Anda di halaman 1dari 9

A.

Hakikat Etika Wirausaha


Dalam kehidupan bidang usaha atau dunia bisnis, seorang wirausaha tidak berdiam
diri, tetapi memerlukan bantuan para wirausaha lainnya, bantuan pihak pemerintah
atau badan badan usaha terkait lainnya. Oleh karena itu, etika seorang wirausaha
harus menunjukkan tingkah laku yang baik, sopan santun, tolong-menolong, tenggang
rasa, hormat-menghormati satu sama lainnya.

Etika wirausaha adalah sebagai berikut.


a. Wirausaha adalah tugas mulia dan kebiasaan baik, artinya wirausaha bertugas untuk
mewujudkan kenyataan hidup berdasarkan kebiasaan yang baik dalam berwirausaha.

b. Menempa pikiran untuk maju, artinya wirausaha melatih membiasakan diri untuk
berprakarsa baik, bertanggung jawab, percaya diri untuk dapat mengerjakan kebaikan
dan meningkatkan daya saing, serta daya juang untuk mempertahankan hidup dari
prinsip-prinsip berwirausaha.

c. Kebiasaan membentuk watak, artinya wirausaha berdaya upaya untuk


membiasakan diri berpikir, bersikap mental untuk berbuat maju, berpikir terbuka
secara baik, bersih, dan teliti.

d. Membersihkan diri dari kebiasaan berpikir negatif, artinya wirausaha harus


berusaha dan berdaya upaya untuk menanggalkan dan membersihkan diri dari
kebiasaan cara berpikir, sikap mental yang tidak baik, misalnya menyakiti orang lain,
serta menjauhkan diri dari sikap selalu menggantungkan pada kemujuran nasib.

e. Kebiasaan berprakarsa, artinya wirausahawan harus membiasakan diri untuk


mengembangkan dalam berprakarsa dalam kegiatan pengelolaan usaha, memberikan
saran-saran yang baik, serta menolong kepada dirinya.

f. Kepercayaan kepada diri sendiri, artinya wirausahawan harus percaya pada diri
sendiri, mempunyai keyakinan dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta
meningkatkan nilai-nilai kehidupan di dalam berwirausaha.
g. Membersihkan hambatan buatan sendiri, artinya wirausahawan harus berusaha
membebaskan dari hambatan-hambatan adanya produk buatan sendiri. Wirausahawan
juga jangan mempunyai pikiran ragu-ragu, merasa tukut, rendah diri terhadap hasil
produk buatan sendiri. h. Mempunyai kemauan, daya upaya, dan perencanaan, artinya
wirausahawan harus mempunyai kemauan, serta daya upaya untuk mengetahui
kemampuan dalam hidupnya, cara merencanakan dalam mengejar cita-cita
mengembangkan usahanya yang berhasil berdasarkan prinsip-prinsip kewirausahaan.

B. Fungsi Etika Kewirausahaan \


Devin (2010) menempatkan fungsi etika pada tiga kelompok, yaitu:
a. sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas
yang membingungkan;
b. etika ingin menampilkan keterampilan intelektual, yaitu keterampilan untuk
berargumentasi secara rasional dan kritis;
c. orientasi etis diperlukan dalam mengambil sikap yang wajar dalam suasana
pluralisme.

C. Etika Bisnis atau Kewirausahaan


Zimmerer (1996). Etika bisnis adalah kode etik prilaku pengusaha berdasarkan nilai-
nilai moral dan norma yang dijadikan tuntutan dalam membuat keputusan dan
memecahkan persoalan yang dihadapi.

Etika kewirausahaan dalam konteks bisnis adalah kode etik perilaku pengusaha
berdasarkan nilai-nilai moral dan norma yang dijadikan tuntunan dalam berusaha dan
memecahkan persoalan yang dihadapi dalam suatu perusahaan.

Menurut pengertiannya, etika dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:


a. etika sebagai praktis: nilai-nilai dan norma-norma moral (tindakan yang dilakukan
sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral);
b. etika sebagai refleksi: pemikiran moral. Berpikir tentang hal-hal yang dilakukan,
khususnya tentang tindakan yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan (dalam
hal ini menyoroti dan menilai baikburuknya perilaku seseorang).
Pengertian etika bisnis dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. secara makro: etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi
secara keseluruhan;
b. secara meso: etika bisnis mempelajari masalah-masalah etis di bidang organisasi;
c. secara mikro: etika bisnis difokuskan pada hubungan individu dengan ekonomi dan
bisnis.

D. Norma Kewirausahaan
Selain etika dan perilaku, yang penting dalam bisnis adalah norma etika. Menurut
Zimmerer (1996: 22), ada tiga tingkatan norma etika, yaitu sebagai berikut.

a. Hukum, berlaku bagi masyarakat secara umum yang mengatur perbuatan yang
boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Hukum hanya mengatur perilaku
minimum.
b. Kebijakan dan prosedur organisasi, memberi arah khusus bagi setiap orang atau
organisasi dalam mengambil keputusan sehari-hari. Para karyawan akan bekerja
sesuai dengan kebijakan dan prosedur perusahaan/organisasi.
c. Moral sikap mental individual, sangat penting untuk menghadapi keputusan yang
tidak diatur oleh aturan formal.

E. Prinsip-prinsip Etika Kewirausahaan


Prinsip-prinsip etika kewirausahaan diarahkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
a. Prinsip  Etika dan Norma Kewirausahaan
Prinsip-prinsip etika dan norma kewirausahaan adalah:
1) Prinsip tanggung jawab:
 tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya;
 tanggung jawab atas dampak profesinya terhadap kehidupan dan
kepentingan orang lain.
2) Prinsip keadilan (first come first serviced).
3) Prinsip otonomi (kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya)
 prinsip otonomi dibatasi oleh tanggung jawab dan komitmen profesi;
 pemerintah boleh campur tangan untuk keselamatan umum.
4) Prinsip integritas moral.
5) Komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesi, nama baik, serta
kepentingan orang lain dan masyarakat.

b. Pentingnya Etika Bisnis


Etika bisnis sangat penting untuk mempertahankan loyalitas stakeholder dalam
membuat keputusan perusahaan dalam memecahkan persoalan perusahaan. Hal ini
disebabkan semua keputusan perusahaan sangat memengaruhi dan dipengaruhi
oleh stakeholder. Stakeholder adalah semua individu atau kelompok yang
berkepentingan dan berpengaruh pada keputusan-keputusan perusahaan.
Stakeholder perusahaan terdiri atas:
1) Para pengusaha dan mitra usaha. Selain berfungsi sebagai pesaing, para
pengusaha juga berperan sebagai mitra. Dalam hal ini, para pengusaha merupakan
relasi usaha yang dapat bekerja sama dalam menyediakan informasi atau sumber
peluang. Loyalitas mitra usaha akan sangat bergantung pada kepuasan yang
diterima dari perusahaan.
2) Petani dan perusahaan pemasok bahan baku. Petani dan perusahaan berperan
sebagai penyedia bahan baku. Pasokan bahan baku yang kurang bermutu dan
pasokan yang lambat dapat memengaruhi kinerja perusahaan. Oleh karena itu,
keputusan untuk menentukan kualitas barang dan jasa sangat bergantung pada
pemasok bahan baku. Loyalitas petani penghasil bahan baku sangat bergantung
pada tingkat kepuasan yang diterima dari perusahaan dalam menentukan
keputusan harga jual bahan baku ataupun dalam bentuk insentif.
3) Organisasi pekerja yang mewakili pekerja. Organisasi pekerja dapat
memengaruhi keputusan melalui proses tawar-menawar secara kolektif.
Perusahaan yang tidak melibatkan karyawan/organisasi pekerja dalam mengambil
keputusan sering menimbulkan protes yang mengganggu jalannya perusahaan.
4) Pemerintah yang mengatur kelancaran aktivitas usaha. Pemerintah dapat
mengatur kelancaran aktivitas usaha melalui serangkaian kebijakan yang
dibuatnya karena kebijakan yang dibuat pemerintah akan sangat berpengaruh
terhadap iklim usaha.
5) Bank penyandang dana perusahaan. Selain sebagai jantungnya perekonomian
dalam skala makro, bank juga sebagai lembaga yang dapat menyediakan dana
perusahaan.
6) Investor penanam modal. Investor penyandang dana dapat memengaruhi
perusahaan melalui serangkaian persyaratan yang diajukannya. Persyaratan
tersebut akan mengikat dan sangat besar pengaruhnya dalam pengambilan
keputusan. Loyalitas investor sangat bergantung pada tingkat kepuasan investor
atas hasil penanaman modalnya.
7) Masyarakat umum yang dilayani. Masyarakat akan selalu menanggapi dan
memberikan informasi tentang bisnis yang dijalankan. Dalam hal ini, masyarakat
juga merupakan konsumen yang akan memengaruhi keputusan perusahaan dalam
menentukan produk barang dan jasa yang dihasilkan serta teknik yang digunakan.
8) Pelanggan yang membeli produk. Barang dan jasa yang akan dihasilkan serta
teknologi yang digunakan akan sangat dipengaruhi oleh pelanggan sehingga dapat
menentukan keputusan-keputusan bisnis. Dengan demikian, etika bisnis
merupakan landasan penting dan harus diperhatikan, terutama dalam menciptakan
dan melindungi reputasi perusahaan. Oleh sebab itu, etika bisnis merupakan
masalah yang sangat sensitif dan kompleks karena membangun etika untuk
mempertahankan reputasi lebih sukar daripada menghancurkannya.

c. Cara Mempertahankan Standar Etika


Ada beberapa cara mempertahankan standar etika, yaitu sebagai berikut.
1) Menciptakan kepercayaan perusahaan; hal ini akan menetapkan nilainilai
perusahaan yang mendasari tanggung jawab etika bagi stakeholder.
2) Mengembangkan kode etik, yaitu catatan tentang standar tingkah laku dan
prinsip etika yang diharapkan perusahaan dari karyawan.
3) Menjalankan kode etik secara adil dan konsisten.
4) Melindungi hak perseorangan.
5) Mengadakan pelatihan etika.
6) Melakukan audit etika secara periodik.
7) Mempertahankan standar yang tinggi tentang tingkah laku, jangan hanya
aturan.
8) Menghindari contoh etika yang tercela setiap saat dan diawali dari atasan.
9) Menciptakan budaya yang menekankan komunikasi dua arah.
10) Komunikasi dua arah sangat penting untuk menginformasikan barang dan jasa
yang dihasilkan dan untuk menerima aspirasi untuk perbaikan perusahaan.
11) Melibatkan karyawan dalam mempertahankan standar etika.
12) Memberi kesempatan kepada karyawan untuk memberikan umpan balik
tentang standar etika yang harus dipertahankan.

d. Tanggung Jawab Perusahaan


Etika akan sangat berpengaruh pada tingkah laku individual. Dalam hal ini,
tanggung jawab sosial mencoba untuk menjembatani komitmen individu dan
kelompok dalam suatu lingkungan sosial. Tanggung jawab perusahaan meliputi
hal-hal berikut.
1) Tanggung jawab terhadap lingkungan. Produk harus ramah lingkungan, artinya
perusahaan harus memerhatikan, melestarikan, dan menjaga lingkungan.
2) Tanggung jawab terhadap karyawan. Semua aktivitas sumber daya manusia
diarahkan pada tanggung jawab karyawan dengan cara:
a) mendengarkan dan menghormati pendapat karyawan;
b) memberikan umpan balik, baik yang positif maupun negatif;
c) menceritakan kepada karyawan tentang kepercayaan;
d) membiarkan karyawan mengetahui keadaan perusahaan yang sebenarnya;
e) memberikan imbalan kepada karyawan dengan baik;
f) memberikan kepercayaan kepada karyawan.

3) Tanggung jawab terhadap pelanggan.


Tanggung jawab perusahaan kepada pelanggan, meliputi dua kategori, yaitu:
a) menyediakan barang dan jasa yang berkualitas;
b) memberikan harga produk yang wajar dan adil.
Selain itu, perusahaan juga harus melindungi hak-hak pelanggan, yaitu:
a) hak untuk mendapatkan produk yang aman;
b) hak untuk mendapatkan informasi tentang segala aspek;
c) hak untuk didengar;
d) hak untuk memilih apa yang akan dibeli.
4) Tanggung jawab terhadap investor, yaitu menyediakan pengembalian investasi
yang menarik dengan memaksimumkan laba dan melaporkan kinerja keuangan
seakurat dan setepat mungkin.
5) Tanggung jawab terhadap masyarakat. Tanggung jawab berupa menyediakan
dan menciptakan kesehatan dan menyediakan berbagai kontribusi terhadap
masyarakat yang berada di sekitar lokasi perusahaan.
F. Wirausaha Profesional
Profesi diukur berdasarkan kepentingan dan tingkat kesulitan yang dimiliki. Dalam
dunia keprofesian, kita mengenal berbagai terminologi kualifikasi profesi, yaitu
profesi, semiprofesi, terampil, tidak terampil, dan quasi profesi. Gilley dan Eggland
(1989) mendefinisikan profesi sebagai bidang usaha manusia berdasarkan
pengetahuan, yaitu keahlian dan pengalaman pelakunya diperlukan oleh masyarakat.
Definisi ini meliputi aspek:
1. ilmu pengetahuan tertentu;
2. aplikasi kemampuan/kecakapan;
3. berkaitan dengan kepentingan umum.

Aspek-aspek yang terkandung dalam profesi merupakan standar pengukuran profesi


wirausahawan. Proses profesional adalah proses evolusi yang menggunakan
pendekatan organisasi dan sistemastis untuk mengembangkan profesi ke arah status
professional (peningkatan status).
Secara teoretis, menurut Gilley dan Eggland (1989), pengertian profesional dapat
didekati dengan empat prespektif pendekatan, yaitu sebagai berikut.
1. Orientasi Filosofi
Ada tiga pendekatan dalam orientasi filosofi. Pertama, lambang keprofesionalan
adalah adanya sertifikat, lisensi, dan akreditasi. Akan tetapi, penggunaan lambang
ini tidak diminati karena berkaitan dengan aturan-aturan formal. Kedua, yang
digunakan untuk tingkat keprofesionalan adalah pendekatan sikap individu, yaitu
pengembangan sikap individual, kebebasan personal, pelayanan umum dan aturan
yang bersifat pribadi. Hal yang penting bahwa layanan individu pemegang profesi
diakui oleh dan bermanfaat bagi penggunanya. Ketiga, elektik yaitu pendekatan
yang menggunakan prosedur, teknik, metode, dan konsep dari berbagai sumber,
sistem, dan pemikiran akademis. Proses profesionalisasi dianggap merupakan
kesatuan dari kemampuan, hasil kesepakatan, dan standar tertentu. Pendekatan ini
berpandangan bahwa pandangan individu tidak akan lebih baik dari pandangan
kolektif yang disepakati bersama. Sertifikasi profesi diperlukan, tetapi bergantung
pada tuntutan penggunanya.
2. Orientasi Perkembangan
Orientasi perkembangan menekankan enam langkah pengembangan
profesionalisasi, yaitu:
a. dimulai dari adanya asosiasi informal individu yang memiliki minat terhadap
profesi;
b. identifikasi dan adopsi pengetahuan tertentu;
c. para praktisi terorganisasi secara formal pada suatu lembaga;
d. penyepakatan adanya persyaratan profesi berdasarkan pengalaman atau
kualifikasi tertentu;
e. penentuan kode etik;
f. revisi persyaratan berdasarkan kualifikasi tertentu (termasuk syarat akademis)
dan pengalaman di lapangan.

3. Orientasi Karakteristik
Profesionalisasi juga dapat ditinjau dari karakteristik profesi/pekerjaan.
Ada delapan karakteristik pengembangan profesionalisasi, antara satu dan
lainnya saling berkaitan, yaitu:
a. kode etik;
b. pengetahuan yang terorganisasi;
c. keahlian dan kompetensi yang bersifat khusus;
d. tingkat pendidikan minimal yang dipersyaratkan;
e. sertifikat keahlian;
f. proses tertentu sebelum memangku profesi untuk dapat memangku
tugas dan tanggung jawab;
g. kesempatan untuk penyebarluasan dan pertukaran ide di antara anggota profesi;
h. adanya tindakan disiplin dan batasan tertentu jika terjadi malpraktik oleh
anggota profesi.

4. Orientasi Nontradisional
Perspektif pendekatan keempat, yaitu perspektif nontradisional menyatakan
bahwa seseorang dengan bidang ilmu tertentu diharapkan mampu melihat dan
merumuskan karakteristik yang unik dan kebutuhan dari sebuah profesi. Oleh
karena itu, perlu dilakukan identifikasi elemenelemen penting untuk sebuah
profesi, termasuk pentingnya sertifikasi profesional dan perlunya standardisasi
profesi untuk menguji kelayakan dengan kebutuhan lapangan.

Pada prinsipnya, substansi kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif


yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju
sukses. Inti dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang baru dan berbeda (create new and different) melalui berpikir kreatif dan
bertindak inovatif untuk menciptakan peluang dalam menghadapi tantangan
hidup. Pada hakikatnya, kewirausahaan adalah sifat, ciri, dan watak seseorang
yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif dalam dunia nyata
secara kreatif.

Anda mungkin juga menyukai