Dr. Didi yang sedang jaga malam di IGD puskesmas rawatan tiba-tiba kedatangan
pasien pria berusia 60 tahun diantarkan oleh anak perempuannya dengan penurunan kesadaran
sejak 6 jam yang lalu. Awalnya pasien terlihat mengantuk, lalu perlahan-lahan tidak sadarkan
diri setelah dipanggil-panggil. Riwayat diabetes ada sejak 10 tahun yang lalu dan mendapatkan
obat suntik insulin. Anaknya mengatakan beberapa hari terakhir ayahnya tidak mau makan,
namun tetap rutin suntik insulin. Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran somnolen, tekanan
darah 110/70 mmHg, nadi 90 kali/menit, nafas 18 kali/menit, suhu 36,50C, refilling kapiler
baik. Pemeriksaan laboratorium diperoleh Hb 12,3 g/dL, Ht 36 gr%, leukosit 7.200/mm3,
trombosit 152.000/mm3, GDS 45 mg/dL. Dr. Didi langsung melakukan pemasangan infus dan
menyuntikkan bolus D40% sebanyak 2 flacon, dilanjutkan dengan memasang infus D10% 12
jam/kolf. Sebelum menyuntikkan obat, dokter berpesan kepada perawat untuk melakukan cek
gula darah sewaktu perjam untuk pemantauan gula darah. Anak pasien merasa keberatan
karena ayahnya sudah ditindaklanjuti tanpa memberi tahu dan minta izin kepada keluarga.
Sesaat setelah dokter menyuntikkan flacon D40% ke-2, datang seorang pasien
perempuan usia 16 tahun dengan keluhan ruam-ruam kemerahan di seluruh tubuh sejak 6 jam
yang lalu. Ruam disertai kulit yang melepuh di kedua lengan dan tungkai. Ibu pasien
mengatakan pasien makan obat penghilang nyeri karena merasa nyeri-nyeri sendi setelah
olahraga di rumah beberapa hari terakhir. Pemeriksaan fisik didapatkan krusta di mata dan bibir
atas, makula eritema universal serta hasil pemeriksaan Nikolsky negatif. Tanda vital
didapatkan TD 100/60 mmHg; nadi 100 kali/menit; nafas 18 kali/menit; suhu 380C.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 10 gr/dL; Ht 33 gr%; trombosit 300.000/mm3;
leukosit 10.900/mm3, ureum 122 mg/dL; kreatinin 2,1 mg/dL. Dr. Didi memberikan oksigen
2l/menit, cairan infus NaCl 0,9% 6 jam/kolf, sambil mempersiapkan skin test antibiotik
intravena dan berencana untuk merujuk pasien ke RS rujukan untuk tatalaksana lebih lanjut
pada pasien. Ibu pasien menanyakan apakah anaknya saat ini sedang mengalami kondisi kritis
dan bisa mengalami kematian?
STEP I – TERMINOLOGI
1. Bolus D40% à bolus dextrose 40%: cairan yang digunakan untuk meningkatkan
kadar glukosa darah. Bolus à Injeksi melalui bolus IV adalah pemberian medikasi
yang pekat atau padat secara langsung kedalam vena
2. Flacon: botol kecil à untuk menyimpan cairan yang dapat rusak apabila terpapar
udara
3. Pemeriksaan Nikolsky: Pemeriksaan penunjang yang dilakukan kepada pasien yang
dicurigai menderita pemfigus vulgaris. Nikolsky sign dilihat dengan cara
menggosokkan tangan dari daerah normal hingga ke lesi, hasil positif jika kulit
mengelupas, menandakan pelepasan lapisan superfisial dari lapisan basal epidermis.
4. Skin test: Prosedur pemeriksaan pada kulit pasien yang dilakukan untuk
mengidentifikasi reaksi hipersensitivitas terhadap allergen tertentu.
3. Bagaimana pengaruh pasien yang tidak mau makan beberapa hari terakhir ini
namun tetap suntik insulin dengan kondisinya saat ini?
• Pasien tidak mau makan à intake glukosa secara oral berkurang/menurun à
kadar glukosa darah menurun
• Pasien tetap suntik insulin à tujuan suntik insulin pada penderita DM adalah
untuk menurunkan kadar gula darah agar normal kembali
• Akibat dari kedua keadaan tersebut à kadar glukosa darah pasien semakin
menurun à hipoglikemi (diabetic hypoglicemia)
• Patomekanisme à Calgary di no 1
• SINDROM STEVEN-JOHNSON
o Gejala Sindrom Stevens-Johnson
Awalnya, gejala yang muncul pada sindrom Stevens-Johnson
menyerupai gejala flu, yaitu:
§ Demam
§ Tubuh terasa lelah
§ Perih di mulut dan tenggorokan
§ Mata terasa panas
§ Batuk
Kemudian, setelah beberapa hari akan muncul gejala lanjutan
berupa:
§ Luka lepuh di kulit, terutama di hidung, mata, mulut dan
kelamin.
§ Ruam dan bercak kemerahan kemerahan atau keunguan yang
menyebar luas di kulit (eritema).
§ Kulit mengelupas beberapa hari setelah luka lepuh terbentuk.
§ Kelainan kulit dan mukosa ini menimbulkan rasa perih.
o Etiologi:
Pada orang dewasa, sindrom Stevens-Johnson dapat disebabkan oleh
efek samping obat-obatan berikut ini:
§ Obat asam urat, seperti allopurinol.
§ Obat pereda nyeri, misalnya paracetamol, naproxen, atau
piroxicam.
§ Obat antibiotik, misalnya penisilin.
§ Obat antivirus nevirapine.
§ Obat antikejang, seperti carbamazepine dan lamotrigine.
Pada anak-anak, sindrom ini lebih sering dipicu oleh infeksi virus,
bakteri (jarang). Beberapa infeksi virus yang bisa menyebabkan
sindrom Stevens-Johnson adalah:
§ Pneumonia atau paru-paru basah
§ Hepatitis A
§ HIV
§ Herpes
§ Flu
SJS yang diduga alergi obat tersering à analgetik/antipiretik
(45%), karbamazepin (20%), dan jamu (13,3%). Penyebab yang lain
adalah amoksisilin, kotrimoksasol, dilantin, klorokuin, seftriakson,
dan adiktif.
o Faktor risiko
§ Riwayat mengalami sindrom Stevens-Johnson, baik pada
pasien sendiri maupun keluarga.
§ Melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat infeksi HIV/AIDS,
pasca transplantasi organ, penyakit autoimun, atau karena efek
samping kemoterapi.
13. Apa indikasi pemberian oksigen 2L/menit, cairan infus NaCl 0,9% 6 jam/kolf
pada pasien?
• Untuk cegah komplikasi SJS
o Oksigen 2L/mnt à cegah terjadinya ARDS pada pasien SJS à
komplikasi SJS paling sering yaitu bronkopneumonia à ARDS
o NaCl 0,9 6 jam/kolf à pasien SJS mengalami kehilangan cairan
melalui erosi à dapat menyebabkan hypovolemia dan gangguann
keseimbangan elektrolit à butuh terapi cairan
15. Bagaimana tatalaksana yang tepat untuk pasien par 2? Apa indikasi merujuk
pasien tersebut?
•
•
• Terapi topical tergantung lesi
• Indikasi merujuk à SJS à kompetensi 3B à tatalaksana awal kasus
kegawatdaruratan