Makalah
(Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Hadis)
DOSEN PENGAMPU
Latifah Anawar M.Ag.
Oleh
Lukman Nugraha Pratama [ 07020621037 ]
Iswanto [ 07020621035 ]
Khuriyah Ambar Alfiyah [ 07020621036 ]
Daftar Isi..............................................................................................................................................2
Bab 1.....................................................................................................................................................3
A. Latar Belakang...........................................................................................................................3
B. Rumusan masalah.........................................................................................................................3
Bab 2.....................................................................................................................................................4
A. Pengertian Ilmu Riwayah...........................................................................................................4
B. Sejarah ilmu Hadist Riwayah.....................................................................................................4
C. Kaidah Periwayatan...................................................................................................................5
1. Hadis dalam bentuk perkataan.................................................................................................5
2. Hadits yang berupa perbuatan....................................................................................................6
3. Hadis dalam bentuk taqrir.........................................................................................................7
4. Hadis dalam bentuk hal ihwal....................................................................................................7
D. Periwayatan dengan Lafal dan Makna.......................................................................................8
1. Hadist Riwayah BIL-LAFDZI (Lafal).......................................................................................8
2. Hadist Riwayah BIL-MA’NA (MAKNA)................................................................................9
E. Ahliyyat al-Rawi......................................................................................................................12
1. Ahliyyat al-Tahammul.........................................................................................................12
2. Ahliyyat al-Ada’..................................................................................................................13
3. Tata cara Tahammul dan Ada’ al-hadis...............................................................................13
F. Adab Periwayatan Hadits.........................................................................................................15
1, Adab Muhaddits.....................................................................................................................16
2. Adab Pelajar Hadits.................................................................................................................16
BAB 3..................................................................................................................................................17
A. Kesimpulan..............................................................................................................................17
Bab 1
Pengantar
A. Latar Belakang
Bagi umat Islam, Hadist merupakan sumber pokok ajaran agama Islam setelah
Al-Quran. Hadist identik dengan segala sesuatu yang berasal atau yang disandarkan pada
Nabi SAW, baik ucapan, perbuatan ataupun penetapan.
Para ahli hadis telah membuat berbagai klasifikasi dalam ilmu hadis. Sebagai suatu
disiplin ilmu, Ilmu Hadis juga memiliki cabang-cabang sebagaimana ilmu yang lain.
Salah satunya ialah ilmu riwayah dan kaidah periwayatan dan kaidah periwayatan
Mempelajari cabang-cabang ilmunya merupakan langkah awal dalam memahami hadis
lebih lanjut.
Dalam makalah ini akan membahas mengenai ilmu riwayah dan kaidah periwayatan.
Semoga dengan makalah ini kita dapat lebih mengenal hadis Nabi Muhammad SAW
secara lebih baik. Sehingga dalam menjalankan ketentuan Islam lebih yakin karena kita
mengetahui dasar atau dalilnya.
B. Rumusan masalah
1. Apa itu Ilmu Riwayah?
2. Bagaimana sejarah Ilmu Riwayah?
3. Bagaimana Kaidah Periwayatan?
C. Tujuan dan manfaat penulisan
Adapun tujuan kami menulis makalah ini adalah agar kita dapat mengetahui Ilmu
Riwayah dan Kaidah Periwayatannya, dan manfaat dari penulisan makalah ini adalah
untuk meningkatkan pengetahuan penulis dan pembaca tentang hadis dan dapat
diaplikasikan dalam kehidupan sehingga menjadi muslim yang sebenar-benarnya
muslim.
Bab 2
Pembahasan
A. Pengertian Ilmu Riwayah
Menurut bahasa riwayah berasal dari kata rawa-yarwi-riwayatan yang berarti annaql
(memindahkan dan penukilan).
Ilmu Hadis Riwayah adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi SAW.,
sahabat, atau tabiin. Itulah sebabnya pembahasan ilmu ini berkisar tentang periwayatan,
pencatatan, dan pengkajian sanad-sanadnya, serta menguji status setiap hadis dan faedah-
faedah yang dapat dipetik darinya.
Pada dasarnya adalah membahas tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan
penulisan atau pembukuan Hadis Nabi saw.
Objek kajian ilmu Hadits Riwayah adalah Hadis Nabi SAW dari segi periwayatan dan
pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup: Cara periwayatan Hadis, baik dari segi cara
penerimaan dan demikian juga dari cara penyampaiannya dari seorang perawi ke perawi
lain; Cara pemeliharaan Hadis, yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan, dan
pembukuannya.
Ilmu hadis Riwayah ialah ilmu yang membahas perkembangan hadis Dari segi
kelakuan para Perawinya, mengenai kekuatan hafalan dan keadilan mereka dan dari segi
keadaan sanad.
Ilmu hadis riwayah ini berkisar pada bagaimana cara-cara penukilan hadis yang
dilakukan oleh para ahli hadis, bagaimana cara menyampaikan kepada orang lain dan
membukukan hadis dalam suatu kitab
Menurut Syaikh Manna’ A-Qhaththan, obyek pembahasan ilmu riwayatul hadits:
sabda Rasulullah, perbuatan beliau, ketetapan beliau, dan sifat-sifat beliau dari segi
periwayatannya secara detail dan mendalam.
Faedahnya: menjaga As-Sunnah dan menghindari kesalahan dalam periwayatannya
Sementara itu, obyek Ilmu Hadits Riwayah, ialah membicarakan bagaimana cara
menerima, menyampaikan pada orang lain dan memindahkan atau membukukan dalam
suatu Kitab Hadits. Dalam menyampaikan dan membukukan Hadits, hanya dinukilkan
dan dituliskan apa adanya, baik mengenai matan maupun sanadnya.
Adapun kegunaan mempelajari ilmu ini adalah untuk menghindari adanya
kemungkinan yang salah dari sumbernya, yaitu Nabi Muhammad Saw. Sebab berita yang
beredar pada umat Islam bisa jadi bukan hadis, melainkan juga ada berita-berita lain
yang sumbernya bukan dari Nabi, atau bahkan sumbernya tidak jelas sama sekali.
B. Sejarah ilmu Hadist Riwayah
Ilmu Hadis Riwayah ini sudah ada semenjak Nabi SAW masih hidup, yaitu
bersamaan dengan dimulainya periwayatan dengan hadis itu sendiri. Para Sahabat Nabi
SAW menaruh perhatian yang tinggi terhadap Hadis Nabi saw. Mereka berusaha untuk
memperoleh hadis-hadis Nabi SAW dengan cara mendatangi Majelis Rasul SAW serta
mendengar dan menyimak pesan atau nasihat yang disampaikan beliau. Sedemikian
besar perhatian mereka, sehingga kadang-kadang mereka berjanji satu sama lainnya
untuk bergantian menghadiri majelis Nabi saw. Tersebut, Manakala di antara mereka ada
yang sedang berhalangan. Hal tersebut seperti yang dilakukan Umar RA, yang
menceritakan, “Aku beserta tetanggaku dari kaum Ansar, yaitu Bani Umayyah ibnu Zaid,
secara bergantian menghadiri majelis Rasul saw. Apabila giliranku yang hadir, maka aku
akan menceritakan kepadanya apa yang aku dapatkan dari Rasul SAW pada hari itu; dan
sebaliknya, apabila giliran dia yang hadir, maka dia pun akan melakukan hal yang sama.”
Demikianlah periwayatan dan pemeliharaan Hadis Nabi SAW berlangsung hingga
usaha penghimpunan Hadis secara resmi dilakukan pada masa pemerintahan Khalifah
‘Umar ibnu ‘Abd al-‘Aziz (memerintah 99 H/717 M- 124 H/ 742 M).
Al-Zuhri dengan usahanya tersebut dipandang sebagai pelopor Ilmu Hadis Riwayah;
dan dalam sejarah perkembangan Hadis, dia dicatat sebagai ulama pertama yang
menghimpun Hadis Nabi SAW atas perintah Khalifah ‘Umar ibn ‘abd al-Aziz.
Usaha penghimpunan, penyeleksian, penulisan, dan pembukuan Hadis secara
besar-besaran terjadi pada abad ke 3 H yang dilakukan oleh para ulama, seperti Imam al-
Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam al-Tarmidzi, dan lain-lain. Dengan
dibukukan hadis-hadis Nabi SAW oleh para Ulama di atas, dan buku mereka pada masa
selanjutnya telah jadi rujukan para Ulama yang datang kemudian, maka dengan
sendirinya Ilmu Hadis Riwayah tidak banyak lagi berkembang.
C. Kaidah Periwayatan
Cara Nabi Muhammad SAW Menyampaikan Hadis
Dalam menyampaikan hadis, Rasulullah Saw tidak melakukannya dengan satu
cara saja, namun beliau menyampaikan dalam berbagai macam, sesuai dengan bentuk-
bentuk hadis yang terdiri dari perkataan atau sabda, perbuatan, taqrir dan hal ikhwal
atau keadaan Nabi, serta situasi dan kondisi yang ada.
Berikut ini dikemukakan cara-cara Nabi menyampaikan hadis sebagai berikut:
1. Hadis dalam bentuk perkataan
a. Nabi menyampaikan hadis dengan lisan.
Hadis yang disampaikan Nabi dengan lisan dilaksanakan dengan cara-
cara sebagai berikut:
o Cara lisan di muka orang banyak yang terdiri kaum laki-laki.
o Pengajian rutin di kalangan kaum laki-laki.
o Pengajian diadakan juga di kalangan kaum wanita setelah kaum
wanita memintanya.
Riwayat yang mengisyaratkan cara menyampaikan hadis tersebut
adalah sebagai berikut:
ِهLْالَقِيَه َُّن فِيL َده َُّن يَوْ ًمLكَ فَوْ ِعLا ِم ْن نَ ْف ِسLوْ ًمLَا يLَلْ لَنL ا ُل فَاجْ َعL اَ لّ ِر َج:ك َ غَل ْبنَا َعلَ ْي. م.َّبي صLَِّت اَلنَّ َسا ِء لِلِنْ َقَال
َّ
َا ِمنLًانَ لهَا َ ِح َجابLL ِدهَا اِالّ َكLَةَ ِم ْن َولLَ َّد ُم ثَالَ ثLَ َرا ةُ تُقLا ِم ْن ُك َّن اِ ْمL َم:فَو ِعظَه َُّن واَ ْم َر ه َُّن فَ َكانَ فِ ْي َما قَا َل لَه َُّن
) َوا ْثنَتَ ْي ِن (رواه ا اابخا رو ي عن اسعيد:ْن – فَقَا َلLِ َو ْاثنَتَي:َت اِ ْم َر اَ ة ْ َارفَقَال َ ّالن
Artinya:
“Berkata kaum wanita kepada Nabi; kaum pria telah mengalahkan kami
(untuk memperoleh pengajaran) dari anda. Karena itu kami mohon anda
menyiapkan waktu satu hari untuk kami (kaum wanita).” Maka Nabi
menjanjikan satu hari untuk memberikan pengajaran kepada kaum wanita
itu. (dalam pengajian itu) Nabi memberi nasehat dan menyuruh mereka
(untuk berbuat kebajikan). Nabi bersabda kepada mereka” tidaklah
seseorang bagi kalian yang ditinggal mati oleh tiga orang anaknya,
melainkan ketiga anak itu menjadi dinding baginya dari ancaman api
neraka” Seorang wanita bertanya: “dan (bagaimana jika yang mati) dua
orang anak saja?” Nabi menjawab: “ dua orang anak juga” (HR. Al-Bukhari
dari Abi Said al-Khudri)
Selain itu masih ada riwayat lain yang menyatakan cara-cara Nabi
menyampaikan hadisnya melalui yaitu :
Dengan lisan dan perbuatan di hadapan orang banyak, dan
disampaikan di masjid pada waktu malam dan subuh.
Hadis Nabi disampaikan sebagai teguran terhadap orang yang
melakukan “korupsi” berupa penerimaan hadis dari masyarakat.
Hadis Nabi disampaikan dengan cara lisan, tidak di hadapan orang yang
banyak, berisi jawaban yang diajukan oleh sahabat dan bentuk jawaban
Nabi itu berupa tuntutan teknis suatu kegiatan yang berkaitan dengan
agama.
Cara Nabi juga menyampaikan hadisnya selain cara lisan juga secara
permintaan penjelasan terhadap sahabat, berupa takrir atas amalan
ibadah sahabat yang belum dicontohkan langsung oleh Nabi.
Riwayat lain juga mengatakan cara Nabi menyampaikan hadisnya
dengan bentuk tulisan.
b. Nabi menyampaikan hadis dalam bentuk tertulis
Cara seperti ini dilakukan Nabi misalnya ajakan Nabi untuk memeluk
agama Islam kepada berbagai kepala Negara dan pembesar daerah yang
non Islam lewat surat, perjanjian-perjanjian yang dilakukan Nabi dengan
orang-orang musyrik di Mekah dan penduduk Madinah, seperti perjanjian
Hudaibiyah dan piagam Madinah.
2. Hadits yang berupa perbuatan
Nabi menyampaikan hadis selain dengan cara lisan juga dalam bentuk
perbuatan. Cara ini dilakukan di depan orang banyak di masjid pada waktu
malam dan subuh. Contoh.
, ُ َر النَّاسLُ ِة فَ َكثLَص َّل ِمنَ ْالقَا بِل
َ ثُ َم, س ٍ صلالَ تِ ِه نَا
َ ِص ّل بَ َصلِّ َذ اتَ لَ ْيلَ ِة ِف ْال َم ْس ِخ ِد ف َ م.اَ َّن َرسُوْ ُل هللاَ ص
َّ
ْت ال ِذىُ ْد َراَيLَال قL َ Lَبَ َح قLص ْ َ فَلَ َّماا.وْ ُل هللا صL ُر ُخ اِ لَ ْي ِه ْم َر ُسL ِة فَلَ ْم يَخL ِة اَوْ الرَّابِ َعLَثُ َم اجْ تَ َمعُوا ِمنَ الَّ ْيلَ ِةالثَّا لِث
ْ
اLLضانَ (رواه الب َ ف َر َم َ ْت اَ ْن تُ ْق َر
ِ َ َو َذ ِلك,ض َعلَ ْي ُك ْم ِ ْصنَ ْعتُ ْم َولَ ْم يَ ْمنَ ْعنِى ِم ِن ْال ُخ ُر و
ُ خ اِلَ ْي ُك ْم ِءالَّاِنِّى قَ ْد خَ ِشي َ
)رى عن عاءشة
Artinya:
Pada suatu malam, Rasulullah SAW salat di masjid, lalu orang-orang ikut salat
bersama Nabi, pada malam berikutnya, Nabi salat di masjid, orang-orang
yang ikut salat bersamanya makin banyak, kemudian pada malam ketiga atau
keempat, orang-orang berkumpul lagi, akan tetapi Muhammad SAW tidak
keluar. Pada waktu subuh, Rasulullah bersabda” sesungguhnya saya telah
melihat apa yang kalian lakukan dan tidak ada yang menghalangi saya untuk
keluar menjumpai kalian, kecuali saya sungguh khawatir (salat malam tersebut
diwajibkan atas kalian”. Peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadan. )HR
Bukhari dari Aisyah).
3. Hadis dalam bentuk taqrir
Nabi menyampaikan hadis dalam bentuk taqrir dengan cara meminta
penjelasan dari sahabat, dan berupa taqrir berupa dalam amalan ibadah sahabat
yang belum pernah dicontohkan langsung oleh Nabi. Contoh lain adalah
sebuah riwayat tentang tindakan ‘Amr bin al-‘Ash yang mimpi bersanggama
dan keluar sperma. Ketika masuk waktu subuh, ia lalu bertayamum dan tidak
mandi janabah karena udara terlalu dingin. Dia menjadi imam salat pada hari
itu. Para sahabat kemudian melaporkan peristiwa itu kepada Nabi. Nabi segera
meminta penjelasan dari ‘Amr perihal tindakan itu ‘Amir menjawab, bahwa ia
bertayamum karena udara terlalu dingin, kemudian ‘amir menyatakan, bahwa
ia mendengar firman Allah SWT dalam surah An-Nisa ayat 29:
Terjemahannya: Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya
Allah maha penyayang kepadamu.
Mendengar penjelasan tersebut ’Amr bin al-Ash tersebut Nabi hanya
diam saja dan tidak memberi komentar apa-apa.
Dari penjelasan ini nyatalah bahwa orang yang mengetahui hal-hal yang
memalingkan makna dari lafal, boleh meriwayatkan dengan makna apabila dia
tidak ingat lagi lafal yang asli, karena dia telah menerima hadis, lafal dan
maknanya.
Imam Mawardi mewajibkan menyampaikan hadis dengan maknanya kalau
lafalnya terlupa, karena kalau hadis itu tidak disampaikan walaupun dengan
maknanya, termasuk yang menyembunyikan hadis. Al-Mawardi berkata: “Jika
seseorang tidak lupa kepada lafal hadis niscaya tidak boleh dia menyebutkan hadis
itu dengan bukan lafalnya, karena di dalam ucapan-ucapan nabi sendiri terdapat
fashahah yang tidak terdapat pada perawinya.”
Ada pendapat lain yang membolehkan meriwayatkan hadis dengan maknanya
saja dengan syarat bahwa hadis itu bukan yang di ibadati dan ini hanya terjadi pada
periode sahabat dan tabi’in, dan dibolehkan hanya bagi ahli-ahli ilmu saja.
Menjaga kehati-hatian dalam meriwayatkan hafits yang hanya dengan maknanya
itu setelah meriwayatkan hadis harus memakai kata-kata كما قالdan شبههserta yang
serupa dengannya.
E. Ahliyyat al-Rawi
Ahliyyat al-Rawi ialah kelayakan seseorang untuk mendengarkan hadis dan
talaqqi (penerimaannya) juga kelayakan meriwayatkan dan menyampaikannya.
Para ulama mengistilahkan talaqqi dan mendengar hadis dengan istilah ‘al-
Tahammul’, sedangkan meriwayatkan dan menyampaikannya ‘al-Ada’.
Maka dengan demikian ahliyyat al-Rawi itu ialah Ahliyyat al-Tahammul dan Ahliyyat
al-Ada’.
1. Ahliyyat al-Tahammul
Syarat-syarat yang dimaksud dalam penerimaan hadis adalah kelayakan si penerima
hadis, apakah disyaratkan islam dan balig atau tidak.
a. Tahammul anak kecil
Jumhur ulama berpendapat bahwasanya tidak diisyaratkan bagi
tahammul (penerimaan) hadis harus Islam dan balig, karena dari kalangan
sahabat, tabi’in dan ahli ilmu menerima riwayat sahabat yang masih
berusia anak-anak, seperti Hasan, Husain, Ibnu Abbas, ‘Abdullah al-
Zubair, Anas bin malik dan yang lainnya tanpa membedakan apakah
mereka menerimanya setelah balig atau setelahnya.
Sebagian ulama membatasi dengan usia lima tahun, karena ada
dalil dalam riwayat al-Bukhari dalam kitab sahihnya yaitu sahabat
Mahmud bin Raby’:
علقت من النّبي صلى هللا عليه وسلّم م ّخة مخهاف وجه ّي من دلووأناابن خمس سنين
Artinya: “Saya ingat Nabi SAW meludahkan air yang diambilnya dari
timba ke mukaku, sedang pada saat itu saya berusia lima tahun”.
Sebagian lainnya berkata, yang tepat ialah dengan
memperhatikan tamyiz, yaitu apabila anak itu sudah bisa memahami
percakapan dan tepat dalam jawaban (tamyiz), ia disebut mumayyiz, sah
pendengarannya sekalipun usianya di bawah lima tahun.
b. Tahammul Orang Kafir dan Orang Fasik.
Jumhur Muhaddisin berpendapat bahwa seorang yang menerima hadis
sewaktu masih dalam keadaan kafir atau fasik dapat diterima
periwayatannya setelah memeluk Islam dan bertobat.
2. Ahliyyat al-Ada’
Jumhur imam hadis, ushul dan fiqih sepakat bahwa syarat diterimanya suatu
riwayat, baik laki-laki maupun wanita ialah:
Islam; berarti hadis dari orang kafir tidak bisa diterima.
Baligh; berarti riwayat dari anak yang belum dewasa tidak bisa diterima.
Adil; yaitu orang yang takwa, menjauhi dosa besar dan tidak membiasakan
dosa kecil. Ini berarti riwayat dari orang yang durhaka atau suka dusta tidak
dapat diterima.
Dha’bith; ialah kuat hafalan dan catatan. Ini berarti riwayat dari orang yang
suka lupa tidak dapat diterima.
3. Tata cara Tahammul dan Ada’ al-hadis
Adapun teknik periwayatan hadis oleh ulama pada umumnya dibagi kepada
delapan macam:
a. Al-Sima’ (mendengarkan);
Al-Sima’ ialah seorang syaikh yang membacakan hadis dari hafalan
atau kitabnya sedangkan yang hadir mendengarkannya.
Lafal penyampaiannya:
SAMI’TU (aku mendengar).
HADDATSANI (ia menceritakan kepadaku).
HADATSANA (ia menceritakan kepada kami).
TSANA (ia menceritakan kepada kami).
c. Al-Ijazah
Al-Ijazah ialah izin untuk meriwayatkan hadis secara lafal maupun
secara tulisan. Seperti ucapan seorang syaikh: Aku izinkan kamu untuk
meriwayatkan dariku shahih al-Bukhari atau aku izinkan kamu meriwayatkan
kitab si fulan dariku.
Lafal penyampaiannya:
AJAZA LI FULANUN (telah mengizinkan kepadaku si fulan).
HADATSANA IJAZATAN (ia menceritakan kepadaku secara perizinan).
AKHBARANA IJAZATAN (ia mengabarkan kepadaku secara ijazah).
d. Al-Munawalah
Al-Munawalah ada dua macam, yaitu:
a) Al-Munawalah al-Mujarradah an-al-ijazah (munawwalah yang tidak
disertai dengan ijazah ) ialah seorang syaikh menyerahkan kitabnya
kepada murid dengan ungkapan singkat: Ini yang aku dengar.
b) Al-Munawwalah al-Magrunah bi al-Ijazah (munawwalah yang disertai
dengan ijazah; izin untuk menyampaikan lagi) ialah seorang syaikh
menyerahkan kitabnya kepada muridnya sambil mengucapkan: Ini adalah
riwayatku dari si fulan, maka riwayatkanlah dariku olehmu.
Lafal penyampaiannya:
NAWALANI (ia memberikan kepadaku). Atau NAWALANI WA
AJAZA LI’ (ia memberikan dan mengizinkan kepadaku).
HADDATSANA MUNAWALATAN (ia menceritakan kepada kami
secara pemberian). Atau AKHBARANA MUNAWALATAN WA
IJAZAN (ia mengabarkan kepada kami secara pemberian dan perizinan).
e. Al-Kitabah
Al-Kitabah ialah seorang syaikh menulis yang di dengarnya untuk
yang hadir maupun yang tidak hadir dengan tulisannya atau dengan
perintahnya. Al-Kitabah ada dua macam, yaitu:
a) Disertai ijazah: yaitu misalkan syaikh mengatakan: Aku izinkan kamu
(untuk meriwayatkan) sesuatu yang aku tulis untukmu atau kepadamu.
b) Tidak disertai ijazah: yaitu misalkan syaikh menulis untuknya sebahagian
hadis dan mengirimkannya kepadanya (muridnya).
Lafal penyampaiannya:
KUTIBA ILA FULANIN (ditulis untuk si fulan).
HADDATSANI FULANUN (menceritakan kepadaku si fulan).
AKHBARANI KITABATAN (ia mengabarkan kepadaku secara tertulis).
f. Al-I’lam
Al-I’lam ialah seorang syaikh memberitahukan kepada murid, bahwa
hadis atau kitab ini hasil pendengarannya.
Lafal penyampaiannya: A’LAMANI SYAIKHI BIKADZA (syaikh ku
memberitahukanku begini).
g. Al-Washiyyat
Al-Washiyyat ialah seorang syaikh mewasiatkan menjelang wafatnya
atau menjelang safarnya kepada seseorang suatu kitab dari kitab-kitabnya
yang ia riwayatkan.
Lafal penyampaiannya: USHIY ILA FULANIN KADZA (aku
wasiatkan kepada si fulan begini), atau HADDATSANI FULANUN
WASHIYATAN (menceritakan kepadaku si fulan secara wasiat).
h. Al-Wijadah
Al-Wijadah ialah seorang murid meriwayatkan beberapa hadis tulisan
seorang syaikh yang ia temukan. Dan murid itu mengetahuinya, ia tidak
mendengarnya langsung dan tidak pula mendapatkan izinnya.
Lafal penyampaiannya: yang menemukan mengatakan: WAJADTU
BIKHATHTHI FULANIN (aku menemukan tulisan si fulan), atau QARA’TU
BIKHATHTHI FULANIN KADZA (aku membaca tulisan si fulan begini),
kemudian ia mencuri sanad dan matan.
F. Adab Periwayatan Hadits
Sesungguhnya urusan periwayatan hadis itu menempati tingkatan tertinggi karena
seorang muhaddits mewakili Rasulullah SAW dalam hal menyampaikan hukum-hukum
syar’i, menjelaskannya, meriwayatkan beritanya, petunjuknya, sifat-sifatnya dan yang
lainnya kepada seluruh manusia setelahnya.
Oleh karena itu sudah sepatutnya para pelajar dan para muhaddits memiliki adab
yang tinggi dan akhlak mulia yang sesuai dengan ilmu yang dicarinya yaitu hadis
Rasulullah SAW.
1, Adab Muhaddits
a) Niat yang baik dan ikhlas, hati yang bersih dari tujuan-tujuan dunia.
b) Hendaklah memiliki semangat yang besar untuk menyebarkan atau
menyampaikan hadis dari Rasulullah SAW karena mengharap pahala yang
banyak.
c) Hendaklah tidak berbicara di hadapan orang yang lebih utama umur dan
ilmunya.
d) Hendaklah menyucikan diri, mewangikan, bergosok gigi dan menghadapi
manusia dalam keadaan bersih pakaiannya dan duduk dengan tenang dan
penuh wibawa.
e) Hendaklah berlaku ‘adil terhadap seluruh muridnya dan tidak membeda-
bedakan di antara mereka.
f) Hendaklah mengamalkan hadis-hadis yang di dengarnya.
2. Adab Pelajar Hadits
a) Meluruskan niat yang ikhlas dalam belajarnya semata-mata karena Allah
SWT.
b) Hendaklah memohon taufik, kemudahan dan pertolongan kepada Allah SWT
dalam memahami hadis.
c) Hendaklah mengagungkan dan menghormati gurunya.
d) Tidak menghalanginya perasaan malu dan sombong dalam mendengarkan
hadis atau belajar sekalipun dari yang lebih rendah usia dan kedudukannya.
e) Memberi petunjuk kepada yang lainnya atas apa yang ia dengar sesuai dengan
kapasitas keilmuannya.
f) Hendaklah mengamalkan hadis-hadis yang didengarnya
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa sumber yang menjadi rujukan makalah ini yang membahas tentang “Ilmu
Riwayah dan Kaidah Periwayatannya” dan kaitannya dengan Bentuk-bentuk Periwayatan
hadis dari Nabi, Periwayatan dengan lafal dan makna, dan Tahammul wa Ada’ al-Hadis.
Maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Periwayatan Hadis dari Nabi dan Para Sahabat, sebagaimana kita ketahui bahwa
Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terkadang menurut suatu riwayat bahwa beliau
terkadang menyampaikan hadis dengan cara pengajian secara rutin di hadapan orang
banyak dan secara lisan. Sedangkan para sahabat dalam menyampaikan riwayat hadis
adakala dengan lafal asli dan adakalanya dengan maknanya saja.
2. Menurut para ulama periwayatan hadis dengan lafal lebih kuat kebenarannya dari pada dengan
makna.
3. Adapun tingkatan-tingkatan Tahammul dan Ada’ al-hadis dengan Sima’, Munawalah
(menyerahkan), Ijazah tanpa munawalah, yakni seorang guru membolehkan muridnya untuk
meriwayatkan hadis dari gurunya, Munawwalah tanpa ijazah yakni seorang guru menyerahkan
kitab kepada muridnya seraya berkata, “Ini hadis yang saya dengar”, I’lam yakni seorang guru
berkata kepada muridnya, “Kitab ini yang saya dengar, “tanpa memberi izin meriwayatkan,
Wasiat, yakni seorang ketika dalam bepergian atau menjelang meninggalnya berwasiat dengan
sebuah kitab kepada salah seorang muridnya, Wijadah, yakni Al-Muhaddis menemukan hadis
atau kitab yang ditulis ulama yang dikenal adil dan dhabit. Kemudian seorang muhaddits berkata,
“Saya temukan tulisan seseorang begini. Atau saya membaca tulisan seorang demikian,” tanpa
mengatakan, “Saya mendengar atau dia mengijazahkan kepadaku.
Demikian pembahasan ini semoga bermanfaat. Kami sadar bahwa dalam makalah ini
masih banyak kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Nuruddin ‘itr. 2012. Manhaj An-Naqd Fii Uluum Al-Hadist. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Zakaria. 2014. Pokok-Pokok Ilmu Mushthalah Hadits. Garut: IBN AZKA press