DISUSUN OLEH:
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Sejarah Perkembangan
Keperawatan di Indonesia dan Dunia tepat pada waktunya. Makalah ini diajukan untuk
memenuhi salah satu syarat yang ditugaskan oleh dosen Mata Kuliah Falsafah dan Teori
Keperawatan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Sejarah Perkembangan Keperawatan di Indonesia dan Dunia bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah
ini.
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................... 1
DAFTAR ISI........................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................ 4
2.2.7 Asumsi................................................................................................................. 15
3.2 Saran............................................................................................................................ 18
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
Memahami dan mengetahui tentang siapa itu Sister Callista Roy
Memahami dan mengetahui sejarah keperawatan di Indonesia
Memahami tentang pendidikan keperawatan di Indonesia
Mengetahui jenjang pendidikan keperawatan di Indonesia
1.3 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah :
Dapat memahami perjalanan perjalan hidup Sister Callista Roy
Dapat memehami bagaimana sejarah keperaeatan di indonesia
Dapat memahami pendidikan keperawatan di Indonesia
Memahami apa dan bagaimana jenjang keperawatan di Indonesia
3
BAB II
PEMBAHASAN
Pendidikan perawat di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1800-an disebuah rumah
sakit di Batavia yang sekarang dikenal dengan rumah sakit PGI Cikini Jakarta. Pada tahun
1953 dibuka sekolah pengatur rawat (SPR) dengan latar belakang SMP. Lama pendidikan
SPR ini 3 tahun yang dibuka di 3 wilayah di pulau jawa. Tahun 1955, dibuka sekolah djuru
kesehatan (SDK) dengan latar belakang Sekolah rakyat atau yang kita kenal saat ini SD
ditambah 1 tahun. Pada tahun 1960-an dikenal berbagai jenis perawat sampai lebih dari 20
jenis. Dikarenakan landasan keilmuan yang kurang, departemen kesehatan mengembangkan
pendidikan keperawatan yang lebih sesuai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan dengan
mendirikan akademi keperawatan (AKPER) dengan latar belakang SMA ditambah dengan
pendidikan keperawatan 3 tahun.
4
Pada tahun 1972, dideklarasikan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI),
sebagai wadah organisasi profesi. Tahun 1983, PPNI menyatakan bahwa keperawatn adalah
suatu bidang keprofesian dan pendidikan keperawatan berada pada pendidikan tinggi.
Tidak sampai diploma III saja, Profesi keperawatan memiliki keinginan untuk
mengembangkan pendidikannya maka berdirilah program sarjana ilmu keperawatan fakultas
kedokteran Universitas Indonesia (PSIK FK UI) pada tahun 1985. Kemudian pada tahun
1999, didirikanlah program pasca sarjana fakultas ilmu keperawatan UI.
Sejak tahun 1990-an pendidikan keperawatan di Indonesia telah selangkah lebih baik daripada
periode sebelumnya. Ini ditunjukkan dengan data yang saat ini komposisi perawat terbanyak adalah
SPK (60%), diikuti oleh diploma (39%) dan sarjana keperawatan (1 %). Sebagai perawat umum
mereka memiliki izin untuk bekerja di rumah sakit atau berbagai pelayanan kesehatan yang ada di
masyarakat. Namun demikian, pengaturan mengenai pendirian dan penyelenggaraan pendidikan
keperawatan masih saja belum tegas dan jelas, sehingga banyak sekali berdiri institusi pendidikan
keperawatan yang kualitasnya masih diragukan. Sebagai contoh, sejak tahun 1982 sebenarnya telah
dilakukan phasing out terhadap lulusan Sekolah Perawat Kesehatan/ SPK (SMP + 3 tahun) dan
dikonversikan menjadi pendidikan jenjang Dlll keperawatan. Namun realitanya bermunculan Sekolah
Menengak Kejuruan (SMK) khusus keperawatan. Hal ini mengingkari dihapusnya SPK. Tugas dari
lulusan SMK hanya pada tataran membantu tugas asuhan keperawatan. Saat ini bahkan jumlah SMK
5
semakin banyak. Di beberapa wilayah bahkan seolah mendapatkan perijinan dari Dinas Kesehatan
dan Bupati setempat, terbukti dengan dihadirinya salah satu acara wisuda lulusan SMK.
Selain itu, pelaksanaan kesepakatan kerjasama antara institusi pendidikan keperawatan dengan
institusi lain (unit penyelenggara pelayanan kesehatan atau institusi pendidikan lain), selama ini
sifatnya baru sebatas pemenuhan kebutuhan administratif dalam rangka persiapan akreditasi saja.
Sehingga terkadang pihak insitusi pendidikan maupun tempat praktik peserta didik keperawatan tidak
mempunyai standar minimalyang baku.
Lulusan pendidikan keperawatan dari jenjang SMK sampai magister mencapai 24.000- 25.000
orang per tahun. Namun dari sejumlah besar lulusan tersebut hanya 4 – 10 % saja yang diserap pasar
kerja di lembaga kesehatan pemerintah dan swasta. Rendahnya daya serap lulusan pendidikan
keperawatan itu merupakan imbas terbatasnya anggaran pemerintah dalam merekrut pegawai negeri.
Moratorium perekrutan Pegawai negeri (sejak desentralisasi, proses perekrutan tenaga kesehatan
menjadi kewenangan pemerintah daerah), walau ada kebijakan khusus untuk tenaga kesehatan, makin
memperkecil penyerapan perawat. Sedangkan Sebagian perawat yang tidak tertampung kemudian
menjadi perawat di luar negeri atau menjadi pegawai honorer di sejumlah rumah sakit dan puskesmas
pemerintah. Bahkan, ada sejumlah perawat di beberapa kabupaten di sejumlah provinsi menjadi
tenaga sukarela yang tidak digaji.la Kondisi ini sangat ironis karena kebutuhan perawat di Indonesia
sebenarnya masih sangat tinggi. Sebagai pembanding, Jepang yang berpenduduk 130 juta orang
memiliki 1,3 juta perawat dan masih meminta perawat dari Indonesia. Sementara lndonesia yang
memiliki 240 juta penduduk hanya memiliki 524.000 lulusan perawat. ltu pun tidak semuanya
termanfaatkan.
Sampai saat ini masih ada jurusan keperawatan di tingkat SLTA sehingga rendahnya pendidikan
perawat di indonesia menjadi penyebab kualitas pelayanan keperawatan yang kurang dan rendahnya
daya saing perawat kita dibandingkan dengan perawat asing. Padahal, jumlah terbesar dari profesional
kesehatan adalah perawat.
6
Kebijakan dan Peraturan yang Mengatur Perawat
Kepmenkes No. 151 Tahun 2010, di mana isinya menggabungkan pengaturan perawat
dengan tenaga kesehatan lain
Permenkes No. 148 Tahun 2009, tentang penyelenggaran ijin praktik perawat
Tumpang tindih pada gray area (ketentuan tidak jelas karena tumpang tindih peraturan
bagi berbagai jenis dan jenjang perawat maupun dengan profesi kesehatan lainnya merupakan
hal yang sering sulit untuk dihindari dalam praktik, terutama :
a) ketika terjadi keadaan darurat maupun karena keterbatasan tenaga di daerah terpencil.
Dalam keadaan seperti ini perawat terpaksa harus melakukan tindakan medis yang bukan
merupakan wewenangnya demi keselamatan pasien. Tindakan ini dilakukan perawat tanpa
adanya delegasi dan protap dari pihak dokter atau pengelola Rumah Sakit.
Keterbatasan tenaga dokter terutama di puskesmas yang hanya memiliki satu dokter yang
berfungsi sebagai pengelola puskesmas, sering menimbulkan situasi yang mengharuskan
perawat melakukan tindakan pengobatan.
7
Tindakan pengobatan oleh perawat menjadi pemandangan umum di hampir semua puskesmas
terutama yang berada di daerah tersebut dilakukan tanpa adanya pelimpahan wewenang dan
prosedur tetap yang tertulis. Akibatnya apabila timbul permasalahan berkaitan dengan hal
tersebut tanggung jawab dibebankan secara sepihak kepada perawat. Hal ini tentunya sangat
merugikan profesi perawat. Di Indonesia, perawat didesain untuk membantu dokter, sehingga
peran dan fungsinya bergeser dari pelayanan keperawatan.
Hasil penelitian Departemen kesehatan dan Universitas Indonesia (Ul) menunjukkan lebih
dari 90% perawat melakukan tugas nonkeperawatan, yaitu :
Dari perawat yang melakukan tugas keperawatan (10%), hanya 50% yang melakukan asuhan
keperawatan, padahal perawat memiliki peran yang lebih luas, yaitu sesuai dengan peran dan
fungsinya
Indonesia merupakan bagian dari masyarakat global yang telah mendatangi kesepakatan
di antara 10 negara ASEAN khususnya pada bidang layanan kesehatan yang dikenal dengan
sebutan MRA ( mutual recognition Agreement) yaitu dimana konsil keperawatan berlaku
sebagai badan yang independen dan diperlukan untuk mengatur sistem registrasi, lisensi, dan
sertifikasi bagi perawat. Namun,secara global keperawatan di Indonesia masih tertinggal
dibandingkan dengan negara negara asia lainnya. Diantara 10 negara di Asia Tenggara
terdapat 7 negara yang telah memiliki undang undang ynag mengatur tentang praktik
keperawatan sedangkan 3 negara lainnya seperti Indonesia, laos, dan vietnam belum ada.
Selama ini Indonesia sudah mencoba untuk merambah ke pasar pasar dunia seperti
amerika, australia dan jepang. Dalam hal ini mungkin perjanjian sudah dijalin oleh kedua
belah pihak tetapi pengiriman tenaga kerja perawat bukanlah hal yang mudah untuk
8
dilakukan, hal ini harus memiliki persiapan yang matang seperti perlindungan hukum bagi
tenaga kerja, gaji yang memadai dan juga hak asasi dari penyedia kerja di luar negri.
Oleh karena itu,undang undang praktik keperawatan (regulatory body) merupakan salah
satu prasyarat yang harus dimiliki perawat untuk berperan atau masuk kekancah
internasional(global). Apalagi Indonesia sudah memiliki tenaga keperawatan yang mulai
bekerja di luar negri sejak tahun 1980 seperti di daerah
Dulu Sekarang
Diakui sebagai okupasi Diakui sebagai profesi
Kompetensi yang dimiliki tidak murni ilmu Kompetensi yang dimiliki murni ilmu
keperwatan karena mencakup juga keperawatan dengan kompetensi medis yang
kompetensi medis sangat terbatas
Tidak mandiri dalam bekerja karena Mendiri sebagai mitra dokter dalam bekerja
diposisikan sebagai asisten dokter di pelayanan kesehatan
Asuhan keperawatan kurang berkembang dan Asuhan keperawatan sudah berkembang dan
tidak profesional dalam tindakan tindakan bersifat profesional
Sr.Callista Roy adalah seorang ahli teori perawat terkemuka, penulis, dosen, peneliti
dan guru Profesor serta Ahli Teori Perawat di Boston College of Nursing di Chestnut Hill. ia
lahir di Los Angeles pada tanggal 14 Oktober 1939, anak ke-2 dari Tuan dan Nyonya Fabien
Roy. Beliau memperoleh gelar Bachelor of Arts dengan jurusan keperawatan dari Mount St.
Mary's College, Los Angeles pada tahun 1963.
9
Program gelar master dalam bidang keperawatan anak di University of California, Los
Angeles pada tahun 1966. Beliau juga memperoleh gelar master dan PhD dalam bidang
Sosiologi pada tahun 1973 dan 1977, masing-masing. Sr. Callista juga memiliki kesempatan
untuk bekerja dengan Dorothy E. Johnson dengan memfokuskan pengetahuan untuk disiplin
keperawatan dan meyakinkan Sr. Callista tentang pentingnya menggambarkan sifat
keperawatan sebagai layanan kepada masyarakat, dan mendorongnya untuk mulai
mengembangkan modelnya dengan tujuan keperawatan untuk mempromosikan adaptasi.
Dia bergabung dengan fakultas di Mount St. Mary's College pada tahun 1966,
mengajar keperawatan anak dan ibu hamil. Dia mengatur konten kursus menurut pandangan
orang dan keluarga sebagai sistem adaptif. Dia memperkenalkan ide-idenya tentang
'Keperawatan Adaptasi' sebagai dasar kurikulum keperawatan terpadu. Tujuan keperawatan
untuk mengarahkan pendidikan, praktik dan penelitian keperawatan Model sebagai dasar
pendorong kurikulum untuk pertumbuhan Mount St. Mary's College 1970 Model ini
diterapkan di sekolah Mount St. Mary 1971 dia diangkat menjadi ketua departemen
keperawatan di perguruan tinggi.
“Sistem manusia memiliki kapasitas berpikir dan merasa, berakar pada kesadaran dan makna,
yang dengannya mereka menyesuaikan diri secara efektif dengan perubahan lingkungan dan,
10
pada gilirannya, mempengaruhi lingkungan.” Menurut Roy, manusia adalah makhluk holistik
yang selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia menggunakan sistem adaptasi, baik
bawaan maupun didapat, untuk merespon rangsangan lingkungan yang dialaminya. Sistem
manusia dapat berupa individu atau kelompok, seperti keluarga, organisasi, dan seluruh
komunitas global.
b. Lingkungan
“Kondisi, keadaan, dan pengaruh yang melingkupi dan mempengaruhi perkembangan dan
perilaku orang atau kelompok, dengan pertimbangan khusus tentang mutualitas orang dan
sumber daya kesehatan yang mencakup rangsangan fokal, kontekstual, dan residual.”
Lingkungan diartikan sebagai kondisi, keadaan, dan pengaruh yang mempengaruhi
perkembangan dan perilaku manusia sebagai sistem adaptif. Lingkungan merupakan stimulus
atau masukan yang menuntut seseorang untuk beradaptasi. Rangsangan ini bisa bersifat
positif atau negatif. Roy mengkategorikan rangsangan ini sebagai berikut:
“Kesehatan bukanlah kebebasan dari kematian, penyakit, ketidakbahagiaan, dan stres yang
tak terhindarkan, tetapi kemampuan untuk mengatasinya dengan cara yang kompeten.”
Kesehatan didefinisikan sebagai keadaan di mana manusia dapat terus beradaptasi dengan
rangsangan. Karena penyakit adalah bagian dari kehidupan, kesehatan adalah hasil dari
proses di mana kesehatan dan penyakit dapat hidup berdampingan. Jika manusia dapat terus
beradaptasi secara holistik, mereka akan mampu menjaga kesehatan untuk mencapai
kelengkapan dan kesatuan dalam dirinya. Jika mereka tidak dapat beradaptasi dengan tepat,
integritas orang tersebut dapat terpengaruh secara negatif.
d. Perawatan
11
"Tujuan keperawatan adalah promosi adaptasi bagi individu dan kelompok di masing-masing
dari empat mode adaptif, sehingga berkontribusi terhadap kesehatan, kualitas hidup, dan
kematian dengan bermartabat." Dalam Model Adaptasi, perawat adalah fasilitator adaptasi.
Mereka menilai perilaku pasien untuk adaptasi, mempromosikan adaptasi positif dengan
meningkatkan interaksi lingkungan dan membantu pasien bereaksi positif terhadap
rangsangan. Perawat menghilangkan mekanisme koping yang tidak efektif dan akhirnya
mengarah pada hasil yang lebih baik
2.2.3 Adaptasi
Adaptasi adalah “proses dan hasil di mana pemikiran dan perasaan seseorang sebagai
individu atau kelompok menggunakan kesadaran dan pilihan untuk menciptakan integrasi
manusia dan lingkungan.”
Subsistem regulator adalah mekanisme koping fisiologis seseorang. Ini adalah upaya tubuh
untuk beradaptasi melalui pengaturan proses tubuh kita, termasuk neurokimia, dan sistem
endokrin.
Kognator
12
Empat mode adaptif subsistem adalah bagaimana mekanisme regulator dan kognator
dimanifestasikan. Atau dengan kata lain mereka adalah ekspresi internal dan eksternal dari
proses di atas.
1) Mode Fisiologis-Fisik
Merupakan proses fisika dan kimia yang terlibat dalam fungsi dan aktivitas organisme hidup.
Mode Ini adalah proses aktual yang dijalankan oleh subsistem regulator. Indikator adaptif
pada fungsi fisiologis ini yaitu
Oksigenasi: Adaptif pada area oksigenasi jika pernafasan yang seimbang, pola
pertukaran gas yang stabil, dan transportasi gas yang memadai. Sedangkan dikatakan
inefektif bila terjadinya hipoksia, gangguan ventilasi, pertukaran dan transportasi gas
yang tidak adekuat, perubahan perfusi jaringan dan proses kompensasi untuk
perubahan oksigen yang kurang
Nutrisi: Adaptif pada area nutrisi jika pencernaan yang stabil, pola nutrisi sesuai
dengan kebutuhan tubuh, kebutuhan metabolisme dan nutrisi terpenuhi. Sedangkan
inefektif jika penurunan berat badan, perasaan mual dan muntah serta pola pola
makan tidak adekuat.
Eliminasi, Adaptif pada area eliminasi jika pola eliminasi dan defeksi baik.
Sedangkan inefektif jika perubahan pola eliminasi dan defeksi yang tidak efektif
Aktifitas dan istirahat, Adaptif pada area aktifitas dan istirahat jika proses mobilitas
yang terrintegrasi, pergerakan yang cukup, pola aktifitas dan istirahat yang efektif,
dan menyesuaikan tidur dengan perubahan lingkungan. Sedangkan dikatakan inefektif
jika immobilitas, intoleransi aktifitas, pola aktifitas dan istirahat tidak efektif dan
gangguan pola tidur.
Proteksi : Adaptif pada area proteksi jika kulit utuh, respon penyembuhan luka yang
efektif, integritas dan kekebalan tubuh tubuh yang cukup, proses imunitas yang efektif
dan pengaturan suhu yang efektif. Dikatakan inefektif jika adanya gangguan integritas
kulit, delayed wound healing, infeksi, pengaturan suhu yang tidak efektif dan proses
imunitas tidak efektif
Sensori : Adaptif pada area sensori jika proses sensori yang efektif, pola persepsi
yang stabil, strategi kopig untuk gangguan sensori efektif. Dikatakan inefektif jika
adanya gangguan sensori primer, hilangnya kemampuan merawat diri sendri,
13
gangguan komunikasi, nyeri akut dan kronis, gangguan persepsi dan strategi koping
kerusakan sensori yang tidak efektif.
Cairan dan elektrolit : dikatakan adaptif pada area cairan dan elektrolit jika
memperlihatkan adanya proses keseimbangan cairan dan stabilitas elektrolit didalam
tubuh
Stabil: Status asam basa yang seimbang, regulasi buffer kimia yang efektif.
Dikatakan inefektif jika adaya dehidrasi, adanya
Dalam mode ini, koping bertujuan untuk memiliki rasa kesatuan, makna tujuan di alam
semesta, serta rasa identitas maupun integritas dan perasaan tentang diri. termasuk citra tubuh
dan ideal diri. Mode konsep diri ini terdiri dari
Mode fungsi peran ini berfokus pada peran primer, sekunder, dan tersier yang ditempati
seseorang dalam masyarakat, serta mengetahui di mana dia berdiri sebagai anggota
masyarakat.
Mode ini berfokus pada pencapaian integritas relasional dengan memberi dan menerima
cinta, rasa hormat, dan keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam
menerima sesuatu. Mode saling ketergantungan ini dapat dilihat dari keseimbangan antara
14
dua nilai ekstrim, yaitu memberi dan menerima. Hal ini dapat dicapai dengan komunikasi
dan hubungan yang efektif.
Berbagai mode dan subsistem memenuhi kebutuhan lingkungan. Ini biasanya merupakan
proses yang stabil (misalnya, pernapasan, realisasi spiritual, hubungan yang sukses).
2. Proses Kompensasi
Kognator dan pengatur ditantang oleh kebutuhan lingkungan, tetapi bekerja untuk memenuhi
kebutuhan (misalnya, kesedihan, memulai dengan pekerjaan baru, pernapasan kompensasi).
Mode dan subsistem tidak cukup memenuhi tantangan lingkungan (misalnya, hipoksia,
kehilangan yang belum terselesaikan, hubungan yang kasar).
2.2.7 Asumsi
Asumsi Ilmiah
Sistem materi dan energi maju ke tingkat yang lebih tinggi dari pengaturan diri yang
kompleks. Kesadaran dan makna adalah konstruktif dari integrasi orang dan lingkungan.
Kesadaran diri dan lingkungan berakar pada pemikiran dan perasaan. Manusia dengan
keputusannya bertanggung jawab atas integrasi proses kreatif. Pikiran dan perasaan
memediasi tindakan manusia Hubungan sistem meliputi penerimaan, perlindungan, dan
15
pembinaan saling ketergantungan. Orang dan bumi memiliki pola umum dan hubungan
integral. Transformasi orang dan lingkungan diciptakan dalam kesadaran manusia. Integrasi
makna manusia dan lingkungan menghasilkan adaptasi.
Asumsi filosofis
Orang-orang memiliki hubungan timbal balik dengan dunia dan Tuhan. Makna manusia
berakar pada konvergensi titik omega alam semesta. Tuhan terungkap secara dekat dalam
keragaman ciptaan dan merupakan tujuan umum ciptaan. Orang menggunakan kemampuan
kreatif manusia dari kesadaran, pencerahan, dan keyakinan. Orang bertanggung jawab atas
proses memperoleh, mempertahankan, dan mengubah alam semesta.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi kesimpulan yang didapatkan berdasarkan materi yang telah kami bahas diatas adalah
Sister Callita Roy memiliki beberapa konsep utama yaitu,
Person,Environment,Health,Nursing,Adaptation. Dalam teori person Roy menjelaskan bahwa
person bisa berarti individu, keluarga, kelompok atau masyarakat luas dan masing-masing
sebagai sistem adaptasi holistik. Roy juga memandang person sebagai suatu kesatuan yang
hidup secara konstan dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Selain itu Sister Callista Roy juga menyampaikan bahwa secara umum tujuan dari intervensi
keperawatan adalah untuk mempertahankan dan mempertinggi perilaku adaptif dan
mengubah perilaku inefektif menjadi adaptif.
Selanjut nya adalah berdasarkan sejarah adanya keperawatan di Indonesia dimulai pada awal
abad ke 19. Pendidikan perawat di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1800an disebuah
rumah sakit di Batavia yang sekarang dikenal dengan RS. PGI Cikini Jakarta. Pada saat ini
tenaga perawat dididik melalui pendidikan magang yang berfokus pada penyakit dan cara
pengobatannya.
3.2 Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
18