Anda di halaman 1dari 163

1.

Strategi section (Blue print dan tinjauan


Blue print  atau cetak biru adalah kerangka dasar yang merupakan pedoman yang
digunakan untuk merancang pengembangan soal ujian dan dapat menjamin asuhan
keperawatan yang diberikan aman dan efektif serta menggambarkan karakter utama perawat
yang diharapkan oleh pengguna.  Blue print  terdiri dari 7 (tujuh) tinjauan yaitu area
kompetensi; domain; bidang keilmuan; proses keperawatan; upaya kesehatan; kebutuhan
dasar manusia dan sistem tubuh. Setiap tinjauan menggambarkan persentasi, kedalaman,
jenis, kompleksitas dan karakteristiknya sesuai dengan kompetensi yang diharapkan pada
perawat baru lulus ( entry level for practice ). 
Selain itu,  blue print  juga menggambarkan level kompetensi yang akan diukur untuk
lulusan Ners sebagai perawat profesional. Manfaat blue print bagi calon peserta ujian adalah
memberikan informasi terhadap area dan kedalaman materi yang dujikan; gambaran tentang
metode uji yang akan digunakan dan acuan persiapan diri yang harus dilakukan. Jumlah soal
pada ujian kompetensi ners sebanyak 180 soal yang tersebar dalam masing-masing tinjauan
dan sub tinjauan. Komposisi soal uji kompetensi berdasarkan kerangka kompetensi Ners
dapat dilihat sebagai berikut:  
1.1. Blue print tinjauan 1 berdasarkan Area kompetensi terdiri dari :
a. Praktik Professional, etis, legal dan peka budaya; Isinya terkait dengan aspek etik dan
legal dalam praktik keperawatan. Soal ini dapat muncul dari semua mata ajar bidang
keilmuan keperawatan seperti KMB, Anak, Maternitas dan lain-lain. Soal ini sesuai
dengan nilai-nilai yang seharusnya dikembangkan dalam pelaksanaan praktik
keperawatan. Jumlah soal pada aspek ini pada kisaran 15-25% atau sekitar 27 – 45
soal. Contoh jumlah soal pada ukom.
b. Pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan; Isinya adalah menerapkan
prinsip-prinsip pokok dalam pemberian dan manajemen asuhan keperawatan;
melaksanakan upaya promosi kesehatan dalam pelayanan keperawatan; melakukan
pengkajian keperawatan; menetapkan diagnosa/masalah keperawatan, rencana
tindakan; melaksanakan tindakan; mengevaluasi asuhan keperawatan; menggunakan
komunikasi terapeutik dan hubungan interpersonal dalam pemberian pelayanan;
menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang aman; menggunakan hubungan
interprofesional dalam pelayanan keperawatan/pelayanan kesehatan; dan
menggunakan delegasi dan supervisi dalam pelayanan keperawatan. Soal ini tersebar
pada 9 mata kuliah ukom atau 9 mata ajar profesi ners dan berjumlah pada kisaran 65-
75% atau 117 – 135 soal. Contoh jumlah soal pada ukom.
c. Pengembangan professional. Isinya adalah menjalankan program peningkatan
profesional dalam praktik keperawatan; melaksanakan peningkatan mutu pelayanan
keperawatan dan asuhan keperawatan; dan mengikuti pendidikan berkelanjutan
sebagai wujud tanggung jawab profesi. Soal ini juga dapat diperoleh dari semua mata
ajar profesi ners dengan jumlah soal pada kisaran 5-15% atau 9 – 27 soal. Contoh
jumlah soal pada ukom.
1.2. Blue print tinjauan 2 berdasarkan Domain kompetensi terdiri dari : 
a. Cognitive (knowledge).  Isinya adalah   pengetahuan dan pengembangan kemampuan
intelektual. Tingkat kognitif yang diujikan adalah mulai dari aplikasi (C3) sampai
dengan evaluasi (C6). Jumlah soal pada kisaran 65-75% atau 117 – 135 soal
b. Pengetahuan Prosedur  ( procedural knowledge ). Isinya adalah kemampuan dalam
melakukan prosedur keperawatan. Panduan pada aspek ini adalah tindakan prosedur
yang dipelajari berupa SOP tindakan keperawatan. Jumlah soal pada kisaran 20 - 25%
atau 26 – 45 soal. 
c. Pengetahuan afektif (konatif).  Isinya adalah   kemampuan bersikap yang
melibatkan emosi dan kemampuan empati untuk mengaplikasikan nilai-nilai
profesional dalam praktik keperawatan. Jumlah soal pada kisaran 5-10% atau 9 – 18
soal. 
1.3. Blue print tinjauan 3 berdasarkan bidang keilmuan terdiri dari :
a. Keperawatan Medikal Bedah.  Isinya adalah asuhan keperawatan pada kasus-kasus
penyakit orang dewasa yang sedang atau cenderung mengalami perubahan fisiologis
atau struktur baik aktual atau risiko yang dirawat di rumah sakit atau poliklinik. Soal-
soal kebutuhan dasar manusia, patofisiologi atau ilmu dasar lainnya termasuk dalam
kelompok ini. Jumlah soal uji kompetensi dalam kisaran 25-37% atau 45 – 66 soal.
Sesuai dengan data ukom yang ada sebelumnya, nilai KMB ini menjadi indikator kuat
kelulusan seseorang. Jika mahasiswa mampu menjawab soal KMB 60 % atau sekitar
35 soal, maka besar kemungkinan peserta lulus, karena bidang keilmuan lain ternyata
mengikuti. 
b. Keperawatan Anak.  Isinya asuhan pada anak yang mengalami perubahan fisiologis
atau struktur baik aktual maupun risiko, terutama kasus kongenital, imunisasi,
masalah gizi dan masalah MDG’s yang berkaitan dengan upaya menurunkan angka
kematian anak, dan masalah penyebaran penyakit infeksi yang khas terjadi pada
semua tahapan perkembangan anak sejak neonatus sampai remaja. Jumlah soal uji
kompetensi pada kisaran 8-14% atau 14 – 25 soal. Untuk kasus anak dikonsentrasikan
pada penyakit kongenital dan juga kasus-kasus gangguan cairan. 
c. Keperawatan Maternitas.  Isinya adalah asuhan pada ibu atau wanita pada masa
reproduktif (wanita usia subur, pasangan usia subur, wanita pada masa kehamilan,
persalinan, nifas, keluarganya dan bayinya sampai 28 hari). Kisaran soal adalah 8-
14% atau 14 – 25 soal.
d. Keperawatan Jiwa.  Isinya adalah asuhan pada manusia sepanjang siklus kehidupan
dengan respon psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-
psiko-sosial baik pada tatanan pelayanan kesehatan atau masyarakat. Jumlah soal uji
kompetensi pada kisaran 8-14% atau 14 – 25 soal.
e. Keperawatan Keluarga.  Isinya adalah asuhan keperawatan yang merupakan
gabungan ketrampilan dari berbagai area keperawatan yang diberikan pada klien
keluarga pada rentang sehat sakit. Jumlah soal uji kompetensi pada kisaran 8-14%
atau 14 – 25 soal.
f. Keperawatan Komunitas.  Isinya   adalah asuhan yang ditujukan untuk individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat dalam konteks komunitas. Jumlah soal uji
kompetensi pada kisaran 8-14% atau 14 – 25 soal.
g. Keperawatan Gerontik  adalah asuhan keperawatan individu pada klien lanjut usia
(60 tahun ke atas) pada kondisi sehat atau sakit yang difokuskan pada upaya-upaya
mengatasi masalah akibat proses penuaan. Jumlah soal uji kompetensi pada kisaran 3-
9% atau 6 – 9 soal 
h. Manajemen Keperawatan  adalah pengelolaan pelayanan keperawatan dan asuhan
keperawatan yang menerapkan pendekatan fungsi-fungsi manajemen. Jumlah soal uji
kompetensi pada kisaran 3-9% atau 6 – 9 soal
i. Keperawatan Gawat Darurat  adalah asuhan keperawatan yang diberikan pada
individu yang mengancam kehidupan, terjadi secara mendadak pada kondisi
lingkungan yang tidak dapat dikendalikan (bencana). Jumlah soal uji kompetensi pada
kisaran 3-9% atau 6 – 9 soal
1.4. Blue print tinjauan 4 berdasarkan Proses Keperawatan terdiri dari :
a. Pengkajian Keperawatan.  Isinya adalah aktifitas pengumpulan data tentang status
kesehatan secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan
berkesinambungan .  Jumlah soal pada aspek ini pada kisaran 20-30% atau 36 – 54.
Soal diperoleh dari semua mata ajar profesi secara proporsional dari jumlah soal
masing-masing di mata ajar. Contoh: KMB soal pengkajian sekitar 54 x 25 % = 14
soal. 
b. Diagnosis Keperawatan.  Isinya   adalah aktifitas menganalisis data pengkajian
untuk merumuskan masalah atau diagnosa keperawatan. Jumlah soal pada aspek ini
pada kisaran 20-30% atau 36 – 54. Soal diperoleh dari semua mata ajar profesi secara
proporsional dari jumlah soal masing-masing di mata ajar. Contoh: KMB soal
diagnosis sekitar 54 x 25 % = 14 soal. 
c. Perencanaan.  Isinya adalah   rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan. Karakteristik rencana tindakan
berfokus pada apa   tindakan yang akan dilakukan. Soal diperoleh dari semua mata
ajar profesi secara proporsional dari jumlah soal masing-masing di mata ajar tersebut.
Contoh: KMB soal perencanaan sekitar 54 x 15 % = 8 soal.
d. Pelaksanaan Tindakan (implementasi).  Isinya adalah aktifitas
mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan
keperawatan. Karakteristik implementasi berfokus pada bagaimana   suatu tindakan
dilakukan. Soal diperoleh dari semua mata ajar profesi secara proporsional dari
jumlah soal masing-masing di mata ajar tersebut. Contoh: KMB, soal implementasi
sekitar 54 x 15 % = 8 soal.
e. Evaluasi.  Isinya   adalah aktifitas mengevaluasi perkembangan kesehatan klien
terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan.
Soal diperoleh dari semua mata ajar profesi secara proporsional dari jumlah soal
masing-masing di mata ajar tersebut. Contoh: KMB, soal evaluasi sekitar 54 x 10% =
5 soal.
1.5. Blue print tinjauan 5 berdasarkan Upaya Kesehatan terdiri dari :
a. Promotif.  Isinya adalah upaya meningkatkan status kesehatan klien yang dapat
berupa kegiatan pemberian informasi, mengidentifikasi faktor resiko dan mengkaji
status kesehatan, perubahan gaya hidup dan perilaku dan program pengendalian
lingkungan Soal diperoleh dari semua mata ajar profesi secara proporsional dari
jumlah soal masing- masing di mata ajar tersebut. Contoh: KMB, soal promotif
sekitar 54 x 15 % = 8 soal.
b. Preventif . Isinya adalah kegiatan atau tindakan yang hasil akhirnya berorientasi pada
pencegahan timbulnya masalah kesehatan dan/atau keperawatan. Misalnya: imunisasi,
deteksi dini, penyuluhan terhadap risiko penyakit tertentu yang sudah terlihat faktor
risikonya. Soal diperoleh dari semua mata ajar profesi secara proporsional dari jumlah
soal masing-masing di mata ajar tersebut. Contoh: KMB, soal preventif sekitar 54 x
15 % = 8 soal.
c. Kuratif.  Isinya adalah suatu kegiatan untuk mengatasi gangguan pemenuhan
kebutuhan klien melalui tindakan mandiri dan kolaborasi. Soal diperoleh dari semua
mata ajar profesi secara proporsional dari jumlah soal masing-masing di mata ajar
tersebut. Contoh: KMB, soal kuratif sekitar 54 x 40 % = 21 soal.
d. Rehabilitatif . Isinya adalah suatu kegiatan untuk mengembalikan fungsi fisiologis
dan psikososial agar dapat berfungsi secara optimal baik dalam menjalankan peran
individu, keluarga dan masyarakat. Soal diperoleh dari semua mata ajar profesi secara
proporsional dari jumlah soal masing-masing di mata ajar tersebut. Contoh: KMB,
soal preventif sekitar 54 x 15 % = 8 soal. Namun soal ini terkadang sulit didapat
secara merata dari semua mata ajar. 
1.6. Blue print tinjauan 6 berdasarkan Kebutuhan dasar Manusia terdiri dari :
a. Oksigenasi . Isinya adalah pemenuhan kebutuhan oksigenasi untuk membantu klien
yang mengalami gangguan pemenuhan oksigen akibat gangguan ventilasi, difusi,
perfusi dan transportasi. Sistem utama sebagai pemicu adalah gangguan sistem
pernapasan. Mata ajar yang cukup banyak mengeluarkan soal ini adalah KMB, anak
dan gerontik. Contoh: dari KMB, soal oksigenasi sekitar 54 x 12 % = 7 soal.
b. Cairan dan elektrolit.  Isinya adalah pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit
untuk membantu klien yang mengalami gangguan pengaturan dan pemenuhan
kebutuhan cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa. Sistem utama yang harus
dipelajari untuk kebutuhan ini adalah sistem perkemihan, gastrointesnital dan
kardiovaskuler. Mata ajar yang dominan membahas soal ini adalah KMB, Anak dan
gerontik. Soal diperoleh dari semua mata ajar profesi secara proporsional dari jumlah
soal masing-masing di mata ajar tersebut. Contoh: KMB, soal cairan dan elektrolit
sekitar 54 x 12% = 7 soal.
c. Nutrisi . Isinya adalah pemenuhan kebutuhan nutrisi mulai dari asupan makanan,
pencernaan, penyerapan dan metabolisme. Sistem utama dalam kasus ini adalah
gastrointestinal. Sedangkan mata ajar yang banyak membahas hal ini adalah KMB,
Anak, Gerontik. Contoh: KMB, soal cairan dan elektrolit sekitar 54 x 12% = 7 soal.
d. Aman dan nyaman.  Isinya adalah pemenuhan kebutuhan gangguan rasa aman dan
nyaman meliputi infeksi, cedera fisik, perilaku kekerasan, ketidakamanan lingkungan,
proses pertahanan tubuh (alergi), dan termoregulasi, nyeri, polusi, isolasi sosial.
Dibahas pada semua sistem tubuh dan mata ajar profesi termasuk jiwa dan komunitas.
Contoh: KMB, soal aman dan nyaman sekitar 54 x 12 % = 7 soal.
e. Eliminasi . Isinya meliputi pembahasan tentang gangguan sekresi dan ekskresi sisa
metabolisme tubuh termasuk urin dan fekal. Sistem yang membahas ini adalah
perkemihan dan gastrointestinal. Soal diperoleh dari semua mata ajar profesi secara
proporsional dari jumlah soal masing-masing di mata ajar tersebut. Contoh: KMB,
soal psikososial sekitar 54 x 9 % = 5 soal.
f. Aktivitas dan istirahat . Isinya meliputi gangguan mobilisasi fisik, keterbatasan
energi, tidur, istirahat dan relaksasi. Sistem yang membahas soal ini adalah
kardiovaskuler, neurovaskuler, neuromuskuler dan musculoskeletal, sedangkan mata
ajar yang banyak membahas ini adalah KMB, Gerontik, Jiwa. Soal diperoleh dari
semua mata ajar profesi secara proporsional dari jumlah soal masing-masing di mata
ajar tersebut. Contoh: KMB, soal psikososial sekitar 54 x 9 % = 5 soal.
g. Psikososial . Lingkup gangguan psikososial meliputi gangguan perilaku, koping,
emosional, peran dan hubungan, serta persepsi diri. Soal diperoleh dari semua mata
ajar profesi secara proporsional dari jumlah soal masing-masing di mata ajar tersebut.
Contoh: KMB, soal psikososial sekitar 54 x 9 % = 5 soal.
h. Komunikasi . Lingkupnya adalah pemenuhan kebutuhan komunikasi meliputi
penerapan teknik komunikasi dan gangguan penerimaan, interpretasi, serta ekspresi.
Soal diperoleh dari semua mata ajar profesi secara proporsional dari jumlah soal
masing-masing di mata ajar tersebut. Contoh: KMB, soal komunikasi sekitar 54 x 9 %
= 5 soal. Namun soal ini banyak ditemukan pada soal jiwa. 
i. Belajar . Lingkupnya adalah pemenuhan kebutuhan belajar meliputi pemahaman dan
kemampuan mengaplikasikan informasi dan pengetahuan untuk meningkatkan,
mempertahankan serta memulihkan status kesehatan. Soal diperoleh dari semua mata
ajar profesi secara proporsional dari jumlah soal masing-masing di mata ajar tersebut.
Contoh: KMB, soal sekitar 54 x 5 % = 3 soal.
j. Seksualitas . Lingkupnya adalah pemenuhan kebutuhan gangguan seksualitas
meliputi identitas seksual, fungsi seksual dan reproduksi. Soal diperoleh dari semua
mata ajar profesi secara proporsional dari jumlah soal masing-masing di mata ajar
tersebut. Contoh: KMB, soal preventif sekitar 54 x 5 % = 3 soal.
k. Nilai dan keyakinan.  Lingkupnya adalah nilai dan keyakinan meliputi spiritual,
nilai, keyakinan, pola aktivitas ritual dan latar belakang budaya yang mempengaruhi
kesehatan. Soal diperoleh dari semua mata ajar profesi secara proporsional dari
jumlah soal masing-masing di mata ajar tersebut. Contoh: KMB, soal preventif sekitar
54 x 5 % = 5 soal.
Semua tinjauan ini terkadang tidak terlalu mengikat sehingga kemungkinan ada
perbedaan presentase dari setiap mata ajar profesi. Karena padanan tinjauan 7 yaitu sistem
tubuh sudah termasuk dalam rangkaian tinjauan 6 di atas, maka tinjauan 7 ini tidak dibahas
secara spesifik. Pemetaan jumlah soal, materi dan contoh soal dapat dilihat pada  theory &
practice test . Pola utama yang ditonjolkan ada berdasarkan pada mata ajar profesi dengan
maksud soal-soal tersebut dibuat dan dikembangkan oleh pengampu mata ajar profesi masing
masing. 

Soal Blue Print :


1) Salah satu aspek dalam blue print adalah upaya kesehatan yang mengarah pada pembagian
masalah promotif lesehatan, preventif, kuratif, dan rehabilitative.
Berapakah besar nya soal yang bersifat kuratif dalam uji kompetensi ?
a. 27 soal
b. 35 soal
c. 40 soal
d. 45 soal
e. 50 soal
2) Dalam blue print telah di sepakati persentase dari setiap mata ajar yang akan di ujikan.
Mulai dari presentase 25-30 persen sampai 3-7 persen.
Manakah mata ajar yang di berikan porsi paling besar dalam soal uji tersebut ?
a. Keperawatan anak
b. Keperawatan gawat darirat
c. Keperawatan medical bedah
d. Keperawatan komunitas
e. Keperawatan anak
3) Area kompetensi ners terdiri dari 7 tinjauan mulai dari area kompetensi, domain, mata ajar
sampai dengan system tubuh, salah satu nya adalah tinjuan psikososial.
Termasuk kelompok manakah tinjuan tersebut ?
a. Area kompetensi
b. Sistem tubuh
c. Upaya kesehatan
d. Kebutuhan dasar manusia
e. Domain uji kompetensi
4) Salah satu tinjuan uji kompetensi adalah mata ajar. Terdapat 9 tinjuan dalam hal ini yaitu
mata ajar KMB, Anak, Maternitas, Jiwa, Gerontik, Keluarga, Komunitas, Gadar dan
Manajemen.
Manakah dari mata ajar tersebut yang paling mempengaruhi kelulusan Ukom
a. Mata ajar anak
b. Mata ajar maternitas
c. Mata ajar KMB
d. Mata ajar gadar
e. Mata ajar komunitas
5) Lingkup Komunikasi adalah pemenuhan kebutuhan komunikasi meliputi penerapan teknik
komunikasi dan gangguan penerimaan, interprestasi serta ekspresi. Soal di peroleh dari
semua mata ajar profesi secara proporsional dari jumlah soal masing-masing di mata ajar
tersebut.
a. Keperawatan gerontik
b. Keperawatan anak
c. Keperawatan jiwa
d. Keperawatan gawat darurat
e. Keperawatan keluarga
6) Komposisi soal uji kompetensi di susun berdasarkan kerangka kompetensi ners Indonesia.
Salah satu nya adalah berdasarkan aspek pengkajian. Pengkajian dalam proses
keperawatan dengan kisaran soal 20-30 % atau sekitar 36-54 soal.
Manakah aktifitas do bawah ini yang merupakan aspek pengkajian ?
a. Aktifitas mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap tindakan dalam
pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah di tetapkan
b. Aktifitas pengumpulan data tentang status kesehatan secara sistematis,
menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan.
c. Aktifitas menganalisis data pengkajian untuk merumuskan masalah atau diagnose
keperawatan
d. Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan
meningkatkan kesehatan , karakteristik rencana tindakan berfokus pada apa
tindakan yang akan di lakukan
e. Aktifitas melaksanakan tindakan yang sudah di rencankan sebelumnya untuk
mendapatlan hasil yang terbaik
7) Asuhan keperawatan pada kasus-kasus penyakit orang dewasa yang sedang atau
cenderung mengalami perubahan fisiologis atau struk baik actual maupun risiko yang di
rawat di rumah sakit atau poliklinik, banyak di bahas soal-soal kebutuhan dasar manusia,
patofisologi atau ilmu dasar lainnya
Manakah kelompok kelimuan yang banyak menmbahas hal tersebut dalam blue print?
a. Keperawatan anak
b. Keperawatan maternitas
c. Keperawatan medical bedah
d. Kepeawatan gawat darurat
e. Keperawatan gerontik
8) Aktitas dan istirahat, isinya meliputi gangguan mobilisasi fisik, keterbatasan energy, tidur,
istirahat dan relaksasi. Sistem yang membahas soal ini ada;ah kardiovaskuler,
neurovaskuler, neuromuskuler dan musculoskeletal.
Manakah mata ajar yang paling sedikit membahas tentang materi tersebut
a. Keperawatan gerontik
b. Keperawatan jiwa
c. Keperawatan medical bedah
d. Keperawatan gawat darurat
e. Keperawatan anak
9) Cairan dan elektrolit adalah pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit untuk membantu
klien mengalami gangguan pengaturan dan pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit dan
keseimbangan asam basa.
manakah sistem yang paling sedikit membahas tentang hal tersebut ?
a. Sistem perkemihan
b. Sistem gastrointestinal
c. Sistem integument
d. Sistem kardiovaskuler
e. Sistem muskuloskeletal
10) Tinjauan 4 berdasarkan proses keperawatan terdiri dari pengkajian keperawatan,
menentukan diagnose keperawatan, membuat perencanaan keperawatan, implementasi
keperawatan dan evaluasi
Manakah presentase soal yang paling sedikit diantara kelima hal tersebut
a. Aspek pengkajian
b. Aspek diagnosis
c. Aspek perencanaan
d. Aspek implementasi
e. Aspek evaluasi
2. Strategi/ tips and trick menjawab soal  
Definisi dan cakupan soal
Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan
gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Kata
strategi berasal dari bahasa  Yunani “strategia” yang diartikan sebagai “the art of the general”
atau seni seorang untuk mencapai tujuan. Strategi merupakan tindakan yang
bersifat incremental  (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan
sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para penikmat di masa depan. Dengan
demikian, strategi selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang
terjadi.
Strategi menjawab soal diartikan sebagai pola pemikiran dan tindakan untuk
mempermudah, memahami dan menemukan jawaban benar dari semua pilihan yang ada.
Hanya satu pilihan yang paling tepat di antara pilihan lainnya ( one best answer ). Empat
pilihan lainnya, tingkat kebenarannya lebih kecil dibanding dengan pilihan yang benar.
Pilihan yang salah ini disebut distractor  (pengecoh). Daya kecoh semakin besar bila yang
memilih pilihan salah itu semakin banyak dan yang dianggap baik minimal yang memilih
option itu 5 persen. Untuk mendapat jawaban yang paling tepat dan benar perlu dilihat dari
berbagai sudut pandang sebelum menentukan pilihan.
Uji kompetensi adalah uji sumatif maka bentuk soal yang dikembangkan dan diujikan
adalah soal-soal untuk mengambil keputusan klinik, prosedur klinik dan alasan tindakan
klinik dilakukan. Yang dimaksud keputusan klinik adalah mulai penentuan dan kepastian
temuan data abnormal, menganalisis data dan menentukan masalah, membuat rencana
tindakan yang sesuai dengan masalah yang dimunculkan dan mengimplementasikan rencana
yang sudah dibuat dan pada akhirnya menilai apakah tindakan tersebut membantu pasien atau
menyembuhkan atau tidak (evaluasi keberhasilan). Di samping itu perlu ada evaluasi
terhadap dasar pemikiran dari keputusan klinik tersebut, maka dikembangkan juga soal-soal
yang bernilai rasional dan mekanisme suatu kejadian. Misalnya menanyakan soal penyebab
dan tujuan dilakukan tindakan.

1.2 Tehnik menjawab soal

1.2.1 Tehnik umum

Tehnik dasar yang harus dimiliki adalah kemampuan untuk membaca (mengerti saat
pertama membaca). Kejadian yang sering timbul dalam membaca soal adalah
ketidakmampuan untuk mengambil atau memahami isi esensial dari badan soal yang sedang
dibaca. Akibatnya badan soal dibaca secara berulang dan menghabiskan waktu. Badan soal
yang dibuat dalam uji kompetensi telah diperkirakan mampu dibaca dan dipahami oleh
kebanyakan peserta dalam 40-45 detik. Soal secara utuh dapat diselesaikan rata-rata dalam
satu menit atau 60 detik. Jika peserta membaca satu soal melebihi batas waktu tersebut maka
dapat dipastikan tidak akan mampu menyelesaikan semua soal dengan penalaran yang baik
dan tentu mengurangi kemungkinan menjawab soal dengan benar. Oleh karena itu perlu ada
latihan dan koreksi diri dari setiap individu terkait hal ini. Istilah yang sering digunakan
adalah belajar membaca efektif.
Setiap badan soal atau kasus maksimal dibaca dua kali sudah dapat dipastikan
arahnya. Ada dua tahap urutan membaca yaitu scamming dan scanning . Scamming adalah
cara membaca keseluruhan kasus dengan hati-hati dengan menyimak ide utama dari soal
tersebut. Setelah dibaca tarik kesimpulan secara utuh. Apa ide utamanya dan ke mana arah
soal dibawa. Kemampuan ini biasanya didukung oleh kemampuan komprehensif dari peserta.
Jika sudah ditemukan ide pokoknya ( main idea)  tentu tahap berikutnya lebih mudah yakni
menemukan jawaban yang paling sesuai dengan main idea  tersebut. Soal dianggap baik bila
dalam kasus memang ditemukan ide utamanya, sebaliknya jika ide utama ini tidak ditemukan
maka soal itupun dikatakan bias dan ambigu dan sudah pasti juga tidak akan memenuhi
unsur close the option role.
Selanjutnya, jika pembaca merasakan adanya keragu-raguan dalam menemukan ide
utamanya dalam pembacaan pertama, maka dapat dilanjutkan dengan membaca tehnik kedua
yaitu scanning yakni membaca sekali lagi dua ide yang terkandung dalam soal tersebut yang
masih dirasa membingungkan dengan membacanya lebih detail dan hati-hati. Hal ini muncul
biasanya disebabkan oleh dekatnya ide pokok dan ide pengecoh atau data yang dihadirkan
dalam badan soal tersebut terlalu dekat, sehingga sulit untuk membedakan ide yang satu
dengan ide lainnya. Jadi scanning ini tujuannya untuk memperjelas ide yang mana lebih kuat
antara ide yang ada dalam soal tersebut. Keseluruhan waktu untuk membaca ini maksimal 45
detik mengingat waktu untuk menjawab satu soal secara keseluruhan adalah satu menit.
Limabelas detik selanjutnya dapat digunakan untuk membaca pertanyaan dan menentukan
pilihan jawaban. Karena main idea  sudah ditemukan pada scamming  dan  scanning  maka
akan jauh lebih mudah untuk menemukan jawabannya. Perlu dicatat bahwa jika saat proses
scamming telah ditemukan idenya dengan jelas tidak perlu lagi melanjutkan ke scanning
langsung saja ke pertanyaan soal dan jawaban soal tersebut. Sebagai tambahan cara yang
umum orang pakai adalah membuang paling tidak 3 jawaban yang pasti salah menurut
saudara. Hati-hati dalam tehnik ini jangan sampai membuang jawaban yang benar.
Selanjutnya adalah mempertimbangkan secara matang mana di antara dua yang tersisa
tersebut lebih kuat itulah anda yakini sebagai jawaban yang benar. Segera berlatih pada
contoh-contoh soal yang disiapkan pada theory & practice test.
1.2.2 Tehnik khusus
Sebenarnya tehnik khusus ini tidak diperlukan lagi, jika tehnik umum tersebut di atas
telah dipahami dan digunakan dengan baik oleh pembaca. Tehnik khusus ini adalah tehnik
atau strategi semata-mata untuk mengurangi kemungkinan salah. Atau strategi untuk
mencoba mengurangi kesalahan dengan melihat langkah demi langkah. Karena bentuk soal
tersebut terutama untuk pengambilan keputusan klinik sementara keputusan klinik
keperawatan menggunakan proses keperawatan maka di bawah ini akan diuraikan tipe-tipe
soal dan strategi menjawabnya sesuai dengan tahapan tersebut. Lagi pula soal-soal yang ada
biasanya berdasarkan ke lima proses tersebut walaupun ada bentuk yang lain seperti
menanyakan tujuan, jastifikasi atau rasional dan mekanisme penyakit, tapi tidak terlalu
banyak.
Ide yang masuk akal untuk dipelajari adalah kenali bagaimana soal itu dibuat.
Bagaimana penulis soal menitipkan ide-ide yang mewakili kompetensi mata ajar yang ada
pada setiap mata ajar. Uji kompetensi ini adalah tool  untuk meyakinkan seseorang kompeten
atau tidak maka sudah barang tentu yang dihadirkan adalah materi-materi pokok. Hal ini juga
harus dipahami oleh peserta dalam upaya untuk menyatukan energi yang “kurang “ tersebut
ke hal-hal pokok.
1.2.2.1 Tehnik menjawab soal pengkajian  

Hal ini dapat dimulai dengan pertanyaan bagaimana soal jenis ini dibuat dan
bagaimana cara menitipkan ide soalnya. Soal pengkajian ini dibuat biasanya dengan
menghilangkan salah satu data mayor atau data utama dalam stem (kasus) yang mengarah
pada kesimpulan untuk menentukan masalah keperawatan. Misal dalam kasus tergambar
bahwa diagnose keperawatan yang digambarkan dalam kasus tersebut deficit volume cairan,
namun data yang pokok belum terlihat seperti urin output atau tekanan darah, maka diagnose
keperawatan akan menjadi ragu perlu ada data yang digunakan untuk memastikannya. Misal
urin output atau tekanan darahnya. Karena deficit cairan paling akurat misalnya dapat
dibuktikan dengan turunnya urin output secara signifikan atau turunnya tekanan darah secara
signifikan. Di sinilah pentingnya memahami baku mutu atau nilai normal dari setiap
komponen tubuh. Tipe lain adalah dengan mencantumkan fungsi-fungsi tertentu dalam kasus
yang selanjutnya diklarifikasi dengan pertanyaan apakah yang mengalami gangguan. Jadi
kemampuan anatomi dan fisiologi sangat penting dalam kaitan ini. Misal dalam kasus
digambarkan adanya gangguan menelan dan mulut mencong. Lanjut pertanyaan adalah
manakah saraf yang mengalami gangguan. Tentu jawabannya adalah saraf yang mengatur
menelan (saraf 10) dan mengatur mulut (saraf 7). Kata kunci mampu menjawab soal ini
adalah mengenali dan memahami dengan baik data-data utama yang diperlukan dalam
menentukan masalah, mengenali nilai baku mutu (nilai normal) dan fungsi-fungsi
(fisiologi) normal tubuh. Segera berlatih pada contoh-contoh soal yang disediakan pada
theory & practice test.

1.2.2.2 Tehnik menjawab soal masalah (diagnosis) keperawatan

Masalah keperawatan merupakan hasil analisis data dari sebuah kasus yang tampil
sebagai stem. Stem ditata sedemikian rupa sehingga menggambarkan masalah yang
sesungguhnya. Data-data yang mengacu pada satu masalah adalah gabungan beberapa data
yang saling sinergis atau secara fisiologis perubahannnya saling berhubungan. Berarti untuk
menentukan masalah harus didapatkan data pada kasus yang saling berhubungan. Data
tersebut pastilah data dominan atau data mayor. Tidak ada masalah keperawatan yang hanya
didukung oleh satu data saja. Untuk menentukan masalah minimal didukung oleh dua data,
itupun harus yang utama. Inilah pentingnya  scamming  dan scanning untuk memastikan
apa main stream  datanya. Banyak data perancu yang juga dituliskan dalam stem . Hati-hati
dengan data perancu ini, karena data ini sengaja ditambahkan untuk memancing peserta
menjawab sesuai dengan data perancu tersebut. Data tersebut seolah-olah menggambarkan
masalah (namun semu atau bukan masalah utama) yang ditonjolkan pada kasus. Misal pasien
mual lalu di- option disebutkan gangguan nutrisi. Pertanyaannya adalah apakah benar orang
hanya mual saja sudah gangguan nutrisi Kunci sukses menjawab soal ini adalah mampu
mengenali main stream data (paling dominan) yaitu dengan ciri fokus data jelas, sehingga
akan ditemukan ciri yang harus didapat dalam soal adalah memenuhi unsur close the
option role, yang mana tanpa melihat option sekalipun kita sudah tahu arah
jawabannya.  Segera berlatih pada contoh-contoh soal yang disediakan pada theory &
practice test.
1.2.2.3 Tehnik menjawab soal Intervensi/implementasi

Paling utama dalam jenis soal ini adalah menentukan apa sebenarnya yang paling
dipermasalahkan (masalah keperawatan) dalam kasus ini atau dengan kata lain adalah apa
masalah utamanya. Intervensi/implementasi adalah tindakan untuk menyelesaikan masalah.
Tindakan untuk menyelesaikan masalah tersebut tentunya tidak satu namun ada beberapa.
Kesulitan utama adalah bagaimana memilih satu di antara semua yang dihadirkan dalam
option. Tindakan yang dipilih juga yang paling menolong atau membantu tidak membedakan
apakah tindakan itu mandiri atau tindakan kolaborasi (tidak sedang mengutamakan tindakan
mandiri atau kolaborasi). Prioritas tindakan yang penting adalah yang lebih mengancam
hidup jika tidak ditolong. Dapat berupa tindakan aktual ataupun tindakan pencegahan.
Contoh: Ada kecelakaan termyata datanya ada memar daerah bahu, wajah dan daerah leher,
maka apapun alasannya yang harus dicegah sebelum tindakan lainnya adalah tindakan yang
mencegah manipulasi leher, karena dengan kondisi seperti itu pasti dapat diduga adanya
fraktur servikal. Ini sangat berbahaya terhadap nyawa penderita walaupun juga
ada  gurling  misalnya.
Bagian tindakan penting dalam implementasi keperawatan adalah tindakan prosedur
(SOP). Tindakan ini ada urutannya dan urutan ini tidak dapat dipertukarkan harus demikian.
Hal penting yang harus diperhatikan dalam soal ini adalah tahapan tindakan yang
mengandung unsur keselamatan pasien. Jika tidak dikerjakan atau dikerjakan dengan cara
yang salah, maka akan berisiko terhadap keselamatan pasien bahkan mungkin dapat
mengancam nyawa. Setiap tindakan pasti ada langkah yang sangat penting dan krusial yang
tidak boleh salah melakukannya apalagi lupa dilakukan. Contoh dalam hal ini adalah
prosedur pasang kateter yang harus menjadi perhatian khusus adalah tehnik steril dan
menjamin kateter itu masuk dan fiksasi kateternya tidak di daerah uretra. Contoh lain
pemasangan NGT maka yang paling penting adalah menjamin bahwa NGT tersebut masuk
lambung. Tindakannya adalah test masuknya NGT di lambung.
Kunci kesuksesan dalam menjawab soal intervensi/implementasi ini adalah
mengenali dengan jelas diagnose keperawatan yang tepat, memilih tindakan yang paling
menolong untuk kasus tersebut (yang mengancam hidup) berdasarkan data dominan yang
diungkapkan dan memahami dan mempraktekan prosedur (SOP) dengan baik . Cara
membuang 3 option yang tidak mungkin juga boleh digunakan jika sangat membingungkan.
Lalu pastikan di antara dua jawaban yang dianggap benar tadi dipastikan mana yang lebih
kuat. Segera latihan dengan soal yang telah disediakan pada theory & practice test.

1.2.2.4 Tehnik menjawab soal Evaluasi

Evaluasi adalah melakukan pengkajian kembali setelah tindakan dilakukan untuk


menyelesaikan satu masalah. Soal ini biasanya bersumber dari kriteria evaluasi yang sudah
ditentukan sebelumnya. Namun dalam perjalanannya jarang memunculkan kriteria hasil pada
kasus. Maka pastikan bahwa setiap tindakan atau sekelompok tindakan yang dilakukan selalu
ada hasil yang diharapkan. Hasil tersebut biasanya sesuai dengan tujuan atau kriteria tujuan
untuk melihat keberhasilan tindakan. Misal tindakan untuk mengatasi cairan adalah cairan
terpenuhi. Ciri dari cairan terpenuhi adalah tekanan darah, urin output, frekuensi nadi
kembali normal (sesuai ukuran baku mutu) dan atau tanda lainnya sebagai kriteria perbaikan
cairan. Kunci keberhasilan dalam soal ini adalah mengenali aspek apa yang harus dinilai
setelah melakukan sekelompok atau satu tindakan dan nilai baku mutu fisiologis
tubuh. Dapat juga diterapkan cara 3 option yang paling tidak mungkin dibuang dan
selanjutnya di antara dua option yang tersisa pastikan diplih yang paling baik. Silahkan
berlatih dengan soal yang telah disediakan pada theory & practice test.
Soal :
1) Model soal uji kompetensi semua menggunakan soal dengan 5 pilihan jawaban. Dari 5
pilihan tersebut ada satu jawaban yang paling benar sesuai dengan kasus atau cerita yang
di sampaikan (vignette). Kelima jawaban tersebut satu sama lain hampir sama karena
memang itulah syarat pilihan yng baik. Semakin mirip pilihan tersebut satu sama lain soal
akan menjadi semakin sulit dijawab.
Apakah nama pilihan pendamping yang bukan menjadi jwaban benar tersebut :
a. Konsinyator
b. Kontraktor
c. Konsilator
d. Distractor
e. simulator
2) evaluasi adalah kegiatan penting yang merupakan sebuah siklus dari proses keperawatan
dan merupakan factor penentuan yang dianggap proses keperawatan itu berhasil atau
tidak.
Apakah pengertian yang tepat untuk evaluasi tersebut ?
a. hasil analisis data dari sebuah kasus yang tampil sebgai stem
b. tindakan untuk menyelesaikan masalah dalam beberapa tahap
c. pengkajian kembali setelah tindakan di lakukan untuk menyelesaikan satu
masalah
d. mengenali dengan baik data-data yang di perlukan dalam menentukan masalah
e. membuat perencanaan ulang setelah melakukan tindakan keperawatan
3) soal uji kompetensi banyak juga mengandung jenis uji berupa soal intervensi dan
implementasi. Ada kunci kesuksesan dalam menjawab soal intevensi/implementasi
tersebut.
Apakah yang di maksud dalam kasus tersebut ?
a. mengenali dengan jelas diagnose keperawatan yang tepat, memilih tindakan
yang paling menolong untuk kasus tersebut
b. mampu mengenali main stream data ( paling dominan) yaitu dengan ciri focus data
jelas
c. mengenali dan memahami dengan baik data-data utama yang di perlukan dalam
menentukan masalah
d. mengenali aspek apa yang harus di nilai setelah melakukan sekelompok atau satu
tindakan
e. melakukan tindakan prosedur sesuai dengan apa yang di pikirkan perawat

4) umumnya soal itu rangkai dnegan stimulasi proses keperawatan mulai dari pengkajian
sampai evaluasi. Setiap jenis soal tersebut memiliki cara dan kata kunci untuk
mendapatkan kebenaran dan di perlukan pengetahuan yang cukup selain kata kunci
tersebut termasuk merangkai proses adanya hubungan data satu dengan data lain yang
saling sinergi.
Apakah kunci keberhasilan untuk menjawab soal pengkajian
a. mengenali dan memahami dengan baik data-data utama termasuk nilai baku
mutu yang diperlukan dalam menentukan masalah dan fisiologis tubuh
b. menghubungkan data satu dengan lainnya untuk dapat menjadi sebuah kesimpulan
c. mengenali aspek yang harus di nilai setelah melakukan tindakan dan menentukan
nilai baku mutu fisiologis tubuh
d. mengenali dengan jelas rangkaian analisis untuk menetapkan satu masalah atau
diagnosis keperawatan yang tepat
e. menyatukan berbagai data yang saling berhubungan untuk memastikan data yang
sedang di kaji benar atau salah
5) kemampuan membaca yang benar adalah kunci keberhasilan dalam memahami dan
menjawab soal uji kompetensi. Cara yang baik adalah membaca keseluruhan kasus degan
hati-hati dengan menyimak ide utama dari soal tersebut.
Apakah istilah yang tepat digunakan untuk kemampuan membaca seperti kasus tersebut ?
a. scamming
b. reading
c. scanning
d. focusing
e. feeling
MANAJEMEN KEPERAWATAN

Materi kisi-kisi pembelajaran, soal dan pembahasan terkait manajemen keperawatan meliputi
bahan kajian fungsi dan peran manajemen keperawatan dalam mendukung pemberian asuhan
keperawatan pasien yang dilakukan oleh seorang Ners sebagai perawat pelaksana. Konteks
materi pembekalan dan pengembangan soal dalam siNERSI  ini  bukan berkaitan
dengan   setting  Ners sebagai tupoksi kepala ruang dan  bukan  juga berkaitan
dengan  setting  Ners sebagai tupoksi kepala bidang keperawatan. 
Fungsi manajemen keperawatan  yang dilaksanakan seorang Ners adalah  POSAC dalam
mengelola pasien  meliputi perencanaan/  planning   ( P ),
pengorganisasian/  organizing  ( O ), pengelolaan staf/ ketenagaan/  staffing  ( S ),
pengarahan/  directing /  actuiting  ( A ), dan pengendalian/  controlling  ( C ) dalam konteks
mendukung proses pemberian asuhan keperawatan langsung pada pasien baik di ruang rawat
maupun di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.  Peran Ners  sebagai manajer asuhan
keperawatan termasuk peran  interpersonal ,  informasional , dan  decisional . 
Seorang Ners dalam memberikan asuhan keperawatan perlu menjalankan peran sebagai
manajer pasien atau sebagai pengelola asuhan keperawatan pasien kelolaannya. Minztberg
(1990) dalam Robbins & Judge (2017) menyebutkan tiga peran pengelola, yaitu peran
interpersonal, informasional, dan pengambilan keputusan ( decisional ). 
Peran interpersonal meliputi tiga sub peran, yaitu  figure head ,  leader , dan  liaison .
Peran  figure head  ditunjukkan untuk menginspirasi pasien dan rekan tim kerjanya dengan
menampilkan figur yang dihormati serta menunjukkan sikap dan perilaku sesuai norma dan
nilai yang berlaku. Peran sebagai  leader  atau pemimpin ditunjukkan melalui kemampuan
mempengaruhi dan memotivasi pasien untuk mencapai tujuan asuhan.
Peran  liaison  ditunjukkan dengan memelihara jaringan informasi/ komunikasi yang baik
dengan pasien dan anggota tim keperawatan maupun kesehatan lain. 
Peran informasional meliputi peran  monitor ,  disseminator , dan  spokesperson .
Peran  monitor  dilakukan Ners dengan mengobservasi perkembangan asuhan pasien.
Peran  disseminator  dilakukan Ners dengan berbagi informasi dan memberikan informasi
terkait perubahan status pasien yang perlu perhatian. Seorang Ners dapat menunjukkan
peran  spokesperson  atau juru bicara pasien agar berbagai pihak memahami tujuan asuhan
dengan baik.
Peran pengambilan keputusan atau  decisional  meliputi  enterpreneur , penanganan masalah,
pengalokasi sumber daya, dan negosiator. Peran  enterpreneur  dilakukan dengan
menciptakan serta mengendalikan perubahan tata kelola pasien dalam tim. Peran penanganan
masalah, dilakukan dengan memberikan solusi terbaik dalam mengatasi permasalahan pasien.
Peran pengalokasi sumber daya dilakukan dengan mengalokasikan sumber daya yang
dibutuhkan pasien. Peran negosiator dilakukan agar pasien dapat dan bersedia mendukung
tujuan asuhan.
Materi kisi-kisi pembelajaran manajemen keperawatan ini juga secara khusus
menguraikan  gaya kepemimpinan  yang menjadi bagian dari peran interpersonal,
materi  metode asuhan keperawatan  sebagai bagian dari fungsi pengorganisasian,
materi  tingkat ketergantungan pasien  sebagai bagian dari fungsi ketenagaan,
materi  manajemen konflik  sebagai bagian dari fungsi pengarahan, dan
materi  keselamatan pasien  yang menjadi bagian dari fungsi pengendalian. Materi fungsi
dan peran manajemen keperawatan seorang Ners juga dikaitkan dengan  modalitas dalam
manajemen keperawatan  dan penerapan  aspek etik dan legal  dalam manajemen
keperawatan. 

1. Gambaran Fungsi Manajemen Keperawatan


Fungsi manajemen keperawatan merupakan tahapan/ langkah dalam proses pengelolaan
sistem asuhan dan pelayanan keperawatan. Tahapan ini dilaksanakan seorang Ners saat
memberikan asuhan keperawatan agar tujuan asuhan dan pelayanan keperawatan tercapai.
Apabila ada satu fungsi manajemen tidak dilaksanakan maka visi, misi, dan tujuan asuhan
dan pelayanan keperawatan tidak mudah untuk diwujudkan. 
Gambaran singkat Fungsi Manajemen dalam Keperawatan:
1. Perencanaan 
Perencanaan merupakan proses/ kegiatan yang diawali dengan menetapkan tujuan,
menentukan rencana kegiatan, menentukan kebutuhan personil, merancang proses dan
hasilnya, serta memodifikasi rencana yang diperlukan. Fokus kegiatan fungsi perencanaan
seorang Ners adalah pada perencanaan yang mendukung asuhan keperawatan pada pasien,
misalnya merencanakan kebutuhan asuhan yang disiapkan Ners untuk mendukung
pelaksanaan asuhan keperawatan. Fungsi ini dilakukan sebelum seorang Ners melaksanakan
fungsi manajemen keperawatan lainnya.
2. Pengorganisasian 
Pengorganisasian merupakan proses/ kegiatan pengelompokkan aktifitas untuk mencapai
tujuan pengelolaan pasien, penentuan uraian tugas, dan cara pengkoordinasian, baik secara
vertikal maupun horizontal. Kegiatan fungsi pengorganisasian perlu memenuhi  prinsip-
prinsip pengorganisasian , yaitu rantai komando, kesatuan komando, rentang kendali, dan
spesialisasi. Kegiatan penyusunan struktur organisasi dapat meningkatkan kemampuan dalam
berkoordinasi dan berkomunikasi, mengembangkan pola hubungan antar staf secara
horizontal maupun vertikal, serta memperjelas wewenang, tanggung jawab, dan tanggung
gugat. Penerapan fungsi pengorganisasian berfokus pada pemberian dukungan dalam
penerapan metode pemberian asuhan keperawatan yang tepat, efektif, dan sesuai dengan
kebutuhan pasien.
3. Pengelolaan staf /  ketenagaan  merupakan kegiatan penyusunan dan pengembangan
ketenagaan untuk meningkatkan kinerja secara efektif dan efisien. Penerapan fungsi
pengelolaan staf difokuskan pada mempersiapkan ketenagaan yang kompeten dan
terstandar. Kegiatan ketenagaan seorang Ners adalah menentukan tingkat
ketergantungan pasien dan menyesuaikan jumlah perawat yang dibutuhkan sesuai
tingkat ketergantungan pasien tersebut. 
4. Pengarahan  merupakan kegiatan mengarahkan atau membelajarkan pasien.
Penerapan fungsi pengarahan berfokus pada penerapan kepemimpinan yang efektif
dalam membentuk perilaku pasien dan keluarga sesuai dengan tujuan asuhan
keperawatan.  
5. Pengendalian  merupakan suatu kegiatan untuk memastikan pencapaian kinerja
seorang Ners sesuai dengan rencana, pedoman, regulasi dan kebijakan yang berlaku.
Penerapan fungsi pengendalian berfokus pada penerapan indikator mutu layanan
keperawatan secara efektif untuk menjamin mutu asuhan.
2. Gaya kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-
kegiatan dari kelompok pasien yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan.
1. Implikasi Kepemimpinan
Kepemimpinan menyangkut pasien dan keluarga, suatu pembagian  wewenang   yang
seimbang di antara perawat untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien dan dapat
memberikan pengarahan kepada pasien.
2. Jenis Gaya Kepemimpinan
1. Otokratik:
1. Dalam hal pengambilan keputusan, Ners tipe otokratik akan bertindak sendiri
dan memberitahukan kepada para staf perawat lain maupun pasien bahwa ia
telah mengambil keputusan tertentu.
2. Dalam membina hubungan dengan staf perawat maupun pasien, Ners tipe
otokratik menggunakan pendekatan formal berdasarkan kedudukan dan
statusnya dalam organisasi.
3. Kurang mempertimbangkan apakah kepemimpinannya diterima atau tidak.
2. Laissez Faire :
1. Bergaya santai dalam memimpin asuhan keperawatan
2. Mendelegasikan tugas kepada staf perawat maupun pasien dengan pengarahan
yang minimal atau bahkan tanpa pengarahan sama sekali
3. Sering dianggap sebagai pemimpin yang kurang bertanggung jawab terhadap
kegiatan yang dipimpinnya
4. Mementingkan hubungan atau relasi
5. Hubungan yang terjadi lebih kepada hubungan informal, hubungan formal
sering dihindari
6. Memandang staf perawat dan pasien mempunyai tingkat kematangan dan
kedewasaan tinggi baik teknis maupun mental. 
7. Lebih mementingkan kepuasan psikologis staf perawat dan pasien daripada
kepuasaan kebendaan
8. Berorientasi pada hubungan daripada tugas karena dengan adanya hubungan
intim maka tugas akan diselesaikannya sesuai tanggung      jawabnya.

3. Demokratik:
1. Mengikusertakan staf perawat dan pasien dalam pengambilan keputusan
2. Menekankan adanya hubungan yang serasi, yaitu keseimbangan hubungan
formal dan informal
3. Memperlakukan staf perawat sebagai orang yang sudah dewasa
4. Memuaskan segenap kebutuhan staf perawat dan pasien
5. Menjaga keseimbangan antara orientasi tugas dan hubungan
3. Metode asuhan keperawatan
Adalah suatu metode yang digunakan oleh manager keperawatan untuk memutuskan metode
penugasan perawat di dalam masing-masing unit keperawatan.
1. Model Sistem Penugasan
Dasar pertimbangan pemilihan model asuhan keperawatan atau sistem penugasan sesuai
dengan visi dan misi institusi, yaitu:  The choice of an organization model involves staff
skills, availability of resources, patient acuity, and the nature of the work to be
performed  (Marquis & Huston, 2015).
2. Jenis model sistem penugasan 
1. Keperawatan Tim
Kelompok perawat yang bekerja sebagai suatu tim dengan dipimpin oleh ketua tim yang
dipilih berdasarkan pengalaman kerja, kepemimpinan dan senioritas.
2. Model Primer
Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek asuhan keperawatan selama 24 jam, dari
hasil pengkajian kondisi pasien dan mengkoordinir asuhan keperawatan hingga evaluasi
kondisi pasien dan pengendalian mutu asuhan keperawatan, menunjukkan kemandirian
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.
3. Model Tim Primer (modular)
Pada model manajemen asuhan keperawatan professional tersebut, metode tim digunakan
secara kombinasi dengan metode primer.

4. Modalitas dalam manajemen keperawatan


Diskusi Refleksi Kasus (DRK) merupakan suatu metoda pembelajaran yang dapat digunakan
di suatu unit pelayanan keperawatan untuk membahas pengalaman keberhasilan dalam
pemberian asuhan keperawatan yang aktual dan menarik maupun ketidakberhasilan dalam
mengelola asuhan keperawatan yang perlu diinformasikan dan diatasi baik pengalaman
terkini maupun yang sudah lalu melalui suatu diskusi kelompok yang mengacu pada standar.
Melalui DRK diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan maupun
profesionalisme perawat.

1. Tujuan Diskusi Refleksi Kasus


1. Mengembangkan profesionalisme perawat
2. Meningkatkan aktualisasi diri perawat
3. Membangkitkan motivasi belajar
4. Wahana untuk menyelesaikan masalah dengan mengacu pada standar keperawatan
yang telah ditetapkan
5. Belajar menghargai kolega untuk lebih sabar, lebih banyak mendengarkan, tidak
menyalahkan, tidak memojokkan dan meningkatkan kerjasama
b. Manfaat Diskusi Refleksi Kasus
1. Sebagai metode pembelajaran
2. Dapat digunakan sarana pelayanan kesehatan, seperti di rumah sakit /puskesmas
3. Membahas permasalahan aktual, masa lalu maupun yang sedang berlangsung
4. Memaparkan pengalaman keberhasilan dalam pelaksanaan tugas dengan pemanfaatan
sumber daya
5. Meningkatkan profesionalisme perawat
E. Hand over
1. Operan atau timbang terima (hand over) merupakan komunikasi dan serah
terima antara shift pagi, sore dan malam. Operan dari dinas malam ke dinas
pagi dan dari dinas pagi ke dinas sore dipimpin oleh kepala ruang, sedangkan
operan dari dinas sore ke dinas malam dipimpin oleh penanggung jawab shift
sore.
1. Waktu, tempat, dan penanggung jawab kegiatan
Awal pergantian shift (pukul 07.30 wib, 14.00 wib, 21.00 wib), dilaksanakan
di  nurse station /ruang perawat   dengan Penanggung Jawab yaitu   Kepala
Ruang/PJ Shift.
II. Langkah kegiatan
Karu/Pj shift membuka acara dengan salam, PJ shift yang mengoperkan
menyampaikan:
Kondisi/keadaan pasien: Dx keperawatan, tujuan yang sudah dicapai, tindakan
yang sudah dilaksanakan, hasil asuhan dan tindak lanjut untuk shift
berikutnya. Perawat shift berikutnya mengklarifikasi penjelasan yang sudah
disampaikan. Karu memimpin ronde ke kamar pasien. Karu merangkum
informasi operan, memberikan saran tindak lanjut. Karu memimpin doa
bersama dan menutup acara. Kegiatan diakhiri dengan bersalaman.
1. Pre-konferensi adalah diskusi kelompok kecil Ners yang menekankan pada
aktifitas pembelajaran klinik/ manajemen asuhan keperawatan klinik yang
dapat dilakukan dengan  setting  kelompok atau perorangan, dan memberikan
kesempatan peserta konferensi untuk memaparkan pengalamannya,
melakukan klarifikasi, berfikir melalui rencana asuhan dan keberhasilan dalam
mengatasi masalah dan informasi.
2. Waktu, tempat, dan penanggung jawab kegiatan
Awal  shift dinas setelah operan dilaksanakan di masing-masing meja
tim   dengan penanggung jawab yaitu   ketua tim/PJ Shift
2. Langkah kegiatan
     Katim/Pj Tim membuka acara, Katim/Pj Tim menanyakan rencana harian
masing-masing perawat pelaksana, Katim/PJ Tim memberikan masukan dan
tindak lanjut terkait dengan asuhan yang diberikan saat itu, Katim/PJ Tim
memberikan  reinforcement , dan Katim/Pj Tim menutup acara. 
1. Post-konferensi adalah kegiatan menyimpulkan aktifitas pembelajaran klinik/
manajemen asuhan keperawatan klinik dan memberikan waktu untuk
mendiskusikannya, berbagi pengalaman dan emosi, dukungan kelompok dan
masukan, yang diperoleh melalui keseharian dalam pengalaman empiris
praktik.
2. Waktu, tempat, dan penanggung jawab kegiatan
Akhir  shift dinas sebelum operan dilaksanakan di masing-masing meja
tim   dengan penanggung jawab yaitu   ketua tim/PJ Shift.
2. Langkah kegiatan
Katim/Pj Tim membuka acara, Katim/Pj Tim menanyakan hasil asuhan
masing-masing pasien, Katim/Pj Tim menanyakan kendala dalam asuhan yang
telah diberikan, Katim/Pj Tim menanyakan tindak lanjut asuhan pasien yang
harus dioperkan kepada perawat shift berikutnya dan Katim/Pj Tim menutup
acara
1. Pengertian Komunikasi S-BAR
Komunikasi S-BAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation)
adalah metode komunikasi yang digunakan untuk anggota tim kesehatan
dalam melaporkan kondisi pasien. S-BAR merupakan acuan dalam pelaporan
kondisi pasien saat transfer pasien, menyediakan kerangka kerja untuk
komunikasi antara anggota tim kesehatan tentang kondisi pasien, mekanisme
komunikasi yang mudah diingat, merupakan cara yang mudah untuk
berkomunikasi dengan anggota tim, mengembangkan kerja anggota tim dan
meningkatkan keselamatan pasien.
Situation
Perawat menyebut usia pasien, jenis kelamin, diagnosis pre operasi, prosedur,
status mental, kondisi pasien apakah stabil atau tidak.
Background
Menampilkan pokok masalah atau apa saja yang terjadi pada diri pasien,
keluhan yang mendorong untuk dilaporkan seperti sesak nafas, nyeri dada, dan
sebagainya. Menyebutkan latar belakang apa yang menyebabkan munculnya
keluhan pasien tersebut, diagnosis pasien, dan data klinik yang mendukung
masalah pasien. 
Assesment
Berisi hasil pemikiran yang timbul dari temuan serta difokuskan pada problem
yang terjadi pada pasien yang apabila tidak diantisipasi akan menyebabkan
kondisi yang lebih buruk. 
Recommendation
Menyebutkan hal-hal yang dibutuhkan untuk ditindaklanjuti dan intervensi
yang perlu direkomendasikan oleh perawat.
6. Tingkat ketergantungan pasien
Kondisi atau keadaan pasien yang menggambarkan seberapa banyak waktu yang diperlukan
seorang perawat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dalam waktu 24 jam.
a. Jenis atau tingkat ketergantungan pasien
Menurut Douglass tahun 1992, kebutuhan tenaga perawat diklasifikasikan berdasarkan
derajat ketergantungan pasien yang dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Perawatan minimal memerlukan waktu 1 – 2 jam/24 jam, kriteria:
Kebersihan diri, mandi ganti pakaian dilakukan sendiri, Makan dan minum dilakukan sendiri,
ambulasi dengan pengawasan, observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap jaga (shift),
pengobatan minimal dengan status psikologis stabil.
2. Perawatan parsial memerlukan waktu 3 – 4 jam/24 jam, kriteria: 
Kebersihan diri dibantu, makan dan minum dibantu, observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam,
ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali, pasien dengan kateter urine, pemasukan dan
pengeluaran intake output cairan dicatat / dihitung, persiapan pengobatan yang memerlukan
prosedur.
3. Perawatan total memerlukan waktu 5 – 6 jam/ 24 jam, kriteria:
Semua keperluan pasien dibantu, perubahan posisi, observasi tanda-tanda vital dilakukan
setiap 15 menit, makan melalui slang (NGT / pipa lambung), terapi intravena, dilakukan
penghisapan lendir, gelisah / disorientasi.
G. Patient Safety
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem di mana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Sasaran Keselamatan Pasien.
1. Sasaran I: Ketepatan identifikasi pasien
Identifikasi pasien harus mengikuti pasien ke manapun (gelang identitas) dan yang tak
mudah/bisa berubah.
Identifikasi pasien menggunakan dua identitas dari minimal tiga identitas:
nama pasien ( 🡪 e KTP), tanggal lahir atau nomor rekam medik.
2. Sasaran II: Peningkatan komunikasi yang efektif 
Komunikasi efektif, yang  tepat waktu ,  akurat ,  lengkap,   jelas , dan
yang  dipahami  oleh resipien/penerima, akan  mengurangi kesalahan  dan
menghasilkan  peningkatan keselamatan pasien
3. Sasaran III: Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai  (high-alert)
High Alert Medication  adalah obat-obatan yang memiliki risiko tinggi untuk menyebabkan /
menimbulkan adanya komplikasi / membahayakan pasien secara signifikan jika terdapat
kesalahan penggunaan (dosis, interval dan pemilihannya).
4. Sasaran lV: kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk  memastikan tepat-lokasi, tepat-
prosedur, dan tepat-pasien . 
Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian yang mengkhawatirkan
dan biasa terjadi di rumah sakit.
5. Sasaran V: Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman  hand hygiene  terbaru yang
diterbitkan dan sudah diterima secara umum dari WHO. 
6. Sasaran VI: Pengurangan risiko pasien jatuh
a. Mengidentifikasi pasien yang memiliki risiko tinggi jatuh dengan menggunakan
“Asesmen Risiko Jatuh”.
b. Melakukan asesmen ulang pada semua pasien (setiap hari)
c. Melakukan asesmen yang berkesinambungan terhadap pasien yang berisiko jatuh
dengan menggunakan “Asesmen Risiko Jatuh Harian”
d. Menetapkan standar pencegahan dan penanganan risiko jatuh secara komprehensif
8. Manajemen Konflik
Konflik didefinisikan sebagai ketidaksesuaian internal atau eksternal yang diakibatkan dari
perbedaan ide, nilai atau perasaan antara dua orang atau lebih (Marquis, 2012). Menurut
Huber (2014), konflik adalah perselisihan yang timbul bila keseimbangan antara perasaan,
pikiran, hasrat, dan perilaku dua orang atau lebih terancam.
9. Etika Keperawatan
Ilmu yang membahas nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam
kehidupan. Etika akan menuntun profesi untuk melakukan tindakan baik atau bertindak
dengan tepat sesuai dengan norma yang baik yang berlaku.
1. Non-maleficence  adalah melakukan tindakan yang tidak merugikan, do no harm,
kebalikan dari  beneficence
2. Fidelity  adalah kesetiaan dalam menjalin hubungan antara pasien dan tenaga
kesehatan (misal perawat)
3. Confidentiality  adalah menjaga seluruh kerahasiaan pasien dan keluarganya, kecuali
diminta di pengadilan
4. Justice  adalah memberikan pelayanan tanpa membeda-bedakan status sosial, agama,
suku, ekonomi, pekerjaan, dan jabatan
5. Veracity  adalah memberikan asuhan keperawatan secara tulus, kejujuran dalam
informasi, kebenaran sesuai apa adanya (tidak direkayasa) 
6. Autonomi  adalah memberikan kesempatan kepada klien dan keluarga untuk
memberikan keputusan secara mandiri tanpa intervensi dari orang lain (misalnya
petugas kesehatan) 
7. Beneficence  adalah melakukan tindakan yang menguntungkan pasien, doing good

CONTOH SOAL DAN PEMBAHASAN


1. Perawat dinas siang meminta izin tidak masuk kerja kepada kepala ruang karena
keperluan keluarga, yaitu mengikuti undangan pengarahan minat bakat anak di
sekolah anaknya. Kepala ruang menjelaskan pada perawat tersebut bahwa BOR ruang
rawat mencapai 90% dan mayoritas pasien berada pada tingkat ketergantungan
partial. Kepala ruang meminta perawat tersebut tetap datang sesuai jadwal dinasnya. 
Apakah tindakan selanjutnya dari perawat tersebut?
1. Menginformasikan pada kepala ruang akan mengganti dinas di hari lain
2. Meminta kepala ruang tetap memberikan ijin tidak masuk kerja
3. Menyampaikan kepada ketua tim akan datang terlambat
4. Menghubungi perawat lain untuk menggantikannya
5. Tetap bertugas sesuai jadwal dinas

Pembahasan: 
Penjadwalan dinas sudah disusun sejak awal dan diharapkan sudah memfasilitasi kepentingan
seluruh staf. Kondisi yang dipaparkan dalam  vignette  memberikan gambaran beban kerja
tinggi sehingga bila jumlah dan mutu perawat berkurang dapat berpeluang menurunkan mutu
layanan pada pasien dan masalah  patient safety . Kesimpulan keputusan yang perlu
dilakukan oleh seorang perawat professional dalam konteks kepemimpinan untuk tetap
mengedepankan kepentingan pasien dan tim kerja sebagai bagian dari upaya
mempertahankan  patient safety  serta mampu memprioritaskan masalah untuk diselesaikan.
Strategi:  Peserta ujian perlu memahami bahwa berargumentasi tentang ijin tidak masuk
kerja dengan kepala ruang kurang tepat karena kepala ruang merujuk pada capaian tujuan
asuhan pada pasien. Masuk kerja terlambat juga bukan alasan pembenaran kepentingan
keluarga dan meminta tukar jadwal dengan perawat lain untuk alasan keluarga yang tidak
urgen juga memberikan budaya kerja yang kurang professional.
Kunci Jawaban: E

2. Ruang perawatan anak memiliki perawat sebanyak 20 orang dengan kapasitas tempat
tidur 30 unit. Kepala ruang berencana meningkatkan asuhan keperawatan sesuai
standar yang ditetapkan rumah sakit dan telah diterapkan oleh ruang rawat lainnya.
Kepala ruang mengidentifikasi kebutuhan perawat vokasional dan profesional.  
Berapakah kebutuhan tenaga perawat profesional di ruang tersebut?
1. 5 
2. 8 
3. 11
4. 16 
5. 20 
Pembahasan:
Kebutuhan tenaga perawat pada kasus tersebut di atas mengacu kepada rumusan
perbandingan antara tenaga perawat professional dan vokasional dengan perbandingan
55%:45% (Abdullah dan Levine dalam Gillies 1999).
Strategi:  peserta ujian perlu memahami prosentase perbandingan perawat profesional dan
vokasional.
Kunci jawaban:  C

Referensi 
Dep Kes RI, Modul SP2KP-PMK menuju WCH
WHO Patient Safety: Nine Life-Saving Patient Safety Solutions,  JCI Accreditation Standards
for Hospitals 4 rd Edition, 2010).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 / MENKES / PER / VIII /
2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Soal
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Materi, Soal dan Pembahasan Keperawatan Medikal Bedah 

1. Sistem Pernapasan 

Kasus sistem pernafasan yang banyak ditemukan adalah Asma, C hronic


Pulmonary Obstructive Disease (COPD) , Tuberculosis, Efusi Pleura, Pleuritis
dan Pneumonia

1. Materi  
1. Menentukan suara dan frekuensi napas pasien Asma, COPD, dan
Pleuritis.  Menguraikan patofisiologi asma, TB Paru.
Menginterpretasikan hasil AGD (asidosis, alkalosis, respiratorik
dan metabolik). 
2. Mendiagnosis bersihan jalan napas, kerusakan pertukaran gas,
gangguan pola napas (mekanisme proses pertukaran).
3. Melakukan kolaborasi pemberian nebulizer, suction, postural
drainase, pemberian oksigen (nasal kanul, masker
sederhana,  rebreathing mask, non-rebreathing mask) , fisioterapi
dada,  Purse Lip Breathing . Memberikan pendidikan kesehatan
yang tepat pada pasien asma. Manajemen nutrisi dan pendidikan
kesehatan pemberian OAT pada pasien TB.
4. Mengevaluasi masalah pernapasan sudah teratasi. Evaluasi
kepatuhan minum OAT.
5. Prosedur pengambilan darah arteri untuk pemeriksaan AGD,
pencegahan penularan (etika batuk), batuk efektif, kepatenan
drainase WSD, perawatan WSD.
2. Proses 
1. Fokus Pengkajian 
1. Saat pengkajian pasien gangguan pernapasan kita harus
mengkaji frekuensi napas.  Takipnea  adalah frekuensi
napas > 25x/menit. Hal ini disebabkan oleh peningkatan
rangsang ventilasi saat demam, asma akut, eksaserbasi
PPOK, atau penurunan kapasitas ventilasi pada
pneumonia, dan edema paru.  Bradipnea  jika frekuensi
napas < 10 x/menit terjadi pada keadaan toksisitas opioid,
hiperkapnea, hipotirodisme, peningkatan intracranial, dan
lesi di hipotalamus.
2. Dada normalnya simetris dan berbentuk bulat lonjong,
diameter anteroposterior lebih kecil dari diameter
lateral.  Barrel chest  apabila diameter anteroposterior
lebih besar dari diameter lateral, hal ini berhubungan
dengan hiperinflasi paru pada pasien PPOK berat.
3. Asma berat dan penyakit paru obstruksi kronik
(PPOK/COPD) menyebabkan batuk disertai
wheezing/mengi yang
berkepanjangan.  Wheezing  merupakan bunyi siulan
bernada tinggi akibat aliran udara yang melalui saluran
nafas yang sempit, yang terjadi saat
ekspirasi.  Wheezing  saat latihan sering ditemukan pada
pasien asma dan PPOK. Terbangun malam hari dengan
wheezing merupakan pertanda asma, dan jika timbul
setelah terbangun di pagi hari merupakan pertanda PPOK.
4. Perkusi normal paru adalah sonor. Hasil perkusi paru
abnormal; hipersonor ditemukan pada pasien
pneumotoraks, pekak pada pasien konsolidasi paru, kolaps
paru, fibrosis paru berat, dullness pada efusi pleura dan
hematotorak.
5. Pengkajian pasien dengan Pleuritis : suara paru  friction
rub
6. Pemeriksaan analisis gas darah arteri dapat dilihat adanya
gangguan gas darah arteri (PaCO 2 , PaO 2 ), dan status
asam basa (pH dan HCO 3 ).
7. Asidosis respiratorik terjadi peningkatan PaCO 2 , dan
penurunan pH. Hal ini sering ditemukan pada pasien asma
akut yang berat, pneumonia berat, eksaserbasi PPOK.
Tubuh akan melakukan upaya kompensasi yaitu terjadi
retensi HCO 3  di ginjal dalam upaya menormalkan pH hal
ini disebut asidosis respiratorik terkompensasi.
8. Uji mantoux untuk melihat adanya paparan
mycobacterium tuberculosis.  Hasilnya <5mm (negatif), 5-
9 mm (meragukan), >10 positif TB. 
2. Fokus Diagnosis 
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif 
2. Kerusakan pertukaran gas 
3. Pola nafas tidak efektif 

3. Fokus Intervensi 
1. Kolaborasi nebulizer diberikan pada kondisi bronkospasm
(asma), produksi mucus yang berlebihan. Obat-obatan
seperti ventolin, pulmicort, bisolvon banyak digunakan
pada prosedur nebulizer.
2. Tindakan untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas
bisa dilakukan dengan teknik suction, postural drainase,
fisioterapi dada,  Purse Lip Breathing , dan posisi high
fowler sangat direkomendasikan terutama pada pasien
COPD.
3. Untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi, maka pemberian
oksigen (nasal kanul, masker sederhana,  rebreathing
mask, non-rebreathing mask ) bisa dilakukan pada pasien.
4. Pada kondisi di mana perubahan saluran pernafasan dipicu
oleh perubahan lingkungan (debu, kondisi cuaca) contoh
pada penyakit asma, maka pendidikan kesehatan seperti
bagaimana memodifikasi lingkungan perlu diberikan pada
pasien. 
5. Kondisi seperti pasien dengan infeksi seperti tuberculosis,
maka terjadi peningkatan kebutuhan asupan nutrisi.  Oleh
karena itu diperlukan manajemen nutrisi Tinggi Kalori dan
Tinggi Protein (TKTP) dan juga kepatuhan pasien dalam
mengkonsumsi OAT.
6. Prosedur WSD pada pasien efusi pleura menekankan pada
perbedaan tekanan pada rongga dada dan botol WSD,
sehingga cairan di dalam rongga dada bisa ditarik keluar
4. Fokus Evaluasi  
1. Kepatenan jalan nafas dapat dilihat dari kondisi fisik
seperti tidak adanya sekret pada saluran pernafasan,
frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan.
2. Pada pasien yang mengkonsumsi obat secara terus
menerus seperti kondisi tuberculosis, kepatuhan OAT
dapat dievaluasi melalui dengan tidak adanya putus obat,
minum obat sesuai jumlah, jenis obat, dosis, dan waktu
meminumnya.

2. Sistem Kardiovaskular 

Kasus sistem kardiovaskuler yang banyak ditemukan antara lain: angina


pectoris, infark miokard, gagal jantung kongestif, miokarditis dan perikarditis. 

1. Materi 
1. Melakukan pengkajian karakteristik nyeri dada.
2. Menginterpretasikan hasil EKG sederhana dan menghitung
denyut jantung. Mengidentifikasi enzim- enzim jantung pada
serangan, menentukan derajat edema, pengkajian gagal jantung
kiri dan kanan, pengkajian aktivitas menurut NYHA, pengkajian
riwayat keluarga dan gaya hidup.
3. Mengidentifikasi masalah penurunan  cardiac output,  nyeri,
intolerasi aktivitas, gangguan perfusi jaringan perifer, kelebihan
cairan. 
4. Manajemen nyeri dada, pengaturan aktifitas, mengevaluasi
pemberian antidiuretik, evaluasi intensitas dan karakteristik nyeri
setelah diberikan intervensi manajemen nyeri, kepatuhan
pengobatan dan diet. 
5. Mengevaluasi pemberian obat digoksin, anti hipertensi dan obat
adrenergic. Menguraikan fase-fase rehabilitasi pasien dengan
gagal jantung. Memberikan pendidikan kesehatan manajemen
hipertensi.
6. Prosedur pengukuran tekanan darah, transfusi darah.
2. Proses 
1. Fokus pengkajian 
1. Karakteristik nyeri dada menyebar ke tangan, dagu,
punggung, dan perut
2. Pengkajian enzim-enzim jantung fase akut dan fase
kronik. Enzim yang pertama meningkat pada miokard
infark :  troponin meningkat dalam 1- 2 jam, selanjutnya
CPKMB 12 – 24 jam, dan LDH 24 – 36 jam 
3. Pengkajian aktifitas menurut NYHA
4. Mengidentifikasi derajat edema 
5. Nilai EKG abnormal, sandapan lead, identifikasi area
infark
2. Fokus Diagnosis
1. Penurunan curah jantung 
2. Kelebihan cairan
3. Intoleransi aktivitas
3. Fokus Intervensi/Implementasi
1. Manajemen nyeri dada pada kasus iskemik miokard dan
infark miokard (Pemberian Nitrat dan Trombolitik dan anti
koagulan).
2. Melakukan perekaman EKG dan melakukan prosedur
Tindakan DC Shock. 
3. Pengaturan aktifitas pada kasus gagal jantung kongestive. 
4. Mengevaluasi pemberian antidiuretic. 
5. Evaluasi intensitas dan karakteristik nyeri setelah
diberikan intervensi manajemen nyeri.
6. Kolaborasi pemberian obat-obatan termasuk 5 golongan
obat-obatan kardiovaskuler serta kepatuhan pengobatan
dan diet
7. Prosedural knowledge  : teknik pemasangan Precordial
lead pada EKG dan teknik melakukan  Defibrilasi  pada
pasien ventrikuler fibrilasi. 
4. Fokus Evaluasi 
1. Evaluasi nyeri dada 
2. Kemandirian dan rehabilitasi pasien gagal jantung.
3. Sistem Pencernaan 

Kasus sistem pencernaan yang banyak dijumpai adalah kasus typhoid,


appendicitis, hepatitis, sirosis hepatis, diare dan ca colon.

1.  Materi 
1. Typhoid; tanda dan gejala, mengatasi gejala-gejala pasien
typhoid, pemeriksaan penunjang. Typhoid terjadi karena kuman
salmonella typhi masuk melalui oral,  menembus dinding usus
ilium dan yeyenum dan berkembang biak. Salmonella typhi akan
mengeluarkan endotoksin sehingga menginduksi leukosit untuk
memproduksi pirogen endogen sepeti IL-1 dan TNFα. Pirogen
endogen akan merangsang sistem saraf pusat dan terjadi sintesis
prostaglandi E-2 yang menyebabkan peningkatan suhu tubuh
(Hipertermia).
2. Appendik: keluhan utama adalah nyeri perut kanan bawah.
Secara anatomi, lokasi apendik berada pada kuadran kanan
bawah. Nyeri terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi
obstruksi pada apendik. Nyeri viseral akan mengaktifasi nervus
vagus sehingga mengakibatkan muntah. Pada palpasi didapatkan
titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney. 
3. Serosis Hepatis: infeksi hepatitis B/C mengakibatkan peradangan
sel hati yang mengakibatkan nekrosis hati dan terbentuk jaringan
parut, sehingga mengganggu aliran darah porta dan menimbulkan
hipertensi porta. Hipertensi porta menyebabkan gangguan sekresi
ADH, sehingga Na dan air tertahan dan menyebabkan kelebihan
volume cairan (Hipervolemia). 
4. Kuadran yang tepat untuk pemeriksaan kelainan pencernaan:
mengkaji lokasi dan karakteristik nyeri appendik. Tanda – tanda
dehidrasi pada pasien diare.  
5. Menentukan diagnosis pada kasus sistem pencernaan. 
6. Intervensi pasien pasca operasi sistem pencernaan, pengaturan
diet, pengaturan aktivitas dan istirahat, pemasangan dan
pemberian nutrisi melalui NGT, persiapan pasien endoskopi,
pengkajian peristaltik usus.
7. Perawatan kolostomi, menghitung tetesan infus pada pasien
dehidrasi, melakukan pemasangan infus, penghitungan balance
cairan
8. Tanda dan gejala pasien hepatitis, serosis hepatis: ascites
dan  shifting dullness .
2. Proses 
1. Fokus Pengkajian
1. Pengkajian fokus pada sistem gastrointestinal (GI) dan
pencernaan adalah abdomen. Saat pengkajian membagi
abdomen ke dalam 4 kuadran, dan mengetahui organ-
organ pada setiap kuadrannya. 

2. Investigasi keluhan nyeri abdomen, mual dan muntah.


Identifikasi dengan pasti karakteristik dan lokasi nyeri
misal pada nyeri appendicitis pada kuadran kanan bawah
dengan nyeri tusuk.
3. Mengidentifikasi frekuensi dan karakter suara bising usus.
Bising usus tidak terdengar bila diindikasi adanya
obstruksi pada saluran usus. Peningkatan bunyi peristaltik
usus 5-24 kali/menit biasa ditemukan pada pasien yang
mengalami diare.
4. Palpasi distensi pada abdomen, adanya  shifting
dullness  dan juga pengukuran lingkar perut pada kasus
sirosis hepatis dengan ascites.
5. Fokus penghitungan cairan (intake dan output cairan
dalam 24 jam) dan mengenali tanda-tanda kekurangan
cairan seperti: mata cekung, kulit dan mukosa bibir terlihat
kering, dan penurunan kesadaran.
6. Data laboratorium : peningkatan pepsinogen menunjukan
duodenal ulcer, penurunan pada gastritis, penurunan
potassium dapat disebabkan oleh muntah dan diare.
Peningkatan SGOT menunjukan penyakit hati, Amilase
menunjukan pankreatitis akut, tes widal untuk mengetahui
salmonella typhosa peningkatan titer 4x lipat selama 2-3
minggu dinyatakan positif.
2. Fokus Diagnosis 

Terkait dengan keluhan umum yang terjadi berupa peningkatan


pengeluaran cairan dan rasa mual muntah pada beberapa penyakit
di sistem GI dan pencernaan, maka masalah keperawatan yang
mungkin teridentifikasi adalah:
1. Nyeri akut
2. Hipertermi
3. Defisit Nutrisi
4. Hipervolemia dan Hipovolemia
3. Fokus Intervensi/Implementasi 
1. Manajemen cairan diperlukan dalam mempertahankan
keadekuatan cairan di dalam tubuh pasien.
2. Untuk keperluan tersebut maka dibutuhkan kepatenan IV
akses untuk pemberian cairan dan pengobatan.
3. Pemasangan NGT diperlukan untuk mempertahankan
keadekuatan asupan nutrisi
4. Memastikan pasien merasa nyaman dan memonitor
kondisi umum pasien seperti adanya tanda-tanda dehidrasi.
5. Terkadang pasien akan mengalami kelemahan secara
umum, maka pengaturan aktivitas dan kebutuhan energi
perlu diperhatikan.
6. Pada pasien dengan kolostomi perlu diberikan pendidikan
kesehatan tentang pemasangan dan perawatan kantong
ostomi.
7. Prinsip pemasangan NGT harus memperhatikan posisi
high fowler dengan meminta pasien untuk menempelkan
dagu ke dada. Pengukuran panjang insersi selang dari
ujung hidung ke  xyphoid  dengan menggunakan water
soluble lubricant. Jika terjadi perubahan kondisi mendadak
seperti sianosis dan kesulitan bernafas, tarik selang
sesegera mungkin. Untuk memastikan bahwa selang
masuk ke dalam lambung, aspirasi cairan lambung dengan
20 ml syringe, jika terlihat cairan berawan dan hijau atau
kecoklatan maka posisi selang sudah benar. 
4. Fokus Evaluasi
1. Memastikan kepatenan pemasangan NGT dan juga IVF
perlu dilakukan untuk memastikan keadekuatan asupan
nutrisi dan cairan
2. Mengevaluasi kondisi perdarahan di dalam saluran GI
seperti adanya warna kemerahan gelap pada feses dan
muntah pasien.
3. Tidak adanya tanda kemerahan dan iritasi pada kulit di
sekitar kantong stoma menjadi hal yang perlu dievaluasi
pada pasien yang dipasang kolostomi.
4. Mengevaluasi keseimbangan cairan
4. Sistem Saraf dan perilaku

Kasus sistem persyarafan yang banyak dijumpai adalah kasus stroke, cedera
kepala, dan meningitis dan tumor otak.
1. Materi 
1. Pengkajian neurologi difokuskan pada kemampuan untuk
menentukan beberapa poin gangguan neurologis yaitu: fungsi
mental (fungsi luhur) dan tingkat kesadaran   (GCS) dapat dilihat
di bahasan gawat darurat, 12 saraf kranial (ganguan otot wajah,
saraf trigeminal, gangguan menelan, dll),  mengukur kekuatan
otot, refleks fisiologis dan patologis pada pasien neurologi.  
2. Munculnya gangguan neurologis umumnya terjadi sebagai akibat
dari rusaknya jaringan otak karena kurangnya aliran darah otak,
tertekannya jaringan otak, proses edema jaringan otak dan
munculnya peningkatan tekanan intracranial. Tanda-tanda yang
perlu diperhatikan untuk mengenali dan memastikan peningkatan
TIK adalah TRIAS TIK: muntah proyektil, nyeri kepala hebat
dan papil edema. Tanda lainnya dapat dilihat dari hasil CT scan
dengan melihat gambaran hiperden dan hipoden. 
3. Gambaran di atas dapat menunjukan adanya diagnosis
keperawatan kasus neurologi adalah risiko perubahan perfusi
jaringan serebral, kerusakan mobilitas fisik, gangguan pola nutrisi
atau risiko aspirasi, gangguan komunikasi verbal, dan lainnya.   
4. Masalah tersebut memerlukan identifikasi intervensi yang tepat
untuk membantu seperti melakukan manajemen TIK,
pemasangan NGT, melatih komunikasi, melatih ROM, melatih
menelan.  Handicap atau disabilitas jangka panjang memerlukan
tindakan rehabilisasi di antaranya, rehabilitasi fungsional,
rehabilitasi berjalan, menelan, 
2. Proses 
1. Fokus Pengkajian 
1. Perubahan status mental dan kognitif dan tingkat
kesadaran yaitu orientasi, penurunan kesadaran,  tingkat
kesadaran GCS, dan tanda-tanda vital yang tidak stabil
ditambah dengan gambaran CT scan dapat menjadi
penguat pernyataan data tentang  munculnya diagnosa
gangguan perfusi cerebral. Tanda-tanda fraktur basis
kranial: rhinorea, otorea, racoon eyes, dll.
2. Gejala ini dapat terjadi pada kasus cedera kepala, stroke,
meningitis dan tumor otak 
3. Hasil pengkajian lain adalah gangguan saraf kranial seperti
gangguan saraf 10, saraf 9 dan saraf 12 akan memberikan
dukungan kuat terhadap gangguan menelan.  Wajah tidak
simetris, pelo, gangguan bahasa seperti tidak mampu
mengungkap dan mengerti kata, gangguan saraf kranial  7,
10, dan 12 sebagai tanda munculnya gangguan komunikasi
verbal.   
4. NI (olfaktorius, penghidung), NII (optikus, lapang
pandang dan ketajaman penglihatan), NIII (okulomotorius,
reaksi pupil), NIV (trochlear, pergerakan mata), NV
(trigeminal, sensasi fasial, otot mengunyah), NVI
(abdusen, abduksi mata), NVII (facial, ekspresi muka),
NVIII (akustikus, pendengar dan keseimbangan),NIX
(glosso-pharyngeal, mengunyah, berbicara), NX (vagus,
reflek menelan), XI (spinal accessory, pergerakan leher),
dan XII (Hypoglossal, pergerakan dan kekuatan lidah) 
5. Perubahan motorik: gaya berjalan, keseimbangan, dan
koordinasi, hemiparese, gangguan reflex menjadi penciri
dari terjadinya gangguan mobilisasi. Masalah ini paling
sering terjadi pada stroke dan cedera medula spinalis.
6. Gangguan 12 saraf kranial: sering terganggu pada kasus
stroke, meningitis
7. Gangguan refleks  patologis menunjukan adanya
gangguan pada upper motor neuron, sering ditemukan
pada kasus infeksi serebral (meningitis, encephalitis) dan
cedera kepala dengan subarakhnoid hematom  (SAH).
2. Fokus Diagnosis 
1. Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Gangguan komunikasi verbal 
4. Risiko Aspirasi atau gangguan menelan
3. Fokus Intervensi/ Implementasi 
1. Pemantauan status neurologi, status oksigenasi jaringan
serebral dan juga perifer
2. Pemasangan NGT, latihan menelan pada pasien dengan
disfagia dan mencegah aspirasi  
3. Pemasangan collar neck pada pasien dengan curiga cedera
servikal
4. Manajemen dan pencegahan  peningkatan tekanan intra
kranial (TIK )
5. Menurunkan demand oksigen, mengatur atau menurunkan
aktifitas
6. Perubahan posisi tirah baring: miring kanan/miring kiri
dan terlentang pada pasien dengan parese (stroke)
7. Latihan  Range of Motion  (ROM) untuk mencegah
komplikasi pada pasien dengan gangguan fungsi motorik
seperti gangguan mobilisasi pasien stroke.
8. Pengaturan posisi tirah baring untuk mencegah terjadinya
luka tekan dan pada pasien dengan gangguan mobilitas
fisik seperti stroke
9. Terapi bicara dan modifikasi pola komunukasi
10. Latihan berdiri, keseimbangan dan koordinasi dan berjalan
(khusus pasien stroke)
11. Toilet training pada pasien dengan inkontinensia urin.
4. Fokus Evaluasi 
1. Perbaikan tingkat kesadaran evaluasi GCS, stabilnya tanda
tanda vital 
2. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari terpenuhi, tidak terjadi
aspirasi, atrofi dan sejenisnya 
5. Sistem Endokrin 

Kasus sistem endokrin yang banyak dijumpai pada tatanan klinik adalah kasus
DM tipe-2 dan Hipo/Hipertiroid

1. Materi 
1. Kerusakan sel beta pankreas menyebabkan penurunan produksi
insulin dan mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah
(ketidakstabilan glukosa darah). Keadaan ini menyebabkan
glukosa dalam darah masuk ke dalam urine (Glokusuria)
sehingga terjadi diuresis osmotik yang ditandai dengan
pengeluaran urine berlebih (Poliuria). Banyaknya cairan yang
keluar menimbulkan sensasi rasa haus (Polidipsia). Glukosa yang
hilang melalui urine menyebabkan kurangnya glukosa yang akan
diubah menjadi energi sehingga menyebabkan peningkatan rasa
lapar (poliphagia) 🡪 Trias DM (poliuri, polifagi, dan polidipsi).
2. Tanda dan gejala hipotiroid dan hipertiroid, intrepretasikan hasil
lab T3 dan T4.
3. Mengidentifikasi masalah pada kasus sistem endokrin
4. Penanganan yang tepat pasien hipoglikemia dan hiperglikemia. 
5. Mengevaluasi kestabilan kadar glukosa darah. 
6. Pemberian insulin. 
7. Perawatan ulkus DM.
8. Keseimbangan asam basa.
2.  Proses 
1. Fokus Pengkajian 
1. Adanya keluhan berupa polyuria, polifagia dan polidipsi
yang menjadi gejala klasik dari DM tipe 2. 
2. Pengkajian riwayat keluarga dan gaya hidup.
3. Perubahan kondisi yang biasa ditemui pada pasien kasus
hipertiroid adalah anorexia, kehilangan berat badan secara
drastis, takikardi, tremor dan intolerans terhadap panas.
4. Perubahan terhadap proses pikir dan bingung juga
mungkin ditemui pada kasus sistem endokrin.
5. Perubahan hasil laboratorium seperti kadar hormon T3,
T4; kadar glukosa darah (250-800 MG/DL), hasil tes urin
24 jam, nilai abnormal dari AGD terkait dengan asidosis
metabolic (pH 7.3 dan bicarbonate 15 meq/L)
2. Fokus Diagnosis
1. Hipovolemia
2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah 
3. Defisit nutrisi 
4. Kerusakan integritas kulit/jaringan
3. Fokus Intervensi/Implementasi
1. Memonitor tanda-tanda vital dan status kesadaran pasien
dan kepatenan jalan nafas.
2. Memastikan kepatenan IV akses untuk kepentingan
asupan cairan dan pengobatan.
3. Menentukan penanganan yang tepat pasien hipoglikemia
dan hiperglikemia, Memonitor kadar gula darah dan
komplikasinya seperti infeksi kulit, neuropati perifer,
sirkulasi buruk pada ekstremitas bawah.
4. Memonitor dengan ketat intake dan output cairan.
5. Prinsip pemberian injeksi insulin baik untuk insulin yang
bekerja jangka panjang dan jangka pendek harus
memperhatikan prinsip 6 benar (obat, pasien, dosis, rute,
waktu dan dokumentasi). Pemberian insulin dilakukan di
subkutan di daerah sekitar bahu, gluteus maximus
(bokong), abdomen, dan paha atas dengan memperhatikan
sudut 45-90°.
6. Pemeriksaan penunjang seperti CT scan terkadang
dilakukan pada pasien dengan gangguan kelenjar
endokrin. CT scan bisa menggunakan media kontras, agar
dapat berfungsi dengan baik, maka kondisi pasien harus
dipastikan adekuat.
7. Penatalaksanaan pasien DM: Edukasi, Olahraga, Diet,
Obat dan Monitoring Glukosa Darah.
4. Fokus Evaluasi 
1. Mengevaluasi kestabilan kadar glukosa darah normal
(GDP = 60-110 mg/dl, GDP 2 jam PP = 65-140 mg/dl,
HbA1c = 5,7%)  
2. Monitoring terus menerus status kardiovaskuler dan
respirasi.
3. Memastikan kepatenan pemberian IV dan hormone
replacement therapy (HRT) 
6. Sistem Muskuloskeletal 

Kasus sistem muskuloskeletal yang banyak ditemukan di klinik di antaranya:


fraktur, osteomyelitis, dan osteoarthritis.

1. Materi 
1. Status neurovascular, tanda-tanda OA, gout , osteoporosis. 
2. Tanda-tanda dislokasi, pengukuran panjang ekstremitas bawah. 
3. Masalah nyeri, kerusakan mobilitas fisik, risiko gangguan
neurovaskular dan koping tidak efektif. 
4. Ciri-ciri kompartemen sindrom, manajemen strain, sprain,
manajemen nyeri, kolaborasi pemasangan traksi, gips, fitting kaki
palsu, pasca amputasi dan kruk. 
5. Kasus etik pada sistem muskulo seperti amputasi, dll
6. Perawatan luka post op, traksi, gips, dll
7. Komplikasi fraktur.
8. Kekuatan otot
2. Proses 
1. Fokus Pengkajian 
1. Mengkaji status neurovascular pada pasien fraktur status
neurovascular: 5 P    (Pain/Nyeri, Paralisis, Parestesi,
Pulse/denyut nadi, Pale/pucat) dilakukan pada bagian
distal area yang sakit. 
2. Melakukan pengukuran panjang ekstremitas bawah.
3. Menelaah komplikasi fraktur
4. Pengukuran ekstremitas bawah yang mengalami trauma,
pengukuran mulai dari krista iliaka sampai malleolus.
Pendek area yang sakit menunjukkan ada fraktur
displaced. Panjang area yang sakit menunjukan dislokasi 
5. Menjelaskan tanda – tanda OA, gout, osteoporosis.
Menjelaskan tanda – tanda dislokasi. 
6. Mengkaji kekuatan otot
2. Fokus Diagnosis
1. Nyeri Akut 
2. Kerusakan mobilitas fisik 
3. Risiko kerusakan neurovascular 
3. Fokus Intervensi/Implementasi 
1. Manajemen pasien fraktur difokuskan kepada
meningkatkan kenyamanan, mencegah komplikasi dan
rehabilitasi. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan
analgetik dan perawat harus mengevaluasi efektifitas
analgesik, jika nyeri tidak hilang indikasi dari kerusakan
neurovascular. Untuk menurunkan bengkak dan nyeri
dapat dilakukan elevasi dari daerah yang terkena.
2. Tindakan untuk strain meliputi RICE (rest, ice,
compression dan elevation) 
3. Perawatan gips; gips dipasang bertujuan untuk melindungi
dan mengimobilisasi fraktur untuk mempercepat
penyembuhan, setelah pemasangan gips harus dilakukan
pemeriksaan status neurovaskuler, jika setelah
pemasangan gips terjadi nyeri hebat, tidak ada nadi,
parestesi, paralisis maka tindakannya gips harus dibuka. 
4. Perawatan traksi adalah teknik untuk stabilisasi, alignmen
dan memberikan tarikan pada fraktur. Traksi pada
umumnya terdiri dari skeletal traksi dan skin traksi. Yang
harus diperhatikan posisi pasien, posisi kaki pasien
anatomis, pins risiko infeksi (skeletal traksi), simpul tali
jangan sampai tersangkut katrol, nyeri pada tumit (risiko
decubitus) dan beban harus menggantung.
5. Perawatan Kruk pengukuran pada posisi supine ujung kruk
berada 15 cm di samping tumit klien. Tempatkan ujung
pita pengukur dengan lebar tiga sampai empat jari (4 – 5
cm) dari aksila dan ukur sampai tumit klien.  Pada posisi
berdiri: Posisi kruk dengan ujung kruk berada 14 – 15 cm
di depan kaki klien. Dengan metode lain, siku harus di
fleksikan 15 sampai 30 derajat. Lebar bantalan kruk harus
3 – 4 jari (4 – 5 cm) di bawah aksila. 
4. Fokus Evaluasi  

Mencegah terjadinya komplikasi seperti kompartemen syndrome


dengan ciri-ciri nyeri hebat tidak berkurang dengan analgetik,
pucat, parestesi, tidak ada denyut nadi di bagian distal dan teraba
dingin. Tindakan dilakukan fasciotomy.

7. Sistem Ginjal dan Perkemihan 

Kasus ginjal dan sistem perkemihan yang banyak ditemukan di klinik adalah
chronic kidney desease (CKD), hemodialisis, infeksi saluran kemih dan
benigna prostat hipertropi (BPH), infeksi saluran kemih/ISK (Sistitis), batu
ginjal

1. Materi 
1. Melakukan pengkajian nyeri ketuk pada lokasi ginjal.
Menghitung berat badan kering, Mengevaluasi perdarahan pasca
TURP. Menginterpretasi hasil laboratorium urinalisis, GFR,
ureum, kreatinin dan elektrolit. 
2. Mengidentifikasi masalah kelebihan cairan dan elektrolit,
gangguan eliminasi
3. Kolaborasi pemasangan kateterisasi. Pengaturan diet dan
pembatasan cairan. Pemberian pendidikan kesehatan yang tepat
pasien hemodialysis.
4. Merumuskan prinsip etik pasien menolak hemodialysis. 
5. Melakukan irigasi post TURP
6. Edukasi pencegahan ISK berulang dan intervensi mengatasi ISK
7. Melakukan pengkajian gangguan batu ginjal, melakukan tindakan
keperawatan post operasi batu ginjal
2. Proses 
1. Fokus Pengkajian
1. CKD: penurunan progresif dari fungsi jaringan ginjal
secara permanen (irreversibel), di mana ginjal tidak
mampu lagi mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Klasifikasi CKD
terbagi menjadi 5 berdasarkan nilai GFR. Seringnya
pasien CKD datang ke rumah sakit sudah derajat 4 yaitu
GFR 15-29 mL/min/1.73 m   , atau derajat 5 (terminal)
2

yaitu: GFR <15 mL/min/1.73 m   .  Pasien ini2

membutuhkan hemodialisis.
2. Pasien yang menjalani hemodialisa: kaji kepatenan tempat
vena penusukan. Adanya arteriovenous fistula atau graft,
palpasi adanya getaran atau sensasi vibrasi dan adanya
suara bruit saat auskultasi, kaji adanya sumbatan atau
infeksi pada area tusukan.
3. Pada pasien CKD terjadi penurunan GFR  cairan tertahan
dalam tubuh, jumlah cairan tubuh ↑ 🡪 Ht ↓. Sisa
metabolisme tertumpuk dalam plasma : asam urat dan
ureum, kreatinin, phenol, guanidine 🡪 azotemia 
4. Pemeriksaan laboratorium pada pasien gangguan ginjal
adalah 
 Urinalisis
 Warna : kuning jernih
 Kandungan: glukosa (-), keton (-), Bilirubin (-), sel
darah merah 0-4/lpm, leukosit 0-5/lpm, bakteri (-)
 BJ & osmolaritas: 1.003-1.030 & 300 – 1300
mOsm/kg
 pH normal: 4,0 – 8,0 (rata-rata 6,0) 
 glukosuria adalah adanya glukosa dalam urin dan
sering terjadi pada pasien DM
 Hiperurikosuria: batu, keganasan
5. Analisis darah
 Plasma kreatinin : produk akhir metabolisme
protein dan otot, nilai normal 0,6-1.3 mg/dl,
meningkat pada pasien Gagal ginjal
 BUN: Normal 6 – 20 mg/dl, meningkat: gagal
ginjal. Kondisi non renal yang dapat meningkatkan
BUN adalah infeksi, demam, trauma perdarahan
saluran cerna
 Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab
tersering) yang menyebabkan gangguan ekskresi
urea. 
6. Infeksi saluran kemih: Sistitis. Prevalensi ISK delapan kali
lebih tinggi pada perempuan. ISK diakibatkan oleh bakteri
gram negatif. Manifestasi klinis berupa nyeri seperti
terbakar saat BAK (dysuria), sering buang air kecil-tidak
bisa menahan, tidak tuntas, urine keruh dan hematuria.
7. Keluhan subjective pada pasien BPH adalah: kesulitan
berkemih, bertahap, sampai menetes dan tidak bisa
kencing. Urine bercampur darah, Rectal tussae 
8. Tindakan yang paling sering dilakukan pada pasien BPH
adalah operasi TURP ( trans urethral resection of the
prostate ). 
9. Fokus pengkajian batu ginjal : nyeri hebat skala 7-10, urin
keruh, 
10. Melakukan tindakan keperawatan untuk pasien post op
pengangkatan batu ginjal, ESWL 
2. Fokus Diagnosis
1. Kelebihan volume cairan
2. Nyeri
3. Gangguan eliminasi urin adalah disfungsi eliminasi urin. 
4. Risiko infeksi
3. Fokus Intervensi/Implementasi
1. Intervensi dan Implementasi pasien CKD
 Monitor balance cairan 
 Timbang BB tiap hari dengan menggunakan
timbangan yang sama 
 Batasi intake cairan
 Untuk memperlambat progresifitas kerusakan ginjal
maka dapat dilakukan: pengendalian tekanan darah,
diet rendah protein dan rendah fosfat,
mengendalikan proteinuria dan hiperlipidemia
 Mengatasi anemia pasien CKD: terapi ESA
(Erythropoiesis Stimulating Agents) yaitu epoetin
alfa atau darbepoetin alfa
2. Intervensi dan Implementasi pasien BPH
 Irigasi kandung kemih paska TURP bertujuan
untuk membuang jaringan debris dan bekuan darah
dalam kandung kemih agar tidak terjadi obstruksi
aliran urine. Menggunakan aliran infus dengan gaya
gravitasi untuk membilas kandung kemih.
 Pertahankan kelancaran aliran urine: Pastikan
selang kateter tidak terlalu panjang, melengkung,
tidak tertekuk/tertindih pasien, kantong 30 cm lebih
rendah dari pasien, cek isi kantong urine, buang
bila penuh (cepat sekali), catat jumlah, warna,
kloting urine, jaga kebersihan.
3. Prosedur
Pada saat pemasangan kateter terdapat prinsip-prinsip
yang tidak boleh dilupakan  patient safety , sehingga harus
memperhatikan anatomi kateter, panjang uretra, fiksasi.
Berdasarkan anatomi kateter letak balon berada ± 2 cm
dari ujung kateter, sehingga saat pemasangan kateter
setelah urin keluar kita masukkan kembali kateter sekitar 5
cm memastikan balon kateter benar berada di dalam
vesika urinary.
4. Intervensi dan Implementasi pasien ISK : Fokus intervensi
menghambat pertumbuhan bakteri (terapi antibiotic dan
restriksi aktivitas selama pemberian antibiotic),
memodifikasi diet (perubahan diet untuk menjaga
keasaman urin, menghindari kafein dan beralkohol),
meningkatkan asupan cairan, mencegah komplikasi,
Mengajarkan stategi promosi kesehatan (minum minimal
2-3L/hari, mencegah ISK berulang dengan menghindari
faktor resiko)
5. Intervensi dan implementasi Batu ginjal : meningkatkan
asupan cairan, mengurangi nyeri, mencegah pembentukan
batu berulang, perubahan pola diet. Intervensi post op:
monitor urin output dan perdarahan post op. 
4. Fokus Evaluasi 

Evaluasi keseimbangan cairan dan elektrolit, identifikasi tanda


adanya retensi cairan   seperti edema lokal maupun sistemik
termasuk adanya edema pada paru. Evaluasi secara bertahap
kemampuan berkemih dan kesulitan untuk berkemih, adanya
perdarahan dalam urin makroskopik dan mikroskopik

8. Sistem Integumen 

Kasus sistem integumen yang banyak ditemukan di klinik adalah luka bakar,
psoriasis vulgaris dan dermatitis.

1. Materi 
1. Luka bakar, ciri-ciri luka bakar berdasarkan klasifikasi. 
2. Mengidentifikasi masalah kekurangan cairan, nyeri akut
3. Manajemen cairan pada pasien luka bakar
2. Proses 
1. Fokus Pengkajian
1. Pada pengkajian prosentase luka bakar kita harus
mengingat prinsip  rule of nine :   kepala dan leher: 9%,
ekstremitas atas 9% x 2 ekstremitas, trunkus anterior (dada
depan dan abdomen): 18%, trunkus posterior (punggung):
18%, ekstremitas bawah: 18% x 2 ekstremitas, dan
perineum : 1%. 
2. Pengkajian derajat luka bakar berdasarkan kerusakan
lapisan kulit sebagai berikut :
 Derajat I: terjadi kerusakan lapisan epidermis, kulit
memerah, sedikit edema, nyeri terjadi  sampai
dengan 48 jam
 Derajat II: terjadi kerusakan meliputi epidermis dan
dermis, adanya  bulae, nyeri, warna merah  atau
merah muda. 
 Derajat III: kerusakan seluruh lapisan dermis dan
organ kulit, warna pucat – putih, tidak nyeri,
dijumpai eskar (koagulasi protein)
3. Pasien luka bakar luas dapat mengalami syok, sehingga
kita penting mengkaji tanda-tanda syok seperti: akral
dingin, tachikardi, penurunan CRT, bradicardi.
2. Fokus Diagnosis
1. Kekurangan volume cairan
2. Kerusakan integritas kulit 
3. Fokus Intervensi/ Implementasi 
1. Penghitungan kebutuhan cairan berdasarkan luas luka
bakar berdasarkan rumus  Parkland/Baxter  :  4 ml x luas
luka bakar x Berat badan. Pemberian 50% pada 8 jam
pertama, 50% pada 16 jam berikutnya (25% pada 8 jam
kedua dan 25% pada 8 jam ketiga). Jenis cairan yang
diberikan adalah cairan kritaloid (contohnya : cairan ringer
lactate).
2. Monitor & hitung jumlah pemasukan & pengeluaran
cairan setiap 30 menit
3. Waspada terhadap tanda-tanda kelebihan cairan dan gagal
jantung, terutama saat pemberian resusitasi cairan.
4. Pada saat pemasangan kateter terdapat prinsip-prinsip
yang tidak boleh dilupakan  patient safety , sehingga harus
memperhatikan anatomi kateter, panjang uretra, fiksasi.
4. Fokus Evaluasi 
Pasien luka bakar yang mengalami kekurangan cairan harus
dilakukan evaluasi keberhasilan resusitasi cairan yang telah
dilakukan dengan mengukur urin output. Normal urin output
adalah 0.5 – 1 ml/kg bb/jam.

9. Sistem Darah dan Kekebalan Imun 

Kasus sistem darah dan kekebalan imun yang banyak ditemukan di tatanan
klinik yaitu: HIV/AIDS, Anemia, SLE, dan DHF.

1. Materi 
1. Mengidentifikasi hasil pemeriksaan ELISA. Membedakan pola
temperatur pasien DHF dan penyakit lainnya.
Menginterpretasikan hasil laboratorium pasien DHF,
memvalidasi hasil pemeriksaan rumple-leed pada pasien DHF.
2. Mengidentifikasi masalah kekurangan cairan,  risiko perdarahan
3. Memberikan intervensi pasien HIV dengan manifestasi diare,
Pneumocystis Pneumonia (PCP) dan tuberkulosis
4. Mengatasi stigma pada pasien HIV. 
5. Menjelaskan tahapan VCT
2. Proses 
1. Fokus Pengkajian 
1. SLE merupakan penyakit sistemik  autoimmune  yang
berdampak pada sistem tubuh meliputi sistem
muskuloskeletal,  arthralgia  dan  arthritis
(synovitis)  yang paling tampak pembengkakan pada sendi
dan nyeri saat bergerak, bengkak pada pagi hari. 
2. Anemia: ada kelemahan,  fatique, malaise,  pucat pada
konjungtiva dan mukosa oral.  Jaundice  dapat terjadi
pada anemia megaloblastik dan anemia hemolitik. 
3. HIV : identifikasi risiko faktor (risiko seksual atau
penggunaan obat-obat injeksi), status nutrisi, status
neurologi, keseimbangan cairan dan elektrolit, tingkat
pendidik) 
2. Fokus Diagnosis
1. Fatique 
2. Risiko cidera
3. Risiko hipovolemia
4. Risiko tinggi infeksi
5. Hambatan interaksi sosial
3. Fokus Intervensi 
1. SLE: cegah untuk terpapar sinar ultraviolet, monitor
komplikasi pada sistem kardiovaskular dan renal. 
2. Anemia: intervensi fokus kepada membantu pasien untuk
memprioritaskan aktivitas dan menyeimbangkan antara
aktivitas dan istirahat, mempertahankan nutrisi yang
adekuat, mempertahankan adekuat perfusi dengan
transfuse dan pemberian oksigen.
3. HIV/AIDS: kultur feces, pemberian antikolinergik, dan
mempertahankan cairan 3 L/hari, monitor tanda-tanda
infeksi, monitor jumlah sel darah putih, teknik aseptik,
berikan pulmonary care (batuk, napas dalam, pengaturan
posisi)
4. Transfusi darah: prinsip benar pemberian transfusi,
persiapan, prosedur pelaksanaan dan evaluasi transfuse.
Jika terjadi reaksi alergi pada 15 menit pertama, stop
transfusi, laporkan ke dokter berikan NaCl 0.9%.
4. Fokus Evaluasi  
1. Anemia: tampak fatique berkurang (rencana aktivitas,
istirahat dan latihan), prioritaskan aktivitas,
mempertahankan nutrisi yang adekuat, mempertahankan
adekuat perfusi, tidak adanya komplikasi.
2. HIV/AIDS: mempertahankan integritas kulit, tidak terjadi
infeksi, paham tentang HIV AIDS, tidak terjadi defisien
volume cairan.
10. Sistem Pengindraan 

Kasus sistem darah dan kekebalan imun yang banyak ditemukan di tatanan
klinik yaitu: katarak, glaucoma, Mastoiditis, otitis media 

1. Materi 
1. Interpretasi pemeriksaan visus, rinne, weber
2. Mengidentifkasi gangguan sensori- persepsi 
3. Melakukan perawatan pasien katarak pasca operasi. 
4. Melakukan pemberian tetes telinga pasien dengan OMSK
2. Proses 
1. Fokus Pengkajian 
1. Nilai visus misalnya 6/10 menunjukan angka pertama 6
adalah pemeriksa sedangkan angka kedua 10 merupakan
hasil yang diperiksa. Nilai normal 6/6
2. Tes rinne merupakan uji pendengaran dengan
menggunakan garpu tala untuk mengetahui gangguan
pendengaran antara tuli konduktif dan tuli sensorik.
Normal hantaran udara lebih panjang hantaran tulang. Tuli
konduktif : hantaran udara = atau < hantaran tulang; tuli
sensorik hantaran udara > hantaran tulang. 
3. Tes weber untuk mengetahui lateralisasi hantaran tulang.
Hasil normal jika lateralisasi suara sama. Tuli konduktif :
lebih keras terdengar pada telinga yang sakit; tuli sensorik:
suara lebih terdengar pada telinga yang normal. 
4. Tonometri: alat untuk mengukur tekanan bola mata,
normal 10-21 mmHg.
2. Fokus Diagnosis
1. Gangguan Persepsi sensori 
2. Nyeri akut 
3. Risiko cedera
3. Fokus Intervensi 
1. Menilai kehilangan fungsi penglihatan (ketajaman
penglihatan, lapang pandang) 
2. Menilai kehilangan fungsi pendengaran (jenis tuli
konduktif, tuli sensorineural)
3. Pendidikan kesehatan terkait dengan kehilangan fungsi
penglihatan dan fungsi pendengaran. 
4. Melakukan perawatan post operasi katarak dan galukoma
dan perawatan pasien post operasi tympano plasty   
5. Teknik pemberian obat melalui irigasi dan tetes mata, tetes
telinga, tetes hidung dan irigasi.
6. Teknik Pembebatan pada mata
7. Pemberian Tetes & Salep mata 
8. Irigasi Mata
4. Fokus Evaluasi  
1. Ketajaman penglihatan pasca tindakan operasi 
2. Memantau tanda-tanda perdarahan pasca operasi 
3. Risiko infeksi yang terjadi pasca operasi
CONTOH SOAL TEST PENGKAJIAN
Seorang perempuan berusia 38 tahun dirawat di ruang penyakit dalam karena PPOK.
Hasil pengkajian pasien tampak sesak, TD 110/70 mmHg, frekuensi napas 28x/ menit,
frekuensi nadi 100x/menit, tampak retraksi dada, dan tampak penggunaan otot- otot
pernapasan. Hasil pemeriksaan AGD didapatkan nilai pH 7,30, PaCO   49 mmHg,2 

PaO   85 mmHg, HCO 3   22 mEq/L, saturasi oksigen 97 %. 



Apakah interpretasi hasil AGD pada pasien?


1. Asidosis Metabolik terkompensasi
2. Alkalosis Respiratorik
3. Asidosis Respiratorik
4. Alkalosis Metabolik
5. Asidosis Metabolik
Pembahasan: 
Pada kasus di atas untuk melakukan interpretasi nilai AGD, langkah yang harus
diingat yaitu:  Langkah 1 Klasifikasi pH , nilai normal pH: 7,35-7,45, dalam soal
nilai pH   7,30 (menurun) menandakan Asidemia.  Langkah 2 Nilai PaCO    dengan 2

nilai normal: 35-45 mmHg, dalam soal nilai PaCO 2  49 mmHg (meningkat)
menandakan adanya asidosis respiratorik.  Langkah 3 Nilai HCO      dengan nilai
3
-

normal: 22-26 mEq/dL, dalam soal di atas nilainya normal, apabila menurun
menandakan adanya asidosis metabolik, dan apabila meningkat menandakan adanya
alkalosis metabolik.  Langkah 4  Tentukan adanya kompensasi dengan melihat dua
komponen yaitu PaCO 2  dan HCO 3   , apabila  keduanya abnormal  (atau hampir
-

abnormal) pada arah yang berlawanan maka  terdapat kompensasi . Apabila


nilai  salah satu komponen abnormal , dan  komponen lainnya
normal  maka  tidak terdapat kompensasi .
Strategi : 
Jawaban B dan D bukan pilihan karena  pH   di bawah   7,35 .   Nilai PaCO   pada 2 

soal mengalami peningkatan sehingga termasuk dalam  respiratorik.


Jawaban: C

CONTOH SOAL TEST DIAGNOSIS


Seorang laki-laki berusia 43 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan TB Paru.
Hasil pengkajian keluhan sesak napas, tampak cemas, batuk berdahak dan retraksi
dinding dada. TD 130/80 mmHg, frekuensi nadi 100 x/mnt, frekuensi napas 27 x/mnt,
suhu 38   C.  pH 7,47; PaCO   32 mmHg, PaO 2  90 mmHg, Saturasi Oksigen 92%,
°

HCO   22 mEq/dL, BE +3.


Apakah masalah keperawatan utama pada pasien?


1. Hipertermia
2. Keletihan
3. Kerusakan pertukaran gas
4. Ketidakefektifan pola napas
5. Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Pembahasan: 
Pasien dengan TB paru secara patofisiologi gangguan berupa infeksi Mycobacterium
Tuberculosis yang menyebabkan peradangan dan kerusakan pada area paru.
Kerusakan tersebut menyebabkan terhambatnya perpindahan gas (O   dan CO 2 ) di

alveolus dengan kapiler pulmonal. Kegagalan pertukaran gas menyebabkan gangguan


keseimbangan asma basa tubuh di mana CO 2  dalam darah akan menurun. 
Strategi :
Pilihan jawaban A dan B tidak menjadi prioritas masalah, pilihan jawaban E tidak
didukung data yang tepat, pilihan jawaban D secara konsep terjadi pada pasien TB dan
didukung data yang lengkap. 
Jawaban: C

CONTOH SOAL TEST INTERVENSI/ IMPLEMENTASI 


Seorang laki-laki berusia 56 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan
Pneumonia. Hasil pengkajian fisik, pasien tampak sesak, suara napas ronkhi pada paru
kanan dan kiri, ireguler dan terlihat penggunaan otot bantu pernafasan. Perawat sudah
melakukan tindakan nebulisasi menggunakan ekspektoran, namun sekretnya masih
sulit dikeluarkan. Terpasang oksigen nasal 3 liter/menit.
Apakah tindakan perawat selanjutnya?
1. Mengatur posisi semifowler
2. Melakukan fisioterapi dada
3. Melakukan auskultasi paru
4. Menganjurkan batuk efektif
5. Menganjurkan untuk tarik napas dalam

Pembahasan:
Pneumonia merupakan proses inflamasi pada parenkim paru yang ditandai dengan
demam, sesak, batuk dan produksi sputum yang berlebihan menyebabkan sulit untuk
menjaga kepatenan jalan napas. Fisioterapi dada merupakan salah satu rangkaian
tindakan keperawatan yang terdiri atas  postural drainage, clapping , dan  vibration ,
tindakan tersebut untuk  meningkatkan turbulensi dan kecepatan ekshalasi udara
sehingga sekret dapat bergerak dan mencegah terkumpulnya serta mempercepat
pengeluaran sekret.
Strategi:
Kata kunci pada kasus adalah sudah dilakukan tindakan nebulisasi, namun sekretnya
masih sulit dikeluarkan, sehingga tindakan selanjutnya yang tepat adalah melakukan
fisioterapi dada.
Jawaban: B

CONTOH SOAL TEST EVALUASI 


Seorang perempuan berusia 34 tahun dirawat dengan asma bronchiale. Hasil
pengkajian: mengeluh sesak, batuk produktif dengan dahak kental, dan lemas, TD
110/80 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi napas 26x/menit, suhu 37,5°C,
auskultasi paru terdengar  wheezing  dan ronchi, saturasi oksigen 93%. Perawat telah
memberikan terapi nebulizer Ventolin.
Apakah evaluasi utama setelah dilakukan tindakan tersebut?
1. Suara napas
2. Kemampuan batuk
3. Kenyamanan pasien
4. Nilai saturasi oksigen
5. Jumlah dan karakteristik sputum

Pembahasan: 
Terapi nebulizer merupakan salah satu tindakan pemberian pengobatan pada masalah
sistem pernafasan. Nebulizer akan menyebarkan obat menjadi partikel yang lebih
kecil ke dalam saluran nafas bagian bawah sehingga dapat diabsorpsi. Tujuan dari
nebulizer tergantung dari terapi obat yang diberikan, diantaranya adalah Ventolin
yang memberikan efek dilatasi pada bronkus (bronkodilator). Pengkajian subjektif dan
objektif pada saat sebelum dan setelah tindakan dilakukan sangat penting dalam
menilai keefektifan terapi. Adapun pengkajian sebelum dan sesudah yang penting
dalam evaluasi tindakan ini adalah auskultasi suara nafas paru, keluhan sesak,
frekuensi pernafasan, dan jika memungkinkan juga mengkaji saturasi oksigen.
Strategi :
Pada kasus di atas masalah utama pada pasien ditemukan adanya suara ronkhi dan
wheezing. Kondisi tersebut menandakan adanya penumpukan sekret di saluran dan
parenkim paru, dan juga adanya penyempitan jalan nafas akibat kondisi patologis
Asma. Pilihan B nilai saturasi oksigen kemungkinan dapat berubah apabila tindakan
ini dilanjutkan dengan melakukan fisioterapi dada untuk mengeluarkan dahak. Pilihan
C Jumlah dan karakteristik sputum dapat dievaluasi setelah tindakan lanjutan
mengajarkan batuk efektif dan mengeluarkan dahak. Pilihan D Kemampuan batuk
bukan merupakan standar evaluasi tindakan nebulizer. Pilihan E Kenyamanan pasien,
tidak spesifik mengevaluasi keefektifan nebulizer, kecuali menyebutkan spesifik
misal: keluhan sesak pada pasien. Sehingga pilihan A Auskultasi suara nafas adalah
evaluasi paling tepat yang dilakukan sebagai evaluasi utama tindakan nebulizer.
Jawaban: A

Referensi :
1. Black and Hawk (2009) Medical Surgical Nursing,  clinical management for
positive outcome , 8 th edition, Singapore :Elsevier
2. Holloway (2004) Medical Surgical Care Planning , fourth Edition 
3. Ignatavicius, Workman (2010) Medical Surgical Nursing;  Patient center
collaborative care , Elsevier USA
4. Ignatavicius, Workman (2010) Clinical Decision Making Study : Medical
Surgical Nursing  Patient center collaborative care , Elsevier USA
5. Lemone and Burke (2004) Medical Surgical Nursing;  Critical thinking client
care , Pearson Education 
6. Lewis, Heitkemper, Obrien, Bucher (2007) Medical Surgical Nursing;
Assesment and management of clinical problem  volume 1 dan 2, Mosby
Elsevier 
7. Monahan, Neighbors, Green (2007) PHIPPS’ Medical Surgical
Nursing ; Health and illness prespective , Mosby
8. Osborn, Wraa, Watson (2010) Medical Surgical Nursing;  Preparation for
practice , Pearson Education volume 1 dan volume 2 
9. Smeltzer, Bare, Hinkel and Cheever (2010), Brunner and Suddarth's Textbook
of Medical-Surgical Nursing 12th, USA :Lippincott Williams & Wilkins.

Soal :
KEPERAWATAN KOMUNITAS

1. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Komunitas

Kasus sistem pernafasan yang banyak ditemukan adalah Asma, C hronic


Pulmonary Obstructive Disease (COPD) , Tuberculosis, Efusi Pleura, Pleuritis
dan Pneumonia

1. Materi  
1. Komunitas  adalah sekumpulan orang yang berinteraksi satu
sama lain, memiliki kepentingan yang sama, membentuk dasar
bagi sebuah rasa kesatuan dan kepemilikian (Alender, Rector &
Warrner, 2013 dalam Nies & McEwen, 2019). Komunitas
diidentifikasi melalui 3 atribut yaitu orang, tempat, dan interaksi
sosial (Maurer & Smith, 2013dalam Nies & McEwen, 2019).
Perawat memberikan asuhan keperawatan kesehatan komunitas
melalui pendekatan proses keperawatan. Salah satu model yang
digunakan adalah community as partner yang disusun oleh
Anderson dan McFarlane. Model komunitas sebagai mitra
( Community as Partner ) diturunkan dari teori sistem yang
dikembangkan dan dipublikasikan oleh Betty Neuman pada tahun
1970. Model ini memberikan panduan bagi perawat dalam
mengkaji, mendiagnosis, merencanakan, mengimplementasikan
dan mengevaluasi asuhan keperawatan komunitas. 
2. Pengkajian komunitas  terdiri dari data inti komunitas yaitu
demografi, statistisk vital, sejarah, etnis/budaya dan persepsi
kesehatan. Sedangkan subsistem terdiri dari lingkungan fisik,
pendidikan, ekonomi, keamanan dan transportasi, politik dan
pemerintahan, pelayanan kesehatan dan sosial, komunikasi dan
rekreasi.
Langkah selanjutnya dalam proses keperawatan adalah
mensistesis data pengkajian, untuk menegakkan masalah
keperawatan kesehatan komunitas. Kategori diagnosis
keperawatan komunitas adalah aktual, risiko dan potensial.
3. Intervensi keperawatan  dibedakan ke dalam tiga tingkatan
pencegahan. Pencegahan primer berujuan untk meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan komunitas melalui kegiatan promosi
dan proteksi kesehatan. Pencegahan sekunder bertujuan untuk
mencegah dan menangani faktor risiko melalui kegiatan deteksi
dini dan pengendalian faktor risiko. Pencegahan tertier bertujuan
untuk mencegah akibat lanjut atau kecacatan melalui kegiatan
perawatan dan rehabilitasi.
4. Fokus pada tahap implementasi  adalah mencapai sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal yang sangat
penting dalam implementasi keperawatan kesehatan komunitas
adalah melakukan tindakan yang berupa promosi kesehatan,
memelihara kesehatan/mengatasi kondisi yang tidak sehat,
mencegah penyakit dan dampak pemulihan.  Tahapan
implementasi keperawatan komunitas memiliki beberapa strategi
implementasi di antaranya pendidikan kesehatan, proses
kelompok, pemberdayan masyarakat, kemitraan dan intervensi
professional.
Evaluasi  adalah komponen penting untuk menentukan
keberhasilan atau kegagalan sebuah proyek dan memahami
faktor-faktor yang berkonstribusi terhadap keberhasilan atau
kegagalannya. Evaluasi harus mencakup umpan balik lisan,
tertulis dan analisis terperinci. Evaluasi proses disebut sebagai
evaluasi formatif yang bertujuan untuk mengevaluasi aspek
positif dan negatif dari setiap pengalaman secara komprehensif
dan hasilnya tercapai. Evaluasi hasil bersifat sumatif terdiri dari
survey akhir dan alat lainnya yang mengukur apakah tujuan telah
dipenuhi.
Proses yang dimaksud dapat dibaca lebih detil di bawah ini. 

2. Proses

1. Pengkajian Keperawatan Kesehatan Komunitas


1. Fokus pengkajian komunitas meliputi 
Pengkajian komunitas didasarkan pada Model  Community
as Partner  dengan fokus pada roda pengkajian komunitas.
Roda pengkajian komunitas terdiri: inti komunitas ( the
community core ) dan subsistem komunitas ( the
community sub systems ). 
1. Data inti 
1. Demografi: statistik vital (misalnya angka
kelahiran, angka kesakitan dan angka
kematian), komposisi penduduk berdasarkan
kelompok usia dan jenis kelamin.
2. Nilai: etnis budaya 
3. Kepercayaan: persepsi terhadap kesehatan
4. Sejarah komunitas
2. Sub sistem
1. Lingkungan fisik: iklim/cucaca, perumahan
(kepadatan, kelembaban, pencahayaan,
bangunan, lingkungan terbuka), batas
wilayah dan tempat berkumpul. 
2. Pendidikan: fasilitas pendidikan yang
digunakan masyarakat (jenis kepemilikan,
tingkat institusi pendidikan), karakteristik
pengguna, layanan yang disediakan, sumber-
sumber yang dimiliki dan lokasi.
3. Ekonomi: karakteristik finansial
(penghasilan keluarga berdasarkan upah
minimum regional), pekerja (status, kategori,
dan kelompok khusus pekerja).
4. Keamanan dan transportasi: pelayanan dan
perlindungan terhadap komunitas dikaitkan
dengan kebijakanakaran, kepolisian, krisis
senter, dan sanitasi.
5. Politik dan pemerintahan: partai politik dan
partisipannya dalam pelayanan kesehatan,
jenis pemerintahan, dan kebijakan kesehatan.
6. Pelayanan kesehatan sosial: ketersediaan,
jenis, waktu, sumber daya, dan karakteristik
pengguna serta pembiayaan kesehatan dan
sosial.
7. Komunikasi: cara komunitas (jenis, bentuk,
frekuensi, lingkup dan cara melakukan
komunikasi).
8. Rekreasi: jenis, lokasi, penggunaan dan
biaya.
2. Metode pengkajian komunitas :
Pengumpulan data kesehatan komunitas dapat dilakukan
dengan cara
1. Pengumpulan data primer: pengumpulan data yang
dilakukan secara langsung oleh perawat pada
komunitas. Beberapa jenis pengumpulan data
primer yaitu windshield survey/ observasi
komunitas, wawancara, diskusi kelompok terarah,
penyebaran angket /kuisioner, dan pemeriksaan
kesehatan (fisik dan mental)
2. Pengumpulan data sekunder:  pengumpulan data
komunitas yang tidak langsung dilakukan oleh
perawat, akan tetapi bersumberkan data
dokumenter seperti demografi, profil wilayah, data
epidemiologi.

2. Diagnosis Keperawatan Kesehatan Komunitas


1. Perilaku kesehatan cenderung berisiko
1. Definisi :
Hambatan kemampuan untuk mengubah gaya
hidup/perilaku dalam cara memperbaiki tingkat
kesejahteraan
2. Batasan Karakteristik
1. Gagal mencapai pengenalan optimal
2. Gagal melakukan tindakan mencegah
masalah kesehatan
3. Mengurangi perubahan status kesehatan
4. Tidak menerima perubahan status kesehatan 
5. Merokok
6. Penyalahgunaan zat
2. Faktor yang berhubungan
1. Kurang pemahaman
2. Kurang dukungan sosial
3. Pencapaian diri yang rendah
4. Sikap negative terhadap pelayanan kesehatan
5. Persepsi negative terhadap strategi
pelayanan kesehatan yang ditawarkan
6. Ansietas sosial
7. Stressor
3. Populasi berisiko
1. Riwayat keluarga alkoholisme
2. Kesulitan ekonomi
2. Defisiensi kesehatan komunitas
1. Definisi :
Adanya satu atau lebih masalah kesehatan atau
faktor yang mengganggu kesejahteraan atau
meningkatkan resiko masalah kesehatan yang
dialami oleh suatu populasi.
2. Batasan karakteristik
1. Masalah yang dialami oleh suatu populasi 
2. Tidak tersedianya program untuk
menghilangkan satu atau lebih masalah
kesehatan bagi suatu populasi
3. Tidak tersedia program untuk meningkatkan
kesejahteraan bagi suatu populasi
4. Tidak tersedia program untuk mencegah satu
atau lebih masalah kesehatan bagi suatu
populasi
5. Tidak tersedia program untuk mengurangi
satu atau lebih bagi masalah kesehatan bagi
suatu populasi.
6. Risiko hospitalisasi yang dialami oleh
populasi
7. Risiko status yang dialami oleh populasi
8. Risiko status psikologis yang dialami oleh
populasi
3. Faktor yang berhubungan 
1. Ketidakpuasan konsumen terhadap program
2. Ketidakcukupan biaya program
3. Ketidaktepatan rencana evaluasi program
4. Ketidakcukupan data hasil rogram
5. Kurang dukungan sosial untuk program
6. Ketidakcukupan akses pada pemberi
pelayanan kesehatan
7. Ketidakcukupan ahli di komunitas
8. Ketidakcukupan sumberdaya (finansial,
sosial, pengetahuan)
9. Program tidak seluruhnya mengatasi
masalah kesehatan
3. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
1. Definisi 
Ketidakmampuan mengidentifikasi, mengelola,
dan/atau mencari bantuan untuk mempertahankan
kesejahteraan.
2. Batasan karakteristik
1. Tidak menunjukkan perilaku adaptif
terhadap perubahan lingkungan
2. Tidak menunjukkan minat pada perbaikan
perilaku sehat
3. Ketidakmampuan bertanggungjawab untuk
memenuhi praktik kesehatan dasar
4. Kurang pengetahuan tentang praktik
kesehatan dasar
5. Kurang dukungan sosial
6. Pola perilaku kurang mencapai bantuan
kesehatan
3. Faktor yang berhubungan
1. Berduka tidak tuntas
2. Hambatan pengambilan keputusan
3. Ketrampilan komunikasi tidak efektif
4. Strategi koping tidak efektif
5. Sumber daya tidak cukup
6. Distress spiritual
4. Populasi berisiko
Perkembangan terlambat
5. Kondisi terkait
1. Gangguan fungsi kognitif
2. Penurunan ketrampilan motorik halus
3. Penurunan ketrampilan motorik kasar
4. Gangguan persepsi
4. Ketidakefektifan Managemen kesehatan 
1. Definisi 
Pola pengaturan dan pengintegrasian ke dalam
kebiasaan terapeutik hidup sehari-hari untuk
tindakan terapeutik terhadap penyakit dan
sekuelanya yang tidak memuaskan untuk
memenuhi tujuan kesehatan spesifik.
2. Batasan karakteristik
1. Kesulitan dengan regimen yang
diprogramkan
2. Kegagalan memasukkan regimen
pengobatan dalam kehidupan sehari-hari
3. Kegagalan melakukan tindakan untuk
mengurangi faktor risiko
4. Pilihan yang tidak efektif dalam hidup
sehari-hari untuk memenuhi tujuan
kesehatan
3. Faktor yang berhubungan
1. Konflik pengambilan keputusan
2. Kesulitan mengatasi kompleksitas, regimen
terapeutik
3. Kesulitan mengarahkan sistem pelayanan
kesehatan yang kompleks
4. Tuntutan berlebihan
5. Konflik keluarga
6. Pola pelayanan kesehatan keluarga
7. Kurang petunjuk untuk bertindak
8. Kurang pengetahuan tentang program
terapeutik
9. Kurang dukungan sosial
10. Persepsi hambatan
11. Persepsi keuntungan
12. Persepsi keseriusan kondisi
13. Persepsi kerentanan
14. Ketidakberdayaan
4. Populasi berisiko
1. Kesulitan ekonomi
5. Kesiapan peningkatan management kesehatan
1. Definisi 
Pola pengaturan dan pengintegrasian ke dalam
kehidupan sehari-hari suatu regimen terapeutik
untuk pengobatan penyakit dan sekualanya yang
dapat ditingkatkan.
2. Batasan karakteristik
1. Mengungkapkan keinginan untuk
meningkatkan hidup pilihan hidup sehari-
hari untuk memenuhi kebutuhan
2. Mengungkapkan keinginan untuk memenuhi
status imunisasi/vaksinasi
3. Mengungkapkan keinginan untuk menangani
penyakit
4. Mengungkapkan keinginan untuk melakukan
penanganan terhadap regimen yang
diprogramkan
5. Mengungkapkan keinginan untuk melakukan
penanganan terhadap faktor risiko
6. Mengungkapkan keinginan untuk melakukan
penanganan terhadap gejala

2. Intervensi Keperawatan Kesehatan Komunitas


1. Perencanaan merupakan proses menyusun intervensi
penyelesaian masalah kesehatan yang dialami
kelompok/komunitas. Tahapan menyusun intervensi
keperawatan komunitas antara lain: a) menentukan tujuan
perawatan yang diharapkan dan disertai dengan kriteria
hasil yang terukur; b) menentukan intervensi keperawatan
komunitas. Intervensi keperawatan menurut  Model
Community as Partner  (Anderson & McFarlane, 2011)
dapat disusun dengan pendekatan prevensi primer,
sekunder dan tersier.
1. Prevensi primer ditujukan pada
kelompok/komunitas yang sehat. Bentuk intervensi
prevensi primer dapat berupa tindakan promosi,
pencegahan dan proteksi kesehatan. Contohnya
antara lain pendidikan kesehatan, imunisasi,
vaksinasi, monitoring kebijakan kesehatan, perilaku
hidup bersih dan sehat.
2. Prevensi sekunder ditujukan pada
kelompok/komunitas yang mengalami masalah
kesehatan masyarakat. Bentuk intervensi prevensi
sekunder yang dapat dilakukan berupa deteksi dini
masalah kesehatan dan pemberian terapi
keperawatan komunitas yang sesuai. Contohnya
seperti skrining/survailans kesehatan, konsultasi,
konseling, manajemen kasus dan lingkungan, serta
kunjungan rumah.
3. Prevensi tersier ditujukan pada
kelompok/komunitas yang berada pada masa
pemulihan setelah mengalami masalah kesehatan
masyarakat. Bentuk intervensi prevensi tersier
adalah tindakan rehabilitasi kesehatan masyarakat
misalnya layanan kesehatan rujukan dan  follow
up , peningkatan sistem dukungan dan
pengembangan program kesehatan masyarakat.
2. Upaya pelayanan kesehatan
1. Promotif
Pelayanan keperawatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan komunitas pada
umumnya, seperti:
1. Penyediaan makanan dengan kandungan
nutrisi seimbang
2. Perbaikan higien dan sanitasi lingkungan
3. Pendidikan kesehatan
4. Olah raga
5. Usaha kesehatan jiwa
2. Preventif
Tindakan keperawatan untuk mencegah kejadian
penyakit pada komunitas, seperti: vaksinasi,
imunisasi, isolasi penderita penyakit menular, dan
pencegahan kejadian kecelakaan baik di fasilitas
umum maupun di tempat kerja.
3. Kuratif
Upaya mengidentifikasi dan mengetahui jenis
penyakit pada fase awal serta melakukan tindakan
perawatan dan atau pengobatan yang tepat dan
segera.
Tujuan utama upaya kuratif antara lain:
1. Pengobatan sedini mungkin dan tepat untuk
mencegah kecacatan / kematian.
2. Pencegahan penularan pada inidividu /
komunitas yang sehat.
4. Rehabilitatif
Tindakan pemulihan agar fungsi kesehatan klien
kembali pulih seperti sebelum sakit. Apabila tejadi
kecacatan, maka dilakukan upaya kesehatan agar
tidak gejala sisa dan dapat berfungsi optimal sesuai
kemampuannya. Rehabilitasi dapat dilakukan untuk
mengembalikan fungsi fisiologis, mental dan sosial
klien semaksimal mungkin.

3. Implementasi Keperawatan Kesehatan Komunitas


1. Strategi pelaksanaan keperawatan komunitas yang dapat
digunakan dalam perawatan kesehatan masyarakat adalah :
1. Pendidikan kesehatan ( Health Promotion )
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan
yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan,
menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak
saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan
bisa melakukan suatu anjuran yang ada
hubungannya dengan kesehatan (Elisabeth, 2007).
Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai
kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan
prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu
keadaan, di mana individu, keluarga, kelompok
atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup
sehat, pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan
konsep pendidikan di dalam bidang kesehatan
(Mubarak, 2005).
2. Proses kelompok ( Group Process )
Bidang tugas perawat komunitas tidak bisa terlepas
dari kelompok masyarakat sebagai klien termasuk
sub-sub sistem yang terdapat di dalamnya, yaitu:
individu, keluarga, dan kelompok khusus, perawat
spesialis komunitas dalam melakukan upaya
peningkatan, perlindungan dan pemulihan status
kesehatan masyarakat dapat menggunakan
alternatif model pengorganisasian masyarakat,
yaitu: perencanaan sosial, aksi sosial atau
pengembangan masyarakat. Berkaitan dengan
pengembangan kesehatan masyarakat yang relevan,
maka penulis mencoba menggunakan pendekatan
pengorganisasian masyarakat dengan model
pengembangan masyarakat  (community
development)  (Elisabeth, 2007).
3. Kerjasama atau kemitraan ( Partnership )
Kemitraan adalah hubungan atau kerja sama antara
dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan,
keterbukaan dan saling menguntungkan atau
memberikan manfaat. Partisipasi klien/masyarakat
dikonseptualisasikan sebagai peningkatan inisiatif
diri terhadap segala kegiatan yang memiliki
kontribusi pada peningkatan kesehatan dan
kesejahteraan (Elisabeth, 2007).
Kemitraan antara perawat komunitas dan pihak-
pihak terkait dengan masyarakat digambarkan
dalam bentuk garis hubung antara komponen-
komponen yang ada. Hal ini memberikan
pengertian perlunya upaya kolaborasi dalam
mengkombinasikan keahlian masing-masing yang
dibutuhkan untuk mengembangkan strategi
peningkatan kesehatan masyarakat (Elisabeth,
2007).
4. Pemberdayaan ( Empowerment )
Konsep pemberdayaan dapat dimaknai secara
sederhana sebagai proses pemberian kekuatan atau
dorongan, sehingga membentuk interaksi
transformatif kepada masyarakat, antara lain:
adanya dukungan, pemberdayaan, kekuatan ide
baru, dan kekuatan mandiri untuk membentuk
pengetahuan baru (Elisabeth, 2007). Perawat
komunitas perlu memberikan dorongan atau
pemberdayaan kepada masyarakat agar muncul
partisipasi aktif masyarakat.
5. Intervensi Profesional
Salah satu bentuk intervensi langsung perawat
kepada klien di keluarga ataupun pada kelompok
dengan menggunakan kemampuan profesional
dalam bentuk intervensi keperawatan mandiri.
2. Pelayanan keperawatan kesehatan komunitas diberikan
kepada klien dengan berpedoman pada kode etik
keperawatan. Kode etik mencerminkan penerapan
beberapa prinsip etik yang harus dipatuhi oleh perawat
ketika melakukan praktik antara lain:  justice, autonomy,
beneficence, non-maleficence, veracity, confidentiality .
1. Justice.  Perawat harus adil ketika mendistribusikan
perawatan kesehatan komunitas, misalnya di antara
klien/kelompok yang menjadi tanggung jawab
dalam wilayah pembinaannya.
2. Autonomy.  Pemenuhan hak klien dalam
menentukan nasib sendiri sebagai
individu/kelompok yang unik dalam
mengemukakan pendapat, persepsi, nilai-nilai dan
keyakinan mereka tentang kesehatan. Perawat
memberikan saran kepada klien untuk mengambil
keputusan sendiri tanpa paksaan dari perawat. Klien
berhak untuk menerima atau menolak tindakan
keperawatan yang hendak diberikan.
3. Beneficence.  Perawat melakukan tindakan yang
benar dan memberikan kemanfaatan bagi kesehatan
klien.
4. Non-maleficence.  Perawat berusaha semaksimal
mungkin untuk menghindari atau melakukan
kesalahan yang dapat merugikan status kesehatan
klien, baik disengaja maupun tidak disengaja.
5. Veracity.  Perawat menerapkan prinsip kejujuran
dalam menyampaikan kebenaran tentang kondisi
kesehatan klien. 
6. Confidentiality.  Perawat memegang teguh prinsip-
prinsip kerahasiaan informasi tentang data
kesehatan klien hanya untuk kepentingan
pemberian layanan keperawatan

4. Evaluasi Keperawatan Kesehatan Komunitas


Evaluasi adalah proses membuat penilaian secara sistematis
mengenai suatu kebijakan, program dan kegiatan berdasarkan
informasi dan hasil analisis dibandingkan terhadap relevansi,
keefektifan biaya dan keberhasilannya untuk keperluan
pemangku kepentingan.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan komunitas
dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan
mengadakan hubungan dengan kelompok/komunitas berdasarkan
respon kelompok/komunitas terhadap tindakan keperawatan yang
diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan:
1. Mengakhiri rencana tindakan: klien telah mencapai tujuan
yang ditetapkan
2. Memodifikasi rencana tindakan: klien mengalami
kesulitan dalam mencapai tujuan
3. Meneruskan rencana tindakan: klien memerlukan waktu
yang lama untuk mencapai tujuan
Jenis Evaluasi menurut waktu pelaksanaan 
1. Formatif (Proses) dilaksanakan pada waktu
pelaksanaan program yang bertujuan memperbaiki
pelaksanaan program dan kemungkinan adanya
temuan utama berupa berbagai masalah dalam
pelaksanaan program. 
2. Sumatif (Hasil) merupakan evaluasi yang
dilaksanakan pada saat pelaksanaan program sudah
selesai. Evaluasi ini bertujuan untuk menilai hasil
pelaksanaan program dan capaian dari pelaksanaan
program.
Prinsip-prinsip evaluasi meliputi : 1) penguatan
program; 2) menggunakan berbagai pendekatan; 3)
desain evaluasi untuk kriteria  penting di
komunitas; 4) menciptakan proses partisipasi ; 5)
diharapkan lebih fleksibel ; 6) membangun
kapasitas

CONTOH SOAL PENGKAJIAN DAN PEMBAHASAN


Saat evaluasi program DOTS didapatkan data: cakupan pengobatan klien (100%),
kegagalan pengobatan (30%). Saat wawancara sebagian besar keluarga berkata,”kami
sudah tidak batuk lagi sehingga obat tidak kami minum.”
Apakah data yang harus dikaji lebih pada kasus?
1. Lama minum obat
2. Cakupan pengobatan
3. Penyebab kegagalan pengobatan
4. Keyakinan klien terhadap pengobatan 
5. Penyebab tidak melanjutkan pengobatan
Pembahasan:
Pernyataaan klien pada kasus, ”kami sudah tidak batuk lagi sehingga obat tidak
kami minum.”  mencerminkan keyakinan terhadap penyakit dan prosedur pengobatan
yang tidak sesuai dengan prosedur pengobatan anti TB.  Pengobatan Anti TB harus
dilakukan hingga tuntas 6-9 bulan. 
Strategi:
Identifikasi ungkapan klien pada kasus yang menunjukkan keyakinan yang
bertentangan dengan program pengobatan TB, kemudian tentukan pilihan jawaban
yang dapat mendukungnya. Pilihan jawaban A, B, C dan E tidak dapat membuktikan
adanya keyakinan komunitas yang menyalahi norma kesehatan.
Jawaban: D

CONTOH SOAL DIAGNOSIS DAN PEMBAHASAN


Hasil pengkajian di suatu desa ditemukan data peningkatan 10% kasus baru
tuberkulosis 70% keluarga prasejahtera, 60% merasakan adanya gejala penyakit, 50%
keluarga bekerja sebagai buruh, dan 50% penderita sulit meluangkan waktu untuk
memeriksakan kesehatan.
Apakah diagnosis keperawatan pada kasus tersebut?
1. Perilaku kesehatan cenderung berisiko
2. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
3. Kesiapan meningkatkan managemen kesehatan
4. Ketidakefektifan managemen kesehatan
5. Defisiensi kesehatan komunitas 
Pembahasan:
Diagnosis keperawatan komunitas yang sesuai pada kasus adalah  defisiensi
kesehatan komunitas  karena adanya satu atau lebih masalah kesehatan atau faktor
yang mengganggu kesejahteraan atau meningkatkan resiko masalah kesehatan yang
dialami oleh suatu populasi.
Peningkatan 10% kasus baru tuberkulosis 70% keluarga prasejahtera, 60% merasakan
adanya gejala penyakit, 50% keluarga bekerja sebagai buruh, dan 50% penderita sulit
meluangkan waktu untuk memeriksakan kesehatan, menunjukkan batasan
karakteristik tentang: 
 Masalah yang dialami oleh suatu populasi 
 Risiko hospitalisasi yang dialami oleh populasi
 Risiko status psikologis yang dialami oleh populasi
Strategi : 
Identifikasi definisi, karakteristik dan faktor yang berhubungan pada setiap diagnosis
keperawatan.
 Perilaku cenderung berisiko  ditandai dengan  perilaku-perilaku
maladaptif  yang dilakukan oleh populasi, namun belum terjadi masalah
kesehatan. 
 Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan  ditandai dengan data-data
mengarah pada masalah yang sudah terjadi, tetapi populasi  kurang
pengetahuan tentang praktik kesehatan dasar.
 Kesiapan meningkatkan managemen kesehatan  selalu ditandai
dengan  data yang adaptif dan cenderung mempunyai motivasi untuk
melakukan perubahan perilaku.
 Ketidakefektifan managemen kesehatan  ditandai  populasi telah
mengetahui program terapi yang harus dilakukan, akan tetapi klien tidak
menjalankan program terapi sesuai pengetahuan yang dimiliki.
Jawaban: E

CONTOH SOAL INTERVENSI / IMPLEMENTASI DAN PEMBAHASAN


Hasil  windshield survey  di sebuah desa terpencil didapatkan data 65% penduduk
membuang sampah rumah tangga di sungai, 40% warga menyatakan penanganan
sampah yang tepat adalah dengan dibakar. Data di puskesmas terdapat 5 % warga
mengeluh batuk pilek setiap bulan.
Apakah strategi intervensi pada kasus tersebut?
1.  Pemberdayaan masyarakat
2.  Pendidikan kesehatan
3.  Intervensi profesional
4.  Proses kelompok
5.  Kemitraan
Pembahasan:
Data 65% penduduk membuang sampah rumah tangga di sungai dan 40% warga
menyatakan penanganan sampah yang tepat adalah dengan dibakar, menunjukkan
bahwa masyarakat memiliki pengetahuan yang kurang tentang pengelolaan sampah
rumah tangga.  Kondisi seperti ini merupakan indikasi untuk dilakukan  pendidikan
kesehatan  untuk meningkatkan pengetahuan.
Strategi : 
Indikasi atau kegunaan masing-masing strategi intervensi keperawatan komunitas.
 Pemberdayaan masyarakat  dilakukan dalam bentuk dukungan, dorongan,
dan pengetahuan baru yang bertujuan agar masyarakat terlibat aktif dalam
masalah kesehatan yang dialaminya.
 Proses kelompok  dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat
dengan menggunakan potensi yang dimiliki oleh kelompok yang memiliki
karakteristik yang sama.
 Kerjasama atau kemitraan  dilakukan untuk meningkatkan inisiatif
komunitas melalui kerjasama lintas program dan lintas sektoral dalam
menyelesaikan masalah kesehatan komunitas.
 Intervensi profesional  dilakukan untuk menyelesaikan masalah kesehatan di
komunitas melalui penerapan kompetensi yang dimiliki oleh perawat.
Jawaban: B

CONTOH SOAL EVALUASI DAN PEMBAHASAN


Di satu desa terjadi wabah diare. Hasil pengkajian didapatkan: 38% keluarga tidak
memiliki jamban, 20% buang sampah di sungai, 65% BAB di sungai, dan 45% mandi
di sungai. Masyarakat menganggap kebiasaan tersebut adalah hal biasa dan sudah
berlangsung turun temurun. Perawat melakukan pendidikan kesehatan tentang
pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat. 
Apakah indikator evaluasi formatif keberhasilan tindakan pada kasus tersebut?
1. Angka kejadian diare menurun
2. Masyarakat bisa hidup lebih sehat
3. Adanya WC umum tiap RT minimal 1
4. Masyarakat memahami tentang pentingnya BAB di jamban
5. Kepala desa berkomitmen untuk memperbaiki kesehatan lingkungan 
Pembahasan: 
Evaluasi formatif adalah penilaian hasil yang diukur  saat proses intervensi
dilakukan dapat berupa respon kognitif, afektif dan psikomotor dari klien .
Perawat telah melakukan pendidikan kesehatan yang tujuannya untuk meningkatkan
pengetahuan atau  pemahaman masyarakat tentang perilaku hidup dan sehat.  
Sehingga evaluasi keberhasilan yang dapat segera diukur setelah melakukan tindakan
adalah pemahaman masyarakat tentang pentingnya BAB di jamban. 
Strategi : 
Identifikasi definisi evaluasi formatif dan indikator kunci keberhasilan tindakan
keperawatan pada kasus. Pilihan A, B, C dan E termasuk dalam indikator evaluasi
sumatif pendidikan kesehatan pada masyarakat.
Jawaban: D

Referensi:
Anderson, E., & Mc Farlane, J. (2015). Community  as partner : theory and practicein
nursing. (6    ed).Philadelphia: Lippincott Willims & Wilkins.
th

Nies, M.A.,  & McEwen, M. (2018). Keperawatan Kesehatan Komunitas dan


Keluarga. Elsevier. 

Soal :
KEPERAWATAN KELUARGA

Asuhan keperawatan (askep) keluarga merupakan suatu proses pemberian pelayanan


kesehatan sesuai kebutuhan keluarga dalam lingkup praktik keperawatan yang
bersifat   holistik dengan menempatkan keluarga dan komponennya sebagai fokus
pelayanan.  Masalah kesehatan yang sering timbul: sistem respirasi (TB Paru), sistem
kardiovaskuler (hipertensi) dan sistem pencernaan (diare).
1. Sistem Pernapasan (TB PARU)
1.1. Materi
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. TB paru ditularkan dari individu terinfeksi ke orang lain
melalui transmisi udara yaitu lepasnya droplet saat penderita berbicara, batuk, dan
bersin.  Individu yang berisiko tinggi untuk tertular TB paru antara lain kontak dengan
seorang penderita TB paru aktif, imunosupresif, individu yang tinggal di daerah
perumahan kumuh (pemukiman padat), lingkungan rumah yang memiliki ventilasi
udara yang buruk, kebiasaan gaya hidup seperti merokok, stres, kurang olahraga dan
kebersihan diri yang buruk.
Asas Etik dalam Keperawatan Keluarga:
a. Menghormati klien dan keluarga: Autonomy
Klien atau keluarga memiliki hak untuk memutuskan sesuatu dalam pengambilan
tindakan untuk mengatasi penyakit TB Paru. Seorang perawat tidak boleh
memaksakan suatu tindakan pengobatan kepada klien.
b. Manfaat: Beneficence
Semua tindakan dan pengobatan TB Paru harus bermanfaat bagi klien dan keluarga.
Perawat harus mempunyai kesadaran dalam bertindak agar tindakannya dalam
mengatasi masalah hipertensi dapat bermanfaat dalam menolong klien
c. Tidak merugikan: Non-maleficence
Setiap tindakan yang digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan TB Paru harus
berpedoman pada prinsip primum non nocere (yang paling utama jangan merugikan).
Resiko fisik, psikologis, dan sosial hendaknya diminimalisir semaksimal mungkin.
d. Kejujuran: Veracity
Perawat hendaknya mengatakan sejujur-jujurnya tentang apa yang dialami klien atau
keluarga serta akibat yang akan dirasakan oleh klien atau keluarga terkait masalah TB
Paru. Informasi yang diberikan hendaknya sesuai dengan tingkat endidikan klien dan
keluarga agar klien mudah memahaminya.
e. Kerahasiaan: Confidentiality
Perawat harus mampu menjaga privasi klien dan keluarga, meskipun klien telah
meninggal dunia.
f. Keadilan: Justice
Perawat profesional  harus mampu berlaku adil terhadap klien dan keluarga, meskipun
dari segi status sosial, fisik, budaya, dan lain sebagainya.
1.2. PROSES KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Gejala TB paru: keletihan, anoreksia, pucat, anemia, penurunan berat badan, demam
persisten, berkeringat malam hari, nyeri dada, dan batuk menetap, bunyi napas hilang
dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi. Batuk pada awalnya batuk non-produktif,
berkembang menjadi mukopurulen dengan hemoptisis.
Pemeriksaan dahak: sewaktu, pagi, sewaktu. TB Paru BTA (+) adalah: Sekurang-
kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif.
b. Diagnosis Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Tanda dan gejala: batuk tidak efektif; tidak mampu batuk; sputum berlebih; wheezing
dan/atau ronkhi.
b. Pola nafas tidak efektif
Tanda dan gejala: dispnea; penggunaan otot bantu pernapasan; fase ekspirasi
memanjang; pola napas abnormal (takipnea, bradipnea, hiperventilasi).
c. Defisit nutrisi
Tanda dan gejala: berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal.
d. Ketidakmampuan koping keluarga
Tanda dan gejala: merasa diabaikan; tidak memenuhi kebutuhan anggota keluarga;
tidak toleran; mengabaikan anggota keluarga.
e. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif
Tanda dan gejala: kurang menunjukkan perilaku adaptif terhadap lingkungan; kurang
menunjukkan pemahaman tentang perilaku sehat; tidak mampu menjalankan perilaku
sehat.
f. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif
Tanda dan gejala: mengungkapkan tidak memahami masalah kesehatan yang diderita;
mengungkapkan kesulitan menjalankan perawatan yang ditetapkan; gejala penyakit
TB semakin memberat; aktivitas keluarga untuk mengatasi masalah tidak tepat.
g. Manajemen kesehatan tidak efektif
Tanda dan gejala: mengungkapkan kesulitan dalam menjalani program
perawatan/pengobatan TB paru gagal melakukan tindakan untuk mengurangi faktor
risiko; gagal menerapkan program perawatan/pengobatan TB paru dalam kehidupan
sehari-hari; aktivitas hidup sehari-hari tidak efektif untuk memenuhi tujuan kesehatan.
c. INTERVENSI/IMPLEMENTASI
a. Fisioterapi dada
a. Batuk Efektif
b. Terapi Relaksasi Napas Dalam
b. Manajemen nutrisi
c. Manajemen stress
d. Manajemen pengobatan
Pengobatan TB Paru terbagi atas 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan adalah paduan obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama (Lini I) adalah INH, rifamfisin, pirazinamid,
streptomisisin, etambutol, sedangkan obat tambahan lainnya adalah: kanamisin,
amikasin, kuinolon.
e. Latihan dan Terapi Fisik
f. Pendidikan kesehatan
2. EVALUASI
Evaluasi dapat dilihat berdasarkan proses kegiatannya atau disebut sebagai evaluasi
formatif dan evaluasi berdasarkan hasil akhir berdasarkan ketercapaian tujuan atau
disebut sebagai evaluasi sumatif.
Evaluasi terhadap masalah keperawatan yang muncul pada masalah kesehatan TB
Paru di antaranya adalah:
a. Status Kepatenan jalan nafas
b. Pengetahuan: manajemen penyakit kronis
c. Kepatuhan minum obat
d. Evaluasi status nutrisi: Intake
e. Perilaku kepatuhan: Anjuran Diet
f. Pelaksanaan 5 Fungsi Keluarga
g. Peningkatan Koping Keluarga
B. Sistem Kardiovaskuler (Hipertensi)
2.1. Materi
Hipertensi adalah suatu keadaan di mana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik
140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau lebih. (Harrison
1997). Tanda dan gejala: pusing, mudah marah, telinga berdengung, mimisan
(jarangan), sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, dan mata
berkunang-kunang. Komplikasi hipertensi: gangguan penglihatan, gangguan saraf,
gagal jantung, gangguan fungsi ginjal, gangguan serebral (otak).
2.2. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Gejala yang sering muncul: sakit kepala, pusing, lemas, sesak nafas, kelelahan,
kesadaran menurun, gelisah, muntah, kelemahan otot, dan nyeri dada/angina, nyeri
tengkuk, sulit tidur.
Pemeriksaan fisik, pada bunyi jantung: terdengar S2 pada dasar, S3 (CHF dini), S4
(pengerasan ventrikel kiri/hipertropi ventrikel kiri), terdapat mur stenosis valular.
Tekanan darah lebih dari 140 /90 mmHg.
b. Diagnosis
a. Nyeri Akut
Tanda dan gejala: mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, gelisah,
frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat lebih dari 140/90
mmHg.
b. Penurunan curah jantung
Tanda dan gejala: perubahan irama jantung (palpitasi); objektif : bradikardia
/takikardia, gambaran EKG aritmia, perubahan preload (lelah); objektif: edema,
distensi vena juguralis, CVP meningkat/menurun, perubahan afterload (dyspnea);
objektif:  tekanan darah meningkat/ menurun, nadi perifer teraba lemah, capillary
refill time >3 detik. Perubahan kontraktilitas (ortopne, batuk); objektif: terdengar
suara jantung S3 dan/atau S4.
c. Perilaku kesehatan cenderung beresiko
Tanda dan gejala: menunjukkan penolakan terhadap perubahan status kesehatan; gagal
melakukan tindakan pencegahan masalah kesehatan; Menunjukkan upaya peningkatan
status kesehatan yang minimal.
d. Ketidakmampuan koping keluarga
Tanda dan gejala: merasa diabaikan, tidak memenuhi kebutuhan anggota keluarga,
tidak toleran, mengabaikan anggota keluarga
e. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif
Tanda dan gejala: kurang menunjukkan perilaku adaptif terhadap lingkungan; kurang
menunjukkan pemahaman tentang perilaku sehat; tidak mampu menjalankan perilaku
sehat.
f. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif
Tanda dan gejala: mengungkapkan tidak memahami masalah kesehatan yang diderita;
Mengungkapkan kesulitan menjalankan perawatan yang ditetapkan; Gejala penyakit
TB semakin memberat; Aktivitas keluarga untuk mengatasi masalah tidak tepat.
g. Manajemen kesehatan tidak efektif
Tanda dan gejala: mengungkapkan kesulitan dalam menjalani program
perawatan/pengobatan TB; Gagal melakukan tindakan untuk mengurangi faktor
risiko; gagal menerapkan program perawatan/pengobatan TB dalam kehidupan sehari-
hari; Aktivitas hidup sehari-hari tidak efektif untuk memenuhi tujuan kesehatan.
c. Intervensi/Implementasi
a. Manajemen nutrisi: diet Rendah Garam
b. Manajemen Nyeri.
c. Pendidikan kesehatan:
a. Aktifitas fisik/Olahraga rutin minimal 30 menit setiap hari,
minimal 5x seminggu
b. Mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to
Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium
c. Hindari stress. Sempatkan waktu untuk istirahat atau
berlibur sejenak
d. Stop merokok
e. Mengurangi berat badan (obesitas)
f. Cek tekanan darah secara berkala, minimal 1 bulan sekali
g. Konsumsi obat penurun tekanan darah tinggi secara teratur
 Manajemen stress
2. Evaluasi
Mengkaji kemajuan status kesehatan individu dalam konteks keluarga,
membandingkan respon individu dan keluarga dengan kriteria hasil dan
menyimpulkan hasil kemajuan. Evaluasi dapat dilihat berdasarkan proses kegiatannya
atau disebut sebagai evaluasi formatif dan evaluasi berdasarkan hasil akhir
berdasarkan ketercapaian tujuan atau disebut sebagai evaluasi sumatif.
B. Sistem Pencernaan (Diare)
Materi
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih
cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam.
3.1. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Tanda dan Gejala
 Diare karena penyakit usus halus: diare dalam jumlah
banyak, cair, dan sering terjadi malabsorpsi dan dehidrasi.
 Diare karena kelainan kolon: tinja berjumlah kecil tetapi
sering, bercampur darah dan ada sensasi ingin BAB terus.
 Diare akut karena infeksi: mual, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan tinja yang sering, malabsorptif, serta berdarah
tergantung bakteri patogen yang spesifik.
Pemeriksaan fisik:
 Pada pemeriksaan fisik: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah.
 Tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor
kulit abdomen, penurunan berat badan.
 Tanda tambahan: ubun-ubun besar cekung, mata cekung,
tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering.
 Pernapasan cepat dan dalam: asidosis metabolik.
 Bising usus yang lemah atau tidak ada: hipokalemia.
 Pemeriksaan ekstremitas: perfusi dan capillary refill
b. Diagnosis
 Diare
Tanda dan gejala: nyeri/kram abdomen; defekasi lebih dari 3x per 24 jam; feses
lembek/cair: frekuensi peristaltic meningkat; bising usus hiperaktif.
 Hipovolemik
Tanda dan gejala: frekuensi nadi meningkat; nadi raba lemah; tekanan darah menurun;
tekanan nadi menyempit; turgor kulit menurun; membrane mukosa kering; volume
urin menurun; hematocrit meningkat; pengisian vena menurun; suhu tubuh meningkat;
berat badan menurun tiba-tiba; merasa lemas; mengeluh haus.
 Perilaku kesehatan cenderung berisiko
Tanda dan gejala: Menunjukkan penolakan terhadap perubahan status kesehatan;
gagal melakukan tindakan pencegahan masalah kesehatan; Menunjukkan upaya
peningkatan status kesehatan yang minimal.
 Ketidakmampuan koping keluarga
Tanda dan gejala: Merasa diabaikan; Tidak memenuhi kebutuhan anggota keluarga;
Tidak toleran; Mengabaikan anggota keluarga.
 Pemeliharaan kesehatan tidak efektif
Tanda dan gejala: kurang menunjukkan perilaku adaptif terhadap lingkungan; Kurang
menunjukkan pemahaman tentang perilaku sehat; Tidak mampu menjalankan perilaku
sehat.
 Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif
Tanda dan gejala : mengungkapkan tidak memahami masalah kesehatan yang diderita;
Mengungkapkan kesulitan menjalankan perawatan yang ditetapkan; Gejala penyakit
Diare semakin memberat; Aktivitas keluarga untuk mengatasi masalah tidak tepat.
 Manajemen kesehatan tidak efektif
Tanda dan gejala: mengungkapkan kesulitan dalam menjalani program
perawatan/pengobatan Diare; Gagal melakukan tindakan untuk mengurangi faktor
risiko; gagal menerapkan program perawatan/pengobatan Diare dalam kehidupan
sehari-hari; Aktivitas hidup sehari-hari tidak efektif untuk memenuhi tujuan kesehatan
c. Intervensi/Implementasi
 Rehidrasi
 Pemberian ASI dan Makanan
 Kolaboratif (pemberian Zinc)
 Pendidikan kesehatan
d. Evaluasi
Mengkaji kemajuan status kesehatan individu dalam konteks keluarga,
membandingkan respon individu dan keluarga dengan kriteria hasil dan
menyimpulkan hasil kemajuan. Evaluasi dapat dilihat berdasarkan proses kegiatannya
atau disebut sebagai evaluasi formatif dan evaluasi berdasarkan hasil akhir
berdasarkan ketercapaian tujuan atau disebut sebagai evaluasi sumatif
CONTOH SOAL PENGKAJIAN DAN PEMBAHASAN
Saat kunjungan rumah ditemui anak berusia 1 tahun. Ibunya mengatakan anaknya
sering batuk semenjak pindah ke rumah baru beberapa bulan yang lalu. Ibu klien
mengatakan anaknya sudah dibawa ke puskesmas dan mendapat obat namun batuknya
berulang kembali setelah obat habis.
Apakah Komponen pengkajian yang perlu dilakukan pada kasus tersebut?
A. Fungsi keluarga
B. Sistem respirasi anak
C. Pola komunikasi keluarga
D. Karakteristik tetangga
E. Lingkungan rumah

Pembahasan:
Batuk merupakan respon alami tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari sistem
pernafasan. Pada kasus, frekuensi batuk meningkat setelah pindah ke lingkungan yang
baru. Hal ini merupakan petunjuk untuk melakukan pengkajian lebih mendalam pada
lingkungan sekitar anak (rumah baru) yang dapat memicu terjadinya batuk, sehingga
jawaban yang paling tepat adalah E. Jawaban yang lain tidak tepat.
Strategi:
Data batuk semenjak pindah ke rumah baru merupakan data yang perlu diperhatikan.
Batuk merupakan reaksi tubuh jika ada allergen terhadap sistem pernafasan dan
lingkungan baru dapat menjadi pencetus baik secara fisik maupun psikologis. Oleh
karena itu pada kasus, pengkajian terhadap lingkungan rumah merupakan opsi pilihan
yang paling tepat.
Jawaban: E
CONTOH SOAL DIAGNOSIS DAN PEMBAHASAN
Saat kunjungan rumah didapatkan data: Anak laki-laki, berusia 12 tahun mengalami
diare sudah 2 hari dan tampak lemas. Keluarga mengatakan BAB warna kuning, BAB
cair, frekuensi lebih dari 5 kali. Keluarga mengatakan anak tidak nafsu makan dan
kalau minum sering dimuntahkan, Hasil pengkajian: Turgor kulit kembali sangat
lambat, suhu 38 C. Frekuensi nadi 88 x/menit. Klien belum dibawa ke pelayanan
kesehatan
Apakah diagnosis keperawatan pada kasus tersebut?
A. Risiko defisit nutrisi
B. Defisiensi kesehatan keluarga
C. Risiko ketidakseimbangan cairan
D. Risiko ketidakseimbangan elektrolit
E. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
Pembahasan:
Pada kasus sudah dijelaskan kondisi penyakit diare pada klien usia sekolah antara lain:
frekuensi, lama diare dan kondisi klinis yang diperberat dengan klien muntah setiap
minum, masalah keperawatan yang dapat dirumuskan pada kasus adalah kekuatan
data yang ada pada kasus antara lain dampak klinis akibat dehidrasi.
Strategi:
Rumusan masalah yang spesifik pada kasus Diare sesuai dengan data mayor menjadi
acuan dalam penanganan masalah utama cairan tubuh yang kurang dan tidak
tergantikan melalui makanan dan minum akibat muntah.
Jawaban: E
CONTOH SOAL INTERVENSI/ IMPLEMENTASI DAN PEMBAHASAN
Dalam kunjungan rumah ditemui seorang pria berusia 35 tahun, mengeluh batuk
dalam sebulan terakhir, nafsu makan berkurang, berat badan turun 5 kg dalam 1 bulan
dan merasa demam. Hasil observasi didapatkan data: klien membuang ludah
sembarangan, tidak ada jendela di kamar tidur, pertukaran udara hanya dari sumber
pintu masuk. Keluarga mengatakan klien batuk darah sudah 3 kali dalam seminggu ini
dan tidak tahu harus melakukan apa.
Apakah intervensi yang perlu segera dilakukan pada kasus tersebut?
A. Menganjurkan membuat jendela di kamar.
B. Melakukan pemeriksaan fisik.
C. Mengajarkan batuk efektif.
D. Menganjurkan memeriksa dahak BTA
E. Mengajarkan cara membuang ludah yang benar.
Pembahasan:
Gejala batuk lebih dari 3 minggu, berkurangnya nafsu makan, penurunan berat badan
dan merasa demam merupakan tanda dan gejala TBC yang perlu diwaspadai.
Penegakan diagnosis medis untuk TBC perlu segera dilakukan agar pengobatan dapat
segera dimulai. Hasil pemeriksaan penunjang penting pada diagnosis TBC adalah
pemeriksaan BTA.  Oleh karena itu intervensi yang perlu segera dilakukan perawat
adalah menganjurkan klien untuk melakukan pemeriksaan dahak BTA.
Strategi:
Prinsip penegakan diagnosis TBC adalah hasil BTA positif dari pemeriksaan sputum.
Pada kasus terinformasi jika keluarga tidak tahu harus melakukan apa padahal klien
sudah 3 kali batuk darah dalam seminggu ini. Hal ini menjadi dasar untuk
menganjurkan keluarga melakukan pemeriksaan dahak BTA
Jawaban: D
CONTOH SOAL EVALUASI DAN PEMBAHASAN
Saat kunjungan rumah didapatkan klien perempuan berusia 10 tahun, klien
mengatakan sudah 2 hari diare, BAB cair, frekuensi lebih dari 3 kali/ hari mengeluh
mual dan muntah saat makan atau minum. Hasil pemeriksan fisik: turgor kulit kembali
lambat, suhu 37.5 C, Nadi 100 x/menit, RR: 18x/menit. Klien belum dibawa ke
pelayanan kesehatan. Keluarga mengatakan cukup diberi minuman herbal. Perawat
memberi penyuluhan dampak diare pada kesehatan.
Apakah evaluasi pada tindakan perawat tersebut?
A. Keluarga dapat menyebutkan makanan yang sehat bagi pertumbuhan
B. Keluarga membawa klien ke pelayanan kesehatan
C. Keluarga dapat menyediakan makanan yang sehat
D. Anggota keluarga pertumbuhan baik
E. Anggota keluarga tidak jajan di luar
Pembahasan:
Pada kasus sudah dijelaskan kondisi klinis klien yang mengalami diare dan intervensi
yang sudah dilakukan Perawat yang perlu ditindaklanjuti oleh Keluarga yang dapat
dievaluasi baik pengetahuan, sikap dan Tindakan yang dipengaruhi. Pemberian
tindakan dalam kasus ini yang diharapkan adalah tindakan keluarga dalam membawa
klien ke pelayanan kesehatan dengan kondisi klinik, seperti kasus yang hanya
diberikan therapi alternatif.
Strategi:
Evaluasi secara prinsip adalah evaluasi sumatif dan evaluasi formatif terhadap
tindakan keperawatan untuk mengetahui sejauh mana efektifitas intervensi dan
tindaklanjut proses keperawatan yang akan diberikan pada klien terkait pengetahuan,
sikap dan tindakan
Jawaban: B
Referensi:
Friedman, M. R., Bowden, V.R., Jones, E. (2003). Family Nursing, Research Theory
and Practice. 5th Edition, Appleton & Large. USA.
Harmon H, Shirley May & Sherly Thalman B (1996),Family Health Care Nursing –
Theory Practice and Research. F.A. Davis Company Philadelphia
Riasmini, et.al (2017). Panduan Asuhan Keperawatan Individu, Keluarga, Kelompok
dan Komunitas dengan Modifikasi NANDA, ICNP, NOC, dan NIC di Puskesmas dan
masyarakat.UI-Press.
DPP PPNI. 2016. Standar diagnosis keperawatan Indonesia, definisi dan indikator
diagnostik, DPP PPNI.

Soal :
KEPERAWATAN JIWA

1. Materi dan Pendekatan Proses Perawatan Masalah Psikososial

Materi utama pada asuhan keperawatan pada masalah psikososial meliputi: ansietas,
kehilangan, ketidakberdayaan, berduka, gangguan citra tubuh, keputusasaan, dan
harga diri rendah situasional

1. Ansietas 
1. Materi
Ansietas atau kecemasan adalah perasaan was-was, khawatir, takut
yang tidak jelas atau ketidaknyamanan seakan-akan terjadi sesuatu
yang mengancam. Salah satu penyebab kecemasan adalah tindakan
pembedahan karena merupakan ancaman terhadap integritas tubuh dan
jiwa seseorang. Perubahan yang terjadi akibat kecemasan : Respon
fisiologis terhadap sistem saraf otonom: peningkatan frekuensi nadi,
respirasi, peningkatan tekanan darah dan suhu, relaksasi otot polos:
kandung kemih dan usus (sering BAB dan BAK),  kulit dingin dan
lembab, dan perubahan pola tidur. Respon psikologis menimbulkan
ada rasa ketakutan, khawatir dan was-was. Respon kognitif
menyempit.
2. Proses Perawatan
1. Pengkajian
Adanya perubahan fisiologis, psikologis dan kognitif.
2. Diagnosis
Ansietas
3. Perencanaan/ Tindakan
Identifikasi tanda – tanda ansietas. Ajarkan tehnik tarik nafas
dalam. Lakukan distraksi. Lakukan spiritual. Hipnotis lima jari 
4. Evaluasi
Peningkatan kemampuan pasien mengatasi ansietas ditandai
dengan tanda-tanda vital dalam batas normal, mampu
mengontrol perilaku, dan lapang persepsi meluas.

2. Ketidakberdayaan 
1. Materi
Ketidakberdayaan adalah suatu kondisi di mana individu
mempersepsikan bahwa tindakan yang dilakukan individu tidak akan
memberikan hasil yang bermakna sehingga menyebabkan hilang
kontrol atas situasi saat ini maupun yang akan terjadi (Wilkinson,
2012). Pasien merasa bahwa tidak ada upaya yang akan mengubah
pada masalahnya, sehingga akan menyebabkan emosi rasa takut,
perasaan kehilangan dan kesedihan. Proses ketidakberdayaan bisa
disebabkan karena penilaian negatif terhadap diri sendiri yang salah
satunya disebabkan perubahan fisik/penampilan yang dapat
menyebabkan gangguan citra tubuh. 
2. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Klien ketidakberdayaan memperlihatkan keragu-raguan
terhadap penampilan peran, ketidakmampuan perawatan diri,
tidak dapat menghasilkan sesuatu, ketidakpuasan dan frustasi,
menghindari orang lain, menunjukan perilaku ketidakmampuan
mencari informasi tentang perawatan, tidak bisa pengambilan
keputusan, ketergantungan terhadap orang lain, dan gagal
mempertahankan ide/pendapat.
Klien juga terlihat apatis dan pasif, ekspresi muka murung,
bicara dan gerakan lambat, tidur berlebihan, serta nafsu makan
tidak ada lagi atau berlebihan.
2. Diagnosis
Ketidakberdayaan
3. Perencanaan dan Tindakan
Bantu pasien untuk mengekspresikan perasaannya. Diskusikan
tentang masalah yang dihadapi pasien tanpa memintanya untuk
menyimpulkan.  Identifikasi pemikiran yang negative.
Membantu pasien untuk meningkatkan pemikiran yang positif.
4. Evaluasi
Klien mampu mengendalikan perasaan ketidakberdayaan
ditandai dengan mengungkapkan pikiran positif akan
kemampuannya mengendalikan situasi

3. Berduka
1. Materi
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi aktual maupun risiko yang dapat
dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup
sehingga terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan dapat berupa
kehilangan: objek, pekerjaan, fungsi, status, bagian tubuh, hubungan
sosial, termasuk orang yang berarti. Berduka (grieving) merupakan
reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal ini diwujudkan dalam
berbagai cara yang unik pada masing-masing orang dan didasarkan
pada pengalaman pribadi, espektasi budaya, dan keyakinan spiritual
yang dianutnya. 
Tindakan amputasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk
menyelamatkan seluruh tubuh. Amputasi adalah bisa menyebabkan
kehilangan. Respon kehilangan menurut Kubler Ross terbagi menjadi
beberapa tahapan. 
1. Denial (mengingkari peristiwa yang terjadi, tidak percaya itu
terjadi, letih, lesu, mual, gelisah, tidak tahu apa yang akan
dilakukan)
2. Anger (melampiaskan kekesalan, nada suara tinggi, berteriak,
bicara kasar, menyalahkan orang lain, menolak pengobatan,
agresif, nadi cepat, gelisah, tangan mengepal, susah tidur)
3. Bargaining (berusaha kembali ke masa lalu, sering mengatakan
“andai saja)
4. Depression (menolak makan dan bicara, menyatakan putus asa
dan tidak berharga, susah tidur, letih)
5. Acceptance (menerima kenyataan kehilangan)
2. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
 Kaji tingkat kehilangan 
 Respon emosional: berduka yang ditandai dengan
perasaan sedih, merasa bersalah, menyalahkan, tidak
menerima kehilangan dan merasa tidak ada harapan dan
menangis, pola tidur berubah, tidak mampu dan tidak
berkonsentrasi.
2. Diagnosis
Berduka
3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Identifikasi proses terjadinya berduka, memahami perubahan
fisik dan peran atau kondisi kesehatan dan kehidupannya.
Motivasi harapan dan keyakinan melanjutkan kehidupan.
Tingkatan kegiatan spiritual dan beradaptasi dengan keadaan
dan merasa lebih optimis.
4. Evaluasi
Klien mampu melalui fase berduka sampai pada tahap
acceptance ditandai dengan pemenuhan kebutuhan dasar
(nutrisi, istirahat dan tidur, serta kebersihan diri), kestabilan
tanda-tanda vital, dan perasaan optimis.

4. Gangguan Citra Tubuh (GCT)


1. Materi
Konsep diri merupakan persepsi individu terhadap dirinya,
mempengaruhi setiap aspek dalam kehidupan, kemampuan fungsional
dan status kesehatan. Setiap orang memiliki konsep diri yang berbeda
yang membuat setiap individu menjadi unik (Delaune & Leader,
2002). Setiap individu memiliki pandangan diri pada aspek fisik,
emosional, intelektual dan dimensi fungsional yang akan berubah
setiap waktu dan tergantung pada situasi.  Masalah pada komponen
konsep diri terdiri dari 5 komponen : Gangguan citra tubuh, perubahan
peran, ideal diri tidak realistis, gangguan identitas, dan harga diri
rendah situasional. 
Gangguan citra tubuh adalah perasaan tidak puas seseorang terhadap
tubuhnya yang diakibatkan oleh perubahan struktur, bentuk dan fungsi
tubuh karena tidak sesuai dengan yang diinginkan.
2. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Tanda dan gejala terjadinya perubahan fungsi tubuh (misal:
anomali, penyakit, obat-obatan, kehamilan, radiasi,
pembedahan, trauma, dll), perubahan fungsi kognitif,
ketidaksesuaian budaya, transisi perkembangan, proses
penyakit, gangguan psikososial, trauma, dan tindakan
pengobatan. Klien tidak mau mengungkapkan
kecacatan/kehilangan bagian tubuh dan mengungkapkan
perasaan negatif tentang tubuh. 
2. Diagnosis
Gangguan Citra Tubuh
3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Identifikasi perubahan citra tubuh dan harapan terhadap citra
tubuhnya saat ini. Motivasi pasien untuk melihat bagian tubuh
yang hilang secara bertahap. Bantu pasien menyentuh bagian
tubuh tersebut. Observasi respon pasien terhadap perubahan
bagian tubuh. Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian
tubuh yang sehat. Ajarkan pasien melakukan afirmasi dan
melatih bagian tubuh yang sehat. Beri pujian yang realistis atas
kemampuan pasien. Ajarkan pasien untuk meningkatkan citra
tubuh dan melatih bagian tubuh yang terganggu.
4. Evaluasi
Klien mampu menerima perubahan struktur, bentuk dan fungsi
tubuh ditandai dengan mau melihat bagian tubuh yang berubah,
terlibat aktif dalam perawatan termasuk dalam penggunaan
protese.

5. Keputusasaan
1. Materi
Keputusasaan merupakan keyakinan seseorang bahwa dirinya maupun
orang lain tidak dapat melakukan sesuatu untuk mengatasi masalahnya,
memandang adanya keterbatasan atau tidak tersedianya pemecahan
masalah, dan tidak mampu memobilisasi energi demi kepentingan
sendiri. 
Proses terjadinya keputusasaan bisa disebabkan karena mengalami
penyakit kronis seperti gagal ginjal kronik. Sebagian pasien gagal
ginjal kronik menjalani hemodialisis, pasien seringkali dibayangi
dekatnya kematian, merasa tidak dapat lagi mengatur diri sendiri dan
harus bergantung pada orang lain. Kondisi demikian tentu akan
menimbulkan perubahan di dalam aspek kehidupan pasien, dan
persepsi menyempit menilai tindakan hemodialisis tidak
menyelesaikan masalah.  
2. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Tanda dan gejala : mengalami stres jangka panjang, penurunan
kondisi fisiologis, penyakit kronis, kehilangan kepercayaan
pada kekuatan spiritual, kehilangan kepercayaan pada nilai-
nilai penting, pembatasan aktivitas jangka panjang dan isolasi
sosial. Klien mengungkapkan keputusasaan, isi pembicaraan
yang pesimis. isi pembicaraan yang pesimis “Saya tidak bisa”,
kurang dapat berkonsentrasi, bingung, berperilaku pasif, sedih
dan fokus perhatian menyempit
2. Diagnosis
Keputusasaan
3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Identifikasi kemampuan membuat keputusan dan identifikasi
area harapan dalam kehidupan. Identifikasi hubungan dan
dukungan sosial yang dimiliki pasien. Latih cara merawat
dirinya. Latih cara melakukan aktivitas positif. Latih cara
partisipasi aktif dalam aktivitas kelompok. Latih cara tindakan
koping alternatif dengan memperluas spiritual diri
4. Evaluasi
Klien mampu mengatasi keputusasaan ditandai dengan
memiliki harapan dan kegiatan positif, merasa diri bermakna,
serta memutuskan melanjutkan pengobatan.

6. Harga diri rendah situasional


1. Materi
Harga diri adalah penilaian harga diri pribadi seseorang berdasarkan
kesesuaian pencapaian diri dengan ideal diri. Seberapa sering
seseorang mencapai tujuan secara langsung mempengaruhi perasaan
kompeten (harga diri tinggi atau harga diri rendah). Penilaian diri yang
negatif/rendah dapat diakibatkan oleh penilaian negatif dari lingkungan
sekitar. Harga diri rendah dapat diakibatkan oleh beberapa hal antara
lain kehilangan, ganguan citra tubuh, gangguan peran, dan ideal diri
tidak realistis
2. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Tanda dan gejala : perilaku mengkritik diri, produktivitas
menurun, gangguan dalam hubungan, perasaan tidak mampu,
bersalah, perasaan negatif terhadap tubuh sendiri, pandangan
hidup pesimistis, penolakan kemampuan pribadi, dan
mengecilkan diri, lesu, ekspresi murung, mengabaikan
perawatan diri, bicara pelan dan lirih, jalan dengan menunduk,
postur tubuh menunduk, kontak mata kurang, lesu, pasif, dan
tidak mampu membuat keputusan.
2. Diagnosis
Harga diri rendah stuasional
3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. Nilai
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. Pilih kemampuan
positif yang bisa dilatih. Latih kemampuan positif yang dimiliki
dan berikan reinforcement positif terhadap setiap kemampuan
klien.
4. Evaluasi
Klien mampu meningkatkan diri dan melakukan aspek positif
yang dimiliki. 

2. Pokok Materi dan Pendekatan Proses Perawatan Masalah Gangguan Jiwa

Asuhan keperawatan jiwa dengan masalah gangguan jiwa meliputi: harga diri rendah
kronik, risiko perilaku kekerasan, halusinasi, isolasi sosial, defisit perawatan diri,
risiko perilaku kerasan, dan waham.

1. Harga Diri Rendah Kronik


1. Materi
Keadaan di mana individu mengalami evaluasi diri negatif mengenai
diri dan kemampuannya dalam waktu lama dan terus menerus yang
berhubungan dengan perasaan tidak berharga, tidak berdaya, putus asa,
ketakutan, rentan, rapuh, serta tidak berarti.
Proses terjadinya harga diri rendah disebabkan faktor predisposisi:
transisi perkembangan, transisi peran situasi, dan transisi sehat sakit
dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat perubahan
konsep diri. Faktor presipitasi adanya kegagalan atau berduka
disfungsional dan individu yang mengalami gangguan ini mempunyai
koping yang tidak konstruktif atau koping maladaptif.
2. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
 Faktor predisposisi dan presipitasi
 Tanda dan gejala : menilai diri negatif (mengungkapkan
tidak berguna, tidak tertolong), merasa malu/bersalah,
merasa tidak mampu melakukan apapun, meremehkan
kemampuan mengatasi sulit, merasa tidak memiliki
kelebihan. Berjalan menunduk, kontak mata kurang,
lesu, tidak bergairah, berbicara pelan, lirih dan pasif.
2. Diagnosis
Harga Diri Rendah Kronik
3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien.
Latih pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan. Latih
pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih.
Latih kemampuan yang dipilih pasien.
4. Evaluasi
Peningkatan kemampuan pasien mengatasi harga diri rendah
dan penurunan tanda dan gejala

2. Risiko Perilaku Kekerasan


1. Materi
Perilaku kekerasan adalah marah yang ekstrim atau ketakutan sebagai
respon terhadap perasaan terancam berupa ancaman fisik atau ancaman
terhadap konsep diri yang diekspresikan dengan mengancam,
mencederai orang lain dan atau merusak lingkungan. 
Proses terjadinya risiko perilaku kekerasan disebabkan faktor
predisposisi: faktor biologi (neurobiologi), faktor perkembangan pada
masa usia toddler tidak menyenangkan, sering mengalami kegagalan,
kehidupan yang penuh tindakan agresif dan lingkungan yang tidak
kondusif (bising dan padat), kecacatan fisik, penyakit kronis dan faktor
psikologis. Faktor presipitasi: adanya ancaman (baik ancamaan internal
dan external) terhadap konsep diri seseorang, penyalah gunaan
NAPZA, dan halusinasi.
2. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
 Faktor predisposisi dan presipitasi
 Tanda dan gejala : tidak mampu mengontrol perilaku
kekerasan, mengatakan ingin memukul orang lain,
meremehkan keputusan, mengungkapkan pikiran
negatif, marah, mengamuk, melotot, pandangan mata
tajam, tangan mengepal, berteriak,  mendominasi dan
agresif.
2. Diagnosis
Risiko Perilaku Kekerasan
3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Mengidentifikasi: penyebab (tanda, gejala, dampak perilaku
kekerasaan yang dilakukan). Menjelaskan cara mengontrol
perilaku kekerasan. Mempraktekkan latihan cara mengontrol
dengan cara fisik I, fisik II. Mempraktekan secara verbal.
Mempraktekkan secara spiritual. Menjelasakan cara minum
obat (8 benar). 
Pada saat pasien dengan kondisi marah karena merasa ada
ancaman, sehingga berespon melukai diri sendiri dan orang
lain. Tindakan keperawatan bisa dilakukan terdiri tiga strategi
yaitu preventif, antisipasi, dan pengekangan/ managemen
krisis. 
Untuk tindakan dengan pengekangan (restrain) dilakukan hanya
dengan kondisi darurat, ketika ada risiko besar akan
membahayakan pasien atau orang lain. pengekangan ada dua
macam fisik secara mekanik.
Prinsip tindakan pengekangan/pengikatan/restrain pada pasien
dengan kondisi marah boleh dilakukan asal tidak melukai
pasien.
Pengekangan fisik harus dilakukan melalui pertimbangan etik
seperti Non-Maleficence, Beneficence, Autonomy, Veracity,
Justice. Non-Maleficence (tidak melakukan tindakan yang
merugikan), Beneficence (setiap tindakan bermanfaat bagi
pasien dan keluarga), Autonomy (tidak boleh memaksakan
suatu tindakan pada pasien), Veracity (mengatakan sejujurnya
tentang apa yang dialami pasien), Justice (harus mampu
berlaku adil pada pasien).
4. Evaluasi
Peningkatan kemampuan pasien mengungkapkan marah secara
konstruktif : kestabilan tanda-tanda vital, bicara tidak kasar dan
mendominasi, ekspresi tenang, mengungkapkan keinginan dan
penolakan secara asertif, melakukan kegiatan spiritual.

3. Halusinasi
1. Materi
Halusinasi adalah gejala gangguan jiwa berupa respon panca indera,
yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan
terhadap sumber yang tidak nyata. Proses terjadinya halusinasi
disebabkan faktor predisposisi: faktor perkembangan, sosialkultural,
biokimia, psikologis dan faktor genetic serta pola asuh. Faktor
presipitasi: dimensi fisik, dimensi emosional, dimensi intelektual,
dimensi sosial dan dimensi spiritual
2. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
 Faktor predisposisi dan presipitasi
 Tanda dan gejala halusinasi: jenis halusinasi, tahapan
halusinasi, komat-kamit, mondar-mandir, mengarahkan
telinga ke satu arah, sering meludah, menolak interaksi
dengan orang lain, merasa sendirian, merasa tidak
diterima dan menunjukkan permusuhan
2. Diagnosis
Halusinasi : (sesuaikan dengan jenis halusinasi)
3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Mengidentifikasi jenis, frekuensi isi, waktu, frekuensi situasi
dan respon terhadap halusinasi. Mengajarkan pasien cara
menghardik halusinasi. Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan
kegiatan (biasa dilakukan pasien). Melatih pasein mampu
minum obat dengan prinsip 8 benar
4. Evaluasi
Peningkatan kemampuan pasien mengendalikan halusinasi
ditandai dengan berorientasi sesuai realita.

4. Isolasi sosial
1. Materi
Isolasi sosial adalah kondisi di mana seseorang mengalami gangguan
hubungan interpersonal yang mengganggu fungsi individu tersebut
dalam meningkatkan keterlibatan atau hubungan (sosialisasi) dengan
orang lain. Proses terjadinya halusinasi disebabkan faktor predisposisi :
faktor perkembangan, faktor biologis (genetic), dan faktor sosial
kultural (komunikasi dalam keluarga). Faktor presipitasi: sosial
kultural, perpisahan dengan orang yang berarti, tidak sempurnanya
anggota keluarga dan faktor psikologis.
2. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Faktor predisposisi dan presipitasi 
Tanda dan gejala: menolak interaksi dengan orang lain, merasa
sendirian, merasa tidak diterima, mengungkapkan tujuan hidup
yang tidak adekuat dan tidak ada dukungan orang yang
dianggap penting, serta tidak mampu memenuhi harapan orang
lain.
2. Diagnosis
Isolasi sosial 
3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial. Mendiskusikan
keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak
berinteraksi dengan orang lain. Berkenalan secara bertahap
antara pasien-perawat, pasien-perawat-pasien, pasien dalam
kelompok.
4. Evaluasi
Klien mampu berinteraksi dengan lingkungan ditandai: ada
kontak mata, mampu memulai percakapan, memperkenalkan
diri pada orang lain, dan terlibat dalam kegiatan kelompok.

5. Defisit Perawatan Diri


1. Materi
Defisit perawatan diri adalah kondisi dimana individu tidak mampu
melakukan atau menyelesaikan aktifitas perawatan diri, adanya
perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari
ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan, berhias, dan
toileting : Buang Air Besar (BAB)/Buang Air Kecil (BAK) secara
mandiri.
2. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Faktor penyebab: gangguan muskuloskeletal, gangguan
neuromuskuler, kelemahan, gangguan psikologis dan atau
psikotik, serta penurunan Motivasi / Minat.
Tanda dan gejala: menolak melakukan perawatan diri,
menyatakan tidak ada keinginan mandi secara teratur,
perawatan diri harus dimotivasi, BAB/ BAK di sembarang
tempat dan tidak mampu menggunakan alat bantu makan.
Tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke
toilet/berhias secara mandiri, penampilan tidak rapi, pakaian
kotor, tidak mampu berpakaian secara benar, tidak mampu
melaksanakan kebersihan yang sesuai.
2. Diagnosis
Defisit Perawatan Diri
3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Menjelaskan pentingnya kebersihan diri (menjelaskan cara
menjaga kebersihan diri. Membantu pasien mempraktekkan
cara menjaga kebersihan diri). Menjelaskan cara makan yang
baik dan membantu pasien mempraktekkan cara makan yang
baik. Menjelaskan cara eliminasi yang baik dan membantu
pasien mempraktekkan cara eliminasi yang baik. Menjelaskan
cara berdandan dan membantu pasien mempraktekkan cara
berdandan.
4. Evaluasi
Peningkatan kemampuan pasien mengendalikan defisit
perawatan diri dan penurunan tanda dan gejala

6. Risiko Bunuh Diri


1. Materi
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan ditimbulkan oleh diri
sendiri untuk mengakhiri kehidupan atau pembinasaan oleh individu
sebagai akibat krisis multidimensional pada pemenuhan kebutuhan
individual di mana individu merasa ini adalah jalan keluar yang
terbaik. Proses terjadinya risiko bunuh diri meliputi:
Faktor predisposisi: Sosial budaya spiritual. Faktor presipitasi: biologi
(putus obat), psikologis (takut kehilangan keluarga atau orang yang
dicintai, faktor sosial ekonomi, masalah pekerjaan, gangguan peran
dan konflik keluarga). Tingkatan bunuh diri terdiri dari isyarat,
ancaman, dan percobaan. Pasien dengan isyarat bunuh diri sering kali
mengungkapkan pernyataan tidak langsung terkait dengan keinginan
bunuh dirinya, misalkan “Orang lain akan lebih baik mengasuh anak
saya”. Perawat harus menguasai tehnik komunikasi dalam merespon
ungkapan pasien, seperti tehnik mendengarkan aktif, klarifikasi, hening
dan lainnya. 
2. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Faktor predisposisi dan presipitasi
Tanda dan gejala: Memberikan ancaman akan melakukan
bunuh diri
Mengungkapkan ingin mati, mengungkapkan kata-kata segala
sesuatu akan lebih baik tanpa saya, mengungkapkan rencana
ingin mengakhiri hidup. 
Melakukan percobaan bunuh diri secara aktif dengan berusaha
memotong nadi, menggantung diri, meminum racun,,
membenturan kepala, menjatuhkan kepala dari tempat yang
tinggi, menyiapkan alat untuk melakukan rencana bunuh diri
dan gelisah
2. Diagnosis
Risiko Perilaku Kekerasan
3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan
pasien (amankan benda-benda yang dapat membahayakan
pasien. Melakukan kontrak treatment. Mengajarkan cara
mengendalikan dorongan bunuh diri. Melatih cara
mengendalikan dorongan bunuh diri. Mengidentifikasi aspek
positif pasien. Mendoroang pasien untuk menghargai diri
sebagai individu yang berharga). Mengidentifikasi pola koping
yang biasa diterapkan pasien. Menilai dan memotivasi pasien
memilih pola koping yang konstruktif. Membuat rencana masa
depan yang realistis bersama pasien. 
4. Evaluasi
Peningkatkan kemampuan mengendalikan keinginan bunuh diri
yang ditandai dengan mempunyai harapan akan kehidupan,
menghindari alat dan benda yang berbahaya, mengembangkan
koping konstruktif. 

7. Waham
1. Materi
Waham adalah keyakinan pribadi berdasarkan kesimpulan yang salah
dari realitas eksternal). Waham juga diartikan sebagai keyakinan yang
salah yang dipertahankan secara kuat/terus menerus namun tidak
sesuai dengan kenyataan.
Jenis waham meliputi : kebesaran, curiga, agama, nihilistic, dan lain-
lain.
Proses terjadinya waham faktor predisposisi: Biologi (Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik, neurotransmitter dopamin berlebihan,
tidak seimbang dengan kadar serotonin), Psikologi (mudah kecewa,
kecemasan tinggi, mudah putus asa dan menutup diri konsep diri yang
negatif), dan sosial  budaya (riwayat tinggal di lingkungan yang dapat
mempengaruhi moral individu). Faktor presipitasi waham meliput
faktor biologi, psikologis dan lingkungan. 
2. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Faktor predisposisi dan presipitasi
Tanda dan gejala : mudah lupa atau sulit konsentrasi,
mengatakan bahwa ia adalah artis, nabi, presiden, wali, dan
lainnya yang tidak sesuai dengan kenyataan, mengatakan hal
yang diyakini sacara berulang-ulang, dan sering merasa curiga
dan waspada berlebihan. Inkoheren, flight of idea,
sirkumtansial, sangat waspada, khawatir, sedih berlebihan atau
gembira berlebihan, wajah tegang, perilaku sesuai isi waham,
banyak bicara, menentang atau permusuhan, hiperaktif,
menarik diri, tidak bisa merawat diri dan defensive.
2. Diagnosis
Waham
3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Membantu orientasi realita. Mendikusikan kebutuhan yang
tidak terpenuhi. Membantu memenuhi kebutuhannya dan
berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki. Melatih
kemampuan yang dimiliki.
4. Evaluasi
Peningkatan kemampuan berorientasi pada realita ditandai
dengan bicara dalam konteks realita, mengenal kebutuhan yang
tidak terpenuhi, mengembangkan aspek positif untuk mangatasi
wahamnya.

CONTOH SOAL PENGKAJIAN DAN STRATEGI


Seorang perempuan usia 20 tahun, datang ke poli kulit, post luka bakar. Ketika perawat akan
melakukan pengukuran TD, pasien menolak dan menutupi tangannya dengan jaket. Hasil
pengkajian: tangan sebelah kanan berwarna putih bekas luka bakar, pasien banyak
menunduk, dan mengatakan tangannya tidak seperti orang lain.
Apakah komponen konsep diri yang terganggu pada kasus tersebut?
1. Penampilan peran
2. Citra tubuh
3. Harga diri
4. Ideal diri
5. Identitas
Pembahasan:
Konsep diri terdiri dari 5 komponen yaitu citra tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan peran,
dan identitas diri. Citra tubuh merupakan sikap sadar dan bawah sadar terhadap tubuh sendiri.
Perasaan tidak puas seseorang terhadap tubuhnya yang diakibatkan oleh perubahan struktur,
bentuk dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan yang diinginkan.
Strategi:
Sesuai kasus, pasien mengalami perubahan fisik yaitu perubahan bentuk (warna pada tangan
kanannya) sehingga merefleksikan perubahan perasaan pada penampilan, menutupi
perubahan pada tubuhnya dan adanya perasaan yang negatif. 
Jawaban: B

CONTOH SOAL DIAGNOSIS DAN PEMBAHASAN


Seorang perempuan berusia 20 tahun, bekerja sebagai model, dirawat di RSU karena
kecelakaan yang mengakibatkan luka di wajahnya. Hasil pengkajian: pasien mengatakan
“sudah tidak ada lagi yang bisa saya lakukan, saya tidak bisa bekerja lagi”, dan diucapkan
berulang-ulang. Pasien terlihat murung dan susah tidur.
Apakah masalah keperawatan pada pasien tersebut?
1. Ansietas
2. Keputusasaan
3. Ketidakberdayaan
4. Harga diri situasional
5. Gangguan citra tubuh
Pembahasan :
Ketidakberdayaan adalah persepsi bahwa tindakan seseorang tidak akan mempengaruhi hasil
secara signifikan, persepsi kurang kontrol pada situasi saat ini atau yang akan datang.
Strategi:
Pada kasus di atas, pasien mengalami beberapa masalah keperawatan: ansietas,
ketidakberdayaan, keputusasaan, harga diri rendah situasional dan gangguan citra tubuh.
Hasil pengkajian saat ini/  here and now,  data yang diungkapkan berulang-ulang atau
mengancam diri pasien menjadi masalah utama, sehingga masalah keperawatan utama pada
pasien adalah ketidakberdayaan. 
Jawaban : C

CONTOH SOAL INTERVENSI/ IMPLEMENTASI DAN PEMBAHASAN


Seorang laki-laki berusia 34 tahun, dirawat di RSJ karena mengurung diri di kamar sejak 1
bulan lalu dan kadang marah tanpa sebab. Hasil pengkajian: pasien sering menyendiri,
tertawa dan bicara sendiri, afek labil, dan penampilan tidak rapi. Keluarga mengatakan pasien
di PHK setahun yang lalu.
Apakah tujuan tindakan keperawatan pada kasus tersebut?
1. Pasien mampu melakukan interaksi dengan lingkungannya.
2. Pasien menunjukan perilaku meningkatnya harga diri.
3. Pasien mampu mengontrol perilaku marahnya.
4. Pasien mampu mengontrol halusinasinya.
5. Pasien mampu melakukan kebersihan diri.
Pembahasan :
Tindakan keperawatan pada pasien halusinasi adalah mengidentifikasi jenis, frekuensi isi,
waktu, frekuensi situasi dan respon terhadap halusinasi dan mengajarkan pasien cara
menghardik halusinasi. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan pasien). Memberikan pendidikan kesehatan tentang
penggunaan obat secara teratur. Pasien mampu minum obat dengan prinsip 8 benar.
Strategi
Pada kasus di atas tentukan terlebih dahulu masalah utamanya yaitu halusinasi karena kondisi
saat ini/  here and now  (sering menyendiri, tertawa dan bicara sendiri, afek labil) adalah
halusinasi sehingga tujuan mengacu kepada masalah utama (halusinasi) mampu mengontrol
halusinasinya. Pilihan a,b,c dan e bukan intervensi pada masalah keperawatan halusinasi.
Jawaban: D

CONTOH SOAL EVALUASI DAN PEMBAHASAN


Seorang perempuan berusia 20 tahun dirawat di RSJ dua minggu yang lalu karena marah-
marah, bicara dan tertawa sendiri, serta tidak mau merawat diri. Hasil pengkajian pasien
mengatakan “Saya tidak lulus pramugari karena pendek dan kulit hitam, saya malu”, ekspresi
murung, dan tidak mampu memulai percakapan.
Apakah evaluasi tindakan keperawatan pada kasus tersebut?
1. Mandi, keramas, dan gosok gigi secara mandiri
2. Bercakap-cakap dengan pasien lain
3. Melakukan kemampuan positif
4. Halusinasi terkontrol
5. Marah terkontrol
Pembahasan:
Harga diri rendah merupakan keadaan di mana individu mengalami evaluasi diri negatif
mengenai diri dan kemampuannya dalam waktu lama dan terus menerus yang berhubungan
dengan perasaan tidak berharga, tidak berdaya, putus asa, ketakutan, rentan, rapuh, serta tidak
berarti. Tanda dan gejala harga diri rendah adalah menilai diri negatif (misal;
mengungkapkan tidak berguna, tidak tertolong), merasa malu/bersalah, merasa tidak mampu
melakukan apapun, meremehkan kemampuan mengatasi sulit, merasa tidak memiliki
kelebihan, berjalan menunduk, kontak mata kurang, lesu, tidak bergairah, berbicara pelan,
lirih dan pasif. Tindakan keperawatan difokuskan pada peningkatan harga diri pasien.
Strategi
Berdasarkan kasus di atas, pilihan a,b,d dan e tidak termasuk dalam tindakan keperawatan
harga diri rendah. Pasien mengungkapkan pandangan negatif pada tubuhnya dan ada
perubahan perilaku terlihat murung dan sedih pasien juga mengatakan malu. Tindakan yang
sudah dilakukan adalah menyebutkan aspek positif yang dimilikinya, tindakan berikutnya
adalah melatih kemampuan positif yang dimiliki. 
Jawaban :C

Referensi: 
1. Potter & Perry (2013).  Fundamental of Nursing . Mosby Elsevier.
2. Stuart G. W (2009).  Principles and Practice of Psychiatric Nursing.  St. Louis:
Mosby
3. Stuart, Keliat & Pasaribu (2016).  Keperawata Kesehatan Jiwa Stuart . Jakarta:
Elsevier 

Soal :
KEPERAWATAN GERONTIK
1. Sistem Pernapasan
1. Perubahan Fisiologis Sistem Pernapasan dan Kasus yang Sering
Terjadi
Pada Lansia terjadi perubahan fisiologis pada sistem pernapasan yang menyebabkan
frekuensi pernapasannya menjadi meningkat. Menurunnya kapasitas vital paru, recoil
paru dan kekuatan otot dinding dada yang menjadi penyebab meningkatnya frekuensi
napas normal menjadi 16-24 kali permenit (Miller, 2012). Kasus gangguan pernapasan
yang paling banyak ditemui pada lansia adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK) dengan penyebab utama rokok dan polutan lainnya.

2. Pendekatan Proses Keperawatan


A. Pengkajian
Pada lansia perlu dilakukan observasi pada kedalaman napas, penggunaan otot bantu
napas (klavikula, cuping hidung, retraksi dinding dada) dan frekuensi napas (Miller,
2012). Pemeriksaan diagnostik rontgen paru dilakukan untuk mengetahui adanya
infeksi atau seberapa luas permukaan paru yang terganggu.
B. Diagnosis Keperawatan
Gangguan pola napas adalah diagnosis yang paling sering kita temui pada lansia
dengan keluhan pernapasan baik pada kondisi fisiologis maupun patologis. Di
keluarga masalah pernapasan dapat diberikan diagnosis gangguan prilaku kesehatan
beresiko dan ketidak efektifan manajemen kesehatan (Herdman&Kamitsuru, 2018).
Diagnosis ini perlu dilengkapi dengan pengetahuan klien tentang masalah kesehatan
yang dialaminya.
C. Intervensi/Implementasi
Perawat dapat memberikan latihan pernapasan dengan pursed lip breathing untuk
meningkatkan asupan oksigen dan kapasitas paru. Selain itu batuk efektif, suction,
fisioterapi dada, manajemen jalan napas dan pemberian oksigen merupakan intervensi
keperawatan yang dapat diberikan pada lansia dengan masalah pernapasan (Bulechek,
2013).
D. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan dari kondisi ini adalah frekuensi napas dalam batas normal
dan tidak adanya suara napas abnormal (wheezing, cracles, ronchi).

2. Sistem Kardiovaskular
1. Perubahan Fisiologis Lansia dan Kasus Yang Sering Dijumpai
Kekakuan dan munculnya plak di sepanjang pembuluh darah membuat resistensi pada
aliran darah meningkat, hal ini mengakibatkan tekanan darah pada lansia cenderung
meningkat (Meiner, 2015). Perubahan normal yang terjadi pada otot dan katup jantung
juga menyebabkan pompa darah ke seluruh tubuh tidak optimal, hal ini membuat
lansia beresiko mengalami gagal jantung. Hipertensi (HT) dan Chronic Heart
Failure (CHF) adalah kondisi patologis yang sering pada lansia.
2. Pendekatan Proses Keperawatan
A. Pengkajian
Pengukuran tekanan darah dan mengetahui tanda gejala HT dan CHF penting untuk
mengetahui sedari dini adanya masalah/kondisi patologis pada lansia. Di rumah
sakit Cardio Thorax Ratio (CTR) perlu diketahui untuk mengetahui adanya
pembesaran pada otot jantung. Hasil elektrokardigrafi (EKG) juga diperlukan untuk
mengetahui adanya gangguan pada konduksi listrik otot jantung.
B. Diagnosis Keperawatan
Pada lansia diagnosis yang mungkin mucul pada sistem ini di antaranya adalah
ketidakstabilan tekanan darah, sindrom lansia lemah dan intoleransi aktivitas
(Herdman & Kamitsuru, 2018). Diagnosis di atas ditandai dengan adanya
ketidakstabilan hemodinamik, mengalami lebih dari satu gangguan tubuh dan adanya
ketidakcukupan energi yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas yang ditandai
dengan kelelahan.
C. Intervensi dan Evaluasi
Perawat perlu melakukan monitoring tanda-tanda vital, manajemen energi dan
aktivitas, bantuan perawatan diri, relaksasi ataupun edukasi. Lansia tidak dapat
memiliki kondisi normal seperti pada dewasa, stabilnya tekanan darah tanpa adanya
keluhan dan tanda gejala dapat menjadi evaluasi keberhasilan intervensi.

3. Sistem Persarafan Perilaku


1. Perubahan Fisiologis dan Kasus yang Banyak ditemukan
Pada lansia, sel saraf mengalami degenerasi sekitar 25%-40% dan otak atropi,
neurotransmitter otak lansia juga menurun. Perubahan-perubahan ini membuat
penghantaran impulse antar sel saraf mengalami gangguan. Kemampuan mengingat
dan belajar lansia akan mengalami penurunan, juga respon lansia terhadap sesuatu
juga akan cenderung melambat, akan tetapi demensia atau kepikunan bukanlah bagian
normal dari penuaan. Secara kepribadian, lansia tidak mengalami perubahan.
Perubahan emosi yang terjadi pada lansia sering disebabkan karena adanya masalah
psikososial seperti depresi.
Kasus yang biasa ditemukan akibat adanya gangguan fungsi persarafan pada lansia
adalah terjadinya demensia. Demensia merupakan nama untuk sindrom otak progresif
yang mempengaruhi memori, proses berpikir, perilaku, dan emosi. Demensia
menyebabkan seseorang akan sangat tergantung pada orang lain untuk pemenuhan
kebutuhan aktivitas harian (Alzheimer’s Disease International, 2016). Selain itu,
lansia banyak yang mengalami depresi yang merupakan respon umum dari adanya
penyakit serius yang ia alami. Di samping itu, lansia juga berpotensi mengalami
delirium. Delirium sering dialami sebagai akibat dari kondisi kesehatan secara umum,
keracunan, akibat penggunaan obat atau kombinasi dari semuanya (Meiner, 2015).
2. Pendekatan Proses Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian sistem neurologi meliputi penilaian tingkat kesadaran, pengkajian status
mental misalnya dengan menggunakan Mini-Mental Status Examination (MMSE); the
Mini Cog., pengkajian pupil, pengkajian perilaku, pengkajian diagnostik: CT Scan,
MRI, dan Electroencephalography (EEG), pengkajian laboratorium: CSF,
pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, hati, ginjal, APOE. Pemeriksaan diagnostik
ditujukan untuk menegakkan kemungkinan adanya infark atau tumor. Pemeriksaan
darah (misalnya: ureum) bisa menegakkan penyebab delirium pada lansia.
B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis yang dapat diangkat terkait perubahan sistem persarafan adalah, konfusi,
risiko jatuh, risiko cidera, gangguan pola tidur, hambatan memori, konfusi akut, dan
konfusi kronik.
C. Intervensi/Implementasi
Secara umum, perawat perlu memperhatikan pemenuhan kebutuhan fisik dan rasa
aman. Penting pula berkomunikasi kepada lansia dengan sederhana dan jelas,
mengorientasikan kepada realita dan memotivasi lansia untuk tetap melakukan
interaksi dengan lingkungan.
D. Evaluasi
Evaluasi mencakup terpenuhinya hidrasi dan nutrisi lansia, tidak mengalami cidera,
tidak ada perilaku sulit (BPSD/ Behavioral Psychological Symptom of Dementia)
yang muncul pada lansia dengan demensia seperti: agresif dan gelisah. Lansia terlibat
aktif dalam kegiatan harian.

4. Sistem Ginjal dan Saluran Kemih


1. Perubahan fisiologis dan kasus yang banyak dijumpai
Perubahan fisiologis pada sistem ginjal dan saluran kemih yang sering terjadi seiring
dengan proses penuaan adalah penurunan kapasitas kandung kemih. Dengan
penurunan kapasitas tersebut dapat menyebabkan terjadinya nocturia, peningkatan
urgensi dan frekuensi berkemih. Seiring dengan proses menua, mukosa uretra juga
semakin menipis yang juga dapat mengkibatkan peningkatan urgensi dan frekuensi
berkemih. Khususnya pada laki-laki, pembesaran prostat (BPH) merupakan sebuah
kondisi yang sering ditemui. Semua perubahan tersebut di atas menyebabkan angka
kejadian inkontinensia urin meningkat seiring dengan peningkatan usia.

2. Fokus pendekatan proses keperawatan


A. Pengkajian
Mengidentifikasi pola BAK dan BAB, kemampuan mengosongkan kandung kemih
dengan tuntas, kekuatan otot-otot dasar panggul dan adanya distensi kandung kemih.
B. Diagnosis
Menegakkan diagnosis gangguan eliminasi urin dan inkontinensia urin.
C. Intervensi/Implementasi
Melakukan edukasi perubahan gaya hidup dengan melakukan pola BAK rutin,
pengaturan minum, perubahan lingkungan dan penggunaan diapers, melakukan terapi
konservatif seperti pemasangan pampers dan latihan otot-otot dasar panggul.
D. Evaluasi
Peningkatan pola BAK setelah diberikan intervensi, peningkatan kemampuan
mengenali keinginan berkemih, peningkatan kemampuan mengosongkan kandung
kemih dengan tuntas, peningkatan kekuatan otot-otot dasar panggul dan hilangnya
distensi kandung kemih.

5. Sistem Pencernaan
1. Perubahan fisiologis dan kasus yang banyak dijumpai
Perubahan fisiologis pada sistem pencernaan yang sering terjadi seiring dengan proses
penuaan adalah penurunan sensori kecap (terutama asin dan manis), penurunan
motilitas esofagus (efek pada disfagia, heartburn, muntah makanan yang tidak
tercerna efek selanjutnya pada nutrisi kurang, dehidrasi) penurunan sekresi asam
lambung, enzime dan motilitas, atropi usus halus, permukaan mukosam penipisan villi
dan penurunan sel epitel (efek pada absorpsi lemak dan B12), penurunan sekresi
mukosa dan elastisitas, penurunan tekanan spincter internal dan eksternal (efek pada
inkontinensia), dan penurunan impulsi saraf (efek pada penurunan rangsang defekasi
dan konstipasi). Kasus sistem pencernaan yang banyak dijumpai adalah malnutrisi,
inkontinensia bowel/inkontinensia fekal dan konstipasi.

2. Proses Keperawatan
A. Pengkajian
Mengidentifikasi adanya gangguan menelan dan pola BAB.
B. Diagnosis Keperawatan
Menegakkan diagnosis gangguan menelan, risiko aspirasi, ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh, inkontinensia bowel, konstipasi dan diare.
C. Intervensi/Implementasi
Melakukan edukasi perubahan gaya hidup dengan melakukan pola BAB rutin,
perubahan lingkungan dan penggunaan diapers, melakukan pencegahan cidera aspirasi
akibat gangguan menelan, melakukan edukasi perubahan gaya hidup (menganjurkan
pola BAB yang rutin dan manajemen diet), perubahan lingkungan dan penggunaan
diapers, melakukan edukasi perubahan gaya hidup dengan meningkatkan asupan serat,
cairan dan aktivitas fisik, menjaga kebersihan mulut, melakukan manajemen nutrisi,
yang aktivitasnya meliputi melakukan modifikasi lingkungan untuk mendukung
makan, memilih makan kesukaan, menghitung jumlah kebutuhan dan melibatkan
keluarga dalam memberikan motivasi untuk makan.
D. Evaluasi
Peningkatan pola BAB, tidak terjadi aspirasi, status nutrisi meningkat dan perbaikan
konsistensi feses setelah pemberian terapi diare.
6. Sistem Penginderaan
1. Fisiologis dan Kasus yang Banyak Ditemukan
Sistem penginderaan terdiri dari 5 bagian. Namun, perubahan penginderaan yang akan
sangat mempengaruhi lansia adalah perubahan yang terjadi pada fungsi penglihatan
dan pendengaran. Kondisi yang terjadi fungsi penglihatan lansia adalah kemampuan
akomodasi melambat, produksi air mata menurun, sel retina menurun serta cairan bola
mata terganggu. Pada lansia akan sering ditemukan kondisi mata kering. Hal ini
merupakan akibat dari menurunnya produksi air mata, dan perubahan pada kelopak
mata lansia (Ectropion & entropion). Akibat sel retina yang menurun, kemampuan
lansia untuk membedakan beberapa warna seperti hijau, biru dan ungu (Meiner,
2015). Selain itu, lansia juga mengalami kesulitan untuk beradaptasi terhadap cahaya.
Misalnya untuk cepat beradaptasi dari kondisi terang ke gelap. Cairan bola mata lansia
akan meningkat, hal ini terjadi akibat adanya sumbatan pada saluran anterior mata.
Terkait dengan gangguan lensa mata, banyak lansia akan mengalami katarak.
Fungsi pendengaran lansia pun akan mengalami penurunan. Membran timpanik akan
menebal dan serumen telinga cenderung menumpuk dan keras. Lansia akan
mengalami masalah pendengaran: tuli saraf (presbiakusis) dan tuli konduktif (karena
penumpukan serumen). Kesulitan mendengar ini akan membuat lansia mengalami
kesulitan berkomunikasi dan akan terisolasi dengan lingkungan.

2. Pendekatan Proses Keperawatan


A. Pengkajian
Perawat perlu memperhatikan adanya kehilangan fungsi pendengaran, tinitus, nyeri
pada telinga. Selain itu perhatikan adanya perubahan pada fungsi penglihatan berupa:
arkus senilis, nyeri, kemerahan dan kekeringan pada mata.
B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis yang bisa diangkat terkait fungsi penginderaan adalah risiko jatuh, risiko
cidera, hambatan komunikasi verbal, nyeri, isolasi sosial.
C. Intervensi/Implementasi
Upaya yang bisa dilakukan perawat untuk mengatasi masalah pada fungsi
penginderaan adalah menggunakan cara komunikasi yang benar. Jika tuli disebabkan
karena adanya penumpukan kotoran di telinga, maka perlu dilakukan irigasi telinga
supaya tuli konduktif teratasi. Jika terjadi kekeringan pada mata, maka perlu
dikolaborasikan kepada dokter mata untuk diberikan obat tetes mata. Selain itu perlu
melakukan managemen lingkungan agar terhindar dari jatuh.
D. Evaluasi
Keberhasilan tindakan terlihat dengan tidak adanya hambatan dalam berkomunikasi
serta lansia tidak mengalami cidera.
7. Sistem Muskuloskeletal
1. Perubahan Fisiologis Sistem Muskuloskeletal dan Kasus Yang
Sering Terjadi
Sistem muskuloskeletal terdiri atas otot tulang dan sendi, yang kesemuanya
mengalami perubahan akibat proses penuaan. Semakin bertambahnya usia kepadatan
tulang akan semakin berkurang, terutama pada tulang belakang, hal ini yang menjadi
penyebab lansia mengalami penurunan tinggi badan (Miller, 2012). Kekuatan otot
menjadi menurun karena adanya atropi sel otot yang digantikan jaringan ikat.
Penurunan produksi minyak sinovial, menyebabkan pergesekan antar sambungan
tulang, terutama pada tulang yang menopang berat badan tubuh sering kali
menimbulkan keluhan nyeri pada sendi.
Gangguan pada sistem muskuloskeletal berupa radang sendi atau arthritis merupakan
keluhan yang sangat sering dialami lansia. Arthritis terdiri dari beberapa jenis di
antaranya adalah asam urat (metabolic arthritis), Osteoarthirits (OA), Rheumatoid
Arthritis (RA). Selain itu masalah kepadatan tulang yang mengalami penurunan secara
drastis juga dapat menjadi kondisi patologis yang disebut dengan osteoporosis.
Gangguan pada sistem ini dapat menyebabkan pada gangguan gaya berjalan dan
keseimbangan lansia dan berakhir pada tingginya risiko jatuh. Jatuh pada lansia sering
tidak menyebabkan gangguan berarti, namun dapat menjadi kematian bagi lansia
(Ebersole, 2005). Risiko jatuh berkaitan juga dengan kondisi pada sistem lain seperti
gangguan penglihatan dan juga keamanan lingkungan serta penggunaan alat bantu
jalan (Miller 2012).

2. Pendekatan Proses Keperawatan


A. Pengkajian
Perawat perlu mengobservasi gaya berjalan, mengukur kekuatan otot dan mengkaji
keseimbangan serta risiko jatuh pada lansia. Pengkajian risiko jatuh dan status
keseimbangan dapat menggunakan Morse Fall Scale (MFS) dan Berg Balance
Scale (BBS)
B. Diagnosis Keperawatan
Pada domain mobilisasi diagnosis keperawatan yang sering muncul pada lansia adalah
hambatan mobilitas fisik, hambatan mobilitas berkursi roda, hambatan di tempat tidur,
hambatan berdiri, hambatan berjalan dan risiko jatuh (Herdman & Kamitsuru, 2018).
Perawat perlu memahami setiap perbedaan diagnosis tersebut dengan mengetahui
definisi dan batasan karateristiknya.
C. Intervensi/Implementasi
Perawat dapat memberikan latihan fisik seperti latihan keseimbangan, rentang
pergerakan sendi, menggunakan alat bantu jalan, bantuan berpindah, program
pencegahan jatuh dan edukasi (Bulechek, 2013). Program pencegahan jatuh dapat
menurunkan biaya yang harus dikeluarkan akibat cidera yang dialami lansia karena
jatuh (Morse, 2009).
D. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan dari kondisi ini adalah menurunnya risiko jatuh dan
meningkatkan keseimbangan pada lansia.

8. Sistem Integumen
1. Perubahan Fisiologis dan Kasus yang banyak ditemukan
Sistem integumen terdiri dari bagian epidermis, dermis dan subkutan. Pada lansia, tiap
bagian ini secara fisiologis akan mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi di
bagian kulit adalah berkurangnya serat kolagen, sehingga mengalami kehilangan
elastisitas kulit dan kulit mudah sekali robek. Arteriola di bagian epidermis kulit
mengalami atropi yang akan menyebabkan aliran darah menurun sehingga lansia
mudah mengalami hipotermia. Selain itu, hipotermi juga bisa disebabkan karena
adanya penurunan lemak pada bagian subkutaneus lansia. Perubahan pada pembuluh
darah di lapisan kulit juga akan berdampak pada perlambatan penyembuhan luka di
kulit lansia. Sehingga, ketika mengalami tirah baring yang lama, lansia akan sangat
rentan mengalami luka tekan. Kelenjar minyak lansia mengalami atropi sehingga kulit
lansia akan mudah mengalami kekeringan. Hal ini perlu mendapatkan perhatian
karena kekeringan kulit akan menimbulkan rasa gatal. Kasus-kasus integumen yang
banyak ditemukan pada lansia misalnya adalah: kekeringan kulit (xerosis),
pigmentasi, dermatitis dan mudah mengalami luka tekan.

2. Pendekatan Proses keperawatan


A. Pengkajian
Perawat perlu mengobservasi keutuhan lapisan kulit. Perhatikan juga adanya eritema
(kuning, putih, silver, adanya plak), timbulnya rasa gatal. Jika terjadi luka, segera
lakukan pengkajian lebih lanjut seperti: lokasi, luas, kedalaman, discharge. Penting
juga mengkaji kebiasaan yang tidak hygienis.
B. Diagnosis
Diagnosis yang bisa diangkat terkait sistem integumen adalah: kerusakan integritas
kulit, dan gangguan citra tubuh.
C. Intervensi/Implementasi
Perawat dapat menjaga kelembaban kulit dengan menggunakan agen topikal seperti
pelembab atau minyak, menjaga kebersihan kulit dan memberikan edukasi tentang
perawatan kulit.
D. Evaluasi
Hasil yang diharapkan dari intervensi yang diberikan adalah lansia bebas dari infeksi,
menunjukan perbaikan pada peradangan kulit, peningkatan pengetahuan terkait
penyebab masalah kulit dan perawatannya.

9. Istirahat dan tidur


1. Perubahan fisiologis dan kasus yang banyak dijumpai
Sebagian besar lansia mengalami insomnia yang ditandai dengan sulitnya untuk
memulai tidur, sulit untuk mempertahankan tidur yang nyenyak, sering terbangun
malam atau dini hari dan mengantuk di siang hari. Beberapa faktor eksternal juga
mempengaruhi kualitas tidur lansia di antaranya tingkat kebisingan dan kenyamanan
tempat tidur.

2. Proses Keperawatan
A. Pengkajian
Mengidentifikasi adanya kesulitan memulai tidur, adanya kesulitan mempertahankan
tidur, adanya ketidakpuasan tidur, terjaga dari tidur tanpa sebab yang jelas, adanya
kesulitan berfungsi secara optimal sehari-hari.
B. Diagnosis Keperawatan
Menegakkan diagnosis gangguan pola tidur.
C. Intervensi/Implementasi
Melakukan intervensi perubahan gaya hidup seperti menurunkan konsumsi makanan/
minuman yang mengandung kafein, meningkatkan kenyamanan tempat/ kamar tidur,
menghindari tidur siang, dan minum air hangat sebelum tidur.
D. Evaluasi
Adanya perbaikan pola tidur

CONTOH SOAL PENGKAJIAN DAN PEMBAHASAN


Seorang laki-laki berusia 62 tahun tinggal bersama keluarga di rumahnya, mengeluh
pusing, telinga berdengung, penglihatan kabur dan rasa berat di tengkuk pada perawat
yang berkunjung. Hasil pengkajian genogram, didapatkan data orang tua klien
meninggal karena serangan stroke.
Apakah pemeriksaan fisik yang tepat dilakukan pada kasus tersebut?
A. Mengukur JVP
B. Menginspeksi area dada
C. Mengukur tekanan darah
D. Menghitung frekuensi napas
E. Melakukan tes rinne dan swabach
Pembahasan:
Data berupa keluhan pusing, telinga berdengung, penglihatan kabur, rasa berat di
tengkuk, dan riwayat penyakit keluarga mengindikasikan adanya gangguan sistem
kardiovaskular khususnya hipertensi. Pemeriksaan fisik yang tepat dilakukan oleh
perawat kepada klien adalah mengukur tekanan darah.
Strategi:
Identifikasi keluhan-keluhan yang dirasakan klien, kemudian identifikasi data objektif
yang paling tepat dikaji untuk memvalidasi jenis gangguan kesehatan pada kasus.
Jawaban: C

CONTOH SOAL DIAGNOSIS DAN PEMBAHASAN


Seorang perempuan berusia 70 tahun tinggal di panti wreda sejak satu tahun yang lalu.
Klien mengeluh badannya terasa lemas dan susah menjangkau toilet sehingga sering
ngompol di tempat duduk ataupun tempat tidur. Tercium bau pesing dari pakaian dan
kamar klien. Hasil pengkajian fungsional berdasarkan Indeks KATZ, klien termasuk
dalam kategori D.
Apa masalah keperawatan pada kasus di atas?
A. Risiko intoleransi aktivitas
B. Gangguan mobilitas fisik
C. Defisit perawatan diri
D. Inkontinensia urin
E. Keletihan
Pembahasan:
Salah satu masalah yang paling sering dialami lansia adalah ketidakmampuan
mengontrol BAK karena berbagai faktor baik internal (misalnya proses penuaan)
maupun eksternal (misalnya toilet jauh). Dengan adanya data mayor klien sering
ngompol dan berbau pesing, maka diagnosis yang paling tepat adalah inkontinensia
urin.
Strategi:
Identifikasi definisi, karakteristik dan faktor yang berhubungan dengan masalah
keperawatan inkontinensia urin.
Jawaban: D

CONTOH SOAL INTERVENSI/ IMPLEMENTASI DAN PEMBAHASAN


Seorang perempuan berusia 65 tahun tinggal di panti wreda mengeluh sering ngompol
di celana terutama saat batuk dan tertawa sejak 1 bulan lalu. Klien terbiasa minum
kopi sejak 30 tahun lalu. Tercium bau pesing dari pakaian klien, fungsi kognitif utuh.
Apakah tindakan yang paling tepat untuk kasus tersebut?
A. Memasang diapers
B. Mengurangi asupan cairan
C. Mengajarkan latihan otot-otot dasar panggul
D. Mengajak klien untuk BAK setiap 2 jam sekali
E. Menganjurkan klien untuk berhenti minum kopi
Pembahasan:
Sebagian dari data (mengompol saat batuk dan tertawa, tercium bau pesing) di atas
merupakan indikator mayor kejadian stress inkontinensia urin. Inkontinensia jenis ini
disebabkan oleh pelemahan otot dasar panggul dan otot-otot yang terlibat dalam
proses berkemih. Kondisi ini merupakan indikasi pelaksanaan latihan otot-otot dasar
panggul.
Strategi:
Memasang diapers (pampers) pada klien di panti wreda bukan merupakan sebuah
pilihan utama karena terkait dengan biaya. Mengurangi asupan cairan juga tidak tepat
karena bisa menimbulkan komplikasi seperti dehidrasi. Mengajak untuk BAK setiap 2
jam sekali juga bukan merupakan pilihan yang tepat untuk klien dengan fungsi
kognitif utuh (tidak demensia). Dengan kebiasaan lama minum kopi, kafein dalam
kopi bukanlan faktor penyebab terjadinya inkontinensia.
Jawaban: C

CONTOH SOAL EVALUASI DAN PEMBAHASAN


Saat kunjungan rumah perawat menemukan perempuan berusia 68 tahun mengeluh
tidak bisa mengontrol BAK sejak 4 minggu lalu. Pada saat kunjungan rumah
sebelumnya perawat memberikan penyuluhan dan latihan otot-otot panggul serta
menganjurkan menggunakan diapers.
Apakah indikator evaluasi keberhasilan jangka panjang pada kasus tersebut?
A. Ketersediaan toilet
B. Penurunan frekuensi mengompol
C. Kepatuhan menggunakan diapers
D. Kemampuan melakukan latihan otot-otot panggul
E. Pengetahuan tentang cara melatih otot-otot panggul
Pembahasan:
Perempuan memiliki risiko yang lebih besar daripada laki-laki untuk mengalami
penurunan kekuatan otot dasar panggul sebagai penyebab stress incontinensia. Latihan
yang tepat pada otot dasar panggul akan dapat menguatkan otot-otot yang terlibat
dalam mengontrol kemampuan berkemih. Keberhasilan jangka panjang dari intervensi
tersebut dapat dievaluasi dari penurunan jumlah/frekuensi mengompol yang terjadi
setiap harinya.
Strategi:
Kepatuhan menggunakan diapers, pengetahuan dan kemampuan melakukan latihan
otot-otot dasar panggul merupakan indikator jangka pendek keberhasilan tindakan
yang dapat dievaluasi setelah pemberian penjelasan dan latihan kepada klien.
Jawaban: B
Referensi:
Miller, C.A. (2012). Nursing for wellness in older adults: theory and practice (6th Ed.).
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkin.
DPP PPNI, 2016, Standar diagnosis keperawatan Indonesia, definisi dan indikator
diagnostik, DPP PPNI.
Herdman H& Kamitsuru. (2014). Nursing diagnoses: definition & classification
2015-2017. United Kingdom: Blackwell Publishing.
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M. (2013). Nursing intervention
classification (NIC). 5th ed. United Kingdom: Elsevier Inc.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., et al. (2013). Nursing outcomes
classification (NOC) (5thed.). United Kingdom: Elsevier Inc.
Meiner, S. E. (2015). Gerontologic Nursing (5th Ed.). Missouri: Elsevier Inc.
Eliopoulos, C. (2014). Gerontological Nursing, 8th. Philadelpia: Lippincott Williams
& Wilkins.

Soal :
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
1. istem Pernapasan
1. Materi
Kasus kegawatan di sistem pernapasan yang banyak ditemukan adalah obstruksi jalan
napas dengan penyebabnya akumulasi sekret/perdarahan, lidah jatuh ke belakang
karena penurunan kesadaran, dan adanya benda asing pada jalan napas. Tension
pneumothoraks terjadi karena masuknya udara ke dalam rongga pleura dan tidak dapat
keluar lagi (air trap), terjadi peningkatan tekanan intra pleura sehingga paru-paru
menjadi kolaps, menyebabkan mediastinum terdorong ke sisi yang sehat
(kontralateral) yang ditandai dengan sesak napas hebat, trakheal deviasi dan
pengembangan paru yang tidak simetris. Open pneumothoraks terjadi karena benda
tajam atau adanya luka tembus pada paru dengan karakteristiknya adalah sesak napas
hebat. Apneu: penyebab, karakteristik dan tanda gejala, penilaian hasil keseimbangan
asam basa (asidosis dan alkalosis).

2. Proses
A. Fokus Pengkajian
Menentukan suara napas pasien wheezing, stridor, gurgling, dan suara snoring. Bunyi
ronkhi, dyspnea, napas cepat dan pendek (atelectasis paru), adanya jejas di area dada,
pergerakan dada (retraksi intercostal), sianosis perifer, VBS, pengkajian pada kasus
henti napas. Menginterpretasikan hasil AGD terkait keseimbangan asam basa.
B. Fokus Diagnosis
Mendiagnosis bersihan jalan napas (akumulasi secret/darah, benda asing), kerusakan
pertukaran gas (pada kasus atelectasis paru(kebocoran paru)/TB paru kronik), dan
gangguan pola napas (masalah tidak langsung pada organ paru dan jalan napas, terjadi
gangguan pada otot bantu napas/ekspansi dada, pasca bedah thorak).
C. Fokus Intervensi/implementasi
 Mengimplementasikan airway management, cara
mengatasi sesak napas; bebaskan jalan napas tanpa dan dengan alat bantu yaitu
o Membebaskan jalan napas tanpa alat: head tilt, chin
lift, jaw thrust, abdominal thrust, chest trust dan back blow
o Membebaskan jalan napas dengan alat :
oropharingeal airway, naso tracheal airway, laringeal mask airway, intubasi
endotrakeal.
 Pemberian oksigen dengan berbagai alat : nasal
kanul, simple mask, rebreathing mask, non-rebreathing mask, jackson rheese dan
BVM
 Tindakan suction, melakukan tindakan untuk
penyelamatan nyawa pasien (life saving): needle tracheostomi dan needle
thorakosintesis dan CTT. Cervical spine fixation, posisi fiksasi benda tertancap dan
pemasangan kassa dengan fiksasi 3 sisi, pengambilan AGD, dan pengaturan posisi
pasien.
D. Fokus Evaluasi
Fungsi pernapasan, kepatenan jalan napas, tanda tanda vital dan AGD
2. Sistem Kardiovaskuler
1. Materi
Sindrom koroner akut (Acute Coronary Syndrome (ACS)) adalah suatu keadaan di
mana terjadi pengurangan aliran darah ke jantung yang disebabkan oleh penumpukan
plaque sehingga terjadi penyempitan dan/atau sumbatan pada arteri coroner ditandai
nyeri dada yang menjalar ke lengan kiri yang terasa semakin berat seperti tertimpa
benda berat disertai sesak napas, diaphoresis, mual dan muntah. Faktor resiko ACS
adalah hipertensi, hyperlipidemia, merokok dan diabetes mellitus. Gambaran EKG
pada infark miokard adalah adanya elevasi segmen ST akut (STEMI), dan enzim
jantung yang diperiksa adalah troponin I/T atau CK-MB. Gagal jantung (Heart
failure) yang mencakup tanda gejala di mana gagal jantung merupakan kumpulan
gejala klinis berupa sesak napas saat istirahat, kelelahan, edema tungkai, takikardia,
takipneu, ronkhi paru, peningkatan tekanan vena jugularis, edema perifer,
kardiomegali, suara jantung ketiga dan murmur jantung. Shock hipovolemik terutama
tanda dan gejala perdarahan. Pemeriksaan diagnostik: interpretasi hasil EKG dan
enzim jantung, tindakan dan tata laksana pemberian terapi oksigen, CPR dan
pemberian DC Shock.

2. Proses
A. Fokus Pengkajian
Karakteristik nyeri dada, pemeriksaan fisik (IAPP), menginterpretasikan hasil EKG
(normal dan abnormal seperti asistole, fibrilasi ventrikel dan ventrikel takikardi),
kelainan irama jantung, mengidentifikasi enzim-enzim jantung pada serangan. Tanda-
tanda henti napas dan henti jantung. Monitor intake output, cardiac output dan balance
cairan, serta interpretasi cardio thoracic ratio (CTR)
B. Fokus Diagnosis
Nyeri, keseimbangan cairan elektrolit, kelebihan/kekurangan cairan (perdarahan),
penurunan cardiac output, dan intoleransi aktifitas.
C. Fokus Intervensi/implementasi
Manajemen nyeri dada, Penatalaksanaan: pemberian th/ oksigen, pemberian diuretik,
monitoring/perekaman EKG, dan penatalaksanaan shock (pemilihan jenis cairan dan
transfusi). Prosedur kegawatan : CPR, penanganan henti napas dan henti jantung,
kolaborasi pemberian obat obatan, dan rehabilitasi pasien dengan ACS.
D. Fokus Evaluasi
Nyeri dada, EKG, dan pemeriksaan fungsi jantung.

3. Sistem Pencernaan
1. Materi
Trauma tumpul dan tajam pada abdomen : ruptur organ (hati, limfa) dan organ
visceral lain (usus, omentum), keracunan disebabkan oleh makanan, obat-obatan atau
cairan (baygon) yang ditandai oleh mual, muntah dan pusing. Internal bleeding adalah
perdarahan yang terjadi pada rongga abdomen dan/atau disertai rupture organ dalam
seperti spleen dan gaster, ditandai oleh penurunan TD, perdarahan, akral dingin dan
CRT > 2 detik.

2. Proses
A. Fokus Pengkajian
Karakteristik nyeri abdomen, lingkar perut, tanda-tanda shock, pemahaman 4 kwadran
abdomen, perdarahan dan keracunan: muntah darah, melena, nyeri, TTV (TD turun,
nadi meningkat), turgor kulit, tanda-tanda dehidrasi dan monitoring hemodinamik.
B. Fokus Diagnosis
Nyeri, syok, keseimbangan cairan elektrolit, kelebihan/kekurangan cairan, kerusakan
dan integritas kulit.
C. Fokus Intervensi/implementasi
Manajemen nyeri, pemberian terapi oksigen, penatalaksaaan shock, IV terapi,
replacement cairan, pemasangan NGT, bilas lambung, posisi pasien, prosedur
pemasangan kateter, dan kebutuhan nutrisi.
D. Fokus Evaluasi
Nyeri, evaluasi NGT, syok, perdarahan, adekuat nutrisi, tanda gangguan integritas
kulit dan dehidrasi.
4. Sistem Saraf dan Perilaku
1. Materi
Trauma/cedera kepala adalah kondisi di mana kepala mengalami benturan yang dapat
menimbulkan gangguan fungsi otak (cedera kepala terbuka atau tertutup), dapat
terjadi peningkatan TIK dan tanda lainnya seperti nyeri kepala, mual muntah
berkelanjutan dan dapat menimbulkan pelebaran pupil. Penilaian GCS, saraf kranial
(12 nervous). Karakteristik atau tanda khas trauma kepala (berat ringannya) seperti
jejas, battle sign dan racoon eyes. Stroke (hemorrhagic (pecahnya pembuluh darah di
otak dan non hemorrhagic (sumbatan pembuluh darah otak) dengan tanda gejala
seperti penurunan kesadaran, mual muntah, nyeri kepala, hemiparese, kelemahan dan
gangguan bicara/menelan.

2. Proses
A. Fokus Pengkajian
Penurunan kesadaran, kekuatan otot, paralisis, tanda-tanda peningkatan TIK (muntah
proyektil), penilaian GCS, adanya jejas di kepala, battle sign, rinorhea, otorhea,
racon eyes, vital sign, hemodinamik dan perdarahan.
B. Fokus Diagnosis
Perfusi jaringan cerebral, gangguan mobilitas fisik, dan resiko aspirasi.
C. Fokus Intervensi/implementasi
Menentukan nilai GCS pada pasien gangguan neurologis, penilaian ROM,
pemasangan ETT, intervensi pada pasien cedera kepala, Penatalaksanaan TTIK: Posisi
head up 15 –300, therapy antihipertensi, dan monitoring TTV. Manajemen nyeri,
pemberian terapi oksigen, penggantian cairan, pemasangan NGT, posisi pasien, dan
prosedur pemasangan kateter.
D. Fokus Evaluasi
Nyeri, evaluasi NGT, perdarahan, tanda TTIK, skala kekuatan otot dan penilaian GCS
5. Sistem Endokrin
1. Materi
Diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2 dengan kondisi hipoglikemia yang ditandai oleh
kadar glukosa darah kurang dari normal (bisa di bawah 70 mg/dL), bisa disertai
penurunan kesadaran, berkeringat dingin dan gelisah. Diabetic ketoasidosis yang
ditandai dengan hiperglikemia (kadar glukosa > 250 mg/dL, asidosis metabolik (pH <
7, 35, ketosis terbentuk karena pemakaian jaringan lemak untuk energy (lipolysis)),
bila tidak tertolong akan menyebabkan diuresis osmotic di mana akan kehilangan
cairan dan elektrolit seperti sodium, kalsium dan klorida, pernapasan kusmaul,
dehidrasi, dan napas bau aseton. Tanda-tanda syok, penurunan kesadaran (nilai GCS)
dan interpretasi hasil pemeriksaan gula darah sewaktu.

2. Proses
A. Fokus Pengkajian
Pengkajian adanya, tanda-tanda syok, tanda dehidrasi, penurunan kesadaran,
ketoasidosis, gangguan hemodinamik (nadi meningkat, TD menurun), nilai GDS
dan vital sign.
B. Fokus Diagnosis
Perfusi jaringan cerebral, defisit volume cairan, kebutuhan nutrisi, gangguan mobilitas
fisik, dan ketidakseimbangan kadar glukosa darah.
C. Fokus Intervensi/ implementasi
terapi insulin dan prinsip pemberiannya, pemberian glukosa, menentukan nilai GCS
pada pasien gangguan neurologis, monitoring TTV, prosedur pemasangan NGT,
pemasangan IV line, monitor intake output, penggantian cairan, dan posisi pasien.
Kolaborasi pemberian glukosa dan penatalaksanaan syok (pemilihan jenis cairan dan
transfusi).
D. Fokus Evaluasi
GCS, tanda-tanda syok dan kestabilan kadar glukosa

6. Sistem Muskuloskeletal
1. Materi
Fraktur tertutup dan terbuka terutama pada tulang-tulang panjang, perdarahan (luka
tusuk/trauma tajam), tanda-tanda syok hipovolemik karena perdarahan (pucat, lemas,
diaphoresis, nadi lemah, takikardi dan volume darah berkurang min 15 %)  dan tanda-
tanda gangguan neurovascular (CRT > 2 detik, akral dingin, perabaan pulse pada
distal, neurosensori dan pergerakan).

2. Proses
A. Fokus Pengkajian
Pengkajian tanda-tanda fraktur, deformitas, nyeri, status neurovascular, syndroma
kompartemen, tanda-tanda syok, capillary refill time (CRT), penurunan kesadaran,
gangguan hemodinamik, nilai GCS dan vital sign
B. Fokus Diagnosis
Defisit volume cairan, syok, gangguan perfusi jaringan, nyeri, gangguan mobilitas
fisik, dan risiko gangguan neurovascular
C. Fokus Intervensi/Implementasi
Pemasangan IV-line, pelvic wrapping, pemasangan bidai, dan penatalaksanaan
perdarahan; balut tekan dan posisi, teknik mengurangi nyeri.
D. Fokus Evaluasi
Tanda-tanda kompartemen sindrom (5 P), tanda-tanda nyeri, tanda-tanda syok dan
neurovaskuler.

7. Sistem Genito Urinaria


1. Materi
Batu ginjal : urolithiasis, karakteristik urin (kemerahan bercampur darah), trauma
bladder (luka tumpul dan tajam), chronic kidney disease (CKD) ditandai edema paru
(sesak napas) dan edema extremitas. Acute kidney injury dimana, oliguria,
peningkatan serum kreatinin, BUN dan terjadi penurunan urine output (<0,5
ml/kg/hari untuk > 6 jam berturut-turut. Penyebabnya bisa pra renal (perdarahan/
hipovolemia, penurunan curah jantung (infark miokard), renal (glomerulonephritis)
dan pascarenal (obstruksi ureter karena batu)

2. Proses
A. Fokus Pengkajian
Pengkajian tanda-tanda nyeri, suara napas; ronchi, gangguan hemodinamik, vital sign,
prinsip etik dan balance cairan, eliminasi, prosedur diagnostik : faal ginjal, edema
paru dan edema extremitas.
B. Fokus Diagnosis
Kelebihan volume cairan, pertukaran gas, nyeri, dan gangguan eliminasi urin
C. Fokus Intervensi/implementasi
Prosedur dan pemasangan IV-line, prosedur dan pemasangan kateter, teknik
mengurangi nyeri, monitor balance cairan, kolaborasi pemberian diuretik, dan
hemodialisa.
D. Fokus Evaluasi
Tanda tanda nyeri, tanda tanda vital dan balance cairan.

8. Sistem Integumen
1. Materi
Karakteristik luka bakar dengan kriteria luas luka bakar, area dan derajat luka bakar,
dan rule of nine. Kasus steven johnson di mana terjadi gatal-gatal, kelainan pada kulit
(eritema, bula dan purpura) dan mukosa/ selaput lendir yang kemungkinan disebabkan
oleh reaksi obat (misal penisilin/ tetrasiklin) atau infeksi (reaksi hipersensitivitas (Ig
M dan Ig G).

2. Proses
A. Fokus Pengkajian
Pengkajian tanda-tanda nyeri, gangguan hemodinamik, vital sign, balance cairan, syok
hipovolemik, dan prosedur diagnostik. Pengkajian luas luka bakar, area, derajat, suara
napas, dan kebutuhan cairan. Keadaan kulit (kekeringan, tekstur)
B. Fokus Diagnosis
Gangguan integritas kulit, gangguan : kekurangan volume cairan, nyeri, dan syok
C. Fokus Intervensi/implementasi
Penatalaksanaan dengan Pemasangan IV line, penggantian cairan 8 jam pertama dan
16 jam kemudian, perhitungan kebutuhan cairan (Baxter), tata laksana nyeri dan
pemasangan ETT
D. Fokus Evaluasi
Tanda-tanda nyeri, tanda-tanda vital dan balance cairan.

9. Triage
1. Materi
Pengkajian Primary survey, Secondary survey, triage bencana dengan konsep START,
triage Rumah Sakit. Menentukan prioritas pasien. Menentukan labeling, warna, dan
level.

2. Proses
A. Fokus Pengkajian
Menentukan level Triage (warna dan label), penilaian GCS, dan hemodinamik
B. Fokus Diagnosis
Penentuan prioritas masalah pasien (labeling)
C. Fokus Intervensi/implementasi
Melakukan tindakan dengan pendekatan kegawatan pada Airway, breathing,
circulation, disability and exposure (primary survey)
D. Fokus Evaluasi
Ketepatan prioritas masalah : Airway, breathing, circulation, disability and exposure

CONTOH SOAL SOAL PENGKAJIAN DAN PEMBAHASAN


Seorang laki-laki berusia 45 tahun dirawat di ruang ICU dengan diagnosis STEMI.
Hasil pengkajian: nyeri dada kiri yang menjalar ke punggung dan tangan kiri, tiba-tiba
EKG monitor menunjukkan gambaran seperti di bawah ini :

Apakah interpretasi dari gambaran EKG pada pasien tersebut?


Pilihan Jawaban
A. Sinus Aritmia
B. Sinus Takikardi
C. Sinus Bradikardi
D. Ventrikel Fibrilasi
E. Ventrikel Takikardi
Pembahasan :
Ventrikel Takikardia (VT) terjadi karena inisiasi impuls berasal bukan
dari peacemaker alami yaitu SA node tapi berasal dari ventrikel dengan jalur konduksi
yang lebih panjang sehingga akan menyebabkan pelebaran pada gelombang QRS (>
dari 0,11 detik) atau biasa disebut dengan QRS lebar. Pada kasus VT, sinyal listrik
dikirimkan terlalu cepat sehingga jantung berkontraksi lebih cepat dari normal,
penyebabnya di antaranya kardiomiopati, PJK, gagal jantung atau miokarditis. Gejala
yang menyertai selain gambaran EKG di atas adalah palpitasi, sesak napas dan denyut
nadi melemah atau tidak teraba.
Strategi menjawab :
Cara mudah untuk mengenali gambaran VT adalah dengan melihat QRS yang lebar
dengan voltage yang konstan (bedanya dengan ventrikel fibrilasi adalah voltage nya
yang naik turun). Karakteristik VT adalah tidak terdapat gelombang p dan gelombang
QRS komplek melebar, nadi dapat teraba ataupun tidak teraba, dan gelombang tampak
teratur.
Jawaban: E
CONTOH SOAL DIAGNOSA DAN PEMBAHASAN
Seorang laki-laki berusia 34 tahun diantar ke UGD karena kecelakaan. Hasil
pengkajian: didapatkan jejas di antara dada dan abdomen di ICS 4-5, pasien meringis
kesakitan, defans muskular (+), CRT 4 detik, pucat, akral dingin, TD 80/60 mmHg,
frekuensi nadi 125 x/menit, frekuensi napas 24 x/menit dan suhu 370C.
Apakah masalah keperawatan yang tepat pada kasus tersebut?
A. Nyeri akut
B. Resiko infeksi
C. Gangguan perfusi
D. Defisit volume cairan
E. Perubahan pola napas
Pembahasan :
Trauma abdomen dapat menyebabkan pecahnya (ruptura) organ dalam seperti hati dan
lymph dan menimbulkan perdarahan yang ditandai gejala klinis berupa: tampak pucat,
akral dingin, frekuensi nadi > 120 x/menit, tekanan darah sistolik ≤ 90 mmHg, dan
ditemukan CRT > 2 detik, kondisi ini sudah berada pada fase shock hipovolemik
derajat 2 – 3 yang mengindikasikan adanya masalah kekurangan volume cairan.
Strategi Menjawab:
Perhatikan tanda-tanda dari shock hipovolemik, dikaitkan dengan kasus, data yang
paling menonjol adalah peningkatan nadi (125 x/menit), waktu pengisian kapiler
memanjang (CRT 4 detik) (normalnya < 2 detik), disertai penurunan TD 80/60 mmHg
dengan akral pucat dan dingin. Semua data menunjukkan bahwa pasien mengalami
kondisi shock hipovolemik dimana volume darah berkurang dan cardiac output
menurun sehingga perlu segera ditangani dengan penggantian/resusitasi cairan.
Jawaban: D
CONTOH SOAL INTERVENSI/ IMPLEMENTASI DAN PEMBAHASAN
Seorang laki-laki berusia 25 tahun dirawat di ICU dengan diagnosis gagal napas. Hasil
pengkajian: kesadaran compos mentis, terpasang ventilator mode CPAP, terdengar
bunyi gurgling dan pasien akan dilakukan penghisapan lendir (suction).
Apakah tindakan pertama yang harus segera dilakukan pada kasus tersebut?
A. Pasang cateter suction
B. Tingkatkan fraksi O2 100%
C. Penghisapan lendir dilakukan dengan cara berputar
D. Masukkan cateter suction dengan posisi canula dibuka
E. Lakukan penghisapan lendir dengan posisi canula ditutup
Pembahasan :
Pasien yang dilakukan pemasangan ventilator mode CPAP akan menyebabkan
penurunan kemampuan fungsi silia dalam mengeluarkan sekret, sehingga berpotensi
mengalami akumulasi sekret di jalan napas. Kondisi tersebut akan menyebabkan
obtruksi pada jalan napas yang berdampak pada penurunan ventilasi dan akan
bermuara pada penurunan oksigenasi jaringan (SaO2), jika tidak segera ditangani akan
menyebabkan kematian.
Strategi menjawab:
Pada tindakan suction, oksigen dari tubuh pasien dapat ikut terhisap sehingga dapat
menyebabkan saturasi O2 pasien menjadi turun. Oleh karena itu pada tahapan pertama
sebelum dilakukan tindakan suction sebagai antisipasi penurunan saturasi oksigen
adalah dengan meningkatkan fraksi O2.
Jawaban: B

Referensi
AHA. 2015. Cardiopulmonary resucitation Guidelines.
Curtis, K., Ramsden, C., & Friendship, J., (Eds). (2007). Emergency and trauma
nursing. Philadelphia: Mosby.
NANDA International. 2018. Nursing Diagnosis : Definitions and Classification. New
York: Thieme Publisher

Soal :
KEPERAWATAN ANAK
1. Sistem Pernapasan
1. Materi  
A. Bronkhopneumonia/Pneumonia
1. Pengertian: bronkhopneumonia adalah inflamasi akut pada
bronkiolus respiratorius. Pneumonia adalah inflamasi akut pada parenkim paru bagian
bawah dan alveoli. Penyebab: virus, bakteri atau jamur.
2. Mekanisme: kuman menyebabkan peradangan pada
bronkus (bronkhopneumonia) atau paru (pneumonia) menimbulkan konsolidasi
jaringan paru, sehingga dapat mengganggu pola napas, bersihan jalan napas, dan
pertukaran gas.
3. Manifestasi klinis: demam, menggigil, berkeringat, batuk
produktif/ non produktif, adanya sputum, edema mucosa, napas cuping hidung,
retraksi dinding dada, takipnea, kenaikan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak,
ronkhi, suara pernapasan bronkial.
4. Penanganan: pemberian oksigen, pemberian cairan untuk
mengatasi demam, istirahat, kompres hangat, pemberian posisi, anjurkan untuk
minum hangat, peningkatan asupan nutrisi, fisioterapi dada, inhalasi/ nebulizer,
pengencer dahak, bronkhodilator, antibiotic
B. Tuberculosis (TBC)
1. Pengertian: TBC adalah infeksi Mycobacterium
Tuberculosis pada paru.
2. Mekanisme: kuman TB menginfeksi paru melalui droplet
dari penderita TB yang lain. Kuman menyerang parenkim paru.
3. Manifestasi klinis: batuk >3 minggu, demam tidak terlalu
tinggi berlangsung lama, berkeringat pada malam hari, penurunan nafsu makan,
penurunan berat badan, malaise, nyeri dada.
4. Penanganan: kepatuhan minum obat, pencegahan
penularan dengan cara batuk yang benar, tempat ludah ditutup dan diberi desinfektan,
serta nutrisi yang adekuat.
C. Asfiksia
1. Pengertian: kegagalan proses bernapas secara spontan
pada bayi baru lahir.
2. Mekanisme: saat setelah lahir, paru harus segera terisi
oksigen untuk memberikan perfusi pada alveoli dan menyerap oksigen untuk
diedarkan ke seluruh tubuh.
3. Manifestasi klinis dengan menilai APGAR skor: Asfiksia
berat 0-3, Asfiksia sedang 4-6 dan Asfiksia ringan 7-9
4. Penanganan: resusitasi bayi baru lahir: hangatkan badan,
posisi kepala sedikit ekstensi, bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir dari
mulut kemudian hidung, rangsang taktil, nilai kembali bayi (usaha napas, warna kulit,
dan denyut jantung). Apabila bayi belum bernapas: berikan ventilasi tekanan positif
(VTP) dengan memakai balon dan sungkup selama 30 detik, kemudian nilai bayi
kembali. Apabila belum bernapas juga, lanjutkan VTP dengan kompresi dada secara
terkoordinasi selama 30 detik. Apabila denyut jantung mencapai 60x/menit, hentikan
kompresi dada lanjutkan VTP. Jika denyut jantung lebih dari 100x/menit lakukan
perawatan pasca resusitasi.
D. Asthma
1. Pengertian: peradangan dan penyempitan pada saluran
napas yang menyebabkan sesak atau sulit bernapas. Penyebab atau pemicu terjadinya
asma adalah agen alergen seperti debu, tungau, perubahan cuaca dan lainnya.
2. Mekanisme: proses inflamasi kronik saluran napas atas
menyebabkan obstruksi jalan napas yang menghambat aliran udara. Obstruksi dapat
berupa bronkospasme, edema dan hipersekresi.
3. Manifestasi klinis: bunyi napas wheezing, batuk, sesak
napas, napas tersengal-sengal.
4. Penanganan: inhalasi, menghindari faktor pemicu,
pemberian oksigen, pemberian bronchodilator melalui inhalasi.

2. Proses Keperawatan  
A. Fokus Pengkajian
1. Peningkatan frekuensi napas (frekuensi napas normal,
bayi: 0-2 bulan: 30-60x/menit, 2-12 bulan: 30-50x/menit, 12-59 bulan: 20-40x/menit),
kedalaman inspirasi napas yang memanjang menunjukan obstruksi jalan napas atas,
batuk, sputum, dispneu, takipneu,  suara napas abnormal, bentuk dada abnormal,
penggunaan otot bantu pernapasan. Hipertermi menunjukan adanya proses infeksi.
2. Pada kasus asfiksia diperlukan pengkajian: riwayat
perinatal: mekonium, prematuritas, APGAR skor.
3. Pada kasus TBC diperlukan pengkajian riwayat imunisasi
BCG, kondisi lingkungan, sumber terpapar penyakit, adanya bunyi redup, penurunan
suara paru pada saat perkusi, hasil tes mantoux positif.
4. Pada kasus asthma: riwayat keluarga dengan asthma,
ekspirasi yang memanjang dapat menunjukan gangguan obstruksi yang ditandai
dengan terdengar bunyi wheezing, sumber alergen.
5. Pada kasus pneumonia: batuk produktif, sputum kental,
terdengar bunyi ronkhi, adanya retraksi dinding dada, pernapasan cuping hidung.
6. Hasil laboratorium: perubahan nilai AGD, peningkatan
leukosit, peningkatan LED.
7. Hasil pemeriksaan diagnostik: X-ray adanya infiltrat pada
lapang paru.
B. Fokus Masalah
Masalah keperawatan yang sering muncul pada kasus sistem pernapasan:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif merupakan kondisi jalan
nafas yang tidak normal akibat adanya penumpukan sputum yang kental atau
berlebihan yang sulit untuk dikeluarkan. Data mayor: batuk tidak efektif/ tidak mampu
batuk, sputum berlebih atau obstruksi jalan napas, mekonium di jalan napas (pada
neonatus), wheezing dan atau ronkhi.
2. Pola napas tidak efektif adalah kondisi inspirasi dan atau
ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat. Data mayor: penggunaan otot
bantu napas, fase ekspirasi memanjang, pola napas abnormal.
3. Gangguan pertukaran gas adalah kondisi kelebihan atau
kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolus
kapiler. Data mayor: PCO2 meningkat atau menurun, PO2 menurun, PH arteri
meningkat atau menurun, terdapat bunyi napas tambahan, disapneu.
4. Hipertermia adalah suhu tubuh meningkat di atas rentang
normal tubuh. Data mayor: suhu tubuh di atas normal (>37,5°C)
C. Fokus intervensi dan implementasi
Pada gangguan sistem pernapasan, intervensi berfokus pada SOP prosedur nebulizer/
inhalasi, suction, resusitasi neonatus, fisioterapi dada, pemberian oksigen, kompres
hangat, pemberian posisi. Kolaborasi pemberian obat pengencer dahak,
bronkhodilator, antibiotik. Pendidikan kesehatan: menganjurkan untuk minum hangat,
meningkatan asupan nutrisi dan pencegahan penularan TBC, menghindari allergen.
D. Fokus evaluasi
1. Bersihan jalan nafas efektif ditandai dengan tidak ada
batuk, tidak ada sputum, tidak ada mekonium di jalan napas (neonatus), suara napas
vesikuler, tidak ada wheezing dan/ronkhi.
2. Pola napas efektif ditandai dengan ventilasi adekuat, tidak
ada penggunaan otot bantu napas, pola napas normal, frekuensi napas dalam batas
normal.
3. Tidak terjadi gangguan pertukaran gas ditandai dengan
nilai AGD dalam batas normal, tidak terdapat bunyi napas tambahan.
4. Hipertermia tidak terjadi ditandai dengan suhu tubuh
normal (36,5°C-37,5°C).

2. Sistem Kardiovaskular
1. Materi  
A. Penyakit Jantung Bawaan(PJB)
1. Pengertian: PJB merupakan kelainan pada struktur jantung
dan fungsi sirkulasi jantung yang didapat sejak lahir. PJB memiliki dua klasifikasi
yaitu PJB non sianotik dan sianotik.
2. Mekanisme: PJB sianotik ditandai dengan ada sianosis
akibat adanya pirau kanan ke kiri sehingga darah dari vena sistemik yang mengandung
rendah oksigen akan kembali ke sirkulasi. Paling banyak PJB sianotik adalah
Tetralogi of Fallot.
3. PJB asianotik adalah PJB tanpa gejala sianosis. Kasus
terbanyak adalah Paten Ductus Arteriosus (PDA). Pada PJB asianotik, terjadi
percampuran darah dari aorta yang banyak mengandung O2 dengan darah dari arteri
pulmonal yang mengandung CO2.
4. Manifestasi klinis: PJB memiliki gejala terdapat
peningkatan atau penurunan tekanan darah, cardiomegali, hepatomegali, jari tabuh
terdengar bunyi murmur jantung, Capillary Refill Time >3 detik, nadi perifer teraba
lemah, tampak pucat, gelisah. PJB sianosis memiliki gejala: kebiruan pada mucosa,
sesak napas terutama setelah beraktifiktas, napas cepat dan dalam, lemah, dapat
mengalami kejang/sinkop.  Sianosis tidak berkurang dengan pemberian oksigen,
mengalami gangguan pertumbuhan yang kronis (pengurangan lemak sub cutan, otot
mengecil, BB dan TB tidak optimal), mengalami gangguan perkembangan.
PJB asianotik memiliki gejala sesak napas, napas tersengal-sengal, takikardi, mudah
lelah, tidak napsu makan, gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
5. Penanganan: pemberian oksigen, pemberian posisi knee
chest pada bayi usia kurang dari 1 tahun, pemberian posisi squating pada usia lebih
dari 1 tahun, pembatasan aktivitas, pemantauan tumbuh kembang.

2. Pendekatan Proses Keperawatan


A. Fokus pengkajian
1. Riwayat kelahiran, riwayat keluarga dengan kelainan
bawaan, tampak sianosis, cardiomegali, terdengar bunyi murmur jantung, frekuensi
nadi meningkat atau menurun (bayi baru lahir: 140-160x/mnt bayi: 100-160x/menit,
anak: 70-12x/menit, remaja: 60-100x/menit). Capillary Refill Time >3 detik, nadi
perifer teraba lemah, tampak pucat, gelisah, sesak napas terutama setelah beraktifitas
seperti bayi saat menyusu, anak saat bermain, napas cepat dan dalam, lemah, dapat
mengalami kejang/sinkop, BB dan TB tidak optimal, perkembangan tidak sesuai usia,
riwayat infeksi pernapasan berulang, adanya jari tabuh, hepatomegali, demam
(menunjukan adanya infeksi).
2. Hasil laboratorium: AGD, hasil pemeriksaan diagnostik: X
ray terdapat hepatomegali, cardiomegali, ekhokardiografi, EKG, kateter jantung
B. Fokus masalah
1. Penurunan curah jantung adalah ketidakadekuatan jantung
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Data mayor:
perubahan irama jantung, perubahan tekanan darah, nadi perifer teraba lemah, gelisah,
suara murmur.
2. Intoleransi aktifitas adalah ketidakcukupan energi untuk
melakukan aktifitas sehari-hari. Data mayor: frekuensi jantung meningkat, mengeluh
lelah.
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Kondisi
individu mengalami ganguan kemampuan bertumbuh dan berkembang sesuai dengan
kelompok usia. Data mayor: tidak mampu melakukan ketrampilan atau prilaku khas
sesuai usia, pertumbuhan fisik terganggu.
C. Fokus intervensi dan impelementasi
Pemberian oksigen, pemberian posisi knee chest pada bayi usia kurang dari 1 tahun,
pemberian posisi squating pada usia lebih dari 1 tahun, pembatasan aktivitas,
pemantauan tumbuh kembang. Pemberian entering feeding (ASI melalui OGT), diet
seimbang, stimulasi (pada bayi)
D. Fokus Evaluasi
1. Penurunan curah jantung: curah jantung tidak mengalami
penurunan ditandai dengan irama jantung normal, tekanan darah normal sesuai usia,
nadi perifer teraba kuat.
2. Intoleransi aktifitas: dapat mentoleransi aktifitas dengan
frekuensi jantung normal, tidak mengeluh lelah.
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan: anak tumbuh
dan kembang optimal sesuai dengan kelompok usia.

3. Sistem Pencernaan
1. Materi
A. Diare
1. Pengertian: invasi bakteri pada mucosa usus menyebabkan
peradangan.
2. Mekanisme: bakteri masuk usus mengalami peradangan
dan mengganggu motilitas usus, menyebabkan berak cair >3x sehari dengan
konsistensi encer. Pengeluaran cairan berlebihan akan menyebabkan dehidrasi.
Apabila peradangan disebabkan oleh kuman disentri akan menyebabkan ulserasi yang
ditandai dengan berak darah.
3. Manifestasi klinis: berak cair >3x/hari dengan konsistensi
encer, turgor kulit kembali lambat/sangat lambat, mata cekung, membran mukosa
kering, kemerahan pada perianal.
4. Penanganan: perbaikan ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit melalui rehidrasi secara oral dan atau parenteral. Perhitungan kebutuhan
cairan pada anak :
BB ≤10 Kg :100 cc/Kg/BB/Hari
BB 10-20: 1000 cc + 50 cc x (BB-10)/Kg/BB/hari
BB >20: 1500 cc + 20 cc x (BB-20)/Kg/BB/hari
Contoh : Seorang anak dengan BB 23 kg maka kebutuhan cairannya adalah
1500 + 20 x (23-20) = 1500 + 60 = 1560 cc/hari
B. Hirschprung
1. Pengertian: anomali kongenital dengan karekteristik tidak
adanya saraf-saraf pada satu bagian usus yang mengakibatkan adanya obstruksi.
2. Mekanisme: tidak adanya sel ganglion parasimpatik
otonom pada satu segmen kolon menyebabkan kurangnya persarafan di segmen
tersebut berdampak tidak adanya gerakan mendorong yang menyebabkan akumulasi
isi usus dan distensi usus proksimal
3. Manifestasi Klinis: konstipasi, pembesaran abdomen,
muntah, BAB seperti pita
4. Penanganan: pembedahan dengan tujuan membuang sel
aganglion serta pembuatan kolostomi untuk membantu defekasi
C. Hyperbilirubin atau Icterus neonatus
1. Pengertian hiperbilirubinemia adalah peningkatan
bilirubin dalam darah. Ikterik pada bayi diklasifikasikan sebagai berikut: Icterus
fisiologis mulai timbul hari ke 1-2 dan menghilang mulai hari 5-10 dengan kadar
bilirubin pada bayi cukup bulan < 12 mg/dl dan BBLR < 10mg/dl. Icterus patologis:
mulai timbul < 24 jam dan bilirubin total >15 mg/dl.
2. Mekanisme: bayi setelah lahir akan mengkonjungasi
bilirubin yang larut dalam lemak menjadi yang larut dalam air. Proses ini terjadi di
dalam hati. Bilirubin merupakan produk pemecahan Hb yang berasal dari sel darah
merah. Peningkatan kadar bilirubin indirek pada bayi baru lahir karena adanya
gangguan pemecahan bilirubin.
3. Manifestasi Klinis: Kuning pada kulit, sklera, dan
membran mukosa mulut, bilirubin serum >2 mg/dL.
4. Penanganan: fototerapi, transfusi tukar, pemberian ASI
eksklusif, terapi sinar matahari, pemberian cairan/nutrisi
Cara menghitung derajat icterus dengan Kramer
Derajat I = kepala leher = kadar bilirubin 5.0 mg%. Derajat II = kepala leher sampai
badan (atas umbilicus) = 9.0mg%. Derajat III = kepala leher sampai badan (bawah
umbilicus hingga atas lutut) = 11.4mg %. Derajat IV = kepala leher sampai badan,
serta tungkai atas dan bawah = 12.4mg%. Derajat V = kepala leher sampai badan,
serta   tungkai atas dan bawah sampai telapak, tangan dan kaki = 16.0mg%.
D. Gizi Buruk
1. Pengertian: gizi buruk adalah kekurangan asupan yang
mengandung energi dan protein.
2. Mekanisme: kurangnya asupan energi dan protein akan
menyebabkan sel tubuh kekurangan nutrisi. Pada anak kekurangan nutrisi akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan.
3. Manifestasi Klinis: pucat, kurus, perut buncit, edema,
muka tampak tua, kehilangan massa otot, BB dan TB tidak sesuai, rambut mudah
patah, kusam, kering berwarna merah. Kulit bersisik, anemia, konjunctiva pucat.
4. Penanganan: pemberian nutrisi makro dan mikro,
pendidikan kesehatan pada orang tua tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak.

2. Pendekatan Proses Keperawatan


A. Fokus pengkajian
1. Antropometri: BB, TB, LK, lingkar lengan, lingkar dada
disesuaikan dengan usia.
2. Keluhan adanya mual, muntah, tidak nafsu makan,
keadaan lemah, lemas, pucat, kurus, penurunan BB > 10 %.
3. Peningkatan suhu tubuh sebagai tanda adanya infeksi dan
atau dehidrasi. Perubahan bising usus, konstipasi, keluhan kembung (tidak nyaman di
perut), diare. Hasil laboratorium: protein, albumin, Hb, elektrolit, kimia darah, AGD
4. Pada kasus Diare:
Frekuensi BAB >3x/hari, konsistensi feces cair, kemerahan pada daerah perianal,
derajat dehidrasi: ringan, sedang, berat. Hasil pemeriksaan tinja ditemukan adanya
bakteri atau darah. Tanda dehidrasi ringan: penurunan BB 2-5%, turgor kembali
segera, mucosa bibir kering, ubun-ubun datar (usia < dari 24 bulan),  haus minum
dengan lahap, mata cekung. Tanda dehidrasi sedang: penurunan BB 5-8%, turgor kulit
kembali lambat, ubun-ubun cekung, mata cekung. Tanda dehidrasi berat: letargi,
kesadaran menurun penurunan BB >10 %, turgor kembali sangat lambat, cubitan kulit
perut kembali lambat, membran mukosa kering, mata cekung, dan tidak mau minum.
5. Pada kasus Hirschprung:
Adanya riwayat kelainan genetik, distensi abdomen, BAB seperti pita, konstipasi,
muntah, bayi rewel, tidak adanya pengeluran mekonium 24-48 jam kelahiran.
Observasi ostomi: warna ostomi, ada tidaknya iritasi pada ostomi dan kulit sekitarnya,
penuh tidaknya kantong kolostomi. Hasil pemeriksaan diagnostik: hasil USG/X-ray
ditemukan mega kolon. Pemeriksaan dengan barium enema, biopsy rektal
6. Pada kasus Hiperbilirubinemia:
Prematuritas, Ikterik, derajat kramer, kadar Bilirubin total >15mg/dl, pemeriksaan
tinja, Hb, pemeriksaan resus.
7. Pada kasus gizi buruk:
Pucat, kurus, muka tampak tua, kulit kering berisisik, rambut merah dan mudah patah,
edema pada kaki, perut buncit.
B. Fokus masalah
1. Defisit volume cairan/Hipovolemia/gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit
Adalah penurunan volume cairan intravaskuler, intertstitiel dan atau intraseluler
ditandai dengan nadi teraba lemah, tekanan darah menurun/ meningkat, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, dan tanda-tanda dehidrasi,
suhu tubuh meningkat, BB turun, tersa lemah, mengeluh haus, CRT >3 detik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan/ defisit
nutrisi
Adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Ditandai
dengan penurunan BB minimal 10%. Membran mukosa pucat, rambut rontok, nafsu
makan menurun, serum albumin menurun.
3. Gangguan integritas kulit
Adalah kerusakan kulit dan jaringan ditandai dengan kerusakan jaringan atau lapisan
kulit, nyeri, kemerahan, lecet.
4. Konstipasi
Adalah penurunan defekasi normal disertai pengeluaran feces sulit dan tidak tuntas,
serta feces kering dan banyak, Ditandai:defekasi berkurang/ tidak bisa, pengeluaran
feces lama dan sulit, feces keras, peristaltik menurun, distensi abdomen, teraba massa
pada rektal.
5. Ikterik Neonatus
Adalah kulit dan membran mukosa neonatus kuning. Ditandai dengan peningkatan
kadar bilirubin, membran mukosa, kulit, dan sklera kuning, riwayat prematur.
C. Fokus intervensi dan implementasi
1. Tingkatkan hidrasi yang adekuat: pantau status hidrasi
(catat asupan dan haluran cairan, timbang berat badan, evaluasi karakteristik urine
(warna, jumlah, frekuensi), monitor dehidrasi, pemberian oralit.
2. Pemberian cairan intravena sesuai indikasi.
3. Perawatan kolostomi sesuai dengan SOP.
4. Perawatan fototerapi.
5. Perawatan kebersihan kulit daerah perianal pada diare:
membersihkan menggunakan air kemudian dikeringkan, mengganti diaper setiap kali
diare, hindari penggunaan tisue basah.
D. Fokus evaluasi
1. Tidak terjadi defisit volume cairan/Hipovolemia/gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit: nadi teraba normal, tekanan darah normal, turgor
kulit kembali segera, membran mukosa lembab, volume urin sesuai, tidak ada tanda-
tanda dehidrasi, suhu tubuh normal.
2. Tidak terjadi gangguan nutrisi, ditandai dengan kenaikan
BB, membran mukosa tidak pucat, nafsu makan meningkat.
3. Integritas kulit baik: tidak ada kemerahan, iritasi, lecet dan
nyeri.
4. Tidak ada keluhan konstipasi: BAB lancar, bising usus
normal, tidak ada distensi abdomen.
5. Tidak terjadi Ikterik Neonatus, ditandai dengan kadar
bilirubin dalam batas normal, tidak ada kuning pada seluruh tubuh.

4. Sistem integument
1. Materi
A. Campak
A. Pengertian
Campak/morbili adalah infeksi yang disebabkan oleh paramyxovirus.
B. Mekanisme: virus campak masuk ke dalam tubuh melalui udara,
kontak langsung dengan sekresi hidung atau tenggorokan.
C. Manifestasi klinis: demam, mata merah/konjunctivitis, bercak
keabu-abuan pada mulut dan tenggorokan, timbul bercak kolpik’s
pada mucosa pipi / daerah mulut, timbul ruam pada kulit dimulai
dari belakang telinga menyebar ke seluruh tubuh.
D. Penanganan: pemberian nutrisi yang adekuat, imunisasi, isolasi
untuk mencegah penularan, mempertahankan kebersihan diri.

2. Pendekatan Proses Keperawatan


A. Fokus pengkajian
Timbul ruam pada kulit dimulai dari belakang telinga menyebar ke seluruh tubuh,
disertai dengan keluhan gatal, adanya lecet bekas garukan, kulit kering, tampak kotor,
melaporkan kekawatiran jika mandi.
B. Fokus masalah
1. Gangguan integritas kulit: adalah kerusakan kulit dan
jaringan ditandai dengan kerusakan jaringan atau lapisan kulit, nyeri, kemerahan,
lecet, dan gatal.
2. Defisit perawatan diri: adalah tidak mampu melakukan
atau menyelesaikan aktifitas perawatan diri ditandai dengan tidak mampu mandi,
minat melakukan perawatan diri kurang, menolak melakukan perawatan diri.
C. Fokus intervensi dan Implementasi
Perawatan kulit: mandi, menyeka tubuh dengan washlap basah.
D. Fokus evaluasi
1. Tidak terjadi gangguan integritas kulit ditandai dengan
tidak ada kemerahan, kulit lembab, kulit tampak bersih.
2. Kebersihan diri terjaga ditandai dengan mandi teratur,
kulit bersih.

B. Sistem Persarafan
1. Materi
A. Kejang Demam
1. Pengertian: kejang yang disebabkan karena kenaikan suhu
tubuh > 38,4°C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit.
2. Mekanisme: peningkatan suhu tubuh menyebabkan neuron
sel otak menjadi hipersensitif dan aktif secara berlebihan yang memicu aliran listrik
berlebihan sehingga kejang.
3. Manifestasi klinis: demam lebih dari 38,4°C, kejang
menyentak dan atau kaku otot, gerakan mata abnormal (mata dapat berputar-putar atau
ke atas), penurunan kesadaran, kehilangan kontrol kandung kemih atau pergerakan
usus, dan muntah.
4. Penanganan: terapi farmakologi: antipiretik dan terapi
kejang (diazepam secara rektal/IV), di rumah diazepam rektal. Terapi non
farmakologi: Baringkan pasien di tempat rata, singkirkan benda yang ada di sekitar
pasien, melonggarkan pakaian, tidak memasukkan sesuatu ke mulut anak, jangan
memaksa membuka mulut anak, kompres, posisi kepala miring untuk mencegah
aspirasi. Pendidikan kesehatan penanganan kejang di rumah.
B. Meningitis
1. Pengertian: infeksi pada selaput otak (meningen) yang
disebabkan karena bakteri dan virus atau jamur.
2. Mekanisme: organisme masuk ke dalam otak melalui
aliran darah yang berasal dari sekret hidung dan sekret telinga. Invasi kuman
menyebabkan TIK meningkat, sehingga mengakibatkan gangguan perfusi jaringan
serebral. Invasi kuman juga dapat menyebabkan gangguan fungsi sistem regulasi
berupa hipertemia yang menyebabkan gangguan metabolisme otak dan gangguan
keseimbangan ion kalium dan natrium sehingga terjadi kejang.
3. Manifestasi klinis: peningkatan TIK (kejang, sakit kepala,
perubahan tingkat kesadaran), kaku kuduk, tanda Kernig positif, tanda Bruzinzki
positif, dan fotopobia.
4. Penanganan: perawatan waktu kejang: hisap lendir, cegah
cidera, dan longgarkan baju.
5. Pengobatan simptomatik: untuk kejang dan panas.
6. Pengobatan suportif: pemberian cairan intravena, isolasi,
mempertahankan hidrasi maksimal, mencegah dan mengatasi komplikasi,
mempertahankan ventilasi, mengurangi tekanan intrakranial yang meningkat,
penanganan syok.
C. Hidrosepalus
1. Pengertian: suatu keadaan patologi otak yang
mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis yang disebabkan baik oleh
produksi yang berlebih maupun gangguan absorbs dengan atau tidak disertai TIK
yang meninggi sehingga terjadi pelebaran ruang tempat aliran CSS.
2. Mekanisme: kondisi CSS yang abnormal dapat disebabkan
karena produksi likuor yang berlebih, peningkatan resistensi aliran likuor, dan
peningkatan tekanan sinus venosa, yang berdampak pada peningkatan TIK.
3. Manifestasi klinis: pembesaran kepala abnormal (LK > 40
cm), sunken eyes, fontanel terbuka dan tegang, tulang kepala sangat tipis dan vena-
vena menonjol, dan perkembangan mengalami keterlambatan.
4. Penanganan: tata laksana dengan mengurangi produksi
cairan melalui pembedahan (pembuatan VP shunt).

2. Pendekatan Proses Keperawatan


A. Fokus Pengkajian
1. Menentukan karakteristik kejang yang merupakan
gangguan pada fungsi otak yang normal sebagai akibat dari aliran elektrik yang
abnormal yang berdampak hilangnya kesadaran, gerakan tubuh tidak terkendali,
perubahan perilaku dan sensasi, perubahan sistem otonom.
2. Menentukan fungsi saraf kranial dengan melihat respon
pupil, menentukan perubahan suhu, adanya kaku kuduk, reflex Babinski, Kernig, dan
Bruzinzki.
3. Menentukan peningkatan tekanan intrakranial (fontanel
cembung, muntah proyektil, dan kesadaran menurun).
4. Pemeriksaan penunjang: lumbal pungsi, EEG, serum
elektrolit dan glukosa, kultur darah.
B. Fokus Diagnosis
1. Hipertemia terjadi karena proses inflamasi dan infeksi.
2. Risiko gangguan perfusi jaringan serebral yang
disebabkan adanya penurunan sirkulasi darah ke otak yang ditandai dengan adanya
peningkatan tekanan intracranial.
3. Risiko cedera yang terjadi karena adanya kejang,
perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran.
4. Nyeri yang terjadi karena adanya iritasi lapisan otak.
C. Fokus Intervensi dan Implementasi
1. Mempertahankan suhu stabil (kompres hangat/water
sponging, antipiretik, antibiotik)
2. Mencegah cedera dan kejang berulang
3. Kolaborasi pemberian antikonvulsan
4. Pendidikan kesehatan pada orang tua cara penanganan
kejang di rumah
5. Pemberian obat per rectal
6. Perawatan VP shunt
7. Perawatan integritas kulit
8. Pemberian posisi saat kejang
9. Stimulasi tumbuh kembang
D. Fokus Evaluasi
1. Tidak terjadi kejang berulang
2. Anak terbebas dari demam/cedera
3. Orang tua memahami cara penanganan kejang di rumah
4. Orang tua memahami perawatan VP shunt yang dapat
dilakukan oleh orang tua di rumah

C. Sistem Perkemihan
1. Materi
A. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
1. Pengertian: infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh
adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih.
2. Mekanisme: adanya mikroorganisme yang masuk ke
dalam saluran kemih mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan
residu kemih, sehingga menjadi media pertumbuhan mikroorganisme yang
selanjutnya akan menyebabkan gangguan fungsi ginjal. Mikroorganisme yang naik
dari kandung kemih ke ginjal, karena seringnya air kemih tertahan di kandung kemih
akan menyebabkan distensi berlebihan sehingga menimbulkan nyeri.
3. Manifestasi klinis: sakit saat berkemih, berkemih tidak
sampai tuntas, ada riwayat kurang bersih saat berkemih, hematuria, demam, dan nyeri
punggung dan pinggang.
4. Penanganan: pemberian antibiotik dan antipiretik,
meningkatkan asupan cairan 2-3 lt/hari, penggunaan pakaian dalam terbuat dari bahan
katun, membersihkan perineum dari arah depan ke belakang.
B. Sindrom Nefrotik
1. Pengertian: kondisi yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membrane glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan kehilangan
protein plasma yang menyebabkan hypoalbuminemia.
2. Mekanisme: menurunnya albumin menyebabkan tekanan
osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskular berpindah ke dalam
interstisial. Perpindahan cairan menjadikan volume cairan intravaskular berkurang
sehingga akan menurunkan jumlah aliran darah ke renal. Akibat hipovolemia akan
berdampak pada ginjal yang akan melakukan kompensasi dengan merangsang renin
angiotensin, peningkatan sekresi antidiuretik (ADH) dan sekresi aldosteron sehingga
terjadi retensi natrium dan air menyebabkan edema.
3. Manifestasi klinis: edema di sekitar mata (periorbital),
edema di ekstrimitas, edema anasarka, asites, malaise, sakit kepala.
4. Penanganan: penatalaksanaan farmakologi: terapi
kortikosteroid, terapi immunosupresan, dan terapi diuretik. Penatalaksanaan non
farmakologi: pencegahan infeksi, mencegah kerusakan kulit, nutrisi (diet sindrom
nefrotik) dan kebutuhan cairan (pembatasan asupan cairan), istirahat, dan dukungan
bagi anak.
2. Pendekatan Proses Keperawatan
A. Fokus Pengkajian
1. Anamnesis: menentukan faktor resiko infeksi saluran
kemih, menentukan tanda kongesti, iritasi/ketidaknyamanan genital, darah dalam urin,
sering merasakan dorongan untuk berkemih namun urin yang keluar sedikit, urin
berwarna pekat (kadang berdarah), ketidaknyamanan pada daerah pervis, rasa sakit
pada daerah pubis, perasaan tertekan pada daerah perut bagian bawah, demam rasa
terbakar dan perih saat berkemih, nyeri di daerah punggung dan pinggang, mual,
muntah, berat badan meningkat, mudah lelah, dan demam.
2. Inspeksi: edema periorbital, ekstrimitas, anasarka, asites,
hematuria, adanya pruritus, keletihan, perubahan warna kulit pada sindrom nefrotik,
pernapasan cepat, keterlambatan perkembangan, wajah tampak sembab, kenaikan
berat badan.
3. Palpasi: distensi kandung kemih, edema labia/srotum.
4. Pemeriksaan laboratorium: leukosuria, hematuria, kultur
urin, hitung koloni, bakteriologi, urinalisis, dan protein urin.

B. Fokus Masalah
1. Kelebihan volume cairan diakibatkan kerusakan pada
glomerulus yang menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus dan hilangnya
protein plasma, penurunan albumin dalam darah, penurunan tekanan osmotik,
perpindahan cairan intravaskuler ke instersisial yang menyebabkan edema.
2. Nyeri dikarenakan adanya proses inflamasi pada kandung
kemih menyebabkan obstruksi saluran kemih yang bermuara pada vesika urinaria
yang mengakibatkan kontraksi di dinding vesika urinaria.
3. Perubahan pola eliminasi disebabkan karena adanya
obstruksi mekanik pada kandung kemih atau struktur traktus urinarius lain yang
menyebabkan iritasi uretra sehingga mengalami oliguria.

C. Fokus Intervensi dan Implementasi


1. Monitor balance cairan.
2. Monitor hasil laboratorium.
3. Monitor karakteristik urin.
4. Diet rendah natrium.
5. Istirahat dan aktivitas seimbang.
6. Tehnik relaksasi.
7. Pendidikan kesehatan tentang perineal hygiene yang tepat.

D. Fokus Evaluasi
1. Anak mengalami haluaran urin yang adekuat sesuai usia
2. Edema berkurang
3. Pola eliminasi normal
4. Warna urin: jernih
5. Orang tua melakukan perineal hygiene dengan tepat
6. Sistem Hematologi dan Imunologi

D. Sistem Hematologi dan Imunologi


1. Materi
A. Thalasemia
1. Pengertian: suatu kelompok anemia hemolitik kongenital
yang diturunkan secara autosomal disebabkan karena kekurangan sintesis rantai
polipeptida yang menyusun molekul globin dan haemoglobin.
2. Mekanisme: sumsum tulang tidak mampu membentuk
protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya
sehingga eritrosit mudah rusak (umur eritrosit lebih pendek/kurang dari 100 hari)
akibatnya terjadi anemia.
3. Manifestasi klinis: pucat, lemah, berat badan kurang,
memerlukan transfusi rutin, splenomegali, hepatomegaly, perut membuncit,
konjungtiva anemis, bentuk wajah khas thalassemia.
4. Penanganan: transfusi rutin, dengan tambahan pemberian
asam folat, vitamin E, splenektomi, stimulasi pertumbuhan dan perkembangan.
Observasi efek samping kelasi besi seperti demam, sakit perut, sakit kepala, gatal,
sukar bernapas, observasi gangguan fungsi jantung (gagal jantung).

B. Demam Berdarah Dangue


1. Pengertian: demam yang disebabkan oleh virus Dengue
yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.
2. Mekanisme: infeksi virus Dengue menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding kapiler, sehingga cairan dari intravaskuler keluar
ke vaskuler yang mengakibatkan terjadinya pengurangan volume plasma yang
menyebabkan hipovolemia, penurunan tekanan darah, hemokonsentrasi, dan renjatan
demam.
3. Manifestasi klinis: demam disertai sakit kepala, mual, dan
nyeri otot seluruh tubuh.
4. Penanganan: tanpa renjatan: pemberian cairan oral bila
anak masih mau minum dan tidak muntah, berikan antipiretik, dan kompres hangat.
Jika disertai renjatan: pemberian cairan parenteral untuk mengatasi dan mengurangi
risiko syok.

2. Proses Keperawatan
A. Fokus Pengkajian
1. Pada thalasemia: mudah lelah, letargis, anoreksia, sesak
napas, penebalan tulang kranial, pembesaran limpa dan hepar, serta menipisnya tulang
kartilago, konjungtiva pucat, kulit pucat dan berwarna keabuan (hemosiderosis),
anemia (Hb rendah), gangguan tumbuh kembang dan riwayat transfusi darah rutin.
2. Pada DHF: demam terus menerus 2-7 hari, hepatomegali,
tanda presyok (nadi lemah dan cepat, tekanan nadi menurun, tekanan darah menurun,
dan kulit teraba dingin), terdapat petekhie, uji tourniquet positif, perdarahan gusi,
hematemesis, melena, nyeri sendi dan nyeri kepala terjadi karena peningkatan
permeabilitas pembuluh darah yang berdampak adanya kebocoran plasma.
3. Pemeriksaan laboratorium: darah tepi (HB minimal 8 g/dl-
9,5 g/dl, hematrokit 33-38%, trombosit 200.000/m-400.000/m, lekosit 9.000-
12.000/mm3), dan foto rontgen
4. Klasifikasi DHF: Derajat I : demam disertai gejala tidak
khas, uji touniqut +, Derajat II : derajat I ditambah perdarahan spontan (perdarahan di
hidung/epistaksis, hematemesis, melena), Derajat III : jika ditemukan kegagalan
sirkulasi darah dengan nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun, hipotensi disertai
kulit dingin dan lembab serta gelisah,  Derajat IV :  terdapat renjatan berat, nadi tidak
teraba, tekanan darah tidak teratur.

B. Fokus Masalah
1. Pada Thalasemia
1. Perfusi perifer tidak efektif disebabkan karena
penurunan komponen sel darah (eritrosit) yang diperlukan untuk pengangkutan
oksigen
2. Intoleransi aktivitas disebabkan karena tidak
seimbang antara suplai O2 dan kebutuhan
2. Pada kasus DHF
1. Hipertemia karena proses inflamasi, peningkatan
laju metabolisme, dan dehidrasi
2. Risiko perdarahan disebabkan karena
trombositopenia.
3. Defisit volume cairan disebabkan kehilangan
volume cairan aktif, dan kegagalan mekanisme regulasi.

C. Fokus Intervensi dan Implementasi


1. Terapi rehidrasi oral/parenteral, monitor hasil
laboratorium, manajemen nyeri.
2. Tingkatkan oksigenasi jaringan, cegah atau minimalkan
perdarahan.
3. Istirahat dan kompres.
4. Observasi tanda vital tiap jam.
5. Observasi Ht, Hb dan trombosit secara periodik.
6. Kolabori pemberian transfusi, monitor reaksi transfusi.
7. Pengambilan sampel darah, uji tourniquet, transfusi darah.
8. Rujuk ke komunitas talasemia.

D. Fokus Evaluasi
1. Tidak ada tanda dehidrasi dan perdarahan, hasil
laboratorium dalam rentang normal.
2. Perfusi perifer efektif: suhu normal, akral hangat, CRT < 3
detik, Hb optimal 10 mg/dl.

E. Sistem Penginderaan
1. Materi
A. Konjungtivitis
1. Pengertian: infeksi atau inflamasi pada konjungtiva mata
(akut maupun kronis).
2. Mekanisme: mikroorganisme atau allergen menyebabkan
iritasi pada kelopak mata sehingga kelopak mata sukar membuka dan menutup secara
sempurna. Kelopak mata menjadi kering sehingga menyebabkan konjungtivitis.
3. Manifestasi klinis: pelebaran pembuluh darah
menyebabkan peradangan yang ditandai dengan sklera dan konjungtiva yang merah,
edema, rasa nyeri, dan adanya sekret mukopurulen.
4. Penanganan: dapat hilang/sembuh sendiri tergantung
penyebab. Antibiotik salep dan pembersihan kelopak mata dapat dilakukan.

B. Infeksi Telinga (Otitis Media Akut dan Otitis Media


Supuratif Kronis)
1. Pengertian: OMA dan OMSK terjadi karena invasi
mikroorganisme ke dalam telinga tengah. Pada OMA terjadi kurang dari 14 hari
sedangkan OMSK terjadi lebih dari 14 hari.
2. Mekanisme: mikroorganisme masuk ke cavum nasi dan
telinga menyebabkan peradangan yang menyebabkan terbentuknya eksudat yang
terakumulasi. Infeksi dapat menjalar ke tulang mastoid dan terjadi mastoiditis.
3. Manifestasi klinis: keluar cairan eksudat dari telinga, anak
mengeluh sakit dan tidak nyaman, kadang menyebabkan penurunan fungsi
pendengaran. Bila terjadi mastoiditis ditemukan adanya pembengkakan di belakang
telinga.
4. Penanganan: Pemberian antibiotik, tetes telinga,
pembersihan telinga, dan edukasi cara membersihkan telinga yang terdapat eksudat.

2. Pendekatan Proses Keperawatan


A. Fokus Pengkajian
1. Pada konjungtivitis: hiperemia di mata, adanya cairan
yang keluar di mata, edema kelopak mata, dan nyeri.
2. Pada OMA/OMSK: adanya cairan eksudat yang keluar
dari telinga, kemerahan pada membrane timpani.
3. Mastoiditis: nyeri belakang telinga, pembengkakan
belakang telinga, adanya cairan keluar dari telinga.
B. Fokus Masalah
1. Gangguan persepsi sensoris: penglihatan: gangguan
penurunan penglihatan yang disebabkan karena adanya proses infeksi pada
konjungtiva yang ditandai dengan adanya kemerahan/eksudat pada konjungtiva.
2. Nyeri disebabkan proses peradangan.
3. Gangguan persepsi pendengaran disebabkan karena
adanya proses infeksi/imflamasi pada telinga dalam.

C. Fokus Intervensi dan Implementasi


1. Membersihkan kelopak mata.
2. Membersihkan telinga.
3. Memberikan posisi yang nyaman.
4. Memberikan antibiotik dan analgesic.

D. Fokus Evaluasi
1. Persepsi sensorik tidak terganggu.
2. Nyeri berkurang dan hilang.
3. Suhu dalam batas normal.
4. Tidak ada sekret pada mata atau telinga.
5. Pelayanan Kesehatan

F. Pelayanan Kesehatan
1. Materi
A. Imunisasi Dasar
1. BCG diberikan pada usia 0-1 bulan (masih dapat diberikan
sampai usia 2 bulan). Vaksin ini ditujukan untuk mencegah TBC, dengan dosis
pemberian 0,05 ml dan route pemberian di intrakutan.
2. DPT diberikan pada usia 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan.
Vaksin ini ditujukan untuk mencegah Difteri, Pertusis, dan Tetanus dengan dosis
pemberian 0,5 ml dan route pemberian intramuskuler.
3. Polio diberikan pada usia 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4
bulan. Vaksin ini ditujukan untuk mencegah polio yang diberikan secara oral
sebanyak 2 tetes sekali pemberian.
4. Hepatitis diberikan mulai dari bayi baru lahir dengan dosis
0,5 ml secara intramuskuler. Vaksin ini diberikan sebanyak 4 kali pada usia saat lahir,
2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan. Diberikan sebagai upaya untuk mencegah penyakit
hepatitis.
5. Campak diberikan pada usia 9 bulan dengan dosis 0,5 ml
dan diberikan secara intramuskuler. Diberikan sebagai upaya untuk mencegah
penyakit campak, dan kejadian pneumonia akibat infeksi Rubeola.
6. Beberapa vaksin diberikan bersamaan dengan istilah yang
biasa digunakan yaitu pemberian vaksin Combo (DPT dan Hepatitis). Berikut jadwal
pemberian imunisasi dasar:
B. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
1. Menentukan usia kronologis
Cara menentukan usia kronologis anak yaitu tanggal pemeriksaan dikurangi dengan
tanggal lahir. Contoh: tanggal pemeriksaan 21 Januari 2018 dan tanggal lahir 30
Oktober 2016,
21 – 01 – 2018
30 – 10 – 2016
21 – 02 – 1
Jadi usia anak 21 hari 2 bulan 1 tahun atau 1 tahun 2 bulan 21 hari, dan dijadikan
bulan maka usia anak 15 bulan. Pada anak yang lahir prematur maka penentuan usia
kronologisnya dikurangi selisih usia matur (40 minggu) dengan usia minggu
prematurnya. Misalnya pada hitungan di atas jika anak lahir prematur usia 36 minggu
maka usia kronologis anak akan dikurangi 4 minggu sehingga anak berusia 14 bulan.

2. Menentukan perkembangan dengan KPSP


Pada pemeriksaan perkembangan, dilakukan dengan Kuesioner Pra Skrining
Perkembangan (KPSP). Hasil pemeriksaan diinterpretasikan sebagai berikut:
1. Bila hasil Ya 9 - 10 maka diinterpretasikan sesuai
2. Bila hasil Ya 7 - 8 maka diinterpretasikan
meragukan
3. Bila hasil Ya < 7 maka diinterpretasikan risiko
penyimpangan

B. Bayi Berat Lahir Rendah


1. Pengertian: bayi yang lahir dengan berat badan kurang
dari 2500 gr tanpa memperhatikan usia gestasi.
2. Mekanisme: bayi yang lahir dengan berat badan kurang
dari 2500 gr sering mengalami hipotermia disebabkan karena sedikitnya lemak coklat
dan tingginya perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badannya. Sebagian
BBLR terjadi pada bayi yang lahir kurang bulan (prematur) sehingga sering
ditemukan masalah prematuritas organ seperti reflek hisap yang lemah. Selain itu, jika
bayi lahir pada usia gestasi kurang dari 32 minggu, bayi sering mengalami masalah
pernapasan karena defisiensi surfaktan.
3. Manifestasi klinis: berat badan kurang dari 2500 gram,
bayi tampak kecil, risiko mengalami masalah pernapasan dan termoregulasi, lanugo
banyak, lemak subkutan sedikit, banyak tidur, tangisan lemah. Sebagian BBLR
memiliki reflek hisap dan menelan yang lemah serta masalah pernapasan.
4. Penanganan: menentukan usia kehamilan, menilai reflek
primitif pada BBLR, mengidentifikasi berat lahir serta tanda-tanda vital. Selain itu
diperlukan tindakan mempertahankan suhu stabil (rawat dalam inkubator atau
perawatan metode kanguru), pemberian oksigen, perawatan suportif: pemberian
cairan, nutrisi yang adekuat (nutrisi parenteral dan pemberian ASI).

C. Proses Keperawatan Bayi Berat Lahir Rendah


1. Fokus Pengkajian
Berat badan kurang dari 2500 gram, reflek hisap dan menelan lemah, lemak subkutan
tipis, suhu kurang dari 36,4°C, gerakan bayi kurang aktif dan usia kehamilan/gestasi.
2. Fokus Masalah Keperawatan
1. Hipotermia yang disebabkan karena gangguan
termoregulasi.
2. Kekurangan nutrisi dikarenakan lemahnya reflek
hisap dan menelan.
3. Gangguan pertukaran gas dikarenakan prematuritas
organ pernapasan.
4. Cemas orang tua disebabkan karena kondisi
bayinya.
3. Fokus Intervensi dan Implementasi
1. Hangatkan bayi dengan meletakkan dalam radian
warmer, incubator atau perawatan metode kanguru.
2. Pemberian nutrisi parenteral jika tidak dapat
diberikan secara oral
3. Pemberian ASI melalui OGT
4. Pemberian ASI dengan menyusu langsung jika
reflex hisap dan menelan adekuat.
5. Perawatan di ruang intensif untuk mendapatkan
dukungan ventilasi mekanik.
6. Edukasi kepada orang tua tentang keadaan bayinya
serta edukasi pemberian ASI
4. Fokus Evaluasi
1. Suhu dalam batas normal (36,5 s.d. 37,5°C).
2. Penurunan berat badan tidak lebih dari 10% BBL
(pada minggu pertama).
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal (Frekuensi
napas 30-60x/menit, frekuensi nadi 140-
160x/menit).
4. Orang tua berperan aktif dalam perawatan.
5. Hospitalisasi
1. Pengertian: hospitalisasi adalah masuknya seorang
anak ke dalam rumah sakit atau masa saat anak
dirawat di rumah sakit.
2. Sumber stressor hospitalisasi: sumber stressor yaitu
lingkungan baru, berpisah dengan keluarga atau
teman sebaya, kehilangan kontrol, dan kurangnya
informasi pada anak mulai usia pra sekolah.
3. Respon penerimaan hospitalisasi: diawali dengan
tahap protes (menangis kuat, menjerit, memanggil
orang terdekat, menendang, tidak mau ditinggal
oleh orang tua dan agresif terhadap orang baru),
tahap putus asa (tampak tenang, menangis
berkurang, tidak aktif, tidak berminat bermain,
tidak nafsu makan, membina hubungan yang
dangkal dengan orang lain), tahap menerima (mulai
tertarik dengan lingkungan yang baru).
4. Intervensi dampak hospitalisasi: rooming in,
partisipasi orang tua dan keluarga, ruang perawatan
seperti suasana rumah, meminimalkan tindakan
invasif, penjelasan secara konkrit mulai anak usia
pra sekolah, fasilitasi teman sebaya untuk
berkunjung dan memberikan kesempatan
sosialisasi.
CONTOH SOAL PENGKAJIAN DAN PEMBAHASAN
Balita laki-laki usia 2 tahun dibawa ibu ke Puskesmas dengan keluhan mencret 5x
sehari dan anak tampak lemas. Hasil pengkajian: rewel, mata cekung dan mukosa
bibir kering. Perawat akan menentukan derajat dehidrasi dengan pendekatan MTBS.
Apakah data yang perlu dikaji lebih lanjut pada kasus tersebut?
A. Capillary Refill Time
B. Cubitan kulit perut
C. Konsistensi feses
D. Berat badan
E. Suhu
Pembahasan:
Berdasarkan pendekatan MTBS, data penting yang perlu dikaji untuk menentukan
derajat dehidrasi adalah cubitan kulit perut kembali lambat atau sangat lambat, malas
minum atau minum dengan lahap, mata cekung, dan gelisah atau rewel.
Strategi:
Lakukan scanning untuk fokus pada data-data hasil pengkajian dehidrasi berdasarkan
pendekatan MTBS. Capillary Refill Time, konsistensi feces, suhu, dan berat badan
bukan merupakan indikator derajat dehidrasi berdasarkan MTBS.
Jawaban: B

CONTOH SOAL MASALAH & DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN


PEMBAHASAN
Anak laki-laki usia 5 tahun dirawat di ruang anak dengan keluhan batuk disertai
demam. Hasil pengkajian: tidak nafsu makan, rewel, sulit tidur pada malam hari,
sputum kental, terdengar ronchi di kedua lapang paru, frekuensi napas 30x/menit,
frekuensi nadi 90x/menit, suhu 37,9⁰C.
Apakah masalah keperawatan utama pada kasus tersebut?
A. Bersihan jalan napas tidak efektif
B. Gangguan pertukaran gas
C. Risiko defisit nutrisi
D. Gangguan pola tidur
E. Hipertermia
Pembahasan:
Bersihan jalan nafas tidak efektif merupakan kondisi jalan nafas yang tidak normal
akibat adanya penumpukan sputum yang kental atau berlebihan yang sulit untuk
dikeluarkan. Bersihan jalan nafas efektif ditandai dengan tidak ada batuk, tidak ada
sputum dan bunyi nafas vesikuler.
Strategi:
Hasil scanning data abnormal pada kasus diatas didapatkan data menonjol pada
gangguan sistem pernapasan yaitu sputum kental, ronkhi dikedua lapang paru dan
batuk. Pada option jawaban terdapat 2 masalah sistem pernapasan. Data abnormal
(sputum kental, ronkhi dikedua lapang paru dan batuk) pada kasus merupakan data
mayor pada masalah bersihan jalan nafas tidak efektif yang merupakan masalah
prioritas. Pada option jawaban pertukaran gas (b) tidak cukup data untuk menegakkan
masalah tersebut.
Jawaban: A

CONTOH SOAL INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI KEPERAWAN DAN


PEMBAHASAN
Balita perempuan usia 2 tahun dibawa ibunya ke UGD karena sesak napas dan batuk.
Hasil pengkajian: anak tidak bisa mengeluarkan sekret, terdengar bunyi wheezing,
frekuensi napas 46x/menit. Keluarga tampak khawatir dengan anaknya.
Apakah tindakan keperawatan utama pada kasus tersebut?
A. Atur posisi semi fowler atau fowler
B. Pemberian oksigen pada anak
C. Anjurkan batuk efektif
D. Lakukan inhalasi
E. Lakukan suction
Pembahasan:
Pada kasus tersebut terjadi penyempitan bronchus yang ditunjang oleh data adanya
bunyi wheezing. Melonggarkan bronchus diperlukan broncodilator yang diberikan per
inhalasi. Inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran nafas
melalui penghisapan yang mempunyai keuntungan yaitu obat bekerja langsung pada
saluran napas.
Strategi:
Fokuskan pada usia anak. Usia anak pada kasus tersebut adalah 2 tahun. Pilihan (a dan
c) tidak efektif dilakukan pada anak usia tersebut. Pilihan (b) tidak memungkinkan
dilakukan karena tidak mengatasi masalah. Pilihan (e) merupakan kelanjutan dari
prioritas intervensi yaitu pemberian inhalasi.
Jawaban: D

Referensi:
1. Keyle, T.E. & Carman, S. (2010/2015). Buku ajar keperawatan pediatri
volume 1. Jakarta: EGC
2. Keyle, T.E. & Carman, S. (2010/2015). Buku ajar keperawatan pediatri
volume 2. Jakarta: EGC
3. Keyle, T.E. & Carman, S. (2010/2015). Buku ajar keperawatan pediatri
volume 3. Jakarta: EGC
4. Keyle, T.E. & Carman, S. (2010/2015). Buku ajar keperawatan pediatri
volume 4. Jakarta: EGC
5. Pillitteri, A. (1999). Maternal & child health nursing: Care of the childbearing
& childrearing family (3rd edition). Philadelpia: JB Lippincot.
6. PPNI (2016). Standar diagnosis keperawatan Indonesia: Definisi dan
indicator diagnostik (Ed 1). Jakarta: DPP PPNI.
7. WHO (2013). Pocket book of hospital care for children: Guidelines for the
management of common childhood ilnesses (2nd edition). Geneva: WHO

Soal :
KEPERAWATAN MATERNITAS

1. Materi pada Area Antenatal

1. Materi

Fokus materi pada area antenatal sebagai berikut:

A. Status obstetri

Gravida (G): adalah jumlah kehamilan, tanpa melihat lamanya termasuk kehamilan
saat ini. Para/Persalinan/Partus (P): adalah kelahiran setelah gestasi 20 mg, tanpa
melihat kondisi bayi hidup / mati. Abortus (P): adalah keluarnya hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan dengan batasan gestasi kurang dari 20
minggu.

B. Menghitung usia kehamilan

TFU (cm) x 2/7 = usia kehamilan (bulan)

TFU (cm) x 8/7 = usia kehamilan (minggu)

C. Menghitung taksiran persalinan

D. Menentukan taksiran persalinan berdasarkan rumus Neagle:

Rumus: (+ 7 – 3 +1) untuk HPHT bulan April - Desember

(hari ditambah 7, bulan dikurangi 3, tahun ditambah 1)

(+7 +9 +0) untuk HPHT bulan Januari – Maret

(hari ditambah 7, bulan ditambah 9, tahun ditambah 0)

E. Palpasi Leopold
Leopold I: menentukan TFU dan bagian janin yang terdapat difundus.

Leopold II: menentukan letak punggung.

Leopold III: menetukan presentasi janin, apakah presentasi janin sudah masuk PAP.

Leopold IV: sejauh mana presentasi masuk PAP.

F. Adaptasi perubahan sistem tubuh

G. Pemeriksaan fisik ibu masa kehamilan

H. Gangguan-gangguan dan penyakit pada masa kehamilan:

a. Perdarahan pada awal kehamilan: Abortus, KET dan Mola


Hidatidosa.

b. Perdarahan pada kehamilan lanjut: Placenta Previa dan


Solutio Plasenta.

c. Penyakit yang terjadi pada masa kehamilan: Hyperemisis


gravidarum dan PEB

2. Proses Keperawatan Pada Area Antenatal

1. Aspek Pengkajian:

A. Menentukan: status obstetrik, menentukan usia kehamilan


berdasarkan HPHT maupun TFU, dan menentukan taksiran persalinan.

B. Mengidentifikasi adaptasi fisiologis dan psikologis pada masa


kehamilan (Hyperpigmentasi pada kulit, anemia fisiologis, kondisi payudara,
mengidentifikasi posisi, letak, presentasi dan penurunan presentasi, menghitung DJJ,
menghitung gerakan janin, reflek patella dan edema pada kaki.

C. Mengidentifikasi tanda dan bahaya perdarahan pada awal


kehamilan: Abortus, KET dan Mola hidatidosa
D. Mengidentifikasi tanda dan bahaya perdarahan pada kehamilan
lanjut: Plasenta previa dan Solusio plasenta.

E. Mengidentifikasi penyakit yang timbul karena kehamilan:


Hiperemesis gravidarum, Preeklampsia dan Eklampsi.

 Aspek Diagnosa Keperawatan:

Risiko defisit nutrisi, nausea, risiko cedera ibu, risiko cedera janin, risiko gangguan
hubungan ibu dan janin, resiko kehamilan tidak dikehendaki, kesiapan peningkatan
proses keluarga dan konstipasi.

 Aspek Intervensi/ Implementasi

Pemenuhan kebutuhan nutrisi, keseimbangan cairan, mencegah terjadinya cedera ibu


dan janin, edukasi antenatal, asuhan keperawatan pada kehamilan, memberikan
asuhan keperawatan antenatal berdasarkan transkultural/budaya, teknik bernapas,
monitoring perdarahan, manajemen perdarahan, pemeriksaan payudara, persiapan
melahirkan, dukungan pengambilan keputusan, dukungan emosional, pendidikan
kesehatan, screening kesehatan, perawatan kehamilan resiko tinggi, perawatan bayi
baru lahir, nutrisi, dan mencegah/pengurangan pendarahan.

 Aspek Evaluasi

A. Keberhasilan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi: Berat badan


meningkat, porsi makan dihabiskan, dan patuh pada diet.

B. Keseimbangan cairan: Mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis,


dan kelopak mata tidak cekung.

C. Pencegahan cedera ibu: Tidak terjadi cidera dan tanda-tanda vital


normal.

D. Kebutuhan oksigenasi: Respirasi nomal, tidak menggunakan otot


bantu pernafasan, dan tidak ada pernafasan cuping hidung.

E. Manajemen nyeri: Rentang skala nyeri menurun, pasien mampu


menggunakan tehnik-tehnik untuk menurunkan nyeri (relaksasi dan distraksi).
F. Kesehatan spiritual: Pasien mampu menggunakan pendekatan
spiritual untuk mengatasi masalah kesehatan.

G. Keseimbangan elektrolit: Hasil laboratorium elektrolit normal

H. Kontrol kecemasan diri: Pasien mampu menggunakan koping


untuk mengatasi kecemasan

I. Kontrol mual muntah: Pasien mampu mengontrol mual dan


muntah

J. Kontrol resiko kehamilan tidak diharapkan: Pasien mampu


menggunakan koping untuk menerima kehamilan.

K. Mempertahankan pemberian ASI: ASI adekuat.

L. Perilaku kesehatan ibu antenatal: Pasien mampu


mempertahankan perilaku sehat.

M. Perilaku kesehatan perinatal: Pasien mampu mempertahankan


perilaku sehat pada masa perinatal.

N. Perilaku Promosi Kesehatan: Pasien mampu meningkatkan status


kesehatan.

O. Pencegahan cedera janin: DJJ normal, Pergerakan janin aktif, dan


CTG reassuring.

B. Materi Pada Area Intranatal

 Materi

Asuhan keperawatan pada perempuan pada masa persalinan dan bayi segera setelah
lahir:
A. Partograf

B. Kemajuan persalinan

C. Bounding and Attachment

D. APGAR score

E. Manajemen kala III

F. Observasi kala IV

G. Management nyeri persalinan

H. Gangguan-gangguan pada masa persalinan: Distocia (CPD) dan


Ketuban Pecah Dini (KPD)

B. Pendekatan Proses Keperawatan Intranatal

A. Aspek Pengkajian:

Kemajuan persalinan (pemeriksaan dalam), bugar dan APGAR score, observasi tanda
tanda kala III, observasi kala IV, KPD dan Partograf (DJJ, pembukaan dan penurunan
presentasi, kontraksi uterus, ketuban, moulage, TD, nadi dan observasi kandung
kemih).

B. Aspek Diagnosa Keperawatan:

Nyeri persalinan, ansietas, risiko cedera ibu, risiko cedera janin, risiko perdarahan,
defisit volume cairan, penurunan curah jantung, pola napas tidak efektif, gangguan
pola tidur, keletihan, dan gangguan rasa nyaman.

C. Aspek Intervensi/Implementasi:
a. Manajemen nyeri persalinan (non farmakologis dan
farmakologis). Pendekatan secara non farmakologis tanpa
penggunaan obat-obatan seperti relaksasi, masase,
akupresur, akupunktur, kompres panas atau dingin dan
aromaterapi, sedangkan secara farmakologis melalui
penggunaan obat-obatan.

b. Asuhan persalinan normal (APN): Observasi kemajuan


persalinan, pemeriksaan dalam, amniotomi, mencegah
laserasi perineum, Bounding attachment/IMD, manajemen
aktif kala III, masase uterus dan observasi kala IV.

c. Mencegah hipotermi bayi: konveksi, konduksi, radiasi dan


evaporasi.

d. Melaksanakan asuhan keperawatan intranatal berdasarkan


budaya

e. Penggunaan partograf

f. Manajemen cairan

g. Dukungan spiritual

2. Aspek Evaluasi:

Keberhasilan pemenuhan kebutuhan pada ibu masa intranatal dan bayi baru lahir
(BBL)

a. Manajemen nyeri: Pasien mampu menggunakan tehnik-


tehnik untuk menurunkan nyeri (relaksasi dan distraksi)

b. Dukungan spiritual: Pasien mampu menggunakan


pendekatan spiritual dalam menghadapi persalinan

c. Pasien kooperatif selama proses persalinan (Kala I – IV)

d. Memfasilitasi lingkungan ekstra uteri


e. Memfasilitasi budaya pasien yang mendukung terhadap
kesehatan

f. Mendokumentasikan proses persalinan dalam partograf

g. Keseimbangan cairan: mukosa bibir lembab, turgor kulit


elastis, dan kelopak mata tidak cekung.

h. Keseimbangan elektrolit: Hasil laboratorium elektrolit


normal

2. Materi Pada Area Postnatal

A. Pokok Materi

Asuhan Keperawatan Pada Perempuan Pada Masa Nifas:

1. Involusi uteri

2. Manajemen laktasi

3. Reflek menyusui pada bayi

4. Menilai REEDA

5. Keluarga berencana

6. Pemeriksaan fisik ibu masa nifas

7. Gangguan-gangguan dan penyakit pada masa nifas: Perdarahan


postpartum: Atonia uteri dan laserasi pada jalan lahir dan infeksi postpartum

B. Pendekatan Proses Keperawatan Postnatal


1. Aspek Pengkajian:

Mengidentifikasi kondisi payudara dan puting, mengidentifikasi refleks menyusu pada


bayi, mengidentifikasi kontraksi dan involusi uterus, mengidentifikasi diastasis rectus
abdominis (DRA), after pain, menilai bising usus, distensi kandung kemih, menilai
REEDA, karakteristik lochea, haemoroid, mengidentifikasi tanda homan,
mengidentifikasi tentang keluarga untuk  penggunaan kontrasepsi, mengidentifikasi
kondisi atonia uteri, mengkaji trauma/laserasi persalinan, mengidentifikasi adaptasi
fisiologis dan psikologis postpartum, dan mengidentifikasi budaya yang
mempengaruhi kondisi ibu masa postpartum.

2. Aspek Diagnosa keperawatan:

Risiko infeksi, risiko ketidakseimbangan cairan, kurang pengetahuan, ketidakcukupan


ASI, kesiapan untuk proses menyusui, terputusnya proses menyusui, ketidakefektifan
proses menyusui, nyeri, ketidak nyamanan pasca partum,  ansietas, berduka, kesiapan
peningkatan menjadi orang tua, pencapaian peran menjadi orang tua, resiko gangguan
perlekatan, resiko pengasuhan tidak efektif, resiko infeksi, resiko injuri, retensi urine,
menyusui efektif, dan menyusui tidak efektif.

3. Aspek Intervensi/Implementasi:

Pencegahan infeksi, pencegahan perdarahan, pemberian ASI eksklusif, manajemen


laktasi, penetapan pemberian ASI, manajemen perdarahan postpartum, memberikan
asuhan keperawatan postpartum dengan pendekatan budaya, bladder training,
discharge planning. Pendidikan orang tua: Bayi, perawatan postpartum, konseling
seksual, peningkatan kelekatan, keluarga berencana: kontrasepsi, keluarga berencana,
perawatan kelahiran caesar, observasi tanda vital, fasilitasi proses berduka: kematian
perinatal, dan hasil laboratorium.

4. Aspek Evaluasi

a. Pencegahan cedera ibu: Tanda-tanda vital normal

b. Kebutuhan oksigenasi: Frekuensi napas nomal, tidak


menggunakan otot bantu pernafasan, dan tidak ada
pernafasan cuping hidung

c. Manajemen nyeri: Rentang skala nyeri menurun, pasien


mampu menggunakan tehnik-tehnik untuk menurunkan
nyeri (relaksasi dan distraksi)
d. Dukungan spiritual: Pasien mampu menggunakan
pendekatan spiritual untuk mengatasi masalah kesehatan

e. Keseimbangan elektrolit: Hasil laboratorium elektrolit


normal

f. Kontrol kecemasan diri: Pasien mampu menggunakan


koping untuk mengatasi kecemasan

g. Mempertahankan pemberian ASI: ASI adekuat

h. Perilaku kesehatan ibu postpartum: Pasien mampu


mempertahankan perilaku sehat

i. Perilaku kesehatan perinatal: Pasien mampu


mempertahankan perilaku sehat pada masa perinatal

j. Perilaku promosi kesehatan: Pasien mampu meningkatkan


status kesehatan dan KB 

3. Materi Kesehatan Reproduksi

A. Pokok-pokok materi

Gangguan-gangguan dan penyakit pada sistem reproduksi:

1. Asuhan keperawatan pada perempuan dengan kelainan


menstruasi: Dismenore

2. Penyakit menular seksual: Gonorrhea, sipilis dan HIV/AIDS

3. Keganasan pada sistem reproduksi: Ca serviks dan ca payudara

4. Infeksi organ reproduksi: Servisitis dan vulvitis


B. Pendekatan Proses Keperawatan pada Kesehatan
Reproduksi

1. Aspek Pengkajian:

a. Mengidentifikasi nyeri pada saat menstruasi

b. Mengidentifikasi adanya sekresi purulent, berbau dan


perubahan warna dari area genital

c. Mengidentifikasi dengan SADARI pada area payudara

d. Mengintepretasi hasil pemeriksaan penunjang: Usapan


vagina, IVA, papsmear, hasil laboratorium, hasil PA, dan
mamografi.

2. Aspek Diagnosa keperawatan:

Nyeri, risiko infeksi, harga diri rendah, risiko gangguan peran ibu,
berduka/kehilangan, disfungsi seksual, dan ketidakefektifan pola seksual.

3. Aspek Intervensi/Implementasi:

Manajemen nyeri, pencegahan transmisi, mekanisme koping, pemeriksaan


laboratorium, pemeriksaan penunjang PA, deteksi dini: SADARI, Papsmear, IVA dan
mamografi.

4. Aspek Evaluasi

a. Manajemen nyeri: Pasien mampu menggunakan tehnik-


tehnik untuk menurunkan nyeri (relaksasi dan distraksi)

b. Dukungan spiritual: Pasien mampu menggunakan


pendekatan spiritual dalam menghadapi penyakit
c. Memfasilitasi budaya pasien yang mendukung terhadap
kesehatan

d. Tatalaksana pencegahan infeksi dan transmisi:


penggunaan APD

CONTOH SOAL PENGKAJIAN DAN PEMBAHASAN

Seorang perempuan berusia 28 tahun hamil 20 minggu datang ke poliklinik KIA untuk
memeriksakan kehamilan. Hasil pengkajian: riwayat persalinan tahun 2000
melahirkan bayi laki-laki usia kehamilan 38 minggu. Pada tahun 2005 melahirkan
bayi perempuan usia kehamilan 37 minggu dan pada tahun 2010 mengalami
keguguran saat usia kehamilan 12 minggu.

Bagaimanakah penulisan status obstetrik pada kasus tersebut?

A. G3 P1 A2

B. G3 P2 A1

C. G4 P2 A1

D. G4 P3 A0

E. G4 P1 A2

Pembahasan:

Status obstetrik meliputi :

 Gravida (G): adalah jumlah kehamilan, tanpa melihat lamanya termasuk


kehamilan saat ini.

 Para/Persalinan/Partus (P): adalah kelahiran setelah gestasi 20 mg, tanpa


melihat kondisi bayi hidup / mati
 Abortus (A): adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan dengan batasan gestasi kurang dari 20 minggu.

 Contoh pencatatan kehamilan: G1 P0 A0 : Gravida 1, para 0, abortus 0 yang


artinya pasien hamil anak pertama belum pernah melahirkan ataupun abortus

Jadi pada kasus di atas menunjukkan kasus obstetri

Gravida 4 (saat ini hamil 20 minggu, persalinan tahun 2000 dan 2005, riwayat
Keguguran tahun 2010)

Partus 2  (persalinan tahun 2000 dan 2005)

Abortus 1 (keguguran tahun 2010)

STRATEGI :

Kata kunci dari kasus tersebut bahwa pasien datang dalam kondisi hamil, sudah 2 kali
melahirkan dan 1 kali abortus.

Jawaban : C

CONTOH SOAL DIAGNOSIS KEPERAWATAN DAN PEMBAHASAN

Seorang perempuan berusia 30 tahun G3P2A0 hamil 32 minggu datang ke poliklinik


KIA dengan keluhan sakit kepala dan pandangan kabur. Hasil pemeriksaan fisik: TD
160/100 mmHg, TFU 34 cm, punggung kiri, presentasi kepala, DJJ 160 x/menit,
edema tungkai bawah +2, dan proteinuria +1.

Apakah masalah keperawatan yang tepat pada pasien tersebut?

A. Nyeri akut

B. Kelebihan volume cairan


C. Ketidak efektifan proses kehamilan

D. Resiko tinggi cedera pada ibu dan janin

E. Gangguan persepsi sensori: penglihatan

Pembahasan:

Preeklampsia adalah tekanan darah tinggi ≥ 140/90 disertai protein uria yang terjadi
pada kehamilan setelah 20 minggu sampai akhir minggu persalinan. Pada preeklamsia,
volume plasma menurun, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan
hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun
(menyebabkan sakit kepala dan penurunan penglihatan), penurunan perfusi ini juga ke
janin (ini bisa menyebabkan gangguan pertumbuhan janin bahkan kematian janin).
Sehingga masalah keperawatan pada pasien di atas adalah resiko tinggi cedera pada
ibu dan janin.

STRATEGI:

Pada kasus preeklampsia perawat memperhatikan 3 data penting yaitu peningkatan


TD, edema, dan protein uria. Setiap kehamilan dengan komplikasi preeklampsia
menyebabkan resiko cidera pada ibu dan janin.

Jawaban: D

CONTOH SOAL INTERVENSI/ IMPLEMENTASI DAN PEMBAHASAN

Seorang perempuan berusia 35 tahun G1P0A0 hamil 32 minggu datang ke UGD


dengan keluhan keluar darah dari kemaluan. Hasil pengkajian: perdarahan tanpa rasa
nyeri dan berwarna merah terang, TFU 32 cm, punggung kiri, presentasi kepala dan
DJJ 144x/menit.

Apakah tindakan keperawatan utama pada kasus tersebut?

A. Observasi pembukaan jalan lahir


B. Kolaborasi pemberian heparin

C. Anjurkan untuk tirah baring

D. Pantau intake output cairan

E. Pantau pergerakan janin

Pembahasan:

Semua pasien dengan perdarahan pervaginam pada kehamilan trimester ketiga,


dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Penanganan plasenta previa bergantung
kepada: Keadaan umum pasien, kadar Hb, jumlah perdarahan yang terjadi, umur
kehamilan/taksiran BB janin, jenis plasenta previa, paritas dan kemajuan persalinan.
Penanganan utama pada plasenta previa adalah istirahat/ tirah baring. Pemberian tirah
baring akan mengurangi penekanan plasenta dan pergerakan yang banyak dapat
mempermudah pelepasan plasenta sehingga dapat terjadi perdarahan.

STRATEGI

Pada pasien plasenta previa maka intervensi utama adalah tirah baring.

Jawaban : A

CONTOH SOAL EVALUASI DAN PEMBAHASAN

Seorang perempuan berusia 28 tahun G1P0A0 hamil 32 minggu, datang ke poli KIA
untuk periksa kehamilan. Hasil pengkajian tampak odema di wajah dan ektremitas.
TFU 30 cm, punggung kiri, presentasi kepala, DJJ 145x/menit. Perawat menjelaskan
pada pasien cara menghitung gerakan janin.

Apakah hasil yang diharapkan dari intervensi tersebut?

A. Pasien mengatakan bayinya banyak bergerak


B. Pasien menyampaikan jumlah gerakan janin

C. Pasien mengatakan odema berkurang

D. Pasien mengatakan kondisinya baik

E. Pasien mengatakan bayinya sehat

Pembahasan

Cara menilai gerakan janin: Minta ibu hamil untuk berbaring miring dan menghitung
10 gerakan janin dalam 2 jam. Janin dinilai sejahtera bila gerakan janin dirasakan ibu
10 kali dalam 2 jam. Pada kasus di atas pasien diharapkan dapat menghitung gerakan
janin dan mampu menyampaikan jumlah gerakan janin yang dirasakan.

STRATEGI

Pada kasus pendidikan kesehatan yang diberikan oleh perawat adalah cara menghitung
gerakan janin maka hasil yang diharapkan pasien mampu menghitung dan
menyampaikan jumlah gerakan janin yang dirasakan

Jawaban: B

Referensi

Foley, TS, Davies MA (1983). Rape. Nursing care of victims. St. Louis : The CV
Mosby company

Bulecheck, G.M . Butcher, H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M. (2013). Nursing


Intervention Classification (NIC). 6th Ed. Elsevier Pte. Ltd. Singapore

Moorhea, . S. Johnson, M. Maas, M.L. Swanson, E. (2013). Nursing Outcames


Classification (NOC). 5th Ed. Elsevier Pte. Ltd. Singapore
May, KA, Mahlmeister, LR (1999). Maternal and Neonatal Nursing. Family centered
care (4thed). Philadelphia : JB Lippincott

Kinney, S. E. (2005). Maternal child nursing. St. Louis: Saunders Elsevier

Herdman, Kamitsuru (2014), Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2015–


2017, Tenth Edition, NANDA International, Inc.

Lowdermilk, Perry, Cahion (2013), Keperawatan Maternitas, Edisi 8, Buku 1,


Elsevier, Pte. Ltd. Singapore

Lowdermilk, Perry, Cahion (2013), Keperawatan Maternitas, Edisi 8, Buku 2,


Elsevier, Pte. Ltd. Singapore

Perry, Lowdermilk, Cashion, Alden, Olshansky, Hockenberry, Wilson, Rodgers


(2018), Maternal child Nursing Care, sixth edition, Elsevier Inc, St.Loius, Missouri.

Soal :
Full Length Test 180 soal

1. Seorang laki-laki berusia 46 tahun di rawat di ruang penyakit dalam dengan diagnosis
peritonitis dan mengeluh nyeri perut. Hasil pengkajian skala nyeri 6, tampak wajah
menyeringai TD 140/90 mmHg. Frekuensi nadi 100x/menit, frekuensi napas 24x/menit, suhu
380C.
Apakah pengkajian lanjutan pada kasus tersebut ?
a. Mual
b. Muntah
c. Bising usus
d. Distensi Perut
e. Intake output cairan
Pembahasan :
Peritonitis menghasilkan efek sistemik yang berat, perubahan sirkulasi, perpindahan cairan
dan masalah pernapasan serta ketidak seimbangan cairan dan elektrolit. Respon inflamasi
menghasilkan aliran darah ekstra ke bagian usus yang mengalami inflamasi untuk melawan
infeksi, cauran dan udara tertahan dalam lumen, tekanan dan sekresi cairan dalam usus
meningkat sehingga aktifitas usus mengalami penurunan dan cenderung berhenti. Proses
inflamasi sendiri meningkatkan kebutuhan terhadap oksigen sehingga paru berespon dengan
meningkatkan pernapasan.
Startegi :
Aktivitas usus pada peritonitis cenderung mengalami penurunan bahkan berhenti sehingga hal
utama yang di perhatikan adalah bising usus
2. Seorang perempuan berusia 30 tahun di rawat di ruang penyakit dalam dengan diagnosis
suspect apendisitis. hasil pengkajian, pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah, skala nyeri 7,
mual, muntah, serta tidak nafsu makan, TD 130/80 mmHg, frekuensi napas 26 x/menit dan
frekuensi nadi 8x/menit.
Apakah pengkajian lanjut pada kasus tersebut ?
a. Auskultasi bising usus
b. Observasi status nutrisi
c. Pemeriksaan laboratorium
d. Observasi tanda=tanda infeksi
e. Palpasi pada titik mc. Burney
Pembahasan :
Nyeri dan sakit perut pada apendiksistis terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi
obstruksi pada apendik. Nyeri visceral akan mengaktifasi nervus vagus sehingga
mengakibatkan muntah. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau
titik Mc Burney dan ini merupakan tanda kunsi diagnosis
Strategi:
Nyeri tekan pada titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis apendik
3. Seorang laki-laki berusia 60 tahun di rawat di euang neurologi dengan keluhan penurunan
kesadaran. Hasil pengkajian saat di beri rangsangan nyeri kedua lengan tampak fleksi
abnormal, membuka mata dan suara mengerang, pupil anisokor kanan, reflek cahaya lambat,
TD 160/90 mmHg, frekuensi nadi 92 x/mwnit, frekuensi napas 20 x/menit dan suhu 36,8 C
Berapakah nilai GCS pada kasus tersebut ?
a. 5
b. 6
c. 7
d. 8
e. 9
Pembahasan :
Gangguan neutologi pada kasus stroke, cedera kepala dan meningitis terjadi karena adanya
kerusakan jaringan otak, kerusakan jaringan otak atau edema jaringan otak atau munculnya
tekanan intra kranial. Salah satu tanda yang paling mudah di lihat pada mekanisme ini adalah
penurunan kesadran. Semakin rendah nilai GCS menunjukan semakin berat kerusakan atau
edema atau tekanan intra kranial
Strategi :
Pertanyaan diatas menunjukan penentuan nilai GCS di dapat dari pemeriksaan fisik dengan
memberikan rangsangan. Rangsangan yang diberikan pada kasus ini adalah rangsangan nyeri.
kasus ini menunjukan respon motoric fleksi abnormal, membuka mata dan suara mengerang
saat di beri rangsangan nyeri (3-2-2). Jadi nilai GCS 7. Perlu di pelajari lebih baik setiap nilai
dan komponen verbal, motoric dan membuka mata.
4. Seorang perempuan berusia 35 tahun di rawat di ruang bedah saraf dengan pasca craniotomy.
Hasil pengkajian, pasien tampak hemiparese kanan, lemah dan tidak mampu menggerakan
tubuhnya, reflex fisiologi melambat. Saat di lakukan pemeriksaan otot ekstremitas kanan di
dapat hasil sebagai berikut tidak mampu mengangkat lengan dan kaki namun bisa
menggerakkannya.
Berrapakah nilai kekuatan otot pada pasien tersebut ?
a. 1
b. 2
c. 3
d. 4
e. 5
Pembahasan :
Penurunan kekuatan otot merupaka gejala neurologis yang umum terjadi pada kasus neurologi
seperti stroke, meningitis dan cedera kepala. Ada mekanisme gangguan sentral pada pusat
motoric otak sehingga kurang mampu mengkordinasikan gerakan ekstremitas. Kelemahan
otot di tentukan dengan skala kekuatan otot yakni :
0 : tidak ada tonus
1 : terdapat tonus tapi tidak ada gerakan.
2 : terdapat pergerakan sendi tetapi tidak bisa melawan gravitasi
3 : dapat melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan.
4 : pergerakan dapat menahan tahanan
5: kekuatan otot normal.
Strategi :

5. Seorang perempuan berusia 56 tahun di rawat di ruang neurologi dengan keluhan sakit
kepala. Hasil pengkajian didapat penglihatan kabur, kelemahan kaki dan tangan pada sisi
kanan serta bicara tidak jelas. Untuk memastikan perawat akan melakukan pengkajian pada
nervus kranial XII.
Apakah yang harus diperintahkan dalam pengkajian tersebut ?
a. Minta pasien mengucapkan suara “A”
b. Meletakkan garam pada lidah bagian depan
c. Meletakkan gula pada lidah bagian belakang
d. Minta pasien untuk memoncongkan mulutnya
e. Minta pasien menggerakkan lidah ke satu sisi dan sisi lainnya.
Pembahasan :

Strategi :
6. Seorang laji-laki berusia 18 tahun, di rawat diruang bedah dengan fraktur tibia 1/3 proksimal
tertutup 12 jam yang lalu. Perawat melakukan pengkajian neurovaskulwr untuk
mengidentifikasi adanya sindrom kompartemen.
Apakah data focus pada kasus tersebut ?
a. Eritema pada area fraktur
b. Edema pada sekitar area fraktur
c. Perubahan warna kulit dari pucat ke sianosis
d. Nyeri progresif tidak hilang dengan analgetik
e. Daerah di sekitar lokasi fraktur terasa lebih hangat
Pembahasan :
Strategi :
7. Seorang perempuan berusia 45 tahun di rawat di ruang penyakit dalam dengan CKD.. hasil
pengkajian : edema di ekstremitas bawah, intake cairan 1000cc/24 jam, urin output 100cc/24
jam, TD 160/90 mmHg. Frekuensi nadi 88 x/menit, frekuensi napas 28 x/menit dan suhu 37
C. pasien direncanakan hemodialysis.
Apakah pengkajian selanjutnya pada pasien tersebut ?
a. Kaji adanya bunyi napas tambahan
b. Kaji adanya kenaikan berat badan
c. Kaji nilai ureum dan kreatinin
d. Kaji kadar hemoglobin
e. Kaji kecemasan
Pembahasan :
Strategi :
8. Seorang perempuan berusia 34 tahun di rawat di ruang bedah dengan luka bakar derajat II.
Pasien mengeluh nyeri, lemas dan haus. Hasil pengkajian luka bakar daerah dada. Tangan dan
paha kanan,
Berapakah presentase luka bakar pada kasus tersebut ?
a. 44 %
b. 42 %
c. 34 %
d. 32 %
e. 27 %
Pembahasan :
Hasil pengkajian di temukan luka bakar daerah dada, tangan kanan dan paha kanan. Untuk
menentukan persentase luas luka bakar di gunakan rumus : “Rule of Nine” sehingga di
dapatkan hasil daerah dada nilai nya = 9 %, tangan kanan = 9 %, paha kanan = 9 %, total area
yang mengalami luka bakar adalah 27 %
Strategi :
Pelajari rumus “rule of Nine”
9. Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang ke poliklinik saraf dengan keluhan gangguan
pendengaran. Perawat melakukan pemeriksaan pendengaran pada pasien dengan cara
menempelkan garputala pada planum mastoid pasien. Hasil pemeriksaan menunjukkan
setelah perawat tidak mendengar sedangkan pasien masih dapat mendengarkan getaran
garputala.
Apakah interprestasi pemeriksaan pada kasus tersebut ?
a. Tuli kombinasi
b. Tuli kondusif
c. Tuli sensorik
d. Tuli saraf
e. normal
Pembahasan :
Strategi :
10. Seorang perempuan berusia 22 tahun di rawat di ruang bedah dengan pasca operasi
apendiktomi hari ke 2. Pasien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi, skala nyeri 6, wajah
menyeringai, pasien susah tidur dan mengeluh mual serta nafsu makan berkurang. TD 130/80
mmHg, frekuensi nadi 98 x/menit, frekuensi napas 24 x/menit, suhu 37, 5 C, tampak lemah
dan gelisah.
Apakah masalah keperawatan pada kasus tersebut ?
a. Nyeri akut
b. Risiko infeksi
c. Deficit nutrisi
d. Intoleransi aktivitas
e. Gangguan pola tidur
Pembahasan :
Strategi :
11. Seorang perempuan berusia 58 tahun di rawat di ruang neurologi dengan stroke haemorhagik.
Hasil pengkajian kesadaran stupor dengan GCS 9, reflex pupil lambat, kesan hemiparase
dextra. TD 190/100 mmHg, frekuensi nadi 100 x/menit, frekuensi napas 28 x/menit dan suhu
38 C. CT-scan menunjukkan adanya gambaran hiperdens pada daerah frontotemporal kanan
Apakah masalah keperawatan yang tepat pada kasus tersebut ?
a. Gangguan perfusi jaringan serebral
b. Ketidakefektifan pola napas
c. Hambatan mobilitas fisik
d. Resiko cedera
e. Hipertermia

Strategi :
Pembahasan :
12. Seorang laki-laki berusia 65 tahun, di rawat di ruang neurologi dengan keluhan mengalami
kelemahan pada sisi kiri tubuh sejak semalam. Hasil pengkajian di dapatkan wajah asimetris,
bicara pelo, di beri minum tersedak, lidah terlihat mencong ke kanan. CT –scan menunjukkan
infark lobus parietal dextra.
Apakah masalah keperawatan yang tepat pada kasus tersebut ?
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
c. Hambatan komunikasi verbal
d. Hambatan mobilitas fisik
e. Risiko aspirasi
Pembahasan
Strategi
13. Seorang laki-laki berusia 52 tahun di rawat di ruang penyakit dalam dengan diagnosis DM.
hasil pengkajian, mudah lelah, aktivitas di bantu orang lain, sering merasa haus, BB turun,
kulit kering, TD 12080 mmHg, frekuensi nadi 80 x/menit, frekuensi napas 20 x /menit dan
hasil laboratorium gula darah sewaktu 578 mg/dl.
Apakah masalah keperawatan utama pada kasus tersebut ?
a. Deficit nutrisi
b. Intoleransi aktivitas
c. Kekurangan volume cairan
d. Kerusakan integritas kulit
e. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
Pembahasan
Strategi
14. Seorang laki-laki berusia 60 tahun datang ke polo bedah dengan keluhan nyeri dan kaku pada
persendian kaki. Hasil pengkajian skala nyeri 3 bertambah saat pagi lemas, kesulitan saat
bergerak dan rentang gerak menurun, pasien juga mengeluh penyakitnya tidak sembuh-
sembuh.
Apakah masalah utama pada kasus tersebut ?
a. Kerusakan mobilitas fisik
b. Risiko cedera
c. Kelemahan
d. Nyeri akut
e. Ansietas
Pembahasan :
Terdapat 2 manifestasi utama klinis pada osteoarthritis yaitu nyeri bertambah berat pada pagi
hari dan keterbatasan pergerakan, sering di ikuti oleh krepitus, kekakuan sendi dan juga
pembesaran sendi.
Strategi :
Focus utama manajemen OA adalah manajemen nyeri dan perbaikan mobilitas bila nyeri
sudah dapat di toleransi maka focus manajemen keperawatan adalah mengembalikan fungsi
mobilitas pasien.

15. Seorang perempuan berusia 46 tahun di rawat di ruang penyakit dalam dengan DHF. Hasil
pengkajian pasien mengeluh lemah, terdapat petekie pada kedua lengan dan kedua
ekstremitas terasa dingin dan subu 35 C.. hasil pemeriksaan laboratorium HB 18 mg/dl,
hematocrit 50 %, trombosit 45.0000/mm3
Apa masalah keperawatan yang utama pada kasus tersebut ?
a. Risiko syok
b. Hipertermia
c. Risiko perdarahan
d. Intoleransi aktifitas
e. Gangguan integritas kulit
Pembahasan :
Infeksi virus dengue akan menyebabkan terjadinya peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskuler. Petekie dan trombospenia
(150.000/mm3-450.000/mm3) merupakan tanda adanya perdarahan pada pasien DHF. Pada
kasus diatas perlu di waspadai adanya kebocoran plasma dengan meningkatnya HB yaitu 18
mg/dl (13-15 mg/dl ) dan peningkatan hematocrit yaitu 50 % (37 %-47 %) yang dapat
menyebabkan kondisi hipolemia dan syok.
Strategi :
Hipertemi terjadi 2-7 hari biasanya bifasik, pada kasus suhu tidak begitu tinggi segingga tidak
menjadi prioritas. Pada pasien sudah terjadi perdarahan dengan adanya petekie dan thrombus
45.00/mm3, petekie tidak mendukung masalah gangguan integritas kulit
16. Seorang laki-laki berusia 45 tahun di rawat di ruang penyakit dalam dengan keluhan diare
kronis sejak sebulan yang lalu. Pasien mempunyai riwayat HIV mengalami penurunan BB 18
Kg dalam 4 bulan terakhir. Hasil pengkajian turgot kulit tidak elastis, membrane mukosa
kering, urin output menurun, konsentrasi menurun.
Apakah masalah keperawatan prioritas pada pasien tersebut ?
a. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b. Kerusakan integritas kulit
c. Deficit volume cairan
d. Hambatan memori
e. Diare
Pembahasan
Strategi
17. Seorang laki-laki berusia 60 tahun, datang ke poliklinik mata ddengan keluhan pandangan
mata sebelah kanan kabur. Hasil pengkajian visus 4/6, TIO 27 mmHg, lensa tampak keruh,
tampak gelisah, pasien tampak berhati-hati jika berjalan, TD 150/100 mmHg, frekuensi nadi
80 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit suhu 37 , RR 20 x/menit
Apakah masalah keperawatan utama pada kasus tersebut ?
a. Cemas
b. Nyeri akut
c. Risiko cedera hambatan mobilitas fisik
d. Hambatan mobilitas fisik
e. Gangguan persepsi sensori
Pembahasan
Strategi
18. Seorang laki-laki berusia 50 tahun di rawat di ruang penyakit dalam mengeluh nyeri dada kiri
seperti di tekan benda berat. Nyeri berkurang dengan istirahat dan bertambah dengan aktifitas,
skala nyeri 6. Perawat akan melakukan tindakan perekaman EKG pada pasien. Perawat telah
memasang sadapan di V2
Dimanakah lokasi pemasangan electrode berikutnya ?
a. Sela iga ke 2 garis sternal kanan
b. Sela iga ke 2 garis sternal kiri
c. sela iga ke 4 garis sternal kanan
d. sela iga ke 4 garis sternal kiri
e. sela iga ke 5 garis sternal kiri
Pembahasan
EKG merupakan rangkaian kegiatan merekam aktivitas listrik jantung dalam waktu tertentu,
sadapan electrode standar yang di pasang di perikordial adalah :
V1 = sela iga ke 4 garis sternal kiri
V2 = sela iga ke 4 garus sternal kanan
V3 = antara v2 dan v4
V4 sela iga ke 5 garis mid klafikula
V5 = sejajar v4 garis anterior axila
V6= sejajar v5 garis mid axilla
Strategi
Pilihan jawaban selain D merupakan bukan sadapan elektroda v2
19. pasien laki=laki berusia 80 tahun di rawat di penyakit dalam dengan gagal jantung grade IV.
Pasien menyatakan telah siap meninggal dan lebih berbahagia bisa bertemu Tuhan nya dan
menolak untuk di lakukan tindakan apapun. Kondisi pasien menurun kesadaran spoor koma
dan mengalami henti jantung. Perawat tetap melakukan tindakan RJP
manakah prinsip etik yang di langgar perawat pada kasus tersebut ?
a. justice
b. fidelity
c. otonomi
d. benificience
e. non-maleficience
pembahasan
strategi
Fidelity = menepati janji dan komitment terhadap orang lain
Veracity = prinsip penuh dengan kejujuran akan kebenaran
Benificience adalah hal-hal yang baik untuk orang lain
Final test

1. seorang laki-laki berusia 47 tahun, di rawat di Rs dengan Benigna Prostat hipertrofi, hasil
pengkajian : terdapat distensi kandung kemih, saat di lakukan pemasangan folley kateter
terjadi tahanan pada uretra
apakah tindakan perawat selanjutnya ?
a. mengganti dengan ukuran kateter yang lebih kecil
b. tetap melanjutkan pemasangan folley kateter
c. menghentikan pemasangan folley kateter
d. menganjurkan pasien untuk nafas dalam
e. melaporkan pada perawat senior
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14. Jb
15.
16.
17. Seorang perempuan berusia 67 tahun di rawat di ruang penyakit dalam sejak 1 minggu yang
lalu. Hasil pengkajian : ekstremitas atas dan bawah sebelah kiri tidak dapat di gerakkan secara
aktif, kulit disekitar area pantat tampak kemerahan dan pasien merasa bokong nya terasa
panas.
Apakah tindakan yang tepat di lakukan pada pasien tersebut ?
a. melakukan massage daerah pantat
b. melatih rentang gerak ekstremitas
c. memberikan kompres air hangat
d. memonitor area kulit pasien
e. mobilisasi tiap 2 jam
18. seorang perawat melakukan kunjungan keluarga ke sorang laki-laki (50 tahun ) yang
mengalami stroke dan lumpuh pada ekstremitas kanan, keluarga mengatakan tidak pernah
melakukan latihan pada klien karena tidak ada waktu. Perawat mengajarkan keluarga
melakukan latihan rom pasif pada klien
manakah pernyataan keluarga yang menunjukkan perubahan sikap keluarga ?
a. “saya akan melatih bapak sesekali “
b. “saya membantu bapak jika di damping perawat “
c. “saya akan membiarkan bapak untuk berlatih sendiri”
d. “saya akan melatih bapak dua kali dalam satu hari”
e. Saya akan melatih bapak semampu saja”
19. Seorang laki-laki berusia 46 tahun di rawat di ruang perawatan jantung dengan keluhan nyeri
dada kiri yang menjalar ke rahang dan sisi dalam lengan kiri sampai ujung jari. Hasil
perekaman EKG, tampak perubahan segmen ST yang menggambarkan akut inferior miokard
infark.
Manakah lead EKG yang menunjukkan indark pada kasus tersebut ?
a. Lead II, III, aVF
b. Lead I, aVL
c. Lead V5-V6
d. Lead V1=V2
e.
20. Saat kunjungan rumah, ditemukan laki-laki usia 11 tahun sedang menonton film di internet.
Hasil anamnesis : klien menyatakan malas bermain di luar rumah dan lebih senang menonton
film. Keluarga mengatakan tidak membatasi jam menonton anak sepanjang PR sekolah di
selesaikan. Hasil pemeriksaan fisik : BB 70 Kg dan TB 155 cm
Apakah diagnosis keperawatan yang tepat ?
a. Koping keluarga efektif
b. Kesiapan meningkatkan koping
c. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan
d. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif
e. Risiko isolasi sosial
21. Seorang perempuan berusia 56 tahun di rawat du ruang penyakit dalam dengan ulkus
diabetikum. Hasil pengkajian pasien, mengeluh badan terasa lemas, baru mengetahui
menderita DM, banyak minum, banyak kencing serta pada balutan luka nya terdapat
rembesan, pemeriksaan GDS 250 mg/dl, HbA1c 7%
Apakah tindakan keperawatan utama pada kasus tersebut ?
a. Berikan edukasi tentang DM
b. Lakukan perawatan luka
c. Monitor intake output
d. Bantu dalam ambulasi
e. kontrol gula darah
22. saat melakukan kunjungan ulang, perawat melakukan evaluasi pada klien batita usia 3 tahun
dengan hasil hasil pemeriksaan fisik : BB naik 1 Kg, anak masih terlihat kurus, rambut tipis
kemerahan, KMS di garis kuning. Ibu klien telah mendapatkan intervensi keperawatan terkait
cara memperbaiki status gizi pada anak
apakah indikator keberhasilan tindakan perawat pada kasus tersebut ?
a. keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan gejala gizi kurang
b. keluarga dapat menyebutkan cara perawatan anak dengan gizi kurang
c. keluarga menyatakan keinginannya untuk memberikan gizi seimbang
d. keluarga menyusun menu makanan anak dalam sehari
e. keluarga membawa anak nya untuk di periksa ke puskesmas
23. seorang perempuan berusia 42 tahun P3A0 datang ke poliklinik KIA dengan keluhan
keputihan yang banyak, berbau busuk dan gatal sejak 1 bulan yang lalu. Hasil pengkajian :
riwayat perdarahan setelah senggama, TD 100/70 mmHg, frekuensi napas 20 x/menit, suhu
37 C. terdapat pengeluaran cairan pervaginam yang berbau busuk dengan warna kuning
kehijauan.
Apakah pemeriksaan penunjang yang tepat pada kasus tersebut ?
a. biopsy
b. sistiskopi
c. pap smear
d. vaginal swab
e. kultur jaringan
24. seorang perempuan berusia 20 tahun datang kepuskesmas bersama suaminya karena
mengeluh mual muntah terutama pada pagi hari, sering buang air kecil dan sudah 2 bulan
tidak menstruasi. Hasil pemeriksaan fisik : payudara membesar, TD 100/70 mmHg, frekuensi
nadi 76 x/menit, frekuensi napas 24 x/menit dan suhu 37 C
apakah focus pengkajian pada kasus tersebut ?
a. waktu terakhir berhubungan seksual
b. haid pertama haid terakhir
c. riwayat menstruasi
d. riwayat kesehatan
e. keluhan lain
25. perawat di RW binaan membantu masyarakat yang belum mempunyai jaminan kesehatan
nasional (JKN) dengan melakukan negosiasi pada RT dan RW, kemudian melaporkan kepada
kelurahan serta dinas social agar warga yang tidak mampu dapat di berikan kartu Indonesia
sehat.
Apakah peran perawat dalam kasus tersebut ?
a. manajer kasus
b. fasilitator
c. educator
d. advokat
e. peneliti
26. seorang perempuan berusia 25 tahun di rawat di rawat di ruang bedah dengan cedera kepala
karena kecelakaan lalu lintas. Perawat mengkaji tingkat kesadaran. Saat di beri rangsangan
nyeri pasien membuka mata, tangan menarik kea rah fleksi dan mengerang.
Berapakah nilai GCS pasien pada kasus tersebut ?
a. E3V1M5
b. E3V2M4
c. E3V1M5
d. E2V2M4
e. E2V1M3
27. Bayi perempuan berusia 18 bulan di rawat di ruang rawat anak dengan morbili. Hasil
pengkajian demam : demam dan batuk sejak 4 hari yang lalu, timbul bintik merah di belakang
telinga, muka, leher, dada, batuk berlendir dan kadang muntah, mata merah, bibir kering,
terdapat sariawan suhu 40 C, frekuensi napas 30 x/menit dan frekuensi nadi 100 x/menit
Apakah fase morbili yang dialami oleh pasien tersebut ?
a. Awal erupsi
b. Akhir erupsi
c. Konvalensi
d. Awal kataralis
e. Awal prodormal
28. Seorang laki-laki berusia 44 tahun di rawat di ruang saraf dengan keluhan kaki kanan lemah,
dan sulit di gerakan. Pasien riwayat jatuh di kamar mandi 2 hari yang lalu. Hasil pengkajian
kekuatan otot ekstremitas bawah 3, pasien tampak kotor, TD 130/80 mmHg , frekuensi napas
18 x/menit. Frekuensi nadi 80 x/menit dan suhu 37 C
Apakah intervensi keperawatan pada kasus tersebut ?
a. Ajarkan perubahan posisi
b. Ajarkan personal hygiene
c. Lakukan masase otot
d. Ajarkan pasien ROM
e. Bantu ADL
29. Seorang perempuan berusia 25 tahun di rawat di ruang penyakit dalam dengan asma. Hasil
pengkajian, pasien mengeluh sesak, wheezing kedua paru, frekuensi napas : 28 x/menit, TD
130/90 mmHg. Frekuensi nadi 98 x.menit, suhu 37,8 C. pasien di berikan terapi nebulasi
ventolin 2,5 mg dan 3 ml NaCl 0,9 %
Apakah evaluasi tindakan pada kasus tersebut ?
a. SpO2
b. Tanda-tanda vital
c. Hasil analisa gas darah
d. Auskultasi bunyi napas
e. Penggunaan otot bantu napas
30. Tercatat tingkat kematian yang tinggi terhadap kasus sindroma coroner akut pada sebuah RS.
Data menunjukkan 60 % perawat tidak mampu mendeteksi secara dini kondisi yang
mengancam nyawa pasien. Jumlah perawat di ruang rawat tersebut mencukupi. Beberapa
perawat menyatakan ronde keperawatan dan diskusi kasus tidak di lakukan secara rutin.
Apakah langkah yang tepat di lakukan pada situasi tersebut ?
a. Melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
b. Melakukan konsultasi kepada rumah sakit jantung dan pembuluh darah
c. Melakukan studi literature terkait penanganan kasus jantung dan pembuluh darah
d. Mengikuti pelatihan penanganan kasus di rumah sakit jantung dan pembuluh darah
e. Melakukan pengkajian kasus secara detail terkait kasus jantung dan pembuluh darah
31. Seorang laki-laki berusia 43 tahun di rawat di unit penyakit dalam dengan DM. pasien di
rencanakan pemeriksaan GDS dengan menggunakan glucometer. Perawat telah menyiapkan
alat dan menjelaskan prosedur tindakan serta menusuk pada area yang telah di desinfeksi
Apakah tindakan yang tepat dilakukan selanjutnya ?
a. Menekan secara berulang sekitar area penusukan.
b. Mendesinfeksi stick dengan menggunakan alcohol swab
c. Mengkontakkan sampel darah yang keluar dengan sensor stick
d. Menggerak-gerakkan stick saat kontak dengan sampel darah
e. Membuat darah apus yang pertama kali keluar dari area penusukan
32. Seorang laki-laki berusia 25 tahun diantar ke UGD karena kecelakaan. Hasil pengkajian :
fraktur femur sinistra terbuka ¼ distal, meringis, skala nyeri 6, ekstremitas tidak dapat di
gerakan, perdarahan mengalir, akral dingin. TD 95/60 mmHg, frekuensi nadi 100x/menit,
frekuensi napas x8 x/menit.
Apakah tindakan yang harus di lakukan pada kasus tersebut ?
a. Pemberian O2
b. Resusitasi cairan
c. Pasang tourniquet
d. Pasang balut bidai
e. Pertahankan tirah baring
33. Perawat menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap tentang tindakan mandiri dan hasilnya,
rencana intervensi selanjutnya serta tindakan kolaboratif yang sudah di lakukan. Perawat juga
menyampaikan perkembangan pasien setelah asuhan selama 24 jam kepada pasien CCM
(clinical care manager) dengan cara tertulis dan lisan pada saat timbang terima.
Apakah peran perawat dalam metode asuhan kperawatan tersebut ?
a. perawat primer
b. perawat pelaksana
c. supervisor
d. kepala ruang
e. perawat pengganti
34.
35.
36.
Apakah pengkajian lanjut yang harus di lakukan perawat ?
a. Pemeriksaan fisik anak
b. Lingkungan rumah dan sekitarnya

37.

Anda mungkin juga menyukai