Anda di halaman 1dari 9

Teknik Eksplanasi dan Teknik Subtitusi

Makalah Ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Terjemah

Dosen Pengampu:

Dr. Chakam Failasuf, M.Pd.

Disusun Oleh :

Senja Nurcholisah (1205618096)


Waldi Awali Syah (1205618081)
Yuliana Puspitasari (1205618099)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahu wata’aala atas selesainya makalah
kami yang berjudul “Teknik Eksplanasi dan Teknik Subtitusi”. Atas dukungan moral dan materil
yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka kami mengucapkan banyak terimakasih kepada
Dr. Chakam Failasuf, M.Pd., selaku dosen mata kuliah Teori Terjemah yang telah membantu
memberikan banyak materi untuk pembuatan makalah ini. dan semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Adapun
kelebihan dan kekurangan dari makalah ini kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan
untuk perbaikan. Demikian makalah ini dibuat dengan harapan dapat bermanfaat dan menambah
ilmu pengetahuan, terutama bagi penyusun khususnya dan bagi para pembaca umumnya.

12 November 2020

Penyusun

Kelompok 3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Newmark (1988:85) mengemukakan bahwa transposisi merupakan prosedur penerjemahan


yang berkenaan dengan perubahan aspek gramatikal dari bahasa sumber (BS) ke bahasa
penerima (BP). Newmark (1988:65–66) menegaskan bahwa ketika penerjemah
merekonstruksi struktur, mungkin dia harus mentransposisikan unsur-unsur frase dan klausa
ke dalam struktur bahasa penerima. Hal ini mengakibatkan terjadinya transposisi fungsi dan
kategori dalam suatu kalimat. Dalam bahasa Indonesia, fungsi tersebut berupa subjek (S),
predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel.), dan keterangan (K). Adapun yang dimaksud kategori
ialah nomina (N), verba (N), adjektiva (A), pronomina (Pro.), numeralia (Num.), dan kata
sarana (KS). Di dalam bahasa Arab, istilah fungsi sintaktis merujuk pada tugas yang senantiasa
dilakukan oleh suatu unsur linguistik dalam sebuah kalimat (Badri, 1988:26). Misalnya, fungsi
na’at (sifat) bertugas menyifati man'ût (yang disifati) dan khabar (predikat) menerangkan
mubtada` (subjek).

Pada penerjemahan kalimat bahasa Arab ke bahasa Indonesia tidak mutlak terpaku pada
satu model dan teknik penerjemahan. Artinya, pada saat tertentu atau menurut penerjemah satu
dan lainnnya akan memilih model dan teknik penerjemahan yang berbeda untuk suatu kalimat
yang sama. Selanjutnya, untuk mencapai makna yang sepadan dalam bahasa Arab,
penerjemahan perlu diungkapkan dalam kalimat bahasa Indonesia yang tepat.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud teknik eksplanasi?

2. Apa yang dimaksud teknik subtitusi?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Teknik Eksplanasi

1. Pola Transposisi Fungsi dan Kategori

1.) ‫نزل عليك الكتاب بالحق‬

nazzala alaika al-kitâba bil haqqi

P | (S) | K |O |K

V +(Pro.) + FP +N + FP

Dia menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya

S | P | O | K | K

Pro. + V + N + FP | FP

2.) ‫و نعم الوكيل‬

Wa ni‘ma al-wakîlu

(S) | P ( P | S )

(N) + FV (V + N )

Allah adalah sebaik-baik Pelindung

S | P

N + FN

3.) ‫و بئس المهاد‬


Wa bi`sa al-mihâdu

(S) | P ( P | S )

(N) + FV ( V + N )

itulah tempat yang seburuk-buruknya

P | S

FN + FN berklausa relatif
2. Pola Pengeksplisitan Fungsi

Agar pembaca dapat memahami terjemahan dengan mudah, penerjemah harus


mengeksplisitkan fungsi sintaktis S yang diimplisitkan dalam kalimat verba BS seperti pada (1).
Ayat nazzala ‘alaikal kitâba yang berpola P-(S) diterjemahkan dengan Dia menurunkan Al Kitab
kepadamu yang berpola S-P. Mengimplisitkan S di dalam BS merupakan hal yang lazim.

Namun, hal ini kurang lazim di dalam BP. Karena itu, penerjemah mengeksplisitkan dan
menerangkannya.

Gejala tersebut memiliki beberapa karakteristik. Pertama, pengimplisitan fungsi S


terjadi pada kalimat verba. Kedua, fungsi S yang diimplisitkan di dalam BS itu berkategori
pronomina dan merujuk pada kata yang telah disebutkan. Ketiga, dapat pula S itu berkategori
nomina, seperti pada (2) dan (3). Ayat wani’mal wakîl dan wabi`sal mihâd yang berpola (S)-P
dan (S)-P diterjemahkan dengan Allah adalah sebaik-baik Pelindung dan itulah tempat yang
seburuk-buruknya yang berpola S-P dan P-S. Jika kata Allah dan itulah tempat tidak
dieksplisitkan, tentu terjemahan tersebut sulit dipahami.

Agar pembaca memahami terjemahan dengan mudah, penerjemah mengeksplisitkan


fungsi sintaktis S yang diimplisitkan di dalam BS, seperti pola P-(S) dieksplisitkan menjadi S-

P. Pengeksplisitan S di dalam BS merupakan hal yang lazim, tetapi tidak lazim di dalam BP.

3. Karakteristik Pemakaian Teknik Eksplanasi

Dalam bahasa Arab dikenal konsep al-istitar dan al-hadz-fu. Tamam (1979:156)
memadankan kedua istilah dengan morfem zero yang ada dalam linguistik umum. Dia
menerangkan bahwa istilah pertama mengacu pada pelesapan pronomina yang berfungsi sebagai
S dalam kalimat verbal. Adapun istilah kedua merujuk pada penghilangan salah satu unsur dari
kontruksi frase yang saling melengkapi, yaitu frase endosentris distributif dan frase endosentris
atributif.

Pada saat konstruksi demikian direproduksi ke BP, pada umumnya penerjemah


mengeksplisitkan dan menerangkan apa yang implisit di dalam BS. Menurut Didawi (1992:108),
praktik seperti ini di dalam teori terjemah dikenal dengan penjelasan (assyarhu). Kenyataan ini
didukung oleh hasil penelitian Frasher (1993:325–341) ihwal penerjemahan kata kebudayaan dan
oleh hasil penelitian Emery (1985:173) tentang kontrastif bahasa Arab dan bahasa Inggris.

Keduanya menegaskan bahwa apa yang implisit di dalam BS akan dieksplisitkan di dalam BP.
Gejala inilah yang dimaksud dengan mengeksplisitkan fungsi S BA di dalam BI.

4. Takrif

Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa eksplanasi merupakan teknik penerjemahan

yang ditandai dengan mengeksplisitkan unsur linguistik BS di dalam BP, sebagaimana terlihat
dari pola perubahan P-(S) menjadi S-P.
B. Teknik Substitusi

1. Transposisi Fungsi dan Kategori


1.) ‫قد كان لكم في فئتين التقتا‬
Qad kâna lakum `âyatun fî fi`atainil taqatâ
P | S | K (P | S )
KS + FP +FP) + N | FP (V+Pron.)
Sesungguhnya telah ada bagi kamu tanda pada dua golongan yang telah bertemu
P|K|S(S|P)
KS + ((KS) +V + FP + FN berklausa relative

2.) ‫إن قي ذلك لعبرة الولى األبصار‬


Inna fî dzâlika la‘ibratan li-`ulil ab-shâr

P|S|K

KS + FP + (KS-N) + FP

Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang
mempunyai mata hati

K|P|S|K(S|P

(KS + FP) + V + N + FP berklausa relative

3.) ‫هل لنا من األمر من شيء‬

hal lanâ minal amri min syai`in

P|K|S

(KS+ FP) + FP + FP

apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini

P|K|S|K

(KS+V) + FP + FN + FP

2. Pola Penggantian Fungsi


Kadang-kadang penerjemah mengganti fungsi sintaktis dari BS ke BP, misalnya
mengganti O dengan S, P dengan K, dan O dengan K. Dari tiga jenis ini, hanya
penggantian P dengan K yang dipandang berpola sebagaimana yang terdapat pada nomor
(1), (2), dan (3) dalam data di atas. Ayat qad kâna lakum âyatun yang berpola P-S
diterjemahkan dengan sesungguhnya telah ada bagi kamu tanda yang berpola P-K.
Demikian pula yang terjadi pada fî dzâlika la`ibratan dan lana minal amri min syai`in.
Gejala di atas memiliki dua karakteristik.
Pertama, penggantian S dengan K terjadi pada kalimat nominal, baik yang menggunakan
kopula maupun tidak menggunakannya, dengan pola P-S yang P-nya berupa preposisi.
Kedua, hubungan antara P dan S dieksplisitkan oleh penerjemah dengan menambahkan
kata ada atau terdapat. Kedua kata ini di dalam BP berfungsi sebagai P. Kadang-kadang
penerjemah mengganti fungsi sintaktis BS ke BP, misalnya mengganti O dengan S, P
dengan K, dan O dengan K. Dari tiga jenis ini, hanya penggantian P dengan K yang
dipandang berpola.

3. Karakteristik Pemakaian Teknik Substitusi


Substitusi pada terjemahan merupakan dampak dari pemakaian metode
terjemahan tafsiriah atau maknawiyah yang oleh Didawi (1992:106–108) diistilahkan
dengan at-tarjamah bitta-sharruf (penerjemahan dengan perubahan). Metode ini
menuntut penerjemah untuk merekontruksi struktur BS ke BP. Sebuah unsur kalimat
yang dalam BS berfungsi sebagai P harus diganti dengan unsur K, karena unsur P di
dalam BP telah diganti oleh unsur kalimat yang ditambahkan oleh penerjemah.
Pemakaian teknik substitusi -- bahkan pemakaian semua teknik yang dipaparkan di atas,
selain teknik transfer -- merupakan implikasi dari pemakaian metode penerjamahan
dengan perubahan. Hal ini terjadi karena yang disampaikan oleh penerjemah bukanlah
teks, melainkan maknanya. Makna disampaikan kepada pembaca supaya dipahami.
Untuk itu, kadang-kadang penerjemah harus melakukan penambahan, pengurangan,
penyebutan, atau penghilangan di dalam BP. Didawi (1992:108) mengistilahkan teknik
tersebut dengan tabdîl (substitusi). menyampaikan kiat-kiat penerjemahan. Ada tujuh
kiat yang dikemukakannya:al-iqtibâs (transliterasi, transfer), al-isti’ârah (peminjaman),
terjemah harfiah, tabdîl (substitusi), al-id-khâl (interpolasi), al-mu’âdalah (ekuivalensi),
at-taqrib (aproksimasi).

4. Takrif
Demikianlah, substitusi merupakan teknik penggantin fungsi unsur kalimat BS
dengan fungsi lain tatkala kalimat itu direstrukturisasi di dalam BP, sebagaimana terlihat
dari penggantian P dengan K pada kalimat nomina BS yang berpola P-S.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

➢ Teknik Ekspansi
Ekspalansi merupakan teknik penerjemahan yang ditandai dengan mengeksplesitkan
unsur linguistic BS di dalam BP, sebagaimana terlihat dari pola perubahan P-(S)
menjadi S-P.

➢ Teknik Substitusi
Substitusi merupakan teknik penggantian fungsi unsure kalimat BS dengan fungsi lain
tatkala kalimat itu direstrukturisasi di dalam BP, sebagaimana terlihat dari penggantian
P dengan K pada kalimat nomina BS yang berpola P- S.

Anda mungkin juga menyukai