b. Menempa pikiran untuk maju, artinya wirausaha melatih membiasakan diri untuk
berprakarsa baik, bertanggung jawab, percaya diri untuk dapat mengerjakan kebaikan
dan meningkatkan daya saing, serta daya juang untuk mempertahankan hidup dari
prinsip-prinsip berwirausaha.
f. Kepercayaan kepada diri sendiri, artinya wirausahawan harus percaya pada diri
sendiri, mempunyai keyakinan dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta
meningkatkan nilai-nilai kehidupan di dalam berwirausaha.
g. Membersihkan hambatan buatan sendiri, artinya wirausahawan harus berusaha
membebaskan dari hambatan-hambatan adanya produk buatan sendiri. Wirausahawan
juga jangan mempunyai pikiran ragu-ragu, merasa tukut, rendah diri terhadap hasil
produk buatan sendiri. h. Mempunyai kemauan, daya upaya, dan perencanaan, artinya
wirausahawan harus mempunyai kemauan, serta daya upaya untuk mengetahui
kemampuan dalam hidupnya, cara merencanakan dalam mengejar cita-cita
mengembangkan usahanya yang berhasil berdasarkan prinsip-prinsip kewirausahaan.
Etika kewirausahaan dalam konteks bisnis adalah kode etik perilaku pengusaha
berdasarkan nilai-nilai moral dan norma yang dijadikan tuntunan dalam berusaha dan
memecahkan persoalan yang dihadapi dalam suatu perusahaan.
D. Norma Kewirausahaan
Selain etika dan perilaku, yang penting dalam bisnis adalah norma etika. Menurut
Zimmerer (1996: 22), ada tiga tingkatan norma etika, yaitu sebagai berikut.
a. Hukum, berlaku bagi masyarakat secara umum yang mengatur perbuatan yang
boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Hukum hanya mengatur perilaku
minimum.
b. Kebijakan dan prosedur organisasi, memberi arah khusus bagi setiap orang atau
organisasi dalam mengambil keputusan sehari-hari. Para karyawan akan bekerja
sesuai dengan kebijakan dan prosedur perusahaan/organisasi.
c. Moral sikap mental individual, sangat penting untuk menghadapi keputusan yang
tidak diatur oleh aturan formal.
3. Orientasi Karakteristik
Profesionalisasi juga dapat ditinjau dari karakteristik profesi/pekerjaan.
Ada delapan karakteristik pengembangan profesionalisasi, antara satu dan
lainnya saling berkaitan, yaitu:
a. kode etik;
b. pengetahuan yang terorganisasi;
c. keahlian dan kompetensi yang bersifat khusus;
d. tingkat pendidikan minimal yang dipersyaratkan;
e. sertifikat keahlian;
f. proses tertentu sebelum memangku profesi untuk dapat memangku
tugas dan tanggung jawab;
g. kesempatan untuk penyebarluasan dan pertukaran ide di antara anggota profesi;
h. adanya tindakan disiplin dan batasan tertentu jika terjadi malpraktik oleh
anggota profesi.
4. Orientasi Nontradisional
Perspektif pendekatan keempat, yaitu perspektif nontradisional menyatakan
bahwa seseorang dengan bidang ilmu tertentu diharapkan mampu melihat dan
merumuskan karakteristik yang unik dan kebutuhan dari sebuah profesi. Oleh
karena itu, perlu dilakukan identifikasi elemenelemen penting untuk sebuah
profesi, termasuk pentingnya sertifikasi profesional dan perlunya standardisasi
profesi untuk menguji kelayakan dengan kebutuhan lapangan.