Anda di halaman 1dari 44

Penerapan Metode Pembelajaran SAVI (Somatic-Auditory-Visualization-

Intellectually) Dengan Strategi IOC (Inside-Outside Circle)

Dalam Meningkatkan Kemampuan Kalam Dengan Topik Hadiqah al-

Hayawanat

Pada Peserta didik Kelas V MI Al-Fatah Temboro

Semester Gasal Tahun Pelajaran 2021/2022

A. Latar belakang masalah

Di dalam lampiran KMA no. 183 tahun 2019 disebutkan bahwa Bahasa

Arab sebagai bahasa pengantar untuk memahami ajaran Islam. Dengan Bahasa

Arab, ajaran Islam dapat dipahami secara benar dan mendalam dari sumber

utamanya yaitu Al-Qur'an dan Hadis serta literatur-literatur pendukungnya

yang berbahasa Arab seperti Kitab Tafsir dan Syarah Hadis.

Karakteristik pembelajaran Bahasa Arab adalah sebagai berikut: a. Proses

pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan bahasa sasaran (Arab).

Dengan pembelajaran menggunakan Bahasa Arab guru diharapkan menjadi

model penutur sekaligus juga sebagai media bagi peserta didik untuk

mendapatkan kosa kata baru; b. Menjadikan resource (sumber) yang ada di

lingkungan madrasah sebagai sumber pembelajaran; dan c. Pembelajaran

Bahasa Arab yang pertama adalah pembelajaran bahasa lisan, selanjutnya

bahasa tulis. Sedangkan urutannya adalah mengajarkan mendengar, diikuti

berbicara, membaca dan menulis.

1
Mata pelajaran bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyyah memiliki tujuan

sebagai berikut:

1. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Arab, baik

lisan maupun tulis, yang mencakup empat kecakapan berbahasa, yakni

menyimak (istima'), berbicara (kalam), membaca (qira'ah), dan menulis

(kitabah).

2. Menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya bahasa Arab sebagai salah

satu bahasa asing untuk menjadi alat utama belajar, khususnya dalam

mengkaji sumbersumber ajaran Islam dan alat komunikasi dalam

pergaulan internasional.

3. Mengembangkan pemahaman tentang saling keterkaitan antara bahasa dan

budaya serta memperluas cakrawala budaya. Dengan demikian, peserta

didik diharapkan memiliki kompetensi bahasa yang cakup gramatika,

wacana, strategi, sosiologis, dan budaya.1

Pembelajaran Bahasa Arab di madrasah diorientasikan untuk memberikan

empat kemahiran berbahasa bagi peserta didik (al-Maharat al-Lughawiyyah).

Empat kemahiran dimaksud adalah kemahiran mendengar (maharah al-

Istimar), kemahiran berbicara (maharah al-Kalam), kemahiran membaca

(maharah al-Qira'ah), dan kemahiran menulis (maharah al-Kita bah).

Keterampilan berbahasa tersebut harus dijalankan berdasarkan kaidah-kaidah

bahasa yang baik dan benar. Kemahiran berbahasa tersebut ditampilkan oleh

1
Lampiran Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 183 Tahun 2019
tentang Kurikulum PAI Dan Bahasa Arab Pada Madrasah.

2
peserta didik dalam bentuk kemampuan berbahasa yang bersifat aktif reseptif

dan aktif produktif. Bahasa Arab hendaknya dilihat dari sudut pandang

fungsionalitasnya, yaitu sebagai alat komunikasi. Pembelajaran Bahasa Arab

juga harus memerhatikan prinsip-prinsip berbahasa pada satu sisi dan prinsip

pengajaran bahasa pada sisi lain. Sebagaimana menurut pandangan madzhab

komunikatif, maka bahasa harus dilihat dalam enam fungsinya, yaitu: ‫الوظيفة‬

‫( النفعية‬instrumental function), ‫ة التنظيمية‬CC‫ الوظيف‬, (regulatory function), ;‫ة‬CC‫الوظيف‬

‫( التفاعلية‬interactional function), ;‫ية‬CC‫ة الشخص‬CC‫( الوظيف‬personal function), ‫ة‬CC‫الوطيف‬

‫( التخيلية‬imaginative function) dan ‫ة البيانية‬CCC‫( الوظيف‬representational function).

Pembelajaran Bahasa Arab akan optimal apabila peserta didik diberikan

kesempatan aktif menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dalam berbagai

kegiatan di madrasah. Pembelajaran bahasa Arab akan berhasil jika

pembelajar berusaha mempraktikan apa yang dipelajari dalam komunikasi

yang sesungguhnya. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan eksplorasi situasi.

Guru hendaknya membuat latihan-latihan komunikasi baik di dalam kelas

maupun di luar kelas seperti pada konteks dan situasi yang sesungguhnya.

Selain itu, peserta didik akan belajar secara optimal apabila peserta didik

ditunjukan pada aspek sosial budaya penutur asli dan pengalaman langsung

dalam budaya Bahasa Arab. Hal ini dilaksanakan untuk mengurangi adanya

verbalisme (tahu kata dan bahasa tetapi tidak tahu arti dan budayanya).

Keberadaan bahasa selalu mengandung aspek-aspek budaya. Oleh karena itu,

kosa kata Bahasa Arab merefleksikan perilaku budaya orang Arab.

Pembelajaran Bahasa Arab di madrasah secara secara bertahap dan holistik

3
diarahkan untuk menyiapkan peserta didik memiliki kecakapan berbahasa,

yaitu: A. mampu mengeskpresikan perasaan, pikiran dan gagasan secara

verbal-komunikatif; B. mampu menginternalisasi keterampilan berbahasa

Arab dengan baik sehingga peserta didik menjadi terampil menggunakan

Bahasa Arab dalam berbagai situasi; C. mampu menggunakan Bahasa Arab

untuk mempelajari ilmu-ilmu agama, pengetahuan umum dan kebudayaan;

dan D. mampu mengintegrasikan kemampuan berbahasa Arab dengan perilaku

yang tercermin dalam sikap toleran, berpikir kritis dan sistematis. Berpijak

pada hal-hal di atas, maka pembelajaran Bahasa Arab hendaknya tidak bersifat

grammatical theory, akan tetapi mengintegrasikan teori-teori bahasa dengan

fungsi asasi bahasa yaitu sebagai alat komunikasi (al-Nawh al-Fadzifi).2

Menurut Kim dan Frick, “Internal factors are related to the features of the

course it self that can influence the learner’s motivation. External factors

refer to aspects of the learning environment that can influence the learner’s

motivation”. Faktor internal dapat mempengaruhi motivasi peserta didik,

motivasi dapat dipengaruhi aspek lingkungan sebagai faktor eksternal.3

Selanjutnya, menurut Lee dan Reeve bahwa: “Being aware of, monitoring

and responding constructively to students’ motivation signals during

instruction is an important teaching skill. This is so because classroom

motivation and retention is a reliable predictor of students’ subsequent

engagement, learning and achievement”.4


2
Ibid.
3
Kim, Kyong-Jee and Theodore W. Frick.(2011).“Changes In Student Motivation
During Online Learning”, Journal Educational Computing Research, Vol. 44, No.1. Law Reviews,
http://journals.sagepub.com /doi/abs/ 10.2190/EC.44.1.a (diakses 29 Desember 2016).
4
Koderi, Penerapan Model Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis SAVI (Somatis,
Auditori, Visual, Intelektual) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Pada Peserta Didik , Jurnal Al

4
Bahwa sadar akan pentingnya suatu model pembelajaran yang konstruktif

yang mampu memberikan arah dan respon terhadap motivasi selama proses

pembelajaran, maka motivasi dan retensi adalah sebagai kunci untuk mencapai

keberhasilan prestasi peserta didik. Oleh karena itu agar proses pembelajaran

di MI Al-Fatah berjalan lebih efektif dalam meningkatkan ketrampilan dan

hasil belajar bahasa Arab, maka aktivitas gerak tubuh, kecerdasan auditori,

visual dan intelektual yang dimiliki oleh peserta didik harus digabungkan

dalam satu peristiwa pembelajaran, baik itu pembelajaran bahasa Arab

maharah al-istima’, maharah al-kalam, maharah al-kitabah maupun maharah

al-qira’ah.

Menurut Meier,5 “Reveals also that learning is not a separate cognitive

event but something that involves the whole person (body, mind and soul) and

the intelligence intact.Opinion was delivered Meier in a research conclusion

that man has a dimension of somatic, auditory, visual and intellectual. Based

on this view Meier propose an active learning approach called SAVI

approach. SAVI approach is pressed learning by utilizing the senses of

students.Explains that the model of SAVI is a learning model that combines

four student learning that is somatic, auditory, visual, and intellectual. Where

in this learning model learning students can move, speak or hear, see and

think directly what they are learning, so that learning becomes more

meaningful”.

Bayan Vol.10, No.1,Bulan Juni Tahun 2018.ISSN 2086-9282. e-ISSN 2549-1229, hal. 76
5
Iskandar, Dadang et al. (2016). “Implemetation Of Model Savi (Somatic, Audiotory,
Visualization, Intellectual) To Increase Critical Thinking Ability In Class IV Of Social Science
Learning On Social Issues In The Local Environment”. Journal of Education, Teaching and
Learning Vol.1, No. 1. Law Review.

5
Pembelajaran bukanlah peristiwa kognitif yang terpisah, namun sesuatu

yang melibatkan tubuh, pikiran dan jiwa serta seluruh bentuk kecerdasan.

Pada hakikatnya, pembelajaran menggabungkan empat kecerdasan yaitu

somatik, auditori, visual, dan intelektual. Model pembelajaran ini memberikan

keluasan pada peserta didik untuk bergerak, berbicara, mendengar, melihat

dan berpikir secara langsung apa yang mereka pelajari, sehingga pembelajaran

menjadi lebih bermakna. Model pembelajaran bahasa Arab tersebut

dinamakan model pembelajaran bahasa Arab berbasis SAVI (Somatis,

Auditori, Visual, dan Intelektual).

Dari latar belakang tersebut, penulis bermaksud untuk mengajukan

penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan Metode Pembelajaran

SAVI (Somatic-Auditory-Visualization-Intellectually) Dengan Strategi IOC

(Inside-Outside Circle) Dalam Meningkatkan Kemampuan Kalam Dengan

Topik Hadiqah al-Hayawanat Pada Peserta Didik Kelas V MI Al-Fatah

Semester Gasal Tahun Pelajaran 2021/2022”.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimanakah kemampuan kalam Peserta Didik Kelas V MI Al-Fatah

Tahun Pelajaran 2021/2022?

2. Bagaimana penerapan pembelajaran SAVI (Somatic-Auditory-

Visualization-Intellectually) dengan strategi IOC (Inside-Outside Circle)

dalam pembelajaran Bahasa Arab pada Peserta Didik Kelas V MI Al-Fatah

Tahun Pelajaran 2021/2022?

6
3. Sejauh mana pembelajaran SAVI bisa meningkatkan kemampuan kalam

pada Peserta Didik Kelas V MI Al-Fatah Tahun Pelajaran 2021/2022?

C. Tujuan penelitian

1. Mengetahui kemampuan kalam Peserta Didik Kelas V MI Al-Fatah Tahun

Pelajaran 2021/2022.

2. Mengetahui penerapan pembelajaran SAVI (Somatic-Auditory-

Visualization-Intellectually) dengan strategi IOC (Inside-Outside Circle)

dalam pembelajaran Bahasa Arab pada Peserta Didik Kelas V MI Al-Fatah

Tahun Pelajaran 2021/2022.

3. Mengetahui sejauh mana pembelajaran SAVI dengan strategi IOC (Inside-

Outside Circle)bisa meningkatkan kemampuan kalam pada Peserta Didik

Kelas V MI Al-Fatah Tahun Pelajaran 2021/2022.

D. Lingkup Penelitian

1. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas V MI Al-Fatah tahun

pelajaran 2021/2022.

2. Fokus yang diteliti dalam penelitian ini adalah penguasaan maharoh kalam

tentang topik kehidupan keluarga.

E. Manfaat penelitian

Dalam proses pembelajaran melibatkan Peserta didik dan guru,

sehingga Peserta didik dan guru memegang peranan penting. Tanpa adanya

7
perbaikan dari kedua belah pihak tidak mungkin hasil pembelajaran

meningkat, begitu juga dengan peran serta sekolah.

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat

memberikan perbaikan bagi pembelajaran di kelas V MI Al-Fatah.

Manfaat penelitian ini antara lain :

1. Bagi Peserta didik :

a. Mendapatkan pengalaman belajar dengan menggunakan

pendekatan SAVI.

b. Mendapatkan pengalaman belajar yang lebih memudahkan

Peserta didik dalam penyerapan materi dengan mengoptimalkan semua

potensi kecerdasannya.

2. Bagi Guru :

a. Mendapatkan pengalaman mengajar dengan menggunakan pendekatan

SAVI.

b. Mendapatkan pengalaman mengajar yang lebih memudahkan Peserta

didik dalam menyerap materi dengan mengoptimalkan seluruh

kecerdasannya

3. Bagi Sekolah

Mendapatkan hasil belajar yang lebih baik serta pencapaian prestasi

belajar meningkat.

F. Kerangka Teori

1. Pendekatan SAVI

8
Belajar tidak efektif kalau hanya dilakukan dengan diam saja.

Aktivitas-aktivitas di dalam belajar sangat diperlukan untuk memudahkan

penguasaan dan mengingat isi materi yang diajarkan. Belajar berdasarkan

aktivitas atau disingkat dengan BBA berarti bergerak aktif secara fisik

ketika belajar, dengan memanfaatkan indra sebanyak mungkin, dan

membuat seluruh tubuh maupun pikiran terlibat dalam proses belajar.

Pelatihan konvensional cenderung membuat orang tidak aktif secara fisik

dalam jangka waktu lama. Terjadilah kelumpuhan otak dan belajar pun

melambat atau bahkan berhenti sama sekali. Mengajak orang untuk

bangkit dan bergerak secara berkala akan dapat menyegarkan tubuh,

meningkatkan peredaran darah ke otak, dan dapat berpengaruh positif pada

belajar.

Sebelum membahas tentang pendekatan SAVI dalam

pembelajaran, akan lebih baik kalau penyusun membahas tentang konsep

Accelerated Learning.

Accelerated Learning adalah sebuah pengajaran yang bertumpu

pada prinsip-prinsip dan teknik-teknik Accelerated Learning, yang dalam

pelaksanaannya mendukung prinsip bahwa pengajaran adalah sebuah

sistem. Hal ini terlihat dari buku “The Accelerated Learning Hand Book” :

Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan

Pelatihan “ karya Dave Meier. Accelerated Learning mengelola unsur-

unsur yang terkait dengan kegiatan belajar mengajar dan

memanfaatkannya untuk mencapai tujuan. Menurut Colin Rose,

9
Accelerated Learning adalah merupakan proses pembelajaran dengan

menggunakan teknik-teknik belajar yang sesuai dengan gaya belajar

masing-masing individu.6

Menurut Dave Meier, proses pembelajaran yang menempatkan

pelajar sebagai pusat untuk mengupayakan demekanisasi dan membuat

pembelajaran menjadi manusiawi kembali. 7 Dave Meier menambahkan

kembali bahwa pendekatan Accelerated Learning terbuka dan luas karena

dapat menggunakan berbagai metode, media dan semua bentuk gaya

belajar. Hal ini disebabkan karena masing-masing individu memilki cara

belajar pribadi pilihan yang sesuai dengan karakter dirinya. 8 Accelerated

Learning juga mengajak penuh pembelajar terlibat sepenuhnya dalam

proses belajar dengan menjadikan pengalaman bagi seluruh tubuh, seluruh

pikiran dan seluruh pribadi.9 Menurut Accelerated Learning, program

pembelajaran bukanlah suatu proses propaganda atau indoktrinasi atau

pengkondisian atau stimulus respon training, tetapi merupakan

“kendaraan” yang bertujuan mencapai kecakapan hidup dan kehidupan

secara menyeluruh baik spiritual, emosional, intelektual, maupun fisikal

(indrawi). Accelerated Learning membuat Peserta didik merasa senangnya

belajar, menumbuhkan minat, membentuk keterhubungan dan partisipasi

6
Colin Rose & Malcolm J. Nicholl, Accelerated Learning For The 21st Cenutry, “Cara
Belajar Cepat Abad XXI, penerjemah: Dedy Ahimsa,, (Bandung:Penerbit Nuansa, 2006),hlm.36.
7
Dave Meier, Accelerated Learning Hand Book : Panduan Kreatif dan Efektif Merancang
Program Pendidikan dan Pelatihan, (Bandung : Kaifa. 2002).hlm.34.
8
Ibid, hal. 36
9
Ibid, hal. 38

10
aktif, menumbuhkan kreatifitas, membentuk pengartian, serta

menumbuhkan penghayatan pada Peserta didik.10

Sebagai trategi pengajaran yang masih baru, Accelerated Learning

didasarkan pada beberapa teori dan berbagai penelitian sebelumnya. Salah

satunya tentang cara otak belajar yaitu teori yang dikenal dengan konsep

Otak Triune (Triune artinya adalah Three In One). Menurut konsep ini

otak manusia mempunyai tiga bidang spesialisasi yaitu otak reptil, sistem

limbic (otak tengah), dan neokorteks.

Teori lain yang menjadi dasar Accelerated Learning adalah gaya

belajar Accelerated Learning yang memanfaatkan seluruh tubuh manusia

(semua otak, tubuh, emosi, dan semua indera) untuk belajar. Adapun teori

tersebut dikemal dengan sebutan proses belajar mengajar dengan

pendekatan SAVI (Somatis, Auditori, Visual dan Intelektual).

SAVI adalah singkatan dari pendekatan Somatis, Auditori, Visual

dan Intelektual, penjelasannya sebagai berikut:

1. Belajar somatis : belajar dengan bergerak dan berbuat

2. Belajar Auditori : belajar dengan berbicara dan mendengarkan

3. Belajar Visual : belajar dengan mengamati dan menggambarkan

4. Belajar Intelektual : belajar dengan memecahkan masalah dan

merenung.11

1. Belajar Somatis.

10
Hari Sederajat, Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Pembahatruan
Pendidikan dalam Undang-Undang Sisdiknas,2003 (Bandun:CV Sipta Grafika,2004) hlm.102
11
Muhamad Fathoni, Pendekatan Accelerated Learning Dalam Pembelajaran Qira’ah,
Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, Volume 4, Nomor 2, Desember 2015, hal. 108.

11
Somatis berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh-soma. Jadi,

belajar somatis berarti belajar dengan indra peraba, kinestetis, praktis-

melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu

belajar.

a. Bias terhadap tubuh.

Pebelajar somatis yang kuat juga berada dalam posisi yang

tidak menguntungkan dalam kebudayaan barat, yang mempunyai

sejarah panjang dalam pemisahan tubuh dan pikiran dan

mengabaikan tubuh sebagai sarana untuk belajar. Menurut

keyakinan kebudayaan barat yang keliru, belajar hanya melibatkan

”otak” dan tidak ada hubungan dengan apa yang ada di bawahnya.

Akibatnya, pendekatan ”duduk manis, jangan bergerak, dan tutup

mulut: dalam belajar dijadikan pendekatan baku di banyak sekolah.

Penghambatan terhadap para pebelajar somatis terus

berlanjut hingga hari ini, dan bahkan telah meningkat dalam dua

puluh tahun terakhir. Anak-anak yang bersifat somatis, yang tidak

dapat duduk tenang dan harus menggerakkan tubuh mereka untuk

membuat pikiran mereka tetap hidup, sering dianggap menggangu,

tidak mampu belajar, dan merupakan ancaman dari sistem. Mereka

dicap ”hiperaktif”, dan kadang-kadang mereka bahkan diberi obat.

Padahal, untuk banyak anak, sifat hiperaktif itu normal dan sehat.

Itu sudah menjadi kepribadian alamiah mereka. Namun anak-anak

hiperaktif kadang-kadang menderita karena sekolah mereka tidak

12
tahu cara memperlakukan mereka kecuali menyatakan mereka

sebagai manusia abnormal dan cacat.

Bias terhadap tubuh terus berlanjut. Hingga kini ada sekitar

lima juta anak di Amerika Serikat yang setiap harinya harus minum

obat untuk ADD (Attention Deficit Disorder/Kelainan Tidak

Mampu Memusatkan Perhatian) dan ADHD (Attention Deficit

Hiperactivity Disorder/Kelainan Hiperaktif tidak Mampu

Memusatkan Perhatian). Memang ada kondisi ADD dan ADHD

yang dapat dan seharusnya ditolong dengan obat, tetapi suatu studi

belakangan ini menyimpulkan bahwa sekitar 80% anak-anak yang

kini diberi obat di sekolah ternyata mendapat diagnosis keliru.

Mereka sebenarnya adalah anak-anak yang normal, sehat, dan

hiperaktif (yaitu, aktif secara fisik).

b. Tubuh dan pikiran itu satu

Kini, pemisahan tubuh/pikiran dari kebudayaan Barat dan

prasangka terhadap penggunaan tubuh dan belajar menghadapi

tantangan yang serius. Penelitian neurologis telah membongkar

keyakinan kebudayaan Barat yang keliru bahwa pikiran dan tubuh

adalah dua entitas yang terpisah. Temuan mereka menunjukkan

bahwa pikiran tersebar di seluruh tubuh. Intinya, tubuh adalah

pikiran, pikiran adalah tubuh. Keduanya merupakan satu sistem

elektris-kimiawi-biologis yang benar-benar terpadu. Jadi dengan

menghalangi pebelajar somatis menggunakan tubuh mereka

13
sepenuhnya dalam belajar, kita menghalangi fungsi pikiran mereka

sepenuhnya (mungkin dalam beberapa kasus, sistem pendidikanlah

yang membuat cacat belajar, dan sama sekali bukan pebelajar itu

sendiri).

2. Belajar Auditori

Pikiran auditori kita lebih kuat dari yang kita sadari. Telinga kita

terus-terus menagkap dan menyimpan informasi auditori, bahkan tanpa

kita sadari. Ketika kita membuat suatu sendiri dengan berbicara,

beberapa area penting di otak kita menjadi aktif.

Sebelum Johannes Gutenberg menemukan mesin cetak pada tahun

1440-an, kebanyakan informasi disampaikan dari generasi ke generasi

secara lisan. Epos, mitos, dan dongeng dalam semua kebudayaan kuno

disampaikan secara lisan. Seperti yang dapat kita bayangkan, semua

kisah tersebut diceritakan dengan kekayaan suara yang begitu dramatis

dan emosional sehingga menambah kesan mereka dalam kenangan.

Orang Yunani kuno mendorong orang belajar dengan suara lantang

lewat dialog. Filosofi mereka adalah: jika kita mau belajar lebih

banyak tentang apa saja, bicaralah tanpa henti. Belajar auditori

merupakan cara belajar standar bagi semua masyarakat sejak awal

sejarah.

a. Revolusi Gutenberg

Setelah ciptaan Gutenberg digunakan secara luas dan orang-orang

menjadi melek huruf, setiap orang membaca keras-keras. Mereka tidak

14
dapat membayangkan menerima informasi tanpa sarana auditori.

Sejalan dengan berlalunya waktu, budaya auditori menghilang secara

lambat laun hingga peringatan ”Jangan Berisik”di perpustakaan

membungkam suara sama sekali.

Akan tetapi, semua pebelajar (terutama yang memiliki

kecenderungan auditori yang kuat) belajar dari suara, dari dialog, dari

membaca keras, dari menceritakan kepada orang lain apa yang baru

saja mereka alami, dengar,atau pelajari, dari berbicara dengan diri-

sendiri, dari mengingat bunyi dan irama, dari mendengarkan kaset, dan

dari mengulang suara dalam hati.

b. Mengembalikan budaya auditori

Maier mengatakan, kebutuhan untuk membawa kembali dialog dan

suara ke dalam kegiatan belajar tercermin dalam sebuah buku mutakhir

karya Dr. Seuss, Hooray for Diffendoofer Day. Buku itu menceritakan

tentang sebuah sekolah yang berusaha menjadi efektif, dengan

membalikkan beberapa rintangan belajar yang telah mengganggu

pendidikan tradisional di Era Industri. Penjaga perpustakaan, misalnya,

yakin akan mengembalikan cara auditori dalam kegiatan belajar. Seuss

memberikan ilustrasi sebagai berikut:

Nona Loon adalah penjaga perpustakaan kami,

Dia bersembunyi di balik rak,

Dan sering berteriak, “BICARALAH LEBIH KERAS!”

Ketika kami sedang membaca dalam hati.

15
Dalam merancang pelajaran yang menarik bagi seluruh auditori

yang kuat dalam diri pebelajar, carilah cara untuk mengajak mereka

membicarakan apa yang sedang mereka pelajari. Suruh mereka

menerjemahkan pengalaman mereka dengan suara. Mintalah mereka

membaca keras-keras secara dramatis jika mereka mau. Ajak mereka

berbicara ketika saat memecahkan masalah, membuat model,

mengumpulkan informasi, membuat rencana kerja, menguasai

keterampilan, membuat tinjauan pengalaman belajar, atau menciptakan

maknamakna pribadi bagi diri mereka sendiri.

Berikut ini adalah daftar singkat gagasan-gagasan awal untuk

meningkatkan penggunaan sarana auditori dalam belajar :

1) Ajaklah mereka membaca keras-keras dari buku panduan dan layar

computer

2) Ajaklah pebelajar membaca satu paragraf, lalu minta mengutarakan

dengan kata-katanya sendiri setiap paragraf yang dibaca dan rekam

ke dalam kaset. Lalu, mintalah mereka mendengarkan kaset itu

beberapa kali supaya mereka terus ingat ·

3) Mintalah pebelajar berpasang-pasangan membincangkan secara

terperici apa yang baru mereka pelajari dan bagaiman mereka akan

menerapkannya.

16
4) Mintalah pebelajar mempraktikkan suatu keterampilan atau

memeragakan suatu fungsi sambil mengucapka secara sangat

terperinci apa yang sedang mereka pelajari.

5) Mintalah pebelajar berkelompok dan berbicara nonstop saat sedang

menyusun pemecahan masalah atau membuat rencana jangka

panjang (percakapan itu dapat direkam untuk menangkap gagasan-

gagasan yang dibicarakan).

3. Belajar Visual

Ketajaman visual, meskipun lebih menonjol pada sebagian orang,

sangat kuat dalam diri setiap orang. Alasannya adalah bahwa di dalam

otak terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi

visual daripada semua indra yang lain. Dari hasil penelitian Maier dan

Caskey, dari Texas Tech University, ditemukan bahwa orang-orang

yang menggunakan pencitraan (atau simbol) untuk mempelajari

informasi teknis dan ilmiah ratarata memperoleh nilai 12% lebih baik

untuk ingatan jangka pendek dibandingkan dengan mereka yang tidak

menggunakan pencitraan, dan 26% lebih baik untuk ingatan jangka

panjang. Dan statistik ini berlaku bagi setiap orang tanpa memandang

usia, etnik, gender, atau gaya belajar yang dipilih.

a. Membantu pebelajar melihat inti masalah

Setiap orang (terutama pebelajar visual) lebih mudah

belajar jika dapat ”melihat” apa yang sedang dibicarakan seseorang

penceramah atau sebuah buku atau sebuah komputer.

17
Pebelajar visual belajar paling baik jika mereka dapat

melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon,

gambar, dan gambaran dari segala macam hal ketika mereka

sedang belajar. Kadang-kadang mereka dapat belajar lebih baik

lagi jika mereka menciptakan peta gagasan, diagram, ikon, dan

citra mereka sendiri dari hal-hal yang sedang mereka pelajari.

Semua pebelajar (baik pebelajar muda maupun dewasa)

lebih tertarik belajar jika disertai dengan gambar, ikon, atau

pajangan tiga dimensi, dan bentuk visual lain dari meteri

pebelajaran mereka. Teknik lainnya yang bisa dilakukan semua

orang, terutama orang-orang dengan keterampilan visual yang

kuat, adalah meminta mereka mengamati situasi dunia nyata lalu

memikirkan serta membicarakan situasi itu, menggambarkan

proses, prinsip, atau makna yang dicontohkannya.

Berikut ini ada beberapa hal yang dapat dimanfaatkan

untuk membuat pembelajaran lebih visual:

1) Bahasa yang penuh gambar

2) Kreasi piktogram (oleh pebelajar)

3) Grafik presentasi yang hidup

4) Ikon alat bantu kerja

5) Benda tiga dimensi

6) Pengamatan lapangan

7) Bahasa tubuh yang dramatis

18
8) Dekorasi warna-warni

9) Cerita yang hidup

10) Pelatihan pencitraan mental

4. Belajar Intelektual

Belajar intelektual di sini perlu diidefinisikan secara benar. Yang

dimaksudkan oleh Maier, mengenai “intelektul” bukanlah pendekatan

belajar yang tanpa emosi, tidak berhubungan, rasionalistis, akademis,

dan berkotak-kotak.

Bagi Maier, kata “intelektual” menunjukkan apa yang dilakukan

oleh pebelajar dalam pikiran mereka secara internal ketika mereka

menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan

menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman

tersebut. “Intelektual” adalah bagian diri yang merenung, mencipta,

memecahkan masalah, dan membangun makna. Intelektual adalah

pencipta makna dalam pikiran; sarana yang digunakan manusia untuk

berpikir, menyatukan pengalaman, menciptakan jaringan saraf baru,

dan belajar. Ia menghubungkan pengalaman mental, fisik, emosional,

dan intuitif tubuh untuk membuat makna baru bagi dirinya sendiri.

Itulah sarana yang digunaka pikiran untuk mengubah pengalaman

menjadi pengetahuan, pengetahuan menjadi pemahaman, dan

pemahaman (kita harap) menjadi kearifan.

Ketika sebuah pelatihan belajar-secerdik apa pun itu, tidak cukup

menantang sisi intelektual pebelajar, pelatihan tersebut akan kelihatan

19
dangkal dan kekanak-kanakan. Inilah yang terjadi dengan beberapa

teknik “kreatif” yang mengajak orang untuk bergerak secara fisik (S),

mempunyai auditori kuat (A), dan masukan visual (V), namun tidak

memiliki kedalaman intelektual (I). Akhirnya hanya akan menjalankan

belajar “SAV”, sangat menjanjikan di awal-awal pebelajaran, namun

kemudian musnah ketika hujan realitas turun. Namun, jika sisi

intelektual belajar dilibatkan, kebanyakan orang dapat menerima

pelatihan yang paling banyak memasukkan unsur bermain, tanpa

merasa pelatihan tersebut dangkal, kekanak-kanakan, atau hambar.

a. Teori Intelegensi Ganda Dari Gardner

Teori intelegensi ganda (multiple intelegences atau MI) ditemukan

dan dikembangkan oleh Howard Gardner. Gardner mendefinisikan

inteligensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan

menghasilkan produk dalam suatu seting yang bermacam-macam

dan dalam situasi yang nyata (Gardner, dalam Tarigan, 2004).

Dalam pengertian di atas sangat jelas bahwa iteligensi bukan hanya

kemampuan seseorang untuk menjawab suatu tes IQ dalam kamar

tertutup yang lepas dari lingkungannya. Inteligensi memuat

kemampuan untuk memecahkan persoalan yang nyata dalam

situasi yang bermacam-macam. Gardner (dalam Tarigan, 2004)

membagi inteligensi dalam sembilan bagian. Kesembilan macam

inteligensi tersebut antara lain:

1) Inteligensi linguistic

20
Gardner menjelaskan inteligensi linguistik sebagai kemampuan

untuk menggunakan dan mengolah kata-kata secara efektif baik

secara oral maupun tertulis seperti yang dimiliki para pencipta

puisi, editor, jurnalis, dramawan, sastrawan, pemain sandiwara,

maupun orator. Kemampuan ini berkaitan dengan penggunaan

dan pengembangan bahasa secara umum. Orang yang ber-

inteligensi linguistik tinggi akan berbahasa lancar, baik, dan

lengkap. Ia mudah untuk mengembangkan pengetahuan dan

kemampuan berbahasa, mudah belajar beberapa bahasa.

2) Inteligensi matematis-logis

Menurut Gardner, inteligensi matematis-logis adalah

kemampuan yang lebih berkaitan dengan penggunaan bilangan

dan logika secara efektif, seperti yang dimiliki oleh Aspek

intelektual dalam belajar akan terlatih jika mengajak pebelajar

terlibat dalam aktivitas seperti: a. memecahkan masalah f.

merumuskan pertanyaan b. menganalisis pengalaman g.

menciptakan model mental c. mengerjakan perencanaan

strategis h. menerapkan gagasan baru d. melahirkan gagasan

kreatif i. menciptakan makna pribadi e. mencari dan menyaring

informasi j. meramalkan implikasi suatu gagasan orang

matematikus, saintis, programer, dan logikus. Termasuk dalam

inteligensi tersebut adalah kepekaan pada pola logika,

abstraksi, kategorisasi, dan perhitungan. Orang yang memiliki

21
inteligensi ini sangat mudah membuat klasifikasi dan

ketegorisasi dalam pemikiran serta cara mereka bekerja. Dalam

menghadapi banyak persoalan, dia akan mencoba

mengelompokkannya sehingga mudah dlihat mana yang pokok

dan mana yang tidak, mana yang berkaitan antara satu dan

yang lain, serta mana yang merupakan persoalan lepas. Maka

dari itu dia tidak pernah merasa kebingungan.

3) Inteligensi ruang visual

Inteligensi ruang visual atau sering juga disebut inteligensi

ruang (spatial inteligence) adalah kemampuan untuk

menangkap dunia ruang visual secara tepat, seperti yang

dimiliki oleh para pemburu, arsitek, navigator, dan ekorator.

Termasuk di dalamnya adalah kemampuan untuk mengenal

bentuk dan benda secara tepat, melakukan perubahan suatu

benda dalam pikirannya dan mengenali perubahan itu,

menggambarkan suatu hal/benda dalam pikiran dan

mengubahnya dalam bentuk nyata, serta mengungkapkan data

dalam suatu grafik. Juga kepekaan terhadap keseimbangan,

relasi, warna, garis, bentuk, dan ruang.

4) Inteligensi kinestetik-badani

Inteligensi kinestetik-badani, menurut Gardner, adalah

kemampuan menggunakan tubuh atau gerak tubuh untuk

mengekspresikan gagasan dan perasaan seperti ada pada aktor,

22
atlet, penari, pemahat, dan ahli bedah. Dalam inteligensi ini

termasuk keterampilan koordinasi dan fleksibilitas tubuh.

Peserta didik yang memiliki inteligensi ini biasanya suka

menari, olahraga, dan suka bergerak. Peserta didik ini biasanya

tidak suka diam, ingin selalu menggerakkan tubuhnya.

5) Inteligensi musikal

Gardner menjelaskan inteligensi musikal sebagai kemampuan

untuk mengembangkan, mengekspresikan, dan menikmat

bentuk-bentuk musik dan suara. Di dalamnya termasuk

kepekaan akan ritme, melodi, dan intonasi; kemampuan

memainkan alat musik; kemampuan menyanyi; kemampuan

untuk mencipta lagu; kemampuan untuk menikmati lagu,

musik, dan nyanyian.

6) Inteligensi interpersonal

Yang dimaksud dengan inteligensi interpersonal adalah

kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap

perasaan, intensi, motivasi, watak, temperamen orang lain.

Kepekaan akan ekspresi wajah, suara, isyarat dari orang lain

juga termasuk dalam inteligensi ini. Secara umum inteligensi

interpersonal berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

menjalin relasi dan komunikasi dengan berbagai orang.

Inteligensi ini banyak dipunyai oleh para komunikator,

fasilitator, dan penggerak massa.

23
7) Inteligensi intrapersonal

Inteligensi intrapersonal adalah kemampuan yang berkaitan

dengan pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan untuk

bertindak secara adaptatif berdasar pengenalan diri itu.

Termasuk dalam inteligensi ini adalah kemampuan berefleksi

dan keseimbangan diri. Orang dengan inteligensi ini punya

kesadaran tinggi akan gagasan-gagasannya, dan mempunyai

kemampuan untuk mengambil keputusan pribadi. Ia sadar akan

tujuan hidupnya. Ia dapat mengatur perasaan dan emosinya

sehingga kelihatan sangat tenang, ia dapat berkonsentrasi

dengan baik.

8) Inteligensi lingkungan

Gardner menjelaskan inteligensi lingkungan sebagai

kemampuan seseorang untuk dapat mengerti flora dan fauna

dengan baik, dapat membuat distingsi konsekuensial lain dalam

alam natural; kemampuan untuk memahami dan menikmati

alam; dan menggunakan kemampuan itu secara produktif

dalam berburu, bertani, dan mengembangkan pengetahuan akan

alam. Peserta didik yang memiliki inteligensi ini akan senang

bila ada acara di luar sekolah, seperti berkemah bersama di

pegunungan, karena dia kana menikmati keindahan alam.

9) Inteligensi eksistensial

24
Inteligensi eksistensial ini lebih menyangkut kepekaan dan

kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan

terdalam eksistensi atau keberadaan manusia. Orang tidak puas

hanya merima keadaannya, keberadaannya secara otomatis,

tetapi mencoba menyadarinya dan mencari jawaban yang

terdalam. Anak yang berinteligensi ini akan mempersoalkan

keberadaannya di tengah alam raya yang besar ini.12

Belajar somatis, auditori, visual, dan intelektual merupakan solusi

dari gaya belajar atau learing style peserta didik yang berbeda-beda

misalnya saja bagi peserta didik visual berbeda dengan peserta didik

auditori yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa

yang dikerjakan oleh guru dan membuat catatan. Peserta didik auditori

lebih suka mendengarkan materinya dan kadangkadang kehilangan

urutannya jika mereka mencoba mencatat materi selama presentasi

berlangsung.13

2. Strategi IOC (Inside-Outside Circle)

Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan

belajar.Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam

kegiatan pembelajaran. Jadi sebenarnya model pembelajaran memiliki arti

yang sama dengan pendekatan, strategi, atau metode pembelajaran.14


12
I Wayan Dana Ardika, Pendekatan SAVI Untuk Belajar Bahasa, Soshum Jurnal Sosial
Dan Humaniora, Vol. 5, No.1, Maret 2015,hal. 62
13
Bobby De Porter dan Mike Hernackhi, Quantum Learning : Membiasakan Belajar
nyaman dan Menyenangkan, ter: Alawiyah Abdurrahman, (Bandung : Kaifa, 1991), hlm. 114.
14
Gusti Ayu Rai Aryadnyani, Ketut Pudjawan, dan I Gede Raga, “Penerapan Model
Pembelajaran Inside Outside Circle Berbantuan Media Balok Untuk Meningkatkan Kreativitas

25
Salah satu metode yang dapat dijadikan alternatif untuk memecahkan

permasalahan pembelajaran kalam adalah metode Inside-Outside Circle

(IOC). Metode Inside-Outside Circle merupakan salah struktur dari

model pembelajaran kooperatif. Metode Inside-Outside Circle ini

dikembangkan oleh Spencer Kagan untuk memungkinkan interaksi antara

Peserta didik satu dengan Peserta didik lainnya tanpa diliputi rasa takut

salah pada saat mengungkapkan pendapatnya. Metode pembelajaran ini

menuntut Peserta didik saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan

dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Sehingga hasil

yang diharapkan nantinya, Peserta didik dapat belajar untuk dapat

mengemukakan gagasan serta pendapatnya tersebut di dalam kelompok

yang kita sebut “Lingkaran Kecil Lingkaran Besar” secara maksimal,

tanpa ada kekhawatiran melakukan kesalahan dan jadi bahan cemoohan

temannya yang lain.15

a. Pengertian Model Pembelajaran Inside Outside Circle

Model pembelajaran inside-outside circle adalah tehnik mengajar

lingkaran besar dan lingkaran kecil, dalam model pembelajaran ini

diberikan kesempatan kepada Peserta didik agar saling berbagi

informasi baru yang didapat oleh anak didalam proses pembelajaran

saat pelajaran berlangsung dan anak dapat berbagi informasi pada saat

yang bersamaan. Proses pembelajaran yang cocok digunakan dengan


Anak Kelompok B,” e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Vol. 02, No. 01 (n.d.):
h. 5.
15
Tito Hagi Darmawan, Penerapan Metode Inside-Outside Circle Untuk Meningkatkan
Keterampilan Berbicara Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas Iv Sd Negeri 01
Tambakboyo Tahun 2012/2013, Naskah Publikasi Ilmiah, Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta 2013, Hal. 1

26
teknik ini adalah bahan yang membutuhkan pertukaran pikiran dan

informasi antar Peserta didik.16

Didalam proses pembelajaran ini tugas guru adalah membantu

Peserta didik mencapai tujuannya, dimana Peserta didik mendapatkan

informasi dari pertukaran pikiran antara Peserta didik yang satu

dengan Peserta didik yang lainnya. Karena merupakan suatu informasi

dan dapat pengalaman atau pengetahuan yang baru bagi anak atau

Peserta didik tersebut. Dimana proses pembelajaran ini bisa

dilaksanakan didalam kelas, diluar kelas baik membuat lingkaran

maupun bulatan kecil untuk mendiskusikan tugas apa yang diberikan

oleh guru dan dapat bertukar pikiran dan mendapatkan informasi yang

baru.

Keunggulan dari model pembelajaran IOC adalah adanya struktur

yang jelas dan memungkinkan Peserta didik untuk berbagi dengan

pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Selain itu, Peserta

didik bekerja dengan sesama Peserta didik dalam suasana gotong-

royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi

dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Model IOC ini juga

dapat di gunakan untuk semua tingkat usia anak didik dan mata

pelajaran apa saja.17

b. Langkah-langkah / sintaks Model Pembelajaran IOC


16
. Gusti Ayu Rai Aryadnyani, Ketut Pudjawan, dan I Gede Raga, “Penerapan Model
Pembelajaran Inside Outside Circle Berbantuan Media Balok Untuk Meningkatkan Kreativitas
Anak Kelompok B,” hal. 5
17
Nurul Azmi, “Model Pembelajaran Inside Outside Circle (IOC)) untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Peserta didik dalam Proses Pembelajaran,” Al Ibtida-Jurnal Pendidikan Pendidik
MI Vol. 2, No. 1 (2015): h. 5.

27
Menurut Kagan, ada lima langkah utama dalam penerapan

model IOC ini, yaitu:

1) Langkah pertama, separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil

dan menghadap keluar.

2) Langkah kedua, separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di

luar lingkaran pertama dan menghadap ke dalam.

3) Langkah ketiga, kemudian dua Peserta didik yang berpasangan dari

lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran informasi

ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang

bersamaan.

4) Langkah keempat, Peserta didik yang berada di lingkaran kecil

diam di tempat, sementara Peserta didik yang berada di lingkaran

besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam, sehingga

masing-masing Peserta didik mendapatkan pasangan baru.

5) Langkah terakhir, giliran Peserta didik yang berada di lingkaran

besar yang membagi informasi. Demikian seterusnya.18

Adapun kelebihan IOC:

a. Mendapatkan informasi yang berbeda pada saat yang bersamaan.

b. Lebih banyak ide yang dapat di munculkan peserta didik

c. Mampu mempengaruhi motivasi, dan keaktifan peserta didik

d. Membantu menambah rasa percaya diri peserta didik

e. Membantu menilai kemampuan diri sendiri

18
Ibid, hal. 6.

28
f. Mengajak Peserta didik untuk bisa berintaksi sehingga Peserta didik

tidak cenderung pasif

g. Memicu Peserta didik untuk mau berfikir dan terampil berbicara

Kekurangan IOC:

a. Membutuhkan ruang kelas yang besar.

b. Terlalu lama sehingga tidak konsentrasi dan disalah gunakan untuk

bergurau, juga rumit untuk dilakukan.

Model Pembelajaran IOC merupakan strategi yang digunakan oleh

guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar dikalangan

Peserta didik, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan sosial, dan

pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal.

Model pembelajaran terus mengalami perubahan dari model

tradisional menuju model yang lebih modern. Model pembelajaran

berfungsi untuk memberikan situasi pembelajaran yang tersusun rapi

untuk memberikan suatu aktivitas kepada Peserta didik guna mencapai

tujuan pembelajaran, suasana belajar menyenangkan, menambah rasa

percaya diri Peserta didik, Peserta didik juga dapat menilai sejauh mana

kemampuan dirinya, banyak ide-ide yang muncul, terampil berbicara, dan

di harapkan mampu mempenngaruhi keaktifan serta motivasi belajar

peserta didik. Pengunaan model pembeljaran Inside Outside Circle dalam

pembelajaran ini diharapkan mampu memberikan pencapaian optimal

terhadap hasil belajar Peserta didik dan mampu menghidupkan suasana

kelas, dan kegiatan belajar-mengajar berjalan efektif, mampu membuat

29
Peserta didik aktif, membantu Peserta didik untuk terampil berbicara,

terampil dalam menggali kemampuan individu ataupun berkelompok.19

3. Pembelajaran kalam

a. Urgensi Pengajaran Berbicara (Maharah al-Kalam)

Manusia adalah makhluk sosial, tindakannya yang pertama dan

paling penting dalam tindakan sosial adalah berkomunikasi.

Komunikasi merupakan media untuk mempertukarkan pengalaman,

saling mengemukakan dan menerima pikiran, saling mengutarakan

perasaan, atau saling mengekspresikan serta menyetujui suatu

pendirian atau keyakinan.

Maharah al-Kalam secara bahasa sepadan dengan istilah speaking

skill dalam bahasa Inggris yang bisa diartikan sebagai keterampilan

berbicara. Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi

artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta

menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.

Selain itu juga, berbicara merupakan suatu bentuk perilaku

manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis,

neurologis, semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif, secara luas

sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting

bagi kontrol sosial.

Oleh karena itu, keterampilan bahasa (Maharah al-Kalam) adalah

kemampuan seseorang untuk mengucapkan artikulasi bunyi-bunyi

Arab (ashwath ‘arabiyyah) atau kata-kata dengan aturan-aturan


19
Ibid, hal.8

30
kebahasaan (qawa’id nahwiyyah wa sharfiyyah) tertentu untuk

menyampaikan ide-ide dan perasaan. Karena itu pengajaran bahasa

Arab bagi non-Arab pada tahap awal bertujuan, antara lain, supaya

Peserta didik bisa mengucapkan bunyi-bunyi Arab dengan benar

(khususnya yang tidak ada padanannya pada bahasa lain) dan dengan

intonasi yang tepat, bisa melafal-kan bunyi-bunyi huruf yang

berdekatan, bisa membedakan pengucapan harakat panjang dan

pendek, mampu mengung-kapkan ide dengan kalimat lengkap dalam

berbagai kondisi, mampu ber-bicara dengan kalimat sederhana dengan

nada dan intonasi yang sesuai, bisa berbicara dalam situasi formal

dengan rangkaian kalimat yang sederhana dan pendek, serta mampu

berbicara dengan lancar seputar topik-topik yang umum.20 Selain dari

urgensi di atas, zaman Globalisasi menuntut berkomunikasi lisan

(disamping tulisan) dalam berbagai sektor kehidupan. Maka demikian,

keterampilan berbicara (maharah al-kalam/ speaking skill) menjadi

keterampilan khusus dan utama untuk berkomunikasi.21

Beberapa prinsip umum atau faktor yang mendasari kegiatan

berbicara, antara lain: (1).Membutuhkan paling sedikit dua orang,

seorang pembicara dan pendengar, (2). Mempergunakan suatu sandi

linguistik yang dipahami bersama, (3). Adanya penerimaan atau

pengakuan atas suatu wilayah referensi umum, (4). Merupakan suatu

20
Fachrurrozi, Aziz dan Erta Mahyuddin, Teknik Pembelajaran Bahasa Arab, Tangerang,
2011 Hal. 129-130
21
Fachrurrozi, Aziz dan Mukhshon Nawawi, 2010 ,‫ة العربية‬C‫ارات اللغوي‬C‫دريس المه‬C‫أساليب ت‬, hal.
14

31
pertukaran antara pertisipan, (5). Menghubungkan setiap pembicara

dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera, (6).

Berhubungan atau berkaitan dengan masa kini, (7). Melibatkan organ

atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara/ bunyi bahasa dan

pendengaran (vocal and auditory appartus), (8). Tidak pandang bulu

menghadapi dan memperlakukan apa yang nyata dan apa yang

diterima sebagai dalil dalam pelambangan dengan bunyi.22

Seorang berbicara karena adanya dorongan untuk berinteraksi

dengan orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan atau untuk

mengungkapkan apa yang ada dalam dirinya kepada orang lain. Maka

untuk itu, seseorang harus memiliki empat kompetensi dasar. berikut:

(1). Kompetensi gramatikal atau kompetensi linguistik. (2).

Kompetensi sosiolinguistik. (3). Kompetensi wacana. (4). Kompetensi

strategi.

b. Petunjuk Umum Pengajaran Berbicara

Secara umum tahapan dalam pembelajaran bahasa seperti halnya

pengajaran materi yang lain mengikuti alur perencanaan, pelaksanaan,

dan evaluasi pembelajaran. Dalam konteks pengajaran Maharah al-

Kalam, paling tidak ada empat aspek yang harus dipertimbangkan oleh

guru ketika merencanakan pelajaran yaitu: 1) Siapa yang akan diajar;

2) Apa yang perlu diajarkan; 3) Bagaimana cara mereka akan diajar; 4)

Dengan alat bantu apa mereka akan diajar.

22
Fachrurrozi, Aziz dan Erta Mahyuddin, Teknik Pembelajaran Bahasa Arab, hal. 139

32
Terdapat beraneka macam teknik yang bisa digunakan untuk

menciptakan konteks penuh makna untuk praktek berbicara dalam

bahasa Arab, teknik-teknik pengajaran kalam dapat diklasifikasikan

dalam pengajaran kalam untuk tingkat pemula, tingkat menengah, dan

tingkat lanjut.

Beberapa petunjuk umum dalam pengajaran berbicara antara lain

sebagai berikut: (1). Pengajaran berbicara berarti melatih Peserta didik

berbicara, (2). Peserta didik hanya berbicara mengenai sesuatu yang

dipahaminya, (3). Peserta didik dilatih untuk selalu menyadari apa

yang dibicarakannya, (4). Guru tidak boleh memotong pembicaraan

Peserta didik atau terlalu banyak mengoreksi kesalahan Peserta didik,

(5). Guru tidak menuntut Peserta didik mampu berbicara persis seperti

orang Arab, (6). Objek atau topik pembicaraan adalah sesuatu yang

bermakna bagi Peserta didik.23

Setelah mengetahui petunjuk umum pengajaran keterampilan

berbicara di atas, latihan berbicara dikelompokkan menjadi tiga

tingkatan dengan teknik pengajaran yang berbeda-beda. 24

1) Teknik Pengajaran Maharah al-Kalam Tingkat Pemula

a) Ulang-ucap (isma’ wa raddid/ listen and repeat).

b) Lihat dan ucapkan (undzur wa uzkur/see and say)

c) Model Dialog (hiwar/dialogue)

d) Tanya jawab (su’al wal jawab/ question and answer)

23
Ibid, hal. 140.
24
Ibid. hal. 161.

33
e) Praktek pola kalimat (tadrib anmath/pattern practice)

f) Berbagi informasi (akhbir jarak/ share yours)

g) Melengkapi kalimat (ikmal aljumlah/completation)

h) Menjawab pertanyaan (al-ijabah ‘ala al-as’ilah/answering

the questions)

i) Bertanya (taqdim al-as’ilah/ giving the questions)

2) Teknik Pengajaran Maharah al-Kalam Tingkat Menengah

a) Apa yang akan kamu lakukan? (madza ta’mal?/what will you

do?)

b) Apa komentarmu? (madza taqulu?/what do you say?)

c) Pertanyaan berantai (al-as’ilah al musalsalah)

d) Reka cerita gambar (ta’bir mushawwar)

e) Bayangkan (takhayyal/imagine)

f) Mendeskripskan

g) Membuat ikhtisar (talkhish alnash/taking summary)

h) Pertanyaan menggali

i) Melanjutkan cerita

j) Cerita berantai

k) Menceritakan kembali

l) Percakapan (muhadatsah/ conversation)

m) Dramatisasi

n) Bermain peran

3) Teknik Pengajaran Maharah al-Kalam Tingkat Lanjut

34
a) Mengarang lisan (ta’bir syafawi/ oral composition) atau

berpidato (khatabah)

b) Bercerita (sard al-qishash/telling story)

c) Menceritakan peristiwa atau pengalaman berkesan (khibrah

mutsirah/interesting experience)

d) Laporan pandangan mata

e) Wawancara (muqabalah syakhshiyyah).

f) Diskusi (munaqasyah)

g) Memberi petunjuk.

h) Debat dan berbicara bebas tentang suatu masalah yang

diusulkan.

Tujuan keterampilan berbicara akan mencakup pencapaian hal-hal

bagi setiap individu sebagai berikut: (1). Kemudahan berbicara, (2).

Kejelasan, (3). Bertanggung jawab, (4). Membentuk pendengaran yang

kritis, (5). Membentuk kebiasaan.25

Selain dari itu, terdapat hambatan atau kesulitan yang dihadapi

pengajar dan peserta didik, adalah: (1). Distorsi fonem sebagai

masalah artikulasi, (2). Masalah gagap yang lebih bersifat individual,

(3). Pengacauan artikulasi kata-kata karena terlalu cepat keluarnya, (4).

Kesuliatan pendengaran yang bisa disebabkan oleh suara terlalu keras

ataupun terlalu lembut, (5). Peserta didik berbicara sendiri secara

25
Iskandar Wassid, dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa. 2008.
Bandung, hal. 242.

35
formal kepada pengajar atau peserta didik lainnya dengan suara lirih

ataupun dengan suara terlalu keras.

c. Hakikat Berbicara

Berbicara adalah dialog bebas yang berlangsung secara spontan

antara pihak tertentu mengenai topik tertentu. Kemahiran berbicara

merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa yang ingin dicapai

dalam pengajaran bahasa modern termasuk bahasa arab. Berbicara

merupakan sarana utama untuk membina saling pengertian,

komunikasi timbal balik dengan menggunakan bahasa sebagai

medianya. Menurut Effendy (2009:139-140) kegiatan berbicara di

dalam kelas mempunyai aspek komunikasi dua arah, yakni antara

pembicara dengan pendengarnya secara timbal balik.26

Dengan demikian latihan berbicara harus terlebih dahulu disadari

oleh (1). Kemampuan mendengar, (2). Kemampuan mengucapkan, (3).

Penguasaan relatif kosa kata dan ungkapan yang memungkinkan

MahaPeserta didik dapat mengkomunikasikan maksud, gagasan atau

fikirannya.27

5. Tujuan Pengajaran Berbicara

Diantara tujuan pengajaran berbicara adalah: (1). Mengawali

Percakapan, (2). Menumbuhkembangkan, (3). perbendaharaan

kebahasaan, (4). Mendayagunakan pengetahuan keba hasaannya

(kosakata dan struktur), (5). Bersikap kreatif dan inovatif dalam


26
Effendy, M. Fuad, Metode Pembelajaran Bahasa Arab, Malang: Misykat, 2009. Hal.
139-140
27
Fachrurrozi, Aziz dan Mukhshon Nawawi, ‫أساليب تدريس المهارات اللغوية العربية‬, hal. 15

36
memilih respon yang sesuai konteks lingkungannya, (6). Memahami

konsepkonsep komuni-kasi dan menerapkannya secara efektif dengan

penutur asli bahasa. (7) Memahami aspek-aspek psikologis

percakapan;

6. Tahapan Keterampilan Berbicara

a. Tingkat Pemula

Pada tingkat dasar ini Peserta didik hanya terbatas pada

pola-pola mengahafal percakapan Arab saja. Topik percakapannya

pun terbatas hanya seputar perkenalan, profesi dan sebagainya.

Teknik penyajiannya diawali dengan pengucapan materi

percakapan oleh guru untuk diotirukan, diperagakan dan dihafalkan

oleh Peserta didik.Guru tidak boleh memperlihatkan bentuk tulisan

dari percakapan yang sedang diperagakan oleh Peserta didik.Guru

juga dapat memberikan alternative bentuk bahasa sesuai

kemampuan Peserta didik.

b. Tingkat Menengah

Setelah melewati tingkat dasar sebagai pemula, dilanjutkan

naik pada tingkat yang lebih kompleks. Percakapan yang dilakukan

di tingkat menengah topik yang diusung lebih luas dan lebih

kompleks. Misalnya, memperbincangkan pokok-pokok pikiran dari

teks baik yang berupa lisan maupun tulisan. Guru hanya

menuliskan dan mengingatkan hal-hal yang dianggap penting

misalnya nama- nama orang yang terlibat di dalam percakapan dan

37
dialog yang diperdengarkan dan kosakata serta bentuk bahasa yang

diduga sulit bagi Peserta didik.

c. Tingkat Lanjutan

Tahapan ini adalah tahap yang paling atas dan wujud percakapan

yang sebenarnya. Guru berfungsi sebagai pengarah daripada

percakapan tersebut.

7. Petunjuk Umum Pengajaran Berbicara

Diantara petunjuk umum pengajaran berbicara adalah: (1).

Memperhatikan linguistik Peserta didik, (2). Topik percakapan

diberikan secara berjenjang, (3). Tidak terjebak untuk memberikan

ungkapan-ungkapan yang sudah klise, (4). Senantiasa

menumbuhkembangkan kemampuan berbahasa Peserta didik, (5).

Guru berusaha membuat Peserta didik memiliki rasa sopan santun

dalam berbicara, (6). Berusaha menghantarkan Peserta didik agar dapat

melakukan percakapan dalam masyarakat, (7). Memperhatikan tingkat

kesulitan struktur kalimat, (8). Mengembangkan seni menyampaikan

materi percakapan, (9). Memberikan alternatif bentuk bahasa Arab

yang tepat dengan tetap mem-perhatikan prinsip-prinsip psikologis

agar tidak berdampak negatif bagi Peserta didik.

8. Teknik Operasional Pembelajaran Hiwar (Berbicara)

Ada beberapa teknik operasional yang harus diperhatikan oleh guru

sebelum melaksanakan pembelajaran Hiwar (berbicara). Mula-mula

diberikan pengantar atau ilustrasi singkat mengenai mengenai topik

38
yang akan didialogkan dengan mengajukan beberapa pertanyaan

relevan dengan topik. Pengantar ini diikuti dengan langkahlangkah

berikut. Pertama, Peserta didik mendengarkan materi hiwar melalui

taape recorder dengan penuh perhatian; sementara itu buku mereka

ditutup, agar perhatian mereka sepenuhnya terkonsentrasi pada bunyi

dialog yang didengarkan. Kedua, pengulangan istima’ (mendengarkan)

sambil memahami isi hiwar dengan melihat gambar yang tertera dalam

buku. Tulisan hiwar dalam hal ini masih belum boleh dilihat. Ketiga,

Pengulangan mendengar dengan dibarengi peniruan secara kolektif

(bersama-sama). Keempat, pengulangan mendengarkan sekali lagi

dengan diikuti peniruan secara berkelompok tertentu lalu secara

individual. Kelima, Pembacan teks hiwar (buku dibuka) oleh semua

Peserta didik, kelompok atau oleh individu-individu. Keenam,

Sebagian Peserta didik secara berpasang-pasangan diminta untuk

melakukan dramatisasi dan bermain peranan sesuai dengan teks hiwar,

Setelah isi hiwar dipahami, barulah ditindaklanjuti dengan bahasan

berikutnya; tadribat, qawaid, qira’ah, insya’, dan sebagainya.28

G. Metode penelitian

1. Setting dan subyek

a. Setting penelitian ini dilaksanakan pada peningkatan penguasaan

maharah kalam di kelas V MI Al-Fatah tahun pelajaran 2021/2022.

28
Rahmaini, Strategi Pembelajaran Maharah Kalam Bagi Non Arab, Ihya al-‘Arabiyah,
Tahun pertama, edisi 2, Juli-Desember 2015, ISSN : 2442-3538.

39
b. Subyek Penelitian ini adalah peserta didik kelas V MI Al-Fatah, karena

merupakan kelas dengan rata-rata nilai ulangan harian yang rendah.

2. Variabel yang diteliti

a. Variabel input :

Peserta didik kelas V MI Al-Fatah sejumlah 35 orang.

b. Variabel proses :

Penerapan pembelajaran SAVI dengan strategi IOC dalam upaya

meningkatkan penguasaan maharoh kalam pada peserta didik kelas V

MI Al-Fatah yang akan dilakukan dalam beberapa siklus.

c. Variabel output :

Hasil penerapan pembelajaran SAVI dengan strategi IOC dalam

pembelajaran bahasa Arab dalam upaya meningkatkan penguasaan

maharoh kalam pada peserta didik kelas V MI Al-Fatah.

3. Rencana tindakan

a. Pra Siklus

Peserta didik mengikuti pre-test.

b. Siklus 1

1) Penyampaian Apersepsi

2) Penyampaian materi pembelajaran

3) Penguasaan pertama

4) Evaluasi pertama

c. Siklus 2

1) Pengajaran Remedial

40
2) Penugasan kedua

3) Evaluasi kedua

d. Siklus 3

1) Pengajaran Remedial

2) Penugasan ketiga

3) Evaluasi ketiga

4. Sumber data dan teknik pengumpulan data

a. Sumber Data

1) Sumber data utama adalah peserta didik kelas X MIPA 7 Madrasah

Aliyah Negeri Kota 2 Kota Madiun sejumlah 35 orang

2) Sumber data lainnya adalah guru mata pelajaran bahasa Arab kelas

X, Wali Kelas V, guru BK kelas X.

b. Teknik Pengumpulan Data

1) Alat pengumpulan data

2) Tes

3) Lembar Observasi

4) Teknik Pengumpulan Data

5) Observasi

6) Dokumentasi

7) Wawancara

8) Angket

5. Analisis data

41
a. Teknik yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini adalah

menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

b. Tahap-tahap analisis data adalah 1) mereduksi data, 2) Menyajikan

data, 3) Menarik kesimpulan dan verifikasi

6. Indikator kinerja

a. Peserta didik dikatakan tuntas jika prosentase ketuntatasan mencapai

80 %

b. Peserta didik dikatakan berhasil dalam pembelajaran jika nilai rata-rata

Peserta didik mencapai 76, dst.

Daftar Pustaka

Bobby De Porter dan Mike Hernackhi, Quantum Learning : Membiasakan


Belajar nyaman dan Menyenangkan, ter: Alawiyah Abdurrahman,
(Bandung : Kaifa, 1991).

Colin Rose & Malcolm J. Nicholl, Accelerated Learning For The 21st Cenutry,
“Cara Belajar Cepat Abad XXI, penerjemah: Dedy Ahimsa,,
(Bandung:Penerbit Nuansa, 2006)

Dave Meier, Accelerated Learning Hand Book : Panduan Kreatif dan Efektif
Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan, (Bandung : Kaifa.
2002).

Effendy, M. Fuad, Metode Pembelajaran Bahasa Arab, Malang: Misykat, 2009.

Fachrurrozi, Aziz dan Erta Mahyuddin, Teknik Pembelajaran Bahasa Arab,


Tangerang, 2011.

Fachrurrozi, Aziz dan Mukhshon Nawawi, ‫ة‬C‫ارات اللغوي‬C‫دريس المه‬C‫اليب ت‬C‫أس‬


2010 ,‫العربية‬.

42
Gusti Ayu Rai Aryadnyani, Ketut Pudjawan, dan I Gede Raga, “Penerapan
Model Pembelajaran Inside Outside Circle Berbantuan Media Balok
Untuk Meningkatkan Kreativitas Anak Kelompok B,” e-Journal PG-
PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Vol. 02, No. 01 (n.d.).

Hari Sederajat, Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Pembaharuan


Pendidikan dalam Undang-Undang Sisdiknas, 2003 (Bandung : CV Sipta
Grafika,2004)

I Wayan Dana Ardika, Pendekatan Savi Untuk Belajar Bahasa, Soshum Jurnal
Sosial Dan Humaniora, Vol. 5, No.1, Maret 2015.

Iskandar Wassid, dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa. 2008.


Bandung.

Iskandar, Dadang et al. (2016). “Implemetation Of Model SAVI (Somatic,


Audiotory, Visualization, Intellectual) To Increase Critical Thinking
Ability In Class IV Of Social Science Learning On Social Issues In The
Local Environment”. Journal of Education, Teaching and Learning Vol.1,
No. 1. Law Review.

Kim, Kyong-Jee and Theodore W. Frick.(2011).“Changes In Student Motivation


During Online Learning”, Journal Educational Computing Research,
Vol. 44, No.1. Law Reviews, http://journals.sagepub.com /doi/abs/
10.2190/EC.44.1.a (diakses 29 Desember 2016).

Koderi, Penerapan Model Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis SAVI (Somatis,


Auditori, Visual, Intelektual) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Pada
Peserta Didik , Jurnal Al Bayan Vol.10, No.1,Bulan Juni Tahun
2018.ISSN 2086-9282. e-ISSN 2549-1229

Lampiran Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 165 Tahun


2014 tentang Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam Dan Bahasa Arab Di Madrasah

Muhamad Fathoni, Pendekatan Accelerated Learning Dalam Pembelajaran


Qira’ah, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, Volume 4, Nomor 2,
Desember 2015.

Nurul Azmi, “Model Pembelajaran Inside Outside Circle (IOC)) untuk


Meningkatkan Hasil Belajar Peserta didik dalam Proses Pembelajaran,”
Al Ibtida-Jurnal Pendidikan Pendidik MI Vol. 2, No. 1 (2015)

Rahmaini, Strategi Pembelajaran Maharah Kalam Bagi Non Arab, Ihya


al-‘Arabiyah, Tahun pertama, edisi 2, Juli-Desember 2015, ISSN : 2442-
3538.

43
Tito Hagi Darmawan, Penerapan Metode Inside-Outside Circle Untuk
Meningkatkan Keterampilan Berbicara Pada Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia Kelas Iv Sd Negeri 01 Tambakboyo Tahun 2012/2013, Naskah
Publikasi Ilmiah, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Surakarta 2013.

44

Anda mungkin juga menyukai