Anda di halaman 1dari 23

TUGAS KOMUNIKASI KEPERAWATAN

“KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN DENGAN MASALAH FISIK”

Disusun oleh :
Eli Dewi Saputri (201058)
Muhammad Haidar A (201077)
Nahdya Dwi Amelia (201078)
Nur Diana Hamidah (201082)
Reynalda Elicia (201087)

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN RS dr. SOEPRAOEN

KESDAM V/BRAWIJAYA MALANG

Jalan Sudanco Supriadi nomor 22 Malang 65147


Telp. (0341) 351275 Fax. (0341) 351310
Wesite :www.poltekkes-soepraoen.ac.id/
Email : informasi@poltekkes-soepraoen.ac.id
KATA PEGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunianya kami bisa menyusun
makalah yang berjudul “KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN DENGAN MASALAH
FISIK” dengan lancar dan tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas matakuliah
“Komunikasi Keperawatan” Institut Teknologi, Sains dan Kesehatan RS dr. Soepraoen, Malang.
Dalam pembuatan makalah ini, kami banyak mendapat hambatan dan tantangan namun
dengan dukungan dari berbagai pihak, tantangan tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu kami
mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami juga sadar bahwa makalah ini jauh dari kata yang sempurna baik dalam segi
penyusunan maupun isi. Kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah
selanjutnya. Kami juga berharap bahwa makalah kami bisa memberikan manfaat bagi pembaca
dan banyak orang.

Penulis

Malang, 13 September 2021


DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi adalah saran yang efektif dalam memudahkan perawat melaksanakan
peran dan fungsinya dengan baik.

Komunikasi Terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat dengan pasien yang
bertujuan untuk menyelesaikan masalah pasien.Komunikasi ini juga termasuk komunikasi interpersonal
yaitu komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang membuat setiap peserta menangkap
reaksinya secara langsung baik verbal maupun non verbal.
Sedangkan menurut As Hornby (1974) terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan
dengan seni dari penyembuhan.Mampu terapeutik berarti seseorang mampu melakukan atau
mengkomunikasikan perkataan,perbuatan,atau ekspresi yang memfasilitasi proses penyembuhan.

Komunikasi terapeutik dilakukan pada seluruh klien yang memerlukan bantuan di bidang
kesehatan,diantaranya adalah komunikasi terapeutik yang dilakukan pada pasien dengan gangguan
sensoris.Gangguan sensoris pada klien atau individu di dalam masyarakat umumnya antara lain
disebabkan oleh gangguan anatomi organ,gangguan fisiologi organ,kematangan atau
maturasi,degenerasi,kognitif persepsi.

Dalam berkomunikasi pada pasien dengan masalah fisik yang memiliki gangguan sensoris seperti
gangguan penglihatan,gangguan pendengaran,dan gangguan bicara.Sering kali perawat berhadapan
dengan kesulitan – kesulitan,hal ini berkaitan dengan masalah yang berbeda-beda pada setiap pasien
dengan masalah fisik oleh karena itu diperlukan keahlian dan keterampilan khusus bagi perawat dalam
berkomunikasi dengan pasien tersebut.

1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik


1. Membantu pasien untuk mengurangi beban perasaan,pikiran dan mengambil tindakan untuk
mengubah situasi.
2. Mengurangi keraguan,membantu mengambil tindakan yang efektif.
3. Mempengaruhi orang lain,lingkungan fisik dan diri sendiri dalam rangka peningkatan derajat
kesehatan.
4. Mempererat hubungan antara perawat dengan pasien.

1.3 Manfaat Komunikasi Terapeutik

Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara
sesama perawat dengan pasien melalui hubungan perawat dengan pasien
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah proses dimana perawat yang menggunakan pendekatan


terencana mempelajari klien. Proses memfokuskan pada klien namun direncenakan dan di pimpin oleh
seorang professional ( Keltner, Schwecke, dan Bostrom 1991 ).
Komunikasi terapeutik adalah hubungan perawat-klien yang harmonis sehingga perawat dapat
merubah prilaku klien untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (stuart & sunden).

2. Fase komunikasi terapeutik


a. Fase Pra-interaksiTahap ini merupakan masa persiapan sebelum memulai interaksi dengan
klien. Perawat berkewajiban mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan pasien,
menganalisis dan merencanakan pertemuan pertama dengan klien.Biasanyaperawat
dalam fase ini menggunakan teknik wawancara untuk menggali informasi yang dibutuhkan
(Arwani,2003:62).Perawat mampu menganalisa kelebihan dan kekurangan dirinya
untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien, selain itu sebagai perawat
dalam tahap ini bekerja mengumpulkan data tentang pasien sebagai dasar dalam berinteraksi
untuk membuat rencana pertemuan (Lalongkoe,2013:74).
b. FaseperkenalanTahap ini merupakan perkenalan yang dilakukan oleh perawat pada saat
pertama kali bertemu dengan klien (Brammer dalam 17Suryani,2006:58).Pada saat pertama
kali bertemu dengan klien (pasien), perawat memperkenalkan diri sebagai langkah awal
dalam membina hubungan saling percaya. Untuk membina hubungan saling percaya,
perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa adanya, dan menghargai
klien(Lalongkoe,2013:74-74).
c. Fase KerjaTahap kerja berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang
akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Perawat dan pasien
bekerjasama mengatasi masalah yang dihadapi pasien. Tahap ini terdiri dua kegiaan pokok
yaitu menyatukan proses komunikasi dengan tindakan perawatan dan membangun suasana
yang mendukung untuk proses perubahan (Trikaloka&Ahmad,2013:97).Tahap ini berkaitan
dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah ditetapkan, teknik komunikasi terapeutik
sering digunakan dalam asuhan keperawatan antara lain mendengarkan dengan aktif,
eksplorasi, refleksi, dan memfokuskan (Geldard dalam Suryani dalam Lalongkoe,2013:76).
d. Fase Terminasi Merupakan fase yang paling sulit dan penting, karena hubungan saling percaya
sudah terbina dan berada pada tingkat optimal, sehingga antara pasien dan terapis
keduanya akan merasa kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat pasien dinyatakan
berhenti terapis dan mengikuti kegiatan keperawatan (Lalongkoe,2013:76). Perawat
dan klien saling mengingatkan tujuan yang akan dicapai,kegiatan yang dilakukakan pada tahap
ini adalah penilaian pencapaian tujuan yang telah ditetapkanoleh klien.Perawat bertugas untuk
mengevaluasi objektif (mengulang) dan evaluasi subjektif dengan menanyakan perasaan
pasien (Pribadi,2013:76). Terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara bahwa
masih akan ada pertemuan lanjutan dan terminasi akhir yang terjadi ketika perawat telah
menyelesaikan tugasnya secara menyeluruh. Tugas perawat dalam fase ini adalah mengevaluasi
pencapaian tujuan interaksi (Lalongkoe,2013:76).
3. Teknik-teknik Komunikasi Terapeutik
Menurut Wilson, Kneils, Stuart & Sundeen teknik-teknik komunikasi terapeutik
dibagi dalam beberapa :
1. Mendengarkan
Perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang disampaikan klien serta
berupaya untuk memahami perasaan klien. Sikap yang dibutuhkan adalah pandang klien saat
sedang bicara, tidak menyilangkan kaki dan tangan, hindari gerakan yang tidak perlu,
condongkan tubuh kearah lawan bicara, anggukan kepala jika klien membicarakan hal yang
penting atau memerlukan umpan balik.
2. Menunujukkan penerimaan
Menerima tidak berarti menyetujui, menerima berarti bersedia mendengarkan orang
lain tanpa menunjukkan ketidak setujuan atau keraguan. Perawat harus waspada
terhadap ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menyatakan tidak setuju, seperti
mengerutkan kening, menggeleng, yang menyatakan tidak setuju. Sikap yang dibutuhkan adalah
mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan, umpan balik memastikan isyarat non verbal,
cocok dengan komunikasi verbal, menghindari perdebatan. Penghargaan janganlah sampai
menjadi beban dalam arti jangan sampai klien berupaya keras dan melakukan segala – galanya
demi untuk mendapatkan persetujuan atau pujian atas perbuatannya. Memberikan salam
kepada klien dengan menyebutkan namanya menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang
mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.
3. Memberi kesempatan untuk memulai pembicaraan
Memberi kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topic pembicaraan untuk
klien yang ragu – ragu dan tidak pasti tentang perasaannya. Dalaminteraksi ini perawat dapat
menstimuluskan untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka
pembicaraan.
4. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir seluruh
pembicaraan. Teknik ini juga mengindikasikan bahwa perawat mengikuti apa yang sedang
dibicarakan dan tertarik apa yang akan dibicarakan selanjutnya.
5. Meringkas
Meringkas dan pengulangan ide utama yang telah di komunikasikan secara singkat metode ini
bermanfaat untuk mengingat topic – topic yang telah dibahas sebelum meneruskan
pembicaraan selanjutnya.

4. Sikap dalam Komunikasi Terapeutik


Berikut ini adalah beberapa sikap komunikasi terapeutik yaitu :
 Berhadapan
Arti dari posisi ini adalah “ saya siap untuk anda “
 Mempertahankan kontak mata
Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan
keinginan untuk tetap berkomunikasi.
 Membungkuk kearah klien
Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
 Mempertahankan sikap terbuka
Tidak melipat kaki atau tangan, menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
 Tetap rileks
Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam
memberi respon pada klien

 Prasangka yang tidak beralasan.


 Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara komunikator dengan reseptor
berjauhan.
 Tidak ada persamaan persepsi.
 Indera yang rusak.
 Berbicara yang berlebihan. Berbicara berlebihan sering kali akan mengakibatkan penyimpangan
dari pokok pembicaraan.

5. Komunikasi Terapeutik pada Kelompok Khusus (tuna netra, tuna rungu, dan tuna wicara)
1. Pasien dengan Gangguan Pengelihatan ( tuna netra )
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, misal : kornea, lensa mata,
kekeruhan humor vitreus, maupun kerusakan cornea, serta kerusakan saraf penghantar inpuls menuju
otak. Kerusakan di tingkat persepsi antara lain dialami klien dengan kerusakanotak. Semua ini
mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total.
Akibat kerusakan visual kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi sangat bergantung
pada pendengaran dan sentuhan. Oleh karena itu komunikasi yang di lakukan harus mengoptimalkan
fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh
informasi yang dapat di transper melalui indera yang lain. Sebagai contoh ketika melakukan orientasi
ruangan,klien harus mendapat keterangan yang memvisualisasi kondisi ruang rawat secara lisan,
misalnya dengan menerangkan letak meja dan kursi, menerangkan berapa langkah posisi tempat tidur
dari pintu, letak kamar mandi dan sebagainya.

Berikut adalah teknik – teknik yang perlu diperhatikan selama berkomunikasi dengan klien yang
mengalami gangguan penglihatan.
a. Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami kebutaan parsial atau
sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran perawat ketika anda
berada di dekatnya.
b. Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama dan peran.
c. Berbicara dengan menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak
memungkinkannya menerima pesan nonverbal secara visual. Nada suara anda
memegang peranan besar dan bermakna bagi klien.
d. Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata – kata sebelum
melakukan sentuhan pada klien.
e. Orientasikan klien pada suara – suara yang terdengar di sekitarnya.
f. Orientasikan klien pada lingkungannya bila klien dipindah ke lingkungan yang
asing baginya.

Syarat-Syarat Komunikasi Pada Klien Dengan Gangguan Penglihatan Dalam melakukan


komunikasi terapeutik dengan pasien dengan gangguan sensori penglihatan, perawat dituntut untuk
menjadi komunikator yang baik sehingga terjalin hubungan terapeutik yang efektif antara perawat dan
klien, untuk itu syarat yang harus dimiliki oleh perawat dalam berkomunikasi dengan pasien dengan
gangguan sensori penglihatan adalah :
1. Adanya kesiapan artinya pesan atau informasi, cara penyampaian, dan saluarannya harus
dipersiapkan terlebih dahulu secara matang.
2. Kesungguhan artinya apapun ujud dari pesan atau informasi tersebut tetap harus disampaikan secara
sungguh-sungguh atau serius.
3. Ketulusan artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada indiviu lain pemberi
informasi harus merasa yakin bahwa apa yang disampaikan itu merupakan sesuatu yang baik dan
memang perlu serta berguna untuk sipasien.
4. Kepercayaan diri artinya jika perawat mempunyai kepercayaan diri maka hal ini akan sangat
berpengaruh pada cara penyampaiannya kepada pasien.

2. pasien dengan gangguan pendengaran (tuna rungu)


Beberapa pendapat menyebutkan bahwa seseorang berkomunikasi menggunakan bahasa.Cara
yang terbaik dalam berkomunikasi dengan berbicara. Namun dalam situasi ini yang berkomunikasi
adalah anak tuna rungu.Padahal anak tuna rungu memliki masalah dalam mendengar dan berbicara.
Oleh karena itu terdapat berbagai cara berkomunikasi untuk anak anak tuna rungu yang penggunaannya
tergantung pada tingkat masalah pendengarannya dan penanganan awal yang telah dilakukan. Berikut
adalah metode metode yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan anak tuna rungu :
 Metode auditorial oral Dalam metode ini lebih menekankan pada proses mendengar dan
bertutur kata dengan menggunakan alat bantu yang lebih baik seperti penggunaan alat bantu
dengar hearing aids. Metode ini tidak menggunakan bahasa isyarat atau gerakan jari yang biasa
dilakukan berkomunikasi orang normal dengan anak tuna rungu.Dalam metode ini lebih
menekankan pada pembacaan gerak bibir (lip reading).Metode ini menggunakan bantuan bunyi
untuk mengembangkan kemampuan mendengar dan bertutur kata yang baik dan
membutuhkan latihan pendengaran yang dapat melatih anak-anak untuk mendengar bunyi dan
mengklasifikasikan bunyi-bunyi yang berbeda.
 Metode membaca gerak bibir Metode membaca gerak bibir ini cocok bagi anak yangmemiliki
kos=nsentrasi tinggi pada bibir penutur bahasa. Dalam metode ini lebih menekankan pada
penglihatan yang baik.Karena etika berkomunikasi kita harus berkonsentrasi pada gerak bibir
yang di ucapkan oleh penutur bahasa kita dengan seksama.Dalam situasi ini penutur bahasa
harus berada ditempat yang terang dan dapat dilihat dengan jelas.
 Metode bahasa isyarat Bahasa isyarat digunakan secara mudah dengan menggabungkan
perkataan dengan makna dasar. Terkadang setiap wilayah atau Negara menggunakan bahasa
isyarat yang berbeda satu sama lain. Beberapa model bahasa isyarat antara ain yakni American
Sign Language, Pidgin Sing English (PSE), Seeing Essential English ( SEE ), Signing Exact English
(SEE II ), dan di Malaysia adalah Kod Tangan Bahasa Melayu (KTBM)
 Metode komunikasi universal Metode universal adalah metode yang menggabungkan gerakan
jari, isyarat, pembacaan gerak bibir, penuturan dan implikasi audiotoris atau yang bisa dikenal
dengan bahasa isyarat manual-visual.Elemen yang penting ketika menggunakan metode ini
adalah penggunaan isyarat dan penuturan secara bersamaan.Dengan metode ini anak anak tuna
rungu dapat memahami hal yang disampaikan menurut kemampuan masing-masing.
 Penuturan isyarat Metode ini dikembangkan dari metode pembacaan bibir.Menggunakan
simbol simbol tangan yang dilambangkan ditentukan dengan bentuk bentuk tangan yang
menentukan maksud perkataan.Terdapat delapan symbol tangan yang ditentukan menurut
konsonan yang berbeda dan empat symbol tangan untuk menentukan bunyi yang
menyimbolkan huruf vokal. Metode Maternal Reflektif Metode ini diciptakan dan dikembangkan
oleh A Van Uden, seorang pengembang didaktik pengajaran bahasa, pakar pemikir tunarungu,
psikolog, dan psikolinguistik.Ciri khas metode ini adalah berlangsungnya percakapan,
pemahaman bahasa secara global, lues, komunikasi timbal balik. Dalam metode ini, percakapan
berlangsung secara alamiah, naluriah menggunakan metode tangkap, memainkan peran ganda
artinya si ibu akan menangkap ungkapan anak yang berbahasa dengan kata-kata yang tidak jelas
dan tidak sempurna, lewat ekspresi wajah, tingkah laku kemudian si ibu akan membahasakan
dengan satu pegangan “apa yang ingin kamu lakukan biasanya kami katakana seperti ini”.
Keadaan ini berlangsung berulang-ulang dan setiap waktu sehingga si anak akan dengan
perlahan memahami bahasa komunikasi dan lama kelamaan antara anak dan ibu terjain satu
ucapan percakapan yang saling menghendaki Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mengembangkan keterampilan bahasa bicara anak tunarungu adalah metode Maternal Reflektif
(MMR).
Sikap wicara dalam percakapan Hal-hal yag harus diperhatikan dalam upaya mengembangkan
keterampilan percakapan anak tunarungu.
1) Hindari terus menerus memaksa anak. Misalnya dengan segala macam cara menuntut
perhatiannya, artikulasi yang tidak tercela, dan mengharuskan menyusun kalimat secara sempurna.
Pemaksaan seperti itu merintangi kontak dari hati ke hati dan merugikan perkembangan anak.
2) Bercakap berarti dengan sungguh-sungguh saling “mendengarkan”, saling merelakan, saling
memperhatikan. Perhatian timbal balik ini tercermin dari sikap, antara lain kontak tatap mata/tatap
wajah, pandangan ramah, hati terbuka, dan rasa santai yang terlihat dalam seluruh sikap kita.
3) Percakapan dengan anak, termasuk anak tunarugu, meminta keterlibatan secara sungguh-
sungguh pada apa ang mereka kemukakan. Tidak berpura-pura. Kepura-puraan pasti akan segera
dirasakan anak karena mereka peka akan hal ini.
4) Memanfaatkan saat yang tepat untuk percakapan. Bahan percakapan yang dipakai hendaknya
benar-benar bebas sesuai minat anak.Orang tua mempercakapkannya bersama mereka dan
mengarahkan percakapan kearah yang baik, seperti mengembangkan bahasa dan kosakata,
pengetahuan budaya, sopan santun, adat kebiasaan dan sebagainya.

3. pasien dengan gangguan bicara (tuna wicara)


 Bahasa Isyarat
Komunikasi sangat pentig dalam kehidupan sehari-hari, maka dari itu para penyandang tuna
rungu wicara menggunakan bahasa isyarat atau bahasan non verbal untuk mengungkapkan
interpretasi dirinya. Bahasa non verbal sanagt efektif untuk penyandang rungu wicara. Bahasa
isyarat berarti bahasa yang tidak menggunakan bunyi ucapan suara manusia tetapi
menggunakan tulisan dalam sistem perlambangan. Bahasa yang menggunakan isyarat gerakan
tangan, kepala, badan dan sebagainya khusus di buat untuk orang dengan berkebutuhan
khusus. Bahasa isyarat di setiap dunia berbeda sesuai dengan karakteristik budaya masing-
masing di negara tersebut. Bahasa isyarat yang paling sering digunakan adalah ASL (American
Sign Langue). Di Indonesia sendiri menggunakan Sistem Bahasa Isyarat Indonesia (SIBI) dan
Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) (Rofindaru, 2013).
Menurut penelitian SIBI (Sistem Bahasa Isyarat Indonesia) dalam bentuk isyarat jari, tangan, dan
gerakan yang melambangkan kosa kata. Metode ini disebarkan di berbagai Sekolah terutama SLB
(Sekolah Luar Biasa) yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. BISINDO sendiri biasanya
digunakan untuk tuna rungu wicara yang diciptikan oleh GERKATIN (Gerakan Kesejahteraan Tunarungu
Indonesia). Metode dalam BISINDO mengadopsi budaya dan bahasa masing-masing sehingga tiap
daerah memiliki isyarat tertentu yang berbeda.
Contoh kasus komunikasi teraupeutik pada pasien gangguan penglihatan
Komunikasi terapeutik pada pasien lansia gangguan penglihatan dengan pembicara :
Perawat 1
Perawat 2
Keluarga pasien
Perawat karu

Disebuah rumah sakit swasta terdapat seorang pasien lansia yang sudah berumur 75 tahun. Pasien
tersebut mengalami gangguan penglihatan (buta) danmengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas
sehari-sehari.Diruangan

perawatKaru : Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu. Baik bagi para perawat yangtelah


ditugaskan untuk merawat pasien A diruangan nomor 5, sebaiknya terlebihdahulu menanyakan kepada
keluarga pasien mengenai kebiasaan pasien tersebut agarmemudahkan saat proses perawatan.
Perawat 1 : Maaf Buk, sebelumnya saya sudah menanyakan kepada keluargamengenai kebiaasaan
pasien. Pasien tersebut orangnya sangat suka berbicara danmenyukai orang yang ramah dan
memberitahu apa yang ada dan terjadi disekitarya.
Perawat 2 : Iya Bu, keluarga juga mengatakan hal-hal penting lainnya yang bisamembantu
memudahkan dalam melakukan
Perawatan Karu : Baiklah kalau begitu. Selamat bekerja ya suster.
Perawat 1 dan 2 : Iya BukMenuju ruangan pasien
Perawat 1 dan 2 : Assalamualaikum buk.Pasien dan
keluarga : Waalaikumuussalam
Perawat 2 : Selamat pagi Ibu
Pasien : Pagi, siapa disana?
Perawat 1 : Perkenalkan saya perawat Mutia dan ini teman kerja saya perawat Nova.Kali ini kami
bertugas untuk merawat ibuk. Baik ibu sebelumnya coba sebutkannama dan tempat tanggal lahir ibu.
Pasien : Nama saya Indah, saya lahir tahun 1956
Keluarga : Nama ibu saya Indah Mardiani, lahir tanggal 25 April 1956 suster.
Perawat 2 : (Tersenyum dan menatap kearah keluarga pasien) makasih tambahannyaIbu Ani.
Perawat 1: Baik ibu, sekarang kami akan melakukan tindakan perawatan pada keduamata ibu,
apakah ibu Indah bersedia ?
Pasien : Tindakan seperti apa? Apa saja yang ada disekitar saya suster?
Perawat 1 : Iya ada bu, disini kami akan melakukan terapi pada mata ibu agar mataibu bisa rileks
dan tidak sakit jika bangun tidur, kami juga akan melakukan sedikit pijatan pada mata ibu, kami
membawa baskom berisi air hangat, dan handuk kecil, ini juga bisa dilakukan pada saat ibu di rumah
nanti, bisa dibantu dengan
keluargaPasien : Baiklah sus
Perawat 2 : Baiklah, kalau begitu ibu ingin posisi yang bagaimana, ibu suka berbaringatau duduk?
Pasien : Berbaring saja susterPasienpun berbaring dengan bantuan keluarga pasien
Perawat 2 : Baiklah ibu saya akan memulai kompres air hangat pada mata ibu
Pasien : Baik susterPerawat pun melakukan kompres pada mata pasien selama limamenit dan
dilakukansebanyak tiga kali
Perawat 2 : Selanjutnya ibu saya akan melakukan pijatan kecil pada mata ibu agarmata ibu tidak
kaku jika dibuka atau digerakkan
Pasien : Baik susPerawat pun melakukan pijatan pada mata pasien selama 2 menit
mengikutidaerah kelopak mata pasien
Perawat 1 : Nah ibu sekarang kami sudah melakukan terapi pada ibu, bagaimanasekarang perasaan
ibu?
Pasien : Mata saya sudah terasa segar dari yang kemarin susKeluarga: Suster saya mau
bertanya, nanti kalau di rumah setiap jam berapa dikompres itu sus?
Perawat : Oh iya bu kalau di rumah kalau mau di kompres itu, kalau bisa setiap pagihari saja bu,
karena kalau keseringan juga tidak bagus untuk mata nya ibu
Keluarga : Oh begitu sus tidak boleh terlalu sering dilakukan ya sus?
Perawat 2 : Tidak bu, karena mata juga butuh istirahat
Keluarga : oo begitu. Baik suster
Perawat 2 :Bagaimana ibu masih ada yang mau ditanyakan?
Keluarga : Tidak ada sus
Perawat 1 : Jika ibu butuh bantuan, tekan saja bel yang ada di dinding itu ya buk. Nanti perawat
akan segera datang keruangan untuk membantu ibu.
Keluarga : Oke suster
Perawat 1 : Kalau begitu kami permisi ya bu
Keluarga : Iya sus sama-sama

Contoh kasus komunikasi teraupeutik pada pasien gangguan pendengaran

Seorang klien lansia bernama Ny.A (70 th) memiliki gangguan pendengaran. Keadaan ini diakibatkan
karena kabiasaan Ny.A yang selalu mengorek kuping dengan alat yang tidak bersih. Ny.A tinggal bersama
anak dan cucunya. Ketika Ny.A berbicara dengan keluarga dan orang lain, pembicaraannya selalu tidak
nyambung. Anak Ny.A mulai khawatir dengan keadaan ibunya, lalu ia datang ke rumah sakit bersama
dengan Ny.A untuk memeriksakan keadaan Ny.A.
Seorang klien lansia benama Ny.A usia 70 tahun dengan gangguan pendengaran datang ke RS bersama
anaknya. Dimana keadaan Ny.A ini timbul karena dakibatkan oleh kebiasaan yang selalu mengorek
kuping terlalu dalam dan dengan alat yang tidak bersih

Anak pasien : assalamualaikum, permisi.


Perawat 1 : waalaikumsalam, iya ibu. Ada yang bisa saya bantu?
Anak pasien : begini sus, saya ingin memeriksakan keadaan ibu saya. Akhir-akhir ini ketika beliau
berbicara dengan saya atau orang lain, seringkali pembicaraannya tidak nyambung. Maka dari itu saya
ingin tahu apa yang terjadi pada ibu saya.
Perawat 1 : baik ibu, silahkan ibu mengisi form pendaftaran dan setelah itu ibu bisa menunggu
sebentar untuk dipanggil.
Anak pasien : baik sus.
(setelah kurang lebih 30 menit menunggu akhirnya tiba giliran Ny.A untuk diperiksa)
Perawat 2 : assalamualaikum nek ?
Ny.A : waalaikumsalam sus.
Perawat 2 : bagaimana kabar nenek hari ini ?
Ny.A : kenapa sus ?
Perawat 2 : bagaimana kabarnya nek ? (dengan suara agak sedikit keras)
Ny.A : oh...baik sus
Perawat 2 : syukurlah. Perkenalkan saya perawat S, saya adalah perawat yang bertugas pada siang
ini.
Ny.A : oh...iya
Perawat 2 : saya disini akan melakukan pemeriksaan kepada nenek, dengan tujuan untuk
mengetahui keadaan nenek saat ini.
Ny.A : hah...?
Perawat 2 : nenek mau diperiksa (dengan suara sedikit lebih keras)
Ny.A : oh...iya iya
Perawat 2 : waktunya kurang lebih 15 menit nek. Mungkin sebelum di mulai ada yang di tanyakan
nek?
Ny.A : iya sus
Perawat 2 : untuk tempatnya nenek lebih nyaman dimana nek?
Ny.A : gimana sus ?
Perawat 2 : tempatnya mau dimana nek ?
Ny.A : disini saja sus
Perawat 2 : baik nek, bisa dimulai sekarang nek?
Ny.A : iya sus, bisa.
Perawat 2 : nenek...nenek merasakan apa ditelinganya ?
Ny.A : hah...?
Perawat 2 : telinganya kenapa ? (dengan nada pelan dan suara sedikit keras)
Ny.A : sakit sus, terus juga sering terasa gatal.
Perawat 2 : yang sakit telinga yang mana nek ? yang kanan apa yang kiri ? (sambil memegang
telinga kanan dan kirinya)
Ny.A : yang sini sus, yang kiri. (sambil memegang telinga kirinya)
Perawat 2 : sakitnya seberapa sakit nek ? sangat sakit atau gimana?
Ny.A : sakit sekali sus
Perawat 2 : oh...iya iya nek. Terus kalau telinganya gatal diapain nek?
Ny.A : dikorek-korek sus
Perawat 2 : dikoreknya pakai apa nek?
Ny.A : pakai catton bads sus
Perawat 2 : kalau ada orang bicara kedengaran tidak?
Ny.A : kedengaran, tapi kecil
Perawat 2 : oh iya iya nek. Terus enakan mana, dengerin saat ramai apa sepi ?
Ny.A : hah..? gimana sus ?
Perawat 2 : enakan mana, dengerin saat ramai apa sepi ? (dengan nada pelan dan suara sedikit
keras)
Ny.A : saat ramai sus. Lebih kedengaran keras suaranya
Perawat 2 : nenek sering pusing tidak ?
Ny.A : emm...pusing sih jarang sus. Kadang-kadang saja saya pusing.
Perawat 2 : oh kadang-kadang ya nek ya?
Ny.A : iya sus
Perawat 2 : nah, sekarang saya akan pergi kesana dan nenek berdri disebelah sini sambil menutup
telinga nenek yang sebelah kiri. Nanti ulangi kata-kata saya.
Ny.A : baik sus
(perawat berdiri sekitar 2 meter dari Ny.A)
Perawat 2 : nanti ulangi ya nek kata-kata saya
Ny.A : iya sus
Perawat 2 : KUKU UKU. Gimana nek, coba ulangi kata-kata saya barusan
Ny.A : KUKU UKU. Benar sus ?
Perawat 2 : iya nek, benar. Sekarang nenek tutup telinga nenek yang sebelah kanan ya. Nanti coba
ulangi lagi kata-kata saya.
Ny.A : baik sus
Perawat 2 : MATA BUTA. Coba ulangi nek
Ny.A : tidak dengar sus
Perawat 2 : coba saya ulangi ya (dengan jarak yg dekat dengan Ny.A). KAKA KUKA. Nenek dengar?
Ny.A : suaranya kecil sus. Nenek tidak dengar
Perawat 2 : baik, sekali lagi ya nek. (dengan jarak yang lebih dekat). BUTA MATA
Ny.A : nenek dengar sus. BUTA MATA kan sus?
Perawat 2 : iya benar, bagus nek.
d. Tahap Terminasi
Perawat 2 :baik, pemeriksaannya sudah selesai. Dari hasil pemeriksaan yang saya lakukan ternyata
nenek mengalami gangguan pendengaran.
Ny.A : budeg dong saya sus ?
Perawat 2 : bukan budeg nek, tapi pendengaran nenek sedikit terganggu. Nah untuk ibu, nanti
neneknya bisa dipantau jangan terlalu sering mengorek telinga apalagi mengoreknya terlalu dalam dan
mungkin catton badsnya sudah bekas tapi dipakai lagi.
Anak pasien : iya sus, beliau ini sudah sering saya ingatkan agar tidak selalu mengorek telinga. Tapi
kalau beliau dilarang malah marah-marah. Baik sus nanti saya pantau ibu saya.
Perawat 2 : jangan seperti itu lagi ya nek, boleh dibersihkan tapi jangan terlalu sering dan jangan
terlalu dalam mengoreknya ya nek.
Ny.A : baik sus
Anak pasien : ya sudah sus, kami permisi dulu. Nanti kalau ada kesempatan lagi kita bisa bertemu
kembali.
Perawat 2 : iya bu, dengan senang hati
Anak pasien : terimakasih sus, assalamualaikum
Perawat 2 : waalaikumsalam

Contoh kasus komunikasi teraupeutik pada pasien gangguan bicara (wicara)


Nama : muhammad idris
umur :15 tahun

perawat , : selamat pagi pak


pasien pagi sus
perawat : perkenalkan nama saya tina panduwinata biasa dipanggil dengan sebutan tina nama
bapak siapa?
Keluarga : nama saya ahmad priyani' biasa dipanggil ahmadsus
Perawat : kalau bapak yang satu lagi ini siapa namanya ?
pasien :...( hanya diam $/erawat ,ada yang bisa saya bantu pak ?
Keluarga : saya kesini mengantarkan abang saya periksa sus sudah beberapa hari ini dia kurang
enak badan sus
Perawat : iya pak ( menanyakan kepada kembali nama pasien pak ) nama bapak siapa ?
Pasien : nananananama saaaaaaya muuuuuhammaaadidriiiis sus biiiiiiasaaa diiiiii paaaaanggiiiil
idriiis sus.
Perawat : apa keluhan bapak ?
Pasien : buuuuuaaang aair teeerus memenerus sus.
Perawat : sudah berapa hari bapak buang air terus menerus ?
Pasien : susudah tiiiiga haarii sus.
Perawat : sehari berapakali buang air besarnya pak ?
Pasien : leeeeebih duuua pupuluh kakali sus
Perawat : apakah tubuh bapak lemas
Pasien : iiya sus
Perawat : sebelumnya apakah bapak ada makan makanan yang pedas-pedas atau makanan yang
kurang bersih pak ?
Pasien : aada sus.
Perawat : apa yang bapak makan
Pasien : sasaya aaada mamakan ruuujakk sus ruuujaknya
peedass sesekali sus
Keluarga : apakah abang saya harus dirawat sus ?
Perawat : diperiksa dokter dulu ya pak ... biar kita tau dirawat atau tidak ?
Keluarga : iya sus
Perawat : baiklah pak bapak akan diperiksa dokter dulu silahkan berbaring ditempat tidur itu pak
biar saya panggil dokternya
Pasien : iiiya sus

Perawat pergi memanggil dokter dan tak lama kemudian datanglah dokter dengan perawat
Perawat : ini dok pasiennya .
Dokter : saya periksa dulu ya pak.
Pasien : iiiyyyaaa dok
Dokter : saya periksa tekanan darahnya ya pak ?
Pasien : iiiyyaa dok.
Dokter : tekanan darah bapak bagus masih normal.
Pasien : iiya dok
Dokter : detak jantung bapak juga normal
Pasien : teeerrus kekenaapa sasaya dok ?
Dokter : bapak tidak apa-apa bapak cuman diare saja dikasih obat juga sembuh pak.
Pasien : bebener dok ?
Ddokter : menulis resep obat kemudian diberikan kepada perawat dan dokter itu pun pergi.
Perawat : bapak kata dokter bapak tidak ada apa-apa jadi bapak nggak perlu dirawat .
Pasien : bebener sus nggangak bobohongkan sus
Perawat : bener bapak tapi kata dokter setelah pulang bapak harus jaga pola makan bapak ya
jangan makan makanan sembarangan dan jangan makan yang pedas pedas lagi ya pak.
Pasien : iiya sus teterus apa lalagi sus ?
Perawat : bapak belajar pola hidup sehat ya pak.
Perawat : apakah bapak bisa menyebutkan apa yang telah saya jelaskan tadi pak ?
Pasien : bibisa sus ,jajangan mamakan yang pepedas-pedas mamakan teteraratur popola
hihidup sehat ololahraga yayanggg teteratur.
Perawat : bagus bapak'bapak ingat semua in%ormasi yang saya berikan semua informasi yang
bapak dapat tolong diingat dan dilaksanakan ya pak supaya bapak tidak sakit lagi ya pak.
Pasien : iiyaa sus mamakakasih yaya suster.
BAB IV

PEMBAHASAN

1. Kasus komunikasi terapeutik pada pasien gangguan penglihatan

Pada dasarnya gangguan sensoris bisa dibagi menjadi :

a)     Gangguan pada Pusat Nervous yang terkait dengan fungsi sensoris dalam komunikasi :

 Brocca/ Brodmann’s area : Pusat pendengaran.


 Girus Angularis : Memproses kata – kata diyubah dalam bentuk audisi.
 Area Werniecke : Pengolah secara komprehensip audio visual.
b)    Gangguan pada Nervous cranial yang terkait dengan fungsi komunikasi sensoris.

c)     Gangguan sensori persepsi : Misalnya pada klien dengan hullusinasi/ illusi.

d)    Klien dengan penurunan kesadaran.

e)     Klien Autis, Klien Mental retardate.

Gangguan Indera Penglihatan Sebagai Penerima Pesan


 
Kemampuan individu untuk melihat dimungkinkan oleh sistem organ yang disebut mata. Sistem ini
terdiri atas organ – organ yang menerima dan memfokuskan cahaya yang masuk kedalam mata, sel – sel
reseptor penglihatan. Gangguan penlihatan dapat terjadi baik karena kerusakan
organ,misal:kornea,lensa mata,kekeruhan humor viterus,maupum kerusakan kornea,serta kerusakan
saraf penghantar impuls menuju otak.Kerusakan ditingkat persepsi antara lain dialami klien dengan
kerusakan otak.Semua ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan,baik
persial maupun total.Akibat kerusakan visual,kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi
sangat tergantung pada pendengaran dan sentuhan.Oleh karena itu,komunikasi yang dilakukan harus
mengoptimaln fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus
digantikan oleh informasi yang dapat ditrasfer melalui indra yang lain.Sebagai contoh,ketika melakukan
orientasi ruang perawat secara lisan misalnya dengan menerangkan letak meja kursi,menerangkan
beberapa langkah posisi tempat tidur dari pintu,letak kamar mandi dan sebagaiannya.

Berikut adalah teknik-teknik yang perlu diperhatikan selama berkomunikasi dengan klien yang
mengalami gangguan penglihatan : 

1. Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami kebutaan persial
atau sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran perawat ketika anda berada didekatnya.
2. Indentifikasi diri anda dengan menyebut nama(dan peran)anda.
3. Berbicara menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak memungkinkan
menerima pesan verbal secara visual.Nada suara anda memagang peranan besar dan
bermakna bagi klien.
4. Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucaokan kata-kata sebelum melakukan
sentuhan pada klien.
5. Informasikamn kepada klien ketika anda akan menggilakannya / memutus komunikasi
6. Orientasikan klien dengan suara-suara yang terdengar disekitarnya.
7. Orientasikan klien pada lingkungan bila klien dipindah kelingkungan/ruangan yang baru.
 

Agar komunikasi dengan orang dengan gangguan sensori penglihatan dapat berjalan

Lancar dan mencapai sasarannya , maka perlu juga diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 

1)    Dalam berkomunikasi pertimbangan isi dan mata nada suara

2)    Periksa lingkungan fisik

3)    Perlu adanya ide yang jelas sebelum berkomunikasi

4)    Berkomunikasikan pesan secara singkat

5)    Komunikasikan hal-hal yang berharga saja

6)    Dalam merencanakan komunikas,berkonsultasilah dengan pihak lain agar memperoleh


dukungan.

 Syarat – Syarat Yang Harus Dimiliki Perawat Berkomunikasi Dengan Pasien Gangguan Penglihatan
Dalam melakukan komunikasin terapeutik dengan pasien dengan gangguan sensori penglihatan,perawat
dituntut untuk menjadi komunikator yang baik sehingga terjalin hubungan terapeutik yang efektif antara
perawat dan klien,untuk itu syarat yang harus dimilki oleh perawat dalam berkomunikasi dengan pasien
dngan gangguan sensori penglihatan adalah :

1)    Adanya kesiapan artinya pesan atsun informasi, cara penyampaian dan salurannya harus
dipersiapkan terlebih dahulu secara matang.

2)    Kesungguhan artinya apapun wujud dari pesan atau informasi tersebut tetap harus disampaikan
secara sungguh-sungguh atau serius.

3)    Ketulusan artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada individu lain pemberi
informasi harus merasa yakin bahwa apa yang disampaikan itu merupakan sesuatu yang baik dan
menang perlu serta berguna untuk pasien

4)    Kepercayaan diri artinya jika perawat mempunyai kepercayaan diri maka hal ini akan sangat
berpengaruh pada cara penyampaiannya kepada pasien.

5)    Ketenangan artinya sebaik apapun dan sejak apapun yang akan disampaikan,perawat harus bersifat
tenang,tidak emosi maupun memancing emosi pasien,karena dengan adanya ketenangan maka
informasi akan lebih jelas baik dan lancar.

6)    Keramahan artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari kegiatan komunikasi,karena
dengan keramahan ya ng tulus tanpa dibuat-buat akan menimbulkan perasaan tenang,senang dan aman
bagi penerima

7)    Kesederhanaan artinya didalam penyampaian informasi,sebaiknya dibuat sederhana baik bahasa,
pengungkapan dan penyampaiannya.Meskipun informasi itu panjang dan rumit akan tetapi kalau
dberikan secara sederhana berurutan dan jelas maka akan memberikan kejelasan secara sederhana
berurutan dan jelas maka akan memberikan kejelasan informasi dengan baik.

2. Kasus komunikasi terapeutik pada pasien gangguan pendengaran

A.    Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto, 1994). Komunikasi terapeutik
juga dapat dipersepsikan sebagai proses interaksi antara klien dan perawat yang membantu
klien mengatasi stress sementarauntuk hidup harmonis dengan orang lain, menyesuaikan
dengan sesuatu yang tidak dapat diubah dan mengatasi hambatan psikologis dan mengatasi
realisasi diri (Kozier et.al, 2000). Dari beberapa pengaertian diatas dapat disimpulkan bahwa
komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien dan membina hubungan yang terapeutik
antara perawat dan pasien. 
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, diri perawat adalah alat yang terapeutik untuk
penyembuhan klien. Sebagai alat, perawat harus mampu menggunakan dirinya secara
terapeutik. Cara menggunakan diri secara terapeutik (bagi perawat), yaitu mengembangkan
kesadaran diri (developing self awareness), mengembangkan kepercayaan (developing trust),
menghindari pengulangan (avoiding stereotypes), dan tidak menghakimi (becoming
nonjudgmental) (Chitty, 1997). Sebagai seorang perawat, Anda harus selalu meningkatkan
kualitas diri supaya terapeutik untuk diri sendiri dan orang lain dengan menganalisis diri. Cara
melakukan analisis diri adalah melakukan evaluasi kesadaran diri (self awareness) dan
pengungkapan diri, mengklarifikasi nilai, mengeksplorasi perasaan, perawat sebagai role model,
mengutamakan kepentingan orang lain, bersikap etis, dan bertanggung jawab.
Tahapan (Fase) hubungan dan komunikasi terapeutik :
1.    Fase pra interaksi
Fase ini merupakan fase persiapan yang dapat dilakukan perawat sebelum berinteraksi dan
berkomunikasi dengan klien. Pada fase ini, perawat mengeksplorasi perasaan, fantasi dan
ketakutan sendiri, serta menganalisis kekuatan dan kelemahan profesional diri. Perawat juga
mendapatkan data tentang klien dan jika memungkinkan merencanakan pertemuan pertama
dengan klien. Perawat dapat bertanya kepada dirinya untuk mengukur kesiapan berinteraksi
dan berkomunikasi dengan klien.
2.    Fase orientasi
Fase ini adalah fase awal interaksi antara perawat dan klien yang bertujuan untuk
merencanakan apa yang akan dilakukan pada fase selanjutnya. Pada fase ini,perawat dapat
a.    memulai hubungan dan membina hubungan saling percaya. Kegiatan ini mengindikasi
kesiapan perawat untuk membantu klien;
b.    memperjelas keluhan, masalah, atau kebutuhan klien dengan mengajukan pertanyaan
tentang perasaan klien; serta
c.    merencanakan kontrak/kesepakatan yang meliputi lokasi, kapan, dan lama pertemuan;
bahan/materi yang akan diperbincangkan; dan mengakhir hubungan sementara.
3.    Fase kerja
Fase ini adalah fase terpenting karena menyangkut kualitas hubungan perawatklien dalam
asuhan keperawatan. Selama berlangsungnya fase kerja ini, perawat tidak hanya mencapai
tujuan yang telah diinginkan bersama, tetapi yang lebih bermakna adalah bertujuan untuk
memandirikan klien. Pada fase ini, perawat menggunakan teknik-teknik komunikasi dalam
berkomunikasi dengan klien sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (sesuai kontrak).
4.    Fase terminasi
Pada fase ini, perawat memberi kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan keberhasilan
dirinya dalam mencapai tujuan terapi dan ungkapan perasaannya. Selanjutnya perawat
merencanakan tindak lanjut pertemuan dan membuat kontrak pertemuan selanjutnya bersama
klien. Ada tiga kegiatan utama yang harus dilakukan perawat pada fase terminasi ini, yaitu
melakukan evaluasi subjektif dan objektif; merencanakan tindak lanjut interaksi; dan membuat
kontrak dengan klien untuk melakukan pertemuan selanjutnya.
.
B.    Gangguan Fisik
Gangguan fisik diartikan sebagai seseorang yang fisiknya mengalami masalah sehingga
menimbulkan kelainan didalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dan untuk
meningkatkan fungsinya seoptimal mungkin diperlukan program pendidikan dan layanan
khusus. Adapun macam-macam gangguan fisik seperti cacat tubuh, cacat fisik, tuna tubuh, tuna
raga, cacat anggota bada, cacat ortopedik, cripplet, dan ortopecally handicapped, tuna netra,
tuna rungu, tuna wicara, tuna grahita, tuna laras, tuna ganda.

C.    Teknik Komunikasi Pada Pasien Dengan Gangguan Pendengaran


Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara sebagian ataupun keseluruhan untuk
mendengarkan suara pada salah satu maupun kedua telinga (Susanto, 2010). Definisi lain
mengatakan bahwa, gangguan pendengaran merupakan penurunan persepsi kekerasan suara
dan atau disertai ketidakjelasan dalam berkata-kata. Unit kuantitatif yang digunakan untuk
mengukur kekerasan suatu suara adalah desibel. Pada orang-orang dengan gangguan
pendengaran, didapati peningkatan ambang batas pendengaran disertai dengan terganggunya
proses persepsi suara dan proses pencapaian pengertian dari suatu percakapan (Turner dan Per-
Lee, 1990).
Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif, selain pemahaman  yang memadai tentang
karakteristik klien, petugas kesehatan juga harus mempunyai teknik khusus agar komunikasi
yang dilakukan dapat berlangsung lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Pada pasien
gangguan pendengaran, teknik yang dapat dilakukan adalah teknik asertif. Karena pada klien
gangguan pendengaran ini memerlukan sikap yang dapat menerima, memahami pasangan
bicara dengan menunjukkan sikap peduli, sabar mendengarkan dan memperhatikan ketika klien
berbicara. Teknik asertif merupakan wujud implementasi etika berkomunikasi yang baik. Sikap
ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk manjaga hubungan terapeutik dengan
klien.
Berikut ini beberapa model komunikasi yang disarankan sebagai jalan untuk mengurangi
hambatan dalam komunikasi dan memfasilitasi pengajaran dan pembekajaran bagi klien yang
mengalami gangguan pendengaran.
1)    Bahasa Isyarat
Bagi kebanyakan penderita gangguan pendengaran yang berbahasa induk bahasa isyarat, model
ini seringkali menjadi bentuk komunikasi yang lebih disukai. Jika tenaga kesehatan tidak
menguasai bahasa isyarat, meminta seorang penerjemah profesional bisa menjadi alternatif.
Selain itu, tenaga kesehatan juga bisa meminta bantuan teman atau kerabat klien yang terampil
menggunakan bahasa isyarat. Akan tetapi, sebelum meminta bantuan penerjemah, sebaiknya
meminta persetujuan klien terlebih dahulu karena informasi yang disampaikan berkaitan
dengan masalah kesehatan yang dapat dianggap sebagai urusan pribadi.
2)    Membaca Gerakan Bibir
Salah satu anggapan yang salah yang muncul pada orang yang normal adalah semua penderita
gangguan pendengaran dapat membaca gerakan bibir. Tingkat kemampuan membaca gerakan
bibir mereka tentu berbeda-beda. Dengan demikian, hanya pembaca gerakan bibir terampil
yang akan memperoleh manfaat yang sebenarnya dari metode komunikasi ini. Jika klien dapat
membaca garakan bibir, tenaga kesehatan tdak perlu melebih-lebihkan gerakan bibir karena
tindakan itu dapat mendistorsi gerakan bibir dan mengganggu penafsiran kata-kata. Jika klien
lebih suka membaca gerakan bibir, pastikan wajah tenanga kesehatan menghadap ruang yang
cukup terang. Sebaiknya singkirkan benda-benda yang menutupi wajah, misalnya masker.
3)    Materi Tulis
Informasi tertulis merupakan cara komunikasi yang dapat diandalkan, terutama pemahaman
sangat diperlukan. Tenaga kesehatan sebaiknya menulis informasi yang penting untuk
melengkapi kata-kata yang diucapkan. Alat peraga seperti gambar yang sederhana, lukisan, atau
diagram bisa digunakan sebagai pelengkap untuk meningkatkan pemahaman materi tertulis.
Metode ini bisa menjadi metode komunikasi yang fleksibel karena dapat digunakan untuk
berkomunikasi dengan klien gangguan pendengaran dan bicara maupun klien dengan gangguan
bicara saja.
4)    Verbalisasi Oleh Klien
Kadang-kadang klien dengan gangguan pendengaran lebih memilih untuk berkomunikasi
dengan cara berbiacara, terutama jika tenaga kesehatan dan klien memiliki hubungan baik dan
saling percaya. Seringkali nada dan infleksi suara mereka berbeda akan berbeda dar cara
berbicara kebanyakan orang, sehingga tenaga kesehatan perlu menyediakan waktu untuk
mendengarkan secara cermat. Tenaga kesehatan harus menghindari interupsi saat klien
berbicara. Jika masih mengalami kesulitan, tenaga kesehatan sebaiknya membuat catatan
tentang informasi yang didengar dari klien agar lebih mudah memahami isi pesan.

5)    Memperkeras Bunyi


Bagi klien dengan gangguan pendengaran tetapi tidak hilang sama sekali, alat bantu
pendengaran mungkin akan sangat berguna. Cara lain untuk memperkeras bunyi adalah dengan
menelungkupkan tangan didekat telinga klien, atau menggunakan stetoskop yang dibalik
dengan cara memasang stetoskop ditelinga klien. 

3. Kasus komunikasi terapeutik pada pasien gangguan bicara (wicara)

Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan Bicara, hal-hal berikut
perlu diperhatikan :
1. Perawat benar-benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir klien.
2. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali
kata-kata yang diucapkan klien
3. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topik.
4. Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan pelan.
5. Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima
dengan baik.
6. Apabila perlu, gunakan bahasa tulisan dan simbol.
7. Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi lisan
dengan klien untuk menjadi mediator komunikasi

 FASE ORIENTASI
TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN GANGGUAN BICARA
Fase Orientasi

 FASE ORIENTASI
1. Memberikan salam dengan memposisikan diri di depan pasien
2. Memperkenalkan diri dengan cara menyentuh klien ( bersalaman )
3. Menjelaskan tujuan tindakan

Fase Kerja

 FASE KERJA
1. Perhatikan mimik dan gerakan bibir klien
2. Memperjelas kata – kata yang diucapkan klien dengan mengulang kembali
3. Membatasi topik pembicaraan ( topik fokus seputar penyakit pasien )
4. Suasana rilek dan pelan
5. Gunakan bahasa tulisan ( simbul )

Fase Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Berpamitan

Anda mungkin juga menyukai