian dengan atas nama-Nya mereka melakukan
tindakan yang destruktif, membunuh, mengebom, menyerang
kelompok yang berbeda adalah salah satu bentuk pemahaman
keberagamaan yang keliru. Korbannya bisa siapa saja, kelompok
minoritas, LGBT, bahkan masyarakat mayoritas yang dianggap
melakukan penindasan. Jadi alangkah bahayanya ketika agama
menjadi alat legitimasi untuk membunuh, merusak, mempersekusi.
Lantas di mana fungsi agama yang sebenarnya?”
Shinta Ratri (Pengasuh Pondok Pesantren Waria Al-Fattah)
viii
Pengantar Ahli
Agama: Fungsional Dan Disfungsional*
Oleh: Warsono
Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum
Universitas Negeri Surabaya (Unesa)
* Tulisan ini pernah dimuat di Jurnal Paradigma Volume 2 Nomor 1 Januari 2004.
Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya.
ix
AKAR RADIKALISME DI INDONESIA
Sebuah Tinjauan Sosial, Budaya, dan Politik
x
PENGANTAR AHLI:
Agama: Fungsional Dan Disfungsional
xi
AKAR RADIKALISME DI INDONESIA
Sebuah Tinjauan Sosial, Budaya, dan Politik
xii
PENGANTAR AHLI:
Agama: Fungsional Dan Disfungsional
xiii
AKAR RADIKALISME DI INDONESIA
Sebuah Tinjauan Sosial, Budaya, dan Politik
xiv
PENGANTAR AHLI:
Agama: Fungsional Dan Disfungsional
xv
AKAR RADIKALISME DI INDONESIA
Sebuah Tinjauan Sosial, Budaya, dan Politik
xvi
PENGANTAR AHLI:
Agama: Fungsional Dan Disfungsional
xvii
AKAR RADIKALISME DI INDONESIA
Sebuah Tinjauan Sosial, Budaya, dan Politik
xviii
PENGANTAR AHLI:
Agama: Fungsional Dan Disfungsional
xix
AKAR RADIKALISME DI INDONESIA
Sebuah Tinjauan Sosial, Budaya, dan Politik
xx
PENGANTAR AHLI:
Agama: Fungsional Dan Disfungsional
xxi
AKAR RADIKALISME DI INDONESIA
Sebuah Tinjauan Sosial, Budaya, dan Politik
xxii
PENGANTAR AHLI:
Agama: Fungsional Dan Disfungsional
xxiii
AKAR RADIKALISME DI INDONESIA
Sebuah Tinjauan Sosial, Budaya, dan Politik
xxiv
PENGANTAR AHLI:
Agama: Fungsional Dan Disfungsional
xxv
AKAR RADIKALISME DI INDONESIA
Sebuah Tinjauan Sosial, Budaya, dan Politik
xxvi
PENGANTAR AHLI:
Agama: Fungsional Dan Disfungsional
Daftar Pustaka:
xxvii
Di dalam ruang publik, kita melihat
berbagai konflik sosial maupun politik
yang melibatkan agama atau ajaran
agama. Keterlibatan elit agama dalam
berbagai konflik dengan menggunakan
ajaran agama bisa menimbulkan
distorsi kesakralan agama sebagai
kebenaran yang universal. Agama
mengalami disfungsi dalam
masyarakat. Agama tidak lagi sebagai
medium netral dalam penyelesaian
konflik-konflik kebangsaan, tetapi
justru menjadi sumber konflik.
xxviii
KATA PENGANTAR:
xxix
Selayaknya para pemuka agama dapat menjembatani
segala pemikiran yang humanis, di mana saling menghargai
satu sama lain. Agama merupakan ajaran yang mengandung
kemanusiaan dan pesan moral yang tinggi dan tidak baik bila
kita menafsirkannya dengan penuh kemarahan. Marilah kita
berkaca pada almarhum Gus Dur yang mengajarkan secara
arif beragama yang memanusiakan manusia. Di mana agama
mayoritas tidak menyalahkan dan menindas agama lain.
Namun, agama mayoritas berusaha untuk bersahabat dengan
agama yang lebih “minoritas”. Sebenarnya, agak kurang sopan
bila saya membuat tipologi agama mayoritas dan minoritas,
namun inilah konstruksi sosial yang ada pada masyarakat kita.
Jadi, langkah bijaksana untuk memahami keberagaman agama
adalah memaknai agama secara lebih manusiawi. Maksud
memaknai agama secara manusiawi adalah mengkonstruksikan
agama dengan kemanusiaan dan rasa toleransi yang penuh
penghayatan.
Dalam hal ini, diakui memang cukup sulit dalam
menciptakan harmonisasi agama. Akan tetapi, dapat dilakukan
bila kita dapat memahami agama dengan menyelaraskannya
dengan nilai–nilai kemanusiaan. Nilai–nilai kemanusiaan
tersebut adalah meyakini bahwa semua agama pada dasarnya
membawa pesan–pesan kebaikan. Adapun kebaikan dalam
agama merupakan nilai yang bersifat universal. Manusia pada
dasarnya baik dan semua agama pun mengajarkan kebajikan.
Yang diperlukan dalam hal ini adalah menjadikan agama
memiliki kharisma akan kemanusiaan dan kebajikan. Memang,
diakui tidaklah mudah dan banyak tantangan untuk mewujudkan
agama yang manusiawi. Akan tetapi, tantangan tersebut dapat
dilalui bila para pemuka agama dapat merefleksikan agama
xxx
dengan penghayatan kemanusiaan yang mendalam. Bila para
tokoh agama dan masyarakat memahami dengan baik pesan
kemanusiaan yang terkandung dalam ajaran agama, maka
keharmonisan akan tercapai. Memang, untuk mewujudkan hal
ini akan menghadapi tantangan terutama dari kaum radikal
dan ekstrimis. Dalam hal ini, yang diperlukan adalah strategi
yang bijaksana dan hati – hati dalam memperkuat humanisme
agama. Agama dapat menjadi kehancuran peradaban manusia
bila agama ditafsirkan secara keras, kaku, dan penuh dengan
kebencian. Bila kita lihat sebenarnya agama bermakna
menyelaraskan dan membudayakan segala yang baik yang ada
pada manusia.
Lantas, masih banyak yang menafsirkan agama dengan
penuh kebencian, saya berfikir ini merupakan bagian dari
konstruksi sosial yang sudah mengakar kuat dalam masyarakat.
Patut untuk disadari bahwa agama seringkali ditafsirkan
dengan arogansi kebencian. Arogansi kebencian inilah yang
memperkuat konflik dan pertumpahan darang yang ada.
Sepatutnya para pemuka–pemuka agama sadar akan posisinya
untuk menjadikan agama lebih bernuansa manusiawi dan penuh
dengan kedamaian. Bila dilihat secara kritis, sangat perlu upaya
yang bersifat Dekonstruktif, diperlukan pemahaman agama
yang lebih manusiawi. Sudah selayaknya ini perlu dilakukan
untuk mengembalikan agama pada jalur kemanusiaan.
Kemanusiaan yang saya maksud di sini adalah bagaimana
agama dapat menyatukan berbagai macam perbedaan yang
dapat memicu konflik sosial. Pada dasarnya, semua agama itu
baik, kata Dalai Lama, dalam hal ini perlu memperkuat makna
dan upaya humanisme dalam agama. Dengan jalan ini, akan
membuat wajah agama lebih berciri khas bersahabat akan
xxxi
perbedaan–perbedaan sosial yang ada. Dengan cara ini, akan
didapatkan sebuah makna dan rasa agama yang benar–benar
manusiawi, di mana agama terlihat sangat bersahabat, ramah
dan merangkul masyarakat dalam heterogenitas religi.
Salam Hangat,
Surabaya, 30 Juli 2020
xxxii
Daftar Isi
Daftar Isi
TESTIMONI.............................................................................................................................. v
Pengantar Ahli
Agama: Fungsional Dan Disfungsional*..........................................ix
Oleh: Warsono — Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial & Hukum Universitas Negeri Surabaya
KATA PENGANTAR:
Akar Radikalisme Di Indonesia
(Sebuah Tinjauan Kritis Akan Radikalisme Agama)................................................... xxix
Daftar Isi...........................................................................................................................xxxiii
xxxiii
Dinamika Keberagaman di Tengah Jargon Kota Toleransi
(Akar Intoleransi dan Celah Radikalisme Agama yang
Destruktif di Yogyakarta)..................................................................................................... 94
Oleh: Muhammad Makro Maarif Sulaiman, S.Sos., M.A.
Hakikat Konflik..............................................................................................................139
Oleh: Gratia Wing Artha
Biografi Penulis.................................................................................................................171
xxxiv
1
Pendahuluan
1
Valensius Ngardi
2
Menenun Kembali Hati Yang Tercabik
Lewat Dialog Kehidupan
3
Valensius Ngardi
4
Menenun Kembali Hati Yang Tercabik
Lewat Dialog Kehidupan
5
Valensius Ngardi
6
Menenun Kembali Hati Yang Tercabik
Lewat Dialog Kehidupan
7
Valensius Ngardi
8
Menenun Kembali Hati Yang Tercabik
Lewat Dialog Kehidupan
9
Valensius Ngardi
Dialog Kehidupan
Dalam Gereja Katolik, dialog kehidupan antar umat
beragama menjadi penekanan utama untuk melahirkan wacana
persaudaraan antar umat beragama. Dialog kehidupan ini
bukan dalam tataran konsep, melainkan berdialog dalam hidup
nyata, interaksi nyata dan pekerjaan nyata. Hal ini senada
dengan apa yang termaktub dalam dokumen Konsili Vatikan
II mengenai persaudaraan semesta tanpa diskriminasi. Dalam
Dokumen Konsili Vatikan II (1993: 314), menegaskan bahwa:
‘kita tidak dapat menyerukan nama Allah Bapa semua orang,
bila terhadap orang-orang tertentu, yang diciptakan menurut
citra-kesamaan Allah, kita tidak mau bersikap sebagai saudara.
Hubungan manusia dengan Allah Bapa dan hubungan dengan
sesama manusia menjadi korelasi yang harus dilaksanakan
dan dihayati oleh umat Katolik tanpa mendiskriminasi karena
perbedaan suku, agama, ras dan budaya. Semuanya dirangkul
sebagai saudara yang sama sama sedang berziarah dimuka bumi
ini dari ciptaan Allah yang Satu atau Esa.”
Menurut Khotimah (2011: 7), dialog antar agama adalah
suatu kenyataaan yang tidak bisa dibantah bahwa bumi manusia
ini hanyalah satu, sementara penghuninya terkotak-kotak ke
dalam berbagai suku, agama, ras, bangsa, profesi, budaya dan
golongan. Mengingkari kenyataan adanya pluralisme ini sama
halnya dengan mengingkari kesadaran kognitif kita sebagai
10
Menenun Kembali Hati Yang Tercabik
Lewat Dialog Kehidupan
11
Valensius Ngardi
12
Menenun Kembali Hati Yang Tercabik
Lewat Dialog Kehidupan
13
Valensius Ngardi
14
Menenun Kembali Hati Yang Tercabik
Lewat Dialog Kehidupan
15
Valensius Ngardi
16
Menenun Kembali Hati Yang Tercabik
Lewat Dialog Kehidupan
17
Valensius Ngardi
18
Menenun Kembali Hati Yang Tercabik
Lewat Dialog Kehidupan
19
Valensius Ngardi
20
Menenun Kembali Hati Yang Tercabik
Lewat Dialog Kehidupan
21
Valensius Ngardi
Penutup
22
Menenun Kembali Hati Yang Tercabik
Lewat Dialog Kehidupan
23
Valensius Ngardi
24
Menenun Kembali Hati Yang Tercabik
Lewat Dialog Kehidupan
Daftar Pustaka
25
Valensius Ngardi
Https://www.google.com/search?q=perang+salib+tahun+bera
pa&oq=perang+salib+tahun, diakses, 23 Juli 2020.
Khotimah, K., 2011. Dialog dan Kerukunan Antar Agama Umat
Beragama. Jurnal. Yogyakarta: Universitas Islam Negri.
Kompas Kamis, 16 Juli 2020. Kemiskinan dan Jurang Ketimpangan
kian Dalam.
Kompas Rabu , 22 Juli 2020. Diakui negara tetapi masih
didiskriminasi
Majalah Pusat Pengkajian Islam dan Mayarakat (PPIM) UIN:
Jakarta.
Magnis Suseno. F., 2006. Menalar Tuhan. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Mary, E, Tucker & John A. Grim., (ed.). 2003 Agama, Filsafaat Dan
Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Mariasusai Dhavamony. 1993. Fenomenologi Agama. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Robert. L. Dana. 2009. Christian Mission How Christianity Became
A World Religion Wiley-Blacwell: A Jhon Wiley & Sons, Ltd.
Publication.
Sobrino.J, & Pico. J. Hernandes., 1989. Teologi Solidaritas.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Sumartana, Th. dkk, 2005. Pluralisme, Konflik & Pendidikan
Agama di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Scott, James. C. 1990. Domination and the Arts of Resistance
Hidden Transcripts Copyright © 1990 by Yale University.
Wawancara, Hari. Yogyakarta. 23 Juli 2020
Wawancara, Novi. Yogyakarta, 23 Juli 2020
26
2
27
Khoriskiya Novita
adalah agama fosil yang tak lagi berguna buat umat manusia.
Paham keagamaan setiap orang harus dihormati. Namun,
penyebarluasan paham yang jelas mengganggu bahkan
merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara,
maka paham seperti itu harus dicegah dan dilarang. Jadi, apabila
ada paham yang mengatakan bahwa demokrasi adalah sesuatu
yang harus ditolak, apalagi mengatasnamakan agama, itu
lebih salah lagi. Karena agama, khususnya agama Islam, sama
sekali tidak mengajarkan paham- paham seperti itu. Selain itu,
paham yang tidak sekedar membolehkan, bahkan menyuruh
atau mendorong seseorang untuk membunuh pihak lain yang
berbeda paham dengannya, paham seperti ini dalam konteks
Indonesia juga tidak diperbolehkan karena paham mayoritas
umat Islam Indonesia bukan seperti itu.
Hasil penelitian PPIM UIN Jakarta (2017), yang dilakukan
terhadap Siswa/Mahasiswa dan Guru/Dosen dari 34 Provinsi
di Indonesia. Di antara hasilnya yaitu sebanyak 34,3 persen
responden memiliki opini intoleransi kepada kelompok agama
lain selain Islam. Kemudian, sebanyak 48,95 persen responden
Siswa/Mahasiswa merasa pendidikan agama mempengaruhi
mereka untuk tidak bergaul dengan pemeluk agama lain. Lebih
mengejutkan lagi 58,5 persen responden Mahasiswa/Siswa
memiliki pandangan keagamaan dengan opini yang radikal.1
Persoalan yang muncul, mengapa bibit-bibit radikalisme bisa
masuk ke sekolah? Dan bagaimana strategi sekolah agar mampu
mencegah pemahaman radikalisme memengaruhi cara berpikir
guru dan siswa?
1
https://www.republika.co.id/berita/kolom/wacana/18/06/01/p9nc8j396-
strategi-mencegah-radikalisme-di-sekolah
28
Upaya Preventif Menangkal
Radikalisme Agama di Sekolah
29
Khoriskiya Novita
30
Upaya Preventif Menangkal
Radikalisme Agama di Sekolah
31
Khoriskiya Novita
32
Upaya Preventif Menangkal
Radikalisme Agama di Sekolah
kulitas yang baik, maka baik pula masa depan bangsa, namun
apabila generasi mudanya rusak maka rusak pula masa depan
bangsa. Masa belajar di sekolah merupakan masa kehidupan
bagi para remaja dimana mereka selalu ingin menemukan
jati diri yang mudah terpengaruh oleh hal-hal baru baik hal
yang positif maupun hal yang negatif. Karenanya, siswa-siswi
yang merupakan pemuda dan pemudi penerus bangsa harus
mendapatkan pemahaman yang cukup, lebih waspada dan
berhati-hati dalam mengakses informasi dari sumber manapun.
33
Khoriskiya Novita
34
Upaya Preventif Menangkal
Radikalisme Agama di Sekolah
35
Khoriskiya Novita
36
Upaya Preventif Menangkal
Radikalisme Agama di Sekolah
Daftar Pustaka
37
3
Oleh: Rivani
Pendahuluan
38
Hilangnya Agama Lokal atas Nama Negara
39
Rivani
Metode Penelitian
40
Hilangnya Agama Lokal atas Nama Negara
41
Rivani
Pembahasan
42
Hilangnya Agama Lokal atas Nama Negara
43
Rivani
44
Hilangnya Agama Lokal atas Nama Negara
45
Rivani
46
Hilangnya Agama Lokal atas Nama Negara
47
Rivani
48
Hilangnya Agama Lokal atas Nama Negara
49
Rivani
datang dari Parsi (daerah Iran dan Irak) di Timur Tengah. Sampai
sekarang, agama Bahai masih dianut oleh sebagian masyarakat
dan bahkan suku lain di samping masyarakat Mentawai yang
tinggal di kepulauan Mentawai menganut agama ini. Berdasar
pada sejarah agama Bahai ini, dapat dikatakan bahwa agama
ini diperkenalkan oleh seorang dokter yang datang ke pulau
Siberut pada tahun 1955, Muhadji Rachatullah, nama dokter
tersebut, menyebarkan agama Bahai ini di pedalaman Mentawai
pada masyarakat di kampung-kampung yang belum tersentuh
oleh agama lain. Pada perkembangan selanjutnya, penyebaran
agama ini dilakukan oleh orang-orang dari suku bangsa Jawa
dan Batak. Islam juga menyebarkan pengaruhnya di Mentawai,
dan penyebaran ini terjadi mulai tahun 1959. Pada sekarang
sudah banyak organisasi-organisasi Islam yang berusaha
menyebarkan pengaruhnya di pulau Siberut.
Tepat tahun 1954, Rapat Tiga Agama yang secara eksplisit
meminta orang Mentawai meninggalkan sabulungan merupakan
wujud dominasi negara untuk menerapkan gagasan-gagasan
mengenai identitas tunggal bangsa. Dalam upaya tersebut
pengakuan terhadap dasar ideologi negara Pancasila menjadi
penting. Melalui Departemen Agama, negara menyatakan bahwa
kebebasan beragama rakyatnya dijamin dan dilindungi secara
hukum. Hal tersebut diharapkan menjamin ditegakkannya
penghayatan atas Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Akan tetapi,
sejarah pembentukan konsep agama di Indonesia menyebabkan
beragam tafsiran terhadap sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kategorisasi yang menentukan apa yang diterima dan diakui
sebagai ‘agama’ menjadikan banyak aliran-aliran kepercayaan
lokal mengalami diskriminasi. Sebenarnya peraturan
pemerintah sebagaimana tertulis dalam SK NO.167/PM/1954 –
50
Hilangnya Agama Lokal atas Nama Negara
51
Rivani
52
Hilangnya Agama Lokal atas Nama Negara
Kesimpulan
53
Rivani
Daftar Pustaka
54
4
55
Gratia Wing Artha
56
Eksistensialisme dan Ruang Terbuka Agama
57
Gratia Wing Artha
58
Eksistensialisme dan Ruang Terbuka Agama
59
Gratia Wing Artha
60
5
61
Gratia Wing Artha
62
Kerukunan Agama dalam Bingkai Ke-Indonesiaan
63
6
Pendahuluan
64
Perspektif Pekerja Seks Komersial (PSK)
Terhadap Kehidupan Keagamaan
Landasan Teori
65
Rizal Ramadhan Ivandi
66
Perspektif Pekerja Seks Komersial (PSK)
Terhadap Kehidupan Keagamaan
67
Rizal Ramadhan Ivandi
Penelitian Terdahulu
68
Perspektif Pekerja Seks Komersial (PSK)
Terhadap Kehidupan Keagamaan
69
Rizal Ramadhan Ivandi
Metode Penelitian
70
Perspektif Pekerja Seks Komersial (PSK)
Terhadap Kehidupan Keagamaan
71
Rizal Ramadhan Ivandi
Analisis Data
72
Perspektif Pekerja Seks Komersial (PSK)
Terhadap Kehidupan Keagamaan
73
Rizal Ramadhan Ivandi
74
Perspektif Pekerja Seks Komersial (PSK)
Terhadap Kehidupan Keagamaan
75
Rizal Ramadhan Ivandi
76
Perspektif Pekerja Seks Komersial (PSK)
Terhadap Kehidupan Keagamaan
77
Rizal Ramadhan Ivandi
78
Perspektif Pekerja Seks Komersial (PSK)
Terhadap Kehidupan Keagamaan
Kesimpulan
79
Rizal Ramadhan Ivandi
Daftar Pustaka
80
Perspektif Pekerja Seks Komersial (PSK)
Terhadap Kehidupan Keagamaan
81
7
82
Mencari Relasi Melalui Agama
pada saat ini? Dan apa yang dapat dilakukan sebagai manusia
dalam menanggapi kehidupan yang sudah semakin dinamis
seperti ini, khususnya dalam rangka membangun integrasi
sosial? Itulah beberapa pertanyaan yang akan saya coba untuk
membahas di dalam tulisan ini. Mengingat bahwa latar belakang
saya adalah sosiologi, serta didukung dengan beberapa
pendekatan multidisipliner lainnya seperti filsafat, psikologi,
dan lain sebagainya, saya akan mencoba untuk menjawab
fenomena radikalisme keagamaan secara lebih komprehensif.
Pertama-tama, kita perlu membedakan terlebih dahulu apa
yang dimaksud dengan “konservatisme agama” dan “radikalisme
agama”. Konservatisme agama adalah sikap yang cenderung
kurang liberal, dan relatif lebih dekat dengan tradisi keagamaan
yang dimiliki oleh seorang individu. Radikalisme agama adalah
sikap yang tidak hanya konservatif, namun memiliki sebuah
pandangan “us and them”, sebuah asumsi bahwa “kelompok saya
adalah kelompok yang lebih superior”, khususnya di dalam aspek
identitas keagamaan, sehingga dapat memunculkan potensi
segregasi sosial, aksi verbal, maupun tindakan fisik yang agresif
dan mengancam kehadiran kelompok yang lain. Dalam tulisan
ini, yang ingin saya angkat adalah radikalisme agama. Saya kira
di tengah masyarakat Indonesia yang multikultural, bukanlah
sesuatu hal yang sensitif untuk melihat konservatisme di dalam
pandangan masing-masing individu maupun kelompok sosial.
Setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih dan memeluk
sebuah kepercayaan tertentu. Akan tetapi, permasalahan terletak
ketika suatu kelompok menganggap bahwa kelompoknya yang
paling superior sehingga memiliki “hak” untuk merendahkan
dan mendiskriminasi yang lain.
83
Kevin Nobel Kurniawan
84
Mencari Relasi Melalui Agama
85
Kevin Nobel Kurniawan
86
Mencari Relasi Melalui Agama
87
Kevin Nobel Kurniawan
88
Mencari Relasi Melalui Agama
89
Kevin Nobel Kurniawan
90
Mencari Relasi Melalui Agama
Daftar Pustaka
91
Kevin Nobel Kurniawan
92
Mencari Relasi Melalui Agama
93
8
Pengantar
94
Dinamika Keberagaman di Tengah
Jargon Kota Toleransi
95
Muhammad Makro Maarif Sulaiman, S.Sos., M.A.
96
Dinamika Keberagaman di Tengah
Jargon Kota Toleransi
97
Muhammad Makro Maarif Sulaiman, S.Sos., M.A.
lokal sebagai bagian dari entitas agama. Hal yang perlu digaris
bawahi dalam konteks ini ialah baik data yang disajikan oleh
Puslitbang Kementerian Agama maupun Setara Institute masih
menjadi bahan perdebatan dan tidak lepas dari kritik terutama
mengenai keabsahan data dan metodologi yang digunakan.
Namun, meskipun masih mengandung nilai perdebatan, data
tersebut dapat menjadi rujukan atau referensi secara kuantitatif
dalam melakukan elaborasi data selanjutnya maupun dalam
pengembangan kajian akademik dan kebijakan publik.
Kasus intoleransi yang mencederai jargon kota toleransi
di Yogyakarta tidak sekadar direpresentasikan melalui
data kuantitatif, akan tetapi sebaiknya juga melihat dalam
hubungannya dengan peristiwa-peristiwa aktual yang
memperlihatkan kepada kita bentuk-bentuk dari tindakan
intoleran dalam kehidupan beragama di Yogyakarta. Mengutip
dari kkpkc-kas.org, di sepanjang tahun 2018 dan 2019 ada
beberapa kasus intoleransi yang ada di Yogyakarta dan contoh
faktual kasus-kasus berikut dapat memberikan semacam
teguran kepada kita untuk lebih bersikap skeptis dan kritis
terhadap keadaan yang kelihatannya “adem ayem” akan
tetapi menyimpan persoalan intoleransi sosial yang tidak bisa
dipandang remeh. Kasus-kasus tersebut seperti perusakan
makam yang menggunakan nisan salib, pelarangan bagi warga
baru yang non-muslim untuk bertempat tinggal di wilayah
warga muslim, intoleransi yang terjadi di lingkup sekolah
negeri terhadap siswa-siswa non-muslim, upaya mempersulit
pembangunan gereja melalui birokrasi yang sengaja didesain
untuk menghambat keluarnya surat Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) dan penolakan acara ritual agama Hindu oleh sejumlah
massa dengan alasan kegiatan keagamaan tidak berizin dan
98
Dinamika Keberagaman di Tengah
Jargon Kota Toleransi
99
Muhammad Makro Maarif Sulaiman, S.Sos., M.A.
100
Dinamika Keberagaman di Tengah
Jargon Kota Toleransi
101
Muhammad Makro Maarif Sulaiman, S.Sos., M.A.
102
Dinamika Keberagaman di Tengah
Jargon Kota Toleransi
103
Muhammad Makro Maarif Sulaiman, S.Sos., M.A.
104
Dinamika Keberagaman di Tengah
Jargon Kota Toleransi
105
Muhammad Makro Maarif Sulaiman, S.Sos., M.A.
106
Dinamika Keberagaman di Tengah
Jargon Kota Toleransi
107
Muhammad Makro Maarif Sulaiman, S.Sos., M.A.
108
Dinamika Keberagaman di Tengah
Jargon Kota Toleransi
109
Muhammad Makro Maarif Sulaiman, S.Sos., M.A.
110
Dinamika Keberagaman di Tengah
Jargon Kota Toleransi
Penutup
111
Muhammad Makro Maarif Sulaiman, S.Sos., M.A.
112
Dinamika Keberagaman di Tengah
Jargon Kota Toleransi
Daftar Pustaka
113
Agama bukan hanya dibutuhkan
manusia untuk memenuhi
kebutuhan kodratnya, tetapi juga
mempunyai berbagai fungsi dan
disfungsi sosal.
114
9
Pendahuluan
115
Aris Wahyudin
116
Aspek Sosiologi Sastra dalam
Serat Darmogandhul
117
Aris Wahyudin
118
Aspek Sosiologi Sastra dalam
Serat Darmogandhul
119
Aris Wahyudin
120
Aspek Sosiologi Sastra dalam
Serat Darmogandhul
Kesimpulan
121
Aris Wahyudin
Daftar pustaka
http://penadakwah.multiply.com/journal/item/125/
SERAT_DARMO_GANDUL_dan_SULUK_GATOLOCO.
SERAT DARMOGANDHUL
122
Aspek Sosiologi Sastra dalam
Serat Darmogandhul
123
Aris Wahyudin
dan amal yang Paduka bawa ke mana saja. Jika nista menjadi
setan yang menjaga suatu tempat. Hanya menunggui daging
basi yang sudah luluh menjadi tanah. Demikian tadi tidak ada
perlunya. Demikian itu karena kurang budi dan pengetahuannya.
Ketika hidupnya belum makan buah pohon pengetahuan dan
buah pohon budi. Pilih mati menjadi setan, menunggu batu
mengharap-harap manusia mengirim sajian dan selamatan.
Kelak meninggalkan mujizat Rahmat memberi kutukan kiamat
kepada anak cucunya yang tinggal. Manusia mati tidak dalam
aturan raja yang sifatnya lahiriah. Sukma pisah dengan budi,
jika tekadnya baik akan menerima kemuliaan. Akan tetapi jika
tekadnya buruk akan menerima siksaan. Coba Paduka pikir kata
hamba itu!”
Prabu berkata “Kembali kepada asalnya, asal Nur bali
kepada Nur”.
Sabdapalon bertutur “Itu pengetahuan manusia yang
bingung, hidupnya merugi, tidak punya pengetahuan ingat, belum
menghayati buah pengetahuan dan budi, asal satu mendapat
satu. Itu bukan mati yang utama. Mati yang utama itu sewu
satus telung puluh. Artinya satus itu putus, telu itu tilas, puluh itu
pulih, wujud kembali, wujudnya rusak, tetapi yang rusak hanya
yang berasal dari ruh idhafi lapisan, bulan surup pasti dari mana
asalnya mulai menjadi manusia. Surup artinya sumurup purwa
madya wasana, menepati kedudukan manusia.”
Sang Prabu menjawab, “Ciptaku menempel pada orang yang
lebih.”
Sabdopalon berkata, “Itu manusia tersesat, seperti
kemladeyan menempel di pepohonan besar, tidak punya
kemuliaan sendiri hanya numpang. Itu bukan mati yang utama.
Tapi matinya manusia nista, sukanya hanya menempel, ikut-
124
Aspek Sosiologi Sastra dalam
Serat Darmogandhul
125
Aris Wahyudin
kemuliaan mati.”
Sang Prabu, “Keinginanku kembali ke akhirat, masuk surga
menghadap Yang Maha Kuasa.”
Sabdopalon berkata, “Akhirat, surga, sudah Paduka kemana-
mana, dunia manusia itu sudah menguasai alam kecil dalam bear.
Paduka akan pergi ke akhirat mana? Apa tidak tersesat? Padahal
akhirat itu artinya melarat, dimana-mana ada akhirat. Bila mau
hamba ingatkan, jangan sampai Paduka mendapat kemelaratan
seperti dalam pengadilan negara. Jika salah menjawabnya tentu
dihukum, ditangkap, dipaksa kerja berat dan tanpa menerima
upah. Masuk akhirat Nusa Srenggi. Nusa artinya manusia, sreng
artinya berat sekali, enggi artinya kerja.
Jadi maknanya manusia dipaksa bekerja untuk Ratu Nusa
Srenggi. Apa tidak celaka, manusia hidup di dunia demikian tadi,
sekeluarganya hanya mendapat beras sekojong tanpa daging,
sambal, sayur. Itu perumpamaan akhirat yang kelihatan nyata.
Jika akhirat manusia mati malah lebih dari itu, Paduka jangan
sampai pulang ke akhirat, jangan sampai masuk ke surga,
malah tersesat, banyak binatang yang mengganggu, semua tidur
berselimut tanah, hidupnya berkerja dengan paksaan, tidak salah
dipaksa.
Paduka jangan sampai menghadap Gusti Allah, karena Gusti
Allah itu tidak berwujud tidak berbentuk. Wujudnya hanya asma,
meliputi dunia dan akhirat, Paduka belum kenal, kenalnya hanya
seperti kenalnya cahaya bintang dan rembulan. Bertemunya
cahaya menyala menjadi satu, tidak pisah tidak kumpul, jauhnya
tanpa batasan, dekat tidak bertemu. Saya tidak tahan dekat
apalagi Paduka, Kanjeng Nabi Musa toh tidak tahan melihat Gusti
Allah. Maka Allah tidak kelihatan, hanya Dzatnya yang meliputi
semua makhluk. Paduka bibit ruhani, bukan jenis malaikat.
126
Aspek Sosiologi Sastra dalam
Serat Darmogandhul
127
10
128
Mencari Pemaknaan Agama
129
Gratia Wing Artha & Winda Sari
130
Mencari Pemaknaan Agama
131
Gratia Wing Artha & Winda Sari
132
Mencari Pemaknaan Agama
133
Gratia Wing Artha & Winda Sari
mabuk agama dengan orang yang taat beragama adalah dia yang
menerapkan nilai-nilai agama secara humanis (memanusiakan
manusia). Dan saya mengakui ini cukup sulit untuk dilakukan
terlebih masih terdapat seseorang atau kelompok dalam
masyarakat yang belum menerima toleransi dan negosiasi dalam
membuka praktik keberagaman agama. Namun, hal ini dapat
berubah dengan semakin terbukanya pemikiran masyarakat.
Dengan cara ini akan mewujudkan dua sila terpenting Pancasila
yakni kemanusiaan yang adil dan beradab dan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Mungkin, ini dapat dikatakan
masih proses, tetapi perubahan dan toleransi akan semakin
menguat dalam masyarakat Indonesia.
Daftar Pustaka
134
11
Agama mayoritas, dalam hal ini Islam dan Kristen yang selama
ini dianggap “homophobia” dan mengutuk keras perilaku
homoseksualitas. Dalam hal ini, sepatutnya ditelaah secara
lebih kritis dengan metode hermeutika dikarenakan makna
yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Bibel tidak hanya serta
merta dipahami secara teksual, namun perlu pengkajian
untuk menelaah dan mengejewantahkan arti ayat-ayat yang
termaktub dalam kitab suci agama yang yang dianut oleh
masyarakat di seluruh belahan dunia. Sebagai mahasiswa
sosiologi yang mempelajari sosiologi agama sebagai bidang
keilmuwan yang menjadi keahlian saya. Narasi-narasi tekstual
dalam kitab suci Al-Qur’an dan Bibel (Injil) harus diartikan dan
dipahami dengan pendekatan humanistik. Bila dicermati secara
kritis dan mendalam agama Islam dan Kristen mengajarkan
manusia berbuat kebajikan dan “memanusiakan manusia”
dalam hal ini agama berupaya untuk menghargai segala macam
perbedaan termasuk yang salah satunya keberagaman gender
dan seksualitas. Namun, yang menjadi permasalahan adalah
seringkali penafsiran terhadap agama lebih mengarah pada
tafsir dehumanisasi. Sehingga agama seakan–akan menunjukan
135
Gratia Wing Artha
136
Tafsir Agama Islam dan Kristen Atas
Keberagaman Gender dan Seksualitas
137
Gratia Wing Artha
138
12
Hakikat Konflik
139
Gratia Wing Artha
140
Hakikat Konflik
141
Gratia Wing Artha
massa yang kita ketahui dan sudah tersebar maupun belum kita
ketahui dan bersifat internal dan tertutup.
Terjadinya realitas konflik sudah pasti menimbulkan
konsekuensi yang terbentuk dari konflik itu sendiri. Konsekuensi
konflik tergolong menjadi 2, yaitu terkelola dan tidak terkelola
dengan baik dan benar. Konflik yang terkelola adalah konflik
yang sejak awal sudah diramalkan atau diperediksi akan
terjadi sehingga pihak-pihak yang terlibat dapat bekerjasama
dalam menyelesaikan dampak konflik dengan tujuan akhir
meredam konflik agar tidak terlalu parah dan agar konflik tidak
terjadi lagi namun ini tentu sulit. Sedangkan konflik yang tidak
terkelola adalah konflik yang tidak dapat dikendalikan dengan
baik dan tidak dapat diprediksi terlebih dahulu dan tidak dapat
dikendalikan dampak konflik yang terjadi. Salah satu contoh
yang tepat adalah kekerasan. Kekerasan memiliki 2 tipologi,
yaitu kekerasan fisik (melukai, merusak dan membunuh dan
berhubungan dengan fisik). Serta kekerasan komunikasi
(identik dengan SARA bersifat verbal). Dewasa ini terjadi
kasus kekerasan komunikasi di Indonesia yaitu rasisme yang
menimpa saudara kita masyarakat Papua. Kekerasan seperti ini
menimbulkan dampak negatif yang sangat besar bagi individu,
masyarakat dan bahkan negara.
Tentunya kita mengharapkan konflik yang terjadi di
Indonesia dapat dikelola dan diredamkan dengan efektif dan
efisien. Maka, sangat diperlukan pengetahuan dan wawasan
yang luas mengenai konflik. Dengan begitu, akan mewujudkan
kesatuan, persatuan dan keharmonisan dalam kehidupan sosial.
Konflik memang akan selalu terjadi dalam kehidupan sejarah
manusia karena manusia memiliki beragam kepentingan
yang berbeda. Maka, sangat dibutuhkan toleransi dan saling
142
Hakikat Konflik
143
13
144
Islam, Gender dan Radikalisme
145
Rr. Siti Kurnia Widiastuti
146
Islam, Gender dan Radikalisme
148
Islam, Gender dan Radikalisme
149
Rr. Siti Kurnia Widiastuti
150
Islam, Gender dan Radikalisme
terlihat dari hasil penelitian yang ada.”7 Pada bulan Mei tahun
2018 juga terjadi aksi teror di beberapa gereja di Surabaya yang
melibatkan perempuan. Dalam hal ini, perempuan tersebut
melakukan aksi ini atas perintah suaminya.8 Jadi pada beberapa
contoh aksi radikalisme tersebut, perempuan dimanfaatkan
untuk melakukan aksi teror.
Aksi radikal juga sering dihadapi transpuan disebabkan
karena anggapan sekelompok masyarakat terhadap transpuan
adalah sesat. Bahkan transpuan muslimah yang akan belajar
agama dengan baik di pesantren waria pun juga mendapat aksi
kekerasan dari kelompok muslim tertentu. Pada tahun 2016,
kelompok ormas Islam yang tergabung dalam Front Jihad Islam
mendatangi Pondok Pesantren Waria Al Fatah di Yogyakarta.
Kedatangan tersebut untuk menuntut ditutupnya pesantren
tersebut karena dianggap melegalkan LGBT (Lesbian, Gay,
Biseksual dan Transgender) dan merupakan sarang maksiat.9
Walaupun tidak terjadi kekerasan fisik, tetapi para transpuan
ini merasa diteror sehingga mereka mengalami kekerasan
psikologis dan kegiatan keagamaan di pesantren ini sempat
terhenti beberapa waktu.
7
Nurhadi Sucahyo. Menjaga Jarak Perempuan dari Radikalisme.
Diakses dari https://www.voaindonesia.com/a/menjaga-jarak-perempua
n-dari-radikalisme/5143646.html pada tanggal 2 Agustus 2020.
8
Nurhadi Sucahyo. Menjaga Jarak.
9
Adi Reynaldi. Merekam Jatuh Bangun Satu-satunya Pesantren
Khusus Transpuan di Indonesia. Diakses dari https://www.vice.com/
id_id/article/59nm4x/merekam-jatuh-bangun-satu-satunya-pesantren-
khusus-transpuan-di-indonesia-shinta-ratri pada tanggal 2 Agustus 2020.
151
Rr. Siti Kurnia Widiastuti
152
Islam, Gender dan Radikalisme
153
Rr. Siti Kurnia Widiastuti
Penutup
Daftar Pustaka
154
Islam, Gender dan Radikalisme
864.
Bourdieu, Pierre. 2010. Dominasi Maskulin. Yogyakarta:
Jalasutra.
Fakih, Mansour. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial.
Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Reynaldi, Adi. Merekam Jatuh Bangun Satu-satunya Pesantren
Khusus Transpuan di Indonesia. Diakses dari https://www.
vice.com/id_id/article/59nm4x/merekam-jatuh-bangun-
satu-satunya-pesantren-khusus-transpuan-di-indonesia-
shinta-ratri pada tanggal 2 Agustus 2020.
Sucahyo, Nurhadi. Menjaga Jarak Perempuan dari Radikalisme.
Diakses dari https://www.voaindonesia.com/a/menjaga-
jarak-perempuan-dari-radikalisme/5143646.html pada
tanggal 2 Agustus 2020.
Tim Pelaksana. 1427 H. Al Qur’an Terjemah Indonesia. Kudus:
Menara Kudus.
Wardi, Robertus. Ini Tiga Definisi Radikalisme Menurut Menko
Polhukam. Diakses dari https://www.beritasatu.com/
nasional/584889-ini-tiga-definisi-radikalisme-menurut-
menko-polhukam pada tanggal 11 Agustus 2020.
Widiastuti, Rr. Siti Kurnia. 2017. Discourses and Practices
of Muslim Transgender in Yogyakarta and Central Java,
Indonesia. Disertasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Widiastuti, Rr. Siti Kurnia. 2019. Metode Penelitian dan Isu-isu
Kontemporer dalam Studi Transgender. Bandung: CV Rasi
Terbit.
155
14
156
Islam dan Ajaran Kebaikan
157
15
158
Urgensi Interfaith Mentoring Mahasiswa Sebagai Upaya
Memperkokoh Integrasi Bangsa Melindungi Jaminan Kebebasan Beragama
2
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/17/16384041/impa
rsial-catat-31-pelanggaran-kebebasan-beragama-dan-berkeyakinan-
sepanjang
159
Iman Pasu Purba,S.H., M.H
160
Urgensi Interfaith Mentoring Mahasiswa Sebagai Upaya
Memperkokoh Integrasi Bangsa Melindungi Jaminan Kebebasan Beragama
161
Iman Pasu Purba,S.H., M.H
3
Gerade Ford, A Journey Together. Muslims and Christians in Ireland:
building mutual respect, understanding and cooperation. Cork, Ireland:
Cois Tine, 2013.
162
Urgensi Interfaith Mentoring Mahasiswa Sebagai Upaya
Memperkokoh Integrasi Bangsa Melindungi Jaminan Kebebasan Beragama
163
Iman Pasu Purba,S.H., M.H
164
Urgensi Interfaith Mentoring Mahasiswa Sebagai Upaya
Memperkokoh Integrasi Bangsa Melindungi Jaminan Kebebasan Beragama
165
Iman Pasu Purba,S.H., M.H
166
Urgensi Interfaith Mentoring Mahasiswa Sebagai Upaya
Memperkokoh Integrasi Bangsa Melindungi Jaminan Kebebasan Beragama
167
Iman Pasu Purba,S.H., M.H
168
Urgensi Interfaith Mentoring Mahasiswa Sebagai Upaya
Memperkokoh Integrasi Bangsa Melindungi Jaminan Kebebasan Beragama
169
Kepercayaan manusia didasarkan atas
keterbatasan kemampuan akal bersifat
relatif. Apa yang dipercaya sebagai suatu
kekuatan transenden bagi masyarakat
atau individu akan berbeda
170
Biografi Penulis
171
KHORISKIYA NOVITA, S.Pd. Tempat dan tanggal lahir,
Pekalongan 24 November 1994. Pendidikan terakhir S1
Pendidikan Sosiologi dan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang, lulus tahun 2018. Saat ini penulis
adalah guru aktif yang mengajar sejak 8 Januari 2019 hingga
sekarang. Penulis mengampu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial dan Sosiologi di Pondok Pesantren Terpadu SMP dan
SMA Yayasan Fasihul Lisan Kecamatan Kedungwuni, Kabupaten
Pekalongan. Sebelumnya penulis belum pernah melakukan
publikasi karya tulis dengan tema yang sama, namun beberapa
kompetisi menulis dan penghargaan pernah diraih oleh penulis,
diantaranya; sebagai Juara Pembimbing Lomba Karya Tulis
Ilmiah Nasional SMA Al Fusha Pekalongan Kompetisi Tingkat
Nasional SMA, Juara 3 Kisah Inspiratif Nasional FIORA 2020, Juara
3 Esai Nasional Kartini 2020, Pemakalah Simposium Pendidikan
2019, Wisudawan Teladan Program Studi Pendidikan Sosiologi
dan Antropologi FIS Universitas Negeri Semarang 2018, Finalist
South East Asian Article Competition 2018, Juara 2 Sociology and
Anthropology National Essay Competition 2018, Juara 3 LKTIN
Himakua Paper Competition 2017, Finalis Debat Mahasiswa
PKnH tahun 2017, Finalis LKTIN KSEIVENT 2017, Harapan 2
LKTIN Social Article 2017, Juara 2 LKTIN ILMISPI 2017, Juara
1 LKTI Halalpatika 2017, Best Paper Mahasiswa Berprestasi FIS
Universitas Negeri Semarang tahun 2017, Semifinalis Lomba
Karya Tuis Ilmiah Nasional ESFRA 2016, Terbaik 3 Business
Plan PKM Hibah PT. Sido Muncul 2016, Finalis Business Plan
Competition 2015, Finalis Idea Concept Project Social Education
Camp 2015.
172
RIVANI lahir di Sumatera Barat, 8 September 1997. Sedang
menempuh pendidikan di bidang Filsafat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penulis sangat bercita-cita menjadi seorang Feminist dan
Antropolog. Sangat tertarik dengan isu Human Rights terutama
tentang feminis, gender, Kebebasan berkeyakinan dan beragama
dan pelanggaran HAM masa lalu Indonesia. Sangat menyukai
travelling dengan mengunjungi tempat berhistory culture dan
membaca novel dan sastra. Terlibat aktif dalam Relawan Aksi
Kamisan Jakarta dan sering terlibat kampanye climate change
isu lingkungan. Penulis bisa dihubungi di Email vanirivani84@
gmail.com atau via Instagram @rivvani__az.
173
KEVIN NOBEL KURNIAWAN lahir di Jakarta pada tanggal 18
Oktober 1993. Pada tahun 2013, penulis mulai menempuh studi
sarjana dalam jurusan Sosiologi di Universitas Indonesia, dan
lulus pada tahun 2017. Setelah itu, Kevin melanjutkan studi
Master dalam bidang yang sama University Of Leeds dengan
menulis tesis tentang “Hospitality in the Midst Of Refugee-
phobia” yang kemudian dianugerahi dengan hadiah Jamina
Bauman Prize pada tahun 2019. Penulis kembali ke Indonesia
untuk mengajar, meneliti, memberi konsultasi, dan menulis
buku. Penulis memiliki minat dalam bidang teori, metode
kuantitatif dan kualitatif, serta isu tentang etika khususnya
dalam membahas tentang keberadaan “Sang Lain” (The Other)
sebagai pijakan utama Sosiologi.
174
LPM Dimensi, teater dan BEM kampus. Penulis lebih aktif
berkegiatan di luar kampus entah di LSM dan komunitas yang
berhubungan langsung dengan masyarakat, hal tersebut sangat
menunjang penulis yang terfokus pada sosiologi pedesaan
karena prinsip penulis yang terpenting adalah menanam, entah
kapan kita akan memanen.
175
Rr. SITI KURNIA WIDIASTUTI adalah Dosen Tetap pada
Program Studi Sosiologi Agama, Fakultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. S1 ditempuhnya
di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, S2 diselesaikan di Program
Studi Penelitian Evaluasi Pendidikan (PEP) Universitas Negeri
Yogyakarta. Selanjutnya, dia mengambil program master
dalam bidang Social Justice in Intercultural Relations di School
for International Training, Brattleboro, Vermont, USA dengan
beasiswa International Fellowship Program (IFP) dari Ford
Foundation. Program S3 diselesaikannya dari Program Inter-
Religious Studies Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan
beasiswa dari DIKTIS Kementrian Agama RI. Selain pendidikan
formal, dia pernah mengikuti Short Course on Research
Metodology in Overseas Countries dari DIKTIS Kemenag RI di
Agha Khan University London, Inggris (2015) dan menjadi salah
satu invited speaker di “International Discussion on Social and
Cultural Changes in The Modern Society” di The University of
Shimane, Matsue, Shimane, Japan (2019). Penulis sangat tertarik
untuk mengkaji ataupun penelitian bidang keadilan sosial,
gender, sosial keagamaan, pemberdayaan masyarakat, dan isu-
isu kelompok marginal. Beberapa buku karyanya antara lain:
“Pemberdayaan Masyarakat Marginal” (kontributor artikel) yang
diterbitkan oleh Pustaka Pelajar bekerjasama dengan LABSA
(2015), “Bunga Rampai Sosiologi Agama: Teori, Metode, dan
Ranah Studi Ilmu Sosiologi Agama” (kontributor artikel) yang
diterbitkan oleh Diandra Pustaka Indonesia (2015), “Tenaga
Kerja Indonesia di Malaysia” yang diterbitkan oleh Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
(2019), “Metode Penelitian dan Isu-isu Kontemporer dalam
Studi Transgender” diterbitkan oleh CV. Rasi Terbit (2019), dan
176
Kekerasan Anak di Derah Istimewa Yogyakarta yang diterbitkan
El-Markazi (2020). Email penulis: niasosag@gmail.com.
177
Memberi Warna, Menggerakkan Makna
Email: penerbit@lawwana.com
Lawwana.com
178