No : E.6/021-07/22.01/TGS/XI/2018
Kepala LPPM
1. Pejabat yang memberi tugas :
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder dan aktivitas
sitotoksik dengan nilai LC50 dari ekstrak selada merah (Lactuca sativa var. Crispa) pada
berbagai pelarut. Sampel selada merah yang digunakan didapatkan dari desa Turirejo
kecamatan Lawang-Malang. Simplisia selada merah di ekstraksi dengan metode maserasi
menggunakan variasi pelarut yaitu pelarut etanol, metanol, etil asetat, dan n-heksana
selama 24 jam. Hasil maserasi dipekatkan dengan alat rotary vacuum evaporator.
Kemudian dilakukan uji skrining fitokimia serta KLT untuk mengetahui kandungan
metabolit sekunder dalam sampel. Pengujian aktivitas sitotoksik dilakukan dengan metode
BSLT (Brine Shrimp Lethality Test). Hasil uji fitokimia menunjukkan ekstrak etanol
selada merah mengandung flavonoid, tanin, saponin, triterpenoid, steroid dan alkaloid.
Sedangkan ekstrak metanol selada merah mengandung alkaloid, saponin, dan tanin. Pada
ekstrak etil asetat selada merah mengandung alkaloid, saponin, steroid, dan tanin. Dan
pada ekstrak n-heksana selada merah mengandung alkaloid, steroid, triterpenoid, dan
tanin. Hasil uji aktivitas sitotoksik ekstrak n-heksana memiliki bioaktivitas tertinggi
terhadap Artemia salina Leach. dibandingkan dengan ekstrak etanol, metanol, dan etil
asetat. Nilai LC50 ekstrak etanol, metanol, etil asetat, dan n-heksana secara berturut-turut
adalah 322,288 ppm; 207,827 ppm; 1468,261 ppm; dan 170,115 ppm.
Kata kunci: Selada merah (Lactuca sativa var. Crispa), sitotoksik, Artemia salina Leach,
BSLT.
Abstract
This study aims to determine the secondary metabolites content and cytotoxic activity with
LC50 values from red lettuce extracts (Lactuca sativa var. Crispa) in various solvents. The
red lettuce were obtained from Turirejo village, Lawang-Malang district. Red lettuce were
extracted by maceration method using various solvents are ethanol, methanol, ethyl acetate,
and n-hexane for 24 hours. The maceration results were concentrated with a rotary vacuum
evaporator. Then a phytochemical screening tests and TLC were carried out to determine the
secondary metabolites content in the sample. Cytotoxic activity test were carried out by the
BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) method. The phytochemical test results shows that the
ethanol extract of red lettuce contained flavonoids, tannins, saponins, triterpenoids, steroids
and alkaloids. While the methanol extract of red lettuce contains alkaloids, saponins, and
tannins. The red lettuce ethyl acetate extract contains alkaloids, saponins, steroids, and
tannins. And the n-hexane extract of red lettuce contains alkaloids, steroids, triterpenoids,
and tannins. The results of the cytotoxic activity of methanol extract had the highest
bioactivity against Artemia salina Leach. compared to ethanol, ethyl acetate and n-hexane
extract. LC50 values of ethanol, methanol, ethyl acetate, and n-hexane extract were 322,288
ppm; 68,632 ppm; 1934,287 ppm; and 170.115 ppm respectively.
Keywords: Red lettuce (Lactuca sativa var. Crispa), cytotoxic, Artemia salina Leach,
BSLT.
Pendahuluan
Semakin majunya pengetahuan dan berpotensi sebagai antioksidan juga dapat
teknologi menuntun manusia untuk berpotensi sebagai antikanker.
berkembang lebih baik lagi dari segi Sejak lama penyakit kanker menjadi
kesehatan terutama dalam penelitian untuk momok bagi banyak orang (Sudewo,
membuat obat dari suatu tumbuhan 2004). Penyakit kanker masih menjadi
(Rahmawati, 2016). Salah satu tumbuhan masalah kesehatan dunia baik di negara
yang bisa digunakan untuk obat yaitu berkembang maupun negara maju. Lebih
selada merah (Lactuca sativa var. Crispa). dari 30% dari kematian diakibatkan oleh
Manfaat selada merah sebagai obat-obatan kanker. Dalam laporan terbaru yang dirilis
diantaranya dapat mengobati sakit kepala, oleh International Agency for Cancer,
demam, radang kulit, muntaber, demam, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
dan lainnya (Haryanto, dkk., 1995). mengestimasi terdapat 18,1 juta kasus
Tanaman selada merah (Lactuca sativa kanker baru dan 9,6 juta kematian yang
var. Crispa) sering dijadikan oleh terjadi pada tahun ini. Sebesar dua pertiga
masyarakat Indonesia sebagai lalapan dan dari jumlah tersebut terjadi di negara
lebih sering disajikan bersama burger, berkembang (Juniman, 2018). Sedangkan
sandwich, dan juga salad. Seperti tanaman secara nasional prevalensi penyakit kanker
lainnya, selada merah (Lactuca sativa var. pada penduduk semua umur di Indonesia
Crispa) kaya akan serat dan nutrisi yang tahun 2013 sebesar 1.4% atau
bermanfaat bagi tubuh dan juga memiliki diperkirakan sekitar 347.792 orang
kandungan senyawa metabolit sekunder, meningkat menjadi 1,8% di tahun 2018
diantaranya: flavonoid, saponin, tanin, (Kemenkes RI, 2018).
fenolik, steroid, triterpenoid, dan alkaloid Dewasa ini banyak dikembangkan
(Abidah, 2018; Faudhan, 2018). Senyawa obat-obatan antikanker baik yang berasal
flavonoid diketahui mampu menginduksi dari bahan kimia maupun yang berasal
terjadinya apoptosis. Apoptosis adalah dari bahan alam yang dikenal sebagai
kematian sel terprogram dan berperan bahan obat tradisional. Antikanker
penting dalam penghambat kanker diharapkan mempunyai toksisitas selektif
(Pebriana, dkk., 2008). artinya dapat menghancurkan sel kanker
Hasil penelitian Abidah (2018) tanpa merusak jaringan normal (Nafrialdi
menunjukkan bahwa ekstrak etanol selada dan Ganiswara, 2005). Sampai sekarang
merah memiliki aktivitas antioksidan ini belum banyak obat yang memenuhi
(IC50) sebesar 4,7 ppm (sangat kuat). kriteria tersebut sehingga perlu
Sedangkan pada penelitian Faudhan (2018) dikembangkan obat baru yang mempunyai
ekstrak n-heksana selada merah memiliki efek terapi yang baik (Katzung, 2002).
aktivitas antioksidan (IC50) sebesar 52,27 Obat antikanker yang telah ada umumnya
ppm yang tergolong dalam kategori kuat. selain memiliki khasiat sebagai antikanker
Tingginya nilai IC50 ini menunjukkan obat tersebut juga bersifat merusak sel-sel
bahwa tanaman selada merah selain dapat yang tumbuh normal (Anonim, 2000).
Selain itu pengobatan kanker dengan
obat-obatan kemoterapi hanya efektif penelitian ini antara lain, selada merah
untuk beberapa periode waktu saja (Lactuca sativa var. Crispa) yang diambil
(Meiyanto, 2003). Keadaan ini mendorong dari desa Turirejo kecamatan
dilakukannya berbagai penelitian untuk Lawang-Malang. Bahan-bahan lain terdiri
menemukan antikanker yang diharapkan dari bahan kimia yaitu etanol (teknis), etil
memiliki toksisitas selektif yaitu asetat (teknis), metanol (teknis), n-heksana
menghancurkan sel kanker tanpa merusak (teknis), DMSO, etil asetat (p.a), etanol
sel jaringan normal (Ganiswara dan (p.a), air laut, telur Artemia salina L., besi
Nafrialdi, 2005). (III) klorida, asam klorida, pereaksi mayer,
Senyawa yang diduga memiliki pereaksi wagner, pereaksi dragendorf, dan
aktivitas antikanker, harus diujikan terlebih magnesium.
dahulu pada hewan coba. Penelitian ini
menerapkan metode Brine Shrimp Prosedur
Lethality Test (BSLT) yang pertama kali Pembuatan Simplisia
dikenalkan oleh Michael dkk pada tahun Sampel basah selada merah dilakukan
1956. Metode pengujian BSLT ini proses penyortiran dengan memisahkan
didasarkan pada bahan senyawa aktif dari dari bahan pengotor. Dilakukan
tumbuhan yang bersifat toksik dan mampu penimbangan untuk mengetahui berat
membunuh larva udang Artemia salina sampel basah. Kemudian selada merah
(sebagai hewan uji). Hasil uji toksisitas dicuci dengan air bersih, selanjutnya
dengan metode ini terbukti memiliki diletakkan dalam rak berlubang agar air
korelasi dengan daya sitotoksik senyawa bekas cucian jatuh ke bawah sehingga
antikanker. Selain itu, metode ini juga pergantian sirkulasi udara berlangsung
mudah dikerjakan, murah, cepat, dan dengan baik. Sampel dikeringkan dengan
cukup akurat. Sifat sitotoksik dapat cara diangin- anginkan pada suhu kamar.
diketahui berdasarkan jumlah kematian Pengeringan dilakukan dengan tujuan
larva pada konsentrasi tertentu (Meyer, mengetahui persen penguapan air dalam
dkk., 1982; Sukardiman, 2004). sampel.
Tanaman selada merah telah Selanjutnya dilakukan sortir kering
dibudidayakan di Turirejo, Kecamatan dengan memilah bagian sampel yang
Lawang-Malang. Tanaman tersebut belum diinginkan dari bahan pengotor lain.
dilakukan uji aktivitas sitotoksisitasnya, Setelah dipilah, sampel ditimbang untuk
sehingga pada penelitian ini akan mengetahui berat kering daun dan batang.
dilakukan pengujian bioaktivitasnya Kemudian masing-masing sampel
dengan uji sitotoksik terhadap larva udang diserbukkan dan disaring menggunakan
Artemia salina (metode BSLT). ayakan (Ngibad, 2013). Hasil ayakan
dimasukkan dalam wadah bersih, tertutup
rapat, terhindar dari sinar matahari dan
Metode Penelitian
sampel dapat digunakan untuk prosedur
Alat dan Bahan
selanjutnya.
Alat-alat yang digunakan yaitu nampan,
ayakan, penggiling, rotary vacuum
Ekstraksi Maserasi
evaporator (Buchi), almari pendingin,
Serbuk simplisia selada merah
bejana kromatografi, plat KLT SIL
ditimbang sebanyak 50 gram dan
G/UV254, pipa kapiler, penggaris, lampu
dimaserasi dalam 300 mL pelarut metanol,
UV 254 dan 366 nm, neraca analitik, botol etanol, etil asetat, dan n-heksana pada
vial, lampu, aerator, mikropipet, bluetip, suhu ruang selama 24 jam dan sesekali
dan alat-alat gelas. dilakukan pengadukan. Hasil maserasi
Bahan-bahan yang digunakan dalam disaring. Residu yang diperoleh
Tabel 2. Perolehan ekstrak pekat selada merah (Lactuca sativa var. Crispa)
Hasil Ekstrak Selada Merah pada Berbagai Pelarut
Parameter
Metanol Etanol Etil Asetat n-Heksana
Serbuk 50 gram 50 gram 50 gram 50 gram
simplisia
Ekstrak pekat 6,1610gram 17,3000 12,8073 1,8812 gram
gram gram
Rendemen 12,3220% 34,6000% 25,6146% 3,7625 %
Tabel 3. Hasil uji fitokimia ekstrak pekat selada merah (Lactuca sativa var. Crispa)
Kesimpulan (+) / (-)
Uji Hasil
Pereaksi Metan Etano Etil n-Heksan
Fitokimia (terbentuknya)
ol l Asetat a
Alkaloid Mayer Endapan jingga - + +++ +
Wagner Endapan coklat +++ + +++ +
Dragendorf Endapan putih +++ + +++ -
Flavonoid Mg + HCl pekat + Warna merah - +++ - -
etanol
Saponin - Adanya busa +++ + +++ -
stabil
Steroid Libermann-Burchar Ungu ke - ++ +++ ++
d biru/hijau
Triterpeno Kloroform+H2SO4 Merah kecoklatan - ++ - ++
id pekat
Fenolik NaCl 10% + Gelatin Endapan putih - ++ - -
1%
Tanin FeCl3 1% Ungu kehitaman + + + +
Keterangan: (+) rendah, (++) sedang, (+++) tinggi, (-) tidak ada.
Berdasarkan hasil uji fitokimia, ektrak Uji kromatografi lapis tipis merupakan
aseton daun dan batang turi putih uji yang dilakukan untuk memisahkan
mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, suatu senyawa berdasarkan perbedaan dua
saponin, steroid, triterpenoid, fenolik, dan fase, yaitu fase diam dan fase gerak
tanin. Namun intensitas uji yang (Hayati, dkk., 2010). Fase gerak yang
dihasilkan menunjukkan perbedaan digunakan yaitu campuran etanol dan etil
kandungan senyawa metabolit sekunder asetat dengan perbandingan 4,5:1,5. Uji
pada daun dan batang turi putih. Hal ini fitokimia merupakan pembuktian
disebabkan karena senyawa metabolit kandungan golongan senyawa yang
sekunder yang ada pada tumbuhan selanjutnya diperkuat dengan adanya
terdistribusi dengan kadar yang berbeda identifikasi menggunakan KLT. Bercak
pada setiap organ. Senyawa yang sama noda yang dihasilkan kemudian diamati
ataupun kelompok senyawa yang sama menggunakan sinar UV pada panjang
dimungkinkan untuk disintesis atau gelombang 366 nm (Gambar 1). Hasil uji
ditimbun pada organ yang berbeda. Kadar KLT menunjukkan pada plat nampak
senyawa metabolit sekunder yang berbeda terlihat berfluoresensi di bawah sinar UV
akan mempengaruhi aktivitas pada panjang gelombang 366 nm dengan
antioksidannya (Del Bano, et al., 2003). warna biru keunguan untuk ekstrak etanol
Uji KLT selada merah sedangkan pada ekstrak
metanol selada merah bercak noda metanol, etil asetat, dan n-heksana
berwarna oranye. Pada ekstrak etil asetat dikarenakan dalam satu tanaman dapat
berwarna hijau kekuningan dan keunguan, mengandung jenis senyawa yang
dan pada ekstrak n-heksana berwarna pink bermacam-macam meskipun dalam satu
dan biru. Perbedaan warna bercak noda golongan senyawa (Pokorni, et al., 2001).
yang dihasilkan antara ekstrak etanol,
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 1. Pengamatan bercak noda di bawah sinar UV 366 nm, (a) esktrak etanol selada
merah, (b) ekstrak metanol selada merah, (c) ekstrak etil asetat selada merah, dan (d)
ekstrak n-heksana selada merah
Hasil uji KLT diperoleh 3 noda untuk Erawati (2012) yang mengasumsikan
ekstrak etanol selada merah. Pada noda bahwa terdapat senyawa flavonoid dengan
pertama didapatkan nilai Rf sebesar 0,88 nilai Rf 0,45. Sehingga dari hasil uji
yang diduga adalah senyawa flavonoid. kromatogradi lapis tipis dalam ekstrak
Hal ini didukung oleh Yohanes dkk., etanol selada merah dapat diduga
(2013) didapatkan nilai Rf sebesar 0,89 mengandung senyawa flavonoid,
dan diduga senyawa flavonoid. Pada noda triterpenoid dan tanin.
dua diduga mengandung senyawa tanin Sedangkan untuk ekstrak metanol
dengan nilai Rf sebesar 0,67. Hal ini selada merah didapatkan 5 noda dengan
didukung oleh Rohmaniyah (2016) nilai Rf untuk noda satu, dua, dan tiga
mengasumsikan bahwa nilai Rf senyawa diperoleh sebesar 0,81 yang diduga adalah
tanin yaitu 0,66. Sedangkan pada noda senyawa tanin. Hal ini diperkuat dengan
tiga diduga mengandung senyawa nilai Rf literatur yang menunjukkan
triterpenoid dengan nilai Rf sebesar 0,4 bahwa nilai Rf tanin yaitu 0,81
hal ini sama halnya dengan penelitian (Mukholifah, 2014). Dan pada noda empat
dan lima yang diduga senyawa alkaloid penentuan nilai LC50 setelah pemaparan
atau saponin dengan nilai Rf sebesar 0,85. ekstrak selama 24 jam (Meyer, dkk.,
Mengacu pada penelitian Sinaga (2018) 1982). Nilai LC50 menunjukkan nilai
yang menyebutkan bahwa nilai Rf 0,85 konsentrasi yang menghasilkan hambatan
menunjukkan bahwa senyawa tersebut proliferasi sel 50% dan menunjukkan
adalah senyawa golongan alkaloid. potensi ketoksikan suatu senyawa
Pada ekstrak etil asetat diperoleh 6 terhadap sel. Semakin besar harga LC50
noda dengan nilai Rf untuk noda pertama maka senyawa tersebut semakin tidak
sebesar 0,63; noda kedua sebesar 0,66; toksik. Ekstrak sampel dikatakan toksik
noda ketiga sebesar 0,72; noda keempat apabila nilai LC50<1000 ppm (Meyer,
sebesar 0,83; noda kelima sebesar 0,87; dkk., 1982). Jika pada uji pendahuluan ini
dan noda kelima sebesar 0,91. Dan diduga memperlihatkan hasil yang cukup baik,
mengandung senyawa tanin, steroid, dan maka dapat dilakukan pengujian lebih
alkaloid. lanjut. Metode BSLT ini merupakan salah
Kemudian pada ekstrak n-heksana satu cara yang sederhana, tepat, tidak
didapatkan 4 noda yakni dengan nilai Rf diperlukan kondisi yang aseptis, dan
berurutan 0,27; 0,4; 0,67; 0,83 yang murah untuk skrining toksisitas dari
diduga senyawa steroid, triterpenoid, tanin ekstrak tanaman dengan menggunakan
dan juga flavonoid. Mengacu pada hewan laut larva udang Artemia salina
penelitian Erawati (2012) yang Leach.
menyebutkan bahwa dengan nilai Rf yang Penelitian diawali dengan membuat
berturut-turut 0,325; 0,45; 0,55; serta 0,95 larutan induk 1000 ppm untuk
merupakan positif adanya senyawa masing-masing ekstrak. Pelarutan sampel
metabolit sekunder jenis triterpenoid. dengan air laut menggunakan bantuan
Sedangkan nilai Rf untuk senyawa steroid DMSO karena adanya perbedaan
pada penelitian ini mengacu pada kepolaran yang mengakibatkan sampel
penelitian Ilyas, dkk., (2015) dengan hasil tidak larut sempurna jika hanya
KLT dari 3 eluen dengan nilai Rf menggunakan air laut. DMSO berfungsi
masing-masing 0,2; 0,6; dan 0,8 sebagai surfaktan. Surfaktan merupakan
menunjukkan bahwa senyawa tersebut senyawa yang memiliki sifat hidrofilik
merupakan salah satu senyawa golongan dan hidrofobik sehingga dapat membantu
steroid. pelarutan sampel dan air laut dengan cara
menurunkan tegangan permukaan.
Penentuan Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Kemudian dibuat larutan sampel dengan
Selada Merah konsentrasi 100, 200, 400, 600, dan 800
Uji sitotoksik merupakan suatu uji yang ppm dari masing-masing larutan induk
dapat memberikan informasi konsentrasi (tiap ekstrak).
obat yang masih memungkinkan sel Penetasan larva udang dilakukan
mampu bertahan hidup. Akhir dari uji selama 48 jam, fase yang digunakan
sitotoksik adalah memberikan informasi adalah fase naupli instar II dan III. Hal ini
langsung tentang perubahan yang terjadi disebabkan karena pada fase tersebut larva
pada fungsi sel secara spesifik (Amalina Artemia salina Leach berada pada fase
2008). Uji sitoktoksik terhadap larva yang paling aktif untuk pembelahan secara
udang Artemia salina Leach atau mitosis yang juga identik dengan sel
Brine-Shrimp Lethality Test (BSLT) kanker yang membelah secara mitosis
sering digunakan dalam mengawali (Ropiqa, 2009). Artemia salina Leach
penelitian pada bahan alam dan pada fase naupli instar II dan III memiliki
merupakan uji pendahuluan dalam upaya struktur anatomi yang masih sangat
pencarian senyawa antikanker dengan sederhana, yaitu terdiri dari mulut, lapisan
kulit, antena, calon tracopoda, dan saluran dilakukan 4 kali pengulangan. Naupli
pencernaan yang masih sederhana dibiarkan selama 24 jam lalu kemudian
(Raineri, 2981). Setelah 48 jam, 10 ekor dihitung naupli yang mati pada semua
naupli kemudian dimasukkan ke dalam larutan uji.
masing-masing larutan uji. Setiap sampel
Tabel 4. Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol, Metanol, Etil Asetat, dan n-Heksana Selada Merah
Jumlah Kematian
Konsentras Jumlah
Artemia salina L. Prosentase
Ekstrak i ekstrak Artemia
Replikasi Kematian (%)
(ppm) salina L.
1 2 3 4
Kontrol 10 0 0 0 0 0
100 ppm 10 0 0 0 0 0
200 ppm 10 3 2 2 3 25
Etanol
400 ppm 10 9 8 10 9 90
600 ppm 10 10 10 10 10 100
800 ppm 10 10 10 10 10 100
1000 ppm 10 10 10 10 10 100
Kontrol 10 0 0 0 0 0
100 ppm 10 0 1 0 0 2.5
Etil Asetat
Berdasarkan tabel 4 di atas, jumlah metanol, etil asetat, dan n-heksana selada
prosentase rata-rata mortalitas larva merah lebih cepat ekstrak n-heksana
Artemia salina L. mengalami kenaikan selada merah dengan konsentrasi 200 ppm
hingga 24 jam dimana merupakan puncak yaitu pada satu jam pertama sudah ada
kematian larva serta seiring dengan kematian larva dibandingkan pada ekstrak
bertambahnya konsentrasi ekstrak yang lainnya. Pada kontrol tidak terjadi
kematian larva juga meningkat. Kecepatan kematian. Hal ini menunjukkan bahwa
kematian larva antara ekstrak etanol, kematian larva tidak dipengaruhi oleh air
laut tetapi oleh adanya ekstrak yang salina. Menurut Castritsi (1984), hasil
ditambahkan. Sehingga ekstrak yang pengamatan menggunakan mikroskop
memiliki sitotoksisitas yang paling efektif elektron menunjukkan terjadi kerusakan
terhadap kematian larva adalah ekstrak pada mikrovili Artemia salina. Kerusakan
n-heksana selada merah dibandingkan ini terjadi akibat pemaparan senyawa
dengan ekstrak etanol, metanol, dan etil toksik potassium dichromate ke dalam
asetat selada merah. Hal ini terkait dengan tubuh Artemia salina pada naupli instar II
kandungan fitokimia yang terdapat pada dan III melalui mulut dan masuk ke
ekstrak n-heksana selada merah yang saluran pencernaan Artemia salina. Hal ini
mampu menarik senyawa-senyawa menyebabkan uji BSLT ini sering
metabolit sekunder yang potensial sebagai digunakan sebagai penelitian pendahuluan
sitotoksik dibandingkan dengan ekstrak dari aktivitas antikanker. Sehingga ekstrak
lainnya. etanol, metanol, etil asetat, dan n-heksana
Tingginya toksisitas dari ekstrak selada merah bersifat sitotoksik terhadap
disebabkan karena di dalam ekstrak larva udang Artemia salina Leach.
mengandung senyawa metabolit sekunder Kemudian dari data mortalitas yang
jenis alkaloid, tanin, steroid dan diperoleh dilakukan penentuan nilai LC50
triterpenoid. Hal ini disebabkan karena dari setiap larutan sampel dengan
cara kerja senyawa yang terdapat dalam menggunakan program SPSS yaitu
sampel yaitu ekstrak dalam membunuh analisis Probit. Berdasarkan hasil yang
larva udang Artemia salina Leach diperoleh, sampel yang memiliki nilai
bertindak sebagai stomach poisoning atau LC50 dari yang terkecil hingga yang
racun perut. Oleh karena itu, apabila terbesar adalah ekstrak n-heksana
senyawa-senyawa ini masuk ke dalam metanol, etanol, dan etil asetat. Hal ini
tubuh larva, alat pencernaannya akan dimungkinkan karena senyawa yang
terganggu. Selain itu, senyawa ini akan terekstrak dalam pelarut tidak terlalu
menghambat reseptor perasa pada daerah sitotoksik terhadap Artemia salina. Tabel 5
mulut larva. Hal ini mengakibatkan larva menunjukkan semua ekstrak memiliki
gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga sifat toksisitas. ekstrak n-heksana
tidak mampu mengenali makanannya memiliki sifat toksisitas yang paling
akibatnya larva mati kelaparan (Novianti, tinggi, hal ini dilihat dari nilai LC50 yang
2012). Efek yang ditimbulkan terjadi paling kecil dari yang lainnya.
secara cepat dalam waktu 24 jam, hingga
menyebabkan kematian 50% Artemia
Hasil analisa probit dari data yang n-heksana selada merah yang artinya larva
diperoleh sebesar 322,288 ppm untuk akan mati sebesar 50% jika pada
ekstrak etanol, 207,827 ppm untuk ekstrak konsentrasi ekstrak selada merah sebesar
metanol, 1468,261 untuk ekstrak etil 322,288 ppm untuk ekstrak etanol,
asetat, dan 170,115 ppm untuk ekstrak 207,827 ppm untuk ekstrak metanol,
1468,261 untuk ekstrak etil asetat, dan suatu tumbuhan akan mempengaruhi
170,115 ppm untuk ekstrak n-heksana. kandungan kimia dari suatu tumbuhan
Ketiga ekstrak yaitu ekstrak etanol, meskipun tumbuhan tersebut dari family
metanol, dan n-heksana selada merah dan spesies yang sama. Ekstrak batang
dapat diketahui bahwa ketiga ekstrak tumbuhan karamunting yang diambil di
bersifat sitotoksik terhadap Artemia salina Kabupaten Sukamara memiliki sifat
karena memiliki nilai LC50 < 1000 ppm toksisitas yang sangat kuat sedangkan
yang dapat menyebabkan kematian 50% ekstrak batang Karamunting yang
hewan uji (Meyer, dkk., 1982). Ekstrak digunakan oleh Kusuma, dkk (2016)
yang memiliki nilai LC50 rendah memiliki sifat toksisitas yang lemah.
menunjukkan bahwa golongan senyawa
yang terkandung didalamnya bersifat lebih Simpulan
toksik terhadap Artemia salina L. Kandungan metabolit sekunder
Sedangkan, pada ekstrak etil asetat berdasarkan hasil uji fitokimia
menunjukkan nilai LC50 yang paling tinggi menunjukkan ekstrak etanol selada merah
diantara yang lainnya. Hasil tersebut lebih mengandung flavonoid, tanin, saponin,
tinggi jika dibandingkan dengan triterpenoid, steroid dan alkaloid.
konsentrasi uji yang digunakan pada Sedangkan ekstrak metanol selada merah
penelitian ini yaitu sebesar 1.000 ppm mengandung alkaloid, saponin, dan tanin.
yang hanya membunuh larva Artemia Pada ekstrak etil asetat selada merah
salina L. sebanyak 42,5%. mengandung alkaloid, saponin, steroid,
Toksisitas metabolit sekunder tanaman dan tanin. Dan pada ekstrak n-heksana
berkaitan dengan kemampuan pertahanan selada merah mengandung alkaloid,
diri terhadap predator. Mekanisme steroid, triterpenoid, dan tanin. Hasil uji
pertahanan diri tersebut dengan cara aktivitas sitotoksik ekstrak n-heksana
melindungi organ target maupun dengan memiliki bioaktivitas tertinggi terhadap
menghambat pembelahan sel yang terkena Artemia salina Leach. dibandingkan
kuman patogen (Cutler dan Cutler, 2000). dengan ekstrak yang lainnya dengan nilai
Menurut Kusuma, dkk (2016) ekstrak LC50 ekstrak etanol, metanol, etil asetat,
kental etanol batang karamunting positif dan n-heksana secara berturut-turut adalah
mengandung senyawa flavonoid dan 322,288 ppm; 207,827 ppm; 1468,261
terpenoid. Ekstrak etanol batang ppm; dan 170,115 ppm.
karamuntingnya memiliki nilai LC50 > 500
ppm.
Ucapan Terima Kasih
Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh
Terima kasih disampaikan kepada
tumbuhan Rhodomyrtus tomentosa yang
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
diambil di kabupaten Sukamara,
yang telah mendanai penelitian ini serta
menunjukkan adanya perbedaan hasil
kepada pihak-pihak yang membantu
yang sangat signifikan ini dipengaruhi
pelaksanaan penelitian
oleh lingkungan tumbuhnya. Intensitas
cahaya matahari, unsur hara dan umur
Daftar Pustaka
Abidah, L. (2018). Aktivitas Antioksidan pikrilhidrazil) dan Identifikasi
Ekstrak Etanol Selada Merah Golongan Senyawa Kimia Dari
(Lactuca sativa var. Crispa) dengan Fraksi Paling Aktif. Skripsi.
Metode DPPH Fakultas MIPA. Universitas
(2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Indonesia. Depok.
Skripsi. Teknologi Laboratorium Faudhan, N. (2018). Aktivitas
Medis, Fakultas Ilmu Kesehatan, Antioksidan Ekstrak n-Heksana
Universitas Muhammadiyah Selada Merah (Lactuca sativa var.
Sidoarjo. Crispa) dengan Metode DPPH
Amalina, N., (2008). Uji Sitotoksik (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil).
Ekstrak Etanol 70% Buah Merica Skripsi. Teknologi Laboratorium
Hitam (Piper nigrum L.) terhadap Medis, Fakultas Ilmu Kesehatan,
Sel HeLa, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Surakarta, Surakarta. Haryanto, E., Suhartini, T., Rahayu, E.
Anonim, (2000), Parameter Standar 1995. Sawi dan Selada. Jakarta:
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, 1, Penebar Swadaya.
3, Direktorat. Jendral Pengawasan Hayati, E. K., Fasyah, A. G., dan Sa’adah,
Obat dan Makanan Departemen L. (2010). Fraksinasi dan
Kesehatan Republik Indonesia, Identifikasi Senyawa Tanin Pada
Jakarta. Daun Belimbing Wuluh (Alverrhoa
Castritsi, C., Loannidou, J.M., Katsorchis, Bilimbi L.), Jurnal Kimia, 4 (2):
M., and Kiortsis. T. (1984). Action 193-200.
d’un dispersant du petrole sur Ilyas, A., Iin, N., dan Irmayanti. (2015).
l’epithlium intestinal de deux Senyawa Golongan Steroid dari
souches d’Artemia, 1984. Tr. J. of Ekstrak N-Heksana Kulit Batang
Zoology 22 (1998) 259-266. Kayu Bitti (Vitex Cofassus) dan Uji
Cutler, S. dan Cutler, H., (2000). Toksisitas terhadap Artemia salina
Biologically Active Natural Leach.
Product. Pharmaceuticals, CRC Juniman, P.T. (2018). WHO: Kanker
Press LLC, Boca Raton, USA: Membunuh Hampir 10 Juta Orang
1-13. di Dunia Tahun Ini. CNN
Del Bano, M.J., Lorente, J., Castillo, J., Indonesia edisi Kamis 13
Garcia, O. B., Del Rio, J. A., September 2018.
Ortuno, A., Quirin, K. W., and https://m.cnnindonesia.com/gaya-h
Gerard, D. Phenolic Diterpenes, idup/20180913133914-255-32991
Flavones, and Rosmarinic Acid 0/who-kanker-membunuh-hampir-
Distribution during the 10-juta-orang-di-dunia-tahun-ini.
Development of Leaves, Flowers, Katzung, B.G., (2002), Farmakologi
Stems, and Roots of Rosmarinus Dasar dan Klinik, Edisi III,
officinalis, Antioxidant Activity, 693-694, Penerbit. Buku
Journal of Agricultural and Food Kedokteran EGC.
Chemistry, Vol. 51 (15) : Kemenkes RI. (2018). Riset Kesehatan
4247−4253, 2003. Dasar; RISKESDAS. Jakarta:
Erawati. (2012). Uji Aktivitas Balitbang Kemenkes RI.
Antioksidan Ekstrak Daun Kristanti, A.N., Nanik, S.S., Mulyadi, T.,
Garciniadaedalanthera Pierre dan Bambang, K. (2006). Buku
dengan Metode DPPH (1,1-difenil