Anda di halaman 1dari 10

REFERAT

TORSIO TESTIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum Fakultas


Kedokteran
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing : dr. Abdul Aziz, Sp.Rad

Oleh :
Dista Eka Faulam Putri, S. Ked
J510165041

PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
REFERAT

TORSIO TESTIS

Disusun Oleh:

Dista Eka Faulam Putri J510165041

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pembimbing
 Nama : dr. Abdul Aziz, Sp. Rad (___________________)

Dipresentasikan dihadapan
 Nama : dr. Abdul Aziz, Sp. Rad (___________________)

Disahkan Sek. Program Pendidikan Profesi FK UMS


 Nama : dr. D. Dewi Nirlawati (__________________)
(__________________)
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................ 3

B. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 3

C. Manfaat Penulisan ....................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Testis........................................................................................ 4

B. Definisi ................................................................................................... 5

C. Epidemiologi .......................................................................................... 5

D. Etilogi ..................................................................................................... 5

E. Patogenesis ............................................................................................. 6

F. Manifestasi Klinis ................................................................................... 7

G. Diagnosis ................................................................................................ 7

H. Pemeriksaan Penunjang Radiologis ....................................................... 8

I. Diagnosis Banding.................................................................................. 14

J. Terapi......................................................................................................14

K. Prognosis.................................................................................................15

L. Komplikasi..............................................................................................15

BAB III KESIMPULAN................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................18
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi Testis dan Spermatic Cord .....................................................................4


Gambar 2.2. Tiga jenis torsio testis ...........................................................................................6
Gambar 2.3. Temuan spektrum normal dari aliran arteri normal ..............................................9
Gambar 2.4. Pembuluh darah normal intratestikular pada color Doppler ..............................10
Gambar 2.5. Torsio testis akut ................................................................................................11
Gambar 2.6. Snail shell  pada torsio ….....................................................................................11
Gambar 2.7. Torsio komplit dengan aliran kapsular ...............................................................12
Gambar 2.8. MRI torsio testis .................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Torsio testis adalah suatu keadaan dimana  spermatic cord  yang terpuntir yang
mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan
epididymis. Torsio testis merupakan suatu kegawatdaruratan vaskuler yang murni dan
memerlukan tindakan bedah yang segera. Jika kondisi ini tidak ditangani dalam waktu
singkat (dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri) dapat menyebabkan infark dari testis,
yang selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis (Sutton, 2003).
Torsio testis juga merupakan kegawatdaruratan urologi yang paling sering
terjadi pada laki-laki dewasa muda, dengan angka kejadian 1 diantara 4000 orang dibawah
usia 25 tahun. Torsio testis harus selalu dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan akut
skrotum hingga terbukti tidak, namun kondisi tersebut juga harus dibedakan dari keluhan
nyeri testis lainnya. Keterlambatan dan kegagalan dalam dignosis dan terapi akan
menyebabkan proses torsio yang berlangsung lama, sehingga pada akhirnya menyebabkan
kematian testis dan jaringan disekitarnya. Penatalaksanaan torsio menjadi tindakan darurat
yang harus segera dilakukan karena angka keberhasilan serta kemungkinan testis tertolong
akan menurun seiring dengan bertambahnya lama waktu terjadinya torsio (Cassar, et al,
2008).
B. TUJUAN

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui penjelasan dan gambaran
radiologi pada torsio testis sehingga diharapkan dapat membantu dalam pemahaman teori.
C. MANFAAT
Penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para tenaga
kesehatan dan khususnya bagi penulis sendiri untuk dijadikan acuan sebagai penegakkan
diagnostik.
I. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding pada torsio testis diantaranya adalah torsio apendiks,


epididimis, trauma testis, tumor,  polyorchidism, hernia inguinal inkarserata, purpura
Henoch-Schonlein, hidronefrosis akut, funikulitis, dan edema skrotum idiopatik.
Purpura Henoch-Schonlein merupakan vaskulitis yang dapat melibatkan skrotum dan
dapat menyerupai torsio testis (Kandeel, 2007).
Hilangnya nyeri dengan mengangkat skrotum (tanda Prehn), menyingkirkan
kemungkinan epididimitis. Piuria yang lebih menunjukkan kemungkinan epididimitis,
dapat terjadi pada 30% pasien torsio testis. Satu-satunya pemeriksaan fisik yang dapat
menyingkirkan kemungkinan diagnosis torsio testis adalah terdapatnya refleks
kremaster (Baren, 2008).

J. TERAPI

Penatalaksanaan torsio testis terbagi atas dua cara yaitu tanpa pembedahan dan
dengan tindakan pembedahan :

a. Non Operasi

Pada beberapa kasus torsio testis, detorsi manual dari funikulus spermatikus
dapat mengembalikan aliran darah (Purnomo, 2003).
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu
dengan jalan memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah
torsio biasanya ke medial, maka dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral
terlebih dahulu, kemudian jika tidak ada perubahan, dicoba detorsi ke arah medial
(Purnomo, 2011).

 b. Operasi
Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis pada
arah yang benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian viabilitas testis yang
mengalami torsio, mungkin masih viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis.
Jika testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos
kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral (Purnomo, 2011).
Orkidopeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak diserap
 pada 3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpuntir kembali, sedangkan pada
testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi)
dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang telah
mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada dalam skrotum akan
merangsangterbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi kemampuan
testis di kemudian hari (Purnomo, 2011).

K. PROGNOSIS

Bila dilakukan penangan sebelum 6 jam hasilnya baik, 8 jam memungkinkan


 pulih kembali, 12 jam meragukan, 24 jam dilakukan orkidektomi. Viabilitas testis
sangat berkurang bila dioperasi setelah 6 jam.

L. KOMPLIKASI

Torsio testis dan  spermatic cord   akan berlanjut sebagai salah satu kegawat
daruratan dalam bidang urologi. Nekrosis tubular pada testis yang terlibat jelas terlihat
setelah 2 jam dari torsi. Keterlambatan lebih dari 6-8 jam antara onset gejala yang
timbul dan waktu pembedahan atau detorsi manual akan menurunkan angka
 pertolongan terhadap testis hingga 55-85%. Putusnya suplai darah ke testis dalam
 jangka waktu yang lama akan menyebabkan atrofi testis. Atrofi testikular dapat terjadi
dalam waktu 8 jam setelah onset iskemia. Insiden terjadinya atrofi testis meningkat
 bila torsio telah terjadi 8 jam atau lebih. Komplikasi klinis dari TT adalah kesuburan
yang menurun dan hilangnya testikular apabila torsi tersebut tidak diperbaiki dengan
cukup cepat. Tingkat yang lebih ekstrim dari torsi testis mempengaruhi tingkat
iskemia testikular dan kemungkinan penyelamatan (Greenberg, 2005).
Komplikasi torsi testis yang paling signifikan adalah infark gonad. Kejadian ini
 bergantung pada durasi dan tingkat torsi. Analisis air mani abnormal dan apoptosis
testikular kontralateral juga merupakan sekuele yang diketahui mengikuti ketegangan
testis. Oleh karena itu, resiko subfertilitas harus dibicarakan dengan pasien. Testis
yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada di dalam skrotum akan
merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi kemampuan
fertilitas dikemudian hari. Komplikasi lain yang sering timbul dari torsio testis
meliputi yaitu hilangnya testis, infeksi, infertilitas sekunder, deformitas kosmetik
(Graham, 2009).
DAFTAR PUSTAKA

Baren JM. Pediatric Emergency Medicine. Philadelphia. Saunders Elseviers. 2008; 648-650.

Cassar S, Bhatt S, Paltiel HJ, Dogra VS.  Role of Spectral Doppler Sonography in the
 Evaluation of Partial Testicular Torsion. Journal of Diagnostic Medical Sonography.
2013;29: 225-231.

Dudea SM, Ciurea A, Chiorean A, Botar-Jid.  Doppler Application in Testicular and Scrotal
 Disease. 2010;12: 43-51.

Gotto GT, Chang SD, Nigro MK.  MRI in the Diagnosis of Incomplete Testicular Torsion.
The British Journal of Radiology. 2010;83: 105-107.

Gourtsoyiannis NC, Ros PR.  Radiologic-Phatologic Correlation from Head to Toe:


Understanding the Manifestations of Disease. Boston. Springer-Verlag. 2005; 566-
568.

Kandeel FR.  Male Reproductive Dysfunction: Pathophysiology and Treatment.  New York.
Informa Healthcare USA, Inc. 2007; 166-167.

 Norton JA, Barie PS, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, et al.  Pediatric
Surgery. New York. Springer Science+Bussiness Media, LLC. 2008; 679.

Perin RM.  Pediatric Hospital Medicine : Textbook of Inpatient Management . 2nd  Edition.
Philadelphia. Lippicott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer Bussiness. 2008; 665.

Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta.
EGC. 2005; 1381-1391.

Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Edisi 3. Jakarta. CV Sagung Seto. 2011; 233-236.

Ringdahl E, Teague L. Testicular Torsion. American Family Physician. 2006;74: 1739-1743.

Saleh O, El-Sharkawi MS, Imran MB. Scrotal Scintigraphy in Testicular Torsion: An


 Experience at a Tertiary Care Centre. IMJM. 2012;11: 9-16.

Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat  –   de Jong. Edisi 3. Jakarta. EGC.
2010; 916-917.

Sung KS, Setty BN, Castro-Aragon I. Sonography of Pediatric Scrotum on the Ts-Torsion
Trauma, and Tumors. American Journal of Roentgenology. 2012;198: 996-1003.

Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging. 7 th  Edition. London. Churchill Livingstone.
2003; 1026-1027.

Tekgül S, Riedmiller H, Gerharz E, Hoebeke P, Kocvara R, Nijman R, Radmayr C, Stein R.


Guidelines on Paediatric Urology. European Society for Paediatric Urology. 2008;
14-15.

William NS, Bulstrode CJK, O’Connell PR.  Bailey & Love’s Short Practice of Surgery. 25 th
 Edition. London. Hodder Arnold. 2008; 1377-1380.

Anda mungkin juga menyukai