Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN SPIRITUAL CARE DI RUANG ICU

Disusun Oleh :

Fithri Nurdiani

Rizwan

Reni Nuraeni

Wiwin Oktavia

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan 'Aisyiyah Bandung

Jalan KH. Ahmad Dahlan Dalam No.6, Turangga, Lengkong, Turangga,


Lengkong, Kota Bandung, Jawa Barat 40264
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang dalam kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya makalah ini dapat kami
selesaikan makalah tepat pada waktunya.

Makalah ini berjudul “ Asuhan Keperawatan Spiritual Care di Ruang ICU


“ Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah
AKSM. Tentunya kami menerima dengan terbuka arahan,koreksi dan saran dari
dosen pembimbing dan rekan-rekan untuk perbaikan makalah ini.

Demikian makalah ini kami buat, semoga bermanfaat.

Bandumg, 18 Nopember 2017

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah............................................................... 1
B. Tujuan Penulisan.......................................................................... 2
C. Sistematika Penulisan................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORITIS............................................................... 4
A. Perspektif keperawatan kritis....................................................... 4
B. Teori spiritual dalam paradigma islam......................................... 5
C. Perkembangan dan kebutuhan spiritual usia dewasa................... 11
D. Pelaksanaan spiritual care di setting ruangan ICU....................... 12
1. Pengkajian........................................................................ 12
2. Masalah keperawatan spiritual diusia dewasa.......................... 13
3. Intervensi spiritual pada pasien dewasa...................................
14
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.................................................. 16
A. Kesimpulan ................................................................................. 16
B. Saran ............................................................................................
17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Spiritualitas merupakan aspek kepribadian manusia yang memberi
kekuatan dan mempengaruhi individu dalam menjalani hidupnya.
Spiritualitas merupakan hakikat dari siapa dan bagaimana manusia hidup di
dunia. Spiritualitas amat penting bagi keberadaan manusia.Spiritualitas
mencakup aspek non spesifik dari keberadaan seorang manusia. Pasien kritis
adalah pasien dengan disfungsi atau gagal pada satu atau lebih sistem
tubuh,misalnnya kegagalan sistem pernafasan, kegagalan sistem
hemodinamik, kegagalan system neurologi, pasien kritis dapat pula pasien
overdosis obat, intoksikasi dan infeksi berat, sepsis+. Pasien kritis akan
dirawat di ruang ICU sehingga mendapatkan pengelolaan fungsi system
organ tu!uh secara terkoordinasi, berkelanjutan, dan memerlukan pemantauan
secara terus menerus. pasien kritis tidak hannya memerlukan perawatan fisik
tetapi membutuhkan perawatan secara holistik. Kondisi pasien yang dirawat
di ICU yaitu: yang pertama, pasien sakit berat, pasien tidak stabil yang
memerlukan terapi intensif seperti bantuan ventilator, pemberian obat
vasopresif melalui infus secara terus menerus, seperti pasien dengan gagal
napas berat, pasien bedah jantung terluka, dan syok septik. yang kedua pasien
yang memerlukan bantuan pemantauan intensif sehingga komplikasi berat
dapat dihindari atau dikurangi seperti pasien pasien bedah besar dan luas,
pasien dengan penyakit jantung, paru, dan ginjal. Dan yang terakhir pasien
yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi - komplikasi
dari pennyakitnnya seperti pasien dengan tumor ganas dengan komplikasi
infeksi dan pennyakit jantung.
Pemaparan tersebut menjelaskan kondisi pasien ICU yang mengalami
perawatan fisik seperti demikian akan mempengaruhi kondisi psikis, sosial
dan spiritual. Pasien ICU yang dirawat selama tiga hari di ICUmengalami

1
distress spiritual. Distress spiritualitas merupakan suatu keadaan ketika
pasien mengalami gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang
memberikan kekuatan,harapan dan arti hidup, yang ditandai dengan pasien
meminta pertolongan spiritual,mengungkapkan adannya keraguan dalam
sistem kepercayaan, adanya keraguan yang berlebihan dalam mengartikan
hidup, mengungkapkan perhatian yang lebih pada kematian, menolak
kegiatan ritual dan terdapat tanda - tanda seperti menangis, menarik diri,
cemas dan marah,kemudian didukung dengan tanda - tanda fisik seperti nafsu
makan terganggu, kesulitan tidur dan tekanan darah meningkat. Maka penulis
pada tulisan ini akan mem!ahas mengenai pemenuhanke!utuhan spiritual pada
pasien kritis yang dirawat di ruang ICU.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Kelompok bertujuan agar
mampu memahami teori proses keperawatan dalam asuhan keperawatan
spiritual muslim dalam perspektif keperawatan kritis.
2. Tujuan Khusus
Kelompok mampu melakukan pengkajian spititual muslim dan memenuhi
tugas mata kuliah Asuhan Keperawatan Spiritual Muslim Keperawatan Kritis.
C. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, kelompok membaginya dalam empat bab
yaitu sebagai berikut :
a. BAB I PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan, dan sistematika
penulisan.
b. BAB II TINJAUAN TEORITIS
1) Perspektif keperawatan kritis
2) Teori spiritual dalam paradigm islam
3) Perkembangan dan kebutuhan spiritual usia dewasa
4) Pelaksanaan spiritual care di setting ruangan ICU
a) Pengkajian
b) Masalah keperawatan spiritual di usia dewasa
c) Intervensi spiritual untuk pasien dewasa
c. BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bagian terakhir makalah ini terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. PERSPEKTIF KEPERAWATAN KRITIS


Pengatasan pasien kritis dilakukan di ruangan unit gawat darurat yang
disebut juga dengan emergency department sedangkan yang dimaksud
dengan pasien kritis adalah pasien dengan perburukan patofisiologi yang
cepat yang dapat menyebabkan kematian.
Ruangan untuk mengatasi pasien kritis di rumah sakit dibagi atas Unit
Gawat Darurat (UGD) dimana pasien diatasi untuk pertama kali, unit
perawatan intensif (ICU) adalah bagian untuk mengatasi keadaan kritis
sedangkan bagian yang lebih memusatkan perhatian pada penyumbatan dan
penyempitan pembuluh darah koroner yang disebut unit perawatan intensif
koroner (Intensive Care Coronary Unit = ICCU). Baik UGD, ICU, maupun
ICCU adalah unit perawatan pasien kritis dimana perburukan patofisiologi
dapat terjadi secara cepat yang dapat berakhir dengan kematian. Sebenarnya
tindakan pengatasan kritis ini telah dimulai di tempat kejadian maupun dalam
waktu pengankutan pasien ke Rumah Sakit yang disebut dengan fase
prehospital. Tindakan yang dilakukan adalah sama yakni resusitasi dan
stabilisasi sambil memantau setiap perubahan yang mungkin terjadi dan
tindakan yang diperlukan. Tiap pasien yang dirawat di ICU memerlukan
evaluasi yang ketat dan pengatasan yang tepat dalam waktu yang singkat.
Oleh karena itu kelainan pada pasien kritis dibagi atas 9 rangkai kerja:
1. Prehospital, meliputi pertolongan pertama pada tempat kejadian resusitasi
cardiac pulmoner, pengobatan gawat darurat, teknik untuk mengevaluasi,
amannya transportasi, akses telepon ke pusat.
2. Triage, yakni skenario pertolongan yang akan diberikan sesudah fase
keadaan. Pasien-pasien yang sangat terancam hidupnya harus diberi prioritas
utama. Pada bencana alam dimana terjadi sejumlah kasus gawat darurat
sekaligus maka skenario pengatasan keadaan kritis harus dirancang
sedemikian rupa sehingga pertolongan memberikan hasil secara maksimal
dengan memprioritaskan yang paling gawat dan harapan hidup yang tinggi.
3. Prioritas dari gawat darurat tiap pasien gawat darurat mempunyai tingkat
kegawatan yang berbeda, dengan demikian mempunyai prioritas pelayanan
prioritas yang berbeda. Oleh karena itu diklasifikasikan pasien kritis atas :
a. Exigent,pasien yang tergolong dalam keadaan gawat darurat 1 dan
memerlukan pertolongan segera. Yang termasuk dalam kelompok ini dalah
pasien dengan obstruksi jalan nafas, fibrilasi ventrikel, ventrikel takikardi
dan cardiac arest.
b. Emergent,yang disebut juga dengan gawat darurat 2 yang memerlukan
pertolongan secepat mungkin dalam beberapa menit. Yang termasuk dalam
kelompok ini adalah miocard infark, aritmia yang tidak stabil dan
pneumothoraks.
c. Urgent,yang termasuk kedalam gawat darurat 3. Dimana waktu
pertolongan yang dilakukan lebih panjang dari gawat darurat 2 akantetapi
tetap memerlukan pertolongan yang cepat oleh karena dapat mengancam
kehidupan, yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah ekstraserbasi asma,
perdarahan gastrointestinal dan keracunan.
d. Minoratau non urgent, yang termasuk ke dalam gawat darurat 4, semua
penyakit yang tergolong kedalam
e. yang tidak mengancam kehidupan.
B. TEORI SPIRITUAL DALAM PARADIGMA ISLAM
1. Pengertian Spiritual Islam
Secara etimologi kata “sprit” berasal dari kata Latin “spiritus”, yang
diantaranya berarti “roh, jiwa, sukma, kesadaran diri, wujud tak berbadan,
nafas hidup, nyawa hidup.” Dalam perkembangan selanjutnya kata spirit
diartikan secara lebih luas lagi. Para filosuf, mengonotasian “spirit” dengan
(1) kekuatan yang menganimasi dan memberi energi pada cosmos, (2)
kesadaran yang berkaitan dengan kemampuan, keinginan, dan intelegensi, (3)
makhluk immaterial, (4) wujud ideal akal pikiran (intelektualitas, rasionalitas,
moralitas, kesucian atau keilahian).¹
Sementara itu, Allama Mirsa Ali Al-Qadhi dikutip dalam bukunya
Dr.H.M.Ruslan,MA mengatakan bahwa spiriritualitas adalahtahapan
perjalanan batin seorang manusiauntuk mencari dunia yang lebih tinggi
dengan bantuan riyadahat dan berbagai amalan pengekangan diri sehingga
perhatiannya tidak berpaling dari Allah, semata-mata untuk mencapai puncak
kebahagiaan abadi.²
Selain itu, dikutip pada buku yang sama, Sayyed Hosseein Nash salah
seorang spiritualis Islam mendefinisikan spiritual sebagai sesuatu yang
mengacu pada apa yang terkait dengan dunia ruh, dekat dengan Ilahi,
mengandung kebatinan dan interioritas yang disamakan dengan yang hakiki.³
Spiritualitas menurut Ibn ‘Arabi adalah pengerahan segenap potensi
rohaniyah dalam diri manusia yang harus tunduk pada ketentuan syar’I dalam
melihat segala macam bentuk realitas baik dalam dunia empiris maupun
dalam dunia kebatinan.
2. Penjelasan Al-Qur’an tentang spiritual
Sebagaimana disebutkan bahwa ranah spiritual esensinya bukanlah materi
atau jasadiah akan tetapi ia merupakan konsep metafisika yang pengkajiannya
melalui pendalaman kejiwaan yang seringkali disandarkan pada wilayah
agama. Islam sebagai salah satu agama yang diturunkan oleh Allah SWT juga
tidak terlepas dari ajaran spiritual yang melambangkan kesalahenan pribadi
seorang muslim. Dalam hal ini, Allah SWT menjelaskan dalam surat Asy-
Syams ayat 7-10 sebagai berikut:
‫ ْل َه َ َّوا وَن ْف س‬Zَ‫ وَت ْق ه جو ها َفأ‬. ْ‫ساها م خاب وَقد ز من أ د‬Zَ‫د‬
‫ م ها‬. ‫َم َها‬ ‫َوا ا ف َ ر‬ ‫ْفلَح‬ ‫) َّكاه‬ ‫ْن‬
‫ا س‬ ‫ا‬
‫و‬
“Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (perilaku) kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung
orang yang menyucikannya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.”
(Qs. asy-Syams/91: 7-10).6
Pada ayat di atas, setelah bersumpah dengan matahari, bulan, siang, malam,
langit, dan bumi, Allah bersumpah atas nama jati diri/jiwa manusia dan
penciptaannya yang sempurna. Lalu Allah mengilhamkan kefasikan dan
ketakwaan ke dalam jiwa/diri manusia. Al-Qurthubi mengatakan bahwa
sebagian ulama mengartikan kata ‘nafs’ sebagai Nabi Adam, namun sebagian
yang lain mengartikannya secara umum, yaitu jati diri manusia itu sendiri.
Menurut Ibn ‘Asyur, kata ‘nafs’ dalam ayat berbentuk nakirah (tanpa alif lam
ta‘rif), ini menunjukkan nama jenis, sehingga mencakup jati diri seluruh
manusia. Hal ini senada dengan penggunaan kata yang sama secara nakirah
dalam ayat 5 surat al-Infithar:
‫ما ن ع ِل َمت‬ ‫ت َّد‬ َ‫وأ‬ (‫ االنفطار‬:]82[ ( )5
‫ْفس‬ ‫َمت‬
‫ّخ َر‬
Maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang
dilalaikannya. (Q. S. al-Infithar [82]:8
Oleh karena itu kata ‘wa ma sawwaha’ mengandung penjelasan bahwa
Allah menciptakan diri setiap manusia dalam kondisi yang sama, tidak
berbeda antar satu dengan lainnya. Sebab kesempurnaan bentuk manusia
(taswiyyah) tercapai setelah proses pembentukan janin sempurna, yaitu pada
awal masa kanak-kanak. Karena taswiyyah merupakan pembentukan fisik
manusia, penyiapan kemampuan motorik, dan intelektual. Seiring
pertumbuhannya, potensi dalam diri manusia meningkat sehingga ia siap
menerima ilham dari Allah. Kata ilham sebagaimana pengertian dalam ayat
tidak dikenal di kalangan orang Arab sebelum Islam, sehingga penjelasan
untuk kata ilham tidak bisa dicari dalam syair-syair Arab kuno. Tidak
diketahui kapan pertama kali kata ini muncul, namun diyakini Alquran lah
yang menghidupkan kata ini, sebab ia adalah kata yang mendalam dan
mengandung makna kejiwaan. Menurut Ibn Asyur, kata ilham diambil dari
kata “allahm“ yang berarti tegukan dalam sekali gerak.
Secara terminologis, kata ilham digunakan untuk menyatakan konsep
keilmuan tertentu di kalangan para ahli sufi. Ia diartikan sebagai hadirnya
pengetahuan dalam diri manusia tanpa harus melalui usaha belajar dan
penalaran. Dengan kata lain, ini merupakan ilmu yang tidak berdasar dalil,
yaitu ilmu yang hadir seumpama insting bagi manusia. Bandingannya, seperti
hadirnya pengetahuan pada seseorang agar segera menghindar saat
berhadapan dengan hal yang tidak baik baginya.
Dengan pengertian seperti di atas, Ibn Abbas menafsirkan kata “fa
alhamaha fujuraha wa taqwaha,” bahwa Allah mengajarkan manusia
(‘arrafaha) tentang jalan fasik, dan jalan takwa. Tidak jauh berbeda, Mujahid
juga menafsirkan kataalhamaha sebagai ‘arrafaha; bahwa Allah
memperkenalkan jalan taat dan jalan maksiat bagi manusia. Penafsiran serupa
juga dinyatakan oleh al-Farra’, namun ada juga ulama yang melakukan
penafsiran berbeda. Tanpa pengilhaman kedua hal itu, akal tidak akan mampu
memahami apa itu fasik dan takwa, demikian pula manusia tidak akan
mampu memahami apa itu dosa dan pahala. Hal ini lah yang mempertautkan
pernyataan ayat 8 dengan konsekuensinya dalam ayat 9 dan Redaksi dan
munasabah menunjukkan bahwa kedua ayat ini merupakan kesatuan dengan
ayat sebelumnya, jadi tidak bisa ditafsirkan secara terpenggal. Logika yang
terbangun; setelah Allah menjelaskan adanya pengilhaman fujur dan taqwa
dalam diri manusia, lalu Allah menyatakan konsekuensinya: “Sesungguhnya
beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah
orang yang mengotorinya.” Logika ini cukup relevan dengan redaksi ayat,
sebab ayat 8 menggunakan waw‘athaf yang berarti fujur dan taqwa sama-
sama diilhamkan dalam jiwa manusia, maka pernyataan dalam ayat 9 dan 10
menunjukkan akibat dari fujur dan taqwa itu. Dari itu manusia patut
disifatkan sebagai orang yang beruntung atau rugi, karena ia sendiri yang
memilih untuk menyucikan, atau mengotori jiwanya. Sebab sebelumnya ia
telah diberi ilham sehingga dapat membedakan antara fujur dantaqwa, bahkan
para nabi pun telah diutus untuk memberinya pengajaran.
Ayat-ayat diatas menyatakan bahwa dalam penciptaannya (jiwa) itu Allah
telah mengilhamkan jalan kefasikan dan ketaqwaan kepadanya. Beruntunglah
bagi orang yang mau menjaga dan membina untuk kesucian jiwanya dan
rugilah orang yang tidak mau menjaga dan membina jiwanya, membiarkan
dan mengotorinya. Jalan untuk menjaga dan membina jiwa banyak tantangan
dan godaan, sedangkan jalan untuk mengotorinyaq mudah dan tanpa
perjuangan. Menjaga dan membina jiwa hanya dapat dengan tunduk kepada
semua aturan Allah, beribadah kepada-Nya, selalu ingat dan bertaqarrub
kepada-Nya, melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya. Dengan itulah jiwa terbina membentuk pribadi yang teguh
memegang kebenaran dan keadilan untuk mencapai kesempurnaan hidup,
kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak, Insya Allah. Jiwa inilah yang akan
mencapai ketenangan dan ketentraman dan jiwa inilah yang akan
mendapatkan penghormatan yang tinggi dan agung mendapatkan panggilan
yang penuh rindu dan kasih sayang-Nya. Seperti yang difirmankan Allah
dalam QS.Al-Fajr: 27-30:’
)30( ‫ة النفس يأيتها‬ZZ‫) المطمئن‬27( ‫ية ربك إلى ارجعى‬Z ‫)مرضية راض‬28(
‫) عبادى فى فادخلى‬29( ‫جنتى فادخلى‬
Wahai jiwa-jiwa yang tenang (27), kembalilah kepada Tuhanmu dengan
rela dan diridlai (28), masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku (29),
masuklah ke dalam sorga-Ku (30). [Q. S. al-Fajr, 89: 27-30]. Jiwa inilah yang
diseru oleh ayat ini:
“Wahai jiwa yang telah mencapai ketentraman.” (ayat 27). Yang telah
menyerah penuh dan tawakkal kepada Tuhannya: Telah tenang, karena telah
mencapai yakin: terhadap Tuhan.
Berkata Ibnu ‘Atha’: “Yaitu jiwa yang telah mencapai ma’rifat sehingga
tak sabar lagi bercerai dari Tuhannya walau sekejap mata.” Tuhan itu
senantiasa ada dalam ingatannya
Berkata Hasan Al-Bishri tentang muthmainnah ini: “Apabila Tuhan Allah
berkehendak mengambil nyawa hamba-Nya yang beriman, tenteramlah
jiwanya terhadap Allah, dan tenteram pula Allah terhadapnya.”
Berkata sahabat Rasulullah SAW ‘Amr bin Al-‘Ash (Hadis mauquf):
“Apabila seorang hamba yang beriman akan meninggal, diutus Tuhan
kepadanya dua orang malaikat, dan dikirim beserta keduanya suatu bingkisan
dari dalam syurga. Lalu kedua malaikat itu menyampaikan katanya:
“Keluarlah, wahai jiwa yang telah mencapai keternteramannya, dengan ridha
dan diridhai Allah. Keluarlah kepada Roh dan Raihan. Tuhan senang
kepadamu, Tuhan tidak marah kepadamu.” Maka keluarlah Roh itu, lebih
harum dari kasturi.” “Kembalilah kepada Tuhanmu, dalam keadaan ridha dan
diridhai.” (ayat 28). Artinya: setelah payah engkau dalam perjuangan hidup di
dunia yang fana, sekarang pulanglah engkau kembali kepada Tuhanmu,
dalam perasaan sangat lega karena ridha; dan Tuhan pun ridha, karena telah
menyaksikan sendiri kepatuhanmu kepada_nya dan tak pernah mengeluh.
“Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku.” (ayat 29). Di sana
telah menunggu hamba-hamba-Ku yang lain, yang sama taraf perjuangan
hidup mereka dengan kamu; bersama-sama di tempat yang tinggi dan mulia.
Bersama para Nabi, para Rasul, para shadiqqin dan syuhadaa. “Wa hasuna
ulaa-ika rafiiqa”; Itulah semuanya yang sebaik-baik teman. “Dan masuklah ke
dalam syurga-Ku.” (ayat 30). Di situlah kamu berlepas menerima cucuran
nikmat yang tiadakan putus-putus daripada Tuhan; Nikmat yang belum
pernah mata melihatnya, belum pernah telinga mendengarnya, dan lebih
daripada apa yang dapat dikhayalkan oleh hati manusia. Dan ada pula satu
penafsiran yang lain dari yang lain; yaitu annafs diartikan dengan roh
manusia, dan rabbiki diartikan tubuh tempat roh itu dahulunya bersarang.
Maka diartikannya ayat ini: “Wahai Roh yang telah mencapai tenteram,
kembalilah kamu kepada tubuhmu yang dahulu telah kamu tinggalkan ketika
maut memanggil,” sebagai pemberitahu bahwa di hari kiamat nyawa
dikembalikan ke tubuhnya yang asli. Penafsiran ini didasarkan kepada qiraat
(bacaan) Ibnu Abbas, Fii ‘Abdii dan qiraat umum Fii “Ibaadil.
Begitu pula firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
َ ‫ َز ُّكوا َف‬Zُ‫ّ َ َم ع ه و س ُك ْم ت‬Zَ
‫ل‬ َ ‫ات ق ى‬
‫نف‬Zَ‫أ‬ َ ‫ِن أ ل‬
‫ُم‬
“Maka, janganlah kamu menganggap dirimu suci. Allah lebih mengetahui
tentang siapa yang bertakwa.” (Qs. an-Najm/53: 32).
Serta firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
‫وس ج َُّنب َها‬
. ‫ ُي ْؤ ِتي الَّ ِذي‬Zُ‫مالَه‬ ‫ََيت َز َّكى‬
‫ْتَقى ي‬Zَ‫اْأل‬
“Dan orang yang paling bertakwa akan dijauhkan dari api neraka, yaitu orang
yang menginfakkan hartanya serta menyucikan dirinya.” (Qs. al-Lail/92: 17-
18).
Kedua ayat ini menjelaskan bahwa pembersihan jiwa pada hakikatnya
adalah ketakwaan kepada Allah.[5] Dan memang tujuannya adalah ketakwaan
kepada Allah. Di sini perlu juga dipahami dengan baik sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam berikut,
‫للَّ ُه َّم‬Zَ‫ َز م خ ْي ُر ت و َز ِ ك ها س ي ت ا‬، ‫ َو َم ْواَلها ِل ُّي َها ت‬. ‫مسلم رواه‬
‫ ْق َوا نَ ْف آ‬Zَ‫ت‬، ‫َها‬ ‫أَ ْن‬ ‫َّك اها ْن‬ ‫أَ ْن و‬
“Ya Allah! Anugerahkanlah ketakwaan pada jiwaku, bersihkanlah ia,
Engkau adalah sebaik-baik yang membersihkan jiwa. Engkaulah Penguasa
dan Pemiliknya.” (HR. Muslim).
Dengan qalbu serta jiwa yang bersih dan bertakwa, akan tercapailah
maksud diciptakannya manusia. Yaitu hanya beribadah dan menyembah
kepada Allah saja. Allah berfirman :
‫ِإالَّ لِ َي و إلن س ا ْل َ خَل ْق ت‬
‫ِج م‬ ‫و ن ْا‬Zُ‫ْعُبد‬
ِ
‫ا‬
‫ّن و‬
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah
kepada-Ku saja.” (Qs. adz-Dzaariyaat/51: 56).
C. PERKEMBANGAN DAN KEBUTUHAN SPIRITUAL USIA DEWASA
Perkembangan aspek spiritual dilhat dari kemampuan kognitifnya dimulai
dari pengenalan, internalisasi, peniruan, aplikasi dan dilanjutkan dengan
instropeksi. Namun, berikut akan dibahas pula perkembangan aspek spiritual
berdasarkan tumbuh-kembang manusia.
1. Usia Awal Dewasa (18-25 tahun)
Pada tahap ini individu menjalani proses perkembangannya dengan
melanjutkan pencarian identitas spiritual, memikirkan untuk memilih nilai
dan kepercayaan mereka yang dipelajari saat kanak-kanak dan berusaha
melaksanakan sistem kepercayaan mereka sendiri. Spiritual bukan merupakan
perhatian utama pada usia ini, mereka lebih banyak memudahkan hidup
walaupun mereka tidak memungkiri bahwa mereka sudah dewasa. Masa ini
merupakan masa pencarian kepercayaan dini, diawali dengan proses
pertanyaan akan keyakinan atau kepercayaan. Pemikiran sudah bersifat
rasional dan keyakina atau kepercayaan terus dikaitkan dengan rasional.
2. Usia Pertengahan Dewasa (25-38 tahun)
Dewasa pertenghan merupakan tahap perkembangan spiritual yang sudah
benar-benar mengetahui konsep yang benar dan yang salah, mereka
menggunakan keyakinan moral, agama dan etik sebagai dasar dari sistem
nilai. Mereka sudah merencanakan kehidupan, mengevaluasi apa yang sudah
dikerjakan terhadap kepercayaan dan nilai spiritual. Merupakan tingkatan
kepercayaan pada diri sendiri yang lebih baik. Perkembangan ini diawali
dengan semakin kuatnya kepercayaan yang dipertahankan walaupun
menghadapi perbedaan keyakinan dan lebih mengerti akan kepercayaan
dirinya.
3. Usia Dewasa akhir
Periode perkembangan spiritual pada tahap ini digunakan untuk
instropeksi dan mengkaji kembali dimensi spiritual, kemampuan intraspeksi
ini sama baik dengan dimensi yang lain dari diri individu tersebut. Biasanya
kebanyakan pada tahap ini kebutuhan ritual spiritual meningkat.
D. PELAKSANAAN SPIRITUAL CARE DI RUANGAN ICU
1. Pengkajian
Dilakukan pada semua sistem tubuh untuk menopang dan
mempertahankan sistem-sistem tersebut tetap sehat dan tidak terjadi
kegagalan.Pengkajian meliputi proses pengumpulan data, validasi data,
menginterpretasikan data dan memformulasikan masalah atau diagnosa
keperawatan sesuai hasil analisa data. Pengkajian awal didalam keperawatan
itensif sama dengan pengkajian umumnya yaitu dengan pendekatan system
yang meliputi aspek bio-psiko-sosial-kultural-spiritual.
Spirituality atau kepercayaan spiritual adalah kepercayaan dengan sebuah
kekuatan yang lebih tinggi dari kekuatan pencipta, sesuatu yang bersifat
Tuhan, atau sumber energi yang tidak terbatas. Contoh, seseorang percaya
pada Tuhan, Allah, Kekuatan tertinggi. Spirituality memiliki beberapa aspek
antara lain :
a. Hubungan yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam hidup
b. Menemukan arti dan tujuan dalam hidup.
c. Menyadari dan mampu untuk menarik sumber-sumber dan kekuatan dari
dalam diri.
d. Mempunyai perasaan hubungan kedekatan dengan diri sendiri dan Tuhan
atau Allah. (Cozier Barbara, 2000).
2. Masalah keperawatan
Setelah melakukan pengkajian, data dikumpulkan dan diinterpretasikan
kemudian dianalisa lalu ditetapkan masalah/diagnosa keperawatan
berdasarkan data yang menyimpang dari keadaan spiritual. Kriteria hasil
ditetapkan untuk mencapai tujuan dari tindakan keperawatan yang
diformulasikan berdasarkan pada kebutuhan klien yang dapat diukur dan
realistis.
Ditegakkan untuk mencari perbedaan serta mencari tanda dan gejala yang
sulit diketahui untuk mencegah kerusakan/ gangguan yang lebih luas.
Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan masalah spiritual menurut
North American Nursing Diagnosis Association (2006) adalah distres
spiritual. Pengertian dari distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam
mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang
dihubungkan dengan agama, orang lain, dan dirinya.
a. Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 2006)
batasan diagnosa keperawatan distres spiritual adalah :
1) Berhubungan dengan diri, meliputi mengekspresikan kurang dalam
harapan, arti, tujuan hidup, kedamaian, penerimaan, cinta, memaafkan diri,
keberanian, marah, rasa bersalah, koping yang buruk.
2) Berhubungan dengan orang lain, meliputi menolak berinteraksi dengan
teman, keluarga, dan pemimpin agama, mengungkapkan terpisah dari sistem
dukungan, mengekspresikan keterasingan.
3) Berhubungan dengan seni, musik, literatur dan alam, meliputi tidak
mampu mengekspresikan kondisi kreatif (bernyanyi), tidak ada ketertarikan
kepada alam, dan tidak ada ketertarikan kepada bacaan agama.
4) Berhubungan dengan kekuatan yang melebihi dirinya, meliputi tidak
mampu ibadah, tidak mampu berpartisipasi dalam aktifitas agama,
mengekspresikan marah kepada Tuhan, dan mengalami penderitaan tanpa
harapan.
b. Menurut North American Nursing Diagnosis Association (2006) factor
yang berhubungan dari diagnosa keperawatan distres spiritual adalah
mengasingkan diri, kesendirian, atau pengasingan sosial, cemas, kurang
sosiokultural/ deprivasi, kematian dan sekarat diri atau orang lain, nyeri,
perubahan hidup, dan penyakit kronis diri atau orang lain.
1) Bagaimana penyesuaian terhadap penyakit yang berhubungan dengan
ketidakmampuan merekonsilasi penyakit dengan keyakinan spiritual.
2) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kehilangan agama
sebagai dukungan utama.
3) Takut yang berhubungan dengan belum siap untuk menghadapai kematian
dan pengalaman kehidupan setelah kematian.
4) Berduka yang disfungsional : keputusasaan berhubungan dengan
keyakinan bahwa agama tidak mempunyai arti.
5) Keputusasaan berhubungan dengan keyakinan bahwa tidak ada yang
peduli termasuk tuhan.
6) Ketidakberdayaan berhubungan dengan perasaan menjadi korban.
7) Disfungsi seksual berhubungan dengan konflik nilai.
8) Pola tidur berhubungan dengan distress spiritual.
9) Resiko tindak kekerasan terhadap diri sendiri berhubunga ndengan
perasaan bahwa hidup tidak berarti.
3. Intervensi spiritual
Semua tindakan dilakukan dalam pemberian asuhan keperawatan terhadap
klien sesuai dengan rencana tindakan. Hal ini penting untuk mencapai tujuan.
Tindakan keperawatan dapat dalam bentuk observasi, tindakan prosedur
terntentu, tindakan kolaboratif dan pendidikan kesehatan. Dalam tindakan
perlu ada pengawasan terus menerus terhadap kondisi klien termasuk evaluasi
prilaku.
Ditujukan terapi gejala-gejala yang muncul pertama kali untuk pencegahan
krisis dan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama sampai dapat
beradaptasi dengan tercapainya tingkat kesembuhan yang lebih tinggi atau
terjadi kematian.
a. Menurut (Munley, 1983 cit Potter and Perry, 1997) terdapat tiga tujuan
untuk pemberian perawatan spiritual yaitu klien merasakan perasaan percaya
pada pemberi perawatan, klien mampu terkait dengan anggota sistem
pendukung, pencarian pribadi klien tentang makna hidup meningkat. Tujuan
askep klien distress spiritual berfokus pada menciptakan lingkungan yang
mendukung praktik keagamaan dan keyakinan yang biasa dilakukannya.
1) Klien dengan distress spiritual akan :
a) Mengidentifikasi keyakinan spiritual yang memenuuhi kebutuhan.
b) Menggunakan kekuatan keyakinan, harapan dan rasa nyaman ketika
menghadapi penyakit.
c) Mengembangkan praktik spiritual yang memupuk komunikasi dengan diri
sendiri, Tuhan dan dunia luar.
d) Mengekspresikan kepuasan dengan keharmonisan antara keyakinan
spiritual dengan kehidupan sehari-hari.
2) Kriteria hasil yang diharapkan klien akan :
a) Menggali akar keyakinan dan praktik spiritual.
b) Mengidentifikasi factor dala mkehiduapn yang menantang keyakinan
spiritual.
c) Menggali alternative : menguatkan keyakinan.
d) Mengidentifikasi dukungan spiritual.
e) Melaburkan / mendemonstrasikan berkurangnya distress spiritual setelah
keberhasilan intervensi
Pada dasarnya perencanaan pada klien distress spiritual dirancang untuk
memenuhi kebutuhan klien dengan membantu klien memnuhi kewajiban
agamanya dan menggunakan sumber dari dalam dirinya.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Keperawatan kritis adalah keahlian khusus di dalam ilmu perawatan yang
menghadapi secara rinci dengan manusia yang bertanggung jawab atas
masalah yang mengancam jiwa.Perawat kritis adalah perawat profesional
yang resmi yang bertanggung jawab untuk memastikan pasien dengan sakit
kritis dan keluarga-keluarga mereka menerima kepedulian optimal (American
Association of Critical-Care Nurses).
1. Konsep Keperawatan Kritis
a. Tujuan
Untuk mempertahankan hidup (maintaining life).
b. Pengkajian
Dilakukan pada semua sistem tubuh untuk menopang dan
mempertahankan sistem-sistem tersebut tetap sehat dan tidak terjadi
kegagalan.
c. Diagnosa keperawatan
Ditegakkan untuk mencari perbedaan serta mencari tanda dan gejala yang
sulit diketahui untuk mencegah kerusakan/ gangguan yang lebih luas.
d. Perencanaan keperawatan
Ditujukan pada penerimaan dan adaptasi pasien secara konstan terhadap
status yang selalu berubah.
e. Intervensi
Ditujukan terapi gejala-gejala yang muncul pertama kali untuk pencegahan
krisis dan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama sampai dapat
beradaptasi dengan tercapainya tingkat kesembuhan yang lebih tinggi atau
terjadi kematian.
f. Evaluasi
Dilakukan secara cepat, terus menerus dan dalam waktu yang lama untuk
mencapai keefektifan masing-masing tindakan/ terapi, secara terus-menerus
menilai kriteria hasil untuk mengetahui perubahan status pasien.
2. Prinsip Keperawatan Kritis
Pengatasan pasien kritis dilakukan di ruangan unit gawat darurat yang
disebut juga dengan emergency department sedangkan yang dimaksud dengan
pasien kritis adalah pasien dengan perburukan patofisiologi yang cepat yang
dapat menyebabkan kematian. Ruangan untuk mengatasi pasien kritis di rumah
sakit dibagi atas Unit Gawat Darurat (UGD) dimana pasien diatasi untuk
pertama kali, unit perawatan intensif (ICU) adalah bagian untuk mengatasi
keadaan kritis sedangkan bagian yang lebih memusatkan perhatian pada
penyumbatan dan penyempitan pembuluh darah koroner yang disebut unit
perawatan intensif koroner (Intensive Care Coronary Unit= ICCU).
B. SARAN
Asuhan Keperawatan Spiritual Muslim pada pasien kritis sangat di
perlukan, pasien – pasien seperti ini membutuhkan pendampingan yang ketat
baik dari pihak keluarga maupun keluarga, oleh karena itu kami berharap
Asuhan Keperawatan Spiritual Muslim ini dapat di amalkan sedemikian rupa
oleh petugas kesehatan maupun keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Http://www.en.wikipedia.org/wiki/Critical_care_nursing(Diakses
tanggal 9/9/2015)

Http://www.kumpulanmakalah.com/2016/12/makna-spiritual-dalam-
islam.html.

Http://www.mitrahomecare.com/2010/07/perkembangan-spiritual-pada-
dewasa_15.html.

Laura A. 1997. Pengkajian Keperawatan Kritis Edisi: 2. Jakarta: EGC

Morton, Patricia Gonce, dkk. 2011. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan


Holistik. Jakarta: EGC

Tabrani. 2007. Agenda gawat darurat (Critical Care). P. T Alumni:


Bandung. 2014. Critical Care Nursing.

http://www.ejournal.stikesmuhgombong.ac.id/index.php/JIKK/article/view/
131

http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/endurance/article/viewFile/2503/8
63
LAMPIRAN JURNAL

Jurnal Endurance 2(3) October 2017 (436-443)

Kopertis Wilayah X 436

PENGARUH PENGETAHUAN PERAWAT TERHADAP

PEMENUHAN PERAWATAN SPIRITUAL PASIEN

DI RUANG INTENSIF

Wardah 1, Rizka Febtrina 2,Eka Dewi 3


1,2
Jurusan Keperawatan, Stikes Payung Negeri Pekanbaru, Riau3
Perawat ruang ICU RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
Rizka.febtrina@gmail.com
Submitted :22-09-2017, Reviewed:25-09-2017, Accepted:28-09-2017
DOI: http://doi.org/10.22216/jen.v2i3.2503

ABSTRACT

Spiritual is the belief of a person in relation to the Almighty and the Creator
which is the basic need of every human being. Spiritual needs are met will
contribute to the recovery of patients, especially patients in critical or terminal
condition. But constrained various factors one of them is what knowledge and
how nursing care that can be applied in meeting the spiritual needs of patients.
This research was conducted at the Intensive Care Unit (ICU) of Arifin Achmad
Hospital Pekanbaru, Riau, involving 22 ICU nurses as respondents. The purpose
of this study was to determine the effect of increased knowledge on the fulfillment
of the spiritual needs of patients. The study design was quasy experiments
(without pre and posttest control group design). Statistical tests performed using
alternatives test wilcoxon rank.

Results showed that there was an increase in the average value of the fulfillment
of spiritual needs of patients by nurses from 55.23 before the intervention became
57.18 after intervention. but there is no significant influence between the increase
of knowledge on the improvement of the spiritual needs of patients with p-value
0.372> α = 0.05

Keywords : Nursing;patient spiritual need;Intensif care

ABSTRAK

Spiritual adalah keyakinan seseorang dalam hubungannya dengan yang Maha


Kuasa dan Maha Pencipta yang merupakan kebutuhan dasar setiap manusia.
Kebutuhan spiritual yang terpenuhi akan memberikan kontribusi pada
kesembuhan pasien, khususnya pasien dalam kondisi kritis atau terminal.
Penerapan asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan spiritual yang
diberikan bertujuan agar klien merasa seimbang dan memiliki semangat hidup
sehingga klien dapat meraih ketenangan jiwa, kestabilan, ketenangan
beribadah, penurunan kecemasan dan kesembuhan. Namun terkendala berbagai
faktor salah satunya adalah pengetahuan apa dan bagaimana asuhan
keperawatan yang dapat diterapakan dalam memenuhi kebutuhan spiritual
pasien. Penelitian ini dilakukan di ruang Intensif(ICU) RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru, Riau, dengan melibatkan perawat ICU sebanyak 22 orang
sebagai responden. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
peningkatan pengetahuan terhadap pemenuhan kebutuhan spiritual pasien,
Intervensi dilakukan berupa workshop spiritual bagi perawat. Desain
penelitian kuantitatif dengan pendekatan Quasy Eksperimen (Pre dan Posttest
without Control Group Design). Uji satatistik dilakukan dengan menggunakan Uji
alternatif wilcoxon rank. Hasil Penelitian menunjukkan terdapat peningkatan nilai
rata-rata pemenuhan kebutuhan spiritual pasien oleh perawat dari 55,23
sebelum intervensi menjadi 57,18 dengan nilai p-value 0,372>
α=0,05.Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak terdapat pengaruh antara
peningkatan pengetahuan dengan pemenuhan kebutuhan spiritual pasien.

Kata Kunci : Perawat;kebutuhan spiritual pasien;perawatan intensif

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 10, No 2. Juni 2014

GAMBARAN MOTIVASI DAN TINDAKAN KEPERAWATAN DALAM

PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL PASIEN DI RUANG ICU PKU

MUHAMMADIYAH GOMBONG

Dwi Ristianingsih 1, Cahyu Septiwi 2, IsmaYuniar 3

123
Jurusan Keperawatan STIKes Muhammadiyah Gombong

ABSTRACT

Nursing holistic includes biology, psychology, sociology and spiritual. The


role of the nurse in meeting the spiritual needs of patients is a part of the role
and function of nurses in the nursing care. Motivation of nurses is the main
key of nursing care success. This study aims to prove the description motivation
and nursing actions in spiritual care in the Intensive Care Unit PKU
Muhammadiyah Gombong Hospital. This is a non-experimental descriptive study
using cross sectional approach. The populations are 13 respondents. The
samples are 12 respondents taken by total sampling. The result shows that 58.3%
respondents have mediocre category of motivation. 58.3% respondents have
mediocre categories in the spiritual nursing actions.
Keywords: motivation of nurses, nursing actions, spiritual

Anda mungkin juga menyukai