Anda di halaman 1dari 7

Slide pertama: perkenalan diri (paktut sebagai pembuka presentasi)

Masing2 anggota memperkenalkan diri (nama + npm)


Slide kedua (bagian paktut) : adapun submateri yang akan kami bahas yaitu
Pengertian Budaya

Unsur Unsur Budaya

Perbandingan Lintas Budaya

Perilaku-Perilaku Sosial

Kebiasaan Kebiasaan Berbisnis

Pengaruh Budaya Dalam Negosiasi Di Pasar


Internasional

Slide ketiga (bagian paktut) : Pengertian Budaya menurut Terpstra dan David

“Budaya adalah seperangkat symbol-simbol yang paling


terkait, dipelajari, dibagi dan dipaksakan yang makna-
maknanya menyediakan seperangkat orientasi untuk para
anggota masyarakat. Orientasi-orientasi tersebut,
diambil bersama-sama, menyediakan pemecahan-
pemecahan untuk masalah-masalah yang harus
diselesaikan oleh seluruh masyarakat jika mereka ingin
tetap ada (culture is a learned, shared, compelling,
interrelated set of symbols whose meanings provide a set
of orientations for members of society. These
orientations, taken together, provide solutions to
problems that all societies must slove if they are to
remain viable)”

missal angka 4 (empat) bagi orang Jepang (dan juga Cina


yang menggunakan dialek tertentu misalnya Hokkian)
harus dihindari karena angka tersebut dibaca “shi” yang
juga berarti kematian. Sehingga jumlah cangkir teh yang
dijual dalam satu perangkat (set) adalah lima bukan
empat.
Slide keempat (bagian paktut) : Adapun unsur2 budaya menurut Kotabe dan Helsen yaitu

1. Kehidupan material
2. Bahasa
3. Interaksi Sosial
4. Estetika
5. Agama
6. Pendidikan
7. Nilai-Nilai

Dilanjutkan oleh sherly

Membahas beberapa unsur (tetap dislide 4):

Baik terimakasih saya akan melanjutkan presentasi dari rekan saya

Disini saya ambil contoh 2 unsur yaitu kehidupan material dan agama

1. Kehidupan material
Kehidupan material mengacu terutama pada teknologi-teknologi yang digunakan untuk
membuat, mendistribusikan dan mengkonsumsi barang-barang dan jasa-jasa di dalam
masyarakat. Pengertian teknologi dalam hal ini tidak terbatas pada perangkat keras
seperti mesin dan peralatan tetapi juga perangkat lunak yaitu metode-metode, proses-
proses dan Teknik-teknik.

Misal Ibu-ibu di indonesia lebih senang membuat makanan dengan cara meracik sendiri
bumbu-bumbunya lalu diolah karena memasak makanan adalah sebuah seni dan
pelayanan kepada keluarga, sedangkan ibu-ibu di Amerika Serikat lebih senang
membuat makanan dari bahan-bahan makanan yang sudah siap diproses sehingga lebih
praktis dan menyenangkan bagi mereka.

2. Agama
Unsur budaya ini memainkan peran yang penting dalam membentuk perilaku
konsumen dan para pebisnis. Pengaruh agama tersebut antara lain mempengaruhi
motif-motif pembelian (buying motive), adat-adat kebiasaan, norma-norma serta
kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam sebuah masyarakat
Tabu-tabu agama sering kali memaksa perusahaan-perusahaan untuk menyesuaikan
program bauran pemasaran mereka. Sebagai contoh: McDonald’s harus menyesuaikan
menu mereka di India karena sapi adalah hewan yang dianggap suci bagi masyarakat
India. Contoh lainnya adalah adanya salah satu hukum agama Yahudi yang melarang
memakan daging bersama-sama dengan produk-produk hasil susu, sehingga PepsiCo
Foods Internasional harus menyesuaikan produk Doritos corn chips mereka untuk pasar
di Israel yaitu tanpa keju sehingga tidak dilihat sebagai sebuah produk hasil susu.

Slide Kelima (bagian sherly) : dibaca semua yg ada di ppt

Slide keenam ( bagian sherly) menjelaskan mengenai 4 klasifikasi :

Sebelumnya pada slide bisa dilihat kutipan dari hasil penelitian Hofstede yang dikutip dari
Cateora dan Graham (1999: 100)

Dalam tindak lanjut penelitiannya di Asia, Hofstede dan Bond (1988: 4-21) mengajukan
dimensi budaya kelima yaitu long-termism (paham berjangka panjang).

Yang pertama Jarak kekuasaan (power distance) mengacu pada tingkat


ketidakseimbangan di antara anggota masyarakat yang dapat diterima. Indikatornya
disebut power distance index (PDI). Suatu masyarakat yang PDI-nya tinggi berarti
masyarakat tersebut dapat menerima ketidakseimbangan sosial yang relatif tinggi.
Semakin tinggi nilai PDI suatu bangsa maka semakin besar toleransi bangsa tersebut
terhadap ketidakseimbangan sosial dan sebaliknya. Ciri-ciri bangsa dengan PDI tinggi
adalah sebagai berikut: (1) toleransi yang relatif tinggi terhadap ketidakseimbangan
sosial dan penghasilan; (2) simbol status sangat berperan; dan, (3) bos yang ideal adalah
seorang diktator yang mempunyai keinginan untuk berbuat baik atau seorang pemimpin
yang kebapakan. Sedangkan bangsa dengan PDI rendah bercirikan: (1) masyarakat
cenderung memandang semua orang setara; (2) orang yang berkuasa berusaha untuk
tampil sederhana; (3) status simbol berkurang; dan (4) seorang bos yang ideal adalah
seorang demokrat yang penuh dengan sumber daya.
1. Penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance). Dimensi budaya ini mengacu
pada sejauh mana suatu bangsa memiliki kecenderungan untuk menghindari
ketidakpastian sehingga memerlukan mekanisme-mekanisme untuk menguranginya.
Indikatornya adalah Uncertainty Avoidance Index (UAI). Bangsa-bangsa dengan UAI
tinggi berarti bangsa tersebut memiliki kecenderungan untuk menghindari
ketidakpastian dan memerlukan aturan- aturan serta formalitas kaku, menghargai
sesuatu yang alami dan segar (freshness).Sedangkan bangsa-bangsa dengan UAI
rendah berarti bangsa-bangsa tersebut berani menghadapi ketidakpastian, cenderung
easy-going, inovatif dan berjiwa entrepreneur.

Selanjutnya dilanjutkan oleh siska tetap di slide keenam :

Baik terimakasih, Saya akan melanjutkan presentasi dari rekan saya

2. Individualisme. Dimensi budaya ini menggambarkan kecenderungan suatu bangsa


bersifat individualis ataukah kolektivis (kekeluargaan). Indikatornya adalah
Individualism Index (IDV). Fokus bangsa-bangsa dengan IDV tinggi adalah kepada
kepentingan-kepentingan pribadi serta keluarga terdekat mereka dan kebutuhan yang
rendah untuk setia kepada sebuah kelompok. Anak-anak dari bangsa-bangsa dengan
budaya seperti ini sejak awal menyadari bahwa suatu hari nanti mereka harus berdikari
(berdiri di atas kaki sendiri). Sedangkan pada bangsa-bangsa dengan IDV rendah berarti
bangsa-bangsa tersebut bersifat kekeluargaan, berpusat pada kepentingan kelompok,
setia kepada kelompok serta mengharapkan perlindungan dari kelompoknya.
3. Maskulinitas, adalah dimensi budaya keempat, yang menggambarkan kecenderungan
suatu bangsa apakah ke arah sifat-sifat maskulin (kejantanan) seperti bersifat tegas
(assertiveness), status, keberhasilan, dorongan untuk bersaing dalam masyarakat dan
pencapaian (achievement) ataukah lebih bersifat feminin (kewanitaan) seperti
solidaritas, kualitas kehidupan dan melestarikan lingkungan. Indikatornya adalah
Masculinity Index (MAI). Menurut pendapat penulis, bangsa-bangsa dengan MAI
tinggi memiliki etos kerja yang tinggi seperti misalnya bangsa Jepang (95), Austria (79)
dan Italia (70). Bangsa-bangsa dengan MAI rendah contohnya yaitu Swedia (5),
Belanda (14) dan Cile (28).
4. Long-termism adalah dimensi budaya kelima yang dikemukakan oleh Hofstede,
bersama Bond, sebagai hasil tindak lanjut penelitiannya di Asia. Dimensi budaya ini
mengacu pada pembedaan antara masyarakat-masyarakat berorientasi jangka panjang
yang pragmatis dengan yang berfokus ke jangka pendek. Bangsa-bangsa yang
berorientasi long-termism cenderung memiliki nilai-nilai (values) di seputar masa
depan seperti ketekunan dan hemat. Contoh bangsa-bangsa dengan nilai long-termism
tinggi adalah Cina (119), Hong Kong (96), Jepang (80) dan Korea Selatan (75).
Sedangkan bangsa-bangsa yang berfokus pada jangka pendek menaruh perhatian pada
nilai-nilai yang menggambarkan masa kini dan masa lampau seperti misalnya Filipina
(19), Kanada (23), Inggris (25) dan Amerika Serikat (29).

Slide ketujuh (bagian siska) : PERILAKU-PERILAKU SOSIAL

Keegan menggambarkan contoh-contoh perilaku sosial


yang berbeda antara berbagai bangsa yang memiliki arti
yang berbeda-beda misal

Jadi, kita harus memahami perilaku-perilaku social yang


berlaku umum di negara di mana kita berada agar kita
tidak menemui masalah dalam berhubungan dengan
masyarakat atau bangsa di negara tersebut.

Slide Kedelapan (bagian Siska) : Cateora dan Graham (2002: 128-30) mengemukakan
bahwa ada 3 (tiga) kelompok kebiasaan berbisnis yaitu
budaya imperatif (cultural imperative), budaya adiafora
(cultural adiaphora) dan budaya eksklusif (cultural
exclusive).

(lalu baca yg ada di slide)


Dilanjutkan oleh paktut tetap dislide kedelapan :

Saya akan melanjutkan presentasi dari rekan saya mengenai budaya dalam kebiasaan berbisnis,
disini saya akan memberikan satu contoh dari suatu budaya agar lebih paham

1. Budaya imperatif contohnya di Jepang, kontak mata yang lama dianggap sebagai
sebuah serangan dan oleh karenanya harus dihindari. Namun, bagi para eksukutif di
Arab dan Amerika Latin, adalah penting untuk melakukan kontak mata yang kuat atau
Anda akan menghadapi risiko untuk dinilai sebagai seseorang yang mengelak atau tidak
dapat dipercaya.
2. budaya adiafora contohnya, pada beberapa budaya, seseorang dapat menerima atau
menolak secara sopan dan bijaksana sebuah tawaran untuk sebuah minuman sedang
pada budaya-budaya lain, penawaran minuman tersebut merupakan sebuah ritual yang
tidak boleh ditolak dan merupakan sebuah penghinaan jika ditolak.
3. budaya eksklusif contohnya seorang Kristen berperilaku seperti seorang Muslim akan
terlihat aneh bagi orang Muslim tersebut.

Slide kesembilan (bagian sherly) :

Cateora dan Graham (2005: 578-87) mengemukakan dan membahas empat jenis masalah
dalam negosiasi bisnis internasional yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan budaya yaitu
masalah pada tataran: bahasa, perilaku- perilaku nonverbal, nilai-nilai, serta proses-proses
berpikir dan pengambilan keputusan.

Saya ambil contoh


Perbedaan dalam proses-proses berpikir dan pengambilan keputusan.
Ketika menghadapi sebuah tugas negosiasi yang rumit, kebanyakan bangsa Barat (perhatikan
generalisasi di sini) membagi tugas besar ke dalam serangkaian tugas-tugas kecil. Isu-isu
mengenai harga-harga, pengiriman, jaminan dan kontrak-kontrak pelayanan mungkin
diselesaikan satu demi satu sehingga persetujuan akhir merupakan penjumlahan dari
serangkaian persetujuan- persetujuan yang lebih kecil. Berbeda dengan orang Barat, orang Asia
lebih sering mengambil seluruh isu-isu yang dibicarakan sekaligus tanpa ada urutan-urutan dan
konsesi-konsesi dibuat atas semua isu secara keseluruhan pada akhir diskusi. Jadi, orang Barat
menggunakan pendekatan urutan (sequential approach) sedangkan orang Timur menggunakan
pendekatan holistik (menyeluruh). Perbedaan pendekatan ini menyebabkan para manajer
Amerika Serikat sulit mengukur perkembangan negosiasi yang dilakukannya dengan mitra
Jepang-nya:
Slide 10 (bagian paktut) : penutup presentasi

Anda mungkin juga menyukai